REFARAT Hipertensi
-
Upload
aurelia-soetomo -
Category
Documents
-
view
145 -
download
10
description
Transcript of REFARAT Hipertensi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia maupun di
seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang berlangsung
kronik akan menyebabkan peningkatan risiko kejadian kardiovaskuler, serebrovaskuler dan
renovaskuler.
Hipertensi adalah salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner yang kurang
diwaspadai karena bersifat asimtomatis. Banyak penderita yang mengabaikan perjalanan
lanjut hipertensi sehingga disebut "Sillent killer" Pengelolaan penyakit hipertensi
memerlukan pengetahuan tentang patogenesis dan karakteristik berbagai obat hipertensi,
mengingat pilihan obat harus disesuaikan dengan indikasi serta karakteristik setiap individu.
National High Blood Pressure Education Program yang dibentuk oleh Joint National
Committee selalu berupaya memperbaiki panduan tata laksana hipertensi dengan mengadakan
berbagai penelitian terkini. Data berbagai obat yang disertakan dalam panduan tidak hanya
bermakna secara statistik, tetapi juga berpotensi secara klinis.1 Pada dasarnya, tujuan utama
manajemen hipertensi adalah mempertahankan tekanan darah pada kondisi optimal untuk
mencegah komplikasi pada berbagai target organ sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup penderita. Proporsi penderita hipertensi dilaporkan lebih dari 85% dari seluruh
penderita hipertensi.1 Sebagai faktor risiko penting penyakit kardiovaskular, hipertensi harus
diobati secara dini untuk memperlambat progresivitas aterosklerosis dan mengurangi risiko
gagal jantung.
Penyakit ini dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan hidup seseorang, sering disebut
sebagai the killer disease karena penderita tidak mengetahui kalau dirinya mengidap
hipertensi .Penderita datang berobat setelah timbul kelainan organ akibat Hipertensi.
Hipertensi juga dikenal sebagai heterogeneouse group of disease karena dapat menyerang
siapa saja dari berbagai kelompok umur, sosial dan ekonomi. Kecenderungan berubahnya
gaya hidup akibat urbanisasi, modernisasi dan globalisasi memunculkan sejumlah faktor
resiko yang dapat meningkatkan angksa kesakitan hipertensi.1
1
1.2 Tujuan Umum
1.2.1 Tujuan Umum
1 Membentuk pola pikir menjadi terarah dan sistematik mengenai hipertensi
2 Mengetahui dan memahami definis hipertensi
3 Mengetahui dan memahami etiologi/faktor pencetus Hpertensi
4 Mengetahui dan memahami kalsifikasi hipertensi
5 Memahami manifestasi klinik hipertensi
6 Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada hipertensi
7 Mengetahui dan memahami komplikasi hipertensi
8 Mahasiswa mampu menyusun tulisan referat yang baik dan benar
1.2..3 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan antara faktor resiko dengan hipertensi
2. Menentukan diagnosis hipertensi secara sistematis melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
3. Mengetahui dan memahami tatalaksana dan pencegahan hipertensi
1.3 Rumusan masalah
Dengan melihat latar belakang yang dikemukakan sebelumnya maka beberapa
masalah yang akan dirumuskan dalam referat ini adalah:
1. Pengertian Hipertensi
2. Klasifikasi Hipertensi
3. Etiologi/faktor pencetus hipertensi
4. Faktor Resiko terjadinya Hipertensi
5. Mekanisme Kausal Terjadinya Hipertensi
6. Manifestasi Klinis Hipertensi
7. Diagnosis dan komplikasi Hipertensi
8. Tatalaksana Hipertensi
9. Upaya pencegahan Hipertensi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga bisa menyebabkan
kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang
tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta
penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit tersebut
dapat pula menyebabkan gagal ginjal, diabetes mellitus dan lain-lain.2
Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu
keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau mmHg
(tekanan diastolik) ( Joint National Committe on Prevention Detection, Evaluation, and
Treatment of High Pressure VII,2003). Nilai yang lebih tinggi (sistolik ) menunjukan fase
darah yang dipompa oleh jantung, nilai.2
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih
dan tekanan diastolik 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996). Hipertensi adalah peningkatan
tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
(Luckman Sorensen,1996).2
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, angka kejadian hipertensi berkisar 6-15%3 dan masih banyak penderita
yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan, terutama di daerah pedesaan. Sementara
itu, di Amerika Serikat, data NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey)
memperlihatkan bahwa risiko hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Data
NHANES 2005-2008 memperlihatkan kan kurang lebih 76,4 juta orang berusia ≥20 tahun
adalah penderita hipertensi, berarti 1 dari 3 orang dewasa menderita hipertensi. 3,4
Walau upaya, tindakan sudah banyak dilakukan dan tersedia banyak obat untuk
mengatasi hipertensi, tata laksana hipertensi masih jauh dari berhasil. Data NHANES 2005-
2008 di Amerika Serikat menunjukkan dari semua penderita hipertensi, hanya 79,6% sadar
telah menderita hipertensi; namun hanya 47,8% yang berusaha mencari terapi. Dan dari
70,9% pasien yang menjalani terapi, 52,2% tidak mencapai kontrol tekanan darah target.3 ,4
3
Kebanyakan pasien mempunyai tekanan darah prehipertensi sebelum mereka
didiagnosis dengan hipertensi, dan kebanyakan diagnosis hipertensi terjadi pada umur
diantara dekade ketiga dan dekade kelima. Sampai dengan umur 55 tahun, laki-laki lebih
banyak menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 s/d 74 tahun, sedikit lebih
banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi. Pada populasi lansia
(umur ≥ 60 tahun), prevalensi untuk hipertensi sebesar 65.4 %.3,4
Grafi k 1 Angka kejadian hipertensi pada orang dewasa ≥20 tahun berdasarkan umur dan jenis kelamin (Data NHANES 2005-2008) 3
4
Tabel 1 Perkiraan jumlah penderita hipertensi di dunia dan perkembangannya 3
2.3 Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun
ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi: 5,6
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport
Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat.
3. Stress Lingkungan
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu: 5,6,7
1. Hipertensi Esensial (Primer) (90%) : Penyebab tidak diketahui namun banyak
factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan
saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok
dan stress. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis
hipertensi primer.
5
2. Hipertensi Sekunder (10%) : Hipetensi yang penyebabnya dapat diketahui antara lain
kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid ( hipertiroid ), penyakit kelenjar
adrenal (hiperaldosteronisme) dan lainlain.
Penderita hipertensi sekunder merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-
obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. 5,6,7,9
1. Penyakit Ginjal :
Stenosis arteri renalis, pielonefritis, glomerulonefritis, tumor gimjal,
penyakit ginjal polikistik, diabetes nefropati, hypertensi Goldblatt
2. Kelainan Hormonal :
Hiperaldosteronisme, sindroma cushing dan feokromositoma
3. Obat-obatan :
Pil KB, kortikosteroid, eritropoetin, penyalahgunaan alkohol, kokain
4. Penyebab lainnya : Preeklamsi dalam kehhamilan, koartasio aorta,
hipertensi neurogenik,
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18
tahun)berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih
kunjungan klinis. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi
mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cendrung meningkat ke klasifikasi
hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi , dan semua pasien
pada kategori ini harus diberi terapi obat.8
Tabel 2 Classifi cation of Hypertension
6
Krisis Hipertensi : Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai
oleh tekanan darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah
terjadinya kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg;
dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi.8 Pada hipertensi
emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut yang
bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit –
jam) untuk mencegah kerusakan organ target lebih lanjut. Contoh gangguan organ target
akut: encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema paru,
dissecting aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil, dan eklampsia atau hipertensi berat
selama kehamilan. Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai
kerusakan organ target yang progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi
oral ke nilai tekanan darah pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam s/d beberap hari.8
2.5 Faktor Resiko
Faktor risiko yang reversibel adalah usia, ras Afrika-Amerika, dan riwayat keluarga
yang memiliki hipertensi. Sedangkan faktor risiko yang bersifat reversible adalah psikososial
dan stres, berat badan berlebih, kurang aktivitas, konsumsi makanan yang mengandung
natrium tinggi, merokok, konsumsi alkohol, Cardiovascular, Hiperlipidemia dan sindroma
metabolik., Mikroalbuminuria atau perkiraan GFR<60 ml/min, Umur (>55 tahun untuk laki-
laki, >65 tahun untuk perempuan), Riwayat keluarga untuk penyakit kardiovaskular prematur
(laki-laki < 55, tahun atau perempuan < 65 tahun)6
7
Tabel 3 Hypertension Writing Group Defi nition and Classifi cation of Hypertension
2.6 Patofisiologi
Grafik 2 Patofisiologi hypertensi
8
Grafik 3 Patofisiologi Natrium dan Kalium pada Hipertensi 8
Penelitian INTERSALT (International Study of Sodium, Potassium, and Blood
Pressure) untuk mengetahui hubungan antara asupan garam dengan tekanan darah adalah
contoh/ilustrasi yang baik tentang peranan keseimbangan natrium dan cairan tubuh terhadap
hipertensi. Penelitan ini merupakan penelitian epidemiologi dengan sampel sebesar 10.079
pasien pria dan wanita dengan usia 20 – 59 tahun dari 52 negara. Hasilnya memperlihatkan
bahwa makin tinggi asupan garam seseorang, makin tinggi pula tekanan darah rata-rata orang
tersebut. Dengan menurunkan asupan garam, terjadi penurunan tekanan darah yang diikuti
dengan penurunan kejadian PJK (Penyakit Jantung Koroner) dan penurunan risiko stroke.3
Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam
terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah : 8
9
Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal),
mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial dll
Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
Asupan natrium (garam) berlebihan
Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin
II dan aldosteron
Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik
Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular
dan penanganan garam oleh ginjal
Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil
di ginjal
Diabetes mellitus, Resistensi insulin, Obesitas, Meningkatnya aktivitas vascular growth
factors
Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik
inotropik dari jantung, dan tonus vaskular dan Berubahnya transpor ion dalam sel
Gambar 1 Mekanisme patofisiologi dari hipertensi
2.7 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari Hipertensi adalah sebagai berikut :
10
Nyeri kepala
Mual muntah
Rasa berat di tengkuk
Telinga berdengung
Sesak nafas, jantung berdebar-debar dan rasa sakit di dada
Penglihatan kabur dan gelisah
Mimisan
Mudah lelah dan marah
Secara umum pasien dapat terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah mempunyai
faktor resiko tambahan , dan Kerusakan organ target : Jantung : Left ventricular
hypertrophy, Angina atau sudah pernah infark miokard, Sudah pernah revaskularisasi
koroner, Gagal jantung, Otak : Stroke atau TIA, Penyakit ginjal kronis, Penyakit arteri
perifer, Retinopathy, tetapi kebanyakan asimptomatik 12 Kadang penderita hipertensi berat
mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak,
keadaan ini disebut ensefalopati hipertensi, yang memerlukan penanganan segera.
2.8 Diagnosis
Konfirmasi dari hipertensi berdasarkan pada pemeriksaan awal, dan pemeriksaan pada
dua kali follow-up dengan setidaknya dua kali pengukuran pada setiap kali follow-up.
11
Grafik 4 Algoritma Diagnosis Hipertensi
Pemeriksaan fisik selain memeriksa tekanan darah, harus diperhatikan bentuk tubuh,
termasuk berat dan tinggi badan. Dilakukan palpasi leher untuk mempalpasi dari pembesaran
tiroid dan penilaian terhadap tanda hipotiroid atau hipertiroid. Pemeriksaan pada pembuluh darah
dapat dilakukan dengan funduskopi, auskultasi untuk mencari bruit pada arteri karotis. Retina
merupakan jaringan yang arteri dan arteriolnya dapat diperiksa dengan seksama. Seiring dengan
peningkatan derajat beratnya hipertensi dan penyakit aterosklerosis, pada pemeriksaan
funduskopi dapat ditemukan peningkatan reflex cahaya arteriol, hemoragik, eksudat, dan
papiledema. Pemeriksaan pada jantung dapat ditemukan pengerasan dari bunyi jantung ke-2
karena penutuan dari katup aorta dan S4 gallop. Pembesaran jantung kiri dapat dideteksi dengan
iktus kordis yang bergeser ke arah lateral. 8,12
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang rutin yang direkomendasikan sebelum memulai terapi
termasuk elektrokardiogram 12 lead, urinalisis, glukosa darah, hemoglobin dan hematokrit,
kalium serum, kreatinin, BUN, kalsium serum dan profil lipid ( termasuk HDL kolesterol,
LDL kolesterol, dan trigliserida, Kalsium serum, VMA urin, asam urat, Pemeriksaan tiroid.
12
Test tambahan termasuk pengukuran terhadap ekskresi albumin atau albumin/ kreatinin rasio,
BNO IVP, EKG dan foto Thorax.12
3.0 Komplikasi
Jantung : pembesaran jantung kiri disfungsi diastolik, dan gagal jantung 12
Otak : Hemoragik dan infark12
Ginjal : renal insufficiency 12
3.1 Prognosis
WHO membuat tabel stratifikasi dan membuat tiga kategori risiko yang berhubungan
dengan timbulnya kejadian penyakit kardiovaskular selama 10 tahun ke depan: (1) risiko rendah,
kurang dari 15 %. (2) risiko menengah , sekitar 15-20 %. (3) risiko tinggi, lebih dari 20 %. 11
Tabel 4 Faktor yang Mempengaruhi Prognosis 11
Tabel 5 Prognosis menurut WHO
13
BAB III
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
3.1 Tujuan Terapi
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah : Penurunan mortalitas dan morbiditas yang
berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan
organ target (misal: kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan
penyakit ginjal). Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan
terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan resiko. 8
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII.8
• Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
• Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
• Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
Pendekatan secara umum
Pada kebanyakan pasien, tekanan darah diastolik yang diinginkan akan tercapai
apabila tekanan darah sistolik yang diiginkan sudah tercapai. Karena kenyataannya tekanan
darah sistolik berkaitan dengan resiko kardiovaskular dibanding tekanan darah diastolik,
maka tekanan darah sistolik harus digunakan sebagai petanda klinis utama untuk
pengontrolan penyakit pada hipertensi.8 Sesudah pemakaian obat antihipertensi, pasien harus
melakukan follow-up dan pengaturan dosis obat setiap bulannya atau sesudah target tekanan
14
darah tercapai. Serum kalium dan kreatinin harus di monitor setidaknya satu sampai dua kali per
tahun. Sesudah target tekanan darah tercapai, follow-up dapat 3-6 bulan sekali.
Pasien dengan hipertensi tingkat 1 harus diobati pertama-tama dengan diuretik tiazid.
Pada kebanyakan pasien dengan tekanan darah lebih tinggi (hipertensi tingkat 2), disarankan
kombinasi terapi obat, dengan salah satunya diuretik tipe tiazid.8
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan:
1. Terapi nonfarmakologi
2. Terapi farmakologi
3.1 Terapi Nonfarmakologis
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah
tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi.
Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup.
Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya
hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien
dengan tekanan darah prehipertensi.13,15 Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-
pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan
darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi.13,15
Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah
mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan
DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet
rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien
dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi;
mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat.13,15
Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti
rasionalitas intervensi diet:13,15
Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan berat badan
ideal
Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)
Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat menurunkan tekanan
15
darah secara bermakna pada orang gemuk
Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor dari
hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia,
dan selanjutnya ke penyakit kardiovaskular.
Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan tekanan
darah pada individu dengan hipertensi.
JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah, sayur,
dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium
yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari. Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan
darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu
ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging,
berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah.
Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus
konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk
pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan faktor resiko utama independen
untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling
berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.13,15
Berdasarkan penelitian ini, AHA (American Heart Association) merekomendasikan
pada hipertensi asupan Natrium yang ideal adalah 1,5 gram sehari atau ekuivalen dengan 3,8
gram NaCl sehari.
16
Tabel 6 Perubahan Gaya Hidup untuk Mencegah dan Pengobatan hipertensi 13
3.2 Terapi Farmakologi
Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan
respon penderita terhadap obat anti hipertensi. Beberapa prinsip pemberian obat anti
hipertensi sebagai berikut : 13,15
1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi
2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan
harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.
3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi.
4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan seumur
hidup.
17
Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI),
penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan antagonis kalsium dianggap sebagai obat
antihipertensi utama.
Hal lain yang perlu diketahui dalam patofi siologi hipertensi adalah perihal resistensi
insulin. Peningkatan tekanan darah karena resistensi insulin dapat karena beberapa penyebab,
diantaranya adalah peningkatan:
a) produksi angiotensinogen oleh jaringan adiposa jaringan viseral yang resisten
terhadap insulin;
b) penurunan kadar NO karena resistensi insulin yang dapat menyebabkan disfungsi
sendotel;
c) peningkatan reseptor AT1 dan ekspresi endotelin-1;
d) peningkatan reabsorpsi natrium di tubulus proksimal serta,
e) peningkatan aktifi tas simpatik.
Pasien-pasien ini pada umumnya lebih resisten dan membutuhkan terapi kombinasi
untuk kontrol hipertensinya. Pasien hipertensi dan juga diabetes melitus, yang melibatkan
resistensi insulin, lebih sulit diterapi dan pada umumnya membutuhkan dua golongan obat
antihipertensi atau lebih. Dalam kaitan ini, ASH (American Society of Hypertension)
merekomendasikan klasifi kasi hipertensi seperti yang terlihat dalam tabel 3. 13,14
18
Grafik 5 Alogaritma penanganan pasien dengan hipertensi
19
Tabel 5 Obat-Obat antihipertensi yang utama
20
Tabel 6 Obat-Obat antihipertensi yang utama
Sebaiknya juga mengetahui beberapa petanda awal/subklinis hipertensi yang harus
ideteksi sebelum terjadi kerusakan end-organ. Pada pemeriksaan dapat ditemukan tanda-
tanda peningkatan pulse wave velocity, small artery stiff ness, penebalan intima media (IMT)
21
karotis, kalsifi kasi koroner dan disfungsi endotel. Pada ginjal dapat ditemukan tanda-tanda
mikroalbuminuri, (albumin urin 30-300 mg sehari), peningkatan kadar kreatinin serum serta
penurunan eGFR (estimated lomerular fi ltration rate) antara 60- 90 mL/ menit. Pada
funduskopi dapat dilihat perubahan pada fundus akibat hipertensi. Pasien seringkali sudah
mengalami kerusakan target organ saat datang berobat, karena petanda awal hipertensi
berlangsung asimptomatik.13
Tabel 7 Faktor resiko cardiovaskular dalam hipertensi
22
Tabel 8
Pendekatan holistik penatalaksanaan hipertesi
Pada tabel 8 di atas, terlihat jelas bahwa besarnya risiko kardiovaskuler tidak hanya
pada tekanan darahnya, tetapi juga pada keberadaan faktor-faktor risiko lain, seperti sindrom
metabolik, kerusakan organ target sub-klinis, diabetes melitus, dan adanya penyakit
kardiovaskular atau ginjal. Berdasarkan hal tersebut, dibedakan 4 kelompok risiko
kardiovaskuler (risiko kejadian kardiovaskuler fatal maupun tidak fatal dalam 10 tahun
mendatang): risiko rendah, sedang (moderate), tinggi, dan sangat tinggi.13
Obat antihipertensi perlu dimulai berdasarkan pada 2 kriteria: 1) tingkatan tekanan
darah sistolik dan diastolik, dan 2) tingkatan risiko kardiovaskular (tabel 8). Tujuan
pengobatan hipertensi adalah menurunkan dan mencegah kejadian kardioserebrovaskular dan
renal, melalui penurunan tekanan darah dan juga pengendalian dan pengobatan faktor-faktor
risiko yang reversibel. Guideline ESC/ ESH 2007 memberi petunjuk pemilihan golongan obat
antihipertensi sebagai terapi inisial berdasarkan karakteristik kerusakan target organ subklinis
23
Tabel 9 Terapi antihipertensi sesuai dengan kerusakan organ target
JNC 7 (2003) merekomendasikan pilihan jenis obat antihipertensi berdasarkan ada tidaknya
penyakit komorbid (Compelling Indications for Individual Drug Classes) (tabel 9)
24
Tabel 10 Pilihan jenis obat antihipertensi berdasarkan ada tidaknya penyakit komorbid
3.3 Terapi atas Indikasi Khusus (Compelling Indications)
Gagal Jantung
Gagal jantung, dalam bentuk disfungsi vetrikular sistolik atau diastolik , terutama
sebagai akibat dari hipertensi sistolik dan penyakit jantung iskemik. Lima kelas obat
didaftarkan untuk indikasi khusus gagal jantung. Rekomendasi ini khususnya untuk gagal
jantung sistolik, dimana kelainan fisiologi utama adalah berkurangnya kontraktilitas jantung.
Pada gambar 2 terlihat proses-proses yang terjadi akibat dari hipertensi sampai ke gagal
gantung .33 ACEI adalah pilihan obat utama berdasarkan hasil dari beberapa studi yang
menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas. 8,15
25
Gambar 2 Beberapa langkah yang terlibat dalam progres dari hipertensi ke gagal jantung kongestif(
Diuretik juga merupakan terapi lini pertama karena mengurangi edema dengan
menyebabkan diuresis. ACEI harus dimulai dengan dosis rendah pada pasien dengan gagal
jantung, terutama pada pasien dengan eksaserbasi akut. Gagal jantung menginduksi suatu
kondisi renin tinggi, sehingga memulai ACEI pada kondisi ini akan menyebabkan efek dosis
pertama yang menonjol dan memungkinan hipotensi ortostatik.8,15
Terapi dengan penyekat beta digunakan untuk mengobati gagal jantung sistolik untuk
pasien-pasien yang sudah mendapat standar terapi dengan ACEI dan furosemid. Studi
menunjukkan penyekat beta menurunkan mortalitas dan morbiditas. Dosis penyekat beta
haruslah tepat karena beresiko menginduksi eksaserbasi gagal jantung akut. Dosis awal harus
sangat rendah, jauh dibawah dosis untuk mengobati darah tinggi, dan dititrasi secara
perlahan-lahan ke dosis yang lebih tinggi.
ARB dapat digunakan sebagai terapi alternatif untuk pasien-pasien yang tidak dapat
menoleransi ACEI. Untuk pasien dengan disfungsi ventrikular yang simptomatik atau dengan
penyakit jantung tahap akhir, ACEI, penyekat beta, ARB, dan antagonis aldosteron
direkomendasikan bersamaan dengan diuretik loop (furosemid).
Pasca Infark Miokard
26
Hipertensi adalah faktor resiko yang kuat untuk infark miokard. Sekali pasien
mengalami infark miokard, pengontrolan tekanan darah sangat penting sebagai pencegahan
sekunder untuk mencegah kejadian kardiovaskular berikutnya. Guideline untuk pasca infark
miokard oleh American College of Cardiology/American Heart Association
merekomendasikan terapi dengan penyekat beta (agen yang tanpa aktifitas intrinsik
simpatomimetik [ISA]) dan ACEI. Penyekat beta menurunkan stimulasi adrenergik jantung
(cardiac adrenergic stimulation) dan pada trial klinis penyekat beta telah menunjukkan
menurunkan resiko infark miokard berikutnya atau kematian jantung tiba-tiba (sudden
cardiac death). ACE inhibitor memperbaiki cardiac remodeling, fungsi jantung dan
menurunkan kejadian kardiovaskular setelah infark miokard.8,15
Penyakit jantung iskemi
Penyakit jantung iskemi adalah bentuk kerusakan organ target paling umum yang
paling sering akibat hipertensi. Bukti menunjukkan kalau terapi dengan penyekat beta
menguntungkan pada pasien-pasien dengan penyakit jantung iskemi. Penyekat beta adalah
terapi lini pertama pada angina stabil dan mempunyai kemampuan untuk menurunkan
tekanan darah, memperbaiki konsumsi dan mengurangi kebutuhan oksigen miokard. Sebagai
alternative antagonis kalsium kerja panjang dapat digunakan. Antagonis kalsium (terutama
golongan nondihidropiridin diltiazem dan verapamil) dan penyekat beta menurunkan tekanan
darah dan mengurangi kebutuhan oksigen jantung pada pasien dengan hipertensi dan resiko
tinggi penyakit koroner. Terapi dengan CCB dihidropiridin dan atau penyekat beta dengan
aktifitas simpatomimetik intrinsik dapat menyebabkan stimulasi jantung, oleh karena itu
obat-obat ini tidak disukai, sebaiknya dihindari. Antagonis kalsium dihidropiridin. dapat
digunakan sebagai terapi lini kedua atau ketiga.8,15
Penyakit Ginjal Kronis
Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan (parenkim) atau arteri renal.
Pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis, yang didefinisikan sebagai: (1). fungsi
ekskresi berkurang dengan perkiraan GFR <60 ml/min per 1.73m2 (± setara dengan kreatinin
>1.5 mg/dl)23 atau (2). adanya albuminuria (>300mg/hari); tujuan terapeutiknya adalah
untuk memperlambat deteriorasi fungsi ginjal dan mencegah penyakit kardiovaskular.
Hipertensi terdeteksi pada mayoritas pasien dengan penyakit ginjal kronis dan pengontrolan
tekanan darahnya harus agresif, sering dengan dua atau lebih obat untuk mencapai target
27
tekanan darah <130/80 mmHg. 8,15
ACEI dan ARB mempunyai efek melindungi ginjal (renoprotektif) dalam progres
penyakit ginjal diabetes24-25 dan non-diabetes.26 Salah satu dari kedua obat ini harus
digunakan sebagai terapi lini pertama untuk mengontrol tekanan darah dan memelihara
fungsi ginjal pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis. Naiknya serum kreatinin
sebatas 35% diatas baseline dengan ACEI dan ARB dapat diterima dan bukan alasan untuk
menghentikan pengobatan kecuali bila terjadi hiperkalemia. Karena pasien-pasien dengan
penyakit ginjal kronis memerlukan beberapa obat antihipertensi, diuretik dan kelas obat
antihipertensi ke tiga diperlukan (penyekat beta atau antagonis kalsium). Diuretik tiazid dapat
dapat digunakan tetapi tidak seefektif diuretik loop bila klearans kreatinin <30 ml/min. Untuk
penyakit ginjal lanjut (perkiraan GFR<30 ml/min per 1.73m3, setara dengan serum kreatinin
2.5–3.0mg/dl), dosis diuretik loop (furosemid) lebih tinggi, bila perlu dikombinasi dengan
obat lain.8,15
Penyakit Serebrovaskular
Resiko dan keuntungan menurunkan tekanan darah semasa stroke akut masih belum
jelas; pengontrolan tekanan darah sampai kira-kira 160/100mmHg memadai sampai kondisi
pasien stabil atau membaik. Kambuhnya stroke berkurang dengan penggunaan kombinasi
ACEI dan diuretik tipe thiazide.8,15
Panduan : WHO/ISH dan JNC VI mengenai penurunan resiko Kardiovaskular dengan
terapi antihipertensi :
1. Di awali Chlorthalidon 12.5-25 mg/hari, dengan penambahan atenolol 25-50 mg/hari atau
reserpin 0.05-0.10 mg/hari dapat menurunkan tekanan sistol <150 mmHg dan mengurangi
sampai 20 mmHg. Hasilnya menurunkan akut miokard infark 27%, kejadian Kardiovaskular
32%.
2. Di awali Nitrendipine 10-40 mg/hari dengan penambahan Enapril 5-20 mg/hari dan HCT
28
12.5-25 mg/hari dapat menurunkan tekanan sistol <150 mmHg dan mengurangi 20 mmHg.
Hasilnya menurunkan akut miokard infark 30% dan kejadian Kardiovaskular 31%.
Gambar 2 Systolic Blood Pressure distribution
3.4 Terapi Kombinasi
Data penelitian klinik hipertensi memperlihatkan bahwa mayoritas pasien hipertensi
memerlukan paling sedikit dua golongan obat untuk mencapati target tekanan darah. JNC 7
(2003) dan ESC/ ESH (2007) menganjurkan untuk langsung mulai dengan kombinasi dua
macam obat pada kelas II hipertensi (≥160/100 mmHg) atau pada kelompok hipertensi
dengan risiko kardiovaskuler tinggi atau sangat tinggi.13 Kombinasi dengan garis solid adalah
yang bermanfaat dan evidence based, sedangkan kombinasi dengan garis putus-putus tidak
direkomendasikan.13
29
Gambar 3 Rekomendari terapi kombinasi dari golongan obat yang berbeda
Gambar 4 Kombinasi obat antihipertensi, beta bloker dan diuretik
Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:
1. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik
2. Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik
3. Penyekat beta dengan diuretik
4. Diuretik dengan agen penahan kalium
5. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis kalsium
6. Agonis α-2 dengan diuretik
7. Penyekat α-1 dengan diuretic
30
Tabel 12 Obat oral hipertensi kombinasi
Berikut ini pedoman tata laksana hipertensi :
1. Pedoman WHO dan International Society of Hypertension Writing Group (ISWG) tahun
2003, berisikan :
Pasien hipertensi dengan tekanan darah sistole >= 140 mmhg dan diastole >= 90
mmhg diawali dengan terapi non farmakologi seperti penurunan berat badan bagi
penderita yang obese/kegemukan, olahraga yang teratur, mengurangi konsumsi alkohol
dan garam, tidak merokok dan mengkonsumsi lebih banyak sayur dan buah.
31
Terapi farmakologi : untuk penderita tanpa komplikasi pengobatan dimulai dengan
diuretik tiazid dosis rendah dan untuk penderita dengan komplikasi menggunakan lebih
dari satu macam obat hipertensi.
2. Joint National Committee (JNC) berisikan :
Perubahan gaya hidup dan terapi obat memberikan manfaat yang berarti bagi pasien
hipertensi
Target tekanan darah < 140/90 bagi hipertensi tanpa komplikasi dan target tekanan darah
< 130/80 bagi hipertensi dengan komplikasi
Diuretik tiazid merupakan obat pilihan pertama untuk mencegah komplikasi
kardiovaskular.
Hipertensi dengan komplikasi pilihan pertama diuretik tiazid tapi juga bisa digunakan
penghambat ACE (captopril,lisinopril,ramipril dll), ARB (valsartan, candesartan dll),
beta bloker (bisoprolol) dan antagonis kalsium (nifedipin, amlodipin dll) bisa juga
dipertimbangkan.
Pasien hipertensi dengan kondisi lain yang menyertai seperti gagal ginjal dan lain-lain,
obat anti hipertensi disesuaikan dengan kondisinya.
Monitoring tekanan darah dilakukan 1 bulan sekali sampai target tercapai dilanjutkan
setiap 2 bulan, 3 bulan atau 6 bulan. Semakin jauh dari percapaian target tekanan darah,
semakin sering monitoring dilakukan.
3. British Hypertensive Society (BHS)
Terapi non farmakologi dilakukan pada pasien hipertensi dan mereka yang keluarganya
ada riwayat hipertensi
Pengobatan dimulai pada tekanan darah sistole >=140 dan diastole >= 90, Target yang
ingin dicapai setelah pengobatan, sistol =< 140 dan diastole =< 85
obat pilihan pertama tiazid atau beta bloker bila tidak ada kontraindikasi.
4. National Heart Lung Blood Institute (NHLBI)
32
Modifikasi gaya hidup sebagai penanganan menyeluruh, dapat dikombinasi dengan
terapi obat
Menerapkan pola makan DASH (Diet Approach to Stop Hypertension) untuk penderita
hipertensi
Hipertensi tanpa komplikasi harus dimulai dengan diuretik atau beta bloker
Hipertensi dengan penyakit penyerta, pemilihan obat harus berdasarkan masing-
masinghambat individu dan berubah dari mono terapi ke terapi kombinasi yang fleksibel
5. European Society of Hypertension (ESH)
Fokus diberikan pada paien individual dan risiko kardiovaskularnya.
Penderita hipertensi dapat menerima satu atau lebih macam obat selama tujuan terapi
tercapai
Penatalaksanaan harus difokuskan pada pencapaian target pengobatan kardiovaskular
dengan perubahan gaya hidup atau dengan terapi obat
Kombinasi obat yang digunakan untuk mencapai target tekanan darah harus ditetapkan
secara individual pada masing-masing pasien. Penghambat ACE dan ARB tidak boleh
digunakan pada kehamilan.
6. UK's NICE
Penghambat ACE sebagai lini pertama bagi penderita hipertensi usia < 55 tahun dan
antagonis kalsium atau diuretika bagi penderita hipertensi > 55 tahun
ARB direkomedasikan jika penghambat ACE tidak dapat ditoleransi. Penggunakan beta
bloker sebagai lini keempat.
7. Pedoman Hipertensi(KONSENSUS PERHIMPUNAN HIPERTENSI INDONESIA)
Hasil konsensus Pedoman Penanganan Hipertensi di Indonesia tahun 2007 berisikan :
Penanganan hipertensi ditujukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
(termasuk serebrovaskular) serta perkembangan penyakit ginjal dimulai dengan upaya
peningkatan kesadaran masyarakat dan perubahan gaya hidup ke arah yang lebih sehat.
33
Penegakan diagnosis hipertensi perlu dilakukan dengan melakukan pemeriksaan tekanan
darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah <160/100 mmhg. Penanganan
dengan obat dilakukan bila upaya perubahan gaya hidup belum mencapai target tekanan
darah (masih >= 140/90 atau >= 130/80 bagi penderita diabetes/ penyakit ginjal kronis).
Pemilihan obat didasarkan ada tidaknya indikasi khusus. Bila tidak ada indikasi khusus, obat
tergantung pada derajat hipertensi (derajat 1 atau derajat 2 JNC7)
Hipertensi pada kehamilan
Preeklamsia dapat berubah menjadi komplikasi yang dapat merenggut nyawa baik ibu
dan fetusnya. Diagnosa preeklampsia berdasarkan munculnya hipertensi (>140/90 mmHg)
setelah minggu ke 20 gestasi dengan proteinuria. Hipertensi kronis sudah ada sebelum
minggu ke 20 gestasi. Pengobatan yang jelas untuk preeklampsia adalah melahirkan.
Terminasi kehamilan jelas diindikasikan apabila eklampsia terjadi (preeklampsia + kejang).
Bila tidak, penatalaksanaannya terdiri dari restriksi aktivitas, istirahat (bed rest), dan
monitoring.
Obat antihipertensi digunakan sebelum induksi melahirkan bila tekanan darah
diastolic >105 atau 110 mmHg, dengan target 95 – 105 mmHg. Hidralazine intravena
umumnya digunakan, dan intravena labetalol juga efektif. Nifedipine short acting juga
digunakan tetapi tidak disetujui oleh FDA untuk hipertensi, karena efek samping terhadap
fetus dan ibu (hipotensi dengan fetal distress) telah dilaporkan. Metildopa adalah obat pilihan.
Data menunjukkan kalau aliran darah uteroplacenta dan hemodinamik fetus stabil dengan
metildopa. Dan dianggap sangat aman berdasarkan data follow-up jangka panjang (7,5
tahun). Penyekat beta, labetalol, dan antagonis kalsium dapat digunakan sebagai alternative.
ACE inhibitor dan ARB adalah absolute kontraindikasi.8
34
Tabel 13 Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan
Tabel 14 Pengobatan hypertensi kronik dalam kehamilan
35
Tabel 15 obat untuk preeklamsi
36
Tabel 16 Golongan obat krirs hipertensi (emergensi drug)
Tabel 17 edukasi hipertensi
KESIMPULAN
Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang membebani masyarakat modern,
karena tingkat kejadiannya tinggi, dampaknya sangat besar terhadap organ target (jantung,
37
otak, ginjal, mata, pembuluh darah) dan terjadinya kematian prematur. Pengobatan hipertensi
bermanfaat mengurangi angka kesakitan dan kematian. 2
Mayoritas pasien hipertensi tidak memperoleh pengobatan optimal, karena pada
umumnya hipertensi bersifat asimptomatik. Karena itu, edukasi pasien sangat penting untuk
meningkatkan kepatuhan pasien. 2
Pada pasien hipertensi, data literatur menunjukkan perlunya terapi kombinasi untuk
mencapai target tekanan darah. Pencapaian target tekanan darah dan pengontrolan faktor-
faktor risiko kardiovaskular lainya serta pengobatan penyakit komorbid harus dilakukan
untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi (pendekatan holistik). 2
DAFTAR PUSTAKA
1. Dr.SANY RAHMAWANSA SISWARDANA, Dokter Umum Rumah Sakit Krian Husada,
Kecamatan Krian, Sidoarjo, Jawa Timur. "Hipertensi : Patofisiologi dan Tata Laksana
Klinis". Journal Kedokteran Indonesia MEDIKA. Edisi No 11 Vol XXXV - 2009. Available
38
from http://http://www.jurnalmedika.com/component/content/article/143-hipertensi-
patofisiologi-dan-tata-laksana-klinis
2. Armilawaty, Amalia H, Amiruddi R. Hipertensi dan faktor risikonya dalam kajian epidemiologi.
[Internet] 2007 [cited 2012 Feb 20]. Available from:
http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/08/hipertensi-dan-faktor-risikonya-dalam-
kajian-epidemiologi/ dan http://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/pedoman-penemuan-
dan-tatalaksana-hipertensi1.pdf
3. Kartari DS. Review Hipertensi di Indonesia, Tahun 1980 ke Atas. [Internet] Cermin Dunia
Kedokteran 1988 (50). [cited 2012 Feb 20]. Available from:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_50_ReviewHipertensidiIndonesia.pdf/
03_50_ReviewHipertensidiIndonesia.html
4. High Blood Pressure. Statistical Fact Sheet 2012 Update. [Internet] 2012. American Heart
Association. [cited 2012 Feb 20]. Available from: http://www.heart.org/idc/groups/heart
public/@ wcm/@sop/@smd/documents/downloadable/ucm_319587.pdf
5. Available from http://www.binfar.depkes.go.id/bmsimages/1361338449.pdf
6. PEDOMAN TEKNIS PENEMUAN DAN TATALAKSANA PENYAKIT HIPERTENSI,
Indonesia sehat 2010 DIREKTORAT PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR
DIREKTORAT JENDERAL PP & PL DEPARTEMEN KESEHATAN RI 2006 , Dr. Achmad
Hardiman, SpKJ,MARS
7. Aninomous, 2008, what causes high blood pressure? And High blood prressure, factors that
contribute to. Akses internet http://www.americanheart.org/presenter,jhtml
8. Drs. Abdul Muchid, Apt, PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT HIPERTENSI
DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK DITJEN BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN 2006
9. Hellenic J Cardiol 2010; 51: 518-529Diagnostic Modalities of the Most Common Forms of
Secondary Hypertension Manolis S. Kallistratos, Andreas Giannakopoulos, Vasilios German,
Athanasios J. Manolis Cardiology Department and Cardiovascular Protection Clinic, Asklepeion
Hospital, Athens, Greece
10. Mohammad Yogiantoro. 2006. Hipertensi Esensial. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: FK UI. Hal. 611-614.
11. 2003 World Health Organization (WHO)/International Society of Hypertension (ISH) statement
on management of hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992
39
12. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine 17th edition. New
York: McGrawHill:2008
13. Chobanian AV et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003
May 21;289(19):2560–72.
14. Kotchen TA. Insulin Resistance and Hypertension. Hypertension and the Kydney. [Internet].
Chapter 5. [cited 2012 Feb 20]. Available from: http://www.kidneyatlas.org/book3/adk3-
05.QXD.pdf
15. U.S. Departement of Health and Human Services. The Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
NationalHigh Blood Pressure Education Program. [Internet] 2003. [cited 2012 Feb 20]. Available
from: http://www.medscape.com/viewarticle/538629
40