Jurnal Translet Edit

18
Aktivitas Sitotoksik Natural Killer Cell: Pengukuran terhadap Mekanisme Apoptosis Abstrak Aktivitas sitotoksik Natural Killer cell (sel NK) sangat penting untuk membersihkan virus dan sel-sel yang berubah menjadi ganas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti mekanisme apoptosis dari sel NK yang bertujuan untuk melakukan pengukuran tambahan terhadap fungsi efektor sel NK. 19 kontrol yang sehat (umur = 31 ± 7,2 tahun) berpartisipasi dalam penelitian ini. Flow cytometric protocols menilai aktivitas sitotoksik sel NK melawan sel tumor K562, protein litik, degranulasi dan produksi interferon gamma. Pelepasan perforin berkorelasi secara signifikan dengan aktivitas sitotoksik (r = -0.46, p <0,05) dan degranulasi (r = -0.60, p <0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa perforin mungkin digunakan sebagai pengukuran tambahan terhadap fungsi efektor sel NK sitotoksik. Kata kunci: Aktivitas Sitotoksik, Protein Litik, Degranulasi PENDAHULUAN Natural Killer cell (sel NK) merupakan sel imun bawaan yang melisiskan sel-sel yang terinfeksi dan dan berubah menjadi ganas melalui aktivitas sitotoksik [10]. Sel NK sitotoksik mengandung banyak granul sekretori yang menyimpan dan melepaskan death-inducing protein seperti perforin dan granzyme [18]. Protein litik ini disimpan dalam granul yang

description

jurnal imun

Transcript of Jurnal Translet Edit

Aktivitas Sitotoksik Natural Killer Cell: Pengukuran terhadap Mekanisme

Apoptosis

Abstrak

Aktivitas sitotoksik Natural Killer cell (sel NK) sangat penting untuk

membersihkan virus dan sel-sel yang berubah menjadi ganas. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk meneliti mekanisme apoptosis dari sel NK yang

bertujuan untuk melakukan pengukuran tambahan terhadap fungsi efektor sel NK.

19 kontrol yang sehat (umur = 31 ± 7,2 tahun) berpartisipasi dalam penelitian ini.

Flow cytometric protocols menilai aktivitas sitotoksik sel NK melawan sel tumor

K562, protein litik, degranulasi dan produksi interferon gamma. Pelepasan

perforin berkorelasi secara signifikan dengan aktivitas sitotoksik (r = -0.46, p

<0,05) dan degranulasi (r = -0.60, p <0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa perforin

mungkin digunakan sebagai pengukuran tambahan terhadap fungsi efektor sel

NK sitotoksik.

Kata kunci: Aktivitas Sitotoksik, Protein Litik, Degranulasi

PENDAHULUAN

Natural Killer cell (sel NK) merupakan sel imun bawaan yang melisiskan

sel-sel yang terinfeksi dan dan berubah menjadi ganas melalui aktivitas sitotoksik

[10]. Sel NK sitotoksik mengandung banyak granul sekretori yang menyimpan

dan melepaskan death-inducing protein seperti perforin dan granzyme [18].

Protein litik ini disimpan dalam granul yang dikelilingi oleh lipid bilayer yang

mengandung lisosom yang berkaitan dengan membran glikoprotein, meliputi

CD107a, CD107b dan CD63 [25]. Jalur sekresi granula adalah jalur utama yang

digunakan untuk aktivitas sitotoksik sel NK [24]. Pengenalan sel NK terhadap sel

target mengaktifkan eksositosis protein litik dalam proses yang dikenal sebagai

degranulasi, pelepasan perforin dan granzyme ke immune sinaps [12].

Perforin memfasilitasi pengiriman serin protease yang dikenal sebagai

granzyme ke sel target dengan membentuk pori pada endosome dan membran

plasma sel target [15, 31]. Pelepasan granzyme mengaktivasi tiga jalur apoptosis

yang berbeda pada sel target. Pada manusia, granzyme B (GrzB) dan granzyme

A (GrzA) adalah aktivator apoptosis yang paling poten [5, 14]. GrzB menginduksi

apoptosis melalui aktivasi kaskade caspase atau jalur mitokondria yang secara

kinetis lebih lambat untuk mengaktivasi [4, 15]. Kedua jalur mengarah pada

aktivasi deoxyribonuclease (DNase), yang memotong DNA berantai ganda, yang

menyebabkan lisis sel secara cepat [5]. GrzA menginduksi apoptosis sel target

secara independen dari aktivasi caspase dengan menargetkan kompleks yang

berkaitang dengan retikulum endoplasma untuk proteolisis, yang mengaktivasi

DNase menyebabkan pecahan rantai tunggal dalam DNA [4,15]. DNase bekerja

melalui kombinasi dengan 3 'repair exonuclease (TREX1), mencegah perbaikan

DNA dengan memblokir akhir DNA dari re-annealing dan menyebabkan lisis

sitotoksik pada sel target [5].

Sel NK juga memulai apoptosis sel target melalui death receptor pathway

[24]. Ligan tumor necrosis factor ( TNF ) diekspresikan pada sel NK dengan

mengikat Fas ( CD95/Apo-1 ) dan TNF -related apoptosis inducing ligand (TRAIL)

pada sel target untuk menginduksi apoptosis [29 , 32] . Death receptor pathway

meningkatkan produksi sel NK dari sitokin interferon gamma ( IFN - γ ) [28 , 29] .

IFN – γ meningkatkan ekspresi permukaan sel pada ligan terhadap TRAIL dan

Fas dan mensensitisasi sel target terhadap efek sitotoksik death receptor pathway

dengan bertindak sebagai target transkripsi untuk gen pro-apoptosis [13 , 28 , 29].

Kemampuan untuk mengukur aktivitas sitotoksik sel NK memiliki implikasi

penting secara klinis dimana penurunan aktivitas berkaitan dengan kerentanan

terhadap infeksi berat [30]. Pemeriksaan tradisional yang mengukur aktivitas

sitotoksik sel NK meliputi Chromium Release Assay ( CRA ) dan flow cytometric

based cytotoxic assay yang mengukur lisisnya sel target yang diinduksi aktivitas

sitotoksik sel NK [12]. Penelitian lebih lanjut terhadap jalur aktivitas sitotoksik sel

NK dapat menjadi pengukuran tambahan terhadap fungsi efektor sel NK yang

berperan dalam induksi apoptosis pada sel target [21]. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk menyelidiki mekanisme induksi apoptosis sel NK untuk menentukan

pengukuran tambahan terhadap aktivitas sitotoksik sel NK. Aktivitas sitotoksik sel

NK dibandingkan melalui sampel sel mononuklear darah tepi/peripheral blood

mononuclear cells ( PBMC ) dan sel NK terisolasi untuk menentukan apakah sel-

sel NK yang terisolasi mengalami peningkatan sensitivitas terhadap aktivitas

sitotoksik.

METODE

Subyek Penelitian

19 sukarelawan sehat (terdiri dari 10 pria, 9 wanita, usia: 31 ± 7,2 tahun)

mendonorkan sampel darahnya. Analisa darah lengkap/full blood count (FBC)

termasuk lima jenis diferensiasi dan uji C-reactive protein dimasukkan sebagai

kriteria inklusi pada peserta penelitian ini.

Sel

Gradasi densitas sentrifugasi Ficoll-Hypaque digunakan untuk mengisolasi

PBMC (GE Health Care, Uppsala). Peralatan MACS NK cell negative isolation

(Miltenyi Biotec, Teterow) memisahkan sel-sel NK dari PBMC sesuai dengan

instruksi. Setelah isolasi, PBMC dan sampel sel NK terisolasi disesuaikan pada

konsentrasi 1x106sel/ml dengan RPMI-1640 (Invitrogen Life Technologies,

Carlsbad) ditambah dengan 10% fetal bovine serum (FBS ) (Invitrogen Life

Technologies, Carlsbad), 1% streptomyocin/penisilin (Invitrogen Life

Technologies, Carlsbad), larutan sodium piruvat (Invitrogen Life Technologies,

Carlsbad) dan larutan buffer 4-(2-hydroxyethyl)-1-piperazineethanesulfonic acid

(HEPES) (Invitrogen Life Technologies, Carlsbad).

Pemeriksaan aktivitas sel NK sitotoksik

Kemampuan sel NK untuk melisiskan sel-sel tumor K562 diukur pada

sampel PBMC dan Sel NK terisolasi dengan flow cytometer sebagaimana telah

dijelaskan sebelumnya [6]. Pada awalnya, sel-sel efektor diberi label Paul Karl

Horan (PKH) -26 (Sigma-Aldrich, St Louis) dan dikombinasikan dengan sel target

K562 ( 1x105 sel / ml) pada tiga efektor dengan rasio target (25:1, 50:1 dan 100:1)

untuk menentukan hubungan respon dosis antara jumlah sel K562 yang dilisiskan

oleh sel NK efektor. Setiap sampel dibuat duplikat dan sampel kontrol K562

disertakan.

Sel-sel diinkubasi selama 4 jam pada suhu 37° C dengan 5% CO2.

Setelah inkubasi, 7 amino - actinomycin D (7 - AAD) (BD Biosciences , San Jose)

dan fluorescein isothiocyanate (FITC) Annexin V (BD Bioscience , San Jose )

ditambahkan untuk menentukan jumlah sel-sel K562 yang apoptosis pada FACS

– Calibur flow cytometer (Becton Dickinson [BD] FACSCalibur, San Jose).

Sebanyak 10.000 kejadian dianalisis dan jumlah kejadian di masing-masing regio

digunakan untuk menentukan aktivitas sel NK sitotoksik sesuai dengan metode

yang dijelaskan sebelumnya [6].

Pewarnaan Intraseluler Protein Litik

Pewarnaan intraseluler digunakan untuk mendeteksi keberadaan perforin,

Grz A dan GrzB di dalam sel NK [ 17 ]. Sampel kontrol dan sel K562 yang

distimulasi (25:1) dengan PBMC atau sel NK ( 1x106 sel/ml) dibuat duplikat dan

dimasukkan dalam inkubator pada suhu 37° C dengan 5% CO2 selama 4 jam.

Setelah inkubasi, fluorochromeconjugated monoclonal antibodi ditambahkan

untuk pewarnaan permukaan CD (cluster differentiation) yang spesifik untuk sel

NK . Untuk sampel perforin dan GrzA , ditambah CD16 FITC dan CD56

phycoerythrin (PE) ditambahkan ke sampel GrzB. Antibodi monoklonal, perforin

PE , PE dan GrzA GrzB FITC (BDBiosciences, San Jose) ditambahkan ke setiap

sampel untuk dianalisa pada flow cytometer. Sebanyak 10.000 kejadian dianalisis

pada setiap sampel untuk menentukan persentase gated lymphocytes CD56 +

/CD16 + dan protein-protein litik.

Pengukuran Degranulasi dan Interferon Gamma

Ekspresi sel NK pada CD107a diukur sebagai marker untuk degranulasi

dan pewarnaan intraseluler yang menentukan produksi IFN - γ [2]. CD107a dan

IFN – γ memerlukan penambahan monensin (BD Bioscience , San Jose) untuk

mencegah degradasi CD107a dan Brefeldin A (BD Bioscience , San Jose) untuk

menghambat eksositosis IFN - γ [2 , 8]. PBMC dan sel NK (1x106cells/ml)

distimulasi dengan sel-sel K562 (1x105/ml) dengan rasio 25:1 atau 10ng/ml

phorbol 12 - miristat 13 – asetat (PMA) (Sigma - Aldrich , St Louis) dan 1μg/ml

ionomycin (I) (Sigma - Aldrich ,St Louis) [1 , 2] . CD107a FITC ditambahkan ke

semua sampel untuk mendeteksi sel NK yang terdegranulasi . Sampel dibuat

duplikat dan diinkubasi pada suhu 37° C dengan 5% CO2 selama 6 jam . Setelah

inkubasi, ditambah CD56 PE (BD Bioscience ,San Jose) dan pewarnaan

intraseluler menentukan produksi IFN -γ. Sebanyak 10.000 kejadian dikumpulkan

dan dianalisis pada aliran flow cytometer untuk menentukan persentase gated

lymphosytes positive CD107a dan IFN - γ .

Analisa Statistik

Analisis statistik telah diselesaikan pada GraphPad PRISM (versi 6). Uji

independent sample T digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan yang

signifikan antara pria dan wanita pada FBC dan uji C-reactive protein. Sebuah

pengukuran analisis varian berulang (ANOVA) pada dua variabel dependen

dilakukan pada kumpulan data dari pengukuran lisis K562, protein litik dan

CD107a/IFN-γ. Bonferronii’s multiple comparison mengidentifikasi signifikansi

dimana nilai P kurang dari 0,05 . Korelasi Spearman mengidentifikasi setiap

hubungan yang signifikan antara mekanisme yang merangsang apoptosis dan

aktivitas sitotoksik yang ditentukan oleh lisis K562.

HASIL

Karasteristik partisipan

Kriteria inklusi dari studi ini telah ditentukan oleh tes FBC dan C reaktif

protein. Peningkatan yang signifikan (p<0.05) dari sel darah putih, monocytes,

sel darah merah, haemoglobin, haematokrit dan konsentrasi corpuscular

haemoglobin yang dibandingkan antara laki-laki dan perempuan (table 1)

Peningkatan aktivitas NK Cell Cytotoxic di PBMCs

Aktivitas NK cell cytotoxic telah ditentukan oleh jumlah dari sel K562

yang apoptosis dan lisis. Di dalam sampel PBMC, peningkatan effecter rasio

target, menyebabkan peningkatan yang signifikan (p<0.01) dari aktivitas NK cell

cytotoxic ketika rasio 25:1, yang dibandingkan dengan 50:1 dan 100:1 (figure

1[A]). Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan pada aktivitas cytotoxic

dalam sampel NK sel yang diisolasi (figure 2[B]). Perbandingan aktivitas cytotoxic

dengan perbedaan rasio di PMBC dan NK sel yang diisolasi menunjukan tidak

adanya perbedaan yang signifikan (data tidak ditunjukan).

Berkurangnya lisis protein NK sel di PMBC

Perforin, GrzA dan GrzB dalam NK sel telah ditemukan di sampel

(Figure 2 [B]) dan NK sel yang diisolasi (Figure 2 [C]). Protein lisis telah

dibandingkan di kontrol dan sampel yang distimulasi K562, dan hasilnya tidak ada

perubahan yang signifikan. Ekspresi dari protein lisis lebih tinggi pada NK sel

yang diisolasi.

Peningkatan degranulasi NK sel dan Stimulasi ikutan IFN-γ

NK sel telah distimulasi untuk degranulasi dan menghasilkan IFN-γ.

Perbandingan antara sel yang distimulasi K562 dan sampel control menunjukan

tidak ada perbedaan yang signifikan dalam ekspresi CD107a dan IFN-γ (Figure

3[B]). Ketika hasil dari sel yang distimulasi PMA/I dibandingkan dengan sampel

control, didapatkan peningkatan yang signifikan (p<0.05) dalam ekspresi CD107a

dan IFN-γ baik dalam PBMC maupun sampel NK sel yang diisolasi.

Korelasi antara mekanisme apoptosis NK sel dan aktivitas cytotoxic

Korelasi yang signifikan ditemukan antara NK sel perforin dan aktivitas

cytotoxic di 25:1 (table 2). Pada NK sel yang distimulasi dengan K562, korelasi

yang dignifikan juga ditemukan antara protein lisis (perforin, GrzA and GrzB) dan

ekspresi CD107a.

PEMBAHASAN

Aktifitas sitotoksik merupakan suatu proses yang penting untuk menjaga

kesehatan karena menjamin terhapusnya sel –sel yang terinfeksi kuman patogen

dan sel – sel yang berubah menuju keganasan. Penelitian terbaru yang dilakukan

menguji mekanisme induksi apoptosis pada jalur aktivitas sitotoksik sel NK, untuk

menentukan sebuah tolok ukur tambahan mengenai fungsi efektor sel NK.

Hasilnya menunjukkan bahwa perforin secara signifikan berkorelasi dengan

aktivitas sitotoksik dan degranulasi, sehingga kita mungkin dapat

menggunakannya sebagai tolok ukur tambahan untuk aktivitas sitotoksik dari sel

NK.

Pemeriksaan kesehatan rutin yang dilakukan pada populasi peserta tidak

mengidentifikasi adanya variabel pengganggu yang dapat mempengaruhi proses

pengukuran aktivitas sitotoksik dari sel NK. Sementara itu terdapat beberapa

perbedaan signifikan rerata antara pria dan wanita yang diamati menggunakan

parameter – parameter FBC, hal ini mungkin dapat terjadi karena adanya

perbedaan gender yang disebabkan oleh variasi genetik dan adanya tiga orang

wanita pada populasi yang menderita anemia.

Aktifitas sitotoksik sel NK pada populasi yang sehat dalam penelitian ini

konsisten pada nilai 41,1± 15% seperti yang telah dilaporkan dalam literatur.

Respon dosis tersebut berkorelasi dengan peningkatan rasio target disebabkan

oleh meningkatnya PBMC yang signifikan. Hal ini juga berhubungan dengan

peningkatan aktifitas sitotoksik yang signifikan. Pada sel NK yang terisolasi,

peningkatan efektor pada target rasiotidak berpengaruh signifikan terhadap

aktifitas sitotoksik. Hal ini mungkin dapat dijelaskan dengan adanya pengaturan

ketat pada sel NK untuk berhenti sesaat , yang mana hal ini akan mencegah

pewarisan penyakit autoimun.

Protein litik adalah mekanisme yang mengaktivasi apoptosis, yang

dilepaskan oleh butiran – butiran sitotoksik sel NK. Bila dibandingkan dengan

sampel – sampel PBMC, pada sel NK terisolasi terdapat peningkatan perforin,

GrzA dan GrzB yang signifikan. Penurunan level protein litik pada sampel PBMC

mungkin karena munculnya limfosit lain termasuk makrofag, sel T dan sel B.

CD56˖ dari sel NK meliputi 15±8% dari total limfosit dalam darah, yang mana hal

ini juga meneyebabkan penurunan protein litik dalam sampel PBMC

Oleh karena itu, bila dibandingkan dengan total populasi limfosit dalam

peredaran darah perifer, hanya ada beberapa sel NK yang tersedia yang dapat

berubah menjadi lebih sedikit lagi protein litik. Untuk memperoleh efek

sitotoksik,sel-sel NK ini butuh diaktifkan dari fase istirahat. Degranulasi

merupakan suatu langkah penting yang diperlukan untuk melepaskan protein litik

dari granul sekresi dalam sel NK. Tidak ada perbedaan yang signifikan. Aktivitas

sitotoksik sel NK Telah diamati antara ekspresi CD107a dan produksi IFN -

gamma dalam sampel PBMC dan sel NK terisolasi. Stimulasi sel NK oleh PMA /I

yg diregulasi oleh CD107a dan IFN gamma. PMA adalah pengganti diasilgliserol

(DAG ) ,salah satu protein adaptor yang dibutuhkan untuk aktivasi protein kinase

C. Ionomycin adalah kalsium ionofor selektif yang meningkatkan kadar kalsium

intraseluler. Oleh karena itu, kombinasi PMA /I memfasilitasi aktivasi protein

kinase C dan masuknya kalsium intraseluler, yang merupakan signaling untuk

degranulasi.

Perforin dalam sel NK secara signifikan berkorelasi dengan aktifitas

sitotoksik dan degranulasi. Kedua korelasi tersebut bersifat negatif, menunjukkan

bahwa penurunan perforin berhubungan dengan peningkatan degranulasi dan

aktivitas sitotoksik. Literatur mendukung adanya korelasi antara ekspresi CD107a

dan pengeluaran perforin, lebih jauh lagi menekankan pentingnya ekspresi

CD107a sebagai penanda untuk aktifitas sitotoksik dari sel NK. Tidak ada korelasi

yang ditemukan antara ekspresi CD107a dan lisis sel NK pada sel – sel K562.

Literatur juga menyebutkan adanya korelasi positif antara ekspresi CD107a

dengan aktifitas sitotoksik dari sel NK. Ekspresi CD107a pada sel NK dari

populasi penelitian ini mungkin tidak berhubungan dengan aktifitas sitotoksik,

mengacu pada rasio 25:1 yang digunakan. Pada kisaran rasio yang lebih rendah,

mulai dari 1:1 dan 10:01 telah dilaporkan sebagai rasio yang optimal untuk

mendeteksi ekspresi CD107a.

Korelasi antara pelepasan perforin dengan lisis sel tumor dan degranulasi

menunjukkan bahwa perforin mungkin dapat digunakan sebagai indikator

tambahan terhadap fungsi efektor sel NK. Dimana perforin adalah sebuah protein

litik yang dilepaskan oleh sel NK untuk menginduksi apoptosis terhadap sel

target, pengukuran perforin mungkin bermanfaat dalam kepentingan klinis untuk

mengidentifikasi defisiensi / kelemahan / penyakit yang mempengaruhi aktifitas

sitotoksik.

Keterangan Gambar

Gambar 1: Aktivitas NK sel sitotoksik dalam sampel PBMC(A) dan sel NK yang

terisolasi (B). Plot kotak menunjukkan lisisnya sel NK dari sel K562 pada tiga

rasio. Kotak mewakili untuk setiap ratio interquartile range (IQR), dan

menunjukkan distribusi data. Garis tengah di setiap kotak mewakili nilai median.

* Denotes Significance (** p<0,01 dan ***p <0,001).

Gambar 2 : Protein litik dalam sel NK. Cytometry figures mengalir dari sampel sel

NK yang terisolasi (A) mewakili jumlah CD56+/CD16+ sel NK yang

mengekspresikan perforin, GrzA dan GrzB. Protein litik dalam sampel PBMC(B)

dan sampel sel NK yang terisolasi (C) tidak menunjukkan perbedaan stimulasi

patogen yang signifikan. Data disajikan sebagai mean±standard error mean.

Gambar 3 : CD107a dan IFN-γ pada PBMC dan Sel NK yang terisolasi. Aliran

Cytometry mewakili gambaran sel NK dari sampel PBMC mengekspresikan

CD107a dan IFN-γ (A). Dalam sampel kontrol, 1,22% dari limfosit

mengekspresikanCD107a dan IFN-γ. Ketika sel-sel tersebut dirangsang dengan

sel K562 dan PMA/I, jumlah sel NK yang mengekspresikan CD107a dan IFN-γ

ditingkatkan menjadi 15,84 dan 19,60% secara berturut-turut. IQR pada sampel

sel PBMC dan sel NK meningkat dari kontrol ke sel K562 dan PMA/ I yang telah

terangsang (B). Nilai rata-rata untuk sampel diwakili oleh garis ditengah kotak.

*Denotes Significance (p <0,05)

.

Gambar 1

Gambar 2

Gambar 3

Tabel 1 : Parameter darah dan C-reactive protein subyek penelitian. Hasil disajikan sebagai

sarana ± standar deviasi dari analisis diferensial lima bagian dari leukosit, jumlah sel darah

merah dan parameter hematologis. * Menunjukkan perbedaan yang signifikan (p <0,05).

Males Females P Value

Total Participants (N) 10 9

White blood cells (x109/L) 6.641 ± 1.494 5.216 ± 0.653 0.017*

Neutrophils (x109/L) 3.683 ± 0.928 2.977 ± 0.955 0.121

Lymphocytes (x109/L) 2.028 ± 0.474 1.636 ± 0.470 0.089

Monocytes (x109/L) 0.558 ± 0.127 0.357 ± 0.118 0.002*

Eosinophils (x109/L) 0.284 ± 0.360 0.160 ± 0.079 0.331

Basophils (x109/L) 0.089 ± 0.037 0.158 ± 0.220 0.340

Red Blood Cells (x1012/L) 5.370 ± 0.430 4.763 ± 0.277 0.002*

Haemoglobin (g/L) 156.400 ± 8.181 138.111 ± 11.731 0.001*

Haematocrit (L/L) 0.445 ± 0.026 0.407 ± 0.034 0.013*

Mean corpuscular volume (fL) 83.080 ± 3.889 85.556 ± 6.619 0.328

Mean corpuscular haemoglobin (pg) 29.240 ±1.730 29.078 ± 2.491 0.870

Mean corpuscular haemoglobin

concentration (g/L)

351.900 ± 7.475 339.556 ± 6.598 0.001*

Red cell distribution width (%) 11.660 ± 0.353 12.611 ± 1.140 0.039

C reactive protein (mg/L) 0.599 ± 0.324 0.829 ± 0.699 0.384

Tabel 2 : Korelasi signifikan diidentifikasi antara mekanisme apoptosis sel NK dan aktivitas

sitotoksik. Perforin secara signifikan berkorelasi dengan aktivitas sel NK sitotoksik dan

ekspresi CD107a

R P value Perforin& Cytotoxic Activity -0.467 0.044 Perforin& CD107a -0.571 0.029 GrzA& CD107a -0.561 0.049 GrzB& CD107a -0.536 0.042