REFERAT TROPIK INFEKSI

18
REFERAT TROPIK INFEKSI DEMAM TIFOID Disusun Oleh : Fitri Anugrah 030.08.104 Pembimbing : dr. Ifael Yerosias Mauleti, Sp.PD KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

Transcript of REFERAT TROPIK INFEKSI

Page 1: REFERAT TROPIK INFEKSI

REFERAT TROPIK INFEKSI

DEMAM TIFOID

Disusun Oleh :

Fitri Anugrah

030.08.104

Pembimbing :

dr. Ifael Yerosias Mauleti, Sp.PD

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 17 DESEMBER 2012 – 22 FEBRUARI 2013

Page 2: REFERAT TROPIK INFEKSI

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat

menyelesaikan referat berjudul Demam Tifoid ini tepat pada waktunya.

Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu

Penyakit Dalam RSUP Fatmawati. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar besarnya kepada dr. Ifael Yerosias Mauleti, Sp.PD. selaku dokter pembimbing

dan rekan-rekan sejawat yang ikut membantu memberikan kontribusi dalam penyelesaian

referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat kekurangan dan

kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam

bidang Ilmu Penyakit Dalam khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.

Jakarta, 28 Januari 2013

Penulis

1

Page 3: REFERAT TROPIK INFEKSI

DAFTAR ISI

Bab I. Pendahuluan………………….......................................................................................1

Bab II. Pembahasan

II.1 Definisi………………………………………………............................................3

II.2 Epidemiologi……………………….......................................................................6

II.3 Etiologi dan predisposisi…………………………………………………………...

II.4 Patofisiologi…………………………………...........................................................

II.5 Gambaran klinis…………………………………………………………………….

II.6 Penegakkan Diagnosis……………………………………………………………...

II.7 Diagnosis Banding…………………………………………………………………

II.8 Penatalaksanaan……………………………………………………………………

II.9 Prognosis…………………………………………………………………………...

Bab III. Kesimpulan.................................................................................................................12

Daftar Pustaka..........................................................................................................................13

1

Page 4: REFERAT TROPIK INFEKSI

BAB I

PENDAHULUAN

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di negara

berkembang. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh

Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang

terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi,

kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar

higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.1

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena

penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World

Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus

demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Seperti

penyakit menular lainnya, tifoid banyak ditemukan di negara berkembang, dimana higien

pribadi dan sanitasi lingkungannya kurang baik. Prevalensi kasus bervariasi tergantung

lokasi, kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat. 1

Indonesia merupakan salah satu negara endemis tifoid. Menurut surveilans

Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990

sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000

penduduk. Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan

sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan

lingkungan. 1

1

Page 5: REFERAT TROPIK INFEKSI

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Definisi

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh

Salmonella Thypi (S. Typhi) dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,

gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.

II.2 Epidemiologi

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan

karena penyakit ini mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data

World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17

juta kasus demam tifoid di seluruh duna dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap

tahun. Di Negara berkembang, kasus demam tifoid dilapokan sebagai penyakit

endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang

sebenaranya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit.

II.3 Etiologi dan predisposisi2,3,4,5

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella

paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak

membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut

getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di

dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu

600°C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Salmonella

typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :

a. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.

Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin.

Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.

b. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari

kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap

formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.

1

Page 6: REFERAT TROPIK INFEKSI

c. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi

kuman terhadap fagositosis.

Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan

pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya demam tifoid yaitu diantaranya

adalah sebagai berikut:

a. Faktor Host

Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan

Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh

kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan

tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang

berada dalam bakterimia kepada bayinya (Soedarno, 2002).

b. Faktor Agent

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat

menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan melalui

makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi

yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid

(Syahrurahman, 1994).

c. Faktor Environment

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis

terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar

hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya

penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum

dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. Berdasarkan

hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000) menunjukkan bahwa higiene

perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali

lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik.

II.4 Patofisiologi1

Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui fecal-oral

transmittion melalui orang ke orang maupun melalui perantaraan makanan dan

minuman yang tidak higienis yang terkontaminasi dengan feces atau urine.

Sesampainya di lambung sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung, dan

1

Page 7: REFERAT TROPIK INFEKSI

sebagian lagi masuk usus halus. Penyakit yang timbul tergantung pada beberapa

faktor, antara lain (1) jumlah organisme yang ditelan, (2) kadar keasaman dalam

lambung. Untuk dapat menimbulkan infeksi, diperlukan S. typhi sebanyak 105-109

yang tertelan. Sesampainya di lambung sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam

lambung. Namun tidak semua bakteri tersebut mati. Jumlah bakteri yang mampu

bertahan hidup bergantung pada keasaman lambung tersebut. Bakteri yang mampu

bertahan hidup masuk ke dalam lumen usus, lalu mengadakan perlekatan pada

mikrovili dan menyerang epitel hingga mencapai lamina propria. selanjutnya di

lamina propria kuman berkembang biak serta difagosit, terutama oleh makrofag.

Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag, dan selanjutnya dibawa

ke plaque Peyeri ileum distal kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag ini

masuk ke dalam sirkulasi darah, menuju organ – organ sistem retikuloendotelial

(RES) terutama di hepar dan limpa sehingga organ tersebut akan membesar disertai

nyeri pada perabaan. . Di organ retikuloendotelial kuman meninggalkan sel makrofag

dan berkembang biak di luar sel (seperti di sinusoid) dan kembali masuk ke sirkulasi

darah yang mengakibatkan bakteremia kedua yang simptomatik (terdapat tanda dan

gejala infeksi sistemik).

Kuman masuk ke kandung empedu dan berkembang biak, kemudian secara

intermiten dieksresikan ke lumen usus, kemudian proses yang sama terulang kembali.

Karena makrofag sudah teraktifasi dan hiperaktif pada saat fagositosis kuman

dilepaskan mediator-mediator inflamasi yang menimbulkan reaksi inflamasi sistemik

seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular,

gangguan mental dan koagulasi. Di plak Peyeri kuman intra makrofag menginduksi

reaksi sensitifitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis jaringan. Proses

patologi jaringan ini dapat berkembang sampai ke lapisan serosa usus sehingga terjadi

perforasi usus. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler sehingga

timbul gejala neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ

lainnya.

II.5 Gambaran Klinis

1

Page 8: REFERAT TROPIK INFEKSI

Masa inkubasi dari Demam Tifoid biasanya 7-14 hari tetapi juga bergantung

pada infeksi yang terjadi, umumnya 3-30 hari. Manifestasi klinis bervariasi mulai dari

sakit ringan dan demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, sampai keadaan klinis yang

berat dengan gangguan pencernaan dan komplikasi yang berat. Banyak faktor yang

mempengaruhi berat ringannya penyakit pada demam tifoid. Hal ini mencakup lama

berlangsungnya penyakit sebelum dilakukannya terapi, pemilihan antibiotic yang

sesusai, umur, riwayat vaksinasi, strain bakteri, dan faktor imunitas seseorang.2

Gejala klinis pada anak umumnya tidak khas.Umumnya perjalanan penyakit

berlangsung dalam jangka waktu yang pendek dan jarang menetap lebih dari 2

minggu.5

Gejala klinis demam tifoid umumnya adalah demam, gangguan saluran

pencernaan (diare, konstipasi, mual, nafsu makan menurun), pusing.

1. Demam

Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Awalnya demam hanya

samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni pada pagi hari lebih rendah

atau normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi. Pada kasus-kasus yang khas

umumnya demam berlangsung selama 3 minggu. Demam dapat mencapai 39-40 ◦C

yang sifatnya remitten. Demam disertai gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot,

pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah. Selama minggu pertama, suhu tubuh

turun naik, meningkat terutama pada sore-malam hari, pada minggu kedua demam

berlangsung terus menerus. Bila pasien membaik maka pada minggu ketiga, suhu

tubuh berangsur turun dan dapat normal pada akhir minggu ketiga.1,6,7

2. Lidah kotor

1

Page 9: REFERAT TROPIK INFEKSI

Sering ditemukan lidah yang terlihat kotor dan ditutupi selaput putih kotor, ujung dan

tepinya kemerahan serta tremor.

3. Gangguan Saluran Pencernaan

Penderita sering mengeluh nyeri perut, teutama nyeri ulu hati, disertai mual dan

muntah. Keluhan lain yang sering dijumpai adalah diare atau justru konstipasi.

4. Hepatosplenomegali

Pada penderita demam tifoid, hati dan atau limpa sering ditemukan membesar. Hati

terasa kenyal dan nyeri bila ditekan.

5. Bradikardi relatif

Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan

frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah peningkatan suhu 1◦C tidak diikuti

peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit.

II.6 Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan rutin

Pada darah perifer sering ditemukan leukopenia tetapi dapat pula normal atau

leukositosis. Dapat juga ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada hitung jenis

menunjukkan shift to the left. LED dapat meningkat, SGOT dan SGPT seringkali

meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuh.

2. Pemeriksaan kultur

Kultur darah merupakan metode diagnosis standar yang dianjurkan. Menurut laporan

survailens WHO pada tahun 2003, lebih dari 80% pasien dengan demam tifoid

memberikan hasil yang positif dengan kultur darah. Sensitivitas kultur darah lebih tinggi

apabila pemeriksaan dilakukan pada minggu pertama sakit dan akan semakin menurun

dengan didapatkannya riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya.

3. Pemeriksaan serologis

a. Widal

Pemeriksaan Widal sebaiknya dilakukan pada pasien dengan gejala-gejala yang

mengarah pada tifoid dan atau setidaknya sudah mengalami demam selama lebih kurang

1

Page 10: REFERAT TROPIK INFEKSI

satu minggu. Karena endemisitas tifoid di tiap-tiap daerah berbeda-beda maka masing-

masing sentral dianjurkan untuk memiliki nilai ambang batas yang dapat dijadikan

patokan. Saat ini diagnosis dengan menggunakan hasil Widal lebih dianjurkan dengan

melihat peningkatan titer 2-4 kali dalam dua pemeriksaan Widal dengan jarak waktu

kurang lebih 1 minggu dari pada pemeriksaan Widal satu kali saja.

b. Kit typhidot

Typhidot merupakan seperangkat kit dot ELISA yang digunakan untuk mendeteksi

kadar antibodi IgM dan IgG terhadap protein membran luar dari Salmonella typhi.

Typhidot akan memberikan hasil yang positif setelah 2-3 hari pasca infeksi. Typhidot

memiliki efektivitas yang lebih baik daripada Widal. Kelemahan kit ini tidak dapat

membedakan apakah penderita mengalami infeksi lampau atau reinfeksi bila hasil yang

didapat IgM dan IgG positif, pada keadaan tersebut gejala klinik dapat dijadikan

pertimbangan.

c. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Pemeriksaan lain yang lebih canggih adalah dengan metode deteksi DNA tifoid

menggunakan teknik PCR. Pemeriksaan ini memberikan hasil yang baik dengan

sensitivitas sampai 93% dan spesifisitas 100%.

d. Tes Tubex ®

Tes Tubex® merupakan pemeriksaan diagnostik in vitro semikuantitatif untuk

mendeteksi spesifik serum antibodi IgM terhadap antigen S.Typhi 09 lipopolisakarida.

Reaksi positif akan memberikan warna biru sedangkan reaksi negatif akan memberikan

warna merah.

II.7 Komplikasi

Komplikasi yang paling banyak dijumpai pada demam tifoid adalah hepatitis

tifosa, pneumonia, ensefalopati, dan perdarahan dengan penyebab kematian terbanyak

adalah perforasi usus.

1. Hepatitis Tifosa9,10

Penyebab timbulnya kelainan hati pada demam tifoid tidak diketahui pasti,

mungkin multifaktorial termasuk kerusakan hati akibat endotoksin atau proses

inflamasi. Kemungkinan lain adalah kerusakan akibat mekanisme imun sekunder

1

Page 11: REFERAT TROPIK INFEKSI

pada host. Khosia memberikan kriteria hepatitis tifosa apabila ditemukan 3 atau

lebih gejala sebagai berikut:

1. Hepatomegali

2. Ikterik

3. Kelainan laboratorium, antara lain :

- Bilirubin > 30,6µmol/l

- Peningkatan SGOT/SGPT

- Penurunan indeks waktu prothrombin

4. Kelainan histopatologi

II.8 Penatalaksanaan

II.9 Prognosis

BAB III

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Widodo D. Demam tifoid. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,

Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III 2006. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen IPD FKUI ; 2006 : 1752-7.

2. Rampengan, T. H. 2008. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak. Jakarta: EGC.

3. Soedarno SS., Garna H, Hadinegoro SR. 2008. Buku Ajar Infeksi & Pediatric Tropis.

Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

4. Syahrurahman, Agus. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta:

Penerbit Binarupa Aksara.

5. Lubis, R. 2001. Faktor Resiko Kejadian Demam Tifoid Penderita Yang Dirawat di RSUD

Dr. Soetomo Surabaya. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Airlangga Surabaya.

6. Hendarwanto. Clinical Picture of Typhoid Fever. Acta Medica Indonesiana, 1996, 3:151-

58.

7. Nelwan RHH. Sebuah Studi Deskriptif Klinik Mengenai Diagnosis Dini Demam Tifoid.

Acta Medica Indonesiana, 1993, 1;13-18

1

Page 12: REFERAT TROPIK INFEKSI

8. Zulkarnain I. Demam tifoid : Perkembangan terbaru dalam diagnosis dan terapi. Dalam :

Sumaryono, Setiati S, Gustaviani R, Sukrisman L, Sari NK, Lydia A. Naskah lengkap

pertemuan ilmiah tahunan ilmu penyakit dalam 2006. Jakarta : Pusat informasi dan

penerbitan bagian IPD FKUI; 2006:35-43.

9. Khosia, SN. Typhoid hepatitis. Postgrad Med J. 1990, 66:923-25.

10. Pramoolsinsap C, Viranuvatti V. Salmonella Hepatitis. Journal of Gastroenterol and

Hepatology 1998, 13: 745-50.

11.

1