2 SKRIPSI LENGKAP

83
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan guna mencapai tujuan utama bangsa. Peningkatan penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu tujuan utama bangsa Indonesia agar menjadi negara yang lebih maju. Berdasarkan amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar manusia secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. (Wina Sanjaya,2006:2) Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang standar proses pendidikan, standar proses pendidikan adalah setandar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada suatu satuan pendidikan untuk mencapai kompetansi lulusan. ( Wina Sanjaya, 2006:4) Dari pengertian diatas tentang standar proses pendidikan ada bebrapa hal yang haru di perhatikan yakni : Pertama, standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan. Kedua, standar proses pendidikan berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran. Ketiga, standar proses pendidikan harus diarahkan untuk mencapai kompetensi lulusan.

Transcript of 2 SKRIPSI LENGKAP

  • 1BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG MASALAH

    Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak

    perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai

    usaha pembaharuan dalam pendidikan guna mencapai tujuan utama bangsa.

    Peningkatan penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan

    dan teknologi merupakan salah satu tujuan utama bangsa Indonesia agar

    menjadi negara yang lebih maju.

    Berdasarkan amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

    Pendidikan Nasional menyatakan bahwa:

    pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar manusia secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. (Wina Sanjaya,2006:2)

    Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang standar proses pendidikan, standar proses pendidikan adalah setandar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada suatu satuan pendidikan untuk mencapai kompetansi lulusan. ( Wina Sanjaya, 2006:4)

    Dari pengertian diatas tentang standar proses pendidikan ada bebrapa

    hal yang haru di perhatikan yakni : Pertama, standar proses pendidikan

    adalah standar nasional pendidikan. Kedua, standar proses pendidikan

    berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran. Ketiga, standar proses

    pendidikan harus diarahkan untuk mencapai kompetensi lulusan.

  • 2Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses

    interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan

    pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar

    menganjar merupakan pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan

    hanya sekedar penyampai materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat

    dikatakan sebagai sentral pembelajaran, sebagai pengatur sekaligus pelaku

    dalam proses belajar mengajar. Gurulah yang mengarahkan bagaimana proses

    belajar mengajar itu dilaksanakan.

    Lemahnya proses pembelajaran yang dikembangkan oleh guru

    merupakan salah satu masalah yang kita hadapi dalam pendidikan kita. Proses

    pembelajaran yang terjadi dalam kelas dilaksanakan sesuai dengan

    kemampuan dan selera guru. (Wina Sanjaya,2006:5)

    Dalam proses belajar mengajar di sekolah kita temukan berbagai

    macam permasalahan terutama pada pelajaran matematika. Dimana tidak

    sedikit peserta didik beranggapan bahwa matematika merupakan suatu yang

    menakutkan serta sulit jika dibandingkan dengan pelajaran yang lainya,

    penuh dengan rumusrumus yang sulit dihafal, sehingga dengan anggapan

    tersebut keinginan untuk mempelajari matematika semakin menipis itu dan

    akhirnya akan berakibat pada kurang minat belajar matematika. Ini

    disebabkan karena penggunaan metode pembelajaran yang dilakukan guru

    kadang kurang bervariasi, dimana kita ketahui bahwa khusus pelajaran

    matematika terdiri dari berbagai SK,KD, bahkan Indikator yang kadang

    membutuhkan metode yang berbeda, sehingga tujuan pembelajaran pada

  • 3indikator tersebut dapat tercapai. Guru lebih banyak berlaku sebagai pusat

    pembelajaran, akibatnya siswa akan pasif, timbul rasa malu dalam bertanya

    dan lain sebagainya. Tentu hal ini akan sangat berpengaruh terhadap proses

    belajar siswa yang merujuk kepada kurangnya prestasi siswa.

    Selain itu penjelasan konsep yang hanya berfokus pada buku pegangan

    jarang sekali guru yang membuat inovasi sendiri yang dapat menggugah

    motivasi siswa. Misalnya penjelasan mengenai gambar yang ada dibuku

    cendrung membuat siswa kesulitan dalam memahami. Karena hanya

    berbentuk garis, sudut, yang mungkin siswa sulit untuk membayangkannya.

    Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk menggugah

    motivasi siswa yaitu dengan merubah sistem mengajar yang mengarah

    kepada penggunaan contoh yang lebih mudah difahami dan mudah

    dibayangkan. Karena itu guru harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi

    lebih efektif juga menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan

    membuat siswa merasa senang dan merasa perlu untuk mempelajari bahan

    pelajaran tersebut.

    Masbagik marupakan daerah yang dapat dikatakan daerah pendidikan,

    diman terdapat banyak sekolah baik sekolah negeri ataupun swasta. Khusus

    untuk sekolah menengah pertama (SMP) terdiri dari 5 SMP Negeri.

    Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tahun 2012 tentang

    kebutuhan siswa SMP Negeri se-Kecamatan Masbagik rata-rata 85 % siswa

    mengganggap matematika pelajaran yang menyenangkan, tetapi tidak jarang

    siswa yang kadang kadang kebingungan ketika belajar matematika. ini

  • 4terlihat dari hasil observasi dari hampir 95% siswa yang kadang kadang

    merasa kebingungan, kebingunngan siswa terletak pada pemahaman pada

    konsep yang kongkrit. selain itu jarangnya guru memberikan latihan

    keterampilan bagi siswa.

    Tabel 1

    Analisis kebutuhan siswa kelas VIII SMPN se - Kecamatan Masbagik 2012

    No Aspek Yang DinilaiResponden

    KetJumlah Persentase

    1Pendapat Siswa mengenai pembelajaran matematika:

    a. Menyenangkan 17 85%b. Kurang Menyenangkan 3 15%c. Membosankan -

    2Pendapat Siswa tentang cara belajar matematika :a. Dihafalkan 2 10%b. Difahami 18 90%c. Lain-lain(dipahami dan

    dihapalkan)-

    3Pendapat Siswa tentang cara guru mengajar matematikad. Menarik 19 95%e. Kurang Menarik 1 5%f. Tidak Menarik -

    4Apakah Siswa merasa bingung belajar matemaatika:a. Selalu 1 5%b. Kadang- Kadang 19 95%c. Tidak Pernah -

    5Kebingungan belajar matematika yang dialami pada konsep :a. Konkret 9 45%b. Abstrak 6 30%c. Kedua-duanya 5 25%

    6Bagaimana Tingkat Pemahaman matematika

  • 5a. Baik 17 85%b. Sedang 2 10%c. Kurang 1 5%

    7Apakah Guru pernah melatih keterampilan matematika?a. Selalu 2 10%b. Jarang 15 75%c. Tidak Pernah 3 15%

    SMPN 1 Masbagik adalah satu dari lima SMP Negeri yang ada di

    Kecamatan Masbagik. Sekolah ini dapat dikatakan sekolah maju yang ada di

    Lombok Timur. Sekolah ini terdiri dari beberapa kelas, khusus kelas VIII

    terdiri dari 9 kelas yaitu kelas VIII1-VIII10. Di kelas VIII terdiri dari 2 orang

    guru. Guru pertama mengajar di kelas VIII1-VIII5 dan guru yang kedua

    mengajar VIII6-VIII10.

    Berdasarkan wawancara dengan salah seorang siswa di kelas VIII,

    dalam pembelajaran matematika, siswa kelas VIII masih sangat tergantung

    pada guru. Guru harus menjelaskan terlebih dahulu materi yang akan

    dipelajari. Setelah materi dijelaskan, siswa diberi soal-soal untuk mengecek

    pemahaman mereka. Siswa mampu mengerjakan soal yang diberikan guru,

    namun masih sangat terbatas pada soal yang sejenis dengan soal yang

    dicontohkan oleh guru. Untuk soal yang lebih bervariasi, misalnya soal cerita

    atau soal lain yang cara penyajiannya berbeda dengan contoh, sebagian besar

    siswa masih kesulitan sehingga masih sangat membutuhkan guru untuk

    menyelesaikan soal tersebut. Meskipun siswa sudah cukup memahami

    kalimat dalam soal tersebut, tetapi siswa masih belum bisa menggambarkan

    inti permasalahan soal tersebut. Apa yang sebenarnya akan dipecahkan dalam

  • 6permasalahan tersebut belum dapat ditangkap oleh siswa. Ini menunjukkan

    bahwa kemampuan siswa dalam menggambarkan permasalahan masih kurang

    sehingga siswa belum tahu akan menggunakan sifat atau rumus yang mana

    untuk menyelesaikan masalah tersebut, objek matematika apa saja yang

    diketahui dan apa yang harus dicari, serta rumus baru yang seperti apa yang

    harus digunakan.. Dalam menuliskan langkah-langkah penyelesaian, sebagian

    besar jawaban siswa belum dapat menuliskan langkah penyelesaian dengan

    sistematis, siswa cenderung memilih langsung menuliskan angka-angka saja

    (hasil akhir) sebagai jawaban dari pada harus menuliskan tahapan

    penyelesaian. Siswa juga masih sering lupa untuk menuliskan kesimpulan

    dalam menyelesaikan soal yang menunjukkan bahwa kemampuan siswa

    dalam membuat pernyataan matematika dan melakukan operasi hitung

    masih kurang. Kurang kemampuan siswa dalam menggambarkan

    permasalahan, menentukan objek dan menentukan hubungan antar objek

    matematika, membuat pernyataan matematika, memproduksi rumus,

    melakukan operasi hitung serta menggunakan rumus dan sifat yang mana

    dalam menyelesaikan persoalan yang diberikan guru mengindikasikan bahwa

    kemampuan berpikir matematis siswa dalam bidang konten masih kurang. Ini

    sejalan dengan hasil observasi yaitu 75% siswa mengatakan bahwa guru

    jarang memberikan atau melatih kemampuan/ keterampilan matematika

    siswa.

    Materi Teorema Pythagoras merupakan salah satu dari beberapa materi

    yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika yaitu

  • 7melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. Dalam materi

    tersebut terdapat soal-soal penerapan yang tidak hanya menggunakan cara-

    cara biasa yang telah diajarkan guru. Siswa diharuskan mampu

    menggambarkan permasalahan dan mampu mengkonstruksikan permasalahan

    dalam bentuk simbol karena dalam materi ini digunakan pula persamaan,

    pertidaksamaan, perbandingan serta bentuk aljabar sehingga dalam

    menyelesaikan permasalahan tersebut dibutuhkan kemampuan berpikir yang

    tinggi.

    Dalam melaksanakan proses belajar mengajar diperlukan langkah-

    langkah sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Hal yang

    harus dilakukan adalah menggunakan pendekatan yang cocok dengan kondisi

    siswa agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran matematika yaitu

    melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan (kemampuan

    berpikir matematis). Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan

    berpikir matematis, terutama dalam bidang konten adalah dengan

    membiasakan siswa untuk menemukan konsep matematika sendiri.

    Adapun alternatif penggunaan pendekatan pembelajaran yang bisa

    diterapkan adalah pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan

    yang luas kepada siswa dalam menemukan konsep matematika yang akan

    dipelajari secara mandiri. dengan menyelidiki sendiri diharapkan pelajaran

    atau yang siswa temukan akan lebih bermakna dari pada konsep yang

    langsung diberikan oleh guru. Konsep yang mereka temukan sendiri akan

    sangat berguna untuk menemukan konsep-konsep yang lain dalam

  • 8matematika. Siswa diharapkan tidak hanya dapat menemukan konsep-konsep

    lain saja, akan tetapi dapat mengaplikasikan konsep pada hal yang lebih

    kompleks, termasuk menerapkan pola pikir matematika dalam kehidupan

    sehari-hari sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika.

    Salah satu pendekatan yang berorientasi pada permasalahan-

    permasalahan sehari-hari bagi siswa adalah pendekatan matematika realistik.

    Pendekatan yang menjadikan kehidupan nyata sebagai titik awal

    pembelajaran, dengan pendekatan ini siswa siswa mampu mengmbangkan

    kemampuan berfikir matematis. Pendekatan realistik ini mengacu pada

    Realistic Mathematics Education (RME) yang dikembangkan Freudenthal.

    Menurut Hans Freudhenthal , matematika merupan aktivitas manusia

    mathematic is human activity (Aryadi Wijaya, 2012: 20)

    Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti

    mengenai Penerapan Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

    untuk meningkatkan prestasi belajar mtematika siswa pada materi pokok

    Pythagoras kelas VIII SMPN 1 Masbagik Tahun Pembelajaran 2013/2014.

    B. BATASAN MASALAH

    1. Objek Penelitian

    Pada penelitian ini , objek peneilitian dibatasi pada penerapan Realistik

    Matematic Education (RME) pada materi Pythagoras

    2. Subjek Penelitian

    Subjek penelitian dibataskan pada siswa kelas VIII8 SMPN 1 Masbagik

  • 9C. RUMUSAN MASALAH

    1. Apakah penerapan Relistic Mathematic Education (RME) dapat

    meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pokok bahasan Pythagoras

    kelas VIII SMPN 1 Masbagik tahun pembelajaran 2013/ 2014 ?

    2. Apakah penerapan Relistik Matematik Education (RME) dapat

    meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Pythagoras kelas

    VIII SMPN 1 Masbagik tahun pembelajaran 2013/ 2014 ?

    D. TUJUAN PENELITIAN

    Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

    tingkat prestasi belajar siswa melalui penerapan Relistik Matematik

    Education (RME) pada pokok bahasan Pythagoras kelas VIII SMPN 1

    Masbagik tahun pembelajaran 2012/ 2013

    E. MANFAAT PENELITIAN

    1. Manfaat Teoritis

    Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi melalui

    penerapan Realistik Matematik Education (RME) dalam meningkatkan

    prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Pythagoras.

    2. Manfaat Praktis

    a. Bagi siswa

    Diharapkan siswa lebih termotivasi dalam mempelajari mata pelajaran

    matematika khususnya pada pokok bahasan Pythagoras

  • 10

    b. Bagi guru

    Menambah pengetahuan guru tentang pendekatan RME sehingga

    dapat digunakan sebagai alternatif untuk meningkatkan prestasi

    belajar siswa

    c. Bagi sekolah

    Hasil dari penelitian ini dapat memberi kontribusi bagi peningkatan

    belajar siswa melalui kurikulum

    F. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

    1. Realistik Mathematics Education (RME)

    Realistic Mathematics Education (RME) atau dalam bahasa

    Indonesia disebut Pendidikan matematika realistik adalah sebuah

    pendekatan pembelajaran yang menjadikan dunia nyata sebagai titik awal

    dari pengembangan ide-ide dan konsep dalam belajar matematika.

    2. Prestasi Belajar

    Prestasi belajar pada dasarnya merupakan hasil dari suatu aktivitas atau

    kegiatan yang mengakibatkan adanya perubahan pada diri individu.

    Prestasi belajar itu sangat erat kaitannya dengan hal-hal yang

    menyenangkan, sehingga setiap orang akan mengusahakan untuk

    mendapatkan prestasi ini. Dalam hal ini prestasi belajar dengan

    menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education terlihat dari

    aspek kognitif yaitu skor yang didapat oleh siswa ketika mengerjakan tes

    yang diberikan oleh guru. Prestasi diketahui setelah dilakukan evaluasi.

  • 11

    Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tinggi rendahnya prestasi

    belajar siswa.

    3. Aktivitas belajar

    Aktivitas belajar dapat diartikan suatu perubahan yang terjadi

    dalam diri individu. Perubahan itu nantinya akan berpengaruh pada

    tindakan dan pola pikir suatu individu. Aktivitas dalam pembelajaran

    dilihat dari aspek psikomotor yaitu aktivitas sehari-hari siswa ketika

    proses pembelajaran berlangsung, dimana siswa mampu atau tidak

    menemukan dan mengaplikasikan konsep matematika dari kehidupan

    sehari hari dan ke kehidupan sehari-hari.

    Aktivitas belajar yang dimaksud adalah apa yang dilakukan oleh

    siswa ketika belajar, aktivitas disini tidak terpaku pada aktivitas fisik

    tetapi juga aktifitas yang bersifat mental atau sifat psikis siswa.

    4. Pythagoras

    Materi Teorema Pythagoras merupakan salah satu dari beberapa

    materi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika

    yaitu melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. Dalam

    materi tersebut terdapat soal-soal penerapan yang siswa diharuskan

    mampu menggambarkan permasalahan dan mampu mengkonstruksikan

    permasalahan dalam bentuk simbol karena dalam materi ini digunakan

    pula persamaan, pertidaksamaan, perbandingan serta bentuk aljabar

    sehingga dalam menyelesaikan permasalahan tersebut dibutuhkan

    kemampuan berpikir yang tinggi.

  • 12

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. LANDASAN TEORI

    1. Hakekat Matematika

    a. Pengertian Matematika

    Ketika dipertanyakan apakah matematika itu? maka akan sangat

    sulit untuk menjawab satu atau dua kalimat saja. Ada beberapa pendapat

    tentang matematika yaitu matematika merupakan ilmu pengetahuan

    yang diproleh dengan bernalar. Hal ini diaktakan karena matematika

    lebih menekankan pada aktivitas dalam dunia rasio . Elea Tindih ( Erman

    Suherman, 2003:15)

    Matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan

    atau pola berfikir , suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Reys, dkk (

    Erman Suherman, 2003:15)

    Matematika adalah bahasa simbolik yang fungsi praktisnya untuk

    mengekspresikan hubungan hubungan kuantitatif dan keruangan

    sedangkan fungsi teoritisnya untuk memudahkan berfikir. Johnson dan

    Myklebust ( Mulyono,2003: 252)

    Matematika adalah sebagai system lambang yang formal sebab

    matematika bersangkut paut dengan sifat-sifat structural dari symbol

    symbol melalui berbagai sasaran yang menjadi objek matematika.

    Mazhab formalism David Hilber ( Hamzah,2008:126)

  • 13

    Matematika adalah sama dengan bagian dari ekstra manusia.

    Ketepatan dalil matematika terletak pada akal manusia tidak pada symbol

    syimbol siatas kertas. Mazhab Intutionisme Luizen Egbertus(

    Hamzah,2008:127)

    mathematicians formulate new conjectures and establish truth by rigorous deduction from appropriately chosen axioms and defitinitions.Matematikawan merumuskan dugaan baru dan membangun kebenarandengan deduksi yang teliti dari aksioma dan definisi yang dipilih secara tepat.( Jourdain Philip dalam Sumenda, 2010: 25)

    the mathematician: mathematics is about the study of pattern and structure, and the logical analysis and calculation with pattern and structures. In our search for understanding of the world, driven by the need for survival, and simply for the wish to know what is there, and to make sense of it, we need a science of structure, in th abstract, and a method of knowing what is true, and what is interesting, for these structures. Thus mathematics in the end underlies and is necessary for all these other subjects. Matematikawan: matematika adalah studi tentangpola dan struktur, dan analisis logis dan perhitungan dengan pola dan struktur. Dalam pencarian kami untuk memahami dunia, didorong oleh kebutuhan untuk bertahan hidup, dan hanya untuk ingin tahu apa yang ada, dan untuk memahami itu, kita membutuhkan ilmu tentang struktur, secara abstrak, dan metode untuk mengetahui apa yang benar, dan apa yang menarik untuk struktur ini. Dengan demikian matematika diakhirnya yang mendasari dan diperlukan untuk semua mata pelajaranlainnya. Ronald Brown and Timothy Porter ( Sumenda, 2010: 25)

    b. Matematika ilmu deduktif

    Matematika dikenal sebagai ilmu yang deduktif. Ini berarti

    proses pengerjaan matematika haruslah bersifat deduktif. Ini berarti

    matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan

    induktif.

  • 14

    c. Matematika ilmu yang terstruktur

    Matematika mempelajari tentang pola keteraturan, tentang

    struktur yang terorganisasikan. Hal itu dimulai dengan unsur yang tidak

    terdefinisikan (undefined term, basic term, primitive term), kemudian

    pada unsure yang didefinisikan, aksioma/postulat, dan akhirnya pada

    teorema. Russefendi (Erman Suherman 2003:22)

    d. Matematika sebagai Ratu dan pelayan ilmu

    Matematika sebagai Ratu ilmu dimaksudkan bahwa matematika

    adalah sebagai sumber ilmu yang lain. Banyak ilmu penemuan dan

    pengembangannya bergantung dari matematika contohnya fisika, dan

    kimia modern .

    Kedudukan matematika sebagai pelayan ilmu yaitu matematika

    berfungsi untuk melayani ilmu pengatahuan. Matematika tumbuh dan

    berkembang untuk dirinya sendiri dan sebagai suatu ilmu, juga melayani

    kebutuhan ilmu pengetahuan dalam pengmbangan dan operasionalnya.

    ( Erman Suherman, 2003:26)

    Dari uraian di atas secara singkat dapatlah dikatakan bahwa

    hakekat matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan

    hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis. Jadi

    matematika berkenaan dengan konsep-konsep abstrak. Suatu kebenaran

    matematis dikembangkan berdasar alasan logis. Namun kerja matematis

    terdiri dari observasi, menebak dan merasa, mengetes hipotesa, mencari

  • 15

    analogi, dan sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, ini benar-

    benar merupakan aktifitas mental.

    2. Pembelajaran Matematika Sekolah

    a. Pengertian Pembelajaran

    1) Pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang

    memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang

    secara optimal.(Erman Suherman 2003,7)

    2) Menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses

    komunikasi fungsional antar siswa dengan guru dan siswa dengan

    siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan

    menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan. Guru berperan

    sebagai komunikator, siswa sebagai komunikan, dan materi yang

    dikomunikasikan berisi pesan berupa ilmu pengetahuan. Dalam

    komunikasi banyak arah dalam pembelajaran, peran-peran tersebut

    bisa berubah, yaitu antara guru dengan siswa dan sebaliknya (Erman

    Suherman, 2003 : 8)

    3) Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk

    membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

    sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang

    diharapkan. Dari makan ini jelas bahwa pembelajaran merupakan

    interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana

    antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan

  • 16

    terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapakan sebelumnya

    (Trianto,2010: 17).

    4) Pembelajaran merupakan proses interaksi edukatif antara siswa

    dengan lingkungan sekolah. Dalam hal ini sekolah bebas memilih

    strategi, metode, teknik-teknik pembelajaran yang efektif sesuai

    karakteristik mata pelajaran, guru, siswa dan sumber daya yang lain.

    Mulyasa( Hamdani, 2010:136)

    5) Pembelajaran adalah seperangkat kegiatan belajar yang dilakukan

    oleh siswa. sahertian( Hamdani,2010:136)

    Dari definisi pembelajaran diatas maka, pembelajaran adalah suatu

    proses belajar dimana seorang individu (siswa) secara aktif

    melakukan interaksi edukatif dengan guru untuk memperoleh ilmu

    pengetahuan.

    b. Pembelajaran Matematika Sekolah

    1) Pengertian matematika sekolah

    Matematika sekolah adalah pelajaran matematika yang diajarkan di

    sekolah. Yaitu matematika yang diajarkan di Sekolah Dasar,(SD dan

    SLTP, dan Sekolah Menenengah ( SLTA dan SMK). (Erman

    Suherman,2003:55)

    2) Fungsi matematika sekolah

    Menurut Erman Suherman (2003: 56), fungsi matematika sekolah

    sebagai berikut:

  • 17

    - Sebagai alat artinya dalam proses pembelajaran siswa diberi

    pengalaman matematika untuk menyelesaikan masalah dalam

    pelajaran lain, dalam dunia kerja, atau dalam kehidupan sehari hari.

    - Sebagai pola pikir artinya belajar bagi siswa juga merupakan

    pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun

    dalam penalaran suatu hubungan antara pengertian-pengertian itu.

    - Sebagai ilmu artinya dalam pengajaran matematika sekolah guru

    harus mampu menunjukan betapa matematika itu selalu mencari

    kebenaran dan bersedia meralat kebenaran yang sementara diterima

    bila ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan

    penemuan sepanjang itu merupakan pola pikir yang sah.

    Dalam buku standar kompetensi matematika Depdiknas, secara

    khusus disebutkan bahwa fungsi matematika adalah mengembangkan

    kemampuan berhitung, mengukur, menurunkan rumus dan

    menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan

    sehari-hari melalui pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan

    statistika, kalkulus dan trigonometri. Metamatika juga berfungsi

    mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui

    model matematika, diagram, grafik, atau tabel .(Irzani, 2007 : 8)

    3) Tujuan pembelajaran matematika sekolah

    Tujuan umum pembelajaran matematika sekolah menurut GBHN pada

    jenjang sekolah dasar dan menengah adalah:

  • 18

    - Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan

    didalam kehidupan dan didunia yang selalu berkembang melalui

    latihan berindak, atau dasar pemikiran secara logis, rasional,cermat,

    kritis, jujur, efektif dan efisien.

    - Mempersiapkan siswa agar sisp menggunakan metematika dan pola

    pikir matematika dalam kehidupan sehari hari dan dalam

    mempelajari berbagai ilmu pengetahuan

    3. Pendidikan Matematika Realistik

    a. Pendekatan Matematika Realistik

    Pendidikan Matematika Realistik atau Realistic Mathematics

    Education (RME) merupakan pendekatan dalam pendidikan matematika.

    Teori Realistic Mathematics Education (RME) pertama kali diperkenalkan

    dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1973 oleh Institut Freudenthal.

    Gravemeijer mengungkapkan bahwa realistic mathematics education is

    rooted in Freudenthals interpretation of mathematics as an activity.

    Dalam kerangka pendidikan matematika realistik, Freudenthal menyatakan

    bahwa Mathematics is human activity, karenanya pembelajaran matematika

    disarankan berangkat dari aktivitas manusia (Erman Suherman, dkk, 2003:

    146).

    Pendidikan matematika realistik merupakan suatu pendekatan dalam

    pembelajaran matematika dibelanda. Kata realistic sering salah diartikan

    real- world yaitu dunia nyata. Banyak pihak menggap bahwa pendidikan

    matematika realistic merupakan pendekatan pembelajaran matematika yang

  • 19

    harus selalu menggunakan masalah masalah sehari-hari. Penggunaan kata

    realistik sebenarnya berasal dari kata belanda zich realiseren yang berarti

    untuk dibayangkan. Atau menurut Van Den Heuvel-Panheuzen to

    imagine yang menurut Heuvel-Panhuizen, penggunaan kata realistic

    tersebut tidak sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia

    nyata tetapi lebih mengacu pada focus pendidikan matematika realistic

    dalam menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi yang bisa

    dibayangkan oleh siswa. (Aryadi Wijaya,2012: 21)

    Pendidikan matematika realistik (PMR) adalah pendidikan

    matematika yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan

    pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran.(Irzani 2010:38)

    b. Karakteristik ( RME)

    Treffers ( Aryadi wijaya, 22) merumuskan lima karakteristik Pendidikan

    Matematika Realistic yaitu :

    1) Penggunaan konteks

    Konteks atau permasalahan realistic digunakan sebagai titik awal

    pembalajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia

    nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau

    sistuasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan oleh

    siswa

    2) Penggunaan model untuk matematisasi progresif

    Dalam pendidikan matematika realistic, model digunakan dalam

    melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi

  • 20

    sebagai jembatan dari pengetahuan matematika tingkat kongkrit menuju

    pengetahuan matematika tingkat formal.

    3) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa

    Mengacu pada pendapat freudenthal bahwa matematika bukan sebagai

    produk tetapi suatu konsep yang dibangun oleh siswa maka dalam

    pendidikan matematika realistic siswa sebagai subjek belajar.

    Karakteristik yang ke tiga ini tidak hanya membantu siswa dalam

    memahami konsep tetapi juga mengmbangkan aktivitas dan kreativitas

    siswa.

    4) Interaktivitas

    Proses belajar bukan hanya proses individu, melaikan proses

    kebersamaan dan proses sosial. Proses belajar akan lebih singkat dan

    bermakna jika siswa mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan

    mereka.

    5) Keterkaitan

    Konsep matematika tidak bersifat parsial melainkan memiliki

    keterkaitan. Oleh karena itu konsep matematika tidak dikenalkan kepada

    siswa secara terpisah. Pendidikan Matematika Realistik menempatkan

    keterkaitan antar konsep sebagai hal yang dipertimbangkan dalam proses

    pembelajaran

    c. Teori yang relevan dengan Matematika Realistic

    1) Teori Ausubel

  • 21

    Ausubel (Erman Suherman, 2003: 32) mengemukakan bahwa

    pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan antara

    belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima

    siswa hanya menerima, jadi tinggal menghapalnya, tetapi pada belajar

    menemukan ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu

    saja. Selain itu juga dapat membedakan antara belajar menghafal dan

    belajar bermakna. Pada belajar menghafal, siswa menghafal materi yang

    sudah diperolehnya, tetapi pada belajar bermakna materi yang telah

    diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya

    lebih dimengerti. Dengan demikian, teori belajar Ausubel sejalan dengan

    prinsip ketiga pembelajaran matematika realistik, yaitu self developed

    models.

    Dalam pendidikan matematika realistik siswa dengan bimbingan

    guru, atau tanpa bimbingan guru berusaha untuk menghubungkan

    informasi yang telah dimilikinya dengan informasi baru yang akan

    dipelajarinya dengan membangun model, sampai menemukan suatu

    konsep.

    2) Teori Piaget

    Menurut Piaget (Erman Suherman, 2003: 36) bahwa struktur

    kongnitif sebagai skemata, yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang

    individu akan menginagat, memahami, dan memberikan respon terhadap

    stimulus disebakan karena bekerjanya skema ini. Perkembangan skema

    ini berlangsung terus menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya.

  • 22

    Skemata tersebut membentuk pola penalaran tertentu dalam pikiran

    anak. Makin baik kualitas skema ini, makin baik pulalah pola penalaran

    anak tersebut. Proses terjadinya adaptasi dan skemata yang telah

    terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara, yaitu

    asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses pengintegrasian secara

    langsung stimulus baru kedalam skemata yang telah terbentuk.

    Sedangkan Akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke

    dalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung.

    Implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran (Slavin, 1994: 45)

    sebagai berikut.

    1) Memusatkan perhatian pada proses berpikir anak, bukan sekedar

    pada hasilnya.

    2) Menekankan pada pentingnya peran siswa dalam berinisiatif sendiri

    dan keterlibatannya secara aktif dalam pembelajaran. Dalam

    pembelajaran di kelas pengetahuan jadi tidak mendapat penekanan

    melainkan anak didorong menemukan sendiri melalui interaksi

    dengan lingkungannya.

    3) Memaklumi adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan

    perkembangan sehingga guru harus melakukan upaya khusus untuk

    mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu-individu atau

    kelompok-kelompok kecil.

    Berdasarkan teori Piaget, pembelajaran matematika realistik cocok

    dalam kegiatan pembelajaran karena pembelajaran matematika realistik

  • 23

    menitikberatkan pada proses berpikir, bukan pada hasil yang telah jadi.

    Selain itu, pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika

    realistik lebih mengutamakan peran aktif siswa (inisiatif) dalam

    menemukan jawaban dari soal-soal kontekstual yang diberikan guru

    dengan menggunakan cara siswa sendiri dan siswa terdorong untuk

    berperan aktif dalam pembelajaran

    3) Teori Bruner

    Bruner (Erman Suherman, 2003: 41) menyatakan bahwa belajar

    matematika akan lebih lama berhasil jika proses pengajaran diarahkan

    kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok

    bahasan yang diajarkan, disamping hubungannya terkait antar konsep-

    konsep dan struktur-struktur.

    Bruner (Dalam Erman Suherman, 2003: 44), menggambarkan

    anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan yaitu:

    a) Enaktif, pada tahap ini anak di dalam belajarnya menggunakan/

    memanipulasi objek-objek secara langsung.

    b) Ikonik, tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai

    menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek.

    c) Simbolik, pada tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara

    langsung dan tidak ada lagi kaitannya dengan objek-objek.

    Sejalan dengan teori Bruner, pendekatan matematika realistik

    cocok untuk kegiatan pembelajaran matematika karena dalam

    karakteristik pembelajaran matematika realistik yang kedua (penggunaan

  • 24

    model) dijelaskan bahwa pada proses pembelajaran matematika

    dimungkinkan siswa memanipulasi objek-objek yang ada kaitannya

    dengan permasalahan kontekstual yang diberi guru. Mulai tahap awal

    pemahaman masalah, sampai penyelesaian masalah. Siswa

    menggunakan model dari situasi nyata, kemudian meningkat ke arah

    abstrak menuju matematisasi vertikal dengan memanipulasi simbol-

    simbol.

    d. Langkah-Langkah Pendidikan Matematika Realistik

    Langkah- langkah dalam proses pembelajaran matematika dengan

    menggunakan pendekatan RME menurut Amin adalah sebagai berikut :

    1) Mengkondisikan Siswa Untuk Belajar

    Sebelum pembelajaran dimulai, guru mengkondisikan siswa untuk

    belajar. Pada langkah ini, guru menyampaikan indikator pembelajaran

    yang akan dicapai, memotivasi siswa, dan mempersiapkan kelengkapan

    belajar atau alat peraga yang diperlukan dalam pembelajaran.

    2) Mengajukan Masalah Kontekstual

    Guru memulai pembelajaran dengan pengajuan masalah

    kontekstual. Masalah kontekstual tersebut untuk pemicu terjadinya

    penemuan kembali (reinvention) matematika oleh siswa. Masalah

    kontekstual yang diajukan oleh guru hendaknya mempunyai lebih dari

    satu jawaban yang mungkin masalh tersebut juga member peluang

    untuk memunculkan berbagai strategi pemecahan masalah.

    Karakteristik PMR atau RME yang tergolong dalam angah ini adalah

  • 25

    karekteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual (The Use

    Of Content).

    3) Membimbing Siswa Untuk Menyelesaikan Masalah Kontekstual

    Siswa secara individu atau kelompok menyelesaikan masalah

    realistic dengan cara mereka sendiri. Perbedaan dalam menyelesaikan

    soal tidak dipermasalahkan. Denagan menggunakan lembar kegiatan

    siswa mengerjakann soal. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan

    masalah dengan cara mereka sendiri dengan memberikan pertanyaan,

    petunjuk dan saran.

    Semua prinsip RME tergolong dalam langkah ini adalah penemuan

    terbimbing dan matematisasi (guide reinvention and progressive

    mathematizing), fenomena besifat mendidik (didactical

    phenomenology) dan mengembangkan model sendiri (self developed

    models), sedangkan karekteristik RME yang tergolong dalam langkah

    ini adalah karakteristik kedua menggunakan model (the use of models).

    4) Meminta Siswa Menyajikan Penyelesaian.

    Siswa secara individu atau kelompok menyelesaikan masalah

    kontekstual yang diajukan oleh guru dengan cara mereka sendiri. Cara

    pemecahan masalah antara siswa satu dengan yang lain diharapkan

    tidak sama, karena jawaban yang berbeda lebih diutamakan. Guru

    memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka

    sendiri dengan memberikan pertanyaaan penuntun untuk mengarahkan

  • 26

    siswa memperoleh penyelesaian soal. Misanya Bagaimana kamu

    tahu?

    5) Membandingkan Dan Mendiskusikan Jawaban

    Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa untuk

    membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka secara

    berkelompok, selanjutnya membandingkan dan mendiskusikan pada

    diskusi kelas. Pada tahap ini, siswa dituntut berani mengemukakan

    pendapatnya meskipun pendapat tersebut berbeda dengan yang lainnya.

    Karakteristik PMR atau RME yang tergolong dalam langkah ini adalah

    karekteristik ketiga yaitu menggunakan konstribusi siswa (students

    contribution) dan karekteristik keempat yaitu terdapat interaksi

    (interactivity) antara siswa dengan siswa lainnya.

    6) Menyimpulkan

    Berdasarkan hasil diskusi kelas, guru mengarahkan dan member

    kesempatan pada siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau

    prosedur yang terkait dengan masalah realistic yang diselesaikan.

    Karekteristik PMR atau RME yang tergolong dalam langkah ini adalah

    adanya interaksi (interactivity) antara siswa dengan guru (pembimbing).

    Untuk memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran

    Matematika Realistik (MR). Dalam pembelajaran, sebelum siswa

    masuk pada sistem formal, terlebih dahulu siswa dibawa ke situasi

    informal. Misalnya, pembelajaran volume dapat diawali dengan

    mencari perkalian luas bidang dengan tingginya (misalnya mengisi air

  • 27

    ke dalam bak) sehingga tidak terjadi loncatan pengetahuan informal

    anak dengan konsep-konsep matematika (pengetahuan matematika

    formal). Setelah siswa memahami luas bidang dan tingginya, baru

    diperkenalkan istilah volume. Ini sangat berbeda dengan pembelajaran

    konvensional ( bukan MR) dimana siswa sejak awal dicekoki dengan

    istilah volume.

    Jadi, pembelajaran Matematika Realistik (MR) diawali dengan

    fenomena, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan

    menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep sendiri. Setelah itu,

    diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.

    Gambar 4. Skema Penemuan dan Pengkonstruksian konsep Van

    Reeuwijk (Irzani 2009: 34).

    MASALAH KONTEKTUAL

    STRATEGI INFORMAL

    KONSEP

    FORMALISASI

    PenguatanPengaplikasian

    Interaksi dan aplikasi

    Mematisasi konseptual

  • 28

    e. Kelebihan dan kekurangan Pendidikan Matematika Realistik

    Menurut Mustaqimah (Asmin 2003: 11) terdapat beberapa kelebihan

    dari pembelajaran matematika realistik Indonesia sebagai berikut.

    1) Memberikan suasana yang menyenangkan bagi siswa karena

    menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk

    belajar matematika.

    2) Melatih kemampuan siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya

    sehingga siswa tidak cepat mudah lupa dengan pengetahuannya

    3) Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya

    4) Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat serta

    memupuk kerja sama dalam kelompok

    5) Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa

    ada nilainya

    6) Memberikan pendidikan budi pekerti kepada siswa, misalnya: saling

    kerja sama dan menghormati teman yang sedang berbicara.

    Selanjutnya kelemahan pembelajaran matematika realistik

    Indonesia menurut Mustaqimah (Asmin 2003: 11) sebagai berikut.

    1) Siswa sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu sehingga siswa

    masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya.

    2) Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat

    itu.

    3) Kesulitan mencari soal-soal yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut

    pembelajaran matematika realistik Indonesia dan kesulitan mencermati

  • 29

    proses berfikir siswa dalam melakukan matematisasi horizontal dan

    vertikal, untuk dapat memberikan bantuan seperlunya.

    4) Guru merasa kesulitan dalam mengevaluasi dan memberikan nilai karena

    belum ada pedoman penilaian khusus dalam pembelajaran matematika

    realistik Indonesia.

    f. Sintaks pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik

    Sintaks dideskripsikan dalam urutan aktivitas-aktivitas disebut

    fase. Setiap model mempunyai alur fase berbeda (Joyce & Weil, 1992:

    14). Sintaks model pembelajaran matematika realistik Indonesia terdiri

    dari 5 (lima) fase/ langkah, yakni (1) memahami masalah kontekstual, (2)

    mendeskripsikan masalah kontekstual, (3) menyelesaikan masalah

    kontekstual, (4) membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan (5)

    menyimpulkan. Adapun kegiatan siswa dan guru dalam pembelajaran

    matematika realistik Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

    Tabel 2

    Sintaks Model Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia

    Fase Kegiatan

    Guru Siswa

    1 2

    Memberikan masalah kontekstual

    a. Guru menyampaikan kepada siswa tentang materi pokok, standar kompetensi, kompetensi dasar, hasil belajar, dan tujuan pembelajaran

    b. Guru memotivasi

    a. Siswa mendengarkan apa yang disampaikan guru

    b. Siswa menanyakan tentang materi yang berkaitan dengan permasalahn kehidupan sehari-

  • 30

    siswa dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan kehidupan siswa sehari-hari

    c. Guru memberikan masalah kontekstual berkaitan dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan siswa, sesuai dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari siswa.

    d. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya

    e. Menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai masalah awal dalam pembelajaran dan melakukan interaktivitas

    hari sehingga terjadi interaktivitas dengan guru.

    2. Mendiskripsikan masalah kontekstual

    a. Meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.

    b. Meminta siswa mendeskripsikan masalah kontekstual itu dengan melakukan refleksi, interpretasi, atau mengemukakan strategi pemecahan masalah kontekstual yang sesuai untuk menyelesaikan masalah tersebut.

    a. Siswa berusaha memahami dan mendeskripsikan masalah kontekstual

  • 31

    Menyelesaikan masalah kontekstual

    a. Guru memotivasi siswa agar mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun yang mengarahkan siswa dalam memperoleh penyelesaian soal tersebut.

    b. Guru diharapkan tidak perlu memberi tahu penyelesaian soal atau masalah tersebut, sebelum siswa memperoleh penyelesaiannya sendiri. Pada langkah ini karakteristik PMRI yang muncul adalah guided re-invention/progressivemathematizing dan self-developed models.

    a. Siswa secara individual atau kelompok, diminta menyelesaikan masalah kontekstual pada Buku Siswa atau pada LKS dengan cara mereka sendiri.

    Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

    a. Guru berkeliling dan memberikan bantuan terbatas kepada setiap kelompok. Bantuan ini dapat berupa penjelasan secukupnya (tanpa memberikan jawaban terhadap masalah yang sementara dihadapi siswa), dapat pula

    a. Siswa membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka dalam kelompok kecil dengan teman sebangku (berpasangan) atau dalam kelompok belajar yang beranggotakan 4 atau 5 siswa.

  • 32

    memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa dan mengarahkan siswa untuk lebih jelas melihat masalah yang sebenarnya atau mengarahkan siswa kepada pemecahan masalah yang dihadapi.

    b. Guru menentukan siswa tertentu atau kelompok tertentu untuk mempresentasikan hasil kerjanya..

    c. Pada langkah ini karakteristik PMRI yang muncul adalah penggunaan ide atau kontribusi siswa, sebagai upaya untuk mengaktifkan siswa melalui optimalisasi interaksi antara, antara guru dengan siswa

    Pada tahap ini karakteristik PMRI yang muncul adalah terjadinya interaktivitas, yakni interaksi antara siswa dengan siswa.

    b. Siswa melaporkan hasil penyelesaian masalah atau hasil dari aktivitas kelompok.

    c. Selanjutnya hasil dari diskusi kelompok itu dibandingkan pada diskusi kelas yang dipimpin oleh guru, untuk memformalkan konsep/definisi/prinsip matematika yang ditemukan siswa. Pada tahap ini dapat digunakan siswa sebagai ajang untuk melatih keberanian mengemukakan pendapat, meskipun berbeda dengan teman lain atau bahkan dengan gurunya

    d. Pada langkah ini karakteristik PMRI yang muncul adalah penggunaan ide atau

  • 33

    kontribusi siswa, sebagai upaya untuk mengaktifkan siswa melalui optimalisasi interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan sumber belajar.

    Menarik Kesimpulan

    Guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan secara formal tentang konsep, definisi, teorema, prinsip, cara atau prosedur matematika yang terkait dengan masalah kontekstual/soal yang baru diselesaikan. Karakteristik PMRI yang muncul pada langkah ini adalah interaktivitas atau menggunakan interaksi antara guru dengan siswa.

    Siswa menarik kesimpulan dari hasil diskusi dan presentasi

    4. Prestasi Belajar

    Sebelum beranjak kepada pengertian prestasi belajar tentunya jika

    melihat antara prestasi dan belajar memiliki arti yang berbeda. Untuk

    lebih memahami tentang arti pengetian prestasi belajar maka ada baiknya

    memahami kedua kata tersebut terlebih dahulu.

  • 34

    Prestasi merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah dilakukan, di

    ciptakan, baik secara individual atau kelompok ( Djamarah, 2012:19).

    Menurut Poerwodarminto, prestasi adalah hasil yang telah dicapai,

    (dilakukan,dikerjakan dan lain sebagainya). Selanjutnya menurut Masud

    Hasan, prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan,hasil

    yang menyenangkan hati yang di proleh dengan jalan keuletan kerja.

    Dari beberapa pengertian diatas dapat dilihat dengan jelas kesamaan

    dari pengartian prestasi yakni suatu hal yang dicapai dari suatu kegiatan.

    Sedangkan belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk

    mendapatkan sejumlah kesan dari hal yang dipelajari. Menurut teori

    Behavoiristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari

    adanya interaksi antara stimulus dan respon. (Budiningsih,2008:20).

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 17) belajar adalah

    berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku

    atau tanggapan yang di sebabkan pengalaman. Dengan demikian belajar

    adalah merupakan kegiatan yang di lakukan secara sadar dan kontinyu yang

    di sebabkan oleh suatu pengalaman

    Setelah melihat beberapa uraian diatas dapat diambil pengertian

    sederhana, bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diproleh berupa kesan

    kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari

    aktivitas dalam belajar.

    Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Slameto

    (2003:54-72) dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan eksternal:

  • 35

    a. Faktor Internal

    Faktor ini terdapat dalam diri siswa antara lain :

    1) Faktor Jasmaniah

    a) Kesehatan

    Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang

    juga terganggu.

    b) Cacat tubuh

    Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat

    tubuh belajarnya juga terganggu.

    2) Faktor Psikologis

    a) Intelegensi

    Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu

    kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi

    yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan

    konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan

    mempelajarinya dengan cepat.

    Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam

    situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang

    tinggi akan lebih berhasil dibandingkan yang mempunyai tingkat

    intelegensi yang rendah.

    b) Perhatian

    Untuk menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus

    mempunyai perhatian terhadap bahan pelajaran yang dipelajarinya.

  • 36

    Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah

    kebosanan, sehingga ia tidak suka belajar. Agar siswa belajar

    dengan baik, usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian

    dengan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi dan

    bakatnya.

    c) Minat

    Minat adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan

    mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang,

    diperhatikan secara terus menerus yang disertai dengan rasa

    senang.

    Minat berpengaruh terhadap belajar, karena jika bahan pelajaran

    yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, maka siswa tidak

    akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik

    baginya.

    d) Bakat

    Bakat adalah salah satu kemampuan manusia untuk melakukan

    sesuatu kegiatan dan sudah ada sejak manusia itu ada. Jika bahan

    pelajaran yang dipelajarinya sesuai dengan bakatnya, maka hasil

    belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah akan

    lebih giat dalam belajarnya.

    e) Motivasi

    Motivasi adalah suatu keinginan dan dorongan untuk belajar. Kuat

    lemahnya seseorang dalam belajar akan mempengaruhi

  • 37

    keberhasilan belajarnya. Dalam proses belajar haruslah

    diperhatikan apa yang mendorong siswa agar dapat belajar dengan

    baik. Dengan adanya motivasi maka seseorang akan terdorong

    untuk melakukan sesuatu agar dapat berhasil.

    f) Kematangan

    Kematangan adalah suatu tungkat/fase dalam pertumbuhan

    seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk

    melaksanakan kecakapan baru. Anak yang sudah siap (matang)

    belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum belajar. Belajar

    akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi kemajuan

    baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan

    belajar.

    g) Kesiapan

    Kesiapan adalah kesediaan untuk menerima respon atau bereaksi.

    Kesiapan perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa

    belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya

    akan lebih baik.

    3) Faktor Kelelahan

    a) Kelelahan Jasmani

    Kelelahan jasmani telihat dengan lemah lunglai tubuh dan timbul

    kecendrungan untuk membaringkan tubuhnya.

    b) Kelelahan Rohani

  • 38

    Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan

    kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan

    sesuatu hilang.

    b. Faktor Eksternal

    Faktor eksternal ini berasal dari luar individu dan faktor ini dapat

    mempengaruhi ketuntasan belajar, antara lain :

    1) Faktor Keluarga

    Keluarga memiliki peranan yang sangat besar di dalam pendidikan

    anaknya. Hal ini seperti dijelaskan oleh sutjipto wirowidjoyo dalam

    slameto (2003 : 61-62) yang menyatakan bahwa : keluarga adalah

    lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat

    besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran yang lebih besar yaitu

    pendidikan bangsa, negara, dan dunia.

    Faktor keluarga yang berpengaruh terhadap anak berupa cara orang

    tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga,

    dan keadaan ekonomi keluarga.

    2) Faktor Sekolah

    Sekolah memiliki peranan dalam meneruskan dan mengembangkan

    pendidikan yang telah diletakkan dasar-dasarnya oleh lingkungan

    keluarga sebagai lembaga pendidikan informal. Di sekolahlah tempat

    terjadi proses belajar mengajar dan tempat penilaian untuk

    mengetahui prestasi belajar siswa secara formal dan tertulis.

  • 39

    Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar yaitu metode mengajar ,

    kurikulum, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin

    sekolah, alat mengajar, standar pelajaran siswa, cara belajar siswa

    dan tugas rumah.

    3) Faktor Masyarakat

    Lingkungan masyarakat merupakan faktor yang berpengaruh

    terhadap prestasi belajar siswa karena keberadaan siswa di dalam

    masyarakat. Hal-hal yang mempengaruhi belajar siswa dalam

    kehidupan bermasyarakat antara lain media masa, teman bergaul,

    kegiatan lain diluar sekolah, dan cara hidup dalam lingkungan.

    Faktor eksternal ini dapat menimbulkan pengaruh positif bagi anak

    dan dapat pula menimbulkan pengaruh yang negatif, hal ini sangat

    tergantung dari ketiga lingkungan tersebut terutama lingkungan

    keluarga.

    5. Aktivitas belajar

    Hakikat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi

    dalam diri individu. Perubahan itu nantinya akan memengaruhi pola piker

    individu dalam berbuat dan bertindak. Perubahan itu sebagai hasil dari

    pengalaman individu dalam belajar. (Syaiful Bahri Djamarah, 2012:22)

    Karena aktivitas belajar sangat banyak sekali macamnya maka para

    ahli mengadakan klasifikasi atas macam-macam aktivitas tersebut. Beberapa

    di antaranya adalah :

  • 40

    1. Paul D. Dierich membagi kegiatan belajar dalam 8 kelompok, ialah :

    a. Kegiatan Visual

    b. Kegiatan Lisan (Oral)

    c. Kegiatan mendengarkan

    d. Kegiatan menulis

    e. Kegiatan menggambar

    f. Kegiatan metric

    g. Kegiatan mental

    h. Kegiatan emosional

    2. Getrude M. Whipple membagi kegiatan-kegiatan murid sbb :

    a. Bekerja dengan alat-alat visual

    b. Ekskursi dan Trip

    c. Mempelajari masalah-masalah

    d. Mengapresiasi literature

    e. Ilustrasi dan konstruksi

    f. Bekerja menyajikan informasi

    g. Cek dan tes

    Penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para

    siswa, oleh karena :

    1. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami

    sendiri.

    2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa

    secara integral.

  • 41

    3. Memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan siswa.

    4. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri.

    5. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi

    demokratis.

    6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan

    antara orang tua dengan guru.

    7. Pengajaran dilaksanakan secara realistis dan konkret sehingga

    mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta

    menghindarkan verbalistis.

    8. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam

    kehidupan di masyarakat.

    (Oemar Hamalik, 2012:172)

    6. Tinjauan Materi Phytagoras

    Berdasarkan KTSP SMP Negeri Se Kecamatan masbagik materi

    Teorema Pythagoras yang diajarkan di kelas VIII selengkapnya adalah

    sebagai berikut :

    a. Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menentukan panjang sisi-sisi segi tiga siku-siku, indikatornya terdiri dari :

    1) Menemukan Teorema Pythagoras 2) Menghitung panjang sisi segitiga siku-siku jika dua sisi lain

    diketahui.3) Menghitung perbandingan sisi sisi segitiga siku-siku istimewa (salah

    satu sudutnya 300, 450, 600)b. Memecahkan masalah pada bangun datar yang berkaitan dengan

    Teorema Pythagoras, indikatornya terdiri dari:2) Menghitung perbandingan sisi-sisi segitiga siku-siku istimewa

  • 42

    3) Menghitung panjang diagonal pada bangun datar, misal persegi,persegipanjang, belah- ketupat, dsb

    A. Menjelaskan dan Menemukan Teorema Pythagoras

    1). Perhatikan gambar 5 dan 6.

    Berdasarkan gambar di atas, dapat ditulis tabel :

    Tabel 3

    Menemukan Teorema Pythagoras

    GambarLuas persegi pada

    salah satu sisi siku-siku

    Luas persegi pada siku-siku

    yang lain

    Luas persegi pada sisi miring

    5 16 9 25

    6 64 36 100

    Hubungan antara ketiga persegi pada setiap segitiga siku-siku.

    42 + 32 = 52

    Gambar 6

    Gambar 5

  • 43

    82 + 62 = 102

    Berdasarkan contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa pada setiap

    segitiga siku-siku, luas persegi pada sisi miringnya sama dengan jumlah

    luas persegi-persegi pada dua sisi yang lain inilah yang disebut Teorema

    Pythagoras (Buchori dkk, 2008 : 84).

    2). Membuktikan Teorema Pythagoras

    Pada gambar disamping terdapat dua buah persegi yaitu persegi ABCD dan persegi EFGH. Misalkan luas persegi EFGH dengan sisi-sisinya adalah c = c2 dan luas persegi ABCD yang panjang sisi-sisinya (a + b) maka luasnya = (a + b) (a + b) = a2 + 2ab + b2.

    Perhatikan segitiga-segitiga yang mengelilingi persegi

    EFGH. Semua segitiga itu adalah segitiga siku-siku yang luas

    daerahnya a x b. Jika semua ruas segitiga dijumlahkan maka

    diperoleh 4 x ab = 2ab. Luas daerah persegi ABCD luas daerah

    seluruh segitiga = luas persegi EFGH ( a2 + 2ab + b2) 2ab = c2.

    a2 + b2 = c2.

    Jadi, dalam setiap segitiga siku-siku berlaku sifat a2 + b2 =

    c2 dimana a dan b adalah sisi-sisi lain dari segitiga dan c adalah sisi

    miring (hypotenosa). Hal ini menggambarkan bahwa dalam

    segitiga siku-siku jumlah dari kuadrat panjang sisi-sisi yang saling

    tegak lurus sama dengan kuadrat panjang sisi miring.

    222 HEAHAE

    222 cba

    222 bac

    D G C

    A E B

    H F

    a

    b

    b

    a

    ab

    a b

    c c

    cc

    H

    A E

    b

    a

    c

  • 44

    22 bac atau222 bca 22 bca 22 acb

    (Ponco Sujatmiko, 2005 : 97)

    B. Menggunakan Teorema Pythagoras

    1. Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang sisi

    segitiga siku-siku.

    Teorema Pythagoras dapat digunakan untuk menghitung

    panjang salah satu sisi pada segitiga siku-siku, jika kedua sisi yang

    lain diketahui.

    222 QRPQPR 22 43

    169

    525 PR

    Tentukan panjang AB . ?

    222 BCABAC

    222 513 AB

    25169 2 AB

    251692 AB

    144AB

    12

    2. Menghitung perbandingan sisi segitiga siku-siku istimewa (salah satu sudutnya 300, 450 dan 600).

    P

    Q R

    3

    4

    Q = ?

    C B

    A

    5

    13

  • 45

    - Terdapat segitiga siku-siku yang salah satu sudutnya 450

    Misalkan AB = BC = x, maka panjang AC = . ?

    222 BCABAC

    22 xx

    22x

    22xAC

    2x

    Jadi, pada segitiga siku-siku yang besar salah satunya

    450 perbandingan sisi-sisinya adalah 2:1:12:: xxx .

    - Segitiga siku-siku yang salah satunya 300 atau 600

    Segitiga ABC adalah segitiga sama sisi jika panjang AC = AB = BC = 2P, maka panjang CD = .. ?

    450

    C

    B A

    600600

    2P2P

    C

    A BD

    2P

    P

  • 46

    Untuk segitiga A CD

    AC2 = AD2 + DC2

    2P2 = P2 + DC2

    DC2 = 2P2 P2

    = 4P2 P2

    = 3P2

    23PDC

    3PDC (Buchori, dkk, 2005 : 92)

    Jadi, pada segitiga siku-siku yang besar salah satunya sudutnya 300 atau 600, perbandingan panjang sisi-sisinya AD :

    AC : DC = P : 2P : P 3 = 1 : 2 : 3 .

    Contoh :

    (1). Perhatikan gambar disamping, hitunglah panjang AB dan BC ?

    Jawab :

    Karena salah satunya 450 maka perbandingan yang

    dipakai AB : BC : AC = 1 : 1 : 2 , misalkan AC = x 2, AB = BC = x.

    AC = x 2 = 10 2

    x = 2

    210

    45

    A

    B C

    10

  • 47

    102

    20

    2

    2

    2

    210x x

    Karena AB = BC = x, maka AB = BC = 10 cm.

    (2). Perhatikan gambar disamping, hitunglah panjang :a). RQb). PQ

    Jawab :

    Karena salah satu sudutnya 300 atau 600, maka perbandingan yang

    dipakai PR : QR : PQ = 1 : 2 : 3 .

    a. Jika PR = 8, maka RQ = (8 x 2) = 16

    b. PQ = 8 33. Menggunakan Teorema Pythagoras dalam kehidupan nyata

    Teorema Pythagoras banyak sekali dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.

    Contoh :

    Gambar di atas, menunjukkan sebuah tangga yang bersandar di tembok, tinggi ujung atas tangga dari tanah 4 m dan jarak ujung bawah tangga ke tembok 3 m. Berapa meter panjang tangga tersebut ?

    Jawab :

    300

    R

    P Q

    ?

    C

    A B

    4 m

    3 m

    Tangga

  • 48

    Misalkan :

    - Tinggi tembok = AC = 4 m- Jarak tembok ke ujung bawah tangga = AB = 3 m

    Panjang tangga = BC = ?

    222 ACABBC

    22 43

    169

    25BC

    5BC

    Jadi, panjang tangga 5 m.

    (Buchori, dkk, 2005 : 94)

    C. Kebalikan Teorema Pythagoras dan Tripel Pythagoras

    Teorema Pythagoras menyebabkan bahwa dalam ABC siku-siku di C berlaku hubungan c2 = a2 + b2, maka sudut c adalah siku-siku. Sedangkan kebalikannya berbunyi dalam ABC bila berlaku c2 = a2 + b2, maka sudut c adalah sudut siku-siku.

    Perhatikan gambar berikut :

    Pada PQR diketahui x2 = a2 + b2 pada ABC. Menurut Teorema Pythagoras c2 = a2 + b2 jadi x2 = c2 atau x = c. Dalam hal ini,

    A

    C Ba

    b

    c

    R

    P Qa

    b

    x

  • 49

    ABC dan PQR merupakan dua segitiga yang kongruen tersebut < QPR = < ABC = 900.

    Contoh :

    Sebuah segitiga memiliki sisi-sisi yang panjangnya 10 cm, 24 cm, dan 26 cm. Periksalah apakah segitiga itu siku-siku ?

    Penyelesaian :Kita namakan segitiga itu sebagai ABC.

    AB2 = AC2 + CB2

    262 = 242 + 102

    679 = 576 + 100

    679 = 679

    c2 = a2 + b2

    Jadi, segitiga tersebut disebut siku-siku. Ketiga bilangan seperti di atas disebut Tripel Pythagoras (Husain Temponas, 2002 : 93).

    B. PENELITIAN YANG RELEVAN

    Hasil-hasil penelitian yang relevan terhadap Pembelajaran Matematika

    Realistik Indonesia sebagai berikut.

    1. Humaidi tahun 2009 dengan judul Penerapan Realistic Mathematics

    Education (RME) dalam Pembelajaran Bangun Ruang Prisma Dan Limas

    Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 5

    Malang Tahun 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran

    bangun ruang prisma dan limas menggunakan RME telah dapat

    meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai

    tes dan ketuntasan klasikal pada siklus II yaitu berturut-turut adalah 82,4

    B

    C A24

    10

    26

  • 50

    dan 81,1%. Respon siswa terhadap pembelajaran bangun ruang prisma dan

    limas menggunakan RME adalah positif. Siswa senang dan antusias

    belajar terutama dengan adanya alat peraga peraga yang digunakan.

    2. Dedi Santosa tahun 2011 dengan judul implementasi model pembelajran

    Realistic Mathematics Education dalam meningkatkan prestasi belajar

    matematika pada pokok bahasan persegi panjang dan persegi siswa kelas

    VII-A SMPN 2 Moyo Hilir Tahun Pembelajaran 2011/2012. Dari hasil

    penelitian ini setelah melalui dua siklus, presentase ketuntasan siswa

    sebesar 90 %. Sehingga terungkap bahwa model pembelajaran Realistic

    Mathematics Education dapat meningkatkan prestasi matematika pada

    pokok bahasan persegi panjang dan persegi.

    3. Hasil penelitian Saleh Haji (2005: 2) dalam disertasinya yang berjudul

    Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik terhadap Hasil Belajar

    Matematika di Sekolah Dasar. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa

    kemampuan problem solving siswa SD dengan menggunakan pendekatan

    PMRI secara signifikan lebih baik daripada pendekatan konvensional.

    C. KERANGKA BERFIKIR

    Upaya peningkatan mutu pembelajaran matematika terus dilakukan,

    baik oleh pemerintah maupun berbagai pihak yang peduli terhadap

    pembelajaran matematika sekolah. Upaya peningkatan mutu pembelajaran

    matematika antara lain dalam bentuk penataran guru, pembaharuan

    kurikulum, dan penyediaan perangkat pendukungnya, seperti silabus, buku

  • 51

    siswa dan buku pedoman guru, penyediaan alat peraga, serta memberikan

    pelatihan kepada guru-guru matematika. Namun, berbagai upaya tersebut

    ternyata belum bisa memberikan hasil yang menggembirakan terhadap

    peningkatan kualitas pendidikan di tanah air.

    Berdasarkan pernyataan di atas, maka diperlukan usaha serius untuk

    memperbaiki kualitas pendidikan matematika di tanah air. Salah satu usaha

    untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia adalah melalui

    pengembangan pendidikan yang disebut dengan Pendidikan Matematika

    Realistik (RME) . RME sebagai salah satu alternatif pendekatan dalam

    pembelajaran matematika sangat diperlukan untuk pembelajaran matematika

    yang efektif dan efisien sehingga dengan pendekatan matematika realistik

    Indonesia diharapkan pembelajaran menjadi lebih menarik dan bermakna

    bagi siswa.

    Materi Teorema Pythagoras merupakan salah satu dari beberapa

    materi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika

    yaitu melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. Dalam

    materi tersebut terdapat soal-soal penerapan yang tidak hanya menggunakan

    cara-cara biasa yang telah diajarkan guru. Siswa diharuskan mampu

    menggambarkan permasalahan dan mampu mengkonstruksikan permasalahan

    dalam bentuk simbol karena dalam materi ini digunakan pula persamaan,

    pertidaksamaan, perbandingan serta bentuk aljabar sehingga dalam

    menyelesaikan permasalahan tersebut dibutuhkan kemampuan berpikir

    matematis dalam bidang konten yang tinggi.

  • 52

    Berdasarkan uraian diatas upaya yang paling baik untuk dilakukan

    guna meningkatkan hasil belajar matematika khususnya pada pokok bahasan

    Pythagoras yaitu dengan menerapkan pembelajaran yang berhubungan

    langsung dengan siswa itu sendiri. Alternaif pembelajaran yang dpat

    digunakan adalah penerapan pendidikan matematika realistic. Dengan

    pendekatan tersebut diharapkan dapat meninfkatkan prestasi belajar siswa.

    Bangan kerangka berfikir

    KBM

    1) Banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep-

    konsep matematika yang bersifat abstrak.

    2) Banyak siswa yang tidak bisa menyelesaikan permasalahan

    matematika yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari

    3) Banyak siswa yang cepat lupa dengan penjelasan mengenai

    konsep- konsep yang telah dijelaskan

    Pendekatan Realistic Mathematics

    Education (RME)

    Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan Pytagoras

    Prestasi Belajar

    Meningkatkan

  • 53

    D. HIPOTESIS TINDAKAN

    Hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap

    permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Dari

    uraian diatas dapat ditarik hipotesis Penerapan Relistic Mathematics

    Education (RME), dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa

    pada pokok bahasan Pythagoras kelas VIII SMPN 1 Masbagik tahun

    pembelajaran 2013/ 2014.

  • 54

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. JENIS PENELITIAN

    Jenis penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti adalah Penelitian

    Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah penelitian tentang, untuk, dan oleh

    masyarakat dengan memanfaatkan interaksi, partisipasi, dan kolaborasi antara

    peneliti dengan kelompok sasaran. Selain itu PTK dapat diartikan sebagai

    salah satu strategi penyelesaian masalah yang memanfaatkan tindakan nyata

    dan proses pengembangan kemampuan dalam menditeksi dan menyelesaikan

    masalah (Herawati Susilo, dkk, 2011;1)

    Menurut Igak Wardani, dkk ( 2007;1.5) PTK adalah penelitian yang

    dilakukan oleh guru dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan

    tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar

    siswa semakin meningkat.

    B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

    1. Waktu

    Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester ganjil tahun pembelajaran

    2013/2014, yakni dari bulan Agustus - September 2013.

    2. Tempat

    Tempat pelaksanaan ini yaitu pada kelas VIII SMPN 1 Masbagik tahun

    pembelajaran 2013/1014

    C. SUBJEK PENELITIAN

    Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII8 SMPN 1 Masbagik

  • 55

    D. PROSEDUR PENELITIAN

    Karena penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom

    Action Research), maka prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    prosedur penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas ini direncanakan

    dua siklus dimana tiap-tiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Dalam tiap

    siklus terdiri dari empat tahap kegiatan : (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)

    Observasi dan Evaluasi, dan (4) Refleksi. Secara lebih rinci prosedur

    penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

    Bagan Siklus Penelitian.

    PERENCANAAN

    PELAKSANAA

    OBSERVASI & EVALUASI

    REFLEKSI SIKLUS 1

    PERENCANAAN

    PERBAIKAN

    PELAKSANAAREFLEKSI

    OBSERVASI & EVALUASI

    SIKLUS 2

    Dilanjutkan ke Siklus berikut??

  • 56

    1. Siklus Pertama

    a. Perencanaan

    Pada tahap ini, kegiatan yang perlu dilakukan oleh peneliti adalah:

    Mensosialisasikan pengajaran dengan menggunakan penerapan

    realistic mathematics education pada pembelajaran matematika

    untuk meningkatkan prestasi belajar matematika pokok bahasan

    perbandingan pada siswa kelas VIII SMPN 1 Masbagik Tahun

    Pembelajaran 2013/2014.

    Menyusun atau menyiapkan skenario-skenario pembelajaran

    yang akan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan

    Realistic Mathematics Education pada pembelajaran

    matematika untuk meningkatkan prestasi belajar matematika

    pokok bahasan pythagoras siswa kelas VIII SMPN 1 Masbagik

    Tahun pembelajaran 2013/2014.

    Menyusun lembar observasi untuk mencatat aktivitas siswa

    selama pembelajaran berlangsung.

    Menyiapkan soal-soal latihan dalam bentuk LKS

    Menyusun tes hasil belajar dalam bentuk essay untuk

    mengetahui hasil belajar siswa.

    Membentuk kelompok belajar yang memiliki kemampuan

    akademik yang bersifat heterogen dengan anggota 4-5 orang.

  • 57

    b. Pelaksanaan tindakan

    Yang dilaksanakan pada tahap ini yaitu melaksanakan kegiatan

    belajar mengajar dikelas sesuai dengan rencana dan skenario

    pembelajaran yang dibuat

    c. Observasi

    Selama pelaksanaan tindakan pengamatan, yang dilakukan secara

    kontinu setiap kali pembelajaran berlangsung dengan mengamati

    kegiatan guru dan aktivitas siswa.

    d. Evaluasi

    Evaluasi dilakukan dengan memberikan tes berupa essay yang

    dikerjakan secara individu selama satu jam pelajaran (2 x 45 menit).

    e. Refleksi

    Refleksi dilakukan pada akhir siklus, pada tahap ini peneliti sebagai

    pengajar bersama guru mengkaji hasil yang diperoleh dari pemberian

    tindakan pada siklus pertama. Hal ini lakukan dengan melihat data

    hasil evaluasi yang dicapai siswa pada siklus 1, jika refleksi

    menunjukkan bahwa pada tindakan siklus 1 memperoleh hasil yang

    tidak optimal yaitu tidak mencapai ketuntasan belajar sebesar 85%

    dari siswa yang memperoleh nilai lebih KKM yang telah ditetapkan,

    maka dilanjutkan ke siklus berikutnya. Selain itu, hasil refleksi ini

    digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki serta menyempurnakan

    perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada siklus selanjutnya.

  • 58

    2. Siklus Kedua

    Pelaksanaan siklus kedua ini urutannya sama dengan pelaksanaan pada

    siklus pertama, dan tindakan yang dilakukan pada siklus kedua ini

    didasarkan pada hasil dari analisis tes pada siklus pertama sehingga dapat

    dilihat perbedaan antara siklus pertama dan siklus kedua apakah ada

    peningkatan pada penggunaan metode yang digunakan dalam

    pembelajaran. Apabila pada siklus kedua belum ada peningkatan dan

    belum mencapai ketuntasan yang ingin dicapai, maka tindakan akan

    dilanjutkan pada siklus berikutnya.

    E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA DAN INSTUMEN PENELITIAN

    1. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara :

    Teknik Dokumentasi,

    Teknik dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

    mengumpulkan dokumen-dokumen penting berupa dokumen

    pribadi siswa, dokumen resmi, rapor siswa, absensi, dll. Dimana

    data ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menguji, menafsirkan,

    bahkan meramalkan jawaban sementara dari permasalahan

    penelitian.

    Teknik Observasi

    Observasi merupakan pengamatan atau pengambilan data untuk

    memotret seberapa jauh efek suatu tindakan telah mencapai sasaran.

  • 59

    Dalam melakukan observasi, seseorang dituntut untuk sebanyak-

    banyaknya mengumpulkan informasi.

    Teknik Evaluasi/Tes.

    Teknik ini digunakan oleh peneliti untuk menguji subjek untuk

    mendapatkan data tentang hasil belajar peserta didik, dengan

    menggunakan soal essay berjumlah 10 soal.

    2. Instumen Penelitian

    Instrument penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

    - Buku guru

    - Buku siswa

    - Lembar Kerja Siswa (LKS)

    - Tes yaitu memberikan soal kepada siswa dalam bentuk essay.

    - Lembar observasi data aktivitas siswa yang diisi oleh guru yang

    bertindak sebagai observer pada saat pelaksanaan pembelajaran di

    kelas.

    - Lembar observasi data aktivitas guru.

    - Lembar respon siswa

    F. TEKNIK ANALISIS DATA

    1. Data aktivitas siswa dan guru

    Setiap indikator perilaku siswa dan guru pada penelitian ini, cara

    pemberian skornya bisa dilakukan berdasarkan pedoman berikut:

    - Skor 5 jika 81% - 100% deskriptor yang dimaksud terpenuhi.

    - Skor 4 jika 61% - 80% deskriptor yang dimaksud terpenuhi.

  • 60

    - Skor 3 jika 41% - 60% deskriptor yang dimaksud terpenuhi.

    - Skor 2 jika 21% - 40% deskriptor yang dimaksud terpenuhi.

    - Skor 1 jika 0% - 20% deskriptor yang dimaksud terpenuhi.

    Data hasil observasi aktivitas siswa dapat diolah dengan rumus:

    in

    xA

    .

    Keterangan:

    A = skor rata-rata aktivitas siswaX = jumlah skor aktivitas belajar seluruhnyai = Banyaknya itemn = Banyaknya siswa

    Untuk menilai kategori aktivitas siswa, ditentukan terlebih dahulu

    Mean ideal (Mi) dan Standar Deviasi ideal (SDi) dengan rumus sebagai

    berikut:

    Mi = (skor maks + skor min)SDi = 1/3 Mi

    Tabel 3Pedoman skor standar aktivitas belajar siswa:

    Interval Nilai Kriteria

    a Mi + 1,5 SDi a 0,76 Sangat aktifMi + 0,5 SDi a < Mi + 1,5 SDi 0,58 a < 0,76 AktifMi 0,5 SDi a < Mi + 0,5 SDi 0,42 a < 0,58 Cukup aktifMi 1,5 SDi a < Mi 1,5 SDi 0,25 a < 0,42 Kurang aktif

    a < Mi 1,5 SDi a 0,25 Sangat kurang aktif

    (Nurkancana dan Sumartana, 1990 : 100)

    2. Data Tes hasil belajar

    Setelah memperoleh data tes hasil belajar, maka data tersebut

    dianalisa dengan mencari ketuntasan belajar dan daya serap, kemudian

    dianalisa secara kuantitatif.

  • 61

    a. Ketuntasan individu

    Setiap siswa dikatakan tuntas dalam proses belajar mengajar

    apabila memperoleh nilai KKM. Nilai ketuntasan ini sesuai dengan

    kriteria ketuntasan belajar siswa pada SMPN 1 masbagik yakni 70

    b. Ketuntasan klasikal

    Data tes hasil belajar dianalisis dengan menggunakan analisis

    ketuntasan hasil belajar secara klasikal minimal 85% dari jumlah siswa

    yang memperoleh nilai KKM. Dengan rumus ketuntasan klasikal sbb:

    = 100%Dimana :

    KK= ketuntasan klasikal

    Na = jumlah siswa yang memperoleh nilai KKM

    n = jumlah seluruh siswa

    Ketuntasan belajar klasikal tercapai jika 85% siswa memperoleh

    nilai KKM pada saat evaluasi tiap-tiap siklus.

    3. Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran

    Data hasil penilaian kemampuan guru mengelola pembelajaran

    dengan menerapkan model pembelajaran Matematika Realistik Indonesia

    dianalisis dengan mencari nilai kategori dari beberapa aspek penilaian

    yang diberikan pengamat untuk empat RPP. Kegiatan yang dilakukan

    untuk menganalisis data penilaian kemampuan guru mengelola

    pembelajaran adalah sebagai berikut :

  • 62

    a. Melakukan rekapitulasi hasil penilaian yang diberikan observer ke

    dalam tabel untuk empat kali pertemuan.

    b. Menghitung rata-rata untuk setiap aspek penilaian

    c. Menentukan kategori untuk setiap aspek penilaian dengan cara

    merujuk nilai rata-rata setiap aspek pada nilai kemampuan guru

    mengelola pembelajaran dengan model pembelajaran matematika

    realistik Indonesia sebagai berikut.

    Adapun pendeskripsian skor rata-rata kemampuan guru dalam

    mengelola pembelajaran ditetapkan dengan mengadaptasi interval nilai

    pada Tabel yaitu :

    Tabel 4Nilai Kemampuan Guru (NKG)

    Interval Nilai Kategori

    NKG > 4,21 A Sangat baik

    3,40 < NKG < 4,21 B Baik

    2,60 < NKG < 3,40 C Cukup baik

    1,79 < NKG < 2,60 D Kurang baik

    NKG < 1,79 E Tidak baik

    Berdasarkan Tabel 12 di atas, Kemampuan guru mengelola

    pembelajaran dikatakan efektif jika rata-rata skor tiap aspek Rencana

    Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berada pada kategori Cukup. Apabila

    tingkat kemampuan guru di bawah cukup, maka peneliti melakukan

    peninjauan dan merevisi model pembelajaran dan perangkat pembelajaran

  • 63

    serta memberikan masukan kepada guru untuk meningkatkan penguasaan

    dan keterampilan mengajar terutama pada aspek yang belum dikuasai.

    4. Analisis Respons Siswa

    Data yang diperoleh dari pemberian angket ditampilkan dalam

    bentuk tabel, selanjutnya dicari rerata untuk masing-masing aspek yang

    ditanyakan, dengan cara sebagai berikut :

    = 100% Keterangan:

    P = Persentasi pilihan siswaM = Frekuensi pilihan siswaT = Total siswa yang mengisi angket

    Respons siswa dikatakan positif bila 80% siswa menyatakan merasa senang, baru, berminat, tertarik, mengerti, jelas terhadap

    komponen dan kegiatan pembelajaran. Sedangkan respons negatif

    bermakna sebaliknya.

    G. INDIKATOR KEBERHASILAN

    Adapun yang menjadi indikator keberhasilan penelitian ini adalah:

    1. Keberhasilan penelitian ini dilihat dari ketuntasan belajar mencapai

    ketuntasan klasikal yaitu jika 85% siswa mendapat nilai KKM yakni 70

    pada saat evaluasi.

    2. Keberhasilan penelitian ini dilihat dari aktivitas belajar siswa dan guru

    minimal berkategori cukup aktif dalam proses pembelajaran dengan

    pendekatan Realistic Mathematics Education (RME), yakni apabila

    aktivitas belajar siswa berada pada interval 0,42 A < 0,58

  • 64

    3. Kemampuan guru mengelola pembelajaran mencapai kriteria minimal

    Baik

    4. Minimal 80% siswa dari banyak subjek yang diteliti (untuk setiap uji

    coba) memberikan respons yang positif terhadap komponen kegiatan

    pembelajaran.

  • 65

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian

    Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan dalam 2 siklus yang

    bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan prestasi belajar siswa pada

    pokok bahasan Pythagoras pada kelas VIII8 SMPN 1 Masbagik yang terdiri

    dari 39 siswa dengan menerapkan pendekatan Realistic Mathematic

    Education (RME).

    Dari hasil observasi diperoleh data kualitaitf tentang aktivitas belajar

    siswa dan melalui tes diperoleh data kuantitatif tentang hasil belajar siswa.

    Data-data tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode dan

    rumus-rumus yang telah ditentukan sebelumnya.

    Setelah dilaksanakan penelitian dalam dua siklus dengan langkah-

    langkah pokok tiap siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan,

    observasi dan evaluasi serta refleksi di akhir siklus, maka diperoleh hasil

    sebagai berikut:

    1. Siklus I

    a. Perencanaan

    Setelah dilakukan observasi awal, diketahui bahwa hasil belajar

    siswa dapat dikatakan belum begitu memuaskan dengan tingkat

    kemampuan hamper sama dan keaktifan tidak merata untuk tiap siswa.

    Dengan karakteristik siswa seperti itu, sangat perlu dilakukan adalah

    tindakan yang dapat menngkatkan aktifitas siswa dengan

  • 66

    pengoptimalan penerapan pendekatan pelajaran yang telah ada. Salah

    satunya yaitu dengan optimalisasi pendekatan realistic mathematic

    education. Dalam tahap perencanaan ini, peneliti mempersiapkan hal-

    hal sebagai berikut: 1) rencana pembelajaran, 2) lembar kerja siswa, 3)

    lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa, 4) buku guru dan

    buku siswa, 5) lembar observasi kemampuan guru mengelola

    pembelajaran 6) tes hasil belajar siswa dalam bentuk subyektif ,7) kisi-

    kisi dan pedoman penskorannya. Selanjutnya peneliti membentuk

    kelompok belajar yang heterogen, baik secara akademis maupun jenis

    kelaminnya.

    b. Pelaksanaan Tindakan

    Pelaksanaan tindakan untuk siklus I dilakukan sebanyak empat

    kali pertemuan dengan menerapkan tahap-tahap pendekatan realistic.

    Proses tiap kali pertemuan terdiri dari 2 jam pelajaran atau 2 x 40

    menit yaitu pertemuan pertama, kedua dan ketiga. sedangkan

    pertmuan keempat digunakan untuk evaluasi siklus I.

    Berikut proses pembelajaran yang dilakukan pada siklus 1

    Pertemuan Pertama

    Dalam pertemuan pertama peneliti membahas mengenai

    cara menemukan rumus teorema pythagoras, disini guru

    menyampaikan materi berdasarkan skanario dalam bentuk RPP

    pembelajaran yang telah disusun sebelumnya dalam tahap

    perencanaan. Dalam pembelajaran menggunakan pendekatan

  • 67

    realistik siswa dihadapkan dengan masalah masalah kontektual.

    Yang kemudian akan dipecahkan oleh siswa dalam artian

    keaktifan siswa sangat ditekankan. Disini siswa dibagi dalam

    beberapa kelmpok yang pembagiannya secar acak dan heterogen

    yang beranggotakan empat sampai lima orang. Pada pembelajaran

    dengan pendekatan realistik ini siswa dihadapkan dengan beberapa

    masalah yang nantinya dengan kelompok yang sudah dibentuk

    akan menemukan sendiri pemecahan masalahnya. Misalnya saja

    masalah dalam menemukan terorema pythagoras, yakni dengan

    menggunakan beberapa contoh persegi dengan bimbingan guru

    maka siswa dapat menemukan dalil pythagoras dan kemudian

    menemukan rumus teorema pythagoras.

    Pertemuan Kedua

    Pada pertemuan kedua, peneliti membuka pelajaran dengan

    mengingatkan tentang teorema pythagoras, kemudian memulai

    pelajaran dengan memberikan masalah yang sesuai dengan

    penggunaan dari teorema pythagoras tersebut. Masalah yang

    diberikan kaitannya dengan tripel dan kebalikan teorema pytagoras

    serta bagai mana menentukan jenis segitiga dengan menggunakan

    teorema pythagoras. Dalam diskusi kelompok tentunya tidak

    terepas dari bimbingan guru, diman guru memberikan kebebasan

    kepada siswa untuk bertanya baik kepada teman sebangku maupun

    kepada guru sebagai peneliti sendiri dengan tujuan agar siswa

  • 68

    berani mengungkapkan permasalahan yang mereka hadapi. Setelah

    siswa menyelesaikan maslah dengan teman kelompok selanjutnya

    guru menunjuk salah satu kelompok untuk mempresentasikan

    jawaban didepan kelas yakni kelompok yang ditunjuk diwaili

    anggota kelompoknya mengerjakan di depan kelas. Sementara

    kelompok yang lain memperhatikan. Dan kemudian mengoreksi

    pekerjaan kelompok yang mengerjakan bersama dengan guru. Pada

    tahap akhir guru tidak lupa mengingatkan kepada siswa untuk

    mengulang kembali dirumah tentang materi yang mereka peroleh

    hari ini karena pertemuan berikutnya peneliti akan mengadakan

    evaluasi tentang materi tersebut dengan tujuan peneliti ingin

    mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang

    diajarkan dan memberikan tugas rumah guna memperkuat

    pemahaman tentang materi yang telah diajarkan

    Pertemuan Ketiga

    Pertemuan kali ini diawali dengan pembagian keompok

    kemudian guru menjelskan kegiatan dan tujuan pembelajaran yakni

    tentang perbandingan sisi dan sudut segitiga siku. Setelah

    memberikan pemahaman kepada siswa, guru mengarahkan siswa

    untuk menyelesaikan maslah yang telah disiapkan pada buku siswa

    dan dikerjkan dalam LKS yang telah diberikan kepada masing-

    masing kelompok. Sama dengan kegiatan pada pertemuan

    berikutnya guru membimbing siswa dan memberikan kesepatan

  • 69

    bertanya ika ada yang tidak difahami oleh kelompok siswa. Di

    akhir pembelaaran guru meminta siswa untuk mengulang pelaaran

    yang telah diberikan karena pertemuan berikutnya akan diadakan

    evaluasi tentang materi tersebut dengan tujuan peneliti ingin

    mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang

    telah diajarkan.

    Pada akhir siklus siswa yakni pada pertmuan keempat

    diberikan tes dalam bentuk subyektif.

    c. Observasi

    Kegiatan observasi dilaksanakan selama berlangsungnya

    pelaksanaan tindakan, dengan mengacu pada pedoman pengisian

    lembar observasi aktivitas siswa dan aktivitas guru. Dalam kegiatan

    observasi ini yang diamati adalah aktivitas siswa dan aktivitas peneliti

    yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung. Semua

    aktivitas siswa maupun peneliti yang tampak dicatat dalam lembar

    observasi sesuai dengan deskriptor yang nampak.

    Hasil yang diperoleh dari lembar observasi siswa adalah

    sebagai berikut: (1) pada umumnya siswa telah siap menerima

    pelajaran, ini terlihat dari banyak siswa yang telah membawa

    kelengkapan belajar seperti buku, pulpen dan buku panduan

    pembelajaran, (2) siswa antusias dan memperhatikan materi yang

    dijelaskan oleh guru, (3) kerja sama dan interaksi siswa dalam

    kelompok belum cukup optimal, karena masih ada beberapa siswa

  • 70

    dalam satu kelompok yang bekerja sindiri-sendiri, (4) diskusi

    kelompok belum lancar, karena belum terbiasa sehingga masih ada

    beberapa siswa yang belum mau atau malu untuk mengemukakan

    pendapatnya, (5) kegiatan presentasi dan menyalesaikan soal-soal di

    depan kelas masih didominasi oleh beberapa orang dalam satu

    kelompok, (6) pada umumnya tiap kelompok ikut dalam membuat

    kesimpulan dari materi yang dipelajari.

    Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap hasil

    observasi aktivitas belajar siswa maka diperoleh rata-rata skor 0,36.

    Berdasarkan pedoman penskoran yang telah ditentukan, nilai tersebut

    berada pada interval 0,25 A < 0,42 dengan katagori kurang aktif.

    Sedangkan keaktifan guru dalam proses pembelajaran sudah sangat

    baik, terlihat dari hasil observasi dimana skor rata rata aktifitas guru

    0,83. Yakni berada pada interval A 0,76. Hasil aktivitas belajar

    siswa dan guru secara lengkap dapat pada table dibawah ini .

    Tabel 5Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I

    Siklus Ke Rata-rata Aktivitas interval kategori

    I

    (satu)

    Siswa

    0,35

    0,25 A < 0,42 Kurang aktif

    guru

    0,88

    A0,76 Sangat baik

  • 71

    Selain aktifitas guru dan siswa dilakukan juga observasi

    terhadap kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran matematika

    realistik selama siklus satu. Adapun hasil observasi menunjukan

    kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sudah baik terlihat

    dari hasil observasi yang Nampak pada table berikut:

    Tabel 6Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran

    No Kategori Rata-rata skor pada Siklus I

    Kategori

    1 I 3,8

    Baik

    2 II 4,53 III 3,54 IV 3,65 V 4,06 VI 4,07 VII 4,0

    Rata-rata 3,4Dari tabel diatas terlihat bahwa kemampuan guru d