SKRIPSI lengkap IWAL

download SKRIPSI lengkap IWAL

of 70

Transcript of SKRIPSI lengkap IWAL

SKRIPSI

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENGGELAPAN MOBIL RENTAL DI KOTA MAKASSAR

Oleh : IKHWAL SAINUL B11107709

BAGIAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

HALAMAN JUDUL

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENGGELAPAN MOBIL RENTAL DI KOTA MAKASSAR

Oleh : IKHWAL SAINUL B11107709

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana dalam Program Kekhususan/Bagian Hukum Pidana/Praktisi Hukum Program Ilmu Hukum

Pada FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

i

ii

iii

iv

ABSTRAK IKHWAL SAINUL (B111 07709). Analisis Kriminologis Terhadap Kejahatan Penggelapan Mobil Rental di Kota Makassar, dibimbing oleh H. M. Said Karim, sebagai Pembimbing I dan Nur Azisa, selaku Pembimbing II. Penelitian ini bertujuan, untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya kejahatan penggelapan mobil rental di kota Makassar dan untuk mengetahui upaya penanggulangan yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Kota Besar Makassar. Penelitian ini dilakukan pada Kepolisian Resort Kota Besar Makassar, dari penelitian yang dilakukan menghasilkan 2 (dua) jenis sumber data yaitu sumber data primer yang diperoleh secara langsung. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang telah ada atau melalui studi kepustakaan, data primer dan data sekunder tersebut diolah dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif yang kemudian selanjutnya secara deskriftif. Hasil penelitian, menunjukkan bahwa, latarbelakang terjadinya kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar, disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya faktor ekonomi, Kelalaian pemilik rental, dan faktor kurangnya keterampilan. Hal tersebut yang paling dominan mempengaruhi atau yang menyebabkan terjadinya kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar, sehingga diperlukan tindakan pencegahan berupa pemberian pemahaman kepada masyarakat seperti kegiatan penyuluhan/himbauan sebagai bagian dari upaya preventif. Upaya yang dilakukan Kepolisian Resort Kota Besar Makassar dalam menanggulangi terjadinya kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar, terdiri atas 2 yaitu upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif adalah upaya awal mencegah atau mengurangi terjadinya kejahatan penggelapan mobil rental yang terjadi di Kota Makassar, seperti melakukan himbauan kepada pengusaha/pemilik rental dan penyuluhan ditempat rawan terjadi penggelapan, namun melaksanakan upaya preventif yang dimaksud masih belum dilaksanakan dengan optimal. Upaya represif yaitu langkah yang ditempuh berupa tindakan terhadap pelaku yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Resort Kota Besar Makassar sudah dilaksanakan dengan baik. Kedua upaya ini dilaksanakan secara terpadu.

v

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Shalawat dan salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad S.A.W., beserta keluarga, dan para sahabatnya yang setia dan mulia. Penulisan skripsi merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tak luput dari kendala-kendala yang ditemui, namun atas pertolongan Allah S.W.T. segala kendala itu dapat dilalui. Selain itu, penulis berharap agar para pembaca dapat memberikan kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, perkenankan penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Orang Tua penulis Ibunda dan Ayahanda atas segala pengorbanannya, Kasih Sayang serta jerih payahnya selama membesarkan dan mendidikku, serta doa yang senantiasa dipanjatkan hanya semata-mata mengharapkan keberhasilan penulis. Terima kasih juga kepada saudara-saudaraku atas segala bantuannya baik materil maupun inmateril kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

vi

Banyak orang-orang yang telah menentukan sejarah hidupku sampai aku mampu mengucapkan kebenaran, dan untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, Sp.BO., FICS, salaku Rektor Universitas Hasanuddin. 2. Bapak Prof. Dr. Aswanto, S.H., Msi., DFM selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. 3. Prof. Dr. H. M. Said Karim, S.H., M.H, selaku Pembimbing I, dan Nur Azisa, S.H., M.H, selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis. 4. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S, dan Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H, serta Amir Ilyas, S.H., M.H, selaku penguji yang telah meluangkan waktunya memberikan arahan dan masukan kepada penulis, sehingga skripsi dapat penulis selesaikan. 5. Prof. Dr. M. Djafar Saidi, S.H., M.H, selaku Penasihat Akademik penulis selama berada dibangku kuliah, yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama dibangku kuliah. 6. Ibunda tercinta Nurlina dan Ayahanda Sainul, yang selalu memberikan bantuan dan dukungan baik moril maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

vii

7. Keluarga besarku yang telah memberikan motivasi bagi penulis untuk terus melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. 8. Segenap Staf/anggota Polrestabes Makassar yang telah meluangkan waktunya dan membantu penulis selama

melakukan penelitian. 9. Sahabat-sahabatku : Ade Purnama Putra, Masry Fashadhin, Deden M. Pratama, Rusman, Syahrijal, Iccank, dan Aryadi terima kasih atas persahabatan, kebersamaan dan bantuan kalian selama ini. Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dn karunia-Nya serta membalas semua kebaikan yang diberikan kepada penulis. Amin Ya Rabbal Alamin. Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Makassar, Juli 2011

Penulis

viii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................ HALAMAN PENGESAHAN................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ................................... ABSTRAK ............................................................................................. KATA PENGANTAR ............................................................................. i ii iii iv v vi

DAFTAR ISI ........................................................................................... .. ix

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ A. Latar Belakang Masalah.............................................................. B. Rumusan Masalah ...................................................................... C. Tujuan Penelitian ........................................................................ D. Kegunaan Penelitian ...................................................................

1 1 4 4 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... A. Kriminologi .................................................................................. 1. Pengertian Kriminologi ........................................................... 2. Ruang Lingkup Kriminologi ....................................................

6 6 6 8

3. Konsep Kejahatan.................................................................. 12 B. Tinjauan Tentang Kejahatan Penggelapan ................................. 16 1. Pengertian Kejahatan Penggelapan ...................................... 16 2. Jenis dan Unsur Kejahatan Penggelapan .............................. 18 3. Penggelapan Mobil Rental ..................................................... 25

ix

C. Teori dan Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan ...................... 29 D. Upaya Penanggulangan Kejahatan ............................................. 33

BAB III METODE PENELITIAN............................................................. 37 A. Lokasi Penelitian ......................................................................... 37 B. Sumber Data Penelitian .............................................................. 37 C. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 38 D. Teknik Analisis Data .................................................................... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 41 A. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Penggelapan Mobil Rental di Kota Makassar.................................................... 41 B. Upaya Penanggulangan Kejahatan Penggelapan Mobil Rental Di Kota Makassar ........................................................................ 48

BAB V PENUTUP .................................................................................. 54 A. Kesimpulan ................................................................................. 54 B. Saran........................................................................................... 55 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 56 LAMPIRAN

x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan budaya dan iptek, perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multikompleks. Perilaku demikian apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai norma (hukum) yang berlaku, tidak menjadi masalah. Sedangkan terhadap perilaku yang tidak sesuai norma biasanya dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat. Perilaku yang tidak sesuai norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata

menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketentraman kehidupan manusia. Penyelewengan yang demikian, biasanya oleh masyarakat dicap sebagai suatu pelanggaran dan bahkan sebagai suatu kejahatan. Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan, bahwa kejahatan hanya dapat dicegah dan dikurangi, tetapi sulit diberantas secara tuntas. Namun belakangan ini dengan terjadinya krisis moneter yang berpengaruh besar terhadap masyarakat sehingga mengakibatkan

1

masyarakat Indonesia mengalami krisis moral. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin meningkatnya kejahatan dan meningkatnya pengangguran. Dengan meningkatnya pengangguran sangat berpengaruh besar terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang rendah cenderung untuk tidak mempedulikan norma atau kaidah hukum yang berlaku. Melihat kondisi ini untuk memenuhi kebutuhan ada kecenderungan menggunakan segala cara agar

kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Dari cara-cara yang digunakan ada yang melanggar dan tidak melanggar norma hukum. Salah satu bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat adalah penggelapan. Dimana melihat keadaan masyarakat sekarang ini sangat memungkinkan orang untuk mencari jalan pintas dengan menggelapkan barang. Dari media-media massa dan media elektronik menunjukkan bahwa seringnya terjadi kejahatan penggelapan dengan berbagai jenisnya dilatarbelakangi karena kebutuhan hidup yang tidak tercukupi. Dengan berkembangnya kejahatan penggelapan maka

berkembang pula bentuk-bentuk lain dari penggelapan. Banyaknya kejahatan yang terjadi di wilayah hukum Kota Makassar, khususnya kejahatan penggelapan mobil rental disebabkan oleh beberapa hal. Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana terdapat bermacam-macam kejahatan yang dituangkan dalam titel-titel dan merupakan bagian-bagian dari Buku II sebagai bentuk penggolongan

2

kejahatan secara kualitatif oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dalam bermacam-macam kejahatan itu, salah satu diantaranya adalah kejahatan terhadap harta kekayaan (harta benda). penggelapan termasuk satu diantara beberapa jenis kejahatan terhadap harta benda.

Penggelapan diatur dalam Buku II, Titel XXIV, Pasal 372 377 KUHP. kejahatan penggelapan, merupakan suatu perbuatan dengan melawan hukum memiliki barang atau harta benda milik orang lain yang seluruhnya atau sebagian dalam penguasaanya bukan karena kejahatan . Untuk Pasal 372 memberi pengertian tentang penggelapan, pada Pasal 373 mengatur tentang jenis penggelapan dan penggelapan ringan, Pasal 374 dan Pasal 375 mengatur tentang penggelapan dalam bentuk yang diperberat, Pasal 376 mengatur tentang penggelapan dalam kalangan keluarga. Dari sekian banyak harta benda yang dimiliki orang, kendaraan mobil khususnya mobil rental adalah salah satu diantara harta benda yang sering menjadi objek sasaran aksi penggelapan. Hal ini tidak lain disebabkan oleh kendaraan mobil yang sampai saat ini masih merupakan barang dengan nilai ekonomis yang relatif tinggi. Faktor ini merupakan salah satu penyebab kejahatan penggelapan mobil rental dari dahulu sampai sekarang selalu meningkat. Pada saat ini sering terjadi kasus kejahatan penggelapan kendaraan mobil rental. Hasil dari penggelapan tersebut kemungkinan langsung di jual kepada orang lain atau digadaikan kepada orang lain.

3

Peran pengadilan sangat berpengaruh terhadap banyak sedikitnya kejahatan penggelapan kendaraan mobil rental, misalnya dalam

penjatuhan hukuman bagi seorang pelaku penggelapan masih sangat ringan di bandingkan dengan ancaman hukuman di dalam KUHP. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mencoba mengkaji masalah tersebut dengan mengambil judul : ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN

PENGGELAPAN MOBIL RENTAL DI KOTA MAKASSAR B. Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian. Hal ini bertujuan untuk mempermudah penulis dalam membatasi masalah yang akan diteliti sehingga tujuan dan hasil dari penelitian dapat sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka penulis mencoba merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah faktor penyebab kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar.? 2. Bagaimanakah upaya kepolisian dalam menanggulangi kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar.? C. Tujuan Penelitian Dalam setiap kegiatan, pada dasarnya pasti memiliki suatu tujuan tertentu. Tujuan penelitian adalah hal-hal yang hendak dicapai oleh penulis melalui penelitian. Melalui penelitian ini yang berhubungan dengan

4

rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui faktor penyebab kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar. 2. Untuk mengetahui upaya kepolisian dalam menanggulangi kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar. D. Kegunaan Penelitian Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Untuk sedikit menambah pengetahuan dan pikiran dalam mengembangkan ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum pidana pada khususnya. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan informasi pada pemerintah dan aparat penegak hukum dalam upaya menanggulangi penggelapan mobil rental di Kota Makassar. b. Diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi penegak hukum untuk tercapainya supremasi hukum yang

berdasarkan atas asas-asas hukum yang dijabarkan dalam KUHAP.

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kriminologi 1. Pengertian Kriminologi Sebagai suatu bidang ilmu tersendiri, kriminologi memiliki objek tersendiri. Suatu bidang ilmu harus memiliki tersendiri objek kajian tersendiri, baik objek materil maupun formil. Pembeda antara bidang yang satu dengan bidang ilmu yang lain adalah kedudukan objek formilnya. Tidak ada suatu ilmu yang memiliki objek formil yang sama, sebab apabila objek formilnya sama maka ilmu itu adalah sama. Untuk memahami kejahatan seluas-luasnya, maka di kenal istilah kriminologi sebagai suatu ilmu yang bertujuan menyelidiki segala kejahatan. Menurut A.S. Alam (2010 : 1) Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan dari berbagai aspek. Hingga kini batasan dan ruang lingkup kriminologi masih terdapat berbagai perbedaan di kalangan para sarjana. Soedjono D (1984 : 3) mengemukakan pengertian kriminologi sebagai berikut: Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari, sebab akibat,

perbaikan dan pencegahan kejahatan, sebagai gejala manusia dengan menghimpun sumbangan-sumbangan berbagai ilmu pengetahuan, tugas, kriminologi merupakan sasaran atau sarana untuk mengetahui sebab-sebab mencegah kejahatan dan akibatnya timbulnya

mempelajari kejahatan.

cara-cara

kemungkinan

6

Selanjutnya apabila ditinjau dari terminologi, pengertian kriminologi semakin diperluas dan selalu disesuaikan dengan tujuan dan kegunaan kriminologi itu sendiri dalam memberantas kejahatan. Menurut Abdulsani (1987 : 6) mengemukakan bahwa kriminologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kejahatan. Sedangkan menurut pendapat Rusli Effendy (1993 : 9)

merumuskan bahwa kriminologi adalah: Suatu ilmu tentang kejahatan itu sendiri, subjeknya adalah melakukan kejahatan itu sendiri, tujuannya adalah mempelajari sebab-sebabnya sehingga orang melakukan kejahatan, apakah itu timbul karena bakat orang itu sendiri adalah jahat ataukah disebabkan karena keadaan masyarakat sekitarnya (millew) baik keadaan sosial maupun ekonomis. Topo Santoso (2001 : 12) memberikan definisi mengenai kriminologi sebagai berikut : Kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman-keseragaman, polapola, dan faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan kajahatan, pelaku kajahatan serta reaksi masyarakat, terhadap keduanya. Lanjut dijelaskan bahwa yang menjadi objek dari studi kriminologi adalah sebagai berikut : 1. Perbuatan yang disebut sebagai kejahatan, 2. Pelaku kejahatan, dan

7

3. Reaksi masyarakat yang ditunjukan baik terhadap perbuatan (kejahatan) maupun terhadap pelakunya (penjahat). Soedjono D (1986 : 1) mengemukakan bahwa kriminologi adalah ilmu yang mempelajari kejahatan-kejahatan sebagai masalah manusia. Bonger, W. A ( Topo Santoso, 2001 : 9) memberikan definisi kriminologi yaitu : ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. (kriminologi teoritis atau murni). J. Constant (Kartini Kartono, 2001 : 122) menyatakan bahwa, kriminologi adalah pengetahuan empiris (berdasarkan pengalaman), menentukan faktor penyebab terjadinya kejahatan dan penjahat, dengan memperhatikan faktor-faktor sosiologis, ekonomi dan individual. Melihat perumusan-perumusan diatas, ternyata tidak ada

persamaan pendapat. Namun dapat disimpulkan, bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang ditunjang oleh pelbagai ilmu lainnya yang mempelajari kejahatan dan penjahat, penampilannya, sebab dan

akibatnya, sebagai: ilmu teoritis; sekaligus juga mengadakan usaha-usaha pencegahan serta penanggulangan/pemberantasannya. 2. Ruang Lingkup Kriminologi Objek kajian kriminologi memiliki ruang lingkup kejahatan, pelaku dan reaksi masyarakat terhadap kejahatan tersebut. Kriminologi secara spesifik mempelajari kejahatan dari segala sudut pandang, namun lebih khusus kejahatan yang diatur dalam undang-undang. Pelaku kejahatan

8

dibahas dari segi kenapa seseorang melakukan kejahatan (motif) dan kategori pelaku kejahatan (tipe-tipe kejahatan). Kemudian kriminologi juga mempelajari reaksi masyarakat terhadap kejahatan sebagai salah satu upaya kebijakan pencegahan dan pemberantasan kejahatan. Menurut A. S. Alam (2010 : 2) skop ( ruang lingkup pembahasan) kriminologi mencakup tiga hal pokok, yakni : 1. Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana (making laws), 2. Etiologi kriminal, yang membahas teori-teori yang menyebabkan terjadinya kejahatan (breaking of laws), dan 3. Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward the breaking of laws). Reaksi dalam hal ini bukan ditujukan kepada pelanggar hukum berupa tindakan represif tetapi juga reaksi terhadap calon pelanggar hukum berupa upaya-upaya

pencegahan kejahatan (criminal prevention). Yang dibahas dalam proses pembuatan hukum pidana (process of making laws) adalah : a. Definisi kejahatan b. Unsur-unsur kejahatan c. Relativitas pengertian kejahatan d. Penggolongan kejahatan e. Statistik kejahatan yang dibahas dalam etiologi kriminal (breaking laws) adalah : a. Aliran-aliran (mazhab-mazhab) kriminologi b. Teori-teori kriminologi dan

9

c. Berbagai prespektif kriminologi Yang dibahas dalam bagian ketiga adalah perlakuan terhadap pelanggar-pelanggar hukum (reacting toward the breaking laws) antara lain : a. Teori-teori penghukuman b. Upaya-upaya penaggulangan/pencegahan kejahatan, baik

berupa tindakan preentif, preventif, represif, dan rehabilitatif. Adapun ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang banyak menunjang kriminologi, disamping yang telah disebutkan oleh W.E Noach (Kartini Kartono, 2001 : 124), ialah: 1) Statistik kriminal: pengumpulan, perhitungan, pengukuran, dan penganalisaan angka-angka kejahatan. 2) Poenologi: ilmu pengetahuan mengenai timbul dan

perkembangan hukuman, denda, pampasan dan pidana. Beserta manfaat dan penggunaannya. 3) Psikologi kriminal: ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan penjahat yang dipandang dari ilmu jiwa. Yaitu mengenai jiwa perorangan dan kelompok/massa (jiwa tersangka, saksi,

pembela, penuntut atau terdakwa, hakim, kondisi psikologis, dan lain-lain). 4) Psikopatologi dan neuropatologi kriminal: ilmu pengetahuan penjahat-penjahat dan abnormalitas sakit jiwa dan terganggu syaraf-syaraf. 5) Sosiologi kriminal: ilmu pengetahuan mengenai kejahatan yang dipandang sebagai bagian dari gejala masyarakat. Mencari sebab-musabab kejahatan dengan dengan menekan faktor masyarakat (etiologi sosial). Juga memperhatikan pengaruh

10

geografis (bumi, tanahnya) dan pengaruh klimatologis/cuaca terhadap pembentukan sifat-sifat kriminal. 6) Antropologi kriminal: ilmu pengetahuan mengenai tipe-tipe dan kelompok-kelompok manusia yang jahat, dengan tanda-tanda jasmaniah yang khas. Juga mempelajari suku-suku bangsa dengan ciri-ciri khas kejahatan. Disamping itu terdapat kriminologi terapan (Topo S dan E. A. Zulfa 2001 : 10) yang berupa: 1. Higiene Kriminil Ialah usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan. Misalnya usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk menerapkan undang-undang, sistem jaminan hidup dan kesejahteraan yang dilakukan sematamata untuk mencegah terjadinya kejahatan. 2. Politik Kriminil Ialah usaha penanggulangan kejahatan dimana suatu kejahatan telah terjadi. Disini dapat dilihat sebab-sebab seorang melakukan kejahatan, bila disebabkan oleh faktor ekonomi maka usaha yang dilakukan adalah meningkatkan keterampilan atau membuka lapangan kerja. 3. Kriminalistik (policy scientific) Ialah ilmu tentang pelaksanaan penyidikan, teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan. Berdasarkan uraian singkat tersebut diatas dapat ditarik sebuah pemikiran, bahwa kriminologi adalah bidang ilmu yang cukup penting dipelajari karena dengan adanya kriminologi dapat digunakan sebagai kontrol sosial terhadap kebijakan dan pelaksanaan hukum pidana.

11

Munculnya lembaga-lembaga kriminologi dibeberapa perguruan tinggi sangat diharapkan dapat memberikan sumbangan-sumbangan dan ideide yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan kriminologi sebagai science for welfare of society. Dengan kata lain, kriminologi sebagai salah satu cabang ilmu yang diajarkan dalam bidang ilmu hukum. Jika diklasifikasikan, kriminologi merupakan bagian dari ilmu sosial, akan tetapi kriminologi tidak bias dipisahkan dengan bidang ilmu hukum, khususnya hukum pidana. Kriminologi merupakan bagian dari kurikulum program studi ilmu hukum karena berdasarkan simposium Internasional Society of Kriminology, kriminologi perlu diajarkan bagi sekolah tinggi hukum atau aparat penegak hukum. Dengan demikian kriminologi menjadi bagian dari kurikulum ilmu hukum. 3. Konsep Kejahatan Crime atau kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Kriminalitas atau kejahatan itu bukan merupakan peristiwa herediter (bawaan sejak lahir, warisan); juga bukan merupakan warisan biologis. Tingkah laku kriminal itu biasa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria; dapat berlangsung pada usia anak, dewasa ataupun lanjut umur. Tindak kejahatan biasa dilakukan secara sadar, yaitu dipikirkan, direncanakan, dan diarahkan pada satu maksud tertentu secara sadar benar.

12

Batasan kejahatan dari sudut pandang hukum adalah setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana. Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan sepanjang perbuatan itu tidak dilarang didalam perundang-undangan pidana perbuatan itu tetap sebagai perbuatan yang bukan kejahatan. Dari sudut pandang masyarakat, batasan kejahatan adalah setiap perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih hidup dalam masyarakat, contoh dalam hal ini adalah bila seorang muslim meminum minuman keras sampai mabuk, perbuatan itu merupakan dosa (kejahatan) dari sudut pandang masyarakat islam, dan namun dari sudut pandang hukum bukan kejahatan. Menurut Kartini Kartono (2001 : 125), Secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoral), merugikan masyarakat, a-sosial sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang pidana. Di dalam perumusan pasal-pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jelas tercantum: Kejahatan adalah semua bentuk perbuatan yang memenuhi

perumusan ketentuan-ketentuan KUHP. Secara sosiologis, kejahatan adalah semua pihak ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosialpsikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang telah tercakup

13

dalam undang-undang, maupun yang belum tercantum dalam undangundang pidana). Berdasarkan penelitiannya ini, Cecaro Lambroso (Kartini Kartono, 2001 : 132) membagi kejahatan menurut tipe penjahat, ialah sebagai berikut: 1) Penjahat sejak lahir dengan sifat-sifat herediter (born criminals) dengan kelainan-kelainan bentuk jasmani, bagian-bagian badan yang abnormal, stigmata atau noda fisik, anomali/cacad dan kekurangan jasmaniah. Misalnya bentuk tengkorak yang luar biasa, dengan keanehan-keanehan susunan otak mirip dengan binatang. Wajah yang sangat buruk, rahang melebar, hidung yang miring, tulang dahi yang masuk melengkung ke belakang, dan lain-lain. 2) Penjahat dengan kelainan jiwa; misalnya: gila, setengah gila, idiot, debil, imbesil; dihinggapi hysteria, melankoli, epilepsi atau ayan, dementia yaitu lemah pikiran, dementia praecox atau lemah pikiran yang sangat dini, dan lain-lain. 3) Penjahat dirangsang oleh dorongan libido seksualis atau nafsunafsu seks. 4) Penjahat karena kesempatan. Misalnya terpaksa melakukan kejahatan karena keadaan luar biasa, dalam bentuk-bentuk pelanggaran-pelanggaran kecil. Dia membaginya dalam:

pseudo-criminals (pura-pura) dalam criminoloids. 5) Penjahat dengan organ-organ jasmani normal, namun

mempunyai pola kebiasaan buruk, asosiasi sosial yang abnormal atau menyimpang dari pola kelakukan umum, sehingga sering melanggar undang-undang dan norma sosial, lalu banyak melakukan kejahatan.

14

Tingkah laku manusia yang jahat, immoral dan anti-sosial itu banyak menimbulkan reaksi kejengkelan dan kemarahan di kalangan masyarakat, dan jelas sangat merugikan umum. Karena itu, kejahatan tersebut harus diberantas, atau tidak boleh dibiarkan berkembang, demi ketertiban, keamanan dan keselamatan masyarakat. Maka warga masyarakat secara keseluruhan, bersama-sama dengan lembaga-

lembaga resmi yang berwewenang kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dan lain-lain wajib menanggulangi kejahatan sejauh mungkin. Untuk menyebut sesuatu perbuatan sebagai kejahatan, ada tujuh unsur pokok yang saling berkaitan yang harus dipenuhi. (A. S. Alam, 2010 : 18 19), ketujuh unsur tersebut adalah : 1. Ada perbuatan yang menimbulkan kerugian (harm). 2. Kerugian yang ada tersebut telah diatur di dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). Contoh, misalnya orang dilarang mencuri, dimana larangan yang menimbulkan kerugian tersebut telah diatur di dalam pasal 362 KUHP (asas legalitas). 3. Harus ada perbuatan (criminal act). 4. Harus ada maksud jahat (criminal intent = mens rea). 5. Ada peleburan antara maksud jahat dan pebuatan jahat. 6. Harus ada perbauran antara kerugian yang telah diatur di dalam KUHP dengan perbuatan. 7. Harus ada sanksi pidana yang mengancam perbuatan tersebut

15

B. Tinjauan Tentang Kejahatan Penggelapan 1. Pengertian Kejahatan Penggelapan Dewasa ini kejahatan penggelapan menunjukkan kecenderungan meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya, hal ini tentunya

meresahkan masyarakat dan menjadi salah satu penyakit masyarakat yang harus ditindak secara seksama. Penggelapan adalah dengan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain ada dalam penguasaannya bukan karena kejahatan (Kamus Hukum, 2008 : 338). Mengenai kejahatan penggelapan diatur dalam BAB XXIV Buku II Pasal 372 KUHP yang berbunyi (Moeljatno, 2007 : 132) : Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah. Bagian inti delik penggelapan dalam pasal 372 KUHP (Andi Hamzah 2009 : 108), adalah: Sengaja, dan Melawan hukum, Memiliki suatu barang, Yang seluruhnya atau kepunyaan orang lain, Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.

Menurut Cleiren (Andi Hamzah 2009 : 107), inti delik penggelapan ialah penyalahgunaan kepercayaan. Selalu menyangkut secara melawan hukum memiliki suatu barang yang dipercayakan kepada orang yang16

menggelapkan barang itu. Batas klasik pencurian dan penggelapan ialah pada pencurian pada mengambil penggelapan barang barang yang itu belum sudah ada ada padanya, di dalam

sedangkan

kekuasaannya. Delik penggelapan dalah delik dengan berbuat atau delik komisi. Waktu dan tempat terjadinya penggelapan ialah waktu dan tempat pelaksanaannya kehendak yang sudah nyata. Perbedaan antara pencurian dan penggelapan terletak pada siapa yang secara nyata menguasai barangnya. Pencurian tidaklah mungkin terhadap suatu barang yang sudah berada dalam kekuasaan hukum dan kekuasaan nyata pelaku. Pengambilan barang secara melawan hukum dengan persetujuan si pemegang adalah pencurian. Barang yang ada dalam kekuasaannya adalah barang yang dikuasai oleh pelaku, tidak perduli apakah dikuasai olehnya sendiri atau oleh orang lain, termasuk juga barang yang dipercayakan olehnya kepada orang lain yang menyimpan barang itu untuknya. Menguasai barang berarti bahwa pelaku berada dalam hubungan langsung dan nyata dengan barang itu. Beradanya barang ditangan pelaku yang bukan karena kejahatan itu misalnya semula pelaku dititipi untuk diangkut, dijualkan atau disimpan tetapi kemudian si pelaku mempunyai maksud yang berbeda daripada maksud keberadaan barang itu ditangannya, melainkan menjadi dengan maksud secara melawan hukum untuk bertindak sebagai pemilik. Penggelapan juga mempunyai pemberatan (berkualifikasi) jika ada hubungan kerja tertentu, ada masalah upah, dan penggelapan ringan jika

17

nilai obyeknya maksimal Rp. 25,- kecuali itu seperti halnya pencurian terdapat juga penggelapan dalam keluarga. 2. Jenis dan Unsur Kejahatan Penggelapan Pengaturan mengenai jenis kejahatan penggelapan dalam KUHP buku II Bab XXIV, Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP yang dapat digolongkan berdasarkan unsur-unsurnya yaitu : 1) Penggelapan dalam Bentuk Pokok Yang dimaksud dengan penggelapan dalam bentuk pokok atau penggelapan biasa yaitu delik penggelapan yang diatur dalam pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum pidana, yang berbunyi : Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dan yang ada padanya bukan karena kejahatan dihukum karena penggelapan dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun. Rumusan penggelapan diatas terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut : 1. Unsur-unsur Objektif; a. Perbuatan memiliki; Memiliki adalah setiap perbuatan penguasaan atas barang atau lebih tegas lagi setiap tindakan yang mewujudkan suatu kehendak untuk melakukan kekuasaan yang nyata dan mutlak atas barang itu, hingga tindakan itu merupakan perbuatan sebagai pemilik atas barang tersebut. Pada penggelapan memiliki merupakan unsur objektif yakni unsur tingkat

18

laku atas perbuatan yang dilarang dalam penggelapan. Memiliki pada penggelapan karena merupakan unsur tingkah laku, berupa unsur objektif, maka memiliki itu harus ada bentuk/wujudnya, bentuk mana harus sudah selesai dilaksanakan sebagai syarat untuk menjadi selesainya

penggelapan. Bentuk-bentuk perbuatan memiliki misalnya; menjual, menukar, menghibahkan, menggadaikan, dan sebagainya. b. Sesuatu barang; Benda yang menjadi objek penggelapan, tidak dapat ditafsirkan lain dari sebagai benda yang bergerak dan berwujud. Perbuatan memiliki terhadap benda yang ada dalam kekuasaannya, tidak mungkin dapat dilakukan pada benda-benda yang tidak berwujud. Pengertian benda yang berada dalam kekuasaannya sebagai adanya suatu hubungan langsung dan sangat erat dengan benda itu. Yang sebagai indikatornya ialah apabila ia hendak melakukan perbuatan terhadap benda itu.dia dapat melakukan secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu, adalah hanya terhadap benda-benda berwujud dan bergerak saja, dan tidak mungkin terjadi pada benda-benda yang tidak berwujud dan benda-benda tetap. (Adami Chazawi, 2006 : 77) c. Sebagian atau seluruhnya milik orang lain; Benda milik suatu badan hukum, seperti milik Negara adalah berupa benda yang tidak/bukan dimiliki oleh orang, adalah ditafsirkan sebagai milik orang lain, dalam arti bukan milik petindak, dan oleh karena itu dapat menjadi objek penggelapan maupun pencurian.

19

Di sidang pengadilan yang memeriksa seseorang terdakwa yang didakwa telah menggelapkan barang kepunyaan orang lain tidak perlu dipastikan tentang siapa sebenarnya orang lain tersebut, sehingga untuk dapat menyatakan terdakwa telah memenuhi unsur orang lain, cukup kiranya jika terdakwa mengetahui bahwa benda tersebut bukan

merupakan benda kepunyaan terdakwa sendiri. d. Benda berada dalam kekuasaanya bukan karena kejahatan Disini ada dua unsur, yang pertama berada dalam kekuasaanya dan kedua bukan karena kejahatan. Suatu benda berada dalam kekuasaan seseorang apabila antara orang itu dengan benda terdapat hubungan sedemikian eratnya, sehingga apabila ia akan melakukan segala macam perbuatan terhadap benda itu. ia dapat segera melakukannya secara langsung tanpa terlebih dulu harus melakukan perbuatan yang lain. (Adami Chazawi, 2006 : 79). Misalnya ia langsung dapat melakukan perbuatan: menjualnya, menghibahkannya, atau menukarkannya, tanpa ia harus melakukan perbuatan lain terlebih dulu (perbuatan yang terakhir mana merupakan perbuatan antara agar ia dapat berbuat secara langsung). 2. Unsur-unsur Subjektif a. Dengan sengaja Dengan sengaja ialah pelaku mengetahui dan sadar hingga ia dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya, ini berarti bahwa (Noach Anwar, 1980 : 36):

20

Dengan melawan hukum, harus diketahui oleh pelaku. Pelaku harus tahu bahwa perbuatannya melawan hukum; Barang, barang diketahui oleh pelaku, bahwa perbuatan yang dilakukan itu ditujukan pada barang; Seluruhnya atau sebagian milik orang harus diketahui oleh pelaku; Dikuasai bukan karena kejahatan pun harus diketahui. Bukan karena kejahatan ia kuasai barang itu harus disadari.

b. Melawan Hukum Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda. Ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki benda orang lain (dengan cara yang demikian) itu adalah bertentangan dengan hukum. Pelaku melakukan perbuatan memiliki itu tanpa hak atau kekuasaan. Ia tidak mempunyai hak untuk melakukan perbuatan memiliki, sebab ia bukan yang punya, bukan pemilik. Hanya pemilik yang mempunyai hak untuk memilikinya. 2) Penggelapan dalam bentuk yang diperberat Penggelapan dalam bentuk yang diperberat diatur dalam pasal 374 dan 375 KUHP. Faktor yang menyebabkan lebih berat dari bentuk pokoknya, disandarkan pada lebih besarnya kepercayaan yang diberikan pada orang yang menguasai benda yang digelapkan. Pasal 374 KUHP berbunyi :

21

Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasannya terhadap benda disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena suatu pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Apabila rumusan tersebut dirinci, maka terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut (Adami Chazawi, 2003 : 85) : a. Semua unsur penggelapan dalam bentuk pokok (Pasal 372) b. unsur-unsur khusus yang memberatkan, yakni beradanya benda dalam kekuasaan petindak disebabkan oleh : 1. Karena adanya hubungan kerja, 2. Karena mata pencaharian, 3. Karena mendapatkan upah untuk itu. Ketentuan pasal ini tidak berlaku bagi pegawai negeri; apabila pegawai negeri itu menggelapkan : a. Uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, ia dikenai Pasal 415; b. Barang bukti atau keterangan yang dipakai untuk kekuasaan yang berhak atau surat akte, surat keterangan atau daftar yang disimpan karena jabatannya, dikenakan Pasal 417. Pasal 375 KUHP berbunyi : Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi benda untuk disimpan atau dilakukan oleh wali, pengampu, kuasa, atau pelaksana tugas wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap suatu benda yang dikuasainya selaku demikian, diancam dengan pidan penjara paling lama enam tahun. Apabila rumusan tersebut dirinci, maka terdiri dari unsur-unsur : a. unsur-unsur penggelapan bentuk pokok (Pasal 372);22

b. unsur-unsur khusus yang sifatnya memberatkan, yakni beradanya benda objek penggelapan di dalam kekuasaan petindak disebabkan oleh : 1. Suatu keadaan yang terpaksa untuk dititipkan; 2. Kedudukan sebagai seorang wali; 3. Kedudukan sebagai pengampu; 4. Kedudukan sebagai seorang kuasa; 5. Kedudukan sebagai pelaksana surat wasiat; 6. Kedudukan sebagai pengurus dari lembaga sosial tau yayasan.

3) Penggelapan ringan Penggelapan yang dikualifikasikan sebagai penggelapan ringan dirumuskan dalam pasal 373 KUHP, yang berbunyi : perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 372 apabila digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, dikenai sebagai penggelapan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah. Rumusan Penggelapan ringan tersebut diatas terdiri dari unsur unsur sebagai berikut : 1. Semua unsur penggelapan dalam bentuk pokoknya (Pasal 372); 2. unsur-unsur khusus, yakni : a. Objeknya : benda bukan ternak; b. Nilai benda tidak lebih dari dari dua puluh lima rupiah. Dari sisi pasal tersebut diatas dapatlah kita simpulkan bahwa penggelapan ini menjadi ringan, terletak dari objeknya bukan ternak dan nilainya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, dengan demikian maka terhadap ternak tidak mungkin terjadi penggelapan ringan.23

4) Penggelapan dalam kalangan keluarga Penggelapan dalam keluarga diatur dalam pasal 376 KUHP. Dalam kejahatan harta benda, apabila dilakukan dalam kalangan keluarga maka dapat menjadi (Adami Chazawi, 2003 : 94) : a. Tidak dapat dilakukan penuntutan baik terhadap petindaknya maupun terhadap pelaku pembantunya (Pasal 367 ayat 1); b. Tindak pidana aduan. Tanpa ada pengaduan, baik terhadap petindaknya maupun pelaku pembantunya tidak dapat dilakukan penuntutan (Pasal 367 ayat 2). Penggelapan dalam keluarga diatur dalam pasal 367 KUHP, dimana dimaksudkan dengan penggelapan dalam keluarga itu adalah jika pelaku atau pembantu salah satu kejahatan adalah suami atau istri atau keluarga karena perkawinan, baik dalam garis keturunan yang lurus maupun keturunan yang menyamping dari derajat kedua dari orang yang kena kejahatan itu. Dalam hal ini, apabila pelaku atau pembantu kejahatan ini adalah suami atau istri yang belum bercerai (masih dalam ikatan perkawinan), maka pelaku atau pembantu ini tidak dapat dituntut. Apabila diantaranya telah bercerai meja makan dan tempat tidur atau harta benda, maka bagi pelaku atau pembantu kejahatan ini hanya dapat dilakukan penuntutan bila ada pengaduan dan orang yang dikenakan kejahatan itu (delik aduan). Demikian pula bila pelaku atau pembantu kejahatan itu adalah sanak keluarga seperti yang telah disebutkan diatas atau yang dilakukan kemenakan terhadap mamaknya

24

(adat minagkabau), hanya dapat dituntut bila ada pengaduan (delik aduan). 3. Penggelapan Mobil Rental Usaha rental mobil adalah bisnis yang menawarkan jasa

penyewaan mobil kepada pihak yang membutuhkan, baik perorangan, maupun perusahaan. Memang bisnis rental mobil sebagian besar pada awalnya, cukup menyediakan uang muka saja dan setelah lunas, maka mobil akan menjadi milik Anda. Untung besar dalam berinvestasi, memiliki konsekuensi risiko yang tinggi. Begitu pun dalam bisnis rental-menyewa mobil ini. Risiko yang terbesar adalah penggelapan mobil yang dilakukan penyewa atau oleh orang suruhannya. Risiko besar lainnya adalah tabrakan/kecelakaan mobil dan kerusakan mesin akibat kesembronoan pemakai. Mobil rental juga merupakan sarana transportasi dengan mobilitas tinggi. Hal ini disebabkan oleh faktor bahwa mobil rental dapat dengan mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain dengan mengandalkan kecanggihan mesin yang melekat pada kendaraan tersebut. Selain itu faktor bahwa kemajuan jaman selalu menuntut manusia untuk terus maju dan tidak ketinggalan teknologi menyebabkan hampir setiap orang bisa mengoperasikan jenis kendaraan ini. Faktor tersebut memungkinkan keberadaan mobil rental dapat dengan mudah berpindah tangan dari satu orang kepada orang lain tanpa ada kesulitan.

25

Sifat yang demikian menyulitkan polisi dalam pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan. Mobil rental merupakan sarana transportasi yang cukup vital dalam menunjang aktivitas manusia sehari-hari. Mobil rental merupakan kategori barang berharga yang semakin banyak pemiliknya maupun yang ingin memilikinya. Semakin banyak jumlah mobil rental tentu membawa konsekuensi yang semakin besar akan rangsangan kejahatan berupa penggelapan mobil rental. Penggelapan mobil rental sering terjadi karena dipengaruhi oleh adanya peluang dan kemudahan. Selain itu kejahatan berupa penggelapan mobil rental merupakan kejahatan terhadap harta benda yang memberikan hasil cukup tinggi secara ekonomi bagi pelakunya dan mudah dilakukan serta mempunyai resiko yang kecil. Selama ini fakta menunjukkan bahwa sanksi yang diberikan kepada pelaku penggelapan mobil rental ini tergolong ringan dan tidak membuat jera para pelaku untuk mengulangi aksinya. Kejahatan penggelapan mobil rental terdiri dari berbagai jenis, yang dapat dilihat sebagai suatu rangkaian kegiatan. Secara umum kegiatan, bahkan kegiatan-kegiatan tersebut dapat merupakan jaringan organisasi. Garis besarnya, kegiatan organisasi dapat dibedakan dalam tiga bentuk pelanggaran hukum yaitu : pelaku, penadah dan pemalsu surat ataupun identitas mobil rental hasil kejahatan Kejahatan peggelapan mobil rental merupakan kejahatan terhadap harta benda yang memberikan hasil cukup bernilai pada para pelaku dan

26

mudah melakukannya, serta mempunyai resiko diketahui kecil sekali, seandainya bila dapat diketahui sudah berubah identitas atau pemilik. Penggelapan mobil rental merupakan salah satu bentuk kejahatan terhadap harta benda. Kejahatan dengan bentuk penggelapan tidak hanya terdapat pada Pasal 372 KUHP. Dalam KUHP juga memuat Pasal- pasal yang berkaitan dengan penggelapan antara lain : a. Penipuan (Pasal 378 KUHP), yaitu apabila pelaku kejahatan berpura-pura sebagai penyewa kendaraan mobil rental atau perantara, kemudian membawa lari kendaraan tersebut. b. Pemalsuan (Pasal 263 KUHP), yaitu kejahatan yang dilakukan oleh pelaku setelah kendaraan bermotor ada di tangan mereka, kejahatan ini meliputi kejahatan pemalsuan plat nomor, pemalsuan STNK dan surat-surat lain seperti BPKB, surat tanda uji kendaraan bermotor, blanko tilang dan sebagainya. c. Penadahan (Pasal 480 dan Pasal 481 KUHP), kejahatan ini biasanya setelah mobil rental hasil penggelapan sudah

dilindungi oleh surat-surat palsu dijual pada pihak ketiga dalam hal ini dikenakan Pasal 480 KUHP, sedangkan bila pihak ketiga ini pekerjaannya memang perantara penjualan kendaraan mobil rental hasil penggelapan, maka dikenakan Pasal 481 KUHP. Kejahatan penggelapan mobil rental ditinjau dari

pelaksanaannya, dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang terdiri dari beberapa rangkaian perbuatan, dimana masing- masing bagian dari rangkaian perbuatan tersebut saling terkait untuk menuju sempurnanya perbuatan tersebut. Adapun rangkaian perbuatan dalam penggelapan

mobil rental tersebut antara lain sebagai berikut :

27

a) Perbuatan di tempat kejadian Perbuatan ini meliputi penipuan, pemalsuan, dan penadahan yang dilakukan oleh penyewa mobil rental. b) Menghilangkan identitas kendaraan bermotor Kegiatan ini biasanya setelah kendaraan bermotor hasil penggelapan sudah ada di tangan pelaku penggelapan, baru kemudian diubah dengan cara: mengganti plat nomor,

mengubah warna kendaraan bermotor, mengganti nomor chasis dan nomor mesin serta dengan memodifikasi kendaraan tersebut. c) Melindungi kendaraan dengan surat palsu Agar kendaraan tersebut dapat dijual, kendaraan tersebut harus dilindungi dengan surat-surat yang dapat meyakinkan pembeli, cara tersebut antara lain : 1) STNK dipalsukan 2) STNK asli tetapi dokumen persyaratan STNK palsu 3) STNK asli tetapi tidak sah, hal ini menyangkut STNK asli suatu kendaraan bermotor, tetapi bukan untuk kendaraan yang dimaksud. 4) Surat yang dipalsukan antara lain surat tilang yang dipalsukan seolah-olah surat kendaraan tersebut ditahan untuk pengadilan tilang atau surat penyitaan barang bukti seolah-olah surat kendaraan tersebut disita.

28

C. Teori dan Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Didalam kriminologi, dikenal adanya beberapa teori menurut Topo S danE. A. Zulfa (2001 : 57 58), yaitu : Teori-teori dari prespektif biologis dan psikologis yang dapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan. Teori-teori biologis memiliki asumsi bahwa tingkah laku kriminal disebabkan oleh beberapa kondisi fisik dan mental yang memisahkan penjahat dan bukan penjahat. Teori tersebut menjelajah kepada kasus-kasus individu, tetapi tidak menjelaskan mengapa angka kejahatan berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lain, didalam satu wilayah yang luas, atau di dalam kelompok-kelompok individual. Berbeda dengan teori biologis, teori sosiologis mencari alasanalasan dalam hal perbedaan angka kejahatan di dalam lingkungan sosial. Teori ini dapat dikelompokkan menjadi (Topo Santoso 2001 : 57 58) tiga kategori umum, yaitu : Strain, cultural deviance (penyimpangan budaya), dan social control (kontrol sosial). Teori-teori strain dan penyimpangan budaya memusatkan perhatian pada kekuatan-kekuatan sosial (social forces) yang menyebabkan orang melakukan kriminal. Sebaliknya, teori kontrol sosial mempunyai pendekatan berbeda, teori ini berdasarkan satu asumsi bahwa motivasi melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat manusia. Dari teori-teori tersebut diatas pada hakekatnya berusaha untuk mengkaji dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penjahat dengan kejahatan, namun dalam menjelaskan hal tersebut sudah tentu terdapat hal-hal yang berbeda antara satu teori dengan teori lainnya.

29

Dalam bukunya The Criminal Personality (Kepribadian Kriminal) Yochelson (Topo Santoso, 2001 : 49), seorang psikiater dan samenow seorang psikologis menolak klaim para psikoanalis bahwa kejahatan disebabkan oleh konflik internal. Tetapi para penjahat itu sama-sama memiliki pola berfikir yang abnormal yang membawa mereka memutuskan untuk melakukan kejahatan. Selanjutnya menurut teori psikoanalisa (Topo Santoso, 2001 : 50) tentang kriminalitas menghubungkan dengan delinquent dan prilaku kriminal dengan suatu conscience (hati nurani) yang baik, dia begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan-dorongan si individu, dan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi segera. Sigmund Freud (Topo Santoso, 2001 : 51), penemu dari psychoanalysis, berpendapat bahwa : Kriminalitas mungkin hasil dari an overactive conscience yang menghasilkan perasaan bersalah yang berlebih. Freud menyebut bahwa mereka yang mengalami perasaan bersalah yang tak tertahankan akan melakukan kejahatan dengan tujuan agar ditangkap dan dihukum. Begitu mereka dihukum maka perasaan bersalah mereka akan reda. Pendekatan Psychoanalytic (Topo Santoso, 2001 : 51) masih tetap menonjol dalam menjelaskan baik fungsi normal maupun sosial, tiga prinsip dasarnya menarik kalangan psikologis yang mempelajari kejahatan yaitu :30

1. Tindakan dan tingkah laku orang dewasa dapat dipahami dengan melihat pada perkembangan masa kanak-kanak mereka; 2. Tingkah laku dan motif-motif bawah sadar adalah jalin-menjalin, dan interaksi itu mesti diuraikan bila ingin mengerti kejahatan; 3. Kejahatan pada dasarnya merupakan represantasi dari konflik psikologis. Selain klasifikasi di atas, Frank P. William III dan Marilyn McShane (Lilik Mulyadi, 2007 : 85 86) juga mengklasifikasikan berbagai teori kriminologi menjadi 3 (tiga) bagian lagi, yaitu : 1. Teori Klasik dan Teori Positivis Asasnya, teori klasik membahas legal statutes, struktur pemerintahan dan hak sasi manusia (HAM). Teori positivis terfokus pada patologi criminal, penanggulangan dan perbaikan perilaku kriminal individu. 2. Teori Struktural dan Teori Proses Teori strukturan terfokus pada cara masyarakat diorganisasikan dan dampak dari tingkah laku. Teori struktural juga lazim disebut Strain Theories karena, asumsi dasarnya adalah masyarakat yang menciptakan ketegangan dan dapat mengarah pada tingkah laku menyimpang. Sementara teori proses membahas, menjelaskan, dan menganalisis bagaimana orang menjadi penjahat.

3. Teori Konsensus dan Teori Konflik Teori consensus menggunakan asumsi dasar bahwa dalam masyarakat terjadi consensus/persetujuan sehingga terdapat nilai-nilai bersifat umum yang kemudian disepakati secara bersama.

31

Sedangkan teori konflik mempunyai asumsi dasar yang berbeda yaitu dalam masyarakat hanya terdapat sedikit kesepakatan dan orangorang berpegang pada nilai pertentangan. Selain itu, sebagai perbandingan maka John Hagan (Lilik Mulyadi, 2007 : 86) mengklaim teori-teori kriminologi menjadi : 1. Teori-teori Under Control atau teori-teori untuk mengatasi perilaku jahat seperti Disorganisasi Sosial, teori Netralisasi dan teori Kontrol Sosial. Pada asasnya, teori-teori ini membahas mengapa ada orang melanggar hukum sedangkan kebanyakan orang tidak demikian. 2. Teori-teori Kultur, Status dan Opportunity seperti teori Status Frustasi, teori Kultur Kelas dan teori Opportunity yang menekankan mengapa adanya sebagian kecil orang menentang aturan yang telah ditetapkan masyarakat dimana mereka tinggal/hidup. 3. Teori Over Control yang terdiri dari teori Labeling, teori Konflik Kelompok dan teori Marxis. Teori-teori ini lebih menekankan pada masalah mengapa orang bereaksi terhadap kejahatan. Enrico Ferri (Kartini Kartono, 2001 : 142) dengan pandangan sosiologisnya menyebutkan tiga faktor penyebab kejahatan, yaitu : 1. Individual (antropologis) yang meliputi: usia, seks atau jenis kelamin, status sipil, profesi atau pekerjaan, tempat

tinggal/domisili, tingkat sosial, pendidikan, konstitusi organis dan psikis. 2. Fisik (natural, alam): ras, suku, iklim, fertilitas, disposisi bumi, keadaan alam di waktu malam hari dan siang hari, musim,

32

kondisi meteorik atau kev ruang angkasa, kelembaban udara dan suhu. 3. Sosial antara lain: kepadatan penduduk, susunan masyarakat, adat-istiadat, agama, orde pemerintah, kondisi ekonomi dan industri, pendidikan, jaminan sosial, lembaga legislatif dan lembaga hukum, dan lain-lain. Selanjutnya menurut Walter Lunden (A. S. Alam, 2010 : 46) berpendapat bahwa, faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya kejahatan, dan gejala yang dihadapi Negara-negara yang sedang berkembang adalah sebagai berikut : a. Gelombang urbanisasi remaja dari desa ke kota-kota jumlahnya cukup besar dan sukar dicegah. b. Terjadinya konflik antara norma adat pedesaan tradisional dengan norma-norma baru yang tumbuh dalam proses dan pergeseran sosial yang cepat, terutama di kota-kota besar. c. Memudarnya pola-pola kepribadian individu yang terkait kuat pada pola kontrol sosial tradisionalnya, sehingga anggota masyarakat terutama remajanya menghadapi samarpola

(ketidaktaatan pada pola) untuk menentukan perilakunya. D. Upaya Penanggulangan Kejahatan Upaya penanggulangan terus dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan sambil terusmenerus mencari cara yang paling tepat dan efektif untuk mengatasi masalah tersebut. Upaya yang dilakukan harus bertumpu pada upaya merubah sikap manusia disamping terus merubah pula lingkungan dimana manusia33

tersebut hidup dari bermasyarakat denagan manusia lainnya. Hal ini disebabkan karena kultur dan respon dari masyarakat pada dasarnya adalah adaptasi dari lingkungannya, sehingga dapat dirasakan bahwa perbuatan kriminal dapat berakibat terganggunya keamanan dan

ketertiban masyarakat adalah suatau perilaku yang beradaptasi pada hasil kondisi dari lingkungan tertentu. Menurut Barda Nawawi Arief (2001 : 77) bahwa: Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan

penanggulangan kejahatan termasuk kebijakan bidang kriminal. Kebijakan kriminal inipun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan kesejahteraan sosial dan kebijakan untuk perlindungan masyarakat. Lanjut Barda Nawawi Arief (2001 : 77) bahwa : Kebijakan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan

menggunakan secara hukum pidana, maka kebijakan hukum pidana khususnya pada tahap kebijakan yudikatif harus

memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu berupa social welfare dan social defence. Beberapa masalah dan kondisi sosial yang dapat merupakan faktor kondusif penyebab timbulnya kejahatan jelas merupakan kejahatan masalah yang tidak dapat diatasi semata-mata dengan penal (hukum pidana). Disinilah keterbatasan jalur penal dan oleh karena itu harus di tunjang oleh jalur non-penal (bukan/diluar hukum pidana) untuk mengatasi masalah-masalah sosial lewat jalur kebijakan sosial. Kebijakan sosial pada dasarnya adalah kebijakan atau upaya-upaya rasional untuk34

mencapai kesejahteraan masarakat. Jadi identik dengan kebijakan atau perencanaan pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek yang cukup luas dari pembangunan. Menurut A. S. Alam (2010 : 79) Penanggulangan Kejahatan empirik terdiri atas tiga bagian pokok, yaitu : 1. Pre-Emtif Yang dimaksud dengan upaya pre-Emtif di sini adalah upayaupaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang

dilakukan dalam menanggulangi kejahatan secara pre-emtif dalah menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan

pelanggaran/kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha pre-emtif faktor niat menjadi hilang meskipun ada kesempatan. Cara pencegahan ini berasal dari teori NKK, yaitu; Niat + Kesempatan terjadi Kejahatan. Contohnya, ditengah malam pada saat lampu merah lalulintas menyala maka pengemudi itu akan berhenti dan mematuhi aturan lalulintas tersebut meskipun pada waktu itu tidak ada polisi yang berjaga. Hal ini selalu terjadi dibanyak Negara seperti Singapura, Sidney, dan kota besar lainnya di dunia. Jadi dalam upaya pre-emtif faktor niat tidak terjadi. 2. Preventif Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya Pre-Emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif yang

35

ditekankan

adalah

menghilangkan

kesempatan

untuk

dilakukannya kesempatan. Contoh ada orang ingin mencuri motor itu dihilangkan karena motor-motor yang ada ditempatkan di tempat penitipan motor, demikian kesempatan menjadi hilang dan tidak terjadi kejahatan. Jadi dalam upaya preventif kesempatan ditutup. 3. Represif Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak

pidana/kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcemenet) dengan menjatuhkan hukuman.

36

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian merupakan hal terpenting dari seluruh rangkaian kegiatan penulisan karya ilmiah karena dengan penelitian akan terjawab objek permasalahan yang di uraikan dalam rumusan masalah. Untuk memperoleh data dan informasi yang dapat di pertanggungjawabkan, maka penelitian mengenai tinjauan terhadap Analisis Kriminologis Terhadap Kejahatan Penggelapan Mobil Rental di Kota Makassar, maka penelitian di lakukan di kota Makassar yaitu pada Polrestabes Makassar. Pertimbangan untuk memilih lokasi penelitian tersebut karena kota Makassar sering terjadinya kejahatan penggelapan mobil rental. B. Sumber Data Penelitian Sumber data penelitian adalah tempat dari mana data diperoleh, diambil dan dikumpulkan. Adapun yang menjadi sumber data penelitian ini adalah : 1) Data Primer Sumber data primer adalah kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancara (Moleong, 1990 : 112). Sumber data primer diperoleh peneliti melalui pengamatan atau observasi secara langsung yang didukung oleh wawancara terhadap informan atau pihak-pihak yang bersangkutan. Pencatatan sumber data utama melalui

37

pengamatan atau obervasi dan wawancara merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya yang dilakukan secara sadar, terarah dan

senantiasa bertujuan memperoleh informasi yang diperlukan. Adapun yang menjdi obyek dalam sumber data ini adalah informasi langsung dari pihak Kepolisian yang menjadi fokus penelitian, berkaitan dengan tindak pidana pencurian mobil rental khususnya unit reserse kriminal yang menangani masalah tersebut dan melakukan wawancara dengan pihakpihak yang berkompoten. 2) Sumber Data Sekunder Selain kata-kata dan tindakan sebagai sumber data utama diperlukan juga data-data tambahan seperi dokumen dan lain-lain sebagai sumber data sekunder (Moleong, 1990 : 112). Jadi data sekunder digunakan untuk mendukung data primer yaitu melalui buku-buku literatur, peraturan

perundang-undangan dan sumber lain yang berhubungan dengan penelitian. C. Teknik Pengumpulan Data Untuk pemperoleh data/informasi yang sangat di butuhkan dalam pembahasan masalah, metode atau teknik pengolahan data yang di gunakan adalah sebagai berikut:

38

1. Studi Pustaka (Library Research) Penelitian ini dilakukan dengan telaah pustaka dengan cara data-data dikumpulkan dengan membaca buku-buku, literaturliteratur, ataupun peraturan perundang-undangan yang

berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. 2. Studi Lapangan (Field Research) Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data secara cara

langsung, studi lapangan ini dapat ditempuh dengan interview (wawancara) untuk memperoleh data

dengan

memberikan pertanyaan-pertanyaan diajukan sesuai dengan pedoman wawancara yang telah dibuat terlebih dahulu dan dipergunakan bagi informan atau responden dalam topik yang dilakukan dalam penelitian. D. Teknik analisis data Penulis menggunakan diskriptif kualitatif sebagai metode analisis data. Adapun yang dimaksud dengan metode deskripsi adalah suatu cara mengembangkan data tersebut dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Sedang pola pikir secara kualitatif artinya hanya mengecek dan melaporkan apa yang ada ditempat peneliti yang diselenggarakan penelitian. Untuk penelitian tentang tindak pidana pencurian mobil rental, analisis data menggunakan interactive model of analisis. Pada model analisis interaktif ini peneliti bergerak pada tiga komponen :

39

a. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data. Dalam hal ini peneliti dapat membuang hal-hal yang tidak penting. b. Sajian Data Sajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun berupa cerita yang sistematis. Melalui sajian data

memungkinkan peneliti mengambil kesimpulan. c. Verifikasi Verifikasi atau penarikan kesimpulan adalah langkah terakhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan harus berdasarkan pada reduksi data dan sajian data. Dengan demikian komponen saling mempengaruhi, jika terdapat kekurangan data dalam pemeriksaan kesimpulan maka peneliti dapat mengganti catatan lapangan, jika masih tidak ditemukan maka kembali melakukan pengumpulan data (Miles, 1992 : 16).

.

40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN C. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Penggelapan Mobil Rental di Kota Makassar Sebelum membahas faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya kejahatan penggelapan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental yang terjadi di kota makassar di kota Makassar terlampau jauh, terlebih dahulu penulis ingin mengenalkan wilayah hukum Polrestabes Makassar, dimana Polrestabes Makassar adalah tempat atau wilayah atau lokasi penelitian penulis. Berikut ini adalah daftar Polsekta jajaran Polrestabes berdasarkan SK Peraturan Kapolri/23/IX/2010 antara lain: 1. Polsekta Ujung Pandang 2. Polsekta Mariso 3. Polsekta Makassar 4. Polsekta Mamajang 5. Polsekta Bontoala 6. Polsekta Panakukang 7. Polsekta Biringkanaya 8. Polsekta Rappocini 9. Polsekta Manggala 10. Polsekta Tamalanrea 11. Polsekta Tamalate

41

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa wilayah hukum Polrestabes Makassar terdiri dari 11 (Sebelas) Polsekta Jajaran yang sebelumnya bernama Polwiltabes Makassar dan berubah nama menjadi Polrestabes berdasarkan SK Peraturan Kapolri/23/IX/2010. Khusus Kota Makassar sering terjadi kejahatan penggelapan mobil rental, maka kita dapat melihat tabel perkembangan kasus penggelapan mobil rental yang dilaporkan di Polwiltabes Makassar yang berubah menjadi Polrestabes Makassar Beserta Polsekta jajarannya berdasarkan SK Peraturan Kapolri/23/IX/2010. Data tersebut diperoleh dari tempat penelitian penulis di Polrestabes Makassar dari kurun waktu tahun 2007 sampai dengan tahun 2010, yakni sebagai berikut : Tabel 1 Data Kejahatan Penggelapan Mobil Rental Diwilayah Hukum Polrestabes Makassar Kurun Waktu 2007 - 2010 No. 1 2 3 4 Jumlah Tahun 2007 2008 2009 2010 2007-2010 Lapor 7 Kasus 9 Kasus 13 Kasus 11 Kasus 40 Kasus Selesai 4 Kasus 3 Kasus 8 Kasus 6 Kasus 21 Kasus

Sumber : Polrestabes Makassar Juni 2011

Berdasarkan pada tabel diatas, menunjukkan bahwa kejahatan penggelapan mobil rental yang terjadi di Kota Makassar dari kurun waktu tahun 2007 hingga tahun 2009 terus meningkat dan telah terjadi kejahatan penggelapan sebanyak 29 kasus yang dilaporkan. Dengan rincian ditahun

42

2007 terjadi 7 kasus dan selesai 4 kasus, dan meningkat ditahun 2008 menjadi 9 kasus dan selesai 3 kasus selanjutnya ditahun 2009 telah terjadi 13 kasus dan selesai 8 kasus. Kejahatan tersebut banyak merugikan masyarakat umum, para milik atau pengusaha rental mobil hingga ratusan juta rupiah. Banyaknya insiden kejahatan penggelapan khususnya

penggelapan mobil rental yang sering terjadi di Kota Makassar, maka Kepolisian Resort Kota Besar Makassar terus melakukan penyelidikan terhadap kasus-kasus penggelapan khususnya penggelapan mobil rental dikota Makassar. Penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian antara lain mencari faktor penyebab rentannya kejahatan penggelapan khususnya penggelapan mobil rental yang sering terjadi di kota Makassar. Penyelidikan ini merupakan salah satu cara sehingga dapat membuat Kejahatan penggelapan khususnya penggelapan mobil rental dikota Makassar semakin menurun. Hal ini kita dapat kita lihat dari tabel diatas menurunnya angka kriminalitas penggelapan pada tahun 2010 menjadi 11 kasus dan selesai 6 kasus, karena selektifnya kepolisian dalam melakukan penyelidikan dan upaya penanggulangan, sehingga angka kejahatan tersebut menurun. Pada tabel 1 diatas menunjukkan bahwa kejahatan penggelapan yang masih dominan terjadi di kota Makassar. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor sehingga diperlukan upaya penanggulangan untuk

43

menekan terjadinya suatu kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental. Berbicara mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental, maka penulis membaginya dalam beberapa penyebab. Penulis membagi penyebab atau latar belakang terjadinya kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental , bukan berarti penyebab yang lain tidak membawa pengaruh sama sekali dalam terwujudnya tindak pidana atau kejahatan

penggelapan mobil rental, tetapi dalam hal ini penulis hanya mengkaji penyebab yang paling berpengaruh dalam terjadinya tindak pidana atau kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar. Dari hasil penelitian dalam hal ini pengamatan dari wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa anggota Penyidik Polrestabes Makassar dan beberapa Berita Acara Pemeriksaan

berdasarkan modus tersangka yang penulis dapatkan dari Penyidik antara lain, Nomor: BP/125/V/2011/Reskrim dan Nomor: BP/114/V/2011/Reskrim Kasus penggelapan mobil rental, bahwa faktor penyebab atau yang melatarbelakangi terjadinya kejahatan penggelapan mobil rental adalah sebagai berikut : 1. Faktor Ekonomi Berdasarkan pengamatan, memperlihatkan bahwa salah satu faktor penyebab lain sehingga timbulnya kejahatan penggelapan mobil rental di kota Makassar adalah faktor ekonomi, faktor ekonomi dalam hal ini

44

khususnya adalah adanya utang (Utang Piutang) dan buat modal usaha karena sempitnya lapangan pekerjaan. Adanya utang piutang pada dasarnya juga dapat menyebabkan timbulnya kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar disebabkan oleh kebutuhan hidup yang semakin hari semakin kompleks atau beragam sedangkan tiap individu/masyarakat miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan wajar, maka biasanya jalan yang paling mudah dilakukan adalah melakukan jalan pintas atau tindakan atau tindakan yang bertentangan dengan norma-norma baik itu norma agama, maupun norma-norma sosial lainnya khususnya norma hukum, salah satunya adalah dengan melakukan kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental. Demikian pula faktor ekonomi dalam bentuk modal usaha karena pengangguran pada dasarnya dapat pula memicu terjadinya kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar karena masyarakat tidak memiliki pekerjaan dan modal usaha cenderung selalu menjadi penyebab timbulnya suatu kejahatan termasuk kejahatan tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan kejahatan penggelapan khususnya

penggelapan mobil rental. Menurut Bripda Abdillah Makmur selaku Penyidik Polrestabes Makassar, penggelapan mobil rental (wawancara, 14 Juni 2011) mengatakan bahwa : Faktor ekonomi juga dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan kejahatan khususnya penggelapan mobil rental dengan45

maksud untuk membayar utang dan buat modal usaha, sehingga kadang seseorang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa memikirkan akibat yang akan timbul dari perbuatannya. Jadi disini faktor ekonomi mempunyai hubungan erat dengan status pekerjaan. Dengan pekerjaan tidak menentu rasanya sulit untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Apalagi jika para pelaku kejahatan tersebut sudah tidak lagi mempunyai pekerjaan tetap akhirnya mengambil jalan pintas dengan cara melakukan suatau kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental untuk memenuhi

kebutuhan mereka sehari-hari. 2. Faktor Kelalaian Pemilik Rental Selain faktor ekonomi, faktor masyarakat yang lalai juga dapat menjadi suatu penyebab atau yang melatarbelakangi dari timbulnya suatu kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental yang sering terjadi di Kota Makassar khususnya di wilayah hukum Polrestabes Makassar. Berdasarkan wawancara (14 Juni 2011) Bripda Abdillah Makmur, selaku Penyidik Polrestabes Makassar, menegaskan bahwa salah satu penyebab terjadinya kejahatan penggelapan mobil rental yang terjadi di kota Makassar yaitu faktor kelalaian pemilik rental, antar lain pemilik tidak memberikan stempel rental pada STNK mobil dan tidak menggunakan alat GPS (Global Positioning System) pada mobil yang akan disewakan, hal ini disebabkan karena pemilik mobil rental kurang berhati-hati, sehingga

46

dapat memancing seseorang melakukan suatu kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental. Dari kelalaian pemilik rental tersebut timbullah kesempatan bagi sesorang untuk melakukan kejahatan

penggelapan mobil rental di kota Makassar. 3. Faktor Kurangnya Keterampilan Selain kedua faktor diatas, yang menjadi penyebab atau yang faktor kurangnya juga sangat

melatarbelakangi terjadinya suatu kejahatan adalah keterampilan, maka faktor kurangnya

keterampilan

berpengaruh karena seseorang yang kurang mendapatkan keterampilan baik keterampilan formal maupun keterampilan informal akan lebih mudah melakukan suatu pelanggaran bahkan kejahatan. Penulis memasukkan keterampilan sebagai salah satu faktor penyebab atau yang melatarbelakangi terjadinya suatu kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar, karena keterampilan merupakan sarana yang paling efektif dalam mendapatkan atau melakukan usaha pekerjaan. Tanpa keterampilan yang baik khususnya keterampilan formal, maka orang tersebut tidak tahu dampak dan konsekuensi dari tindakan yang dilakukannya. Berdasarkan wawancara (14 Juni 2011) dengan Penyidik

Polrestabes Makassar, Bripda Abdillah Makmur, beliau mengatakan bahwa pelaku kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental yang terjadi di Kota Makassar rata-rata pelakunya tidak mempunyai

47

keterampilan

untuk

mendapatkan

suatu

pekerjaan.

Beliau

juga

menegaskan bahwa perlunya keterampilan yang cukup bagi seseorang agar orang tersebut dapat melakukan pekerjaan dengan kemampuan atau keterampilan yang ia miliki. B. Upaya Penanggulangan Kejahatan Penggelapan Mobil Rental Di Kota Makassar Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa terjadinya kejahatan penggelapan mobil rental di kota Makassar disebabkan oleh beberapa faktor. Karena itu, perlu diadakan penanggulangan agar faktorfaktor tersebut dapat dicegah dan diatasi. Bertitik tolak dari latar belakang terjadinya kejahatan penggelapan mobil rental yang telah penulis uraikan pada bab terdahulu, maka upaya-upaya instansi terkait dalam hal ini, khususnya pihak kepolisian selaku aparat penegak hukum. Kejahatan merupakan produk masyarakat, ia merupakan fenomena sosial yang dihadapi oleh seluruh lapisan masyarakat. Kejahatan dapat berkembang menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, cara penanggulangan terhadap kejahatan disesuaikan pula dengan kondisi dalam lingkungan masyarakat sehingga sifatnya relatif serta dapat berlaku secara khusus maupun secara umum. Kultur budaya serta kebijakan pemerintah turut pula mempengaruhi upaya-upaya

penanggulangan kejahatan penggelapan mobil rental yang dilakukan oleh pelaku-pelaku kejahatan.

48

Dalam mencari upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan, memang tidak mudah. Oleh karena itu, peran masyarakat atau orang dekat, aparat pemerintah dan khususnya anggotaanggota Polri dalam mengambil langkah-langkah sangat diharapkan guna mengurangi kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar. Upaya pencegahan yang dilakukan oleh pihak kepolisian

Polrestabes Makassar, dalam rangka meminimalisir terjadinya kejahatan mobil rental di Kota Makassar. Iptu. Salim. D., S.H, (Kanit idik III Polrestabes Makassar) pada tanggal 16 juni 2011, maka upaya penanggulangan dilakukan dalam 2 (dua) bentuk yaitu : pertama adalah penanggulangan secara Preventif dan penanggulangan secara Represif. Kegiatan penanggulangan tersebut selama ini telah dilakukan namun belum optimal. Agar memperjelas kedua upaya penanggulangan tersebut, akan diuraikan sebagai berikut : 1. Upaya Preventif Upaya Preventif adalah tindakan pencegahan sebelum melakukan sesuatu yang sifatnya tercela. Dengan kata lain, upaya penanggulangan kejahatan adalah upaya yang dilakukan untuk mengadakan suatu perubahan keadaan di masyarakat yang bersifat pasif dan dilakukan secara sistematik, terencana, terpadu dan terarah kepada tujuan untuk

49

menciptakan suasana yang kondusif guna menekan terjadinya kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar. Dalam upaya pencegahan ini, dilkukan tindakan dengan

mempersempit ruang gerak, mengurangi dan memperkecil pengaruh dari aspek-aspek kehidupan yang lain. Untuk memperlancar upaya ini, maka dibutuhkan dengan pihak pemerintah dan masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Iptu. Salim. D., S.H selaku Kanit idik III Polrestabes Makassar (Wawancara tanggal 16 juni 2011) mengemukakan bahwa: Upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalm menanggulangi kejahatan mobil rental di kota Makassar yang bersifat preventif adalah sebagai berikut: a. Menghimbau kepada pemilik rental mobil agar memberikan stempel rental di Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) agar memudahkan bahwa mobil tersebut adalah mobil rental dan mudah diketahui apabila Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) tersebut dipalsukan atau digadaikan dan

pembeli/penerima gadai berfikir untuk membelinya sehingga dapat mempersempit terjadinya tindak kejahatan. b. Agar setiap usaha/pemilik mobil rental supaya memasangkan alat Global Positioning System (GPS) yang berfungsi sebagai alat pelacak kendaraan, dengan bantuan GPS pemilik

kendaraan atau pengelola jasa mobil, biasa mengetahui ada di

50

mana saja kendaraan tersebut disembunyikan pelaku kejahatan, dengan dipasangkannya GPS pada kendaraan khususnya mobil rental dapat mempersempit ruang gerak pelaku penggelapan dan memudahkan pihak kepolisian dalam mendapatkan pelaku dan barang bukti hasil kejahatan. c. Apabila seseorang ingin menyewa atau merental mobil supaya pemilik kendaraan memfoto terlebih dahulu penyewa mobil agar memudahkan pihak kepolisian mengenali penyewa mobil apabila melakukan kejahatan. d. Kepada para pengusaha rental mobil, untuk lebih waspada dan jeli dalam menyeleksi calon penyewa mobil rental agar tidak menjadi korban penggelapan termasuk identitas penyewa mobil. e. Setiap saat anggota kepolisian dari sektor jajaran Polrestabes Makassar mengadakan penyuluhan hukum ditempat-tempat tertentu yang rawan kasus kejahatan penggelapan mobil rental maupun ditempat-tempat lain untuk meminimalisir kejahatan penggelapan. Selain, upaya preventif yang dilakukan oleh pihak Kepolisian

Resort Kota Besar Makassar dalam upaya penanggulangan kejahatan penggelapan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan dalam meminimalisir terjadinya kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental, seperti penulis uraikan diatas, maka dibawah ini penulis juga menguraikan upaya represif yang juga dilaksanakan oleh pihak Kepolisian Resort Kota

51

Besar Makassar sebagai aparat penegak hukum, yang melakukan penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental di kota Makassar. 2. Upaya Represif Upaya represif pada dasarnya adalah penindakan terhadap para pelaku kejahatan guna diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Tindakan ini merupakan upaya yang dilakukan untuk mengadakan suatu perubahan keadaan dimasyarakat dalam menanggulangi kejahatan dengan jalan memberikan hukuman terhadap pelaku kejahatan. Upaya penanggulangan yang bersifat represif dilakukan oleh aparat penegak hukum. Upaya ini baru diterapkan jika upaya lain sudah tidak memadai lagi. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh aparat Polrestabes Makassar dalam menanggulangi kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar antara lain adalah : a. Menerima dan mengambil tindakan terhadap laporan atau pengaduan kejahatan dari masyarakat. b. Mengadakan pemeriksaan terhadap tersangka dan barang bukti serta upaya hukum lainnya dalam rangka penyidikan perkara penggelapan mobil rental di kota Makassar dan selanjutnya jika sudah lengkap (P-21) segera dilimpahkan ke Kejaksaan. c. Untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut, maka sebaiknya diupayakan peningkatan peralatan pendukung dari yang ada

52

saat ini. Untuk melakukan hal tersebut, sebaiknya diperhatikan beberapa faktor, seperti luas wilayah. Dalam upaya

kelengkapan peralatan pendukung ini, sebaiknya diperhatikan pula faktor jumlah. faktor jumlah peralatan ini akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Polrestabes Makassar beserta Polsekta jajarannya, karena dengan kurangnya jumlah peralatan dan pendukung, pengendalian akan dan

mengurangi

efektifitas

gerak

penanggulangan kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar. Dengan mengambil langkah-langkah seperti telah dikemukakan diatas, maka akan dapat mengoptimalkan tindakan koordinasi sehingga luas wilayah yang merupakan masalah selama ini akan dapat tertanggulangi dengan baik. Untuk itu, tanggung jawab dari masing-masing personil untuk secara konsisten melaksanakan dan melakukan tugas-tugasnya sangat dituntut sehingga dapat menanggulangi dan

mengendalikan kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar.

BAB V PENUTUP

53

A. Kesimpulan Berdasarkan uraian/pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan mengenai kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar sebagai berikut : 1. Hasil penelitian yang dilakukan penulis, penyebab terjadinya suatu kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental yang terjadi di Kota Makassar, disebabkan karena beberapa faktor, yaitu faktor ekonomi, faktor kelalaian pemilik rental dan faktor kurangnya keterampilan. Dari ketiga faktor tersebut yang paling terlihat paling berpengaruh terhadap meningkatnya suatu kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental yang terjadi di Kota Makassar. 2. Upaya yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dalam

menanggulangi terjadinya kejahatan penggelapan mobil rental yang terjadinya di Kota Makassar, secara garis ditempuh dengan dua upaya yaitu upaya preventif (pencegahan) dan upaya represif (penindakan/pemberian sanksi). Adapun upaya penanggulangan secara preventif dilakukan adalah merupakan upaya yang sistematis, terpadu, terarah untuk meminimalisir terjadinya kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental, sedangkan upaya represif (penindakan/pemberian

sanksi) merupakan upaya yang dilakukan berupa tindakan atau

54

pemberian hukuman terhadap pelaku kejahatan penggelapan mobil rental sesuai dengan hukum yang berlaku. B. Saran Agar dapat mengurangi atau menekan terjadinya kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental di Kota Makassar, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut : 1. Diharapkan hendaknya aparat yang terkait sedini mungkin melakukan upaya penanggulangan secara intensif dan terpadu apabila terjadi kejahatan khususnya kejahatan penggelapan mobil rental yang terjadi di Kota Makassar ditempat-tempat yang rawan yang dianggap rawan. 2. Selain itu Polrestabes Makassar juga di harapkan agar dapat berkompeten mengenai masalah ini agar lebih aktif dan meningkatkan koordinasi dalam memberikan upaya-upaya himbauan/penyuluhan didaerah-daerah yang dianggap rawan kejahatan penggelapan mobil rental. 3. Polisi hendaknya bekerja lebih siap dan cepat dalam menerima laporan kasus kejahatan yang terjadi di masyarakat. Gerak cepat polisi dalam pemberantasan kejahatan merupakan cermin pengabdian terhadap perlindungan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

55

Abdulsani, 1987., Sosiologi Kriminalitas, Bandung : Remadja Karya Alam, A.S., 2010., Pengantar Kriminologi, Makassar : Pustaka Refleksi Books Arief, Barda Nawawi., 2001., Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti Chazawi, Adami., 2003., Kejahatan Terhadap Harta Benda, Malang : Bayumedia Publishing ------------------------., 2006., kejahatan terhadap harta benda, Malang : Bayumedia Publishing Effendy, Rusli., 1993., Ruang Lingkup Kriminologi, Bandung : Alumni H. A. K. Noach Anwar., 1980., Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP buku II), Bandung : Alumni Hamzah, Andi., 2009., Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Jakarta : Sinar Grafika Kamus Hukum., 2008., Bandung : Citra Umbara Kartono. Kartini., 2001., Patologi Sosial, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Miles., 1992., Analisis Data Kualitatif, Jakarta : Universitas Indonesia Moeljatno., 2007., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta : PT. Bumi Aksara Moleong, Lexy. J., 1990., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Mulyadi. Lilik., 2007., Hukum Pidana Kriminoogi & Victimologi, Jakarta : Djambatan

56

Santoso, Topo., dan E. A Zulfa., 2001., Kriminologi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Soedjono. D., 1984., Sosio Kriminologi (Awalan Ilmu-ilmu Sosial dalam Studi Kepustakaan) : Jakarta ------------------., 1986., Penanggulangan Kejahatan, Bandung : Alumni

57

58

59