Post on 28-Nov-2015
description
Aktivitas Sitotoksik Natural Killer Cell: Pengukuran terhadap Mekanisme
Apoptosis
Abstrak
Aktivitas sitotoksik Natural Killer cell (sel NK) sangat penting untuk
membersihkan virus dan sel-sel yang berubah menjadi ganas. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk meneliti mekanisme apoptosis dari sel NK yang
bertujuan untuk melakukan pengukuran tambahan terhadap fungsi efektor sel NK.
19 kontrol yang sehat (umur = 31 ± 7,2 tahun) berpartisipasi dalam penelitian ini.
Flow cytometric protocols menilai aktivitas sitotoksik sel NK melawan sel tumor
K562, protein litik, degranulasi dan produksi interferon gamma. Pelepasan
perforin berkorelasi secara signifikan dengan aktivitas sitotoksik (r = -0.46, p
<0,05) dan degranulasi (r = -0.60, p <0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa perforin
mungkin digunakan sebagai pengukuran tambahan terhadap fungsi efektor sel
NK sitotoksik.
Kata kunci: Aktivitas Sitotoksik, Protein Litik, Degranulasi
PENDAHULUAN
Natural Killer cell (sel NK) merupakan sel imun bawaan yang melisiskan
sel-sel yang terinfeksi dan dan berubah menjadi ganas melalui aktivitas sitotoksik
[10]. Sel NK sitotoksik mengandung banyak granul sekretori yang menyimpan
dan melepaskan death-inducing protein seperti perforin dan granzyme [18].
Protein litik ini disimpan dalam granul yang dikelilingi oleh lipid bilayer yang
mengandung lisosom yang berkaitan dengan membran glikoprotein, meliputi
CD107a, CD107b dan CD63 [25]. Jalur sekresi granula adalah jalur utama yang
digunakan untuk aktivitas sitotoksik sel NK [24]. Pengenalan sel NK terhadap sel
target mengaktifkan eksositosis protein litik dalam proses yang dikenal sebagai
degranulasi, pelepasan perforin dan granzyme ke immune sinaps [12].
Perforin memfasilitasi pengiriman serin protease yang dikenal sebagai
granzyme ke sel target dengan membentuk pori pada endosome dan membran
plasma sel target [15, 31]. Pelepasan granzyme mengaktivasi tiga jalur apoptosis
yang berbeda pada sel target. Pada manusia, granzyme B (GrzB) dan granzyme
A (GrzA) adalah aktivator apoptosis yang paling poten [5, 14]. GrzB menginduksi
apoptosis melalui aktivasi kaskade caspase atau jalur mitokondria yang secara
kinetis lebih lambat untuk mengaktivasi [4, 15]. Kedua jalur mengarah pada
aktivasi deoxyribonuclease (DNase), yang memotong DNA berantai ganda, yang
menyebabkan lisis sel secara cepat [5]. GrzA menginduksi apoptosis sel target
secara independen dari aktivasi caspase dengan menargetkan kompleks yang
berkaitang dengan retikulum endoplasma untuk proteolisis, yang mengaktivasi
DNase menyebabkan pecahan rantai tunggal dalam DNA [4,15]. DNase bekerja
melalui kombinasi dengan 3 'repair exonuclease (TREX1), mencegah perbaikan
DNA dengan memblokir akhir DNA dari re-annealing dan menyebabkan lisis
sitotoksik pada sel target [5].
Sel NK juga memulai apoptosis sel target melalui death receptor pathway
[24]. Ligan tumor necrosis factor ( TNF ) diekspresikan pada sel NK dengan
mengikat Fas ( CD95/Apo-1 ) dan TNF -related apoptosis inducing ligand (TRAIL)
pada sel target untuk menginduksi apoptosis [29 , 32] . Death receptor pathway
meningkatkan produksi sel NK dari sitokin interferon gamma ( IFN - γ ) [28 , 29] .
IFN – γ meningkatkan ekspresi permukaan sel pada ligan terhadap TRAIL dan
Fas dan mensensitisasi sel target terhadap efek sitotoksik death receptor pathway
dengan bertindak sebagai target transkripsi untuk gen pro-apoptosis [13 , 28 , 29].
Kemampuan untuk mengukur aktivitas sitotoksik sel NK memiliki implikasi
penting secara klinis dimana penurunan aktivitas berkaitan dengan kerentanan
terhadap infeksi berat [30]. Pemeriksaan tradisional yang mengukur aktivitas
sitotoksik sel NK meliputi Chromium Release Assay ( CRA ) dan flow cytometric
based cytotoxic assay yang mengukur lisisnya sel target yang diinduksi aktivitas
sitotoksik sel NK [12]. Penelitian lebih lanjut terhadap jalur aktivitas sitotoksik sel
NK dapat menjadi pengukuran tambahan terhadap fungsi efektor sel NK yang
berperan dalam induksi apoptosis pada sel target [21]. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menyelidiki mekanisme induksi apoptosis sel NK untuk menentukan
pengukuran tambahan terhadap aktivitas sitotoksik sel NK. Aktivitas sitotoksik sel
NK dibandingkan melalui sampel sel mononuklear darah tepi/peripheral blood
mononuclear cells ( PBMC ) dan sel NK terisolasi untuk menentukan apakah sel-
sel NK yang terisolasi mengalami peningkatan sensitivitas terhadap aktivitas
sitotoksik.
METODE
Subyek Penelitian
19 sukarelawan sehat (terdiri dari 10 pria, 9 wanita, usia: 31 ± 7,2 tahun)
mendonorkan sampel darahnya. Analisa darah lengkap/full blood count (FBC)
termasuk lima jenis diferensiasi dan uji C-reactive protein dimasukkan sebagai
kriteria inklusi pada peserta penelitian ini.
Sel
Gradasi densitas sentrifugasi Ficoll-Hypaque digunakan untuk mengisolasi
PBMC (GE Health Care, Uppsala). Peralatan MACS NK cell negative isolation
(Miltenyi Biotec, Teterow) memisahkan sel-sel NK dari PBMC sesuai dengan
instruksi. Setelah isolasi, PBMC dan sampel sel NK terisolasi disesuaikan pada
konsentrasi 1x106sel/ml dengan RPMI-1640 (Invitrogen Life Technologies,
Carlsbad) ditambah dengan 10% fetal bovine serum (FBS ) (Invitrogen Life
Technologies, Carlsbad), 1% streptomyocin/penisilin (Invitrogen Life
Technologies, Carlsbad), larutan sodium piruvat (Invitrogen Life Technologies,
Carlsbad) dan larutan buffer 4-(2-hydroxyethyl)-1-piperazineethanesulfonic acid
(HEPES) (Invitrogen Life Technologies, Carlsbad).
Pemeriksaan aktivitas sel NK sitotoksik
Kemampuan sel NK untuk melisiskan sel-sel tumor K562 diukur pada
sampel PBMC dan Sel NK terisolasi dengan flow cytometer sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya [6]. Pada awalnya, sel-sel efektor diberi label Paul Karl
Horan (PKH) -26 (Sigma-Aldrich, St Louis) dan dikombinasikan dengan sel target
K562 ( 1x105 sel / ml) pada tiga efektor dengan rasio target (25:1, 50:1 dan 100:1)
untuk menentukan hubungan respon dosis antara jumlah sel K562 yang dilisiskan
oleh sel NK efektor. Setiap sampel dibuat duplikat dan sampel kontrol K562
disertakan.
Sel-sel diinkubasi selama 4 jam pada suhu 37° C dengan 5% CO2.
Setelah inkubasi, 7 amino - actinomycin D (7 - AAD) (BD Biosciences , San Jose)
dan fluorescein isothiocyanate (FITC) Annexin V (BD Bioscience , San Jose )
ditambahkan untuk menentukan jumlah sel-sel K562 yang apoptosis pada FACS
– Calibur flow cytometer (Becton Dickinson [BD] FACSCalibur, San Jose).
Sebanyak 10.000 kejadian dianalisis dan jumlah kejadian di masing-masing regio
digunakan untuk menentukan aktivitas sel NK sitotoksik sesuai dengan metode
yang dijelaskan sebelumnya [6].
Pewarnaan Intraseluler Protein Litik
Pewarnaan intraseluler digunakan untuk mendeteksi keberadaan perforin,
Grz A dan GrzB di dalam sel NK [ 17 ]. Sampel kontrol dan sel K562 yang
distimulasi (25:1) dengan PBMC atau sel NK ( 1x106 sel/ml) dibuat duplikat dan
dimasukkan dalam inkubator pada suhu 37° C dengan 5% CO2 selama 4 jam.
Setelah inkubasi, fluorochromeconjugated monoclonal antibodi ditambahkan
untuk pewarnaan permukaan CD (cluster differentiation) yang spesifik untuk sel
NK . Untuk sampel perforin dan GrzA , ditambah CD16 FITC dan CD56
phycoerythrin (PE) ditambahkan ke sampel GrzB. Antibodi monoklonal, perforin
PE , PE dan GrzA GrzB FITC (BDBiosciences, San Jose) ditambahkan ke setiap
sampel untuk dianalisa pada flow cytometer. Sebanyak 10.000 kejadian dianalisis
pada setiap sampel untuk menentukan persentase gated lymphocytes CD56 +
/CD16 + dan protein-protein litik.
Pengukuran Degranulasi dan Interferon Gamma
Ekspresi sel NK pada CD107a diukur sebagai marker untuk degranulasi
dan pewarnaan intraseluler yang menentukan produksi IFN - γ [2]. CD107a dan
IFN – γ memerlukan penambahan monensin (BD Bioscience , San Jose) untuk
mencegah degradasi CD107a dan Brefeldin A (BD Bioscience , San Jose) untuk
menghambat eksositosis IFN - γ [2 , 8]. PBMC dan sel NK (1x106cells/ml)
distimulasi dengan sel-sel K562 (1x105/ml) dengan rasio 25:1 atau 10ng/ml
phorbol 12 - miristat 13 – asetat (PMA) (Sigma - Aldrich , St Louis) dan 1μg/ml
ionomycin (I) (Sigma - Aldrich ,St Louis) [1 , 2] . CD107a FITC ditambahkan ke
semua sampel untuk mendeteksi sel NK yang terdegranulasi . Sampel dibuat
duplikat dan diinkubasi pada suhu 37° C dengan 5% CO2 selama 6 jam . Setelah
inkubasi, ditambah CD56 PE (BD Bioscience ,San Jose) dan pewarnaan
intraseluler menentukan produksi IFN -γ. Sebanyak 10.000 kejadian dikumpulkan
dan dianalisis pada aliran flow cytometer untuk menentukan persentase gated
lymphosytes positive CD107a dan IFN - γ .
Analisa Statistik
Analisis statistik telah diselesaikan pada GraphPad PRISM (versi 6). Uji
independent sample T digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan yang
signifikan antara pria dan wanita pada FBC dan uji C-reactive protein. Sebuah
pengukuran analisis varian berulang (ANOVA) pada dua variabel dependen
dilakukan pada kumpulan data dari pengukuran lisis K562, protein litik dan
CD107a/IFN-γ. Bonferronii’s multiple comparison mengidentifikasi signifikansi
dimana nilai P kurang dari 0,05 . Korelasi Spearman mengidentifikasi setiap
hubungan yang signifikan antara mekanisme yang merangsang apoptosis dan
aktivitas sitotoksik yang ditentukan oleh lisis K562.
HASIL
Karasteristik partisipan
Kriteria inklusi dari studi ini telah ditentukan oleh tes FBC dan C reaktif
protein. Peningkatan yang signifikan (p<0.05) dari sel darah putih, monocytes,
sel darah merah, haemoglobin, haematokrit dan konsentrasi corpuscular
haemoglobin yang dibandingkan antara laki-laki dan perempuan (table 1)
Peningkatan aktivitas NK Cell Cytotoxic di PBMCs
Aktivitas NK cell cytotoxic telah ditentukan oleh jumlah dari sel K562
yang apoptosis dan lisis. Di dalam sampel PBMC, peningkatan effecter rasio
target, menyebabkan peningkatan yang signifikan (p<0.01) dari aktivitas NK cell
cytotoxic ketika rasio 25:1, yang dibandingkan dengan 50:1 dan 100:1 (figure
1[A]). Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan pada aktivitas cytotoxic
dalam sampel NK sel yang diisolasi (figure 2[B]). Perbandingan aktivitas cytotoxic
dengan perbedaan rasio di PMBC dan NK sel yang diisolasi menunjukan tidak
adanya perbedaan yang signifikan (data tidak ditunjukan).
Berkurangnya lisis protein NK sel di PMBC
Perforin, GrzA dan GrzB dalam NK sel telah ditemukan di sampel
(Figure 2 [B]) dan NK sel yang diisolasi (Figure 2 [C]). Protein lisis telah
dibandingkan di kontrol dan sampel yang distimulasi K562, dan hasilnya tidak ada
perubahan yang signifikan. Ekspresi dari protein lisis lebih tinggi pada NK sel
yang diisolasi.
Peningkatan degranulasi NK sel dan Stimulasi ikutan IFN-γ
NK sel telah distimulasi untuk degranulasi dan menghasilkan IFN-γ.
Perbandingan antara sel yang distimulasi K562 dan sampel control menunjukan
tidak ada perbedaan yang signifikan dalam ekspresi CD107a dan IFN-γ (Figure
3[B]). Ketika hasil dari sel yang distimulasi PMA/I dibandingkan dengan sampel
control, didapatkan peningkatan yang signifikan (p<0.05) dalam ekspresi CD107a
dan IFN-γ baik dalam PBMC maupun sampel NK sel yang diisolasi.
Korelasi antara mekanisme apoptosis NK sel dan aktivitas cytotoxic
Korelasi yang signifikan ditemukan antara NK sel perforin dan aktivitas
cytotoxic di 25:1 (table 2). Pada NK sel yang distimulasi dengan K562, korelasi
yang dignifikan juga ditemukan antara protein lisis (perforin, GrzA and GrzB) dan
ekspresi CD107a.
PEMBAHASAN
Aktifitas sitotoksik merupakan suatu proses yang penting untuk menjaga
kesehatan karena menjamin terhapusnya sel –sel yang terinfeksi kuman patogen
dan sel – sel yang berubah menuju keganasan. Penelitian terbaru yang dilakukan
menguji mekanisme induksi apoptosis pada jalur aktivitas sitotoksik sel NK, untuk
menentukan sebuah tolok ukur tambahan mengenai fungsi efektor sel NK.
Hasilnya menunjukkan bahwa perforin secara signifikan berkorelasi dengan
aktivitas sitotoksik dan degranulasi, sehingga kita mungkin dapat
menggunakannya sebagai tolok ukur tambahan untuk aktivitas sitotoksik dari sel
NK.
Pemeriksaan kesehatan rutin yang dilakukan pada populasi peserta tidak
mengidentifikasi adanya variabel pengganggu yang dapat mempengaruhi proses
pengukuran aktivitas sitotoksik dari sel NK. Sementara itu terdapat beberapa
perbedaan signifikan rerata antara pria dan wanita yang diamati menggunakan
parameter – parameter FBC, hal ini mungkin dapat terjadi karena adanya
perbedaan gender yang disebabkan oleh variasi genetik dan adanya tiga orang
wanita pada populasi yang menderita anemia.
Aktifitas sitotoksik sel NK pada populasi yang sehat dalam penelitian ini
konsisten pada nilai 41,1± 15% seperti yang telah dilaporkan dalam literatur.
Respon dosis tersebut berkorelasi dengan peningkatan rasio target disebabkan
oleh meningkatnya PBMC yang signifikan. Hal ini juga berhubungan dengan
peningkatan aktifitas sitotoksik yang signifikan. Pada sel NK yang terisolasi,
peningkatan efektor pada target rasiotidak berpengaruh signifikan terhadap
aktifitas sitotoksik. Hal ini mungkin dapat dijelaskan dengan adanya pengaturan
ketat pada sel NK untuk berhenti sesaat , yang mana hal ini akan mencegah
pewarisan penyakit autoimun.
Protein litik adalah mekanisme yang mengaktivasi apoptosis, yang
dilepaskan oleh butiran – butiran sitotoksik sel NK. Bila dibandingkan dengan
sampel – sampel PBMC, pada sel NK terisolasi terdapat peningkatan perforin,
GrzA dan GrzB yang signifikan. Penurunan level protein litik pada sampel PBMC
mungkin karena munculnya limfosit lain termasuk makrofag, sel T dan sel B.
CD56˖ dari sel NK meliputi 15±8% dari total limfosit dalam darah, yang mana hal
ini juga meneyebabkan penurunan protein litik dalam sampel PBMC
Oleh karena itu, bila dibandingkan dengan total populasi limfosit dalam
peredaran darah perifer, hanya ada beberapa sel NK yang tersedia yang dapat
berubah menjadi lebih sedikit lagi protein litik. Untuk memperoleh efek
sitotoksik,sel-sel NK ini butuh diaktifkan dari fase istirahat. Degranulasi
merupakan suatu langkah penting yang diperlukan untuk melepaskan protein litik
dari granul sekresi dalam sel NK. Tidak ada perbedaan yang signifikan. Aktivitas
sitotoksik sel NK Telah diamati antara ekspresi CD107a dan produksi IFN -
gamma dalam sampel PBMC dan sel NK terisolasi. Stimulasi sel NK oleh PMA /I
yg diregulasi oleh CD107a dan IFN gamma. PMA adalah pengganti diasilgliserol
(DAG ) ,salah satu protein adaptor yang dibutuhkan untuk aktivasi protein kinase
C. Ionomycin adalah kalsium ionofor selektif yang meningkatkan kadar kalsium
intraseluler. Oleh karena itu, kombinasi PMA /I memfasilitasi aktivasi protein
kinase C dan masuknya kalsium intraseluler, yang merupakan signaling untuk
degranulasi.
Perforin dalam sel NK secara signifikan berkorelasi dengan aktifitas
sitotoksik dan degranulasi. Kedua korelasi tersebut bersifat negatif, menunjukkan
bahwa penurunan perforin berhubungan dengan peningkatan degranulasi dan
aktivitas sitotoksik. Literatur mendukung adanya korelasi antara ekspresi CD107a
dan pengeluaran perforin, lebih jauh lagi menekankan pentingnya ekspresi
CD107a sebagai penanda untuk aktifitas sitotoksik dari sel NK. Tidak ada korelasi
yang ditemukan antara ekspresi CD107a dan lisis sel NK pada sel – sel K562.
Literatur juga menyebutkan adanya korelasi positif antara ekspresi CD107a
dengan aktifitas sitotoksik dari sel NK. Ekspresi CD107a pada sel NK dari
populasi penelitian ini mungkin tidak berhubungan dengan aktifitas sitotoksik,
mengacu pada rasio 25:1 yang digunakan. Pada kisaran rasio yang lebih rendah,
mulai dari 1:1 dan 10:01 telah dilaporkan sebagai rasio yang optimal untuk
mendeteksi ekspresi CD107a.
Korelasi antara pelepasan perforin dengan lisis sel tumor dan degranulasi
menunjukkan bahwa perforin mungkin dapat digunakan sebagai indikator
tambahan terhadap fungsi efektor sel NK. Dimana perforin adalah sebuah protein
litik yang dilepaskan oleh sel NK untuk menginduksi apoptosis terhadap sel
target, pengukuran perforin mungkin bermanfaat dalam kepentingan klinis untuk
mengidentifikasi defisiensi / kelemahan / penyakit yang mempengaruhi aktifitas
sitotoksik.
Keterangan Gambar
Gambar 1: Aktivitas NK sel sitotoksik dalam sampel PBMC(A) dan sel NK yang
terisolasi (B). Plot kotak menunjukkan lisisnya sel NK dari sel K562 pada tiga
rasio. Kotak mewakili untuk setiap ratio interquartile range (IQR), dan
menunjukkan distribusi data. Garis tengah di setiap kotak mewakili nilai median.
* Denotes Significance (** p<0,01 dan ***p <0,001).
Gambar 2 : Protein litik dalam sel NK. Cytometry figures mengalir dari sampel sel
NK yang terisolasi (A) mewakili jumlah CD56+/CD16+ sel NK yang
mengekspresikan perforin, GrzA dan GrzB. Protein litik dalam sampel PBMC(B)
dan sampel sel NK yang terisolasi (C) tidak menunjukkan perbedaan stimulasi
patogen yang signifikan. Data disajikan sebagai mean±standard error mean.
Gambar 3 : CD107a dan IFN-γ pada PBMC dan Sel NK yang terisolasi. Aliran
Cytometry mewakili gambaran sel NK dari sampel PBMC mengekspresikan
CD107a dan IFN-γ (A). Dalam sampel kontrol, 1,22% dari limfosit
mengekspresikanCD107a dan IFN-γ. Ketika sel-sel tersebut dirangsang dengan
sel K562 dan PMA/I, jumlah sel NK yang mengekspresikan CD107a dan IFN-γ
ditingkatkan menjadi 15,84 dan 19,60% secara berturut-turut. IQR pada sampel
sel PBMC dan sel NK meningkat dari kontrol ke sel K562 dan PMA/ I yang telah
terangsang (B). Nilai rata-rata untuk sampel diwakili oleh garis ditengah kotak.
*Denotes Significance (p <0,05)
Tabel 1 : Parameter darah dan C-reactive protein subyek penelitian. Hasil disajikan sebagai
sarana ± standar deviasi dari analisis diferensial lima bagian dari leukosit, jumlah sel darah
merah dan parameter hematologis. * Menunjukkan perbedaan yang signifikan (p <0,05).
Males Females P Value
Total Participants (N) 10 9
White blood cells (x109/L) 6.641 ± 1.494 5.216 ± 0.653 0.017*
Neutrophils (x109/L) 3.683 ± 0.928 2.977 ± 0.955 0.121
Lymphocytes (x109/L) 2.028 ± 0.474 1.636 ± 0.470 0.089
Monocytes (x109/L) 0.558 ± 0.127 0.357 ± 0.118 0.002*
Eosinophils (x109/L) 0.284 ± 0.360 0.160 ± 0.079 0.331
Basophils (x109/L) 0.089 ± 0.037 0.158 ± 0.220 0.340
Red Blood Cells (x1012/L) 5.370 ± 0.430 4.763 ± 0.277 0.002*
Haemoglobin (g/L) 156.400 ± 8.181 138.111 ± 11.731 0.001*
Haematocrit (L/L) 0.445 ± 0.026 0.407 ± 0.034 0.013*
Mean corpuscular volume (fL) 83.080 ± 3.889 85.556 ± 6.619 0.328
Mean corpuscular haemoglobin (pg) 29.240 ±1.730 29.078 ± 2.491 0.870
Mean corpuscular haemoglobin
concentration (g/L)
351.900 ± 7.475 339.556 ± 6.598 0.001*
Red cell distribution width (%) 11.660 ± 0.353 12.611 ± 1.140 0.039
C reactive protein (mg/L) 0.599 ± 0.324 0.829 ± 0.699 0.384
Tabel 2 : Korelasi signifikan diidentifikasi antara mekanisme apoptosis sel NK dan aktivitas
sitotoksik. Perforin secara signifikan berkorelasi dengan aktivitas sel NK sitotoksik dan
ekspresi CD107a
R P value Perforin& Cytotoxic Activity -0.467 0.044 Perforin& CD107a -0.571 0.029 GrzA& CD107a -0.561 0.049 GrzB& CD107a -0.536 0.042