Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

50
Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit, radiasi matahari, dan polusi. Stres emosional atau fisiologis dari kejadian ini adalah tantangan lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat. Biasanya manusia dilindungi oleh sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, terutama makrofag, dan cukup lengkap kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan.Kelebihan tantangan negatif, bagaimanapun, dapat menekan sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, dan mengakibatkan berbagai penyakit fatal. Sistem kekebalan atau system imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. System kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi menjadi tumor. Kemampuan sistem kekebalan untuk membedakan komponen sel tubuh dari komponen patogen asing akan Swasti Kartika 1

Transcript of Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Page 1: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus,

parasit, radiasi matahari, dan polusi. Stres emosional atau fisiologis dari

kejadian ini adalah tantangan lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat.

Biasanya manusia dilindungi oleh sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan

tubuh, terutama makrofag, dan cukup lengkap kebutuhan gizi untuk menjaga

kesehatan.Kelebihan tantangan negatif, bagaimanapun, dapat menekan sistem

pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, dan mengakibatkan berbagai

penyakit fatal.

Sistem kekebalan atau system imun adalah sistem pertahanan manusia

sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan

organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. System kekebalan

juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain

seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi

menjadi tumor.

Kemampuan sistem kekebalan untuk membedakan komponen sel tubuh

dari komponen patogen asing akan menopang amanat yang diembannya guna

merespon infeksi patogen – baik yang berkembang biak di dalam sel tubuh

(intraselular) seperti misalnya virus, maupun yang berkembang biak di luar sel

tubuh (ekstraselular), sebelum berkembang menjadi penyakit. Meskipun

demikian, sistem kekebalan mempunyai sisi yang kurang menguntungkan. Pada

proses peradangan, penderita dapat merasa tidak nyaman oleh karena efek

samping yang dapat ditimbulkan sifat toksik senyawa organik yang dikeluarkan

sepanjang proses perlawanan berlangsung.

Swasti Kartika 1

Page 2: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian virus?

2. Bagaimana sejarah penemuan virus?

3. Bagaimana struktur dan anatomi virus?

4. Bagaimana Parasitisme virus?

5. Bagaimana Reproduksi virus?

6. Bagaimana Infeksi virus?

7. Bagaimana patogenesis virus menginfeksi tubuh manusia?

8. Bagaimana aspek kinetic infeksi, patogenitas danm resistensi

imunitas terhadap infeksi virus?

9. Bagaimana Mekanisme pertahanan tubuh menghadapi infeksi virus?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui  pengertian virus

2. Untuk mengetahui sejarah penemuan virus

3. Untuk mengetahui struktur dan anatomi virus

4. Untuk mengetahui  Parasitisme virus

5. Untuk mengetahui  reproduksi virus

6. Untuk mengetahui infeksi virus

7. Untuk mengetahui pathogenesis virus menginfeksi tubuh manusia

8. Untuk mengetahuii aspek kinetic infeksi, patogenitas danm

resistensi imunitas terhadap infeksi virus

9. Untuk mengetahui mekanisme pertahanan tubuh menghadapi infeksi

virus

Swasti Kartika 2

Page 3: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

BAB II

PEMBAHASAN

MEKANISME KEKEBALAN TUBUH TERHADAP INFEKSI VIRUS

A. PENGERTIAN VIRUS

Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksisel

organisme biologis.Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup

dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak

memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri (susceptible host).

Dalam sel inang, virus merupakan parasit obligat dan di luar inangnya menjadi

tak berdaya. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA

atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan

pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi

ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang digunakan untuk memuat

bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.

Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi

sel-sel eukariota (organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal),

sementara istilah bakteriofag atau fag digunakan untuk jenis yang menyerang

jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain yang tidak berinti sel).

Replicating cycle memerlukan sejumlah proses biokemis dan

mengakibatkan perubahan morfologis dalam sel yang biasanya berakibat

kematian sel. Perubahan morfologis yang menyertai (misalnya terjadinya cell

rounding atau fusion) dikenal sebagai cytophatic effect (CPE). Jenis CPE

tertentu sering kali karakteristik untuk virus tertentu. Virus infectivity adalah

kemampuan virus untuk berikatan, melakukan penetrasi dan menjalani

infectious cycle pada susceptible host cell biasanya berakibat kerusakan sel.1

Selama fase replikasi, genom virus berekspresi menghasilkan protein

yang dikenal oleh host sebagai bahan asing. Banyak jenis protein

mengakibatkan respon protektif, pada host (dasar pembuatan vaksin). Pada

Swasti Kartika 3

Page 4: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

virus lain, protein diletakkan pada membrane plasma sel yang terinfeksi,

sehingga ia akan dapat dideteksi oleh sel T atau B.

Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia

tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas. Karena karakteristik

khasnya ini virus selalu terasosiasi dengan penyakit tertentu, baik pada manusia

(misalnya virus influenza dan HIV), hewan (misalnya virus flu burung), atau

tanaman (misalnya virus mosaik tembakau/TMV).

Virus yang merupakan obligate intraselullar parasites harus mampu

melekatkan diri untuk dapat masuk ke host sel dalam usaha melakukan

reproductive cycle. Siklus tersebut sangat tergantung pada aktivitas sel host,

dari mana kebanyakan virus mengambil alih dan mengalami replikasi, biasanya

dengan inhibisi host cell protein dan nucleic synthesis. Sebagai outcome adalah

produksi ratusan sampai ribuan progeny virion yang akan meninggalkan sel

terinfeksi dengan cara budding atau lisis.

Attachment virus pada sel host diperantarai oleh specific interaction

antara virus dengan reseptor pada membrane plasma cell. Keberadaan jenis

reseptor tertentu menentukan sifat cell tropisme dan specific tropisme virus.

Reseptor mempunyai fungsi selain menyediakan tempat untuk virus, juga

mengangkut evolusi virus. Herpes Simplex Virus (HSV) berikatan dengan

heparin sulfate proteoglycan dan mannose-6-phosphate receptor melalui ikatan

2 code enveloped glycoprotein. Satu dari 4 protein capside poliovirus melekat

pada Ig protein superfamili. HIV melalui major envelope glycoprotein (gp120)

melekat pada CD4 receptor yang dijumpai predominan pada limfosit T.2

Untuk HSV dan HIV, penetrasi ke dalam sel host menembus membrane

plasma dilakukan dengan cara fusion viral envelope dengan membrane,

melepas nucleocapside ke dalam sitoplasma. Pada poliovirus capsid yang

dilepas diambil dalam proses yang disebut endocytosis: membrane mengalami

invaginasi, menelan capsid berakibat terbentuknya vacuole yang mentraspot

capsid ke sitoplasma. Virion selanjutnya akan dilepas dari vacuole.2

Swasti Kartika 4

Page 5: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

B. SEJARAH PENEMUAN VIRUSPenelitian mengenai virus dimulai dengan penelitian mengenai penyakit

mosaik yang menghambat pertumbuhan tanaman tembakau dan membuat daun

tanaman tersebut memiliki bercak-bercak. Pada tahun 1883, Adolf Mayer,

seorang ilmuwan Jerman, menemukan bahwa penyakit tersebut dapat menular

ketika tanaman yang ia teliti menjadi sakit setelah disemprot dengan getah

tanaman yang sakit. Karena tidak berhasil menemukan mikroba di getah

tanaman tersebut, Mayer menyimpulkan bahwa penyakit tersebut disebabkan

oleh bakteri yang lebih kecil dari biasanya dan tidak dapat dilihat dengan

mikroskop.

Pada tahun 1892, Dimitri Ivanowsky dari Rusia menemukan bahwa

getah daun tembakau yang sudah disaring dengan penyaring bakteri masih

dapat menimbulkan penyakit mosaik.Ivanowsky lalu menyimpulkan dua

kemungkinan, yaitu bahwa bakteri penyebab penyakit tersebut berbentuk

sangat kecil sehingga masih dapat melewati saringan, atau bakteri tersebut

mengeluarkan toksin yang dapat menembus saringan. Kemungkinan kedua ini

dibuang pada tahun 1897 setelah Martinus Beijerinck dari Belanda menemukan

bahwa agen infeksi di dalam getah yang sudah disaring tersebut dapat

bereproduksi karena kemampuannya menimbulkan penyakit tidak berkurang

setelah beberapa kali ditransfer antartanaman.Patogen mosaik tembakau

disimpulkan sebagai bukan bakteri, melainkan merupakan contagium vivum

fluidum, yaitu sejenis cairan hidup pembawa penyakit.

Setelah itu, pada tahun 1898, Loeffler dan Frosch melaporkan bahwa

penyebab penyakit mulut dan kaki sapi dapat melewati filter yang tidak dapat

dilewati bakteri.Namun demikian, mereka menyimpulkan bahwa patogennya

adalah bakteri yang sangat kecil.[1]

Pendapat Beijerinck baru terbukti pada tahun 1935, setelah Wendell

Meredith Stanley dari Amerika Serikat berhasil mengkristalkan partikel

penyebab penyakit mosaik yang kini dikenal sebagai virus mosaik tembakau.[2]

Swasti Kartika 5

Page 6: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

Virus ini juga merupakan virus yang pertama kali divisualisasikan dengan

mikroskop elektron pada tahun 1939 oleh ilmuwan Jerman G.A. Kausche, E.

Pfankuch, dan H. Ruska.

C. STRUKTUR DAN ANATOMI VIRUS

Model skematik virus berkapsid heliks (virus mosaik tembakau):

a. asam nukleat (RNA),

b. kapsomer,

c. kapsid.

Virus merupakan organisme subselular yang karena ukurannya sangat

kecil, hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.Ukurannya

lebih kecil daripada bakteri sehingga virus tidak dapat disaring dengan

penyaring bakteri.Virus terkecil berdiameter hanya 20 nm (lebih kecil daripada

ribosom), sedangkan virus terbesar sekalipun sukar dilihat dengan mikroskop

cahaya.[4]

Asam nukleat genom virus dapat berupa DNA ataupun RNA.Genom

virus dapat terdiri dari DNA untai ganda, DNA untai tunggal, RNA untai

ganda, atau RNA untai tunggal.Selain itu, asam nukleat genom virus dapat

berbentuk linear tunggal atau sirkuler. Jumlah gen virus bervariasi dari empat

Swasti Kartika 6

Page 7: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

untuk yang terkecil sampai dengan beberapa ratus untuk yang terbesar. [4] Bahan

genetik kebanyakan virus hewan dan manusia berupa DNA, dan pada virus

tumbuhan kebanyakan adalah RNA yang beruntai tunggal.

Bahan genetik virus diselubungi oleh suatu lapisan pelindung.Protein

yang menjadi lapisan pelindung tersebut disebut kapsid.Bergantung pada tipe

virusnya, kapsid bisa berbentuk bulat (sferik), heliks, polihedral, atau bentuk

yang lebih kompleks dan terdiri atas protein yang disandikan oleh genom

virus.Kapsid terbentuk dari banyak subunit protein yang disebut kapsomer.

Bakteriofag terdiri dari kepala polihedral berisi asam nukleat dan ekor

untuk menginfeksi inang.Untuk virus berbentuk heliks, protein kapsid

(biasanya disebut protein nukleokapsid) terikat langsung dengan genom virus.

Misalnya, pada virus campak, setiap protein nukleokapsid terhubung dengan

enam basa RNA membentuk heliks sepanjang sekitar 1,3 mikrometer.

Komposisi kompleks protein dan asam nukleat ini disebut nukleokapsid.Pada

virus campak, nukleokapsid ini diselubungi oleh lapisan lipid yang didapatkan

dari sel inang, dan glikoprotein yang disandikan oleh virus melekat pada

selubung lipid tersebut.Bagian-bagian ini berfungsi dalam pengikatan pada dan

pemasukan ke sel inang pada awal infeksi.

Virus cacar air memiliki selubung virus.

Kapsid virus sferik menyelubungi genom virus secara keseluruhan dan

tidak terlalu berikatan dengan asam nukleat seperti virus heliks.Struktur ini bisa

Swasti Kartika 7

Page 8: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

bervariasi dari ukuran 20 nanometer hingga 400 nanometer dan terdiri atas

protein virus yang tersusun dalam bentuk simetri ikosahedral.Jumlah protein

yang dibutuhkan untuk membentuk kapsid virus sferik ditentukan dengan

koefisien T, yaitu sekitar 60t protein. Sebagai contoh, virus hepatitis B

memiliki angka T=4, butuh 240 protein untuk membentuk kapsid. Seperti virus

bentuk heliks, kapsid sebagian jenis virus sferik dapat diselubungi lapisan lipid,

namun biasanya protein kapsid sendiri langsung terlibat dalam penginfeksian

sel.

Seperti yang telah dijelaskan pada virus campak, beberapa jenis virus

memiliki unsur tambahan yang membantunya menginfeksi inang.Virus pada

hewan memiliki selubung virus, yaitu membran menyelubungi kapsid.Selubung

ini mengandung fosfolipid dan protein dari sel inang, tetapi juga mengandung

protein dan glikoprotein yang berasal dari virus.Selain protein selubung dan

protein kapsid, virus juga membawa beberapa molekul enzim di dalam

kapsidnya.Ada pula beberapa jenis bakteriofag yang memiliki ekor protein

yang melekat pada "kepala" kapsid. Serabut-serabut ekor tersebut digunakan

oleh fag untuk menempel pada suatu bakteri. Partikel lengkap virus disebut

virion.Virion berfungsi sebagai alat transportasi gen, sedangkan komponen

selubung dan kapsid bertanggung jawab dalam mekanisme penginfeksian sel

inang.

D. PARASITISME VIRUS

Jika bakteriofag menginfeksikan genomnya ke dalam sel inang, maka

virus hewan diselubungi oleh endositosis atau, jika terbungkus membran,

menyatu dengan plasmalema inang dan melepaskan inti nukleoproteinnya ke

dalam sel. Beberapa virus (misalnya virus polio), mempunyai tempat-tempat

reseptor yang khas pada sel inangnya, yang memungkinkannya masuk. Setelah

di dalam, biasanya genom tersebut mula-mula ditrskripsi oleh enzim inang

tetapi kemudian biasanya enzim yang tersandi oleh virus akan mengambil alih.

Sintesis sel inang biasanya berhenti, genom virus bereplikasi dan kapsomer

Swasti Kartika 8

Page 9: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

disintesis sebelum menjadi virion dewasa.Virus biasanya mengkode suatu

enzim yang diproduksi terakhir, merobek plasma membran inang (tahap lisis)

dan melepaskan keturunan infektif; atau dapat pula genom virus terintegrasi ke

dalam kromsom inang dan bereplikasi bersamanya (provirus).Banyak genom

eukariota mempunyai komponen provirus.Kadang-kadang hal ini

mengakibatkan transformasi neoplastik sel melalui sintesis protein biasanya

hanya diproduksi selama penggandaan virus. Virus tumor DNA mencakup

adenovirus dan papavavirus; virus tumor DNA terbungkus dan mencakup

beberapa retrovirus (contohnya virus sarkoma rous).

E. REPRODUKSI VIRUS

Reproduksi virus secara umum terbagi menjadi 2 yaitu siklus litik dan

siklus lisogenik.

a) Proses-proses pada siklus litik

a. Fase adsorpsi dan infeksi

Dengan ujung ekornya, fag melekat atau menginfeksi

bagian tertentu dari dinding sel bakteri, daerah itu disebut daerah

Swasti Kartika 9

Page 10: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

reseptor (receptor site : receptor spot). Daerah ini khas bagi fag

tertentu, dan fag jenis lain tak dapat melekat di tempat tersebut.

Virus penyerang bakteri tidak memiliki enzim-enzim untuk

metabolisme, tetapi rnemiliki enzim lisozim yang berfungsi

merusak atau melubangi dinding sel bakteri.Sesudah dinding sei

bakteri terhidrolisis (rusak) oleh lisozim, maka seluruh isi fag

masuk ke dalam hospes (sel bakteri). Fag kemudian merusak

dan mengendalikan DNA bakteri.

b) Fase Replikasi (fase sintesis)

DNA fag mengadakan pembentukan DNA (replikasi)

menggunakan DNA bakteri sebagai bahan, serta membentuk

selubung protein. Maka terbentuklah beratus-ratus molekul

DNA baru virus yang lengkap dengan selubungnya.

c) Fase Pembebasan virus fag - fag baru / fase lisis

Sesudah fag baru terbentuk, sel bakteri akan pecah

(lisis), sehingga keluarlah fag yang baru. Jumlah virus baru ini

dapat mencapai sekitar 200.Pembentukan partikel bakteriofag

memerlukan waktu sekitar 20 menit. 

2. proses-proses pada siklus lisogenik/daur lisogenik

a. Fase adsorpsi dan infeksi

Fag menempel pada tempat yang spesifik. Virus

melakukan penetrasi pada bakteri kemudian mengeluarkan

DNAnya ke dalam tubuh bakteri.

b. Fase penggabungan

DNA virus bersatu dengan DNA bakteri membentuk

profag.Dalam bentuk profag, sebagian besar gen berada dalam

fase tidak aktif, tetapi sedikitnya acla satu gen yang selalu aktif.

Swasti Kartika 10

Page 11: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

Gen aktif berfungsi untuk mengkode protein reseptor yang

berfungsi menjaga agar sebagian gen profag tidak aktif.

c. Fase pembelahan

Bila bakteri membelah diri, profag ikut membelah

sehingga dua sel anakan bakteri juga mengandung profag di

dalam selnya. Hal ini akan berlangsung terus-menerus selama

sel bakteri yang mengandung profag membelah. Jadi jelaslah

bahwa pada virus tidak terjadi pembelahan sel, tetapi terjadi

penyusunan bahan virus (fag) baru yang berasal dari bahan yang

telah ada dalam sel bakteri yang diserang.

F. INFEKSI  VIRUS

Infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap

organisme inang, dan bersifat pilang membahayakan inang.Organisme

penginfeksi, atau patogen, menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk

dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan inang.Patogen

mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik,

gangrene, kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian.Respons inang

terhadap infeksi disebut peradangan.Secara umum, patogen umumnya

dikategorikan sebagai organisme mikroskopik, walaupun sebenarnya

definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit, fungi, virus, prion, dan viroid.

Virus adalah mikroorganisme yang mengadakan replikasi di dalam sel

dan kadang-kadang memakai asam nukleat atau protein pejamu.

Sifat virus yang sangat khusus adalah:

1. Mengganggu sel khusus tanpa merusak. Virus yang tidak menyebabkan

kerusakan sel disebut virus non sitopatik (non cytopathic virus). Bila

terjadi kerusakan sel, maka hal ini akibat reaksi antigen antibodi. Virus

Swasti Kartika 11

Page 12: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

ini dapat menjadi persisten dan akhirnya menjadi kronik, sebagai contoh

adalah virus hepatitis B

2. Virus merusak sel atau mengganggu perkembangan sel kemudian

menghilang dari tubuh, dan virus seperti ini disebut virus sitopatik

(cytopathic virus), sebagai contoh infeksi virus HIV, infeksi hepatitis

virus lain, dan sebagainya. 

3. Dapat menginfeksi jaringan tanpa menimbulkan respons inflamasi

4. Dapat berkembang biak dalam sel pejamu tanpa merusak

Strategi pertahanan virus

Dalam melawan sistem imun, virus secara kontinu mengganti struktur

permukaan antigennya melalui mekanisme antigenic drift dan antigenic shift,

seperti yang dilakukan oleh jenis virus influenza. Permukaan virus influenza

terdiri dari hemaglutinin, yang diperlukan untuk adesi ke sel saat infeksi, dan

neuramidase, yang diperlukan untuk menghasilkan bentuk virus baru dari

permukaan asam sialik dari sel yang terinfeksi.Hemaglutinin lebih penting

dalam hal pembentukan imunitas pelindung.Perubahan minor dari antigen

Swasti Kartika 12

Page 13: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

hemagglutinin terjadi melalui titik mutasi di genom virus (drift), namun

perubahan mayor terjadi melalui perubahan seluruh material genetik (shift).

Virus hepatitis B dapat menunjukkan variasi epitop yang berfungsi

sebagai antagonis TCR yang mampu menghambat antivirus sel T sitotoksik.

Beberapa virus juga dapat mempengaruhi proses olahan dan presentasi antigen.

Virus dapat mempengaruhi mekanisme efektor imun karena mempunyai

reseptor Fcγ sehingga menghambat fungsi efektor yang diperantarai Fc. Virus

dapat menghambat komplemen dalam induksi respons inflamasi sehingga juga

menghambat pemusnahan virus.Beberapa virus juga menggunakan reseptor

komplemen untuk masuk ke dalam sel dan virus lainnya dapat memanipulasi

imunitas seluler, seperti menghambat sel T sitotoksik.

Kita dapat melihat dampak dari sel yang terinfeksi, akibat penetrasi

virus ke dalam sel dan akan menghasilkan empat kemungkinan, antara lain;

1. Sel tubuh manusia tidak dapat menerima virus; protein dan nucleic

acid virus akan dieliminasi dengan minimal atau tanpa gangguan pada

sel tubuh.

2. Terjadi replikasi virus namun gagal menghasilkan progeny yang

infeksius, terdapat kemungkinan timbul perubahan sel dari yang

minimal sampat kematian.

3. Terjadi replkasi virus, menghasilkan progeny; sel mati atau tetap hidup

namun terinfeksi persisten dan terus menghasilkan progeny virus.

4. Virus berada dalam keadaan laten dan tampak seperti hilang; sampai ia

terpicu untuk reaktivasi dengan menghasilkan progeny yang infeksius.

Dampak infeksi tersebut tidak mutually exclusive; pada seseorang yang

terinfeksi virus, dapat terjadi simultan tergantung pada sifat sel yang terinfeksi

dan kondisi infeksi (meliputi jumlah virus yang menginfeksi sel, multiplicity of

infection, eksposur sel terhadap sitokin, cell cycle status). Mekanisme hasil

dampak infeksi sangat bervariasi di antara virus; namun virus memenuhi

beberapa fungsi dasar:

Swasti Kartika 13

Page 14: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

1. Menghasilkan mRNA untuk produksi virus protein pada ribosom

seluler.

2. Replikasi genom virus.

3. Assemble genom dengan viral terkadang sel protein dan melepas

progeny dari sel

4. Modifikasi metabolisme seluler host untuk replikasi sel yang optimum.

Infeksi virus yang produktif menghasilkan ribuan-ribuan progeny.

Infectious cycle yang terpendek berlangsung lengkap dalam 4 jam. Kapasitas

replikasi ini merupakan tantangan besar untuk system imun. Karena di dalam

waktu sehari terjadinya 3-4 kali siklus infeksi dapat menghasilkan sejumlah

virus untuk menginfeksi semua sel target organ. Host dengan demikian harus

memberi respon yang memadai terhadap virus yang sitopatik.

Salah satu aspek penting infeksi virus adalah replikasi virus biasanya

terbatas pada lokasi anatomis dan jenis sel tertentu. Banyak factor berperan,

yaitu sebgai berikut:

1. Physical isolation virus karena barrier anatomis. Enteric virus

tidak mempunyai kesempatan lepas dari system gastrointestinal,

meskipun ia mempunyai kemampuan untuk menginfeksi sel lain.

2. Spesifitas reseptor virus dan terbatasnya cellular factor yang

diperlukan untuk penetrasi sel. Virus HIV misalnya memerlukan

ekspresi CD4 yang terbatas pada sejumlah sel tertentu.

3. Setelah masuk ke dalam sitosol, kemungkinan virus untuk

bereplikasi pada setiap sel dalam tubuh sangat kecil.

Aspek tropisme penting bagi system imun tubuh. Bila virus tidak dapat

masuk antigen presenting cell (APC), maka mekanisme alternative diperlukan

aga dapat menyajikan antigen ke CD8 T cell.

G. PATOGENESIS INFEKSI

Keberlangsungan hidup virus memerlukan transmisi dari host ke

host. Rute transmisi merupakan aspek penting pada kehidupan virus, karena

Swasti Kartika 14

Page 15: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

akan menentukan awal infeksi sel dan sel mana yang akan memproduksi virus

untuk transmisi berikutnya. Transmisi virus biasanya berlangsung pada daerah

anatomi tertentu. Hal ini memberi kesempatan untuk system imun tubuh

membatasi infeksi di sejumlah tempat saja, misalnya virus influenza dan virus

sel napas yang lain akan bereplikasi dalam sel columnar epitel sel napas atas,

ditransmisikan hanya melalui pintu ini, dan dengan demikian respons imun

local dapat mengeblok infeksi. Enteric virus, misalnya rotavirus infeksi hanya

melalui saluran gastrointestinal. Penyebaran virus juga dapat dicegah dengan

imunitas local sebagai organ tubuh terbesar dan paling luar, kulit merupakan

target untuk awal infeksi virus. Namun cornified epithelium kulit merupakan

barrier yang sangat efektif melawan transmisi virus dan hanya sedikit virus

yang mempunyai kemampuan mengadakan penetrasi menembus barrier

tersebut. Transmisi melalui kulit dapat terjadi secara fisik menembus

keratinosit secara natural (melalui gigitan insekta atau binatang lainnya), atau

artificial (melalui suntikan hipodermik).

H. ASPEK KINETIK INFEKSI DAN RESISTENSI IMUNITAS

TERHADAP INFEKSI VIRUS2

Banyak virus bereplikasi dalam host dan menyebar dari satu organ

lain. Penyebaran atau diseminasi virus dapat terjadi melalui darah atau saluran

limfe. Karena saluran limfe lebih mudah dicapai disbanding kapiler, cara ini

lebih sering terjadi. Saluran lmfe membawa bahan asing dari perifer ke lymph

node. Virus dapat mencapai aliran darah melalui saluran limfe bila tidak

mengalami destruksi di lymph node.

Virion sering kali mengalami kesukaran untuk meluas dengan cara

tersebut. Dan banyak kasus virus meluas dengan cara menginfeksi sel darah

putih (eritrosit tidak dapat diinfeksi karena tidak mempunyai bahan untuk

metabolisme virus). Karena sel tersebut mampu meninggalkan pembuluh darah

atau saluran limfe, virus akan terbawa serta masuk langsung ke organ tubuh.

Swasti Kartika 15

Page 16: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

Tanpa adanya cell carrier, virus harus mempunyai cara lain untuk melampaui

barrier yang mengawal jaringan. Beberapa virus dapat mengalami transitosis

oleh endothelial cell ke dalam sel di bawahnya.

Pada jaringan dengan sinusoid (misalnya adrenal,bone marrow,

liver, spleen), virus dapat mengalami transitosis oleh makrofag setempat yang

melapisi sinusoid, sehingga dapat penetrasi langsung ke jaringan. Beberapa

jaringan ikat, otot, dan system saraf pusat sangat resisten terhadap penetrasi

langsung, karena sel endotel kapiler didukung oleh membrane basalis yang

kuat. Dalam hal ini, penetrasi virus terjadi secara diapedesis.

Virus yang mampu menginfeksi neuron (neurotropic viruses) dapat

berjalan sepanjang saraf daru perifer ke ganglia atau system saraf pusat.

Transport dapat berjalan kedua arah. Herpes virus, yang berada dalam keadaan

laten di ganglion spinalis dapat direaktivasi ke perifer dan ditularkan ke host

lain dengan hubungan intim. Virus rabies berjalan ke system saraf pusat

melalui saraf sensoris dari tempat gigitan binatang. Virus bermultiplikasi di

system saraf pusat dan meninggalkan system saraf pusat melalui serabut

efferent ke kelenjar liur, dimana virus dapat mengalami penyebaran bersama

saliva (saliva-borne transmission. Replikasi virus di system saraf pusat, cukup

spesifik sehingga menimbulkan perubahan behavior host yang memudahkan

transmisi.

Cara penularan virus yang lain adalah penularan virus dari ibu ke

janin. Untuk virus nonsitopatogenik, maka akan memberikan kelangsungan

keberadaan virus di spesies. Untuk retrovirus, yang berintegrasi dengan

genom, batas antara dan host menjadi kabur, karena gen virus ditransmisikan

ke genom. Untuk virus yang sitopatik, cara penularan ini mengakibatkan

gangguan janin, namun tidak member keuntungan bagi virus, karena fetus

yang mati akan tidak berpotensi menularkan pada host lain.

Pada infeksi virus, terdapat resistensi; antara lain karena kulit dan

temperature serta pH dan barrier fisiologis lain yaitu karena ada atau tidaknya

reseptor. Attachment virus merupakan langkah awal penting dalam siklus

Swasti Kartika 16

Page 17: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

replikasi. Tidak adanya reseptor merupakan mekanisme perlindungan. Karena

kebanyakan virus binatang (kecuali adenovirus tidak mempunyai struktur

organela tertentu untuk melekat); namun reseptornya tersebar sebagai molekul

di permukaan sel. Diperkirakan manusia ridak dapat diinfeksi oleh virus

binatang karena tidak ada kesesuaian reseptor pada sel manusia.

I. MEKANISME PERTAHANAN TUBUH

1. Respons imun nonspesifik terhadap infeksi virus

Secara jelas terlihat bahwa respons imun yang terjadi adalah

timbulnya interferon dan sel natural killler (NK) dan antibodi yang

spesifik terhadap virus tersebut.Pengenalan dan pemusnahan sel yang

terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat bermanfaat bagi

pejamu.Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi,

terutama dalam struktur karbohidrat, menyebabkan sel menjadi target

sel NK.Sel NK mempunyai dua jenis reseptor permukaan.Reseptor

pertama merupakan killer activating receptors, yang terikat pada

karbohidrat dan struktur lainnya yang diekspresikan oleh semua sel.

Reseptor lainnya adalah killer inhibitory receptors, yang mengenali

molekul MHC kelas I dan mendominasi signal dari reseptor aktivasi.

Oleh karena itu sensitivitas sel target tergantung pada ekspresi MHC

kelas I. Sel yang sensitif atau terinfeksi mempunyai MHC kelas I yang

rendah, namun sel yang tidak terinfeksi dengan molekul MHC kelas I

yang normal akan terlindungi dari sel NK. Produksi IFN-α selama

infeksi virus akan mengaktivasi sel NK dan meregulasi ekspresi MHC

pada sel terdekat sehingga menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel

NK juga dapat berperan dalam ADCC bila antibodi terhadap protein

virus terikat pada sel yang terinfeksi.

Swasti Kartika 17

Page 18: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

Beberapa mekanisme utama respons nonspesifik terhadap virus, yaitu :

1. Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN oleh

sel-sel terinfeksi; IFN berfungsi menghambat replikasi virus

2. Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel, walaupun

virus menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC klas I. IFN tipe

I akan meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan virus

yang berada di dalam sel. Selain itu, aktivasi komplemen dan

fagositosis akan menghilangkan virus yang datang dari ekstraseluler dan

sirkulasi.

Swasti Kartika 18

Page 19: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

2. Respons imun spesifik terhadap infeksi virus

Mekanisme respons imun spesifik ada dua jenis yaitu respons

imunitas humoral dan selular. Respons imun spesifik ini mempunyai

peran penting yaitu :

a) Menetralkan antigen virus dengan berbagai cara antara lain

menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada

permukaan sel sehingga virus tidak dapat menembus membran

sel, dan dengan cara mengaktifkan komplemen yang

menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis

b) Melawan virus sitopatik yang dilepaskan dari sel yang lisis.

Molekul antibodi dapat menetralisasi virus melalui berbagai

cara. Antibodi dapat menghambat kombinasi virus dengan reseptor pada

sel, sehingga mencegah penetrasi dan multiplikasi intraseluler, seperti

pada virus influenza. Antibodi juga dapat menghancurkan partikel virus

bebas melalui aktivasi jalur klasik komplemen atau produksi agregasi ,

meningkatkan fagositosis dan kematian intraseluler.

Kadar konsentrasi antibodi yang relatif rendah juga dapat

bermanfaat khususnya pada infeksi virus yang mempunyai masa

inkubasi lama, dengan melewati aliran darah terlebih dahulu sebelum

Swasti Kartika 19

Page 20: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

sampai ke organ target, seperti virus poliomielitis yang masuk melalui

saluran cerna, melalui aliran darah menuju ke sel otak. Di dalam darah,

virus akan dinetralisasi oleh antibodi spesifik dengan kadar yang

rendah, memberikan waktu tubuh untuk membentuk resposn imun

sekunder sebelum virus mencapai organ target.

Infeksi virus lain, seperti influenza dan common cold,

mempunyai masa inkubasi yang pendek, dan organ target virus sama

dengan pintu masuk virus. Waktu yang dibutuhkan respons antibodi

primer untuk mencapai puncaknya menjadi terbatas, sehingga

diperlukan produksi cepat interferon untuk mengatasi infeksi virus

tersebut. Antibodi berfungsi sebagai bantuan tambahan pada fase lambat

dalam proses penyembuhan. Namun, kadar antibodi dapat meningkat

pada cairan lokal yang terdapat di permukaan yang terinfeksi, seperti

mukosa nasal dan paru. Pembentukan antibodi antiviral, khususnya IgA,

secara lokal menjadi penting untuk pencegahan infeksi

berikutnya.Namun hal ini menjadi tidak bermanfaat apabila terjadi

perubahan antigen virus.

Virus menghindari antibodi dengan cara hidup intraseluler.

Antibodi lokal atau sistemik dapat menghambat penyebaran virus

sitolitik yang dilepaskan dari sel pejamu yang terbunuh, namun antibodi

sendiri tidak dapat mengontrol virus yang melakukan budding dari

permukaan sel sebagai partikel infeksius yang dapat menyebarkan virus

ke sel terdekat tanpa terpapar oleh antibodi, oleh karena itu diperlukan

imunitas seluler.

Respons imunitas seluler juga merupakan respons yang penting

terutama pada infeksi virus nonsitopatik.Respons ini melibatkan sel T

sitotoksik yang bersifat protektif, sel NK, ADCC dan interaksi dengan

MHC kelas I sehingga menyebabkan kerusakan sel jaringan. Dalam

respons infeksi virus pada jaringan akan timbul IFN (IFN-a dan IFN-b)

yang akan membantu  terjadinyarespons imun yang bawaan dan

Swasti Kartika 20

Page 21: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

didapat. Peran antivirus dari IFN cukup besar terutama IFN-a dan IFN-

b. Kerja IFN sebagai antivirus adalah :

1) Meningkatkan ekspresi  MHC kelas I

2) Aktivasi sel NK dan makrofag

3) Menghambat replikasi virus

4) Menghambat penetrasi ke dalam sel atau budding virus dari sel yang

terinfeksi.

Limfosit T dari pejamu yang telah tersensitisasi bersifat

sitotoksik langsung pada sel yang teinfeksi virus melalui pengenalan

antigen pada permukaan sel target oleh reseptor αβ spesifik di limfosit.

Semakin cepat sel T sitotoksik menyerang virus, maka replikasi dan

penyebaran virus akan cepat dihambat.

Sel yang terinfeksi mengekspresikan peptida antigen virus pada

permukaannya yang terkait dengan MHC kelas I sesaat setelah virus

masuk.Pemusnahan cepat sel yang terinfeksi oleh sel T sitotoksik αβ

mencegah multiplikasi virus.Sel T sitotoksik γδ menyerang virus (native

viral coat protein) langsung pada sel target.

Sel T yang terstimulasi oleh antigen virus akan melepaskan

sitokin seperti IFN-γ dan kemokin makrofag atau monosit. Sitokin ini

akan menarik fagosit mononuklear dan teraktivasi untuk mengeluarkan

TNF. Sitokin TNF bersama IFN-γ akan menyebabkan sel menjadi non-

permissive, sehingga tidak terjadi replikasi virus yang masuk melalui

transfer intraseluler. Oleh karena itu, lokasi infeksi dikelilingi oleh

lingkaran sel yang resisten.Seperti halnya IFN-α, IFN-γ meningkatkan

sitotoksisitas sel NK untuk sel yang terinfeksi. 

Antibodi dapat menghambat sel T sitotoksik γδ melalui reaksi

dengan antigen permukaan pada budding virus yang baru mulai,

sehingga dapat terjadi proses ADCC. Antibodi juga berguna dalam

mencegah reinfeksi.

Swasti Kartika 21

Page 22: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

Beberapa virus dapat menginfeksi sel-sel sistem imun sehingga

mengganggu fungsinya dan mengakibatkan imunodepresi, misalnya

virus polio, influenza dan HIV atau penyakit AIDS. Sebagian besar

virus membatasi diri (self-limiting), namun sebagian lain menyebabkan

gejala klinik atau subklinik. Penyembuhan infeksi virus pada umumnya

diikuti imunitas jangka panjang. Pengenalan sel target oleh sel T

sitotoksik spesifik virus dapat melisis sel target yang mengekspresikan

peptida antigen yang homolog dengan region berbeda dari protein virus

yang sama, dari protein berbeda dari virus yang sama atau bahkan dari

virus yang berbeda. Aktivasi oleh virus kedua tersebut dapat

menimbulkan memori dan imunitas spontan dari virus lain setelah

infeksi virus inisial dengan jenis silang. Demam dengue dan demam

berdarah dengue merupakan infeksi virus akut yang disebabkan oleh

empat jenis virus dengue. Imunitas yang terjadi cukup lama apabila

terkena infeksi virus dengan serotipe yang sama, tetapi bila dengan

serotipe yang berbeda maka imunitas yang terjadi akan berbeda.

Gangguan pada organ hati pada demam berdarah dengue telah

dibuktikan dengan ditemukannya RNA virus dengue dalam jaringan sel

hati dan organ limfoid. Virus dengue ternyata menyerang sel kupffer

dan hepatosit sehingga terjadi gangguan di hati 

System pertahanan tubuh manusia pun bisa dibagi berdasarkan

asal imunitas itu sendiri,antara lain(1,2) :

1. IMUNITAS SELULER

CMI berperan penting pada infeksi virus

Makrofag RES tampaknya merupakan garis pertahanan yang

penting dalam melawan virus. Makrofag tersebut berumur panjang,

tersebar luas, kontak dengan system sirkulasi. Makrofag mampu

makan dan menghancurkan virus, di samping menghambat replkasi

dengan mekanisme tidak langsung. Disamping terjadi aktivasi

Swasti Kartika 22

Page 23: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

makrofag dan meningkatkan daya tahan terhadap virus, beberapa

virus dapat berepliasi dalam makrofag, termasuk makrofag alveolus

paru. Infeksi virus yang berhasil dapat mengintensifkan infeksi.

Demikian juga infeksi virus pada limfosit, akan dapat menimbulkan

infeksi seumur hidup karier penyakit; dengan replikasi aktif dengan

stimulasi imun.

Virus dalam evolusi akan mengalami seleksi untuk menjadi

maksimal transmisibel. Sifat patogenitas mungkin menguntungkan

virus, misalnya virus respirasi, akan sangat potensial menyebar

dengan batuk, bersin, dan membanjirnya mucus sebagai respon

terhadap destruksi epitel respirasi. Dalam hal yang khusus,infeksi

virus pada sel imun menimbulkan imunosupresi umum, yang

menyebabkan infeksi oleh organism lain yang akan menguntungkan

untuk transmisi infeksi virus asli.

Patogenitas dapat disebabkan oleh destruksi langsung oleh

virus, dilepaskannya atau sekresi bahan toksik oleh sel yang

terinfeksi virus atau terjadinya respons imun host pada virus. Pada

keadaan terakhir, proses inflamasi sendiri mungkin akan

menghancurkan jaringan atau sel yang terinfeksi virus. Sebagai

espons imun yang normal, sebenarnya keadaan tersebut tidaj

patologis. Satu keadaan lain yang jarang adalah transformasi sel

yang terinfeksi menjadi sel tumor benigna atau maligna. Hal ini bisa

berakibat langsung viral protein, misalnya pada human papilovirus

atau efek tidak langsung proliferasi sel yang diinduksi infeksi kronis

virus, seperti dijumpai pada hepatitis B.

Infeksi hepatitis virus merupakan salah satu contoh bahwa

imun system tidak lagi protektif namun menjadi imunopatologis.

Replikasi virus dalam hepatosis tampaknya innocuous, dengan

kerusakan terjadi bertahun-tahun dari virus specific CD8 T cell yang

menginfiltrasi liver dan menghancurkan sel yang terinfeksi. Infeksi

Swasti Kartika 23

Page 24: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

HBV juga merupakan contoh lain proses imunopatologi karena

bahan imun kompleks yang terdiri atas antigen virus dan antibody

dapat mengakibatkan kerusakan ginjal.

Yang lebih jarang adalah terjadinya immune mimicry,

dimana viral antigen menginduksi terjadinya reaksi silang terhadap

antigen sel. Akhir dari infeksi virus ditentukan oleh sejumlah factor,

termasuk umur, status imun, dan physiological well being dari host.

HSV fatal pada neonatus, namun pada anak yang lebih tua tidak.

EBV menyebabkan demam ringan, tapi pada pasien

imunokompromise akan menyebabkan pneumonia yang fatal.

Infeksi virus dapat menyebabkan spectrum klinis berikut;

a. Asymptomatic infection

Banyak infeksi virus bersifat subklinis, dimana tidak ada

gejala klinis yang dijumpai. Hal inii terjadi pada host yang imun

yang sembuh dari infeksi sebelumnya atau telah mendapat

vaksin yang memberi proteksi pada host dari pertumbuhan virus

setelah terjadi reinfeksi. Namun sejumlah virus (misalnya

respiratory virus atau enteroviruses) pada host yang nonimun,

misalnya polio virus, pada 80% pasien yang terinfeksi, vius

replikasi di sel epitel gastrointestinal, dieksresi di feses tanpa

gejala.

b. Disease syndrome, virus eradication and recovery

Pola ini dijumpai pada kebanyakan infeksi virus pada

seseorang yang sehat. Dimana dijumpai gejala klinis yang

bervariasi (disease syndrome), diikuti dengan eradikasi virus

oleh immune system, recovery, dan sering diikuti dengan

imunitas seumur hidup. Misalnya ini pada infeksi measles pada

anak-anak, mumps, german measles, dan kebanyakan infeksi

saluran napas atas. Banyak virus lain juga mengikuti pola ini

Swasti Kartika 24

Page 25: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

misalnya, hepatiutis A, rotavirus (infeksi usus), dan coxsackie

virus (myocarditis, pericarditis, conjungtivitis).

c. Latency

Sejumlah vius, terutama family herpes virus (HSV,

varicella zoster, Epstein-Barr virus dan CMV) tidak dieradikasi

dari tubuh setelah sembuh, namun menjadi laten di dalam tubuh

host. Replikasi virus akan terjadi kemudian (reactivation) dan

menyebabkan gejala klinis yang dapat sama atau agak berbeda

dengan infeksi primer.

d. Carrier or persisten state

Setelah infeksi, virus carrier state dapat terjadi pada

infeksi hepatitis B, hepatitis C dan HIV. Lima sampai sepuluh

persen orang yang diinfeksi oleh hepatitis B akan membawa

partikel infektif dalam darahnya dalam waktu berbulan-bulan

atau bertahun-tahun. Di dunia terdapat >300 juta, antara lain

karena penularan vertical. Hepatitis B kronis mempunyai risiko

timbuk sirosis hati dan hepatoceluller carcinoma. Hepatitis C

menjadi kronis pada 80% individu yang mengalami infeksi dan

virus persisten bertahun-tahun sebelum kerusakan muncul;

HIV setelah infeksi primer bereplikasi pada derajat

rendah di dalam limfosit T dan sel lain. Individu terinfeksi akan

menjadi HIV antibody positive dan mengeksresi virus dalam

berbagai cairan tubuhnya. Virus pada orang yang tidak diobati

akan berkembang mengalami replikasi lebih cepat dan

menyebabkan sindrom klinis yang disebut AIDS. Virus hepatitis

B dan C serta HIV sering kkali disebut sebagai persisten virus.

e. Neoplastic growth

Introduksi material genetic (viral onkogenesis) dan

rearrangement atau switching ada celuller genes (sel

onkogenesis) merupakan proses yang dapat dimodifikasi oleh

Swasti Kartika 25

Page 26: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

virus. Dalam situasi tertentu akan menimbulkan neoplasma.

Feline leukemia virus menyebabkan lymphoblastic leukemia

pada kucing. Banyak virus (hepatitis B,C, EBV, HSV dan

papiloma viruses) disebutkan sebagai kofaktoe timbulnya

keganasan.

f. Death

Sebagian virus menimbulkan penyakit fatal pada

keadaan tertentu, pada keadaan lain penyakit virus selalu fatal,

rabies, HIV, dan sekelompok virus CNS merupakan contohnya.

Tabel 1. Mekanisme respon imun pada infeksi virus (Nicklin

et al., 1999)

Stadium infeksi Respon imun Mekanisme

Awal infeksi Interferon, sel NK,

ketahanan mukosa

Menghambat

replikasi virus,

membunuh virus

Viremia (virus

dalam darah)

Antibody,

komplemen,

makrofag

Membunuh virus,

netralisasi

infektivitas,

membatasi penyebar

luasan,

menghancurkan

kompleks antigen-

antibodi

Organ target Antibody,

komplemen, sel T

sitotoksik

Lisis sel yang

terinfeksi, menekan

replikasi virus

Swasti Kartika 26

Page 27: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

IMUNITAS NONSPESIFIK

Sebelum virus mencapai sel yang rentan dan

menimbulkan infeksi, vius perlu menembus beberapa barrier

anatoms dan fisiologis. Di antaranya adalah barrier kimiawi

berupa asam laktat dalam keringat, asam lemak yang disekresi

oleh kelenjar kulit, lapisan mucus pada banyak membrane

mukosa, serta asam hidroklorida dan asam empedu produk

saluran cerna. Jenis virus berbeda dalam sensitivitas inaktivasi

oleh asam HCl disbanding enterovirus.

Factor nonspesifik lain yang berpengaruh pada

perjalanan infeksi virus adalah factor usia, genetic, hormonal,

nutrisi, fagositosis, dan interferon.

A. Faktor usia

B. Faktor temperature

C. Faktor nutrisi

D. Faktor hormonal

E. Fagositosis

F. Interferon

2. IMUNITAS HUMORAL

Infeksi primer sistemik virus akan menimbulkan stimulasi

antigen yang maksimal dalam tubuh dan akan menghasilkan

pembentukan antibody yang penting untuk eliminasi infeksi yang

sedang berjalan maupun proteksi terhadap infeksi ulang. Pentingnya

antibody dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi virus tidak sama

antara satu virus dan lainnya. Contoh, untuk eliminasi infeksi

picorna virus peran antibody sangat penting. Sedangkan pada

infeksi virus lain memerlukan cellular mediated immunity. Hal ini

karena pada infeksi picorna virus, virus tidak dapat menular dari sel

ke sel tanpa terekspos pada lingkungan ekstraseluler, dimana

Swasti Kartika 27

Page 28: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

mereka akan dinetralkan oleh antibody. Sebagai tambahan, cell

mediated immunity tidak dapat berpengaruh pada sel yang terinfeksi

picorna virus karena tidak ada antigen baru yang diinsersikan pada

membrane sel tersebut.

Antibody tidak dapat menembus membrane sel sitoplasma

sehingga tidak dapat berpengaruh langsung pada virus. Hal ini

menjelaskan mengapa virus tertentu berada dalam keadaan laten.

Herpes simpleks dan varicella zoster dapat dalam bentuk laten dan

menjadi reaktivasi meskipun terdapat antibody terus menerus yang

melawan virus. Pertahanan tubuh oleh antibody seringkali bertahan

seumur hidup. Tetapi karena proteksi antibody bersifat spesifik,

virus yang mempunyai banyak variasi antigenic (virus influenza)

atau yang menunjukkan tipe-tipe yang banyak (rhinovirus) dapat

menyebabkan serangan ulang.

Antibody dalam mengeblok infeksi melalui mekanisme

netralisasi. Netralisasi dapat melalui dua mekanisme, yaitu;

1. Bloking replikasi virus dengan inhibisi absorpsi,

penetrasi atau uncoating

2. Vitrolisis, suatu reaksi yang akan menyebabkan destruksi

komponen envelope denagn bantuan factor kompelen.

Netralisasi virus telah banyak dipelajari in vitro. Tahap

pertama pada reaksi tersebut adalah terjadinya ikatan reversible

antara antibody dan virus. Tahap kedua adalah terjadinya reaksi

yang irreversible di mana terjadi perubahan perubahan structural,

baik pada antibody maupun virion. Pada tahap ini mungkin tidak

sepenuhnya ireversibel. Mungkin terjadi reaktivasi virus dengan

cara disosiasi kompleks virus-antibodi pada keadaan pH yang

berkurang atau peningkatan kadar garam. Aktivitas netralisasi

antibody tergantung pada avidity mereka. Anitbodi yang muncul

pada awal infeksi mempunnyai lower avidity dan disosiasi dari virus

Swasti Kartika 28

Page 29: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

lebih cepat disbanding antibody yang diproduksi pada tahap lanjut

infeksi. Dengan demikian netralisasi in vitro seringkali tidak

lengkap (in complete) bila antibody yang dipakai berasal dari fase

dini. Dalam kondisi in vivo,complete neutralsed virus akan

bersirkulasi dan membentuk infectious immune-complexes yang

akan berperan pada pathogenesis penyakit virus.

Penting banyaknya molekul antibody yang menyelimuti

virion agar terjadi netralsasi yang sempurna. Sebagai tambahan,

diperlukan beberapa bagian vion kritis tertutup oleh antibody.

Kadang-kadang hanya ada satu epitop, namun biasanya ada

beberapa tempat. Bila antibody perlu bekerja pada absorpsi, maka

penting bahwa antibody terikat pada beberapa tempat kritis saja,

tetapu juga bertempat di permukaan virus yang akan berakibat

adsorpsi virus saat virus bertumbukan dengan sel. Adsorpsi

terganggu bila terjadi ikatan factor selain virus specific antibodies

pada tempat kritis pada permukaan virion.

Peran antibody dalam pertahanan terhaap virus tidak hanya

dalam netralisasi virus. Pengaruh antibody yang lain adalah sebagai

berikut;

1. Opsonisasi, yaitu fasilitasi fagositosis oleh antibody yang

melekat

2. Pada virion lisis infected cell dengan aktivasi system

komplemen (system ini dapat berjalan hanya bila AB dapat

berikatan dengan antigen virus atau virus sel antigen kompleks

pada permukaan sel).

3. Interaksi dengan sel mediasi imunitas dalam kaitan dengan lisis

sel. Bila NK sel dan makrofag menunjukkan efek sitoksik

mereka yang diperlukan melekat pada bagian Fc antibody, yang

selanjutnya melekat pada antigen virus pada permukaan sel

(antibody dependent celuller cytotoxicity,ADCC).

Swasti Kartika 29

Page 30: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

Swasti Kartika 30

Contoh Patogenesis Virus Infuenza

Virus influenza menyebar dari orang ke orang melaui droplet di udara atau melaui

kontak dengan permukaan tangan yang tercemar. Beberapa sel epitel pernafasan

terinfeksi jika partikel virus yang terkumpul menolak dikeluarkan oleh reflex batuk dan

lepas dari netralisasi oleh antibody IgA spesefik yang sudah ada atau dari inaktivasi oleh

penghambat non terbentuk dan menyevar ke sel yang berdekatan, dimana siklus replikasi

berulang. DNA virus menurunkan viskositas lapisan mucus di saluran pernafasan,

membuka reseptor permukaan sel dan meningkatkan penyebaran cairan yang

mengandung virus ke bagian saluran yang lebih di bawah.Dalam waktu singkat, banyak

sel saluran pernafasan terinfeksi, kadang kala terbunuh.

Masa inkubasi dari paparan virus ke onset penyakit bervariasi dari 1 sampai 4

hari, tergantung dari besarnya umlah virus dan status imun inang. Pelepasan virus dimulai

pada hari sebelum onset gejala, memuncak dalam 24 jam, tetap meningkat selama 1

sampai 2 hari, dan kemudian menurun cepat. Virus infeksius sanat jarang ditemukan dari

darah.

Interferon dapat terdeteksi pernafasan sekitar satu hari setelah mulai pelepasan

virus.Virus influenza peka terhadap efek antivirus dari interferon, dan diyakini bahwa

respon interferon member andil dalam kesembuhan dari infeksi. Respon antibody spesifik

dan cell mediated tidak dapat dideteksi selama 1-2 hari minggu berikutnya.

Infeksi influenza menyebabkan kerusakan seluler dan deskuamasi mukosa malalui

permukaan dari saluran pernafasan tetapi tidak mempengaruhi lapisan dasar

epitel.Perbaikan sempurna kerusakan sel mungkin memakan waktu 1 bulan.Kerusakan

oleh virus pada eitel saluran pernafasan, menurunkan resistensinya terhadap invasi

sekunder bakteri trutama staphylococcus, streptococcus, dan Haemophylus

influenzae.Edema dan infiltrasi mononuclear dalam respon rterhadap kematian sel dan

deskuamasi karena replikasi virus agaknya menyebabkan gejala lokal.Gejala sistemik

yang menonjol yang berkaiotan dengan influenza mungkin mencerminkan produksi

sitokinin.

Page 31: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

BAB III

PENUTUP

A.      KESIMPULAN

Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksisel

organisme biologis.Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup

dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak

memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri.

Penelitian mengenai virus dimulai dengan penelitian mengenai penyakit

mosaik yang menghambat pertumbuhan tanaman tembakau dan membuat daun

tanaman tersebut memiliki bercak-bercak. Pada tahun 1883, Adolf Mayer,

seorang ilmuwan Jerman, menemukan bahwa penyakit tersebut dapat menular

ketika tanaman yang ia teliti menjadi sakit setelah disemprot dengan getah

tanaman yang sakit. Karena tidak berhasil menemukan mikroba di getah

tanaman tersebut, Mayer menyimpulkan bahwa penyakit tersebut disebabkan

oleh bakteri yang lebih kecil dari biasanya dan tidak dapat dilihat dengan

mikroskop. Selain itu, reproduksi virus dapat melalui proses lisis dan lisogenik

Untuk melawan virus, tubuh mengaktifkan sistem kekebalan.Sistem

kekebalan tersebut baik berupa sistem kekebalan nonspesifik maupun sistem

kekebalan spesifik.

B.     SARAN

Penerapan kedokteran klinis saat ini adalah untuk mengobati penyakit

saja.Infeksi bakteri dilawan dengan antibiotik, infeksi virus dengan antivirus

dan infeksi parasit dengan antiparasit terbatas obat-obatan yang tersedia.

Seharusnya yang perlu dikembangkan dan ditingkatkan adalah bagaimana cara

meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi tersebut.

Swasti Kartika 31

Page 32: Referat pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Pertahanan Tubuh pada Infeksi Virus

DAFTAR PUSTAKA

www.NEJM.org

Nasronudin,etc. 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia Edisi pertama. Surabaya:

Airlangga University Press

Baratawidjaja, Karnen. 2006. Imunologi Dasar Edisi ke-7. Jakarta: FKUI

Bloom. 2002. Buku Ajar Histologi Edisi 12. Jakarta: EGC

Judarwanto, Widodo. 17 Oktober 2010.“Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap

Virus.http://childrenallergyclinic.wordpress.com/ diakses tanggal 24 Oktober

2010

Roit, Ivan. 1990. Pokok-pokok Ilmu Kekebalan. Jakarta:Gramedia

Saanin, Syriful. “Infeksi Virus” http://www.angelfire.com/ diakses tanggal 24 Oktober 2010

Swasti Kartika 32