HIPERTENSI

Post on 27-May-2017

216 views 3 download

Transcript of HIPERTENSI

3.1 HIPERTENSI

3.5.1 DEFINISI HIPERTENSI

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi

lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan

diastolik 90 mmHg (Sheps,2005).

Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus

sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg.

Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak

output (Wexler, 2002)

3.5.2 KLASIFIKASI HIPERTENSI

A. Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu :

Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten tekanan

arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik

normal, Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup + 90% dari

kasus hipertensi (Wibowo, 1999).

Hipertensi sekunder Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar

kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini

menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi. (Sheps, 2005).

A. Berdasarkan bentuk hipertensi,yaitu hipertensi diastolic, campuran, dan sistolik.

Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan

diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada

anak-anak dan dewasa muda.Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang

meninggi) yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol. Hipertensi

sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa

diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut.

(Gunawan, 2001)

3.5.3 ETIOLOGI HIPERTENSI

Corwin (2000) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan denyut

jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan

salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi.

Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal

saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang

berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan

kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup

atau TPR, sehingga tidak meninbulkan hipertensi (Astawan,2002)

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila

terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan

penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan.

Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal

dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma

akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan

volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan dengan

peningkatan tekanan sistolik ( Amir,2002)

Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat terjadi pada

peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang

berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan

menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial

Resistence, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian

menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh

darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung dan

biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan

afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrifi

(membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat

sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk

memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai

tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan

kontraktilitas dan volume sekuncup.( Hayens, 2003 )

3.5.4 PATOFISIOLOGI HEPERTENSI

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di

pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf

simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula

spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke

ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon

pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat

sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal

tersebut bisa terjadi (Corwin,2001)

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang

menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya,

yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin

merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,

suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh

korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung

mencetus keadaan hipertensi ( Dekker, 1996 )

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer

bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.

Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,

aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah

yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah

jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin,2001).

3.5.5 TANDA DAN GEJALA HIPERTENSI

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang

tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat

(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil

(edema pada diskus optikus).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai

bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan

manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah

bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia

(peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah

(BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke

atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada

satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma,2000 ).

Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul

setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :Nyeri kepala saat terjaga,

kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah

intrakranial,Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,Ayunan

langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat,Nokturia karena

peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus,Edema dependen dan

pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka

merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal

dan lain-lain (Wiryowidagdo,2002).

3.5.6 FAKTOR-FAKTOR RESIKO HIPERTENSI

Faktor resiko hipertensi meliputi :

Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya

umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin

meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah

di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi

pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri

koroner dan kematian prematur (Julianti, 2005).

Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana

pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan

pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami

menopause

Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita

hipertensi. Dari laporan sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6% dari

pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukan 18,6% pada pria

dan 17,4% wanita. Di daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan

10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria

dan 13,7% pada wanita (Gunawan, 2001).

Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya

hipertensi hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari

orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidup kita memiliki

kemungkinan 25% terkena hipertensi ( Astawan,2002 )

Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi.

Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam

yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi

yang rendah jika asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi

meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi

terjadai melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha,

2004).

Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang peka sodium

lebih mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan dan peningkatan

tekanan darah (Sheps, 2000).

Garam berhubungan erat dengan terjadinya tekanan darah tinggi gangguan

pembuluh darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya

rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram sehari prevalensi hipertensi

presentasinya rendah, tetapi jika asupan garam 5-15 gram perhari, akan meningkat

prevalensinya 15-20% (Wiryowidagdo, 2004).

Garam mempunyai sifat menahan air. Mengkonsumsi garam lebih atau makan-

makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan darah. Hindari

pemakaian garam yang berkebih atau makanan yang diasinkan. Hal ini tidak berarti

menghentikan pemakaian garam sama sekali dalan makanan. Sebaliknya jumlah

garam yang dikonsumsi batasi (Wijayakusuma, 2000).

Merokok merupaka salah satu faktor yang dapat diubah, adapun hubungan

merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan peningkatan tekana

darah karena nikotin akan diserap pembulu darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan

oleh pembuluh dadarah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan

member sinyal pada

kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan

menyempitkan pembulu darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena

tekanan yang lebih tinggi.Selain itu, karbon monoksida dalam asap

rokokmenggantikan iksigen dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan tekana darah

karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup kedalam

orga dan jaringan tubuh ( Astawan, 2002 ).

Aktivitas sangat mempengaruhiterjadinya hipertensi, dimana pada orang yang

kuan aktvitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tingi

sehingga otot jantung akan harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi.Makin keras

dan sering otot jantung memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada

arteri Stress juga sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi

dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak

menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap

tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat

perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan

dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota

(Dunitz, 2001).

3.5.7 KOMPLIKASI HIPERTENSI

Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus

yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat

terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami

hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya

berkurang.

Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga

meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2000).

Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang bingung,

limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa

lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak

dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak (Santoso,

2006).

Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak

dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang

menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik

dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat

terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga

hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik

melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko

pembentukan bekuan (Corwin, 2000).

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada

kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir

keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi

hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar

melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema

yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000).

Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang

kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru,kaki dan

jaringan lain sering disebut edma.Cairan didalam paru – paru menyebabkan sesak

napas,timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan

edema (Amir, 2002)

Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi

yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan

kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf

pusat. Neron-neron disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian (Corwin,

2000).

3.5.8 PERAWATAN PENDERITA HIPERTENSI DIRUMAH

Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan oleh keluarga dengan

memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang menderita

hipertensi. Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada klien hipertensi guna

untuk mengurangai efek buruk dari pada hipertensi. Adapun cakupan pola hidup

antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari

alkohol, modifikasi diet. Dan yang mencakup psikis antara lain mengurangi sres,

olahraga, dan istirahat (Amir, 2002 ).

Merokok sangat besar perananya meningkatkan tekanan darah, hal ini disebabkan

oleh nikotin yag terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang

menyebabkan tekana darah meningkat. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh

darah didalam paru dan diedarkan keseluruh aliran darah lainnya sehingga terjadi

penyempitan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kerja jantung semakin meningkat

untuk memompa darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah yang sempit.

Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan , disamping

itu jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak akan bekerja secar optimal

dan dengan berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat ( Santoso, 2001 ).

Mengurangi berat badan juga menurunkan resiko diabetes, penyakit

kardiovaskular, dan kanker .Secara umum, semakin berat tubuh semakin tinggi

tekanan darah, jika menerapkan pola makan seimbang maka dapat mengurangi berat

badan dan menurunkan tekanan darah dengan cara yang terkontrol .

Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormone –hormon lain yang

membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan natrium dan

air. Minum-minuman yang beralkohol yang berlebih juga dapat menyebabkan

kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium.Mengurangi alkohol dapat

menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan diastolik 7 mmhg.

Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien hipertensi, tujuan

utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang

dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakiit kardiovaskuler.

Secara garis besar, ada empat macam diet untuk menanggulangi atau minimal

mempertahankan keadaan tekana darah , yakni : diet rendah garam , diet rendah

kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat

baadan ( Astawan,2002 ).

Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta

hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan

untuk mencegah edema dan penyakit jantung ( lemah jantung ). Adapun yang disebut

rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi

makanan rendah sodium atau natrium ( Na).Oleh karena itu yang sangat penting untuk

diperhatikan dalam melakukan diet rendah garam adalah komposisi makanan yang

harus mengandung cukup zat – zat gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin

dan rendah sodium dan natrium ( Gunawan, 2001).

Sumber sodium antara lain makanan yang mengandung soda kue, baking

powder,MSG( Mono Sodium Glutamat ), pengawet makanan atau natrium benzoat

( Biasanya terdapat didalam saos, kecap, selai, jelly ), makanan yang dibuat dari

mentega serta obat yang mengandung natrium ( obat sakit kepala ). Bagi penderita

hipertensi, biasakan penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu.

( Hayens, 2003 ).

Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam tubuh terdapat tiga bagian

lemak yaitu : kolestrol, trigeserida, dan pospolipid.Tubuh memperoleh kolestrol dari

makanan sehari – hari dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya jika

dikonsumsi lebih banyak dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan kolestrol

dapat terjadi karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung

kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi sekitar 25 – 50 % dari setiap makanan (

Amir, 2002 ).

Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi, serat terdiri dari dua

jenis yaitu serat kasar ( Crude fiber ) dan serat kasar banyak terdapat pada sayuran dan

buah – buahan, sedangkan serat makanan terdapat pada makanan karbohidrat yaitu :

kentang, beras, singkong dan kacang hijau. Serat kasar dapat berfungsi mencegah

penyakit tekanan darah tinggi karena serat kasar mampu mengikat kolestrol maupun

asam empedu dan selanjutnya membuang bersama kotoran. Keadaan ini dapat dicapai

jika makanan yang dikonsumsi mengandung serat kasar yang cukup tinggi ( Mayo,

2005 ).

Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang yang kelebihan berat badan.Kelebihan

berat badan atau obesitas akan berisiko tinggi terkena hipertensi. Demikian juga

dengan orang yang berusia 40 tahun mudah terkena hipertensi. Dalam perencanaan

diet, perlu diperhatikan hal – hal berikut :

Asupan kalori dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori

untuk penurunan 500 gram atau 0.5 kg berat badan per minggu.

Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi.

Perlu dilakukan aktifitas olah raga ringan.

Stres tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi stress berat dapat

menyebabkan kenaikan tekanan darah yang nersifat sementara yang sangat tinggi. Jika

periode stress sering terjadi maka akan mengalami kerusakan pada pembuluh darah,

jantung dan ginjal sama halnya seperti yang menetap ( Amir,2002).

Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik seperti jalan kaki,

jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu meredam hipertensi. Pada olah raga

isotonik mampu menyusutkan hormone noradrenalin dan hormone – hormone lain

penyebab naiknya tekanan darah. Hindari olah raga Isometrik seperti angkat beban,

karena justru dapat menaikkan tekanan darah ( Mayer,1980).

Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam

tubuh,istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Meluangkan waktu tidak

berarti minta istirahat lebih banyak dari pada bekerja produktif samapai melebihi

kepatuhan.Meluangkan waku istiraha itu perlu dilakukan secara rutin diantara

ketegangan jam sibuk bekerja sehari – hari. Bersantai juga bukan berarti melakukan

rekreasi yang melelahkan,tetapi yang dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha

untuk mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon dan

dalam tubuh ( Amir,2002).

3.5.9 PENGOBATAN FARMAKOLOGI

Keputusan untuk memberikan pengobatan farmakologik mempertimbangkan

beberapa factor, yaitu derajat kenaikan TD, adanya kerusakan organ target, dan adanya

penyakit kardiovaskuler.(2,9,10

Tujuan pengobatan adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat

hipertensi dengan memelihara tekanan darah sistolik di bawah 140 mmHg, tekanan

diastolic di bawah 90 mmHg disamping mencegah resiko penyakit kardiovaskuler

lainnya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan pada penggunaan obat anti

hipertensi, Ternyata terdapat empat jenis obat yang paling banyak digunakan, yaitu

diuretika, beta-blocker, kalcium antagonis, dan ACE inhibitor.

Penelitian klinik secara yaitu :

1. saat mulai pengobatan gunakanlah dosis yang kecil, ii) bila efek tidak

memuaskan tambahkan obat untuk kombinasi, dan

2. pergunakan obat long acting dengan dosis tunggal yang dapat mencakup efek

selama 24 jam. Terdapat enam golongan utama obat untuk hipertensi baik

untuk pengobatan pemulaan maupun pemeliharaan yang dapat di lihat pada

Tabel di atas

perbedaan efek antara keempat obat anti hipertensi dalam menurunkan tekanan

darah, kualitas hidup, dan regresi massa ventrikel kiri. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan, dibandingkan dengan plasebo ternyata pada pasien lansia diuterika

lebih efektif untuk menurunkan risiko terjadinya stroke, penyakit jantung koroner,

gagal jantung kongestif, dan kematian, dan beta-bloker mencegah terjadinya stroke,

gagal jantung kongestif tetapi kurang efektif untuk mencegah penyakit jantung

koroner. Penelitian ini menunjukkan bahwa diuertika, betabloker, dan kalsium

antagonis lebih efektif untuk mencegah stroke dibandingkan plasebo.

Menarik perhatian adalah penelitian double-blind randomized multicenter trial

yang bertujuan membandingkan efektifitas dan tolerability dari hidroklorotiazide,

atenolol, nitrendipine, dan enapril pada penderita hipertensi esensial (tekanan darah

diastolic 95–120 mm Hg). Sebanyak 868 pasien hipertensi esensial dengan usia

berkisar antara 21–70 tahun, awalnya diberikan 12,5 mg hidroklorotiazide, 25 mg

atenolol, 10 mg nitrendipine, 25 mg enapril dengan dosis sekali sehari selama 4

minggu. Bila setelah 4 minggu tekanan darah diastolic tidak menurun sampai < 90

mmHg, maka dosis dinaikkan menjadi 25 mg, 50 mg, 20, dan 10 mg dengan dosis

sekali sehari. Ternyata tidak terbukti adanya keunggulan efektifitas atau tolerability

dari obat antihipertensi yang baru (kalsium antagonis dan ACE inhibitors).

Kedua jenis obat banyak digunakan sebagai pengobatan first chioce, ternyata

keduanya menurunkan morbiditas dan mortalitas sama efektifnya seperti diuretika dan

betabloker. Respons penderita terhadao pengobatan sangat tergantung pada usia

penderita, probabilitas ini merefleksikan peran dominan dari sistem renin terhadap

blood pressure regulation.

Pada pasien usia muda konsentrasi renin relatif lebih tinggi dan sangat responsif

terdapat pengobatan untuk menekan sistem rennin seperti ACE inhibitors, angiotensin

receptor blockers (A) dan beta bloker (B). Pada pasien lansia konsentrasi renin relative

rendah dan sangat responsif terhadap pengobatan dengan kalsium antagonis (C) dan

diuretika (D). Sasaran pengobatan hipertensi adalah TD 140/85 dan kurang dari 50%

pasien yang dapat mencapai sasaran tersebut dengan satu obat (monoterapi).

Kombinasi terbaik yang mempnyai efek komplementer terhadap sistem renin

adalah satu obat dari (A atau B) ditambah satu obat dari (C atau D). Bila TD berhasil

stabil dalam satu tahun atau lebih, maka pemeriksaan berkala dilakukan selang waktu

3–6 bulan. Namun bila terjadi resistensi hipertensi yaitu TD tidak dapat diturunkan di

bawah 140/90 walaupun sudah diberikan pengobatan yang adekuat, tepat, dengan

kombinasi 3 macam obat termasuk diuretik dengan dosis maksimal, maka penderita

tersebut harus di rujuk dan dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya kausa

sekunder. Beberapa penyakit dapat merupakan penyebab sekunder hipertensi misalkan

pheochromocytoma, polycystic kidney, coarctatio aorta, sindroma Cushing,

hipokalemia (primary aldosteronism), hyperkalsemia (hyper parathyroidism) dan

hipertensi genetik. Salah satu penyebab lain yang dapat menimbulkan resistensi

hipertensi adalah pengobatan dengan diuretik yang tidak adekuat. Pengobatan dapat

dilakukan dengan menggunakan alpha blocker, atau spiroronolactone (angiotensin

blocker). Jarang penderita yang memerlukan minoxidil, vasodilator yang paling kuat