Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit...

30
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam FK – USU / RS H. Adam Malik Medan

Transcript of Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit...

Divisi Penyakit Tropik dan InfeksiDepartemen Penyakit Dalam

FK – USU / RS H. Adam Malik Medan

Sejarah

John Hunter (1793) → penelitian ttg transmisi rabies oleh hewan

Louis Pasteur’s (1880) → demonstrasikan infeksi rabies pd CNS

Rabies merupakan penyakit endemis di sebagian besar negara di

benua Afrika dan Asia

Penyebab 55.000 kematian di dunia, sekitar 56% terjadi di Afrika

dan 44% di Asia

CNS

Kultur virus (1930-an)

Virus terlihat dgn mikroskop elektron (1960-an)

Penyakit zoonosa yang terpenting di Indonesia karena tersebar

di 18 propinsi dengan angka kejadian yang cukup tinggi (16.000

kasus/tahun)

Penyakit viral akut pada CNS

Penularan melalui gigitan hewan yg terinfeksihewan yg terinfeksi

Perjalanan penyakit :

Fase prodromal → manifestasi encephalitis (sebagian kecil bentuk paralisis) → berakhir dgn koma/kematian

Akhir tahun 1977, 5 Propinsi di Indonesia bebas historis

rabies, yaitu Kalimantan Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, Maluku

dan Irian Jaya.

Data tahun 2001menunjukkan terdapat 7 provinsi yang bebas

rabies adalah Jawa tengah, Jawa timur, Kalimantan Barat, Bali, rabies adalah Jawa tengah, Jawa timur, Kalimantan Barat, Bali,

NTB, Maluku dan Irian Jaya.

Data terakhir pada tahun 2004, di Ambon, Maluku jumlah orang

yang meninggal akibat rabies tercatat 21 orang.

Di Provinsi Bali, desa kedonganan dan Ungasan pada tanggal 29

November 2008 terdapat beberapa anjing mati dan dinyatakan

positif Rabies. Hal ini membuat Provinsi Bali dengan status bebas

rabies perlu ditinjau kembali.

Sampai saat ini ada 18 propinsi yang belum bebas kasus

rabies.

Jumlah rata-rata pertahun kasus gigitan pada manusia oleh

hewan penular rabies, lebih dari 15.000 kasus, diantaranya

Single-strand RNA

Family Rhabdoviridae, genus Lyssavirus, dgn 7

genotype sudah teridentifikasi

Inaktif dgn :

• Suhu > 56oC (1 mnt), 4oC

(2 mg)

• Detergents 1%

• Ethanol 45%

• Iodine solutions (1:10.000)

• Benzalkonium chloride 1%

Virus rabies masuk melalui luka gigitan � selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Masa inkubasi berkisar antara 2 minggu - 2 tahun, tetapi pada umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak.sebelum mencapai otak.Di otak virus memperbanyak diri, menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak.Virus kemudian bergerak kearah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom

Virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan-jaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.

Urban rabies, ditularkan

oleh unimmunized

domestic dogs (anjing, kucing dan kera) � banyak kucing dan kera) � banyak

terjadi di Indonesia

Sylvatic (wildlife) rabies,

ditularkan oleh skunk,

rubah, raccoons,

mongooses, serigala, dan

kelelawar

Perjalanan klinis peyakit → 4 tahap :

1. Stadium Prodromal

Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri ditenggorokan selamabeberapa hari.

2. Stadium Sensoris (Ensefalitis akut yang mirip ensefalitis virus lain)

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan padatempat bekas luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensorik.

3. Stadium Eksitasi

Disfungsi pusat batang otak yang mendalam yang menimbulkan

gejala klasik ensefalitis rabies

Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan

gejala hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil

dilatasi.

Pemeriksaan Laboratorium

Isolasi Virus Rabies (saliva, cairan serebrospinal dan urin)

� tidak selalu berhasil 1-4 hari sakit, berhubungan dengan adanya neutralizing antibodies.

Flourescent Antibodies Test (FAT) menunjukkan antigen virus dijaringan otak, sedimen cairan serebrospinal, urin, kulit dan hapusan jaringan otak, sedimen cairan serebrospinal, urin, kulit dan hapusan kornea, bahkan setelah teknik isolasi tidak berhasil. FAT ini juga bisa negatif, bila antibodi telah terbentuk.

Serum neutralizing antibody pada kasus yang tidak divaksinasi tidak akan terbentuk sampai hari ke 10 pengobatan, tetapi setelah itu titer akan meningkat dengan cepat. Karakteristik respon imun ini, pada kasus yang divaksinasi dapat membantu diagnosis.

Negri bodies dengan pemeriksaan mikroskopis (Seller) dapat negatifpada 10-20 % kasus, terutama pada kasus - kasus yang sempat divaksinasi dan penderita yang dapat bertahan hidup setelah lebih dari 2minggu.

Tetanus, Intoksikasi obat yang bekerja pada

CNS

Hysterical respon, Guillain-Barre

syndromesyndrome

Semua penyebab Encephalitis :

Herpes simplex virus type 1

Varicella-zoster virus

Enteroviruses (Coxsackieviruses, echoviruses,

Polioviruses, dan Human enteroviruses 68 to

71)

Harus ditangani dengan cepat dan sesegera

Cuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir)

dan sabun atau detergent selama 10-15 menit,

kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine,

obat merah dan lain-lain).

Di Puskesmas Pembantu/Puskesmas/Rumah Sakit

harus dilakukan kembali seperti di atas proses

pencucian luka.

Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali

jahitan situasi. Bila memang perlu sekaliuntuk dijahit

(jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum Anti

Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan

secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan

sisanya disuntikan secara intra muskuler.

Pertimbangkan perlu tidaknya pemberian

serum/vaksin anti tetanus, anti biotik untuk

mencegah infeksi dan pemberian analgetik.

Immunosupresi dan anti viral tidak efektif

Tidak ada terapi spesifik, hanya bersifat supportif dan

paliatif (sedatif dan analgesik)

Mencegah komplikasi (arrythmia, gagal nafas,

Kontak / jilatan / gigitan

Kejadian didaerah tertular / terancam / bebas

Didahului tindakan provokatif / tidak

Hewan yang menggigit menunjukkan gejala rabiesHewan yang menggigit menunjukkan gejala rabies

Hewan yang menggigit hilang, lari dan tidak dapat di

tangkap atau dibunuh dan dibuat.

Hewan yang menggigit mati, tapi masih diragukan

menderita rabies.

Penderita luka gigitan pernah di VAR dan kapan?

Hewan yang menggigit pernah di VAR dan kapan?

Identifikasi luka gigitan (status lokalis).

Temuan pada waktu observasi hewan

Hasil pemeriksaan spesimen dari hewan

Petunjuk WHO

1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment)

Cara pemberian :

intra muskuler (im) di daerah deltoideus (anak–anak di daerah paha)

VAKSINASIDOSIS

WAKTU PEMBERIANVAKSINASI WAKTU PEMBERIANAnak Dewasa

Dasar 0,5 ml 0,5 ml 4 x pemberian :

- Hari ke 0 (2x pemberian sekaligus, toideus kiri dan kanan)

- Hari ke 7

- Hari ke 21

Ulangan - - -

b. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR

sesudah digigit (Post Exposure Treatment)

Cara pemberian :

intra muskuler (im) di daerah deltoideus (anak–anak di daerah paha)

VAKSINASIDOSIS

WAKTU PEMBERIANVAKSINASI WAKTU PEMBERIANAnak Dewasa

Dasar 0,5 ml 0,5 ml 4 x pemberian :

- Hari ke 0 (2x pemberian sekaligus, toideus kiri dan kanan)

- Hari ke 7

- Hari ke 21

Ulangan 0,5 ml 0,5 ml Hari ke 90

2. Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV)

a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure

Treatment)

Cara pemberian :– vaksinasi dasar : sub cutan (sc) di sekitar daerah pusar.– vaksinasi ulang : cutan (ic) di bagaian fleksor lengan bawah

DOSISVAKSINASI

DOSIS WAKTU PEMBERIANAnak Dewasa

Dasar 1 ml 2 ml 7 x pemberian setiap hari

Ulangan 0,1 ml 0,25 ml Hari ke 11, 15, 30 dan 90

KETERANGAN

Anak :

3 tahun ke bawah

b. Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah

digigit (Post Exposure Treatment)

Cara pemberian :– vaksinasi dasar : sub cutan (sc) di sekitar daerah pusar.– vaksinasi ulang : cutan (ic) di bagaian fleksor lengan bawah

VAKSINASIDOSIS WAKTU

PEMBERIANKETERANGANVAKSINASI

PEMBERIANAnak Dewasa

Dasar 1 ml 2 ml 7 x pemberian setiap hari

Ulangan 0,1 ml 0,25 ml Hari ke 11, 15, 25,35 dan 90

KETERANGAN

Anak :

3 tahun ke bawah

1. Serum Hetorolog (Kuda)

Kemasan : vial 20 ml (1 ml = 100 IU)

Cara pemberian :

Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra muskuler.sisanya disuntikkan intra muskuler.

JENIS SERUM

DOSISWAKTU

PEMBERIANKETERANGAN

Serum Heterolog

40 IU/kg BB Bersamaan dengan pemberian VAR hari ke-0

Sebelumnya dilakukan skin test

2. Serum Momolog

Kemasan : vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU )

Cara pemberian :Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra muskuler.

JENIS

SERUMDOSIS

WAKTU

PEMBERIANKETERANGAN

Serum

Homolog

20 IU/kg BB Bersamaan

dengan

pemberian VAR

hari ke-0

Sebelumnya tidak

dilakukan skin test

1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)

Cara pemberian (cara I) :

Disuntikkan secara intra muskuler (im) di daerah deltoideus.

VAKSINASI DOSISWAKTU

PEMBERIAN

Dasar I. 0,5 ml Pemberian I (hari ke-0)

II. 0,5 ml Hari ke-28

Ulangan 0,5 ml 1 tahun setelah pemberian 1

Ulangan Selanjutnya 0,5 ml Tiap 3 tahun

Cara pemberian (cara II) :

Disuntikkan secara intra cutan (di bagian fleksor

lengan bawah

VAKSINASI DOSISWAKTU

PEMBERIANPEMBERIAN

Dasar I. 0,1 ml Pemberian I (hari

ke-0)

II. 0,1 ml Hari ke-7

III. 0,1 ml Hari ke-28

Ulangan 0,1 ml Tiap 6 bulan – 1

tahun

1. Suncling Mice Brain Vaccine (SMBV)

Cara pemberian :

Disuntikkan secara intra cutan di bagan fleksor

lengan

VAKSINASIDOSIS WAKTU

VAKSINASIWAKTU

PEMBERIANAnak Dewasa

Dasar I. 0,1 ml I. 0,25 ml Pemberian I

II. 0,1 ml II. 0,25 ml 3 minggu setelah pemberian I

III. 0,1 ml III. 0,25 ml

6 minggu setelah pemberian 1

Ulangan 0,1 ml 0,25 ml Tiap 1 tahun

Serum Sickness :

Gejala dan tanda klinis : panas,urtica.

Penanganan :

� Hentikan pemberian SAR.

� Beri pengobatan simptomatis( antihistamine, dll ).

Syok Anafilaktik

Penanganan:

Baringkan penderita dengan kaki lebih tinggi dari kepala

Beri adrenalin 0,3 – 0,5 ml sc / im. Anak -anak 0,01 mg / Kg BB (1ampul adrenalin = 1 m1 = 1 mg ).

Monitoring “ vital sihn “ ( tanda – tanda vital )

Tiap 5 –10 menit ulangi adrenalin( 0,3 – 0,5 ml sampai tekanan sistolik mencapai 90–100 mmHg, denyut jantung tidak melebihi 120 x / menit.mencapai 90–100 mmHg, denyut jantung tidak melebihi 120 x / menit.

Bila nafas berhenti, usahakan pernafasan buatan, kepala ditarik ke belakang dan rahang ke atas, beri pernafasan dari mulut ke mulut.

Bila jantung berhenti lakukan kompresi jantung luar.

Kortikosteroid, seperti oradexon 1 ampul i. v. at dexamethasone 5 – 10 mg i.v.

Intra venous Fluid Drip ( IVFD ) : Ringer laktat atau NaCI 0,9 %

O2 ( jika ada ).

Penderitan yang sembuh jangan terlalu cepat dipulangkan, observasi dulu dengan seksama.

1. Haryanto NP. Gunawan CA. Rabies. Dalam: Sudoyo AW dkk. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta; 2006.hal.1714-21

2. Jackson AC. Johannsen EC. Rabies and Other Rhabdovirus Infections. In: Kasper DL et al. (Eds) Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th

ed. New York: McGraw-Hill; 2008.p.1222-5

3. Warrell JM. Rabies. In: Viral Infections. Manson; 2009.p. 799-814

4. Southwick FS. Infectious Diseases A Clinical Short Course 2nd ed. New York: McGraw-Hill; 2004.p.155-6

5. Hadi H. Suharto. Rabies. Dalam: Nasronudin dkk. (Editor) Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press; 2007.hal. 487-93

6. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka/ Rabies di Indonesia