Post on 09-Aug-2015
REFERAT TROPIK INFEKSI
DEMAM TIFOID
Disusun Oleh :
Fitri Anugrah
030.08.104
Pembimbing :
dr. Ifael Yerosias Mauleti, Sp.PD
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 17 DESEMBER 2012 – 22 FEBRUARI 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan referat berjudul Demam Tifoid ini tepat pada waktunya.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUP Fatmawati. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar besarnya kepada dr. Ifael Yerosias Mauleti, Sp.PD. selaku dokter pembimbing
dan rekan-rekan sejawat yang ikut membantu memberikan kontribusi dalam penyelesaian
referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam
bidang Ilmu Penyakit Dalam khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.
Jakarta, 28 Januari 2013
Penulis
1
DAFTAR ISI
Bab I. Pendahuluan………………….......................................................................................1
Bab II. Pembahasan
II.1 Definisi………………………………………………............................................3
II.2 Epidemiologi……………………….......................................................................6
II.3 Etiologi dan predisposisi…………………………………………………………...
II.4 Patofisiologi…………………………………...........................................................
II.5 Gambaran klinis…………………………………………………………………….
II.6 Penegakkan Diagnosis……………………………………………………………...
II.7 Diagnosis Banding…………………………………………………………………
II.8 Penatalaksanaan……………………………………………………………………
II.9 Prognosis…………………………………………………………………………...
Bab III. Kesimpulan.................................................................................................................12
Daftar Pustaka..........................................................................................................................13
1
BAB I
PENDAHULUAN
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di negara
berkembang. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi,
kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar
higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.1
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena
penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World
Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus
demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Seperti
penyakit menular lainnya, tifoid banyak ditemukan di negara berkembang, dimana higien
pribadi dan sanitasi lingkungannya kurang baik. Prevalensi kasus bervariasi tergantung
lokasi, kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat. 1
Indonesia merupakan salah satu negara endemis tifoid. Menurut surveilans
Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990
sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000
penduduk. Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan
sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan
lingkungan. 1
1
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
Salmonella Thypi (S. Typhi) dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.
II.2 Epidemiologi
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data
World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17
juta kasus demam tifoid di seluruh duna dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap
tahun. Di Negara berkembang, kasus demam tifoid dilapokan sebagai penyakit
endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang
sebenaranya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit.
II.3 Etiologi dan predisposisi2,3,4,5
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak
membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut
getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di
dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu
600°C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Salmonella
typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.
Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin.
Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
b. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
1
c. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi
kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan
pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya demam tifoid yaitu diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Faktor Host
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan
Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh
kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan
tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang
berada dalam bakterimia kepada bayinya (Soedarno, 2002).
b. Faktor Agent
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat
menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi
yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid
(Syahrurahman, 1994).
c. Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis
terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar
hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya
penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum
dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. Berdasarkan
hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000) menunjukkan bahwa higiene
perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali
lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik.
II.4 Patofisiologi1
Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui fecal-oral
transmittion melalui orang ke orang maupun melalui perantaraan makanan dan
minuman yang tidak higienis yang terkontaminasi dengan feces atau urine.
Sesampainya di lambung sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung, dan
1
sebagian lagi masuk usus halus. Penyakit yang timbul tergantung pada beberapa
faktor, antara lain (1) jumlah organisme yang ditelan, (2) kadar keasaman dalam
lambung. Untuk dapat menimbulkan infeksi, diperlukan S. typhi sebanyak 105-109
yang tertelan. Sesampainya di lambung sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam
lambung. Namun tidak semua bakteri tersebut mati. Jumlah bakteri yang mampu
bertahan hidup bergantung pada keasaman lambung tersebut. Bakteri yang mampu
bertahan hidup masuk ke dalam lumen usus, lalu mengadakan perlekatan pada
mikrovili dan menyerang epitel hingga mencapai lamina propria. selanjutnya di
lamina propria kuman berkembang biak serta difagosit, terutama oleh makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag, dan selanjutnya dibawa
ke plaque Peyeri ileum distal kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag ini
masuk ke dalam sirkulasi darah, menuju organ – organ sistem retikuloendotelial
(RES) terutama di hepar dan limpa sehingga organ tersebut akan membesar disertai
nyeri pada perabaan. . Di organ retikuloendotelial kuman meninggalkan sel makrofag
dan berkembang biak di luar sel (seperti di sinusoid) dan kembali masuk ke sirkulasi
darah yang mengakibatkan bakteremia kedua yang simptomatik (terdapat tanda dan
gejala infeksi sistemik).
Kuman masuk ke kandung empedu dan berkembang biak, kemudian secara
intermiten dieksresikan ke lumen usus, kemudian proses yang sama terulang kembali.
Karena makrofag sudah teraktifasi dan hiperaktif pada saat fagositosis kuman
dilepaskan mediator-mediator inflamasi yang menimbulkan reaksi inflamasi sistemik
seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular,
gangguan mental dan koagulasi. Di plak Peyeri kuman intra makrofag menginduksi
reaksi sensitifitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis jaringan. Proses
patologi jaringan ini dapat berkembang sampai ke lapisan serosa usus sehingga terjadi
perforasi usus. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler sehingga
timbul gejala neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ
lainnya.
II.5 Gambaran Klinis
1
Masa inkubasi dari Demam Tifoid biasanya 7-14 hari tetapi juga bergantung
pada infeksi yang terjadi, umumnya 3-30 hari. Manifestasi klinis bervariasi mulai dari
sakit ringan dan demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, sampai keadaan klinis yang
berat dengan gangguan pencernaan dan komplikasi yang berat. Banyak faktor yang
mempengaruhi berat ringannya penyakit pada demam tifoid. Hal ini mencakup lama
berlangsungnya penyakit sebelum dilakukannya terapi, pemilihan antibiotic yang
sesusai, umur, riwayat vaksinasi, strain bakteri, dan faktor imunitas seseorang.2
Gejala klinis pada anak umumnya tidak khas.Umumnya perjalanan penyakit
berlangsung dalam jangka waktu yang pendek dan jarang menetap lebih dari 2
minggu.5
Gejala klinis demam tifoid umumnya adalah demam, gangguan saluran
pencernaan (diare, konstipasi, mual, nafsu makan menurun), pusing.
1. Demam
Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Awalnya demam hanya
samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni pada pagi hari lebih rendah
atau normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi. Pada kasus-kasus yang khas
umumnya demam berlangsung selama 3 minggu. Demam dapat mencapai 39-40 ◦C
yang sifatnya remitten. Demam disertai gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot,
pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah. Selama minggu pertama, suhu tubuh
turun naik, meningkat terutama pada sore-malam hari, pada minggu kedua demam
berlangsung terus menerus. Bila pasien membaik maka pada minggu ketiga, suhu
tubuh berangsur turun dan dapat normal pada akhir minggu ketiga.1,6,7
2. Lidah kotor
1
Sering ditemukan lidah yang terlihat kotor dan ditutupi selaput putih kotor, ujung dan
tepinya kemerahan serta tremor.
3. Gangguan Saluran Pencernaan
Penderita sering mengeluh nyeri perut, teutama nyeri ulu hati, disertai mual dan
muntah. Keluhan lain yang sering dijumpai adalah diare atau justru konstipasi.
4. Hepatosplenomegali
Pada penderita demam tifoid, hati dan atau limpa sering ditemukan membesar. Hati
terasa kenyal dan nyeri bila ditekan.
5. Bradikardi relatif
Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan
frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah peningkatan suhu 1◦C tidak diikuti
peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit.
II.6 Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan rutin
Pada darah perifer sering ditemukan leukopenia tetapi dapat pula normal atau
leukositosis. Dapat juga ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada hitung jenis
menunjukkan shift to the left. LED dapat meningkat, SGOT dan SGPT seringkali
meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuh.
2. Pemeriksaan kultur
Kultur darah merupakan metode diagnosis standar yang dianjurkan. Menurut laporan
survailens WHO pada tahun 2003, lebih dari 80% pasien dengan demam tifoid
memberikan hasil yang positif dengan kultur darah. Sensitivitas kultur darah lebih tinggi
apabila pemeriksaan dilakukan pada minggu pertama sakit dan akan semakin menurun
dengan didapatkannya riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya.
3. Pemeriksaan serologis
a. Widal
Pemeriksaan Widal sebaiknya dilakukan pada pasien dengan gejala-gejala yang
mengarah pada tifoid dan atau setidaknya sudah mengalami demam selama lebih kurang
1
satu minggu. Karena endemisitas tifoid di tiap-tiap daerah berbeda-beda maka masing-
masing sentral dianjurkan untuk memiliki nilai ambang batas yang dapat dijadikan
patokan. Saat ini diagnosis dengan menggunakan hasil Widal lebih dianjurkan dengan
melihat peningkatan titer 2-4 kali dalam dua pemeriksaan Widal dengan jarak waktu
kurang lebih 1 minggu dari pada pemeriksaan Widal satu kali saja.
b. Kit typhidot
Typhidot merupakan seperangkat kit dot ELISA yang digunakan untuk mendeteksi
kadar antibodi IgM dan IgG terhadap protein membran luar dari Salmonella typhi.
Typhidot akan memberikan hasil yang positif setelah 2-3 hari pasca infeksi. Typhidot
memiliki efektivitas yang lebih baik daripada Widal. Kelemahan kit ini tidak dapat
membedakan apakah penderita mengalami infeksi lampau atau reinfeksi bila hasil yang
didapat IgM dan IgG positif, pada keadaan tersebut gejala klinik dapat dijadikan
pertimbangan.
c. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan lain yang lebih canggih adalah dengan metode deteksi DNA tifoid
menggunakan teknik PCR. Pemeriksaan ini memberikan hasil yang baik dengan
sensitivitas sampai 93% dan spesifisitas 100%.
d. Tes Tubex ®
Tes Tubex® merupakan pemeriksaan diagnostik in vitro semikuantitatif untuk
mendeteksi spesifik serum antibodi IgM terhadap antigen S.Typhi 09 lipopolisakarida.
Reaksi positif akan memberikan warna biru sedangkan reaksi negatif akan memberikan
warna merah.
II.7 Komplikasi
Komplikasi yang paling banyak dijumpai pada demam tifoid adalah hepatitis
tifosa, pneumonia, ensefalopati, dan perdarahan dengan penyebab kematian terbanyak
adalah perforasi usus.
1. Hepatitis Tifosa9,10
Penyebab timbulnya kelainan hati pada demam tifoid tidak diketahui pasti,
mungkin multifaktorial termasuk kerusakan hati akibat endotoksin atau proses
inflamasi. Kemungkinan lain adalah kerusakan akibat mekanisme imun sekunder
1
pada host. Khosia memberikan kriteria hepatitis tifosa apabila ditemukan 3 atau
lebih gejala sebagai berikut:
1. Hepatomegali
2. Ikterik
3. Kelainan laboratorium, antara lain :
- Bilirubin > 30,6µmol/l
- Peningkatan SGOT/SGPT
- Penurunan indeks waktu prothrombin
4. Kelainan histopatologi
II.8 Penatalaksanaan
II.9 Prognosis
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Widodo D. Demam tifoid. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III 2006. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI ; 2006 : 1752-7.
2. Rampengan, T. H. 2008. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak. Jakarta: EGC.
3. Soedarno SS., Garna H, Hadinegoro SR. 2008. Buku Ajar Infeksi & Pediatric Tropis.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
4. Syahrurahman, Agus. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta:
Penerbit Binarupa Aksara.
5. Lubis, R. 2001. Faktor Resiko Kejadian Demam Tifoid Penderita Yang Dirawat di RSUD
Dr. Soetomo Surabaya. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Airlangga Surabaya.
6. Hendarwanto. Clinical Picture of Typhoid Fever. Acta Medica Indonesiana, 1996, 3:151-
58.
7. Nelwan RHH. Sebuah Studi Deskriptif Klinik Mengenai Diagnosis Dini Demam Tifoid.
Acta Medica Indonesiana, 1993, 1;13-18
1
8. Zulkarnain I. Demam tifoid : Perkembangan terbaru dalam diagnosis dan terapi. Dalam :
Sumaryono, Setiati S, Gustaviani R, Sukrisman L, Sari NK, Lydia A. Naskah lengkap
pertemuan ilmiah tahunan ilmu penyakit dalam 2006. Jakarta : Pusat informasi dan
penerbitan bagian IPD FKUI; 2006:35-43.
9. Khosia, SN. Typhoid hepatitis. Postgrad Med J. 1990, 66:923-25.
10. Pramoolsinsap C, Viranuvatti V. Salmonella Hepatitis. Journal of Gastroenterol and
Hepatology 1998, 13: 745-50.
11.
1