PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

39
Forensik 6 – Rahasia Kedokteran Lisna – 10.2008.175 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Semester VII Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta 2011 Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] Skenario Seorang pasien laki-laki datang ke praktek dokter. Pasien ini dan keluarganya adalah pasien lama dokter tersebut, dan sangat akrab serta selalu mendiskusikan kesehatan keluarganya dengan dokter tersebut. Kali ini pasien laki-laki ini datang sendirian dan mengaku telah melakukan hubungan dengan wanita lain seminggu yang lalu. Sesudah itu ia masih tetap berhubungan dengan istrinya. Dua hari terakhir ia mengeluh bahwa alat kemaluannya mengeluarkan nanah dan terasa nyeri. Setelah diperiksa ternyata ia menderita GO. Pasien tidak ingin istrinya tahu, karena bisa terjadi pertengkaran diantara keduanya. Dokter tahu bahwa mengobati penyakit tersebut pada pasien ini tidaklah sulit, tetapi oleh karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka mungkin istrinya juga sudah tertular. Istrinya juga harus diobati. Petunjuk Kasus diatas adalah hanya sebagai pemicu pembahasan tentang Etika Profesi Kedokteran. Kelompok diharapkan membahas 1

Transcript of PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

Page 1: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

Forensik 6 – Rahasia Kedokteran

Lisna – 10.2008.175

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Semester VII

Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta 2011

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email : [email protected]

Skenario

Seorang pasien laki-laki datang ke praktek dokter. Pasien ini dan keluarganya adalah

pasien lama dokter tersebut, dan sangat akrab serta selalu mendiskusikan kesehatan

keluarganya dengan dokter tersebut. Kali ini pasien laki-laki ini datang sendirian dan

mengaku telah melakukan hubungan dengan wanita lain seminggu yang lalu. Sesudah itu ia

masih tetap berhubungan dengan istrinya. Dua hari terakhir ia mengeluh bahwa alat

kemaluannya mengeluarkan nanah dan terasa nyeri. Setelah diperiksa ternyata ia menderita

GO. Pasien tidak ingin istrinya tahu, karena bisa terjadi pertengkaran diantara keduanya.

Dokter tahu bahwa mengobati penyakit tersebut pada pasien ini tidaklah sulit, tetapi oleh

karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka mungkin istrinya juga sudah tertular.

Istrinya juga harus diobati.

Petunjuk

Kasus diatas adalah hanya sebagai pemicu pembahasan tentang Etika Profesi

Kedokteran. Kelompok diharapkan membahas tentang prinsip-prinsip etika kedokteran,

peraturan yang terkait seperti informed consent, dan rahasia kedokteran, dan dampak hukum

yang mungkin timbul dari keputusan dokter. Pikirkan pula bagaimana tindakan dokter pada

keadaan serupa dimana penyakit si laki-laki adalah AIDS.

1

Page 2: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

Analisa Masalah

I. PENDAHULUAN

Setiap pasien dapat meminta pertolongan dokter dengan perasaan aman dan bebas.

Pasien dapat menceritakan dengan hati terbuka segala keluhannya, baik yang bersifat

jasmaniah maupun rohaniah, dengan keyakinan bahwa hal itu berguna untuk

menyembuhkan dirinya.

Dalam perkembangan masa sekarang ini, bidang hukum pidana maupun perdata

bertalian erat dengan bidang hukum kedokteran, terutama dalam kaitannya dengan

aspek Etika dalam kedokteran yang menerangkan bahwa adanya suatu rahasia profesi

yang harus dijunjung tinggi oleh tenaga kesehatan yang ada. Etika kedokteran ialah

suatu kumpulan asas atau nilai moral yang menjadi pegangan bagi para dokter untuk

mengatur tingkah lakunya dalam menjalankan tugas. Yang terkait dengan etika

tersebut salah satunya ialah menjaga rahasia kedokteran, yang merupakan kewajiban

dokter dan hak dari pasien haruslah benar-benar dijaga kerahasiaannya. Yang

dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala hal yang disampaikan oleh pasien

secara sadar atau tidak sadar kepada dokter yang diketahui sewaktu mengobati dan

merawat pasien. Sehingga pasien tidak perlu merasa khawatir bahwa segala sesuatu

mengenai keadaannya akan disampaikan kepada orang lain. Namun rahasia

kedokteran tersebut dapat dibuka apabila ada daya paksa, ada perintah jabatan

maupun karena menjalankan undang-undang yang akan dibahas dalam makalah ini.

2

Pasien laki-laki menderita GO dan tidak ingin diketahui

istrinya

Prinsip etika kedokteran

Dampak hukum

Informed consentPemeriksaan

Rahasia kedokteran

Page 3: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

II. PRINSIP ETIKA KEDOKTERAN

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu

sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas.

Penilaian baik buruk dan benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan

pendekatan teori etika yang cukup banyak jumlahnya.

Etika Kedokteran dalam KODEKI

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA 1

Kewajiban Umum :

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah

dokter.

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai

dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh

dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan

kemandirian profesi.

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis

maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah

memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan

menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji

kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

3

Page 4: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah

diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan

medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai

rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui

memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan

penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak

tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 7d

Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup

makhluk insani.

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan

kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan

yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik

maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat

yang sebenar-benarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan

bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

4

Page 5: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

Kewajiban Dokter Terhadap Pasien :

Pasal 10

Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan

ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu

melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia

wajib menujuk pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit

tersebut.

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat

berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam

masalah lainnya.

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang

seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu

memberikannya.

Kaidah moral kedokteran

Jenis hubungan dokter pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran,

sebagai konsekuensi dari kewajiban-kewajiban profesi yang memberikan batasan

atau rambu-rambu hubungan tersebut. Kewajiban-kewajiban tersebut tertuang di

dalam prinsip moral profesi, yaitu : 2

a) Autonomy (menghormati hak-hak pasien)

b) Beneficence (berorientasi pada kebaikan pasien)

c) Non-maleficence (tidak mencelakakan atau memperburuk keadaan pasien)

d) Justice (meniadakan diskriminasi)

e) Veracity (kebenaran informasi)

f) Fidelity (kesetiaan)

5

Page 6: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

g) Privasi (menghormati hak pribadi)

h) Confidentiality (menjaga kerahasiaan)

Keempat prinsip teratas sering dikelompokkan sebagai prinsip dasar hubungan

dokter-pasien, sedangkan sisa dibawahnya dikelompokkan sebagai prinsip

turunan. Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai

ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral dan beberapa rules

dibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah : 3

a. Prinsip autonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien,

terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination). Pasien berhak

menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, dan

membiarkan pasien demi dirinya sendiri sebagai mahluk bermartabat.

b. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang

ditujukan kekebaikan pasien. Melindungi dan mempertahankan hak pasien,

mencegah terjadi kerugian, menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada

yang lain. Mengutamakan kepentingan pasien, memandang pasien tak hanya

sejauh menguntungkan dokter atau pihak lain, maksimalisasi akibat baik.

c. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang

memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non

nocere” atau “above all do no harm”. Tidak boleh berbuat jahat atau

membuat derita pasien, minimalisasi akibat buruk. Kewajiban dokter

menganut ini berdasarkan pada pasien yang dalam keadaan amat berbahaya

atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting, dokter sanggup mencegah

bahaya atau kehilangan tersebut, tindakan kedokteran tadi terbukti efektif,

manfaat bagi pasien lebih banyak dari kerugian dokter.

d. Prinsip Justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan

keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya,

memberikan perlakuan yang sama untuk setiap orang.

Pada awalnya, hubungan dokter-pasien adalah hubungan yang bersifat

paternalistik, dengan prinsip moral utama adalah beneficence. Sifat hubungan

paternalistik ini kemudian dinilai telah mengabaikan nilai otonomi pasien, dan

6

Page 7: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

dianggap tidak sesuai dengan perkembangan moral saat ini, sehingga

berkembanglah teori hubungan kontraktual. Veatch (1972) mengatakan bahwa

dokter dan pasien adalah pihak-pihak yang bebas, yang meskipun memiliki

perbedaan kapasitas dalam membuat keputusan, tetapi saling menghargai.

Hubungan kontrak seharusnya terjadi pertukaran informasi dan negosiasi sebelum

terjadinya kesepakatan, namun juga memberikan peluang kepada pasien untuk

menyerahkan pengambilan keputusan kepada dokter.2

Etika Kedokteran dalam UU No.29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004

TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN 4

Pasal 2

Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai

ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan

keselamatan pasien.

Pasal 3

Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :

a. memberikan perlindungan kepada pasien;

b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang

diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan

c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.

Pasal 29

(1) Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di

Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi

dokter gigi.

(2) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran

Indonesia.

7

Page 8: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

(3) Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi

dokter gigi harus memenuhi persyaratan :

a. memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi

spesialis;

b. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter

atau dokter gigi;

c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;

d. memiliki sertifikat kompetensi; dan

e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika

profesi.

Pasal 35

(1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi

mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan

dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:

a. mewawancarai pasien;

b. memeriksa fisik dan mental pasien;

c. menentukan pemeriksaan penunjang;

d. menegakkan diagnosis;

e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;

f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;

g. menulis resep obat dan alat kesehatan;

h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;

i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan

j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah

terpencil yang tidak ada apotek.

Pasal 36

Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia

wajib memiliki surat izin praktik.

Pasal 37

8

Page 9: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

(1) Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh

pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran

atau kedokteran gigi dilaksanakan.

(2) Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat. (3) Satu surat izin

praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.

Pasal 39

Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter

atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan,

pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan

pemulihan kesehatan.

Pasal 40

(1) Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik

kedokteran harus membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter gigi

pengganti.

(2) Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik.

Pasal 41

(1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan

menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36

wajib memasang papan nama praktik kedokteran.

(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di sarana pelayanan kesehatan,

pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau dokter

gigi yang melakukan praktik kedokteran.

9

Page 10: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

Pasal 44

(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib

mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.

(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut

jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.

(3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 46

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib

membuat rekam medis.

(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi

setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.

(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan

petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 47

(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan

milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam

medis merupakan milik pasien.

(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga

kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan

kesehatan.

(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 48

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib

menyimpan rahasia kedokteran.

10

Page 11: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,

memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,

permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan

Menteri.

III. INFORMED CONSENT

Definisi Informed Consent 5

Informed à telah diberikan penjelasan/informasi

Consent à persetujuan yang diberikan kepada seseorang utk berbuat sesuatu

Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis

(pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan

tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :

1. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang

mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No.

585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88

butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup

besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak

pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis

serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent);

2. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat

non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak

pasien;

3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien

yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan

lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap

dirinya.

11

Page 12: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

Tujuan Informed Consent:

1. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang

sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya

yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.

2. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan

bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada

setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko (Permenkes No.

290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3)

Informed consent dalam PerMenKes

Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/MenKes/IX/1989 tentang Persetujuan

Tindakan Medik 6

Pasal 1. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

a. Persetujuan tindakan medik/informed consent adalah persetujuan yang diberikan

oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenal tindakan medik

yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut;

b. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa

diagnostik atau terapeutik;

c. Tindakan invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi

keutuhan jaringan tubuh;

d. Dokter adalah dokter umur/dokter spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis

yang bekerja di rumah sakit, pus kesmes, klinik atau praktek pero-

rangan/bersama.

Pasal 2. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

(1) Semua tindakan medik yg akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat

persetujuan.

(2) Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.

(3) persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien

mendapat informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang

bersangkutan serta resiko yang dapat ditimbulkannya.

12

Page 13: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

(4) Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat

pendidikan serta kondisi dan situasi pasien

Pasal 3. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

(1) Setiap tindakan medik yang mengandung risiko tinggi harus dengan

persetujuan tertulis yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan

persetujuan.

(2) Tindakan medik yang tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini

tidak diperlukan persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan

(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan secara nyata-

nyata atau secara diam-diam.

Pasal 4. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

(1) Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik

diminta maupun tidak diminta.

(2) Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila

dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan

kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi.

Pasal 5. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

(1) Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan

medik yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik.

(2) Informasi diberikan secara lisan

(3) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai

bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.

(4) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan

pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat.

Pasal 6. Permenkes No 58#MenKes/Per/IX/1989

Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasif lainnya, informasi harus

diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri.

13

Page 14: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

Pasal 7. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

(1) Informasi juga harus diberikan jika ada kemungkinan perluasan operasi.

(2) Perluasan operasi yang tidak dapat diduga sebelumnya, dapat dilakukan

untuk menyelamatkan jiwa pasien.

Pasal 8. Permenkes No 585/Men Kes/Per/IX/1989

(1) Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sadar

dan sehat mental.

(2) Pasien dewasa sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur 21

tahun (duapuluh satu) tahun atau telah menikah.

Pasal 9. Permenkes No 585/Men Kes/Per/lX/1989

(1) Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan (cura tele)

persetujuan diberikan oleh wali/curator.

(2) Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan diberikan

oleh orang tua/wali/curator.

Pasal 10. Permenkes No 585/Men Kes/Per/IX/1989

Bagi pasien di bawah umur 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak mempunyai

orang tua/wali dan atau orang tua/wali berhalangan, persetujuan diberikan oleh

keluarga terdekat atau induk semang (guardian).

Pasal 11. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

Dalam hal pasien tidak sadar/pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga

terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang

memerlukan tindakan medik segera untuk kepentingannya, tidak diper Iukan

persetujuan dari siapapun.

Pasal 12. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

Dokter bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan tin-

dakan medik.

14

Page 15: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

Pasal 13. Permenkes No 585/Men Kes/Per/IX/1989

Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari

pasien atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan

surat izin prakteknya.

Pasal 14. Permenkes No 585/Men Kes/Per/IX/1989

Dalam hal tindakan medik yang harus dilaksanakan sesuai dengan program

pemerintah dimana tindakan medik tersebut untuk kepentingan masyarakat

banyak, maka persetujuan tindakan medik tidak diperlukan.

Pasal 15. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989

Hal-hal yang bersifat teknis yang belum diatur dalam. Peraturan Menteri

ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Medik.

Informed consent dalam UU No.29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran 4

Pasal 45

(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh

dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien

mendapat penjelasan secara lengkap.

(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya

mencakup :

a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;

b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;

c. alternatif tindakan lain dan risikonya;

d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara

tertulis maupun lisan.

15

Page 16: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko

tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang

berhak memberikan persetujuan.

(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus

menjelaskan beberapa hal, yaitu:

1. Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan /

pengobatan yang akan diberikan / diterapkan.

2. Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul.

3. Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.

4. Alternative metode perawatan / pengobatan.

5. Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan

persetujuan.

6. Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu

percobaan atau menyimpang dari kebiasaan, bila hal itu yang akan dilakukan.

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran

dilaksanakan adalah:

1. Diagnosa yang telah ditegakkan.

2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.

3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.

4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan

kedokteran tersebut.

5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif

cara pengobatan yang lain.

6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

16

Page 17: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

IV. RAHASIA KEDOKTERAN

Rahasia kedokteran adalah suatu norma yang secara tradisional dianggap sebagai

norma dasar yang melindungi hubungan dokter dengan pasien. 7

Rahasia kedokteran dibagi :

1. Rahasia pekerjaan dokter, adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus

dirahasiakan berdasarkan sumpah atau janji yang diucapkan setelah

menyelesaikan pendidikannya

2. Rahasia jabatan dokter, adalah rahasia dokter sebagai pejabat struktural

Dalam Sumpah Dokter Indonesia, salah satunya berbunyi : “Saya akan merahasiakan

segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya”, sedangkan Kode Etik

Kedokteran Indonesia merumuskannya sebagai “Setiap dokter wajib merahasiakan

segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien

itu meninggal dunia.” Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 yang mengatur tentang

wajib simpan rahasia kedokteran mewajibkan seluruh tenaga kesehatan untuk

menyimpan segala sesuatu yang diketahuinya selama melakukan pekerjaan di bidang

kedokteran sebagai rahasia.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN

1966 TENTANG WAJIB SIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN

Pasal 1.

Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh

orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya

dalam lapangan kedokteran.

Pasal 2.

Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut

dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi

daripada Peraturan Pemerintah ini menentukan lain.

Pasal 3.

Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:

17

Page 18: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

a. tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan

(Lembaran Negara tahun 1963 No.79)

b. mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,

pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri

Kesehatan.

Pasal 4

Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai: wajib simpan rahasia kedokteran yang

tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 Kitab Undang-

undang Hukum Pidana, Menteri Kesehatan dapat melakukan tindakan administratif

berdasarkan pasal 11 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan.

Pasal 5.

Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang

disebut dalam pasal 3 huruf b, maka Menteri Kesehatan dapat mengambil tindakan-

tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.

Pasal 6.

Dalam pelaksanaan peraturan ini Menteri Kesehatan dapat mendengar Dewan

Pelindung Susila Kedokteran dan/atau badan-badan lain bilamana perlu.

Pasal 7.

Peraturan ini dapat disebut "Peraturan Pemerintah tentang Wajib Simpan Rahasia

Kedokteran".

Pasal 8.

Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar setiap orang dapat

mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Namun PP tersebut diatas memberikan pengecualian sebagaimana terdapat dalam

pasal 2, yaitu apabila terdapat peraturan perundang-undangan yang sederajat (PP) atau

yang lebih tinggi (UU) yang mengaturnya lain.

18

Page 19: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

Baik UU Kesehatan maupun UU Praktik Kedokteran juga mewajibkan tenaga

kesehatan untuk menyimpan rahasia kedokteran. Selanjutnya UU Praktik Kedokteran

memberikan peluang pengungkapan informasi kesehatan secara terbatas, yaitu dalam

pasal 48 ayat 2 UU No.29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran : 3

a. untuk kepentingan kesehatan pasien

b. untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum

c. permintaan pasien sendiri

d. berdasarkan ketentuan undang-undang

Ketentuan pasal 50 KUHP yang menyatakan bahwa seseorang tidak akan dipidana

oleh karena melakukan suatu perbuatan untuk menjalankan undang-undang

memperkuat peluang bagi tenaga kesehatan dalam keadaan dan situasi tertentu dapat

membuka “rahasia kedokteran” tanpa diancam pidana. Hal ini mengakibatkan

“bebasnya” para dokter dan tenaga administrasi kesehatan dalam membuat Visum et

Repertum (kewajiban dalam KUHAP) dan dalam menyampaikan pelaporan tentang

statistik kesehatan, penyakit wabah dan karantina (diatur dalam UU terkait)

Alasan lain yang memperbolehkan membuka rahasia kedokteran adalah adanya izin

atau persetujuan atau kuasa dari pasien itu sendiri, perintah jabatan (pasal 51 KUHP),

daya paksa (pasal 48 KUHP), dan dalam rangka membela diri (pasal 49 KUHP).

Selain itu etika kedokteran umumnya membenarkan pembukaan rahasia kedokteran

secara terbatas untuk kepentingan konsultasi profesional, pendidikan, dan penelitian.

Permenkes No.749a juga memberi peluang bagi penggunaan rekam medis untuk

pendidikan dan penelitian. Dalam kaitannya dengan keadaan yang memaksa dikenal

dua keadaan, yaitu pengaruh daya paksa yang memadai (overmacht) dan keadaan

yang memaksa (noodtoestand).

V. DAMPAK HUKUM

Setiap tindakan medis mempunyai indikasi, resiko, keuntungan dan kerugiannya

tersendiri. Dalam tindakan pengobatan pasien penderita gonorrhea (GO), penting

untuk diketahui riwayat hubungan seksual, sudah menikah belum, apakah melakukan

persetubuhan dengan lebih dari satu orang. Penting bagi dokter untuk mengingat

bahwa ‘ping-pong phenomene’ dapat terjadi pada kasus gonorrhea, maka penting

19

Page 20: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

untuk mengobati kedua orang yang sudah berhubugan seksual, khususnya jika sudah

menikah.

Kewajiban Dokter – Penjelasan Tindakan Medis ( Edukasi )

Pada kasus tersebut, pasien laki-laki harus dijelaskan mengenai keuntungan dan

kerugian jika ia menjalani pengobatan tanpa mengobati juga sang istri yang

kemungkinan sudah terkena gonorrhea. Jika dokter tidak meberikan penjelasan

terlebih dahulu, dokter tersebut tidak memenuhi kewajiban dokter yang tercantum

dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989, yang menuntut

dokter untk menjelaskan atau memberikan informasi yang adekuat kepada pasien

sebelum melakukan tindakan medis.

Apabila Dokter Melanggar Rahasia Kedokteran 8

Di lain pihak, jika dokter tidak menjelaskan kepada pasien bahwa penting untuk

memberitahu kepada istri pasien untuk menjalani pengobatan, tetapi dokter tersebut

yang menyampaikan informasi secara langsung kepada istri pasien tanpa persetujuan

dari pasien, dokter telah melanggar hak pasien atas rahasia rekam medis pasien.

Pasal 322 KUHP

(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena

jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan

pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan

ribu rupiah.

(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya

dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

KUH Perdata 1365

“Setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain,

mewajibkan orang yang karena kesalahannnya menyebabkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut”

20

Page 21: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

VI. PEMERIKSAAN PENYAKIT PASIEN

GO adalah penyakit kelamin yang ditandai keluar nanah sesudah melakukan

hubungan kelamin. Penyebabnya bakteri Neisseira gonorrhoeae. 9

Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan ialah :

1. Dengan pemeriksaan sekret

2. Pemeriksaan sediaan langsung

Pemeriksaan fisik ditemukan :

1. Pria OUE merah, edema, ektropion

2. Wanita mulut rahim merah, edema, sekret mukopurulen

Gejala GO adalah :

1. Masa tunas 3 – 5 hari

2. Nyeri & panas pada saat kencing

3. Keluar nanah

4. Muara uretra membengkak

5. Keputihan pada wanita

Komplikasi yang dapat timbul adalah :

Pada pria : balantis, tisonitis, uretritis posterior, prostatitis, epidedimitis

Pada wanita : parauretritis, bartolinitis, vulvovaginitis

AIDS adalah Acquired Immuno Deficiency Syndrome yaitu kumpulan gejala penyakit

yang disebabkan karena hilangnya kekebalan tubuh (sistem kekebalan tubuh berfungsi

melawan kuman atau virus yang masuk ke dalam tubuh). 10

Penderita AIDS terserang berbagai penyakit, karena sistem kekebalan tubuhnya telah

rusak. Penyebab AIDS adalah virus yang dikenal dengan virus HIV Human

Immunodeficiency Virus (HIV), yang menyerang dan merusak sistem kekebalan

tubuh.

21

Page 22: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

HIV/AIDS menular melalui :

1. Hubungan seks yang tidak terlindungi dengan orang yang telah terinfeksi HIV

2. Penggunaan jarum suntik secara bergantian ( jarum bekas )

3. Ibu hamil penderita HIV kepada bayi yang dikandungnya

4. Dari ibu ke anak melalui air susu ibu

HIV / AIDS tidak menular melalui :

1. Bekerja bersama orang yg terinfeksi HIV

2. Digigit nyamuk / serangga lain

3. Berpegangan tangan atau saling berpelukan

4. Berhubungan seks dg menggunakan kondom

5. Berbagi makanan atau menggunakan peralatan makan bersama

6. Menggunakan toilet bersama

7. Terpapar batuk atau bersin

Cara Mencegah Penularan Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah :

1. Hindari hubungan seks berganti-ganti pasangan

2. Bersikap saling setia

3. Cegah dengan menggunakan kondom

4. Dihindari pemakaian narkotika suntik

5. Education

6. Pendidikan dan penyuluhan tentang HIV / AIDS

22

Page 23: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

Hubungan antara Penyakit Menular Seksual (PMS) dengan HIV adalah :

1. IMS meningkatkan muatan virus pada sekresi genital

2. IMS akan meningkatkan kepekaan sel dan kerusakan sel

Nama Penyakit Gejala Umum Gejala Khusus Jenis Tes

Nyeri yang sangat saat kencing

Tampak cairan berupa nanah kental

pada kemaluan. Cairan juga bisa

keluar dari dubur

Pemeriksaan nanah

Virus walaupun sudah ada di dalam

darah tidak menunjukkan gejala

sama sekali

Penderita yang sudah menunjukkan gejala AIDS nampak gejala yang sangat

kompleks, yang sulit dibedakan dengan penderita kanker

stadium lanjut

Tes darah untuk mendeteksi virus

HIV : Elisa dan Western Blood

Karena salah satu proses penularan HIV adalah sama dengan proses penularan

gonorrhea, yaitu melalui hubungan seksual atau persetubuhan. Penting pada kasus ini

untuk melakukan tes skrining untuk kemungkinan terjadinya infeksi HIV agar dapat

cepat mendapatkan pengobatan. Jika pada kasus tersebut pasien datang dan

terdiagnosa menderita AIDS,penting bagi dokter untuk cepat memberikan pengobatan

dan menjelaskan kepada pasien pentingnya melakukan tes skrining HIV. Dokter juga

menjelaskan kepada pasien untuk memberi tahu pada istri dan keluarganya.

23

Page 24: PBL 6 - Blok 30 - Forensik - Lisna

DAFTAR PUSTAKA

1. Kode etik kedokteran. Diunduh dari www.idionline.org/wp-content/uploads/ Kode -

Etik - Kedokteran .pdf .17 Januari 2012

2. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Edisi ke-4. Jakarta:

EGC; 2008. h. 48-56; h. 120-35.

3. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja T. Informed consent. Rahasia kedokteran. Dalam :

Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta : Pustaka Dwipar ; 2007. h. 77-83

4. UU No 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran. Diunduh dari http://www.ropeg-

kemenkes.or.id/documents/uu_29_2004.pdf. 17 Januari 2012

5. Informed consent. Diunduh dari www.fkunja2010.files.com/2011/02/informed-

consent.ppt. 17 Januari 2012

6. Bagian kedokteran forensik FKUI. Permenkes RI No 585/ Menkes/ PER/ IX/ 1989.

Dalam:Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Jakarta:Bagian Kedokteran

Forensik Fakultas Kedokteran UI; 1994. h. 2-44

7. Rahasia kedokteran. Diunduh dari

http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Hukum_Kedokteran/Rahasia

%20Kedokteran%20(14).pdf . 17 Januari 2012

8. Mulyatno. KUHP. Cetakan 28. Jakarta : Bumi Aksara; 2009. h. 23–4

9. Penyakit Menular Seksual dan Pemeriksaan Laboratorium. Diunduh dari

http://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/id/pemeriksaan-laboratorium-untuk-

godanhivaaids:diklat-tenaga-kesehatan-bersama&Itemid=72. 17 Januari 2012

10. HIV AIDS. Diunduh dari www. aids indonesia.or.id/dasar-hiv- aids /tes-hiv .17 Januari

2012

24