Post on 13-Dec-2015
description
LAPORAN KASUS
OD PTERYGIUM STADIUM III
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Tentara Dr. Soedjono Magelang
Disusun Oleh :
Thuba Handri Wirana
01.210.6285
Pembimbing :
dr. Dwijo Pratiknjo, Sp.M
dr. Hari Trilunggono, Sp.M
FAKULTAS KEDOKTERRAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
“OD Pterygium Stadium III”
Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Tingkat II
dr. Soedjono Magelang
Telah disetujui dan dipresentasikan
pada tanggal: September 2015
Disusun oleh:
Thuba Handri Wirana
01.210.6285
Dosen Pembimbing,
dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M
2
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn. S Umur : 37 tahun Jenis Kelamin : Laki - laki Agama : Islam Pekerjaan : Polisi Alamat : kalinegoro Tanggal pemeriksaan : 02 September 2015
1) ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada 02 September 2015 secara autoanamesis di Poliklinik
Mata RST Dr. Soedjono, Magelang.
Keluhan Utama
Timbul selaput merah seperti daging pada mata kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan timbul merah – merah seperti selaput daging
pada mata kanan. Keluhan ini disadari sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya pada mata
kanan timbul merah - merah kecil, kemudian pasien merasa merah – merah tersebut
makin lama makin melebar dan menyerupai selaput. Pasien tidak mengeluhkan
adanya rasa panas, nyeri, dan ngganjel di mata kanan, pasien juga menyangkal adanya
penurunan tajam penglihatan, benda asing yang masuk, nrocos, dan adanya kotoran.
Pasien sehari-harinya bekerja sebagai polisi lalu lintas, setiap harinya terjun ke jalan
raya selama lebih dari 4 jam. Selama bekerja pasien hanya menggunakan masker
penutup mulut, tidak pakai kaca mata untuk melindungi mata. Pasien mengaku tidak
berani mengucek matanya yang sakit, oleh karena itu pasien hanya memberi obat tetes
mata yang di beli di mini market tetapi tidak ada perubahan sehingga pasien datang ke
RST.
3
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat terpapar sinar matahari terus menerus, angin dan debu diakui. Riwayat adanya trauma pada mata seperti terkena bahan-bahan kimia,
terbentur benda tumpul atau benda tajam disangkal Riwayat penggunaan kacamata sebelumnya disangkal Riwayat alergi pada pasien disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa (tumbuh selaput
seperti daging)
Tidak ada riwayat alergi pada keluarga
Riwayat Pengobatan
Sudah pernah diobati dengan obat tetes mata yang dibeli di mini market, pasien
merasakan tidak ada perubahan sehingga pasien datang ke RST.
Riwayat Sosial Ekonomi
Kesan ekonomi cukup
2) PEMERIKSAAN FISIK
• Status Generalis
– Kesadaran : Compos mentis
– Aktivitas : Normoaktif
– Kooperatif : Kooperatif
– Status gizi : Baik
• Vital Sign
– TD : 120/90 mmHg
– Nadi : 80 x/menit
– RR : 20 x/menit
– Suhu : 36,50
4
3) STATUS OPHTHALMICUS
Oculus Dexter Oculus Sinister
No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 6/6 6/6
2. Gerakan bola mata Ke segala arah Ke segala arah
3. Palpebra Superior :
- Hematom
- Edema
- Hiperemi
- Entoprion/ektropion
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
4. Palpebra Inferior :
- Hematom
- Edema
- Hiperemi
- Entoprion
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
5. Konjungtiva :
- Injeksi konjungtiva
- Injeksi siliar
(-)
(-)
(-)
(-)
5
- Perdarahan
subkonjumgtiva
- Simblefaron
- Bangunan patologis
- Jaringan fibrovaskular
(-)
(-)
(-)
(+)
Terdapat jaringan
fibrovaskuler yang
berbentuk segitiga di
daerah nasal ke arah
kornea, sudah
melebihi stadium II
tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata
dalam keadaan cahaya
normal.
+
(-)
(-)
(-)
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
6. Kornea :
- Kejernihan
- oedema
- Infiltrat
- Sikatrik
- Jaringan
fibrovaskular
Jernih
(-)
(-)
(-)
(+)
Terdapat jaringan fibrovaskuler yang berbentuk segitiga di daerah nasal ke arah kornea, sudah melebihi stadium II tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal.
Jernih
(-)
(-)
(-)
(-)
7. COA :
- Kedalaman
- Hifema
- Hipopion
Cukup
(-)
(-)
Cukup
(-)
(-)
6
8. Iris :
- Kripte
- Sinekia
(+)
(-)
(+)
(-)
9. Pupil :
- Bentuk
- Diameter
- Reflek pupil
- Jaringan fibrovaskular
Bulat
3 mm
(+)
(-)
Bulat
3 mm
(+)
(-)
10. Lensa
- kejernihan Jernih Jernih
11. Korpus Vitreum
- kejernihan Jernih Jernih
12. Fundus reflex (+) cemerlang (+) cemerlang
13. Funduskopi
a. Papil N. II
b. Aa/vv Retina
c. Makula
d. Retina
Fokus 0
Bentuk bulat, warna
merah jingga
cemerlang, batas
tegas, CDR 0,4 ,
ekskavasasi (-),
miopik kresen (tidak
ditemukan)
AVR 2:3
Cemerlang
Dalam batas tegas
Fokus 0
Bentuk bulat, warna
merah jingga
cemerlang, batas
tegas, CDR 0,4 ,
ekskavasasi (-),
miopik kresen (tidak
ditemukan)
AVR 2:3
Cemerlang
Dalam batas tegas
7
14 TIO Tidak meningkat Tidak meningkat
4) PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pterygium adalah topografi kornea
untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmatisme ireguler yang
disebabkan oleh pterygium.
5) DIAGNOSIS BANDING
a. OD Pterygium stadium III
dipertahankan karena dari anamnesa terdapat selaput yang terasa mengganjal
pada bagian mata, riwayat terpapar angin dan debu secara terus - menerus. Dan
pada pemeriksaan status opthalmologi pterygium sudah melebihi stadium II tetapi
tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil
sekitar 3-4 mm).
b. Pterigium stadium II
disingkirkan karena terdapat jaringan fibrovaskular yang berbentuk segitiga di
daerah nasal dengan puncak pada kornea < 2mm dari limbus.
c. Pseudopterigium
disingkirkan karena tidak didapatkan adanya riwayat trauma pada kornea dan
tidak ada perlekatan antara konjungtiva dan kornea akibat ulkus di kornea yang
menahun.
d. Pinguekula
disingkirkan karena tak tampak bercak kekuningan yang terletak pada bagian
temporal atau nasal, biasanya di bagian nasal dari kornea, tempat dimana
konjungtiva banyak berhubungan dengan debu.
6) DIAGNOSIS KERJA
OD Pterygium stadium III
8
7) TERAPI
a. Medikamentosa
Topical :
Inmatrol (Dexamethasone 1 mg, polymyxin B sulfate 6.000 UI, neomycin
sulfate 3,5 mg) ED 3 kali sehari 1 tetes OS.
Oral : Amoxicilin 500 mg 3 x sehari 1 tablet.
Parenteral : -
Operatif :
1. Bare sclera
2. Simple closure
3. Sliding flaps
4. Rotational flaps
5. Ekstirpasi pterygium dengan Conjungtival autograft
b. Non Medikamentosa : -
8) EDUKASI
a. Untuk Pterygiumo Pasien sebaiknya menggunakan topi dan kacamata apabila sedang bekerja
untuk mengurangi paparan terhadap sinar matahari, debu, dan angin yang
merupakan salah satu faktor resiko pterygium.
o Memberitahu pasien jika selaput berbentuk daging akan semakin melebar yang
akan mengganggu penglihatan sehingga dianjurkan untuk dilakukan operasi.
o Memeberitahu pasien jika Pterygium bisa sembuh setelah di operasi, tapi jika
pasien terpapar sinar matahari, debu, dan angin, penyakit akan dapat kambuh
kembali.
o Pasien disarankan untuk kembali lagi berobat jika terasa gejala-gejala perih.
9
9) PROGNOSIS
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam bonam bonam
Quo ad sanam bonam bonam
Quo ad functionam bonam bonam
Quo ad vitam bonam bonam
Quo ad kosmetikam Dubia ad bonam bonam
10) KOMPLIKASI
Komplikasi pra-operatif bisa sebagai berikut:
Gangguan penglihatan (astigmatisme)
Mata kemerahan
Iritasi
Gangguan pergerakan bola mata.
Bekas luka yang kronis dari konjungtiva dan kornea
Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:
Infeksi
Sikatrik kornea
Graft konjungtiva yang terbuka
Adanya jaringan parut di kornea
Pterygium rekuren
11) RUJUKAN
Dalam kasus ini tidak dilakukan Rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran Lainnya,
karena dari pemeriksaan klinis tidak ditemukan kelainan yang berkaitan dengan
Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1) PTERYGIUM
DEFINISI
Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang
tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Pterygium
tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium adalah dari
bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap. Pertumbuhan ini biasanya terletak
pada celah kelopak bagian nasal maupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah
kornea. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah
kornea.
ETIOLOGI
Pterygium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari,
dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan
suatu neoplasma, radang, dan degenerasi.
Pterygium diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet,
pengeringan dan lingkungan dengan angin banyak. Faktor lain yang menyebabkan
pertumbuhan pterygium antara lain uap kimia, asap, debu dan benda-benda lain yang
terbang masuk ke dalam mata. Beberapa studi menunjukkan adanya predisposisi
genetik untuk kondisi ini.
11
FAKTOR RESIKO
1. Usia
Prevalensi Pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada
usia dewasa, tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak.
2. Pekerjaan
Pertumbuhan Pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar
UV, debu, dan udara kering.
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari Pterygium adalah distribusi geografisnya.
Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah
abad terakhir menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka
kejadian Pterygium yang lebih tinggi.
4. Jenis kelamin
Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.
5. Herediter
Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal
dominan
6. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab Pterygium
7. Faktor risiko lainnya
Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu
seperti asap rokok , pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
Pterygium.
PATOGENESIS
Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet,
debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi
yang menjalar ke kornea. Diduga berbagai faktor risiko tersebut menyebabkan terjadinya
degenerasi elastis jaringan kolagen dan proliferasi fibrovaskular. Dan progresivitasnya diduga
merupakan hasil dari kelainan lapisan Bowman kornea. Beberapa studi menunjukkan adanya
predisposisi genetik untuk kondisi ini.
12
Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih sering pada
orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang paling diterima
tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan
terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu
atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan
kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori.
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal stem
cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah berlebihan
dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis.
Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial
fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan
vaskular bawah epithelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea
terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering
disertai dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi
displasia.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi
limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala
dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi
kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga
ditemukan pada pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium
merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat
sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan phenotype,
pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah
dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun
menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matrix
metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak,
penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung
terus tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.
Histologi, pterigium merupakan akumulasi dari jaringan degenerasi subepitel yang
basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H & E . Berbentuk ulat atau
degenerasi elastotic dengan penampilan seperti cacing bergelombang dari jaringan yang
13
degenerasi. Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel
diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik
dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.
GAMBARAN KLINIS
Pterygium umumnya asimptomatis atau akan memberikan keluhan berupa
mata sering berair dan tampak merah dan mungkin menimbulkan astigmatisma yang
memberikan keluhan ganggguan penglihatan. Pada kasus berat dapat menimbulkan
diplopia. Biasanya penderita mengeluhkan adanya sesuatu yang tumbuh di kornea dan
khawatir akan adanya keganasan atau alasan kosmetik. Keluhan subjektif dapat
berupa rasa panas, gatal, ada yang mengganjal.
Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah.
Bisa unilateral atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterygium yang
terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di
daerah temporal jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris.
Perluasan pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi
sumbu penglihatan, menyebabkan penglihatan kabur.
KLASIFIKASI
Berdasarkan Tipenya pterygium dibagi atas 3 :
a) Tipe I : Pterygium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi
kornea pada tepinya saja. Lesi meluas < 2 mm dari kornea. Stocker’s line atau
deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterygium. Lesi sering
14
asimptomatis, meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien yang memakai
lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.
b) Tipe II : di sebut juga pterygium tipe primer advanced atau ptrerigium rekuren
tanpa keterlibatan zona optik. Pada tubuh pterygium sering nampak kapiler-
kapiler yang membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer atau
rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmat.
c) Tipe III: Pterygium primer atau rekuren dengan keterlibatan zona optik.
Merupakan bentuk pterygium yang paling berat. Keterlibatan zona optik
membedakan tipe ini dengan yang lain. Lesi mengenai kornea > 4 mm dan
mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat
berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan biasanya
menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan
15
Berdasarkan stadium pterygium dibagi ke dalam 4 stadium yaitu:
Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.
Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati
kornea.
Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam
keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 – 4 mm)
Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.
16
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterygium dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Pterygium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea di
depan kepala pterygium (disebut cap dari pterygium)
b) Pterygium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk
membran, tetapi tidak pernah hilang.
Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterygium dan harus
diperiksa dengan slit lamp pterygium dibagi 3 yaitu:
a) T1 (atrofi) : pembuluh darah episkleral jelas terlihat
b) T2 (intermediet) : pembuluh darah episkleral sebagian terlihat
c) T3 (fleshy, opaque) : pembuluh darah tidak jelas.
DIAGNOSA BANDING
1. Pinguekula
Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna
kekuningan.
2. Pseudopterigium
Pterigium umumnya didiagnosis banding dengan pseudopterigium
yang merupakan suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada
pengecekan dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan
kornea.
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang
cacat akibat ulkus. Sering terjadi saat proses penyembuhan dari ulkus kornea,
17
dimana konjungtiva tertarik dan menutupi kornea. Pseudopterigium dapat
ditemukan dimana saja bukan hanya pada fissura palpebra seperti halnya pada
pterigium. Pada pseudopterigium juga dapat diselipkan sonde di bawahnya
sedangkan pada pterigium tidak. Pada pseudopterigium melalui anamnesa
selalu didapatkan riwayat adanya kelainan kornea sebelumnya, seperti ulkus
kornea.
PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering ditangani dengan
menghindari asap dan debu. Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti menganjurkan
penggunaan kacamata pelindung ultraviolet. Sebaiknya untuk para pekerja lapangan
dianjurkan untuk menggunakan kacamata dan topi pelindung memperkecil terpaparnya
radiasi UV untuk mengurangi risiko berkembangnya Pterygium
Medikamentosa
- Non operatif
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang
mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan
steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid
tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan
pada kornea. Beberapa obat topikal seperti lubrikans, vasokonstriktor dan kortikosteroid
digunakan untuk menghilangkan gejala terutama pada derajat 1 dan derajat 2.
- Operatif
18
Indikasi eksisi pterygium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada kondisi adanya
ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan bila ukuran 3-4 mm dan
pertumbuhan yang progresif ke tengah kornea atau aksis visual, adanya gangguan
pergerakan bola mata.
Indikasi Operasi
1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena
astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita
Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara
kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mngkin, angka kekambuhan yang rendah.
Beberapa tehnik operasi yang dapat menjadi pilihan yaitu :
Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan untuk melekatkan
konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus. Meninggalkan suatu daerah sklera yang
terbuka.
Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya defek
konjungtiva sangat kecil).
Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap konjungtiva digeser
untuk menutupi defek.
Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah konjungtiva yang
dirotasi pada tempatnya.
Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi sesuai
dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.
Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren pterygium, mengurangi
fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan penelitian baru mengungkapkan menekan
TGF-β pada konjungtiva dan fibroblast pterygium. Pemberian mytomicin C dan beta
irradiation dapat diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan.
19
Lamellar keratoplasty, excimer laser phototherapeutic keratectomy dan terapi baru dengan
menggunakan gabungan angiostatik dan steroid.
KOMPLIKASI
Komplikasi pterygium meliputi sebagai berikut:
Pra-operatif:
1. Astigmat
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterygium adalah astigmat karena
pterygium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya
mekanisme penarikan oleh pterygium serta terdapat pendataran daripada
meridian horizontal pada kornea yang berhubungan dengan adanya astigmat.
Mekanisme pendataran itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat “tear
meniscus” antara puncak kornea dan peninggian pterygium. Astigmat yang
ditimbulkan oleh pterygium adalah astigmat “with the rule” dan iireguler
astigmat.
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
5. Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan dan
menyebabkan diplopia.
Intra-operatif:
Nyeri, iritasi, kemerahan, graft oedema, corneoscleral dellen (thinning), dan
perdarahan subkonjungtival dapat terjadi akibat tindakan eksisi dengan conjunctival
autografting, namun komplikasi ini secara umum bersifat sementara dan tidak
mengancam penglihatan. 12
Pasca-operatif:
Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut:
1. Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea, graft
konjungtiva longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan ablasi retina.
2. Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia atau nekrosis
sklera dan kornea
3. Pterygium rekuren.
20
PROGNOSIS Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Kebanyakan pasien
dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan pterygium rekuren dapat
dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau transplantasi membran
amnion.
21