REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

23
1 BAB I PENDAHULUAN Infeksi pada hidung dapat mengenai hidung luar yaitu bagian kulit hidung, dan rongga dalam hidung, yaitu bagian mukosanya. Infeksi pada hidung luar bisa berbentuk selulitis dan vestibulitis, sedangkan rinitis adalah terjadinya proses inflamasi mukosa hidung yang dapat disebabkan oleh infeksi, alergi atau iritasi. 1,2,3 Berdasarkan perjalanan penyakitnya, infeksi dapat berlangsung akut maupun kronis, dengan batasan waktu kurang atau lebih dari 12 minggu. Mikroorganisme penyebab infeksi terdiri dari virus, bakteri non spesifik, bakteri spesifik dan jamur. Infeksi hidung dapat disebabkan oleh suatu mikroorganisme, atau beberapa mikroorganisme dan mengakibatkan infeksi primer, sekunder atau infeksi multipel. 1,2,3 Rinitis spesifik yang akan dibicarakan antara lain : 1) Rinitis atrofi, 2) Rinitis hipertrofi 3) Rinitis simpleks 4) Rinitis jamur, 5) Rinitis tuberkulosa, 6) Rinitis sifilis, 7) Rinitis difteri 8) Rinoskleroma 9) Myiasis Hidung 10) Sinusitis

Transcript of REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

Page 1: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

1

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi pada hidung dapat mengenai hidung luar yaitu bagian kulit hidung, dan

rongga dalam hidung, yaitu bagian mukosanya. Infeksi pada hidung luar bisa berbentuk

selulitis dan vestibulitis, sedangkan rinitis adalah terjadinya proses inflamasi mukosa

hidung yang dapat disebabkan oleh infeksi, alergi atau iritasi.1,2,3

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, infeksi dapat berlangsung akut maupun

kronis, dengan batasan waktu kurang atau lebih dari 12 minggu. Mikroorganisme

penyebab infeksi terdiri dari virus, bakteri non spesifik, bakteri spesifik dan jamur.

Infeksi hidung dapat disebabkan oleh suatu mikroorganisme, atau beberapa

mikroorganisme dan mengakibatkan infeksi primer, sekunder atau infeksi multipel. 1,2,3

Rinitis spesifik yang akan dibicarakan antara lain : 1) Rinitis atrofi, 2) Rinitis

hipertrofi 3) Rinitis simpleks 4) Rinitis jamur, 5) Rinitis tuberkulosa, 6) Rinitis sifilis, 7)

Rinitis difteri 8) Rinoskleroma 9) Myiasis Hidung 10) Sinusitis

Page 2: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

2

BAB II

A. ANATOMI HIDUNG

Hidung terdiri dari:

I. Hidung Luar

II. Hidung Dalam

Gambar. 1. Anatomi Hidung

Hidung Luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah yaitu: 1,2,3,4

1. Pangkal Hidung (Bridge), dibentuk oleh os nasal kiri dan kanan

2. Dorsum nasi (batang hidung)

3. Puncak hidung

4. Ala nasi, bagian hidung yang dapat digerakkan

5. Kolumela; pembatas lubang hidung kanan dan kiri

6. Lubang hidung (nares anterior)

Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi

oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan

menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang penyusun hidung luar terdiri dari: 1,2,3,4

1. Os nasalis (tulang hidung)

2. Prosesus frontalis os maxilla

Page 3: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

3

3. Prosesus nasalis os frontal

Kerangka tulang rawan penyusun hidung luar terdiri dari : 1,2,3,4

1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)

3. Beberapa pasang kartilago alar minor

4. Tepi anterior kartilago septum

Lubang hidung dan puncak hidung dibentuk oleh kartilago ala mayor, yang

berbentuk tipis dan fleksibel. Sedangkan kolumela yang memisahkan kedua lubang

hidung dibentuk oleh tepi bawah kartilago septum. 1,2,3,4

Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung

luar dibedakan atas tiga bagian yaitu : 1,2,3,4

1. Yang paling atas, kubah tulang yang tidak dapat digerakkan. Belahan bawah

aperture piriformis kerangka tulang saja, memisahkan hidung luar dengan hidung

dalam. Disebelah superior, struktur tulang hidung luar berupa prosesus maxilla

yang berjalan keatas dan kedua tulang hidung semuanya disokong oleh prosesus

nasalis os frontalis dan suatu bagian lamina perpendikularis os etmoidalis. Spina

nasalis anterior merupakan prosesus maksilaris medial. 1,2,3,4

2. Dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan, dibentuk

oleh kartilago lateralis superior yang saling berfusi digaris tengah dan tepi atas

kartilago septum kuadrangularis. 1,2,3,4

3. Yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan dan

dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior. Lobulus menutup

vestibulum nasi dan dibatasi sebelah medial oleh kolumela. Sebelah lateral oleh

ala nasi dan anterosuperior oleh ujung hidung. Mobilitas lobulus hidung penting

untuk ekspresi wajah, gerakan mengendus dan besin. Otot ekspresi wajah yang

terletak subkutan diatas tulang hidung, pipi anterior dan bibir atas menjamin

mobilitas lobulus. 1,2,3,4

Jaringan ikat subkutan dan kulit juga ikut menyokong hidung luar. Jaringan lunak

diantara hidung luar dan dalam dibatasi disebelah inferior oleh kriptapiriformis dengan

Page 4: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

4

kulit penutupnya, dimedial oleh septum nasi dan tepi bawah kartilago lateralis superior

sebagai batas superior dan lateral. 1,2,3,4

1. II. Hidung Dalam / Rongga Hidung / Cavum Nasi

Cavum nasi ( Rongga hidung ) adalah suatu rongga berbentuk terowongan tempat

lewatnya udara pernapasan, yang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya

menjadi cavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk cavum nasi bagian depan

disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior ( koana ) yang

menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring. 1,2,3,4

Batas-batas cavum nasi : 1,2,3,4

- Anterior : Nares anterior

- Posterior : Nares posterior (koana)

- Lateral : Konka-konka

- Superior : Lamina cribifom

- Inferior : Os maxilla dan Os palatum

Bagian – bagian yang terdapat dalam cavum nasi : 1,2,3,4

1. Vestibulum

o Paling anterior, sejajar dengan ala nasi.

o Bagian yang masih dilapisi kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan

rambut-rambut panjang (vibrise)

2. Septum

o Merupakan dinding medial hidung, bagi cavum nasi sama besar, lurus mulai dan

anterior sampai posterior (koana).

o Dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, yaitu:

Bagian tulang : 1,2,3,4

- Lamina perpendikularis os etmoideus.

- Os Vomer.

- Krista nasalis os maxilla.

- Krista nasalis os palatina.

Bagian tulang rawan :

Page 5: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

5

- Kartilago septum (lamina kuadrangularis).

- Kolumela.

- Dilapisi perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian

tulang , sedang bagian luarnya lagi dilapisi olaeh mukosa hidung.

3. Konka

o Terletak dilateral rongga hidung kanan dan kiri.

o Terdiri dari empat konka, dari atas ke bawah :

1. Konka suprema; biasanya rudimeter.

2. Konka superior; lebih kecil dari konka media.

3. Konka media; lebih kecil.

4. Konka inferior; terbesar dan letak paling bawah.

Merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maxilla dan labirin etmoid

sedangkan konka suprema, superior, dan media merupakan bagian dari labirin etmoid.

4. Meatus – meatus 1,2,3,4

- Terletak diantara konka-konka dan dinding lateral hidung.

- Merupakan tempat bermuara dari sinus paranasal.

- Berdasarkan letaknya dibagi 3, yaitu :

1. Meatus inferior

Terletak antara konka inferior dengan dasar hidung dan dindinglateral rongga hidung,

tempat bermuara duktus nasoakrimalis.

2. Meatus medius

Celah yang terletak konka media dengan dinding lateral ronggahidung. Terdapat bula

etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris, dan infundibulum etmoid. Hiatus

semilunaris merupakan celah sempit melengkung dimana terdapat muara sinus frontal,

maxilla, dan etmoid anterior.

3. Meatus superior

Terletak antara konka superior dan konka media. Disini terdapat muara sinus etmoid

posterior dan sinus sphenoid. Kerangka tulang tampaknya menentukan diameter yang

pasti dari rongga udara, struktur jaringan lunak yang menutupi hidung dalam cenderung

bervariasi tebalnya juga mengubah resistensi. Akibatnya tekanan dan volume aliran udara

inspirasi dan ekspirasi. 1,2,3,4

Page 6: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

6

Diameter yang berbeda-beda disebabkan oleh kongesti dan dekongesti mukosa.,

perubahan badan vascular yang dapat mengembang pada konka dan septum atas. Ujung-

ujung saraf olfaktorius menempati daerah kecil pada bagian medial dan lateral dinding

hidung dalam dan ke atas hingga kubah hidung. Deformitas struktur demikian pula

penebalan atau oedem mukosa berlebihan dapat mencegah aliran udara untuk mencapai

daerah olfaktorius dan dengan demikian dapat sangat mengganggu penghidu. 1,2,3,4

Konka umumnya dapat mengkompensasi kelainan septum (bila tidak terlalu

berat), dengan memperbesar ukurannya pada sisi yang konkaf dan mengecil pada sisi

lainnya sedemikian rupa agar dapat mempertahankan lebar rongga udara yang optimum.

Jadi meskipun septum nasi bengkok, aliran udara masih akan ada dan masih normal.

Daerah jaringan erektil pada kedua sisi septum berfungsi mengatur ketebalan dalam

berbagai kondisi atmosfer yang berbeda. 1,2,3,4

B. Penyakit – Penyakit Infeksi Pada Hidung

1. SELULITIS

Etiologi

Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus atau oleh

keduanya disebut dengan pioderma. Penyebab utamanya ialah Staphylococcus Aureus,

Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan

penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Faktor predisposisi adalah

higiene yang kurang dan menurunnya daya tahan tubuh.1,3

Selulitis seringkali mengenai puncak hidung dan batang hidung, dapat terjadi

sebagai akibat perluasan furunkel pada vestibulum. Pada pemeriksaan didapatkan tampak

hidung bengkak, berwarna kemerahan dan dirasakan sangat nyeri. 1,3

Terapinya adalah dengan pemberian obat antibiotika secara sistemik dalam dosis

tinggi. 1

Page 7: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

7

Gambar.2. Selulitis

2. VESTIBULITIS

Vestibulitis adalah suatu peradangan atau infeksi pada kulit vestibulum.

Biasanya terjadi karena iritasi dari sekret dari rongga hidung (rinore) akibat inflamasi

mukosa yang menyebabkan hipersekresi sel goblet dan kelenjar seromusinosa. Bisa

juga akibat trauma karena sering dikorek-korek. 1,3

Vestibulitis dapat berupa infeksi pada pangkal akar rambut (folikulitis) atau

keropeng di sekitar lubang hidung. Infeksi yang lebih berat bisa menyebabkan

terjadinya bisul atau furunkel. Infeksi juga bisa menyebar ke lapisan jaringan di

bawah kulit (selulitis), bahkan adakalanya bisa sampai mengenai pembuluh darah

otak dan menyebabkan keadaan yang mengancam nyawa, karena bisa terjadi

sumbatan pada pembuluh darah otak (thrombosis sinus kavernosus) dan penyebaran

infeksi ke otak. 1,3

Gejala gejala yang dapat ditemukan antara lain ditemukan antara lain adanya

rasa nyeri, kemerahan, atau benjolan pada lubang hidung bagian depan. Jika infeksi

menyebar, maka kulit bisa menjadi sangat merah, membengkak, dan panas. Infeksi

yang mengenai sinus kavernosus bisa menyebabkan pembengkakan atau penonjolan

mata, penglihatan ganda, atau penurunan penglihatan. 1,3

Menjaga higiene dan pemberian antibiotika dosis tinggi harus dilakukan. 1,3

Page 8: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

8

Gambar.3. Vestibulitis

3. RINITIS SIMPLEKS

Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia. 1,3

Etiologi

Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah Rhinovirus.

Virus-virus lainnya adalah Myxovirus, virus Coxsackle dan virus ECHO. 1,3

Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya

kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit

menahun dan lain-lain) 1,3

Gejala

Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas,

kering dan gatal didalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung

tersumbat dan ingus encer, yang biasanya disertai dengan demam dan nyeri kepala.

Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. 1,3

Page 9: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

9

Selanjutnya akan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri, sehingga sekret menjadi

kental dansumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejala

kemudian akan berkurang dan penderita akan sembuh sesudah 5 – 10 hari. 1,3

Komplikasi yang mungkin ditemukan adalah sinusitis, otitis, media, faringtis,

bronkitis dan pneumonia. 1,3

Terapi

Tidak ada terapi yang spesifik untuk rinitis simpleks. Di samping istirahat

diberikan obat-obatan simtomatis, seperti analgetik, antipretik dan obat dekongestan.

Antibiotik hanya diberikan bila terdapat komplikasi. 1,3

4. Rinitis Hipertrofi

Rinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus,

atau sebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor. 1,3

Gejala

Gejala utama adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak, mukopurulen dan

sering ada keluhan nyeri kepala. Pada pemeriksaan akan ditemukan konka yang

hipertrofi, terutama konka inferior. Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa

yang juga hipertrofi. Akibatnya saluran udara sangat sempit. Sekret mukopurulen yang

banyak biasanya ditemukan di antara konka inferior dan septum, dan di dasar rongga

hidung. 1,3

Terapi

Harus dicari faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya rinitis hipertrofi dan

kemudian memberikan pengobatan yang sesuai. Untuk mengurangi sumbatan hidung

akibat konka hipertrofi dapat dilakukan kauterisasi konka dengan zat kimia (nitras argenti

atau asam triklor asetat) atau elektrokauter. Bila tak menolong, dilakukan luksasi konka

atau bila perlu dilakukan konkotomi. 1,3

5. Rinitis Atrofi

Rinitis atrofi merupakan infeksi hidung kronik, yang ditandai oleh adanya

atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka. Secara klinis mukosa hidung

Page 10: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

10

menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering sehingga terbentuk krusta yang

berbau busuk. 1,3

Wanita lebih sering terkena, terutama usia dewasa muda. Sering ditemukan

pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah dan sanitasi lingkungan

yang buruk. 1,3

Pada pemeriksaan histopatologi tampak metaplasia epitl torak bersilia menjadi

epitel kubik atau epitel gepeng berlapis, silia menghilang, lapisan submukosa menjadi

lebih tipis, kelenjar-kelenjar berdegenarasi atau atrofi. 1,3

Etiologi

Banyak teori mengenai etiologi dan patogenesis rinitis atrofi dikemukakan,

antara lain : 1) Infeksi oleh kuman spesifik. Yang tersering ditemukan adalah spesies

Klebsiella, terutama Klebsiella Ozaena. Kuman lainnya yang juga sering ditemukan

adalah Stafilokokus, Streptokokus dan Pseudomonas aeruginosa. 2) Defisiensi FE, 3)

Defisiensi vitamin A, 4) Sinusitis Kronik, 5) Kelainan hormonal 6) Penyakit

Kolagen, yang termasuk penyakit autoimun. Mungkin penyakit ini terjadi karena

adanya kombinasi beberapa faktor penyebab tersebut diatas. 1,3

Gejala dan Tanda Klinis

Keluhan biasanya berupa napas berbau, ada ingus kental yang berwarna hijau,

ada kerak (krusta) hijau, ada gangguan penghidu, sakit kepala dan hidung merasa

tersumbat. 1,3

Pada pemeriksaan hidung didapatkan rongga hidung sangat lapang, konka

inferior dan media menjadi hipotrofi atau atrofi, ada sekret purulen dan krusta yang

berwarna hjau. 1,3

Pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis adalah

pemeriksaan histopatologik yang berasal dari biopsi konka media, pemeriksaan

mikrobiologi dan uji resistensi kuman dan tomografi komputer (CT scan) sinus

paranasal. 1,3

Terapi

Oleh karena etiologinya multifaktorial, maka pengobatannya belum ada yang

baku. Pengobatan ditujukan untuk mengatasi etiologi dan menghilangkan gejala.

Page 11: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

11

Pengobatan yang diberikan dapat bersifat konservatif, atau kalau tidak dapat

menolong dilakukan pembedahan. 1,3

Pengobatan konservatif. Diberikan antibiotika spektrum luas atau sesuai

dengan uji resistensi kuman, dengan dosis yang adekuat. Lama pengobatan bervariasi

tergantung dari hilangnya tanda klinis berupa sekret purulen kehijauan. 1,3

Untuk membantu menghilangkan bau busuk akibat hasil proses infeksi serta

sekret purulen dan krusta, dapat dipakai obat cuci hidung. Larutan yang dapat

digunakan adalah larutan garam hipertonik. 1,3

Pengobatan Operatif. Jika dengan pengobatan konservatif tidak ada perbaikan,

maka dilakukan tindakan operasi. Tekhnik operasi antara lain operasi penutupan

lubang hidung atau penyempitan lubang hidung dengan implantasi atau dengan jabir

osteoperioseal. Tindakan ini diharapkan akan mengurangi turbulensi udara

pengeringan sekret, inflamasi mukosa berkurang, sehingga mukosa akan kembali

normal. Penutupan rongga hidung dapat dilakukan pada nares anterior atau pada

koana selama 2 tahun. Untuk menutup koana dipakai flap palatum. 1,3

Akhir – akhir ini bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) sering dilakukan

pada kasus rinitis atrofi. Dengan melakukan pengangkatan sekat – sekat tulang yang

mengalami osteomielitis, diharapkan infeksi tereradikasi, fungsi ventilasi dan drenase

sinus kembali normal, sehingga terjadi regenerasi mukosa. 1,3

6. Rinitis Difteri

Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, dapat terjadi

primer pada hidung atau sekunder dari tenggorok, dapat ditemukan dalam keadaan

akut maupun kronik. Dugaan adanya rintis difteri harus dipikirkan pada penderita

dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Penyakit ini emakin jarang ditemukan,

karena cakupan program imunisasi yang semakin meningkat. 1,3

Gejala rinitis difteri akut ialah demam, toksemia, terdapat limfadenitis dan

mungkin ada paralisis otot pernapasan. Pada hidung ada ingus yang bercampur darah,

mungkin ditemukan pseudomembran putih yang mudah berdarah, dan ada krusta

coklat di nares anterior dan rongga hidung. Jika perjalanan penyakitnya menjadi

kronik, gejala biasanya lebih ringan dan mungkin dapat sembuh sendiri, tetapi dalam

Page 12: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

12

keadaan kronik, masih dapat menulari. 1,3 Diagnosis pasti ditegakkan dengan

pemeriksaan kuman dari sekret hidung. 1,3

Sebagai terapi diberikan ADS, penisilin lokal dan intramuskuler. Pasien harus

diisolasi sampai hasil pemeriksaan kuman negatif. 1,3

7. Rinitis Jamur

Dapat terjadi bersama dengan sinusitis dan besifat invasif atau non-invasif.

Rinits jamur nin invasif dapat menyerupai rinolit dengan inflamasi mukosa yang lebih

berat. Rinolit ini sebenarnya adalah gumpalan jamur (fungus ball). Biasanya tidak

terjadi destruksi kartilago dan tulang. 1

Tipe invasif ditandai dengan ditemukannya hifa jamur pada lamina propria.

Jika terjadi invasi jamur pada submukosa dapat mengakibatkan perforasi septum atau

hidung pelana. Jamur sebagai penyebab dapat dilihat dengan pemeriksaan

histopatologi, pemeriksaan sdiaan langsung atau kultur jamur, misalnya Aspergillus,

Candiida, Hystoplasma, Fussarium dan Mucor. 1,3

Pada pemeriksaan hidung terlihat adanya sekret mukopurulen, mungkin

terlihat ulkus atau perforasi pada septum disertai dengan jaringan nekrotik berwarna

kehitaman (black eschar). 1,3

Untuk rinitis jamur non-invasif, terapinya dengan mengangkat seluruh

gumpalan jamur.pemberian obat jamur sistemik maupun topikal tidak diperlukan.

Terapi untuk rinitis jamur invasif adalah mengeradikasi agen penyebabnya dengan

pemberian anti jamur oral dan topikal. Cuci hidung dan pembersihan hidung secara

rutin dilakukan untuk mengangkat krusta. Bagian yang terinfeksi dapat pula diolesi

dengan gentian violet. Untuk infeksi jamur invaif, kadang – kadang diperlukan

debridement seluruh jaringan yang nekrotik dan tidak sehat. Kalau jaringan nekrotik

sangat luas, dapat terajdi destruksi yang memerlukan tindakan rekonstruksi. 1,3

8. Rinitis Tuberkulosa

Rinitis tuberkulosa merupakan kejadian infeksi tuberkulosa ekstra pulmoner.

Seiring dengan peningkatan kasus tuberkulosis (new emerging disease) yang

berhubungan dengan kasus HIV-AIDS, penyakit ini harus diwaspadai keberadaannya.

Page 13: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

13

Tuberkulosis pada hidung berbentuk noduler atau ulkus, terutama mengenai tulang

rawan septum dan dapat mengakibatkan perforasi. 1,3

Pada pemeriksaan klinis terdapat sekret mukopurulen dan krusta, sehingga

menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya

basil tahan asam (BTA) pada sekret hidung. Pada pemeriksaan histopatologi

ditemukan sel datia Langhans dan limfositosis. 1,3

Pengobatan diberikan antituberkulosis dan obat cuci hidung. 1,3

9. Rinitis sifilis

Penyakit ini sudah jarang ditemukan. Penyebab rinitis sifilis adalah kuman

Treponema pallidum. Pada rinitis sifilis yang primer dan sekunder gejalanya serupa

dengan rinitis akut lainnya, hanya mungkin dapat terlihat adanya bercak/bintik pada

mukosa. Pada rinitis sifilis tersier dapat ditemukan gumma atau ulkus, yang terutama

mengenai septum nasi dan mengakibatkan perforasi septum. 1,3

Pada pemeriksaan klinis didapatkan sekret mukopurulen yang berbau dan

krusta. Mungkin terlihat perforasi septum atau hidung pelana. Diagnosis pasti

ditegakkan dengan pemeriksaan mikrobiologik dan biopsi. 1,3

Sebagai pengobatan diberikan penisilin dan obat cuci hidung. Dan krusta

harus dibersihkan secara rutin. 1,3

10. Rinoskelroma

Penyakit infeksi granulomatosa kronik pada hidung yang disebabkan

Klebsiella rhinoscleromatis. Penyakit ini endemis di beberapa negara termasuk

indonesia yang kasusnya ditemukan di Indonesia Timur. 1,3

Perjalanan penyakitnya terjadi dalam 3 tahapan ; 1

1) Tahap kataral atau atrofi.

2) Tahap granulomatosa

3) Tahap sklerotik

Diagnosis rinoskelroma mudah ditegakkan di daerah endemis, tapi

ditempat non endemis perlu diagnosis banding dengan penyakit granulomatosa

lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan

bakteriologik dan gambaran histopatologi yang sangat khas dengan adanya sel –

sel Mikulicz.1,3

Page 14: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

14

Penatalaksanaannya mencakup terapi antibiotik jangka panjang serta

tindakan bedah untuk obstruksi pernapasan. Antibiotik direkomendasikan antara

lain tetrasiklin, kloramfenikol, trimetropim-sulfametoksazol, siprofloksasin,

klindamisin, sefalosporin. Pemberian antibiotik palingkurang selama 4 minggu,

ada yang sampai berbulan – bulan. 1,3

Operasi diperlukan untuk mengangkat jaringan granulasi dan sikatriks.

Seringkali juga perlu dilakukan operasi plastik untuk memperbaiki jalan napas

atau deformitas. 1,3

Penyakit ini jarang bersifat fatal kecuali bila menyumbat saluran napas,

tetapi rekurensinya tinggi, terutama bila pengobatan tidak tuntas. 1,3

Gambar.4. Rinosklerorma

11. Myiasis Hidung (Larva di dalam hidung)

Merupakan masalah umum untuk daerah tropis, ialah adanya infestasi larva lalat

dalam rongga hidung. Lalat Chrysomia Bezziana dapat bertelur di organ atau jaringan

tubuh manusia, yang kemudian menetas menjadi larva (ulat=belatung). Sering terjadi

pada luka yang bernanah, luka terbuka, terutama jaringan nekrotik dan dapat mengenai

setiap lubang atau rongga, seperti mata, telinga, hidung, mulut, vagina dan anus. Faktor

predisposisinya rhinitis atrofi dan keganasan. 1,3

Page 15: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

15

Perubahan patologis yang terjadi tergantung dari kebiasaan makan ulat tersebut,

ulat membuat lubang sehingga dapat masuk ke dalam jaringan. Gejala klinis yang

terlihat, hidung dan muka menjadi bengkak dan merah, yang dapat meluas ke dahi dan

bibir. Terjadi obstruksi hidung sehingga bernapas melalui mulut dan suara sengau. Dapat

menjadi epitaksis dan mungkin ada ulat yang keluar dari hidung. 1,3

Pada pemeriksaan rinoskopi terlihat banyak jaringan nekrotik di rongga hidung,

adanya ulserasi membrane mukosa dan perforasi septum. Sekret purulen berbau busuk.

Pada kasus yang lanjut menyebabkan sumbatan duktus nasolakrimalis dan perforasi

palatum. Ulat dapat merayap ke dalam sinus atau menembus ke intrakranial. 1,3

Pemeriksaan nasoendoskopi memperlihatkan keadaan rongga hidung lebih jelas

tetapi seringkali ulatnya tidak terlihat karena larva cenderung menghindari cahaya. Pada

pemeriksaan tomografi computer dapat terlihat bayangan ulat yang bersegmen – segmen

di dalam sinus. 1,3

Penderita myiasis sebaiknya dirawat di rumah sakit. Diberikan antibiotika

spectrum luas atau sesuai kultur. Untuk pengobatan local pada hidung, dianjurkan

pemakaian kloroform dan minyak terpentin dengan perbandingan 1:4, diteteskan ke

dalam rongga hidung, dilanjutkan dengan pengangkatan ulat secara manual menggunakan

cunam. 1,3

Komplikasi dapat terjadi hidung pelana, perforasi septum, sinus paranasal, radang

orbita dan perluasan ke intracranial. Kematian dapat disebabkan oleh sepsis dan

meningitis. 1,3

Gambar.5. Myiasis Hidung

Page 16: REFERAT INFEKSI PADA HIDUNG.docx

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi E,A. Iskandar,N. Bashiruddin,J. Restuti R,D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ketujuh. 2012. Hal 139-144

2. Adams Boeis Higler. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 1997.

3. Broek PVB, Feenstra L. alih bahasa : Hartono Arif. Editor alih bahasa : Iskandar, Nurbaiti. Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung dan Telinga edisi 12. Penerbit Buku Kedokteran : EGC. 2010. Hal : 96-112.

4. Boeis, Higler, Priest. Fundamental of Otolaryngology, “ A textbook of Ear, Nose, and Throat Disease”, fourth Edition.