Post on 24-Oct-2015
Seorang anak usia 6 tahun menderita kejang-kejang
Adatya Stevani P Putuhena
102010253
E - 6
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat korespondensi : Jln. Tanjung Duren Timur III, Jakarta Barat
Pendahuluan
Jaringan saraf merupakan salah satu jaringan dasar pembentuk tubuh manusia yang mengatur
seluruh aspek yang berkaitan dengan fungsi-fungsi tubuh yang diperlukan untuk melakukan kegiatan
sehari-hari. Melalui jaringan saraf kita dapat melakukan berbagai aktivitas yang tak terhingga
banyaknya mulai dari yang paling sederhana seperti membuka mata hingga proses yang sangat
kompleks seperti proses penalaran, analisa dan sintesa maupun membuat kesimpulan dan
memutuskan suatu masalah.. Daerah tempat fungsi-fungsi tersebut berada adalah korteks serebri.
Dengan adanya sistem saraf pula kita dapat menggerakkan otot, merangsang kelenjar untuk
bersekresi, dan mempengaruhi kerja sistem endokrin sehingga keseimbangan homeostasis badan kita
dapat tercapai. Rusaknya jaringan saraf di bagian tubuh tertentu akibat suatu penyakit akan
mengakibatkan terganggunya fungsi bagian tubuh tersebut. Rusaknya sel-sel saraf di medula spinalis
dapat berakibat kejang akan mengakibatkan tanda-tanda infeksi pada lumbal punksi.
Kejang
Kejang mencerminkan gangguan sistem saraf yang terjadi akibat lepas muatan listrik
abnormal, mendadak, dan berlebihan. Pada keadaan kejang, aliran darah ke otak dapat terganggu.
Kejang yang terjadi pada kenaikan suhu badan (suhu rektal di atas 38 derajat Celsius) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kenaikan suhu badan 1 derajat Celsius akan menyebabkan peninggian metabolisme basal
sebanyak 10-15% serta peningkatan keperluan O2 sebanyak 20%. Sirkulasi darah otak anak 65% dari
seluruh tubuhnya sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Kejang yang lama akan menyebabkan
iskemia otak sehingga neuron-neuron korteks serebrum, serebelum, talamus, amigdala dan
1
hipokampus akan mengalami kerusakan yang diikuti poliferasi sel-sel neuroglia. Kejang mempunyai
insidens yang tinggi pada anak, yaitu 3-4%. Kejang biasanya singkat, dan berhenti sendiri. Biasanya
kejang timbul dalam 24 jam setelah naiknya suhu badan akibat infeksi di luar susunan saraf pusat.1
Mekanisme kejang
Cairan serebrospinalis dibentuk terutama oleh plekus koroideus yang ditemukan didaerah-
daerah tertentu rongga ventrikel otak. Pleksus koroideus terdiri dari massa jaringan pia meter seperti
kembang kol yang kaya akan pembuluh darah yang masuk ke dalam kantung-kantung yang dibentuk
oleh sel-sel ependimal. Setelah terbentuk, CSS mengalir melalui empat ventrikel yang saling
berhubungan di dalam bagian interior otak dan kanalis sentralis korda spinalis yang sempit, yang
berhubungan dengan ventrikel terakhir. Cairan serebrospinalis keluar melalui lubang-lubang kecil dari
ventrikel keempat di dasar otak memasuki ruang subaraknoid dan akhirnya mengalir diantara lapisan-
lapisan menings di seluruh permukaan otak dan korda spinalis. Sewaktu mencapai bagian atas otak,
SSP direabsorpsi dari ruang subaraknoid ke dalam darah vena melalui vilus araknoidalis.
Aliran CSS melalui system ini dipermudah oleh factor-faktor sirkulasi dan postural yang
menimbulkan tekanan SSP sebesar 10 mmHg. Penurunan tekanan akibat pengeluaran hanya beberapa
milliliter (ml) CSS selama pungsi lumbal untuk analisis laboratorium dapat menimbulkan nyeri kepala
hebat.
Melalui proses pembentukan, sirkulasi, dan reabsorpsi yang terus menerus, seluruh volume
CSS yang sekitar 125 sampai 150 ml digantikan lebih dari tiga kali sehari. Hidrosefalus (“air di dalam
otak”) terjadi apabila salah satu dari proses-proses tersebut terganggu sehingga penimbunan CSS yang
berlebihan. Peningkatan tekanan CS yang terjadi dapat menimbulkan kerusakan otak dan
menyebabkan retardasi mental apabila tidak terapi. Terapi berupa pembuatan pirau (shunt) secara
bedah untuk mengalirkan kelebihan CSS ke vena lain ditubuh.
Densitas CSS hampir serupa dengan densitas otak itu sendiri, sehingga pada dasarnya otak
terapung didalam lingkungan cair yang khusus ini . fungsi utama CSS adalah sebagai cairan peredam
getaran (shock-absorbing atau bantalan) untuk mencegah otak membentur bagian dalam tengkorak
sewaktu kepala mendapat gerakan yang mendadak dan menggetarkan.
Selain melindungi otak yang lembut tersebut dari trauma mekanis, CSS melaksanakan peran
penting yang berkaitan dengan pertukaran bahan antara cairan tubuh dan otak. Di semua jaringan
tubuh, ruang antara sel-sel diisi oleh sejenis cairan ekstrasel yang dikenal sebagai cairan iterstisium.
Yang berkontak langsung dengan neuron dan sel-sel glia adalah cairan intestisium otak dan bukan
plasma darah atau CSS. Karena cairan interstisium otak secara langsung membasahi sel-sel saraf,
komposisinya sangat penting. Komposisi cairan interstisium otak lebih di pengaruhi oleh perubahan
dalam plasma darah karena antara ciran interstisium otak lebih dipengaruhi oleh perubahan dalam
komposisi CSS dari pada oleh perubahan dalam plasma darah karena antara cairan interstisium otak
dan CSS terjadi pertukaran zat yang cukup bebas sedangkan antara cairan iterstisium otak dan darah
2
hanya terjadi pertukaran yang terbatas. Dengan demikian komposisi CSS perlu diatur dalam rentang
yang sempit.
Cairan serebrospinalis dibentuk memalui mekanisme transportasi selektif melintasi membrane
pleksus koroideus. Komposisi CSS berbeda dari komposisi plasma. Sebagai contoh, CSS memiliki
kadak K+ lebih rendah dari NA+ lebih tinggi, sehingga CSS merupakan lingkungan yang ideal untuk
perpindahan ion-ion tersebu menurut garadien konsentrasi suatu proses yang penting untuk hantaran
implus saraf. 2
Tiap neuron yang aktif melepaskan muatan listriknya. Fenomena elektrik ini adalah wajar.
Manifestasi biologiknya ialah merupaka gerak otot atau suatu modalitas sensorik, tergantung dari
neuron kortikal mana yang melepaskan muatan listriknya. Bilamana neuron somatosensorik yang
melepaskan muatannya, timbulah perasaan protopatik atau propireseptif. Demikian pula akan timbul
perasaan panca indera apabila neuron daerah korteks pancaindera melepaskan muatan listriknya.
Secara fisiologi, suatu kejang merupakan akibat dari serangan muatan listrik terhadap neuron
yang rentan didaerah focus epileeptogenik. Diketahui bawha neuron-neuron ini sangat peka dan untuk
alasan yang belum jelas tetap berada dalam keadaan terdepolarisasi. Neuron-neuron disekitar focus
epilogenetik bersifat GABA-nergik dan hiperpolarisasi, yang menghambat neuron epileptogenik. Pada
suatu saat ketika neuron-neuron epileptogenik melebihi pengaruh penghambat di sekitarnya,
menyebar ke struktur korteks sekitarnya dan kemudian ke subkortikal dan struktur batang otak.3
Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya oleh karena potensial
membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada dendrite. Pada keadaan patologik
gayang yang bersifat mekanik atau toksik dapat menurunkan potensial membrane neuron, sehingga
neuron melepaskan muatan listriknya dan terjadi kejang.4
Meskipun mekanisme kejang yang tepat belum diketahui, tampak ada beberapa factor
fisiologi yang menyebabkan perkembangan kejang. Untuk memulai kejang, harus ada kelompok
neuron yang mampu menimbulkan ledakan discharge (rabas) yang berarti dan system hamabatan
GABA-nergik. Perjalanan discharge (rabas) kejang akhirnya tergantung pada eksitasi sinaps
glutamaterik. Bukti baru-baru ini menunjukkan bahwa eksitasi neurotransmitter asam amini
(glutamate,aspartat) dapat memainkan peran dalam menghasilkan eksitasi neuron dengan bekerja pad
reseptor sel tertentu. Diketahui bahwa kejang dapat berasal dari derah kematian neuron dan bahwa
daerah otak ini dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitable baru yang dapat
menimbulkan kejang. Misalnya, lesi pada lobus temporalis (termasuk glioma tumbuh lambat,
hematoma, gliosis dan malformasi anteriovenosus) menyebabkan kejang. Dan bila jaringan abnormal
diambil cara bedah, kejang mungkin berhenti. Lebih lanjut konvulsi dapat ditimbulkan pada binatang
percobaan dengan fenomena membangkitkan. Pada model ini, stimulasi otak subkonvulsif
menyeluruh. Pembangkitan dapat menyebabkan terjadinya epilepsy pada manusia pascacedera otak.
Pada manusia telah diduga bahwa aktivitas kejang berulang dari lobus temporalis normal kontralateral
dengan pemindahan stimulus melalui korpus kollusum.5
3
Selaput otak
Serabut saraf yang bergerak ked an dari berbagai bagian otak dikelompokan menjadi berkas-
berkas aluran tertentu dalam sumsum tulang belakang.
Pia mater yang menyelipkan dirinya ke dalam celah yang ada pada otak dan sumsum tulang
belakang, dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat tadi menyediakan darah untuk struktur-
struktur ini.
Araknoid merupakan selaput halus yang memisahkan pia mater dari dura mater.
Dura mater yang padat dank eras, terdiri atas dua lapisan. Lapisan luar yang melapisi tengkorak,
dan lapisan dalam yang bersatu dengan lapisan luar, kecil pada bagian tertentu, tempat sinus venus
terbentuk, dan tempat dura mater membentuk bagian-bagian berikut : falks serebri yang terletak di
antara kedua hemisfer otak. Tepi atas falks serebri membentuk sinus longitudinalis superior atau sinus
sagitalis superior yang menerima darah ceba dari otak, dan tepi bawah falks serebri membentuk sinus
longitudinalis inferior atau sinus sagitalis inferior yang menyalurkan darah keluar falks serebri.
Tentorium serebeli memisahkan serebelum dari serebrum.
Diagfragma selae adalah sebuah lipatan berupa cincin dalam dura mater dan yang menutupi sela
tursika, yaitu sebuah lekukan pada tulang sphenoid yang berisi hipofisis.6
Medula spinalis
Korda jaringan saraf yang terbungkus dalam kolumna vertebra yang memanjang dari medulla
batang otak sampai ke area vertebra lumbal pertama disebut medulla spinalis.
Bagian-bagian dari spinal cord, yaitu:
1) Bagian tengkuk yang disebut saraf C (cervical), merupakan spinal cord yang berada di bagian
leher dan berfungsi dalam pergerakan tangan, leher dan tubuh bagian atas.
2) Bagian dada yang disebut sarat T (thoracic), merupakan spinal cord yang berada di bagian
dada, dan berfungsi dalam pergerakan dada dan perut.
3) Bagian pinggang yang disebut saraf L (lumbar), merupakan spinal cord yang berada di bagian
pinggang dan berfungsi dalam pergerakan kaki, kandung kemih usus dan organ kelamin.6
A. Struktur umum medulla spinalis.
1 Medulla spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun diameter
medulla spinalis bervariasi, diameter strutur ini biasanya sekitar ukuran jari
kelingking. Pajang rata-rata 42cm.
2 Dua pembesaran, pembesaran lumbal dan serviks, menandai sisi keluar saraf spinal
besar yang mensuplai lengan dan tungkai.
3 Tigapuluh satu pasang saraf spinal keluar dari area urutan korda melalui foramina
invertebral.
4
4 Korda berakhir di bagian bawah vertebra lumbal pertama atau kedua. Saraf spinal
bagian bawah yang keluar sebelum ujung korda mengarah ke bawah, disebut korda
equine, muncul kolumna spinalis pada foramina inverterbal lumbal dan sacral yang
tepat.
a) Konus medularis (terminalis) adalah ujung kaudal korda
b) Filum terminal adalah perpanjangan fibrosa pia mater yang melekat pada
konus medularis sampai ke kolumna vertebra.
5 Meninges (dura mater, araknoid dan pia mater) yang melapisi otak, juga melapisi
korda.
6 Fisura median anterior (ventral) dalam dan fisura posterior (dorsal) yang lebih
dangkal menjalar di sepanjang korda dan membaginya.7
Pembentukan, Sirkulasi dan Absorpsi Cairan Serebrospinal (CSS)
Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus,
dimana sejumlah pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner
yang menutupi stroma di bagian tengah dan merupakan modifikasi dari sel
ependim, yang menonjol ke ventrikel. Pleksus khoroideus membentuk lobul-lobul
dan membentuk seperti daun pakis yang ditutupi oleh mikrovili dan silia. Tapi sel
epitel kuboid berhubungan satu sama lain dengan tigth junction pada sisi aspeks,
dasar sel epitel kuboid terdapat membran basalis dengan ruang stroma
diantaranya. Ditengah villus terdapat endotel yang menjorok ke dalam (kapiler
fenestrata). Inilah yang disebut sawar darah LCS. Gambaran histologis khusus ini
mempunyai karakteristik yaitu epitel untuk transport bahan dengan berat
molekul besar dan kapiler fenestrata untuk transport cairan aktif.
Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat
plasma di luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi
diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif. Mekanisme
sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut: Natrium
dipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga
menimbulkan muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-ion
bermuatan negatif, terutama clorida ke dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan
ion di dalam cairan neuron sehingga meningkatkan tekanan somotik cairan
ventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari pada dalam plasma. Kekuatan
osmotik ini menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain bergerak melalui
membran khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat terbentuk oleh karbonik
abhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan mengembalikan pompa Na
dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut Na-K Pump yang terjadi
5
dengan bantuan Na-K-ATP ase, yang berlangsung dalam keseimbangan. Obat yang
menghambat proses ini dapat menghambat produksi CSS. Penetrasi obat-obat
dan metabolit lain tergantung kelarutannya dalam lemak. Ion campuran seperti
glukosa, asam amino, amin danhormon tyroid relatif tidak larut dalam lemak,
memasuki CSS secara lambat dengan bantuan sistim transport membran. Juga
insulin dan transferin memerlukan reseptor transport media. Fasilitas ini (carrier)
bersifat stereospesifik, hanya membawa larutan yang mempunyai susunan
spesifik untuk melewati membran kemudian melepaskannya di CSS.8
Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif.
Kalium disekresi ke CSS dengan mekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya
dari CSS ke jaringan otak. Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan
jaringan otak juga terjadi terutama dengan mekanisme transport aktif, dan
konsentrasinya dalam CSS tidak tergantung pada konsentrasinya dalam serum.
Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga
pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan juga
ruang interseluler, demikian juga sebaliknya. Hal ini dapat menjelaskan efek
cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik dan hipertonik.
Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan
terbanyak terletak di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit)
terdapat di atap ventrikel III dan IV. Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh
ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan
hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi pembentukannya dikontrol oleh proses
enzimatik.CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam
ventrikel III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dlam
ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen
ventrikel lateral (foramen luschka) yang berlokasi pada atap resesus lateral
ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen magendi) yang berada di
bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari sistem ventrikel
masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi rongga subarakhnoid
sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan
otak. Dari daerah medula spinalis dan dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju
sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura tentorial dan berakhir
dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian besar CSS akan
diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis
superior. Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan
hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotik darah.
CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran adrah vena dalam sinus. Villi
6
arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu arah, dimana
semua unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu
proses yang dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di rongga subrakhnoid
yang mengelilingi batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah yang
terdapat pada sarung/selaput saraf kranial dan spinal. Vena-vena dan kapiler
pada piameter mampu memindahkan CSS dengan cara difusi melalui dindingnya.
Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui
perluasaan sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping
selaput arakhnoid. Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan
ekstraselluler dan css dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan
ependim dari ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah dari jaringan otak ke
dalam rongga subrakhnoid. Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan pia dan
arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada
tingkatan kapiler.9
Komposisi dan fungsi cairan serebrospinal (CSS)
Cairan serebrospinal dibentuk dari kombinasi filtrasi kapiler dan sekresi aktif dari
epitel. CSS hampir meyerupai ultrafiltrat dari plasma darah tapi berisi
konsentrasi
sisternal punksi dan lateral hanya dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli. Na, K,
bikarbonat, Cairan, glukosa yang lebih kecil dankonsentrasi
Mg dan klorida yang lebih tinggi. Ph CSS lebih rendah dari darah.
CSS mempunyai fungsi:
1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur
pokok pada CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak
ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan luar yang konstan
terhadap sel-sel dalam sistem saraf.
2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak
dalam tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak
dari keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak.
3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti
CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya
mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk memindahkan produk
seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan
7
diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormonhormon
dari lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari
fineal dapat dikeluarkan ke CSS dan transportasi ke sisi lain melalui
intraserebral.
5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS
dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan
mempercepat pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga
mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarakhnoid
lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.9
Pengambilan cairan serebrospinal
Pengambilann cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal
Punksi, Sisternal Punksi atau Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi merupakan
prosedur neuro diagnostik yang paling sering dilakukan, sedangkan
A. Indikasi Lumbal Punksi:
1. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksan
sel,kimia dan bakteriologi
2. Untukmembantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, anti
tumor dan spinal anastesi.
3. Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada
pneumoencephalografi, dan zat kontras pada myelografi
B. Kontra Indikasi Lumbal Punski:
1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri
kepala,muntah dan papil edema
2. Penyakit kardiopulmonal yang berat
3. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi
C. Persiapan Lumbal Punksi:
1. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP
2. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan
pasien/keluarga terutama pada LP dengan resiko tinggi
8
D. Teknik Lumbal Punksi:
1. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral
decubitus dengan leher, punggung, pinggul dan tumit lemas. Boleh
diberikan bantal tipis dibawah kepala atau lutut.
2. Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vetebralis setinggi L 3-
4,yaitu setinggi crista iliaca. Bila tidak berhasil dapat dicoba lagi
intervertebrale ke atas atau ke bawah. Pada bayi dan anak setinggi
intervertebrale L4-5
3. Bersihkan dengan yodium dan alkohol daerah yang akan dipungsi
4. Dapat diberikan anasthesi lokal lidocain HCL
5. Gunakan sarung tangan steril dan lakukan punksi, masukkan jarum tegak
lurus dengan ujung jarum yang mirip menghadap ke atas. Bila telah
dirasakan menembus jaringan meningen penusukan dihentikan, kemudian
jarum diputar dengan bagian pinggir yang miring menghadap ke kepala.
6. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan test Queckenstedt
bila diperlukan. Kemudian ambil sampel untuk pemeriksaan jumlah dan jenis
sel, kadar gula, protein, kultur baktri dan sebagainya.
E. Komplikasi Lumbal Punksi
1. Sakit kepala
Biasanya dirasakan segera sesudah lumbal punksi, ini timbul karena
pengurangan cairan serebrospinal
2. Backache, biasanya di lokasi bekas punksi disebabkan spasme otot
3. Infeksi
4. Herniasi
5. Untrakranial subdural hematom
6. Hematom dengan penekanan pada radiks
7. Tumor epidermoid intraspinal
Struktur secara histology
Otak yaitu :
1.Serebrum
2.Serebelum
3.Batang otak / brainstem (midbrain, pons dan medulla oblongata)
Serebrum yaitu :
Dibagi menjadi hemisfer serebri kiri dan kanan.
Terdiri atas 6 lapisan yaitu :
9
1 Lapisan molecular
2 Lapisan granular luar
3 Lapisan sel-sel pyramid
4 Lapisan granualar dalam
5 Lapisan ganglioner
6 Lapisan sel-sel multiform atau polimorf
Semua lapis ini mempunyai batas yang tegas dan semua berisi neuroglia.
Serebelum yaitu :
Korteks serebelum terdiri atas 3 laisan dari luar kedalam yaitu :
1 Lapisan molecular
2 Lapisan ganglioner
3 Lapisan granular
Medulla Spinalis
Korda jaringan saraf yang terbungkus dlam kolumna vertebrata yang memanjang dari medulla batang
otak sampai ke area vertebra lumbal pertama disebut medulla spinalis.
1. Fungsi medulla spinalis
a. Medulla spinalis mengendalikan berbagai aktivitas refleks dalam tubuh.
b. Bagian ini mentransmisi impuls ked an dari otak melalui traktus asenden dan desenden.
2. Struktur umum medulla spinalis
a. Medulla spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun diameter medulla
spinalis bervariasi, diameter struktur ini biasanya sekitar ukuran jari kelingking. Panjang
kira-kira 42 cm.
b. Dua pembesaran, pembesaran lumbal dan cerviks, menandai sisi keluar saraf spinal
besar yang mensuplai lengan dan tungkai.
c. Tigapuluh satu pasang saraf spinal keluar dari area urutan korda melalui foramina
intervertebral.
d. Korda berakhir di bagian bawah vertebra lumbal pertama atau kedua. Saraf spinal bagian
bawah yang keluar sebelum ujung korda mengarah ke bawah, disebut korda ekuina,
muncul dari kolumna spinalis pada foramina intervertebral lumbal dan sacral yang tepat.
- Konus medularis (terminalis) adalah ujung kaudal korda
- Filum terminal adalah perpanjangan fibrosa piamater yang melekat pada konus
medularis sampai ke kolumna vertebra.
e. Meninges (duramater, araknoid, dan piamater) yang melapisi otak, juga melapisi
korda.
10
f. Fissura median anterior (ventral) dalam dan fissure posterior (dorsal) yang lebih
dangkal menjalar di sepanjang korda dan membaginya menjadi kanan dan kiri.
3. Struktur internal medulla spinalis terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu yang
diselubungi substansia putih.
a. Kanal sntral berukuran kecil dikelilingi oleh substansia abu-abu, bentuknya seperti huruf
H.
b. Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk, atau kolumna dan mengandung
badan sel, dendrit asosiasi, dan neuron eferen, serta akson tidak-termielinisasi.
- Tanduk abu-abu posterior (dorsal) adalah batang vertical atas substansi abu-abu.
Bagian ini mengandung badan sel yang menerima sinyal melalui saraf spinal dari
neuron sensorik.
- Tanduk abu-abu anterior (ventral) adalah batang vertical bawah. Bagian ini
mengandung neuron motorik yang aksonnya mengirim impuls melalui saraf spinal ke
otot dan kelenjar.
- Tanduk lateral adalah protrusi di antara tanduk posterior dan anterior pada area
toraks dan lumbal sistemsaraf perifer. Bagian ini mengandung badan sel neuron
sistem SSO.
- Komissura abu-abu menghubungkan substansia asbu-abu di sisi kiri dan kanan
medulla spinalis.
4. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal dan satu radiks ventral. Radiks dorsal terdiri
dari kelompok-kelompok serabut sensorik yang memasuki korda. Radiks ventral adalah
penghubung ventral dan membawa serabut motorik dari korda.
a. Setiap radiks yang memasuki atau meninggalkan korda membentuk tujuh sampai sepuluh
cabang radiks (rootlet).
b. Radiks dorsal dan ventral pada setiap sisi segmen medulla spinalis menyatu untuk
membentuk saraf spinal.
c. Radiks dorsal ganglia adalah pembesaran radiks dorsal yang mengandung sel neuron
sensorik.
5. Traktus spinal. Substansia putih korda, yang terdiri dari akson termielinisasi, dibagi menjadi
funikulus anterior, posterior, dan lateral. Dalam funikulus terdapat fasikulus, atau
traktus. Traktus diberi nama sesuai dengan lokasi, asal, dan tujuannya.
a. Traktus sensorik atau asenden membawa informasi dari tubuh ke otak. Bagian penting
traktus asenden meliputi:
- Fasikulus grasilis dan fasikulus kuneatus
(1) Origo dan tujuan
11
Impuls dari sentuhan dan reseptor peraba masuk ke medulla spinalis melalui
radiks dorsal (neuron I). Akson memasuki korda, berasenden untuk bersinaps
dengan nuclei grasilis dan kuneatus di medulla bagian bawah (neuron II). Akson
menyilang ke sisi yang berlawanan dan bersinaps dalam thalamus lateral (neuron
III). Terminasinya berada pada area somestetik korteks serebral.
(2) Fungsi
Traktus ini menyampaikan informasi mengenai sentuhan, tekanan, vibrasi, posisi
tubuh, dan gerakan sendi dari kulit, persendian, dan tendon otot.
- Traktus spinoserebelar ventral (anterior) (berpasangan)
(1) Origo dan tujuan
Impuls dari reseptor kinestetik (kesadaran akan posisi tubuh) pada otot dan
tendon memasuki medulla spinalis melalui radiks dorsal (neuron I) dan bersinaps
dalam tanduk posterior (neuron II). Akson berasenden di sisi yang sama atau
berlawanan dan berterminasi pada korteks serebelar.
(2) Fungsi
Traktus spinoserebelar ventral membawa informasi mengenai gerakan dan posisi
keseluruhan anggota gerak.
- Traktus spinoserebelar dorsal (posterior)
(1) Origo dan tujuan
Inmpuls dari traktus spinoserebelar dorsal memiliki awal dan akhir yang sama
dengan impuls dari traktus spinoserebelr ventral. Walaupun demikian, akson pada
neuron II dalam tanduk posterior, berasenden di sisi yang sama menuju korteks
serebelar.
(2) Fungsi
Traktus spinoserebelar dorsal membawa informasi mengenai propriosepsi bawah
sadar (kesadaran akan posisi tubuh, keseimbangan, dan arah gerakan).
- Traktus spinotalamik ventral (anterior)
(1) Origo dan tujuan
Impuls dari reseptor taktil pada kulit masuk ke medulla spinalis melalui radiks
dorsal (neuron I) dan bersinapsis dalam tanduk posterior di sisi yang sama
(neuron II). Akson menyilang ke sisi yang berlawanan dan berasenden untuk
bersinaps dalam thalamus (neuron III). Akson berujung dalam area somestetik
korteks serebral.
(2) Fungsi
Traktus spinotalamik ventral membawa informasi mengenai sentuhan, suhu, dan
nyeri.
12
b. Traktus motorik (desenden) membawa impuls motorik dari otak ke medulla spinalis
dan saraf spinal menuju tubuh. Fungsi traktus motorik yang penting meliputi:
- Traktus kortikospinal lateral (piramidal)
(1) Origo dan tujuan
Neuron I berasal dari area motorik korteks serebral. Akson saraf berdesenden ke
medulla, tempat sebagian basar serabut (85%) berdekuasasi dan terus memanjang
sampai ke tanduk posterior untuk bersinaps langsung atau melalui interneuron
dengan neuron motorik bagian bwah (neuron II) dalam tanduk anterior. Akson
berterminasi pada lempeng ujung motorik otot rangka.
(2) Fungsi
Traktus kortikospinal lateral menghantar impuls untuk koordinasi dan ketepatan
gerakan volunteer.
- Traktus kortikospinal (piramidal) ventral (anterior)
(1) Origo dan tujuan
Neuron I berasal dari sel piramidal pada area motorik korteks serebral dan
berdesenden sampai ke medulla spinalis. Disini, akson menyilang ke sisi yang
berlawanan tepat sebelum bersinaps, secara langsung maupun melalui
interneuron, dengan neuron II dalam tnduk anterior.
(2) Fungsi
Traktus kortikospinal ventral memiliki fungsi yang sama dengan traktus
kortikospinal lateral. Traktus tersebut menghantar impuls untuk koordinasi dan
ketepatan gerakan volunteer.
- Traktus ekstrapiramidal
Serabut dalam sistem ini berasal dari pusat lain, misalnya nuclei motorik dalam
korteks serebral dan area subkortikal di otak.
(1) Traktus retikulospinal berasal dari formasi reticular (neuron I) dan berujung
(neuron II) pada sisi yang sama di neuron motorik bagian bawah dalam tanduk
anterior medulla spinalis. Impuls memberikan semacam pengaruh fasilitas pada
ekstensor tungkai dan fleksor lengan serta memberikan suatu pengaruh inhibisi
yang berkaitan dengan postur dan tonus otot.
(2) Traktus vestilospinal lateral berasal dari nucleus vestibular lateral dalm
medulla (neuron I) dan berdesenden pada sisi yang sama untuk berujung (neuron
II) dalam tanduk anterior medulla spinalis. Impuls mempertahankan tonus otot
dalam aktivitas refleks.
(3) Traktus vestibulospinal medial berasal dari nucleus vestibular medial dalam
medulla dan menyilang ke sisi yang berlawanan untuk berakhir pada tanduk
13
anterior. Traktus ini tidak berdesenden ke bawah area cerviks. Traktus ini
berkaitan dengan pengendalian otot-otot kepala dan leher.
(4) Traktus rubrospinal yang berasal dari nucleus merah otak tengah, traktus
olivospinal yang berasal dari olive inferior medulla, dan traktus tektospinal yang
berasal dari bagian tektum otak tengah, juga termasuk jenis traktus
ekstrapiramidal yang berhubungan dengan postur dan tonus otot.8,9
Neurotransmiter
a. Asetilkolin (Ach) dilepas oleh neuron motorik yang berakhir di otot rangka (sambungan
neuromuscular). Asetilkolin juga dilepas oleh neuron parasimpatis dalam sistem saraf otonom
dan oleh neuron tertentu di otak.
(1) Sebagian besar asetilkolin disintetis dari kolin dan koenzim asetil A dalam badan neuron
motorik, kemudian ditranspor ke terminal akson dan disimpan dalam vesikel sinaptik.
(2) Setelah dilepas : asetilkolin dipecah oleh enzim asetilkolinesterase menjadi asetat dan
kolin. Kolin kemudian ditarik terminal akson dan disiklusulangkan.
(3) Asetilkolinesterase, seperti esterin dan prostigmin, dipakai ecara terapeutik pada kasus
miastenia gravis, penyakit yang ditandai dengan melemahnya otot karena penurunan daya
respons sel-sel otot rangka terhadap asetilkolin.
b. Katekolamin meliputi norepinefrin (NE), epinefrin (E), dan dopamin (DA). Katelokamin
mengandung nucleus katekol dan merupakan derivate dari asam amino tirosin.
(1) Katelokamin digolongkan sebagai monoamina karena memiliki satu gugus tunggal amina.
(2) Ketiganya merupakan neurotransmitter dalam sistem saraf pusat, norepinefrin dan
epinefrin juga berfungsi sebagai hormon yang disekresi kelenjar adrenal.
(3) Katekolamin terinaktivasi setelah pelepasan karena
(a) Penyerapan ulang oleh terminal akson
(b) Degradasi enzimatik oleh monoamina oksidase (MAO) terjadi pada ujung neuron
presinaptik.
(c) Degradasi enzimatik oleh katekolamin-O- metal transferase (COMT)) terjadi pada
neuron postsinaptik.
c. Seratonin termasuk monoamina, tetapi tidak mengandung nucleus katekol. Seratonin
tmerupakan derivate dari asam amino triptofan yang ada dalam sistm saraf pusat dan pada sl-
sel tertentu dalam darah dan sistem pencernaan.
d. Beberapa asam amino, seperti glisin, asam glutamate, asam aspartat, dan asam amonobutirat
gamma, berfungsi sebagai neurotransmitter.
e. Sejumlah neuropeptida, bekisar dari dua sampai 40 asam amino dalam setiap rantai panjang,
telah diidentifikasi dalam rongga tubuh. Senyawa seperti substansi P, enkefalin, bradikinin,
dan kolesistokinin berperan sebagai neurotransmitter asli atau sebagai neuromodulator untuk
14
mempengaruhi pelepasan, atau respons terhadap, transmitter actual. Semuanya memiliki efek
nonsaraf dan saraf.10
Susunan saraf pusat
Susunan saraf pusat terdiri atas serebrum, serebelum, dan medulla spinalis. Sebenarnya sistem
saraf pusat tidak memiliki jaringan ikat sehingga konsistensinya relative lunak seperti agar-agar.
Susunan Saraf Otonom
Susunan saraf otonom berhubungan dengan pengendalian otot polos, sekresi beberapa
kelenjar, dan modulasi irama jantung. Fungsinya ialah menyesuaikan aktivitas tubuh tertentu agar
dapat mempertahankan lingkungan dalam yang konstan (homeostasis). Meskipun menurut
definisinya, susunan saraf otonom adalah sistem motoris, serat-serat yang menerima sensasi yang
datang dari dalam organisme ikut bersama serat-serat motoris dari susunan otonom itu.
Istilah otonom adalah kurang tepat meskipun di pergunakan secara luas hamper semua fungsi
susunan saraf otonom adalah tidak bersifat idependen (otonom) sama sekali, mereka diatur dan
dikendalikan oleh susunan saraf pusat. Konsep susunan saraf pusat otonom itu terutama bersifat
fungsional. Secara anatomis, ia terdiri atas kumpulan sel saraf di dalam susunan saraf pusat, serat-
serat yang keluar dari susunan saraf pusat melalui nervus kranialis atau nervus spinalis, dan ganglion
saraf yang terletak pada lintas serat-serat ini. Istilah otonom mencakup semua unsur neural yang
berhubungan dengan fungsi visceral. Sebenarnya, yang disebut fungsi otonom adalah sama
bergantungnya pada susunan saraf pusat seperti saraf motoris yang mencetuskan kontraksi otot.
Susunan saraf otonom merupakan rangkaian dua neuron. Neuron pertama dari rantai otonom
terletak di dalam susunan saraf pusat. Aksonnya membentuk sinaps dengan neuron multipolar kedua
dalam rantai, yang terletak dalam ganglion dari susunan saraf tepi. Serat saraf (akson) dari neuron
pertama disebut serat praganglion, akson dari neuron kedua menuju ke efektor otot atau kelenjar
disebut serat pascaganglion. Mediator kimia yang terdapat dalam vesikel sinaps dari semua ujung
praganglion dan pada ujung parasimpatis pasca-ganglion adalah asetilkolin, yang dibebaskan dari
terminal oleh implus saraf.
Medulla adrenal adalah satu-satunya organ yang menerima serat-serat praganglion, karena
kebanyakan sel, setelah migrasi ke dalam kelenjar, tidak berdiferensiasi menjadi sel ganglion namun
menjadi sel sekresi.
Susunan saraf otonom terdiri atas 2 bagian yang secara anatomis dan fungsional berbeda:
sistem simpatis dan parasimpatis.
15
Sistem Simpatis
Inti (yang dibentuk oleh kumpulan badan-badan sel saraf) dari sistem simpatis terletak pada
segmen torakal dan lumbal dari medulla spinalis. Oleh karena itu sistem simpatis disebut juga divisi
torakolumbal dari susunan saraf otonom. Akson dari neuron ini sserat praganglion meninggalkan
susunan saraf pusat melalui akar ventral dan ramus komunikantes alba dari nervus torasikus dan
nervus lumbal. Mediator kimia serat-serat pascaganglion dari sistem simpatis adalah norepinefrin,
yang juga dihasilkan oleh medulla adrenal.11
Sistem Parasimpatis
Sistem parasimpatis mempunyai inti di medulla dan otak tengah dan dalam bagian sacrum
medulla spinalis. Serat-serat praganglion dari neuron-neuron ini keluar melalui 4 dari nervus kranialis
(III, VII, IX, dan X) dan juga melalui nervus spinalis sakralis kedua, ketiga, dan keempat. Karenanya
sistem parasimpatis juga disebut divisi kraniosakral dari sistem otonom. Neuron kedua dari seri
parasimpatis ditemukan dalam ganglion lebih kecil dari yang terdapat pada sistem simpatis, ia selalu
terletak dekat atau di dalam organ-organ efektor. Neuron-neuron ini biasanya terletak dalam dinding
organ (misalnya lambung, usus), dan dari situ serat-serat praaganglion memasuki organ dan
membentuk sinaps dengan neuron kedua dalam rantai.
Mediator kimia yang dilepaskan oleh ujung saraf pra dan pasca ganglion dari sistem
parasimpatis adalah asetilkolin, yang dengan mudah dinon-aktifkan oleh asetilkolinesterase salah satu
sebab mengapa stimulasi parasimpatis memiliki aksi yang lebih jelas dan lebih terlokalisasi daripada
stimulasi simpatis.11
Anatomi Fisiologik Otot Rangka
Sekitar 40 persen masa tubuh adalah otot rangka, dan mungkin 10 persen lainnya adalah otot
polos dan otot jantung.
Miofibril terdiri dari filament aktin dan miosin. Setiap serat otot mengandung ratusan sampai
ribuan myofibril, dan setiap miofibril sendiri terdiri dari sekitar 1500 filamen miosin dan 3000
filamen aktin yang terletak berdampingan satu sama lain. Filament-filamen ini adalah molekul
polimer protein besar yang menentukan kontraksi otot. Filament tebal adalah miosin, dan filament
tipis adalah aktin.
Pita gelap dan terang. Filament aktin dan miosin secara parsial saling menjalin sehingga
myofibril tampak memiliki pita terang dan gelap bergantian. Pita terang hanya mengandung
filament aktin dan disebut pita I. pita gelap mengandung filament miosin serta ujung filament
aktin. Bagian filament aktin yang overlap (bertumpuk dengan miosin dinamai pita A.
16
Jembatan silang. Tonjolan-tonjolan kecil dari samping filamen miosin adalah jembatan
silang (cross bridge). Jembatan ini menonjol dari permukaan filamen miosin di seluruh
panjangnya kecuali di bagian tengah. Interaksi antara jembatan-jembatan silang ini dan
filamen aktin menyebabkan kontraksi.
Lempeng Z (Z discs). Ujung-ujung filamen aktin melekat ke lempeng Z. Lempeng Z
berjalan melewati miofibril dari satu ke yang lain, melekatkan miofibril-miofibril tersebut.
Karena itu, serat otot keseluruhan memiliki pita-pita terang dan gelap, menyebabkan otot
rangka dan jantung tampak lurik (berseran-lintang).
Sarkomer. Bagian myofibril yang terletak antara dua lempeng Z yang berurutan disebut
sarkomer. Sewaktu istirahat, filamen aktin bertumpang-tindih dengan filamen miosin dan
sedikit bertumpang tindih satu sama lain.
Mekanisme Kontraksi Otot
Inisiasi dan eksekusi kontraksi otot berlangsung dalam tahap-tahap berurutan berikut
Potensial aksi menjalar di sepanjang suatu saraf motorik hingga ke ujungnya di serat otot, dan
saraf tersebut mengeluarkan sejumlah kecil bahan neurotransmitter asetilkolin.
Asetilkolin bekerja pada suatu daerah di membrane otot untuk membuka saluran bergerbang
asetilkolin, yang memungkinkan ion natrium mengalir ke dalam serat otot.
Potensial aksi berjalan di sepanjang membrane serat otot, menyebabkan reticulum
sarkoplasma membebaskan ion kalsium yang telah tersimpan di reticulum ke dalam
myofibril.
Ion kalsium memicu gaya-gaya tarik antara filamen aktin dan miosin, menyebabkan keduanya
saling bergeser, ini adalah proses kontraksi.
Setelah sepersekian detik, ion kalsium dipompa kembali ke dalam reticulum sarkoplasma,
tempat ion-ion ini disimpan sampai datang potensial aksi otot, pengeluaran ion kalsium dari
myofibril ini menyebabkan kontraksi otot berhenti.
Transmisi implus dari satu sel saraf ke sel saraf lain terjadi di sinaps. Sinaps adalah taut tempat akson
atau bagian lain satu sel saraf (sel prasinaps) berakhir pada dendrite, soma atau akson dari neuron
yang lain atau pada keadaan tertentu, pada sel otot atau sel kelenjar (sel pascasinaps). Transmisi di
sebagian besar taut sinaps bersifat kimiawi: implus di akson prasinaps menyebabkan sekresi
neurotransmitter seperti asetelkolin atau serotonin.
Mekanisme Kontraksi Tetanic
Respons listrik suatu serat otot terhadap rangsang berulang serupa dengan
yang terjadi pada saraf. Serat otot ada pada keadaan refrakter hanya selama fase
meningkatnya potensial aksi dan selama sebagian fase repolarisasi potensial aksi.
17
Pada saat itu , kontraksi yang terbangkit oleh rangsang pertama baru saja mulai. Akan
tetapi, karena mekanisme kontraktil tidak mempunyai masa refrakter, rangsang
berulang yang diberikan sebelum masa relaksasi akan menghasilkan penggiatan
tambahan terhadap elemen kontraktil, dan tampak adanya respons berupa peningkatan
kontraksi. Fenomena ini dikenal sebagai sumasi (penjumlahan) kontraksi. Tegangan
yang terbentuk selama penjumlahan kontraksi jauh lebih besar dibandingkan dengan
yang terjadi selama kontraksi otot kedutan tunggal. Dengan rangsangan berulang yang
cepat, penggiatan mekanisme kontraktil terjadi berulang-ulang sebelum sampai pada
masa relaksasi. Tiap-tiap respons tersebut bergabung menjadi satu kontraksi yang
berkesinambungan. Respons semacam ini dinamakan tetanus (kontraksi tetanik).
Disebut tetanus sempurna bila tidak ada relaksasi di antara rangsang. Tetanus tidak
sempurna terjadi bila terdapat masa relaksasi yang tidak penuh di antara saat
perangsangan. Selama tetanus sempurna, dihasilkan tegangan yang besarnya kurang
lebih empat kali besar tegangan yang dihasilkan oleh satu kontraksi kedutan. Kejadian
tetanus tidak sempurna dan tetanus sempurna sebagai respons terhadap rangsang
berulang yang frekuensinya ditingkatkan.
Frekuensi rangsang yang dibutuhkan untuk menimbulkan peristiwa
penjumlahan kontraksi ditentukan oleh lamanya waktu kontraksi kedutan otot.
Misalnya, bila lama kontraksi kedutan 10 mdet, frekuensi rangsang di bawah 1/10
mdet (100/det) akan menghasilkan jawaban kontraksi sendiri-sendiri diseling masa-
masa relaksasi penuh. Frekuensi rangsang lebih tinggi dari 100/det akan
meningkatkan penjumlahan kontraksi.12
TRANSMISI SINAPS
Anatomi Fungsional
Jenis Sinaps
Struktur anatomi di berbagai bagian istem saraf mamalia sangat beragam. Ujung serabut
prasinaps umumnya melebar membentuk tonjolan akhir. Di korteks serebrum dan serebelum, ujung-
ujung saraf umumnya terletak di dendrite dan sering di spina dendrite, yaitu tonjolan kecil yang keluar
dari dendrite. Di beberapa tempat, cabang akhir akson dari neuron prasinaps membentuk keranjang
atau jala yang mengelilingi soma sel prasinaps. Di tempat lain, cabang-cabang akhir tersebut saling
menjalin dengan dendrite sel pascasinaps atau berakhir langsung pada dendrit. Sebagian berakhir pada
akson neuron pascasinaps atau pada akson. Rata-rata setiap neuron bercabang untuk membentuk lebih
dari 2000 ujung sinaps, dank karena ada 1011 neuron di sistem saraf pusat, manusia sehingga terdapat
18
2 x 1014 sinaps. Dengan demikian, jelaslah bahwa komunikasi di antara neuron sangatlah rumit. Juga
perlu dicatat bahwa sinaps adalah struktur yang dinamis, yang kompleksitas dan jumlahnya dapat
bertambah atau berkurang sesuai pemakaian dan pengalaman.
Telah dipikirkan bahwa di korteks serebrum, 98% sinaps terletak di dendrite dan hanya 2% di
badan sel. Pada medulla spinalis, perbandingan ujung saraf yang berakhir di dendrite lebih sedikit;
terdapat sekitar 8000 ujung saraf di dendrite neuron spinalis dan sekitar 2000 di badan sel, sehingga
soma tampak dikerubuti oleh ujung-ujung saraf.13
Struktur & Fungsi Prasinaps dan Pascasinaps
Setiap ujung prasinaps dari sinaps kimiawi dipisahkan dari struktur pascasinaps oleh celah
sinaps yang lebarnya 20-40 nm. Di celah sinaps, terdapat banyak reseptor neurotransmitter di
membrane pascasinaps, dan di bagian pascasinaps biasanya terjadi penebalan yang disebut densitas
pascasinaps. Densitas pascasinaps adalah kompleks teratur yang terdiri dari berbagai berbagai
reseptor, protein pengikat, dan enzim yang diinduksi oleh pengaruh pascasinaps.
Di dalam ujung prasinaps terdapat banyak mitokondria, juga ditemukan banyak vesikel terbungkus
membrane, yang mengandung neurotransmitter. Terdapat tiga jenis vesikel sinaps: vesikel sinaps kecil
jernih yang mengandung asetilkolin, glisin, GABA, atau glutamat; vesikel kecil dengan inti padat
yang mengandung katelokamin, dan vesikel besar dengan inti padat yang mengandung neuropeptida.
Vesikel dan protein yang terkandung di dindingnya disintetis di badan sel neuron dan diangkut
melalui akson ke ujung saraf oleh transport aksolasmik cepat. Neuropeptida di vesikel besar berinti
padat juga harus diproduksi oleh perangkat pembentuk protein di badan sel. Namun, vesikel kecil
jernih dan vesikel kecil berinti padat mengalami daur ulang di ujung saraf. Di ujung saraf, vesikel-
vesikel ini dipenuhi oleh transmiter, menyatu dengan membrane sel, dan melepaskan transmiter
melalui eksositosis, kemudian diambil kembali melalui endositosis. Pada beberapa keadaan, vesikel
masuk ke endosom lalu dikeluarkan dari endosom dan diisi kembali, sehingga siklus kembali
berulang. Namun vesikel ssinaps umumnya mepaskan isinya melalui lubang kecil di membrane sel,
kemudian lubang tersebut cepat tertutup kembali dan vesikel utama tetap berada di dalam sel. Dengan
cara ini, keseluruhan proses endositosis menjadi lebih singkat.
Vesikel besar berinti padat tersebar di seluruh ujung prasinaps dan membebaskan isi
neuropeptidanya melalui proses eksositosi dari semua bagian terminal. Di pihak lain, vesikel kecil
terletak dekat dengan celah sinaps dan menyatu ke membrane, serta dengan ssangat cepat
mengeluarkan isinya ke celah sinaps di daerah-daerah penebalan membrane yang dikenal sebagai
zona aktif. Zona aktif mengandung banyak protein dan deretan kanal kalsium.
19
Ca2+ yang memicu eksositosis transmiter masuk ke neurob prasinaps, dan dalam 200-500
µdetik terjadi pembebasan transmiter di SSP. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bahwa kanal
Ca2+ bergerbang voltase terletk sangat dekat dengan tempat pembebasan zona aktif. Selain itu, agar
transmitter efektif bekerja pada neuron pascasinaps, transmiter harus dibebaskan di dekat reseptor
pascasinaps. Penataan sinaps ini sebagian bergantung pada neureksin, yaitu protein yang terikat ke
membrane neuron prasinaps dan berfungsi mengikat reseptor neureskin, yaitu protein yang terikat ke
membrane neuron prasinaps dan berfungsi mengikat reseptor neureksin di membrane neuron
pascasinaps. Pada vetebrata, neureksin dihasilkan oleh gen yang menjadi isoform α. Namun, pada
mencit dan manusia, neureksin dikode oleh tiga gen, dan gen-gen ini dapat menghasilkan isoform α
ataupun β. Tiap gen memiliki dua region pengatur dan mRNAnya mengalami penggabungan
alternative yang sangat beragam. Dengan cara ini, lebih dari 1000 jenis neureksin dihasilkan. Hal ini
meningkatkan kemunkinan bahwa neureksin tidak saja menyatu sinaps, tetapi juga menentukan
spesifisitas sinaps.
Penyatuan dan pengeluaran isi vesikel disertai pengembalian membrane vesikel merupakan
proses mendasar yang terjadi di hamper semua sel. Jadi, sekresi neurotransmitter di sinaps dan
penyerapan kembali di membrane adalah bentuk khusus dari proses umum eksositosis dan
endositosis. Rincian proses ketika vesikel sinaps menyatu dengan membrane sel masih diteliti, tetapi
proses ini melibatkan protein u-snare sinaptobrevin di membrane vesikel yang mengunci dengan
protein t-snare sintaksin di membrane sel.
Sangat menarik dan secara klinis cukup bermakna bawha beberapa toksin mematikan yang
menghambat peengeluaran neurotransmitter, justru membebaskan seng endopeptidase yang memecah
protein, dan dengan demikian menyebabkan protein menjadi inaktif dalam kompleks penyatuan
eksositosis. Toksin tetanus serta toksin botulinum B.D.F dan G bekerja pada sinaptobrevin, dan toksin
botulinum C bekerja pada sintaksin. Toksin botulinum A dan B bekerja padaa SNAP-25. Secara
klinis, toksin tetanus menyebabkan paralisis spastic dengan menghambat pembebasan transmiter
prasinaps di sistem saraf pusat, dan botulismus menyebabkan paralisis Flaksid dngan menghambat
pembebasan asetilkolin di taut otot-ssaraf. Namun, dari sisi positif, penyuntikan local toksin
botulinum dalam dosis kecil terbukti efektif untuk mengobati berbagai kelainan yang ditandai oleh
hiperaktivitas otot. Contoh-contohnya adalah pnyuntikan ke dalam sfingter esophagus bahwa untuk
mengatasi akalasia dan penyuntikan ke dalam otot-otot wajah untuk menghilangkan kerutan.13
Akson menghantarkan impluss kedua arah. Namun, konduksi di sinaps hanya berlangsung
satu arah, yakni ortodromik, karena neurotransmitter di sinaps berada di sel prasinaps dan bukan di sel
pascasinaps. Pintu satu arah di sinaps ini penting agar fungsi saraf berjalan teratur.
Inhibisi Pascasinaps di Medula Spinalis
20
Berbagai jalur di sistem saraf yang dikenal memperantarai inhibisi pascasinaps. Serabut
aferen dari kumparan otot/muscle spindle (reseptor regang) di otot rangka diketahui berjalan langsung
ke neuron motorik spinalis di unit motorik yang mempersarafi otot yang sama. Implus di serabut
aferen ini menimbulkan EPSP, dan dengan penjumlahan. Menyebarkan respons di neuron motorik
pascasinaps. Pada waktu yang bersamaan, IPSP terbentuk di neuron-neuron motorik yang
mempersarafi otot-otot antagonisnya. Respons terakhir ini berlangsung melalui cabang-cabang
serabut aferen yang berakhir di neuron-neuron botol golgi. Interneuron ini kemudian melepaskan
transmiter inhibitorik glisin di sinaps-sinaps pada dendrite proksimal atau badan sel neuron motorik
yang mempersarafi otot-otot antagonis. Oleh karena itu, aktivitas di serabut aferen dari kumparan otot
merangsang neuron motorik yang mempersarafi otot tempat asal implus dan menghambat neuron
yang mempersarafi otot antagonisnya.13
kesimpulan
Kejang disebabkan oleh karena adanya infeksi. Pelepasan muatan proksimal yang berlebihan
dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu sehingga implus motorik keluar secara
berlebihan dapat menyebabkan timbulnya kejang. Kejang juga dipengaruhi oleh adanya kerusakan
pada meninges dan medulla spinalis.
Daftar Pustaka
1. Howard, L. Weiner . Buku saku neurologi.Ed.5.Jakarta:EGC;2000.h.93-94.
2. Sherwood L,Santoso B.Fisiologi manusia: dari sel ke system. E/2.Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2001.h.105-19.
3. Mardjono, Mahar.Neurologi klinis dasar.Jakarta:Dian Rakyat.2006.
4. Asdie A.Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam vol 5 e/13.Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2001.h.115.
5. Wahab A.Ilmu kesehatan anak nelson,Ed.15,Vol.3.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran
EGC.2001.h.2059-1.
6. Handoyo S.Anatomi dan fisiologi untuk paramedic.Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Utama.2009.335-5.
7. Widyastuti P.Anatomi dan fisiologi untuk pemula.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran
EGC.2004.h.173-2.
8. Corwin EJ. Kontrol terintegrasi dan disfungsi. Dalam: Buku saku patofisiologi. Ed.3.
Jakarta: EGC; 2007: 224-5.
21
9. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-
mega2.pdf, pada tanggal 22 Mei 2011.
10. Guyton, Arthur C. Buku ajar fisiologi kedokteran.Jakarta:EGC;2003.
11. Snell, Richard S. Neuroanatomi klinik.Jakarta:EGC;2006.
12. Watson, Roger. Anatomi dan fisiologi untuk perawat. Jakarta: EGC; 2002: 86-8.
13. Camphell, Neil A. Biologi.Jakarta:Erlangga;2004.
22