Post on 13-Dec-2014
description
KELOMPOK DAN PERAN KELOMPOKHERRY WARDIYANTOFARAH ADILAHTRI NUR AINIRIANTO WAHYU PRATAMAHERIS EVA ERLITATITI SUNARTILUSIA NURHASANTIKRISNA SAN
BAB 1
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Dilihat dari segi sejarah, gerakan dinamika kelompok sudah dimulai dari tahun 1800 di Eropa. Baru
sekitar 1960an, prinsip dan konsep dinamika kelompok berpengaruh terhadap Bimbingan Kelompok.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kelompok sebagai kumpulan orang yg memiliki
beberapa atribut sama atau hubungan dengan pihak yg sama. Sementara Haiman (1950) mendefinisikan
kelompok sebagai “dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis eksplisitsatu dengan yang
lain.” Cartwright dan Zander (1968) mengartikan kelompok sebagai “kumpulan individu yang mempunyai
hubungan satu dengan yang lain yang membuat mereka saling bergantung (interdependent) pada tingkat
yang nyata.1”
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk dan beranekaragam corak budayanya.
Keanekaragaman kebudayaan dalam kehidupan masyarakat, dapat terlihat dari perbedaan kepentingan yang
dimiliki masing-masing kebudayaan. Sikap atau perilaku untuk mempertahankan pola tindakan dan cara hidup
masing-masing dari anggota masyarakat akan menimbulkan primordialisme. Primordialisme adalah faham
atau ide dari anggota masyarakat yang memiliki kecenderungan untuk berkelompok berdasarkan kesuku-
bangsaan.
Perkembangan teknologi mempengaruhi juga berkembangnya Teknologi Komunikasi. Dalam
teorinya, Everett M. Rogers membagi evolusi teknologi komunikasi ke dalam empat era yang terdiri dari:
1. Era komunikasi tulisan; 4000 SM sampai sekarang
2. Era komunikasi cetak; 1456 SM sampai sekarang
3. Era telekomunikasi; 1844 SM hingga sekarang
4. Era komunikasi interaktif 1946 hingga sekarang
Saat ini era dimana komunikasi dilakukan secara interaktif, sangat mempermudah komunikasi dan
mengakibatkan semakin berkembangnya pembentukan kelompok-kelompok dalam masyarakat.Indonesia
dengan beraneka ragam budayanya menduduki posisi ke-2 dalam pemanfaatan penggunaan jejaring
sosial.Sebagai pengguna jejaring sosial terbesar ke-2 didunia maka sangat mungkin semakin banyak
terbentuknya kelompok-kelompok dalam masyarakat di Indonesia.
Pertumbuhan kelompok yang semakin berkembang di Indonesia secara tidak langsung akan memberikan
dampak bagi sistem sosial dalam masyarakat Indonesia. Melihat hal ini timbul pertanyaan “Apa peran dan
fungsi kelompok-kelompok yang semakin berkembang ini dalam kehidupan masyarakat di Indonesia?”
1
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dan bagaimana ciri-ciri kelompok?
2. Apa Latar Belakang terbentuknya kelompok?
3. Apa peran dan fungsi kelompok?
4. Bagaimana pengaruh kelompok bagi perilaku komunikasi anggotanya ?
5. Faktor- faktor apa sajakah yang mempengaruhi kelompok ?
6. Faktor apakah yang dapat menunjang keberhasilan kelompok ?
III. TUJUAN
1. Mengerti definisi dan ciri-ciri kelompok.
2. Memahami latar belakang terbentuknya kelompok.
3. Mengerti dan memahami peran dan fungsi kelompok dalam masyarakat.
4. Mengerti pengaruh kelompok bagi perilaku komunikasi anggotanya
5. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kelompok
6. Memahami faktor yang dapat menunjang keberhsailan suatu kemlompok
BAB II
ISI
2.1 Definisi Kelompok
Kelompok adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang berinteraksi dan mereka saling bergantung
(interdependent) dalam rangka memenuhi kebutuhan dan tujuan bersama, meyebabkan satu sama lain saling
mempengaruhi (Cartwright&Zander, 1968; Lewin, 1948)
2.1.1 Ciri-ciri kelompok :
a. Terdapat dorongan(motiv) yang sama pada individu-individu yang menyebabkan tejadinya interksi kearah
tujuan yang sama.
b. Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan terhadap individu individu yang satu denga yanng lain
berdasarkan reaksi-reaksi dan kecakapan-kecakapan yang berbeda antara individu yang terlibat didalamnya.
Oleh karena itu lambat laun mulai terbentuk pembagian tugas serta struktur tugas tugas tertentu dalam
usaha bersama untuk mencapai tujuan yang sama itu. Sementara itu mulai pula terbentuk norma-norma yang
khas dalam interaksi kelompok kearah tujuannya sehingga mulai terbentuk kelompok sosial dengan ciri-ciri
khas.
c.Pembentukan dan penegasan struktur kelompok yang jelas dan terdiri atas peranan-peranan dan
kedudukan yang lambat laun berkembang dalam usaha pencapaian tujuannya.
d. Terjadinya penegasan dan peneguhan norma-norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang
mengatur interaksi dan kegiatan kelompok dalam merealisasikan tujuan kelompok.
Karakteristik yang menonjol dari suatu kelompok antara lain:
a. Adanya dua orang atau lebih
b. Berinteraksi satu dengan yang lain. Saling berbagi beberapa tujuan yang samad.Melihat dirinya sebagai
suatu kelompok.
c. Saling berbagi beberapa tujuan yang sama
d. Melihat dirinya sebagai suatu kelompok
2.2 Teori-teori Pembentukan Kelompok
Beberapa teori berikut sekalugus menjelaskan latar belakang tebentuknya kelompok , antara lain:
1. Teori Kedekatan (Propinquity)
Teori kedekatan menjelaskan tentang adanya aliansi diantara orang-orang tertentu. Seseorang berhubungan
dengan orang lain disebabkan karena adanya kedekatan ruang dan daerahnya.
2. Teori Interaksi (George Homans)
Teori interaksi berdasarkan pada aktivitas, interaksi dan sentiment (perasaan atau emosi) yang berhubungan
secara langsung. Ketiganya dapat dijelakan sebagai berikut:
a. Semakin banyak aktivitas seseorang dengan orang lain, semakin beraneka interaksinya dan semakin kuat
tumbuhnya sentiment mereka.
b. Semakin banyak interaksi diantara orang-orang, maka semakin banyak kemungkinan aktivitas dan
sentiment yang ditularkan pada orang lain.
c. Semakin banyak aktivitas dan sentimen yang ditularkan pada orang lain, dan semakin banyak sentiment
orang dipahami oleh orang lain, maka semakin banyak kemungkinan ditularkannya aktivitas dan interaksi-
interaksi.
3. Teori Keseimbangan (Theodore Newcomb)
Teori keseimbangan menyatakan bahwa seseorang tertarik kepada yang lain adalah didasarkan atas
kesamaan sikap (seperti: agama, politik, gaya hidup, perkawinan, pekerjaan, otoritas) di dalam menanggapi
suatu tujuan.
4. Teori Pertukaran
Teori ini ada kesamaan fungsinya dengan teori motivasi dalam bekerja.Teori kedekatan, interaksi,
keseimbangan, semuanya memainkan peranan di dalam teori ini.
Secara praktis pembentukan kelompok bisa saja terjadi dengan alasan ekonomi, keamanan, atau alasan
social. Para pekerja umumnya memiliki keinginan afiliasi kepada pihak lain.
2.2.1 Klasifikasi Kelompok
Dari perspektif psikologi, dan juga sosiologi, kelompok dapat diklasifikasikan ke
dalam :
1) Kelompok Primer dan kelompok Sekunder
2) In-group dan Out-group
3) Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan
4) Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif
Setelah terbentuknya kelompok (melalui teori-teori tertentu yg dijelaskan diatas) , kelompok dibagi lagi
menjadi 2 jenis . yaitu kelompok primer dan sekunder (menurut Charles H. Colley )
- kelompok primer = bersifat dalam dan meluas.
Dalam kelompok primer terdapat interaksi sosial yang intensif dan lebih erat antara anggotanya dari pada
dalam kelompok sekunder. Kelompok primer juga disebut face to face group, yaitu kelompok sosial yang
anggota-anggotanya sering berhadapan muka yang satu dengan yang lain dan saling mengenal dari
dekat, dan karena itu saling hubungannya lebih erat. Peranan kelompok primer dalam kehidupan individu
besar sekali karena dalam kelompok primer itu manusia pertama-tama berkembang dan dididik sebagai
makhluk sosial. Disini ia memperoleh kerangkanya yang memungkinnya untuk mengembangkan sifat-sifat
sosialnya, antara lain mengindahkan norma-norma, melepaskan kepentingan dirinya demi kepentingan
kelompok sosialnya, belajar bekerja sama dengan individu-individu lainny, dan mengembangkan
kecakapannya guna kepentingan kelompok. Saling hubungan yang baik di dalam kelompok primer itu
menjamin perkembangannya yang wajar sebagai manusia sosial.
Contoh-contoh kelompok primer adalah keluarga, rukun tetangga, kelompok sepermainan sekolah,
kelompok belajar, kelompok agama dan sebagainya. Sifat interaksi dalam kelompok-kelompok primer ini
bercorak kekeluargaan, dan lebih berdasarkan simpatik
- Kelompok sekunder = bersifat dangkal dan terbatas.
Interaksi dalam kelompok sekunder terdiri atas saling hubungan yang tidak langsung, berjauhan dan
formal, kurang bersifat kekeluargaan.
Hubungan-hubungan dalam kelompok sekunder biasanya lebih objektif.
Perbandingan antara pergaulan antara kelompok primer dan sekunder dapat digambarkan dengan
perkataan Tonnies, seorang ahli ilmu kemasyarakatan, yaitu bahwa kelompok primer bersifar
Gemeinschaft, artinya merupak suatu persekutuan hidung yang hubunngnannya satusama lain erat
sekali. Sering juga disebut hubungan atau kekeluargaan, dan masing-masing individu ingin bantum
membantu secara sukarela. Sedangkan kelompok sekunder bersifat Gesselschaft, artinya suatu
kesatuan sosial yang hubungannya satusama lain berdasarkan pamrih, selalu memperhitungkan rugi-
laba .Contoh-contoh kelompok sekunder ialah partai politik, perhimpunan serikat kerja dan sebagainya.
2) Ingroup dan Outgroup
In-group adalah kelompok kita, dan Out-group adalah kelompok mereka. Ingroup dapat berupa kelompok
primer maupun sekunder. Keluarga kita adalah in-group kelompok primer. Fakultas adalah in-group
kelompok sekunder. Perasan in-group diungkapkan dengan kesetiaan, solidaritas, kesenangan, dan
kerja sama. Untuk membedakan in-group dan out-group, kita membuat batas/boundaries, yang menentukan
siapa masuk orang dalam dan siapa orang luar.Batas-batas ini dapat berupa lokasi geografis (Indonesia,
Thailand, dsb.); sukubangsa (Jawa, Batak, Minang); pandangan/ideologi (Muslim, Kristen, liberal,
konservatif,); profesi (akuntan, pedagang, dokter, dosen); bahasa (Inggris, Cina);
status sosial (elite, menengah, bawah).
3) Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan
Pembagian kelompok ini dikemukakan oleh Theodore Newcomb yang melahirkan istilah membership group
dan reference group. Kelompok rujukan diartikan sebagai kelompok yang digunakan sebagai alat ukur/standar
untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Jika Anda menggunakan kelompok itu sebagai teladan
bagaimana seharusnya bersikap, maka kelompok itu menjadi kelompok rujukan positif. Jika Anda
menggunakannya sebagai teladan bagaimana seharusnya tidak bersikap,kelompok itu menjadi kelompok
rujukan negatif. Erwin P. Bettinghaus mengemukakan cara-cara menggunakan kelompok rujukan
dalam persuasi :
1. Jika mengetahui kelompok rujukan khalayak kita, hubungkanlah pesan kita dengan kelompok rujukan kita.
2. kelompok-kelompok itu mempunyai nilaiyang bermacam-macam sebagai kelompok rujukan. Misalnya bagi
sebagian orang, keluarga mungkin lebih penting dari organisasi masa, dan bagi orang lain mungkin
sebaliknya. Dalam merencanakan pesannya, komunikator harus memperhitungkan relevansi dan nilai
kelompok rujukan yang lebih tepat bagi kelompok tertentu.
3. Kelompok keanggotaan jelas menentukan serangkaian perilaku yang baku bagi anggota-anggotanya.
Standar perilaku ini dapat digunakan untuk menambah peluang diterimanya pesan kita.
4. Suasan fisik komuniksi dapat menunjukkan kemungkinan satu kelompok rujukan didahulukan dari kelompok
rujukan yang lain.
5. kadang-kadang kelompok rujukan yang positif dapat dikutip langsung dalam pesan, untuk mendorong
respons positif dari khalayak.
4) Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif John F. Cragan dan David W. Wright membagi kelompok
pada dua kategori, yaitu kategori deskriptif dan kategori preskriptif.
Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara
alamiah. Kategori preskriptif mengklasifikasikan kelompok menurut langkah-langkah rasional yang harus
dilewati oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuannya.
2.4 Pengaruh Kelompok Terhadap Perilaku Komunikasi tersebut
1. Konformitas/conformity
2. Fasilitas sosial
3. Polarisasi
1) Konformitas
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju norma kelompok sebagai akibat tekanan
kelompok , baik secara nyata/real maupun hanya bayangan.
Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota
untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi kalau Anda merencanakan untuk menjadi ketua
kelompok, aturlah teman-teman Anda untuk menyebar dalam kelompok.Ketika Anda meminta persetujuan
anggota, usahakan rekan-rekan Anda secara berurutan menunjukkan persetujuan mereka.
Contoh :
Pada waktu pemilihan Ketua Umum sebuah partai politik yang dihadiri oleh 33 orang perwakilan daerah. Salah
seorang calon ketua umum (misalnya A) merancang 5 orang perwakilan daerah tersebut untuk berbicara
dalam rapat pemilihan tersebut dan menyatakan pilihannya pada A. Maka setelah kelima orang tersebut
selesai berbicara, anggota-anggota perwakilan daerah lainnya tanpa sadar akan ”terbawa” pada
pendapat/pilihankelima orang tersebut, sehingga akan terpilih Calon A menjadi Ketua Umum.
2) Fasilitas sosial
Yang dimaksud dengan fasilitas sosial adalah peningkatan prestasi individu karena disaksikan kelompok.
Contoh, banyak pemain teater yang pada waktu latihan aktingnya “biasa-biasa” saja, tetapi pada waktu
pertunjukan yang sesungguhnya akting mereka meningkat luar biasa dalam arti penghayatan mereka
terhadap peran mereka benar-benar bagus.
Jadi ketika mereka ditonton oleh khalayak banyak atau orang banyak, prestasi pemain teater itu jauh lebih
baik.
Contoh lainnya adalah : Seorang anak sekolah ketika berada di rumah akan terlihat baik perilakunya . Akan
tetapi, ketika anak ini berada di tengah-tengah maka perilakunya akan berubah menjadi nakal dan agresif.
Bahkan ibunya terheran-heran dibuatnya, karena tidak menyangka anaknya bisa seperti itu, padahal di rumah
ia terlihat diam dan kalem.
3) Polarisasi
Yang terjadi dalam komunikasi kelompok adalah, bahwa sebelum diskusi kelompok, para anggota mempunyai
sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu.
Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi
mereka akan menentang lebih keras lagi.
Jadi polarisasi adalah proses mengkutub, baik ke arah mendukung/positif/pro maupun kea rah
menolak/negative/kontra dalam suatu masalah yang diperdebatkan.
2.5 Terdapat 2 Faktor yang mempengaruhi kelompok
1. Faktor Situasional
Ada 4 faktor situasional yang mempengaruhi efektifitas komunikasi kelompok sebagai berikut :
1. Ukuran kelompok
2. jaringan komunikasi
3. Kohesi kelompok
4. Kepemimpinan
1) Ukuran kelompok
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok/ performance bergantung pada jenis
tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Sehubungan dengan hal tersebut, ada dua tugas kelompok,
yaitu tugas koaktif dan tugas interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan
yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara
terorganisasi untuk menghasilkan produk, atau keputusan. Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara
prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan yang
konvergen (mencapai satu pemecahan yang benar), maka hanya diperlukan kelompok kecil supaya sangat
produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, ketrampilan, dan kemampuan
yang terbatas. Bila tuga memerlukan kegiatan yang divergen (menghasilkan berbagai kegiatan
gagasan kreatif ), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.
2) Jaringan komunikasi
Ada lima macam jaringan komunikasi , yaitu :
a. roda
b. rantai
c. lingkaran
e. bintang
Bagan atau gambar Jaringan Kelompok Roda, Rantai, Y, Lingkaran, dan Jaringan Kelompok Bintang secara
lebih lengkap dapat dilihat di buku Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi. Pada jaringan komunikasi model
roda; seseorang, biasanya pemimpin, menjadi fokus perhatian. Ia dapat berhubungan dengan semua anggota
kelompok, tetapi setiap anggota kelompok hanya bisa berhubungan dengan pemimpinnya. Pada jaringan
komunikasi rantai; A dapat berkomunikasi dengan B, B dapat berkomunikasi dengan dengan C, C dapat
berkomunikasi dengan dengan D, dan begitu seterusnya. Pada jaringan komunikasi Y, tiga orang anggota
dapat berhubungan dengan orang-orang di sampingnya seperti pada pola rantai, tetapi ada dua orang yang
hanya dapat berkomunikasi dengan hanya seseorang di sampingnya.
Pada jaringan komunikasi lingkaran; setiap orang hanya dapat berkomunikasi dengan dua orang, di samping
kiri dan kanannya. Dengan perkataan lain, dalam model ini tidak ada pemimpin . Pada jaringan komunikasi
bintang, disebut juga jaringan komunikasi semua saluran/all channel, setiap anggota dapat berkomunikasi
dengan semua anggota kelompok yang lain. Dalam hubungannya dengan prestasi kelompok, Leavit
menemukan bahwa jaringan komunikasi roda, yaitu yang paling memusat dari seluruh jaringan
komunikasi, menghasilkan produk kelompok yang tercepat dan terorganisasi.
Sedangkan kelompok lingkaran, yang paling tidak memusat, adalah yang paling lambat dalam memacahkan
masalah. Jaringan komunikasi lingkaran cenderung melahirkan sejumlah kesalahan. Penelitian-penelitian
selanjutnya membuktikan bahwa pola komunikasi yang paling efektif adalah pola semua saluran. Mengapa?
Karena pola semua saluran tidak terpusat pada satu orang pemimpin, dan pola ini juga paling memberikan
kepuasan kepada anggota serta paling cepat menyelesaikan tugas bila tugas itu berhubungan dengan
masalah yang sulit.
Pola roda adalah pola komunikasi yang memberikan kepuasan paling rendah.
3) Kohesi kelompok
Kohesi kelompok berarti adanya semangat kelompok yang tinggi, hubungan interpersonal yang akrab,
kestiakawanan, dan perasaan “kita” yang dalam. Kohesi kelompok merupakan kekuatan yang mendorong
anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok.
Kohesi kelompok diukur dari :
a. keterikatan anggota secara interpersonal satu sama lain
b. ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok
c. sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan
kebutuhan personalnya.
Menurut Bestinghaus, ada beberapa implikasi komunikasi dalam kelompok
kohesif, sebagai berikut :
1. Komunikator dengan mudah berhasil memperoleh dukungan kelompok jika
gagasannya sesuai dengan mayoritas anggota kelompok.
2. Pada umumnya kelompok yang lebih kohesif lebih mungkin dipengaruhi
persuasi. Ada tekanan ke arah uniformitas dalam pendapat, keyakinan, dan
tindakan.
3. Komunikasi dengan kelompok yang kohesif harus memperhitungkan
distribusi komunikasi di antara anggota-anggota kelompok.
4. Dalam situasi pesan tampak sebagai ancaman kepada kelompok, kelompok
yang lebih kohesif akan cenderung menolak pesan.
5. Sebagai konsekuensi dari poin 4 di atas, maka komunikator dapat
meningkatkan kohesi kelompok agar kelompok mampu menolak pesan yang
bertentangan.
4) Kepemimipinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok
untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang
paling menentukan keefektifan komunikasi kelompok.
Ada tiga gaya kepemimpinan, yaitu otoriter, demokratis, dan laissez faire.
2. Faktor Personal
1. Kebutuhan interpersonal
2. Tindak komunikasi
3. Peranan
1) Kebutuhan Interpersonal
William C. Schultz merumuskan teori FIRO ( Fundamental Interpersonal Relation
Orientation). Menurut teori ini, orang memasuki kelompok karena didorong oleh
3 kebutuhan interpersonal, yaitu :
a. inclusion : ingin masuk, menjadi bagian kelompok;
b. Control : ingin mengendalikan orang lain dalam suatu tatanan hirarkis.
c. Affection : ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok
yang lain.
2) Tindakan komunikasi
Bila kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota
berusaha menyampaikan atau menerima informasi, baik secara verbal maupun
nonverbal.
Dalam tindakan komunikasi, termasuk pernyataan, pertanyaan, pendapat, atau
isyarat yang disampaikan atau yang diterima oleh para anggota kelompok.
3) Peranan
Seperti halnya tindakan komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota
kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara
hubungan emosional yang baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu
saja. Peranan yang pertama disebut peranan tugas kelompok; sedangkan yang
kedua disebut peranan pemelihara kelompok; yang ketiga disebut peranan
individual.
Peranan tugas kelompok mencakup :
a. Initiator – contributor
b. Information seeker
c. Opinion seeker
d. Information giver
e. Opinion giver
f. Elaborator
g. Summarizer
h. Coordinator – integrator
i. Orienter
j. Disagreer
k. Evaluator – critic
l. Energizer
m. Procedural – technician
n. Recorder
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Study Kasus
“Kelompok Spontanitas”
“JAKARTA, KOMPAS.com — Lembaga Pemasyarakatan Cebongan di Sleman, DI Yogyakarta, diserbu
sekelompok orang pada hari Sabtu (23/3/2013) pukul 01.00 dini hari tadi. Empat orang dilaporkan tewas.”2
Kasus ini tentu masih hangat dalam pikiran kita.Bahkan sampai dengan saat ini Tim Khusus masih terus
menyelidiki dan mengembangkan Kasus ini, walaupun tersangka telah ditetapkan. Dari hasil penyelidikan
yang dilakukan oleh Tim Khusus yang dibentuk oleh TNI AD telah ditetapkan beberapa tersangka, antara lain:
1. Sersan Mayor R
2. Sersan Mayor MZ
3. Sersan Satu S
4. Sersan Satu TJ
5. Sersan Satu AR
6. Sersan Satu MRPB
7. Sersan Satu HS
8. Sersan Dua US
9. Sersan Dua SS
10. Sersan Dua IS
11. Kopral Satu K
Para pelaku berasal dari Grup II Komando Pasukan Khusus Kartasura, Jawa Tengah.Motif para pelaku ini
terkait pembunuhan Serka Heru Santoso pada 19 Maret 2013, juga reaksi atas pembacokan mantan anggota
Kopassus, Sertu Sriyono, pada 20 Maret 2013 oleh kelompok preman di Yogyakarta. Dari hasil penyelidikan
sementara Tim Penyidik terungkap bahwa motif dilakukannya penyerangan adalah tindakan reaktif karena
kuatnya rasa jiwa dan membela kehormatan kesatuan.
Keunikan dari kasus ini adalah, jika penyerangan dilakukan berdasarkan jiwa korsa mengapa tidak
keseluruhan anggota TNI AD melakukan peyerangan, atau mengapa TNI AD tidak memberikan perintah
penyerangan. Kutipan berita berikut mungkin bisa memberikan penjelasan dari pertanyaan diatas. Seperti
dikutip dari sebuah portal berita nasional:
“Adalah prajurit berinisial U yang paling sakit hati. Santoso bukan cuma rekan satu satuan di Komando
Pasukan Khusus (Kopassus) dan pernah menjadi atasannya.Santoso bahkan pernah menyelamatkan nyawa
2R. Adhi Kusumaputra, LP Cebongan Sleman Diserbu, Empat Tewas, www.kompas.com: 23 Maret 2013, http://regional.kompas.com/read/2013/03/23/06173697/LP.Cebongan.Sleman.Diserbu.Empat.Tewas?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=
U yang terdesak dalam sebuah operasi lapangan sebagai prajurit Kopassus.U tidak lupa. Apalagi, anggota
TNI Sersan Satu Sriyono, yang sehari setelah insiden di Hugo’s Cafe dibacok kelompok yang sama. Sriyono
adalah teman satu angkatan pelatihan komando dengan U. Hampir selama setahun, mereka hidup bersama
dalam suka dan duka sebagai tentara.”
Hal yang paling membuat marah U adalah proses kematian Santoso. Sendirian ia harus menghadapi 10 orang
di Hugo’s Cafe. Tidak hanya dipukuli, ditendangi, dan dipukul dengan botol minuman keras, tetapi saat terluka,
Santoso juga diseret-seret dan akhirnya tewas. Kekejian ini mengusik jiwa korsa. Apalagi, Iin, istri Santoso di
Palembang, Sumatera Selatan, tengah hamil delapan bulan anak pertama mereka.3
Dalam dunia militer di Indonesia dikenal adanya Jiwa Korsa(Korps Kesatuan).Rapl Linton dalam bukunya
(THE STUDY OF MAN) mengatakan bahwa L’ESPRIT DE CORPS adalah THE DEVELOPMENT OF
CONSIOUNESS, AFEELING OF UNITY.Jiwa korsa adalah semangat keakraban dalam korps atau corps
geest.Jiwa korsa adalah kesadaran korps, perasaan kesatuan, perasaan kekitaan, suatu kecintaan terhadap
perhimpunan atau organisasi.Tetapi kebanggaan itu secara wajar, tidak berlebihan, tidak membabi buta.4
Sedangkan Staplekamps jr. Le luit derat dalam tulisan berjudul Corps Geest (demilitaire spectator, 1952)
mengemukakan bahwa pengertian jiwa korsa terdiri dari faktor – faktor :
1. Rasa hormatpribadi dan rasa hormat pada organisasi/korps.
2. Setiakepada sumpah, janji dan tradisi kesatuan serta kawan – kawan satu korps.
3. Kesadaranterutama kesadaran bersama, bangga untuk menjadi anggota korps.
Jiwa korsa bukan hanya penting dikalangan militer saja, tetapi juga diorganisasi manapun.Jiwa korsa dapat
timbul dari dalam maupun dari luar kesatuan sendiri, namun prosesnya perlu ditumbuhkan melalui pendidikan,
kegiatan latihan, penyuluhan dan efektifnya komunikasi.Proses Resosialisasi yang dilakukan dalam masa
pendidikan kemiliteran salah satunya adalah untuk menanamkan jiwa korsa pada setiap calon tentara.
Pengembangan kesadaran korps pada dasarnya usaha menimbulkan kesatuan psikologis dan emosional
yang memungkinkan timbulnya reaksi emosional yang wajar dan membuat individu bersedia mengorbankan
kepentingan pribadinya demi kepentingan kolektif dan melakukan pekerjaan-pekerjaan tanpa diawasi.
Analisa Kelompok
A. Pembentukan Kelompok
Jika melihat ciri-ciri kelompok. Maka para pelaku dapat disebut sebagai kelompok karena :
1. Memiliki kesamaan motif.
Motif para pelaku melakukan penyerangan adalah balas dendam.
2. Terdapat reaksi-reaksi dan kecakapan yang berlainan antar anggota kelompok.
3Edna C Pattisina, Jiwa Korsa Lahirkan Dendam Gerombolan, www.kompas.com: 5 April 2013, http://nasional.kompas.com/read/2013/04/05/09180185/Jiwa.Korsa.Lahirkan.Dendam.Gerombolan4Agus Surono, Jiwa Korsa atau Chauvinism Corps, intisari-online.com: 5 April 2013, http://intisari-online.com/read/jiwa-korsa-atau-chauvinism-corps
Adanya pembagian tugas dalam kelompok pelaku menunjukkan adanya kecakapan dan reaksi yang
berlainan antar anggota kelompok.
3. Terdapat penegasan struktur kelompok.
Dapat dilihat dari adanya perbedaan peran dan tanggungjawab yang berbeda.
4. Terdapat penegasan norma-norma kelompok.
Adanya prinsip kesatuan, solidaritas yang tinggi dan prinsip gigi ganti gigi, nyawa bayar nyawa,
menunjukkan adanya norma yang dijunjung dalam kelompok ini.
B. Klasifikasi Kelompok
Melihat kasus ini kita harus membedakan 2 Kelompok yang ada. Kelompok pertama adalah Kesatuan TNI AD
dan kelompok kedua adalah para pelaku yang berasal dari Grup II Komando Pasukan Khusus Kartasura yang
selanjutnya akan disebut sebagai kelompok oknum. Ada kelompok di dalam kelompok namun demikian perlu
dibedakan karena tindakan kelompok oknum tidak mewakili TNI AD. Selanjutnya kedua kelompok tersebut
diklasifikasikan sebagai:
1. TNI AD masuk ke dalam kelompok Sekunder, karena dalam dunia militer dikenal istilah “satu
komando”. Hal ini mengindikasikan komunikasi yang dilakukan bersifat satu arah dan terbatas. Jabatan
dan status sangat menentukan peran.
2. Kelompok Oknum masuk ke dalam kelompok Primer. Jika melihat latar belakang dari motif
dilakukannya penyerangan, dapat dilihat adanya kedekatan emosi antara Serka Heru santoso dan
Sertu Sriyono pada para pelaku terutama prajurit berinisial U. Adanya hubungan yang non-
transferable. Meskipun Serka Heru Santoso adalah mantan atasan U dan Sertu Sriyono adalah
mantan anggota Kopasus, rasa kasih para pelaku tetap ada.
C. Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi
Sistem sosial yang berlaku dalam sebuah kelompok akan mempengaruhi sikap (activities) seseorang sebagai
respon dari ideas. Activites itu diantaranya adalah cara seseorang ber-komunikasi dalam
kelompoknya.Bagaimana para pelaku melakukan komunikasi dalam kelompoknya?Berikut analisa pengaruh
kelompok pada perilaku komunikasi setiap individu pelaku.
1. Konformitas
Proses terjadinya penyerangan LP Cebongan pastilah diawali dari ide dan gagasan satu atau lebih
orang yang kemudian secara spontan disepakati bersama oleh kesebelas oknum.Melihat dan
mempelajari kasus yang ada melalui berita yang beredar, kemungkinan prajurit berinisial U yang
menjadi pencetus ide penyerangan.Penguatan dari dugaan ini dilihat juga dari laporan penyelidikan
yang menyebutkan prajurit berinisial U yang menjadi eksekutor pembunuhan 4 terdakwa kasus
pembunuhan Serka Heru Santoso.
2. Fasilitas Sosial
Untuk melakukan analisa terhadap perilaku komunikasi ini, dilakukan dengan memegang teori
keberhasilan kelompok adalah keberhasilan setiap individu yang terlibat didalamnya. Dibalik
pembagian tugas yang ada, ada prinsip ketergantungan satu dengan yang lain.
Jika mungkin para pelaku lebih sering ber-strategi dan menunjukkan keahlian mereka hanya dalam
latihan perang, dalam kasus ini setiap pelaku membuktikan kemampuan dan mengaplikasikan setiap
teori ke dalam praktek nyata. Kemampuan mereka terbukti dari :
1. Kemampuan Inteligen dalam melacak keberadaan para tersangka penyerangan rekan mereka.
2. Penyerangan dilakukan dengan rapih dan taktis dalam waktu 15 menit.
Penyerangan ini juga sebagai bukti atas eksistensi kelompok kepada kelompok lainnya.
3. Polarisasi
Jiwa korsa yang tertanam dalam hidup setiap pelaku, menjadi landasan dasar terjadinya kesepakatan
dalam penyerangan LP Cebongan.
D. Faktor Situasional yang Mempengaruhi Kelompok
1. Ukuran Kelompok
Penyerangan LP Cebongan dilakukan secara spontan ketika para pelaku sedang menjalani latihan di
Gunung Lawu.Jika melihat spontanitas dan kompleksitas penyerangan maka kemungkinan ada dua
tugas sekaligus dalam kelompok ini yang diterapkan dalam kondisi yang berbeda.Pada saat
perencanaan besar kemungkinan terjadi tugas interaktif, analisa atas dugaan ini melihat dari
penyerangan dilakukan spontanitas (tidak dalam waktu lama), Adanya kegiatan inteligen dalam
mencari posisi pelaku dan penyerangan yang dilakukan hanya 15 menit.Sementara pada pelaksanaan
kemungkinan tugas koaktif yang dijalankan.Analisa atas dugaan ini didasari dari cepatnya
penyerangan (15 Menit), bahwa kemungkinan saat penyerangan setiap pelaku sudah tau peran dan
tanggung jawabnya masing-masing.
Walaupun dilakukan secara spontanitas dan kompleksitas yang rumit, dengan keterampilan yang
dimiliki kategori penyerangan ini dilakukan dalam kelompok yang kecil karena dilakukan oleh hanya
setengah Regu (1 Regu minimal 20 personel).
2. Jaringan Komunikasi
Melihat Efektivitas, Spontanitas dan kompleksitas yang rumit dalam mencapai tujuan peyerangan,
kemungkinan jaringan komunikasi bintang (all Channels) yang dillaksanakan dalam kelompok. Analisa
dan asumsi ini dengan melihat juga sisi dimana eksekutor 4 korban bukanlah orang yang memiliki
pangkat tertinggi dalam kelompok yaitu Sersan Mayor tetapi dilakukan oleh prajurit berinisial U yang
berpangkat Sersan Dua. Dalam hal ini pola jaringan yang berlaku dalam tubuh TNI AD yaitu roda tidak
diterapkan dalam kelompok ini.Karena ada kemungkinan bahwa tidak ada orang yang menjadi
pemimpin dalam kelompok ini.
3. Kohesi Kelompok
Tujuan dari penyerangan dilatarbelakangi Jiwa Korsa dan kedekatan emosional antara para pelaku
dengan Sersan Kepala Heru Santoso dan Sersan Satu Sriyono, menjadi bukti adanya kohesi kelompok
yang dalam.
4. Kepemimpinan
Jika melihat jaringan komunikasi bintang yang berlaku maka kemungkinan tipe kepemimpinan
demokratis yang berlaku dalam kelompok. Beberapa nilai yang ada dalam kelompok menguatkan
analisa ini, beberapa nilai tersebut antara lain :
1. Adanya kemandirian dilihat dari masing-masing pelaku menjalankan peran dan tanggung
jawabnya dengan baik.
2. Adanya persahabatan, nilai ini sangat jelas dapat dilihat dari adanya kedekatan emosi. Juga dapat
dilihat dari latar belakang terjadinya penyerangan.
Hal lainnya dapat dilihat juga dimana pangkat dari setiap anggota tidak mempengaruhi peran, tugas
dan tanggung jawab dari para anggota.
D. Faktor Situasional yang Mempengaruhi Kelompok
1. Kebutuhan Interpersonal
a. Inclusion : Setiap pelaku memberi keputusan secara sadar untuk bergabung dalam kelompok
dalam rangka melakukan penyerangan.
b. Control : Tidak menjadi landasan dasar untuk bergabung dalam kelompok.
c. Affection : Solidaritas dan kedekatan emosional yang terbangun menjadi dasar utama bergabung
dalam kelompok.
2. Tindakan Komunikasi
Pertukaran informasi terjadi dalam latihan yang dilakukan memunculkan ide dan kesepakatn bersama
untuk melakukan penyerangan.
3. Peranan
Adanya kedekatan emosional dan rasa solidaritas yang tinggi membuat setiap individu
mengesampingkan kepentingan pribadinya masing-masing walaupun dengan ancaman terluka,
pemecatan, penjara hingga kematian. Semua faktor yang akan menjadi ancaman diabaikan demi
mencapai tujuan atas tugas kelompok dan dalam rangka pemeliharaan kelompok.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Dilihat dari sudut teori
kelompok diartikan sebagai sekumpulan orang yang memiliki tujuan dan maksud dalam membuat
kelompok itu sendiri. Dan kelompok sudah menjadi bagian hidup setiap insan karena sejak lahir manusia
hidup dari kelompok primer yaitu keluarga . Kelompok terbentuk karena terdapat tujuan , fungsi dan peran
masing” . Jika melihat dari sudut pandang kelompok primer , kelompok ini lebih mendekat pada tujuan
kekeluargaan . Berbeda dengan kelompok sekunder yang dalam tujuannya lebih mementingkan untung rugi .
Karena pembetukan setiap kelompok ini berawal dari sebuah tujuan , otomatis selama proses berlangsung
akan memberikan pengaruh bagi setiap anggota yg tergabung dalam kelompok . Pengaruh kelompok
terhadap anggotanya dibagia menjadi 2 bagian yaitu personal dan situasional .
Dilihat dari sudut study kasus
1. Kelompok mempunyai peran sebagai agen sosialisasi.
2. Kelompok mempengaruhi sifat dan perilaku seseorang.
3. Kelompok primer terbentuk secara natural bahkan dalam kasus ini terjadi secara spontan sebagai
akibat adanya faktor solidaritas, kedekatan dan emosi yang sama.
4. Dalam kelompok sekunder penting untuk membangun:
a. Rasa hormat kepada pribadi dan kelompok.
b. Kesetiaan dan loyalitas pada kelompok
c. Kesadaran bersama, bangga menjadi anggota kelompok.
5. Faktor kedekatan dan emosi yang sama mempermudah terjadinya konformitas tanpa adanya
pengaturan untuk pencapaian tujuan.
6. Kelompok yang terbentuk secara natural/ spontan sebagai akibat kedekatan emosi dapat membuat
seorang individu bertindak melewati batasan-batasan normal walaupun melanggar institusi sosial dan
beresiko menerima hukuman atas norma yang berlaku.
7. Polarisasi positif dapat mudah terbentuk jika terjadi kesamaan. Dalam kasus ini ada kesamaan emosi.
8. Dalam sebuah kelompok sangat mungkin ada dua tugas kelompok sekaligus yaitu tugas koaktif dan
tugas interaktif, tergantung pada kegiatan yang akan dilakukan oleh kelompok.
9. Jaringan komunikasi bintang (all channels) terbukti menjadi pola komunikasi paling efektif dalam
kelompok.
10. Kohesi dalam kelompok akan sangan mudah terbangun jika ada kedekatan emosi yang mendalam dari
setiap individu di dalam kelompok.
11. Kelompok dengan kepemimpinan demokratis terbukti paling efisien dan menghasilkan kuantitas kerja
yang lebih tinggi.
12. Kelompok menjadi sarana atas pemenuhan kebutuhan interpersonal manusia (inclusion, control,
affection)
13. Kuantitas dan kualitas pertemuan serta komunikasi dalam kelompok akan menentukan kedekatan dan
emosi yang terbangun antar individu dalam kelompok.
14. Kelompok akan sangat mudah untuk mencapai tujuannya ketika setiap individu dalam kelompok dapat
mengesampingkan kepentingan pribadinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta), 1999
Faturochman, Pengantar Psikologi Sosial, ( Yogyakarta: Pustaka), 2006
Gerungan, Psikologi Sosial,( Bandung: Refika Aditama), 2004
Sears, David O, dkk ( alih bahasa, Michael Adryanto), Psikologi Sosial, (Jakarta:
Erlangga), 1994
Walgito, Bimo, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Andi), 2002
Sumber:
http://fafaquetezee.blogspot.com/2012/05/pengaruh-kelompok.html
http://alwayskantry009.wordpress.com/2012/08/01/sistem-komunikasi-
kelompok/
http://shindohjourney.wordpress.com/seputar-kuliah/etika-komunikasi/
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_dan_etika_media_komunikasi
http://edukasi.kompasiana.com/2012/12/08/etika-komunikasi-dan-teori-tindakan-komunikatif-
509500.html
http://sosbud.kompasiana.com/2011/12/24/kelompok-sosial-organisasi-sosial-424937.html