Post on 06-Jul-2018
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
1/35
TUGAS MATAKULIAH FARMAKOTERAPI
SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2015/2016
FARMAKOTERAPI PENYAKIT JANTUNG KORONER
Disusun oleh:
Nama NPM
JIMMY CHAN WEI KIT 260110132003
VIKNESWARAN A/L MUTAYAH 260110132004
ROSHINI MARIAPPAN 260110132006
TARRSINEY MARIAPPAN 260110132007
NISHANTINI SOMALU 260110132008
Dosen: Dr. Ahmad Muhtadi, MS., Apt
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
2/35
ii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, kami ingin mengambil kesempatan ini untuk berterima kasih
kepada mereka yang telah membantu kami dalam berhasil menyelesaikan makalah
kami. Kata-kata tidak cukup untuk mengungkapkan rasa terima kasih kami atas
bantuan dan dukungan yang datang tanpa harapan apapun selama selama
penyelesaian makalah.
Keduanya, kami ingin berterima kasih kepada Tuhan yang memberi kami
kekuatan dan energi untuk pergi melalui proyek makalah ini dan menyelesaikannya
dengan sukses. Kami ingin mengambil kesempatan ini untuk menyampaikan
penghargaan saya kepada Dr. Ahmad Muhtadi, MS., Apt untuk memberikan kami
kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan baru dengan memungkinkan kita untuk
melakukan proyek makalah ini.
Terima kasih tulus kami kepada semua teman-teman kita dan rekan-rekan
untuk keceriaan dan menyenangkan. Terima kasih untuk saat-saat besar yang kita
telah berbagi bersama-sama.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
3/35
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….....i
KATA PENGANTAR…………………………………………………….……….....ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….……...…iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………….…...….....1
1.2 Identifikas Masalah….…………………………….……………….……..2
1.3 Metode Penulisan…………………………………………………….…...2
1.4 Tujuan……………………………………………………………………..2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian penyakit jantung koroner ……………………………………...3
2.2 Patofisiologi penyakit jantung k oroner……………………………………4
2.3 Manifestasi klinik terhadap penyakit jantung k oroner………………..…10
2.4 Diagnosa terhadap penyakit jantung k oroner………………..…….…….12
2.5 Hasil terapi yang diinginkan terhadap penyakit jantung k oroner…….....14
2.6 Penanganan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi terhadap
penyakit jantung koroner..…………………..……………..…………….14
2.7 Contoh kasus dan solusinya………………………………………………18
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………..…………....……………………………..…23
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….….……24
LAMPIRAN 1: Foto/Gam bar…………………………………………………..……26
LAMPIRAN 2: Jurnal dan artikal……………………………………………………29
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
4/35
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini
merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan
berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini
akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan
kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun
2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh
kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di
Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem
sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni
sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang
disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat
orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko
mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik, hemostasis,
imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang saling terkait. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga orang di seluruh dunia pada
tahun 2001, meninggal karena penyakit kardiovaskular. Sementara, sepertiga dari
seluruh populasi dunia saat ini berisiko tinggi untuk mengalami major
cardiovascular events. Pada tahun yang sama, WHO mencatat sekitar 17 juta
orang meninggal karena penyakit ini dan melaporkan bahwa sekitar 32 juta orang
mengalami serangan jantung dan stroke setiap tahunnya. Diperkirakan pada tahun
2001 di seluruh dunia terjadi satu serangan jantung setiap 4 detik dan satu stroke
setiap 5 detik. Dilaporkan juga, pada tahun 2001 tercatat penyakit kardiovaskular
lebih banyak menyerang wanita dibanding pria, yang sebelumnya penyakit
kardiovaskular lebih banyak menyerang para pria.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
5/35
2
1.2 Identifikasi Masalah.
Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam latar belakang maka penulis menarik
suatu identifikasi masalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa pengertian penyakit jantung koroner?
1.2.2 Apa patofisiologi penyakit jantung koroner?
1.2.3 Apa manifestasi klinik terhadap penyakit jantung koroner?
1.2.4 Apa diagnosa terhadap penyakit jantung koroner?
1.2.5 Apa hasil terapi yang diinginkan terhadap penyakit jantung koroner?
1.2.6 Apa penanganan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi terhadap
penyakit jantung koroner?
1.2.7 Apakah contoh kasus terhadap penyakit jantung koroner dan solusinya?
1.3 Metode Penulisan
Metode penelitian yang digunakan dalam pembuatan makalah ini ialah
melalui metode studi internetan dan buku. Kita telah mendapat informasi dating
dari sumber-sumber seperti:
1) Jurnal
2) Artikel
3) Buku
1.4 Tujuan
Tujuan dari pembuat makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas kuliah juga
agar kita mengetahui apa saja yang berhubungan dengan penyakit jantung koroner,
serta bagaimana cara mencegah, diagnose yang diinginkan dan penanganan terapi
secara non farmakologi dan farmakologi. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami
sehingga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dalam bidang
farmasi.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
6/35
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian penyakit jantung coroner
Penyakit jantung koroner dapat disebut juga penyakit arteri koroner yang
merupakan salah satu penyebab yang paling utama pada kematian di dunia
sekarang ini. Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan penyumbatan pada
pembuluh darah yang memberi makan otot jantung (pembuluh koroner) karena
endapan lemak dan kolesterol, yang secara bertahap menumpuk di dinding arteri.
Proses penumpukan itu disebut aterosklerosis, dan bisa terjadi di pembuluh arteri
lainnya, tidak hanya pada arteri koroner.Definasi yang lain adalah penyakit
Jantung Koroner adalah penyempitan pembuluh darah kecil yang memasok darah
dan oksigen ke jantung. Ini disebabkan oleh pembentukan plak di dinding arteri,
dikenal pula sebagai pengerasan arteri. Pembentukan plak ini dapat menyertai
perpaduan pradisposisi genetik dan pilihan gaya hidup. Faktor risiko mencakup
usia, jenis kelamin, riwayat genetik dan ras. Faktor lain yang memengaruhi
kemungkinan CCHD mencakup kolesterol tinggi, merokok, penyalahgunaan
substansi dan masalah berat badan(Iwan,2003)[7]
.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
7/35
4
2.2 Patofisiologi penyakit jantung coroner
2.2.1 Patologi
Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam
arteri koroner sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah.
Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat, bila
penyakit ini semakin lanjut maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan
pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh darah untuk melebar
menyebabkan ketidakseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen,
sehingga membahayakan miokardium yang terletak di distal dari daerah lesi. Lesi
aterosklerosis terutama terjadi pada lapisan paling dalam dari dinding arteri yaitu
lapisan intima. Lesi tersebut meliputi endapan lemak ( fatty streak ), plak fibrosa
( fibrous plaque), dan plak lanjut (advance plaque)(Gambar1,2,3)(Iwan, 2003)[7]
.
Gambar 1: A. Arteri normal. B. Tampak plak didalam arteri.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
8/35
5
Gambar2: Perubahan patologis progresif pada penyakit jantung koroner.
Gambar 3. Tahapan terjadinya ruptur plak
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
9/35
6
Endapan lemak ( fatty streak ), yang terbentuk sebagai tanda awal
aterosklerosis, lesi ini terdiri dari makrofag dan sel otot polos yang mengandung
lemak yaitu kolesterol dan kolesterol oleat pada daerah tunika intima (lapisan
terdalam arteri). Endapan lemak mendatar dan bersifat non-obstruktif dan terlihat
oleh mata sebagai bercak kekuningan pada permukaan endotel pembuluh darah.
Fatty streak mula-mula tampak pada dinding aorta yang jumlahnya semakin
banyak pada usia 10 tahun dan baru tampak pada arteri koroner pada usia 15
tahun(Iwan, 2003)[7]
.
Plak fibrous merupakan kelanjutan dari fatty streak diamana terjadi proliferasi
sel, penumpukan lemak lebih lanjut dan terbentuknya jaringan ikat serta bagian
dalam yang terdiri dari campuran lemak dan sel debris sebagai akibat dari proses
nekrosis. Lesi yang semakin matang ini tampak pada usia sekitar 25 tahun. Secara
makros lesi ini tampak berbentuk kubah berwarna putih dengan permukaan
semakin meninggi ke dalam lumen arteri. Bila lesi ini semakin berkembang maka
diameter lumen akan semakin sempit dan akan mengganggu aliran darah. Pada
fase ini terjadi proliferasi dari sel otot polos dimana sel ini akan membentuk
fibrous cap. Fibrous cap ini akan menutup timbunan lemak ekstraseluler dan sel
debris(Bruce, 2008)[2]
.
Plak lanjutan ( Advance plaque). Pada lesi yang telah lanjut jaringan nekrosis
yang merupakan inti dari lesi semakin membesar dan sering mengalami
perkapuran, fibrous cap menjadi semakin tipis dan pecah sehingga lesi ini akan
mengalami ulserasi dan perdarahan serta terjadi trombosis yang dapat
menyebabkan terjadinya oklusi aliran darah(Bruce, 2008)[2]
.
2.2.2 Patogenesis Aterosklerosis
Ada beberapa teori terjadinya aterosklerosis, dimana teori response to
injury hypothesis paling banyak diterima. Dimana endotel yang intak berfungsi
sebagai barier yang bersifat permeabel dan mempunyai sifat thromboresistant
sehingga akan menjamin aliran darah koroner berjalan lancar. Bebrapa faktor
seperti hiperkolesterolemia, meningkatnya shear stress, merokok, hipertensi,
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
10/35
7
diabetes, toxin, imunologis, virus, bahan bersifat oksidan dapat merusak dinding
endotel (endotelial injury) sehingga terjadi gangguan fungsi (endothelial
dysfunction). Dengan terganggunya fungsi endotel maka fungsi barrier serta sifat
tromboresistant terganggu dan memudahkan masuknya lipoprotein (LDL
teroksidasi) maupun makrofag ke dinding arteri. Interaksi antara endotelial
injury dengan platelet, monosit, dan jaringan ikat terutama kolagen
menyebabkan terjadi penempelan platelet ( platelet adherence) dan agregasi
trmbosit ( platelet aggregation). Dengan adanya kontak antara aliran darah
dengan lapisan dibawah endotel akan merangsang terjadinya proliferasi dan
migrasi dari sel otot polos yang dirangsang oleh pelepasan growth factors.
Keadaan ini juga dipermudah karena pada keadaan disfungsi endotel, produksi
prostasiklin sebagai vasodilator dan thrombus resistent menurun(Bruce, 2008)[2]
.
2.2.3 Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner
Iskemia adalah kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen
oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan aterosklerosis menyebabkan
terjadinya iskemia yang bersifat sementara pada tingkat sel dan jaringan, dan
menekan fungsi miokardium. Berkurangnya kadar oksigen mendorong
miokardium mengubah metabolisme aerob menjadi anaerob menyebabkan
terjadinya asidosis. Akibat dari hipoksia, berkurangnya energi dan asidosis akan
mengganggu fungsi ventrikel kiri. Hal ini menyebabkan berkurangnya daya
kontraksi dan gangguan gerakan jantung yang akan mengganggu
hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai lokasi dan luas
daerah iskemia, dan derajat respons refleks kompensasi sistem sarat otomom.
Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung (hipotensi)
sehingga memperbesar volume ventrikel dan meningkatkan tekanan jantung
kiri dan kapiler paru-paru. Timbulnya nyeri dada (angina pektoris) akibat
adanya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan akan oksigen miokard.
Disertai perubahan EKG akibat perubahan elektrofisiologi sel yaitu gelombang
T inversi dan segmen ST depresi(gambar 4) (Sunoto,2000)[16]
.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
11/35
8
Gambar 4.1: Segmen ST depresi Gambar 4.2: Gelombang T
inversi
Gambar 4: EKG gelombang T terbalik dan segmen ST depresi.
Injury. Fibrous cap yang menutupi plak aterosklerosis menjadi semakin tipis
dan pecah sehingga lesi ini akan mengalami ulserasi dan perdarahan serta
terjadi trombosis yang dapat menyebabkan terjadinya oklusi aliran darah
koroner (gambar 5). Akan disertai keluhan Angina pectoris tipikal yaitu nyeri
>30menit, lokasi substernal, diprovokasi oleh aktifitas atau stres emosional,
nyeri menghilang dengan istirahat atau dengan pemberian nitrogliserin. Disertai
EKG yaitu gelombang T tinggi, elevasi segmen ST (gambar 6). Dan
peningkatan enzim jantung CKMB dan Troponin I(Iwan, 2003)[7]
.
Nekrosis. Kerusakan miokardium yang bersifat irreversible atau permanen.
Ditandai dengan gelombang Q patologis pada EKG(gambar 7)(Iwan, 2003)[7]
.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
12/35
9
Gambar 5. A. Gambar jantung dan arteri koroner pada serangan jantung. B.
Potongan melintang arteri koroner dengan plak dan bekuan darah.
Gambar 6. Segmen ST elevasi.
Gambar 7. Bentuk qR: nekrosis dengan sisa miokard yang masih banyak.
Bentuk Qr: nekrosis tebal dengan sisa miocard sehat yang tipis.
Bentuk QS: nekrosis seluruh tebal miokard, yaitu transmural.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
13/35
10
2.3 Manifestasi klinik terhadap penyakit jantung coroner
2.3.2 Asimptomatik (Silent Myocardial Ischemia)
Kadang penderita penyakit jantung koroner diketahui secara kebetulan
misalnya saat dilakukan check up kesehatan. Kelompok penderita ini tidak
pernah mengeluh adanya nyeri dada (angina) baik pada saat istirahat maupun
saat aktifitas. Secara kebetulan penderita menunjukkan iskemia saat dilakukan
uji beban latihan. Ketika EKG menunjukkan depresi segmen ST, penderita
tidak mengeluh adanya nyeri dada. Pemeriksaan fisik, foto dada dan lain-lan
dalam batas-batas normal. Mekanisme silent iskemia diduga oleh karena
ambang nyeri yang meningkat, neuropati otonomik (pada penderita diabetes),
meningkatnya produksi endomorfin, derajat stenosis yang ringan
(Nadesul,2009)[14]
.
2.3.3 Angina Pektoris Stabil (Stable Angina)
Nyeri dada yang timbul saat melakukan aktifitas, bersifat kronis (> 2
bulan). Nyeri precordial terutama di daerah retrosternal, terasa seperti tertekan
benda berat atau terasa panas, seperti di remas ataupun seperti tercekik.rasa
nyeri sering menjalar ke lengan kiri atas / bawah bagian medial, ke leher,
daerah maksila hingga ke dagu atau ke punggung, tetapi jarang menjalar ke
lengan kanan. Nyeri biasanya berlangsung seingkat (1-5) menit dan rasa nyeri
hilang bila penderita istirahat. Selain aktifitas fisik, nyeri dada dapat
diprovokasi oleh stress / emosi, anemia, udara dingin dan tirotoksikosis. Pada
saat nyeri, sering disertai keringat dingin. Rasa nyeri juga cepat hilang dengan
pemberian obat golongan nitrat. Jika ditelusuri, biasanya dijumpai beberapa
faktor risiko PJK. Pemeriksaan elektrokardiografi sering normal (50 – 70% penderita). Dapat juga terjadi perubahan segmen ST yaitu depresi segmen ST
atau adanya inversi gelombang T (Arrow Head). Kelainan segmen ST (depresi
segmen ST) sangat nyata pada pemeriksaan uji beban
latihan(Nadesul,2009)[14]
.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
14/35
11
Mekanisme terjadinya iskemia
Pada prinsipnya iskemia yang terjadi pada PJK disebabkan oleh
karena terjadi gangguan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
miokard. Dengan adanya aterosklerosis maka aliran darah koroner akan
berkurang, terutama pada saat kebutuhan meningkat (saat aktifitas) sehingga
terjadilah iskemia miokard (Ischemia On Effort)(Nadesul,2009)[14]
.
2.3.4 Angina Pektoris Tidak Stabil (Unstable Angina)
Pada subset klinis ini, kualitas, lokasi, penjalaran dari nyeri dada sama
dengan penderita angina stabil. Tetapi nyerinya bersifat progresif dengan
frekuensi timbulnya nyeri yang bertambah serta pencetus timbulnya keluhan
juga berubah. Sering timbul saat istirahat. Pemberian nitrat tidak segera
menghilangkan keluhan. Keadaan ini didasari oleh patogenesis yang berbeda
dengan angina stabil. Angina tidak stabil sering disebut sebagai Pre-Infarction
sehingga penanganannya memerlukan monitoring yang ketat. Pada angina
tidak stabil, plaque aterosklerosis mengalami trombosis sebagai akibat plaque
rupture (fissuring), di samping itu diduga juga terjadi spasme namun belum
terjadi oklusi total atau oklusi bersifat intermitten. Pada pemeriksaan
elektrokardiografi didapatkan adanya depresi segmen ST, kadar enzim jantung
tidak mengalami peningkatan(Rakhman,2003)[15]
.
2.3.5 Variant Angina (Prinzmetal’s Angina)
Variant angina atau Prinzmetal’s angina pertama kali dikemukakan
pada tahun 1959 digambarkan sebagai suatu sindroma nyeri dada sebagai
akibat iskemia miokard yang hampir selalu terjadi saat istirahat. Hampir tidak
pernah dipresipitasi oleh stress / emosi dan pada pemeriksaan EKG
didapatkan adanya elevasi segmen ST. Mekanisme iskemia pada Prinzmetal’s
angina terukti disebabkan karena terjadinya spasme arteri koroner.
Kejadiannya tidak didahului oleh meningkatnya kebutuhan oksigen miokard.
Hal ini dapat terjadi pada arteri koroner yang mengalami stenosis ataupun
normal. Proses spasme biasanya bersifat lokal hanya melibatkan satu arteri
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
15/35
12
koroner dan sering terjadi pada daerah arteri koroner yang mengalami
stenosis(Jonto,2001)[8]
.
Manifestasi klinis
Penderita dengan Prinzmetal’s angina biasanya terjadi pada penderita
lebih muda dibandingkan dengan angina stabil ataupun angina tdiak stabil.
Seringkali juga tidak didapatkan adanya faktor risiko yang klasik kecuali
perokok berat. Serangan nyeri biasanya terjadi antara tengah malam sampai
jam 8 pagi dan rasa nyeri sangat hebat. Pmeriksaan fisik jantung biasanya
tidak menunjukkan kelainan. Pemeriksaan elektrokardiografi menunjukkan
adanya elevasi segmen ST (kunci diagnosis). Pada beberapa penderita bisa
didahului depresi segmen ST sebelum akhirnya terjadi elevasi. Kadang juga
didapatkan perubahan gelombang T yaitu gelombang T alternan, dan tidak
jarang disertai dengan aritmia jantung(Kusuma,2003)[12]
.
2.4 Diagnosa terhadap penyakit jantung coroner
Langkah pertama dalam pengelolaan PJK ialah penetapan diagnosis
pasti. Diagnosis yang tepat amat penting, jika diagnosis PJK telah dibuat
terkandung pengertian bahwa penderitanya mempunyai kemungkinan akan
dapat mengalami infark jantung atau kematian mendadak. Dokter harus
memilih pemeriksaan yang perlu dilakukan terhadap penderita untuk
mencapai ketepatan diagnostik yang maksimal dengan resiko dan biaya yang
seminimal mungkin. Berikut ini cara-cara diagnostik:
2.4.1 Anamnesis
Anamnesis berguna mengetahui riwayat masa lampau seperti riwayat
merokok, usia, infark miokard sebelumnya dan beratnya angina untuk
kepentingan diagnosis pengobatan(Gray,2003)[5]
.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
16/35
13
2.4.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat digunakan sebagai acuan pada PJK
adalah denyut jantung, tekanan darah, suhu tubuh dan kecepatan
respirasi(Gray,2003)[5]
.
2.4.3 Laboratorium
Pada pasien angina stabil sebaiknya dilakukan pemeriksaan profil lipid
seperti LDL, HDL, kolesterol total, dan trigliserida untuk menentukan factor
resiko dan perencanaan terapi. Selain pemeriksaan diatas dilakukan pula
memeriksaan darah lengkap dan serum kreatinin. Pengukuran penanda enzim
jantung seperti troponin sebaiknya dilakukan bila evaluasi mengarah pada
sindrom koroner akut(Gray,2003)[5]
.
2.4.4 Foto sinar X dada
X-ray dada sebaiknya diperiksa pada pasien dengan dugaan gagal
jantung, penyakit katup jantung atau gangguan paru. Adanya kardiomegali,
dan kongesti paru dapat digunakan prognosis(Gray,2003)[5]
.
2.4.5 Pemeriksaan jantung non-invasif
a. EKG merupakan pemeriksaan awal yang penting untuk mendiagnosis PJK.
b. Teknik non-invasi penentuan klasifikasi koroner dan teknik imaging
(computed tomografi (CT) dan magnetic resonance arteriography. Sinar
elektron CT telah tervalidasi sebagai alat yang mampu mendeteksi kadar
kalsium coroner(Gray,2003)[5]
.
2.4.6 Pemeriksaan invasif menentukan anatomi koroner
a. Arteriografi koroner adalah Pemeriksaan invasif dilakukan bila tes non
invasive tidak jelas atau tidak dapat dilakukan. Namun arteriografi koroner
tetap menjadi pemeriksaan fundamental pada pasien angina stabil.
Arteriografi coroner memberikkan gambaran anatomis yang dapat dipercaya
untuk identifikasi ada tidaknya stenosis koroner, penentuan terapi dan
prognosis(Gray,2003)[5]
.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
17/35
14
2.5 Hasil terapi yang diinginkan terhadap penyakit jantung koroner
Kepada para penderita PJK maupun keluarga perlu diterangkan
tentang perjalanan penyakit dan pilihan obat yang tersedia. Pasien perlu
diyakinkan bahwa kebanyakan kasus PJK dapat mengalami perbaikan dengan
pengobatan modifikasi gaya hidup sehingga kualitas hidup lebih baik.
Kelainan penyerta seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, dll perlu ditangani
secara baik. Cara pengobatan PJK yaitu pengobatan secara farmakologis dan
revaskularisasi miokard. Namun tidak satupun cara diatas bersifat
menyembuhkan. Dengan kata lain tetap diperlukan modifikasi gaya hidup dan
mengatasi faktor penyebab agar progresi penyakit dapat dihambat (Daulat,
2007)[3]
.
Setelah dilakukan terapi pada pasien PJK, hasil terapi yang diinginkan
yaitu memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan
kematian. Upaya yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi terjadinya
trombotik akut dan disfungsi ventrikel kiri. Tujuan ini dapat dicapai dengan
modifikasi gaya hidup ataupun intervensi farmakologik, dimana hal ini akan
(i) mengurangi progresif plak, (ii) menstabilkan plak dengan mengurangi
inflamasi dan memperbaiki fugsi endotel, dan akhirnya (iii) mencegah
trombosit bila terjadi disfungsi endotel atau pecahnya plak. Selain itu, hasil
lain dari terapi pada pasien PJK yang diinginkan adalah memperbaiki
simptom dan iskemi (Braunwald, 2002)[1]
.
2.6 Penanganan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi terhadap
penyakit jantung coroner
2.6.2
Golongan Nitrat
Mekanisme kerja golongan nitrat vasodilatasi, menurunkan pengisian
diastolik, menurunkan tekanan intrakardiak dan meningkatkan perfusi
subendokardium. Nitrat kerja pendek penggunaan sublingual untuk
profilaksis,nitrat kerja panjang penggunaan oral atau transdermal untuk
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
18/35
15
menjaga periode bebas nitrat. Nitrat kerja jangka pendek diberikan pada setiap
pasien untuk digunakan bila terdapat nyeri dada. Dosis nitrat diberikan 5 mg
sublingual dapat diulang tiga kali sehari(Wells,2009)[19]
.
2.6.3 Golongan Penyekat β (beta bloker)
Terdapat bukti-bukti bahwa pemberian beta bloker pada pasien angina
yang sebelumnya pernah mengalami infark miokard, atau gagal jantung
memiliki keuntungan dalam prognosis. Berdasarkan data tersebut beta bloker
merupakan obat lini pertama terapi angina pada pasien tanpa kontraindikasi.
Beta bloker dapat menimbulkan efek samping berupa gangguan pencernaan,
mimpi buruk, rasa capek, depresi, reaksi alergi blok AV, dan bronkospasme.
Beta bloker dapat memperburuk toleransi glukosa pada pasien diabetes juga
mengganggu respon metabolik dan autonomik terhadap hipoglikemik. Dosis
beta bloker sangat bervariasi untuk propanolol 120-480/hari atau 3x sehari 10-
40mg dan untuk bisoprolol 1x sehari 10-40mg(Katzung,2002)[9]
.
2.6.4 Golongan antagonis kalsium
Mekanisme kerja antagonis kalsium sebagai vasodilatasi koroner dan
sistemik dengan inhibisi masuknya kalsium melalui kanal tipe-L. Verapamil
dan diltiazem juga menurunkan kontraktilitas miokardium, frekuensi jantung
dan konduksi nodus AV. Antagonis kalsium dyhidropyridin (missal:
nifedippin, amlodipin, dan felodipin) lebih selektif pada pembuluh darah
(Anonim, 2009). Pemberian nifedipin konvensional menaikkan risiko infark
jantung atau angina berulang 16%, Penjelasan mengapa penggunaan
monoterapi nifedipin dapat menaikkan mortalitas karena obat ini
menyebabkan takikardi refleks dan menaikkan kebutuhan oksigen miokard
(Anonimª, 2006). Dosis untuk antagonis kalsium adalah nifedipin dosis 3x5-
10mg, diltiazem dosis 3x30-60mg dan verapamil dosis 3x 40-
80mg(Nadesul,2009)[14]
.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
19/35
16
2.6.5 Obat antiplatelet
Terapi antiplatelet diberikan untuk mencegah trombosis koroner oleh
karena keuntungannya lebih besar dibanding resikonya. Aspirin dosis rendah
(75- 150mg) merupakan obat pilihan kebanyakan kasus. Clopidogrel mungkin
dapat dipertimbangkan sebagai alternative pada pasien yang alergi aspirin,
atau sebagai tambambahan pasca pemasangan sent, atau setelah sindrom
koroner akut. Pada pasien riwayat perdarahan gastrointestinal aspirin
dikombinasi dengan inhibisi pompa proton lebih baik dibanding dengan
clopidogrel. Untuk Clopidogrel dengan dosis 75 mg satu kali sehari. Aspirin
bekerja dengan cara menekan pembentukan tromboksan A2 dengan cara
menghambat siklooksigenase dalam platelet (trombosit) melalui 17 asetilasi
yang ireversibel. Kejadian ini menghambat agregasi trombosit melalui jalur
tersebut. Sebagian dari keuntungan dapat terjadi karena kemampuan anti
inflamasinya dapat mengurangi ruptur plak(Mycek,2002)[13]
.
2.6.6 Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE-I)
ACE-I merupakan obat yang telah dikenal luas sebagai obat
antihipertensi, gagal jantung, dan disfungsi ventrikel kiri. Sebagai tambahan,
pada dua penelitian besar randomized controlled ramipril dan perindopril
penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada pasien penyakit
jantung koroner stabil tanpa disertai gagal jantung. ACE-I merupakan indikasi
pada pasien angina pectoris stabil disertai penyakit penyerta seperti hipertensi,
DM, gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri asimtomatik, dan pasca infark
miokard. Pada pasien angina tanpa disertai penyakit penyerta pemberian
ACE-I perlu diperhitungkan keuntungan dan resikonya . Dosis untuk
penggunaan obat golongan ACE-I untuk captopril 6,25-12,5 mg tigakali
sehari. Untuk ramipril dosis awal 2,5 mg dua kali sehari dosis lanjutan 5 mg
dua kali sehari, lisinopril dosis 2,5-10 mg satu kali sehari(Katzung,2002)[11]
.
2.6.7 Antagonis Reseptor Bloker
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
20/35
17
Mekanisme dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa-senyawa
ini merelaksasikan otot polos sehingga mendorong vasodilatasi, meningkatkan
eksresi garam dan air di ginjal, menurunkan volume plasma, dan mengurangi
hipertrofi sel. Antagonis reseptor angiotensin II secara teoritis juga mengatasi
beberapa kelemahan ACEI. Antagonis reseptor bloker diberikan bila pasien
intoleran dengan ACE-I. Dosis untuk 18 valsartan 40 mg dua kali sehari dosis
lanjutan 80-160mg, maximum dosis 320 mg(Nadesul,2009)[14]
.
2.6.8 Anti kolesterol
Statin menurunkan resiko komplikasi atherosklerosis sebesar 30%
pada pasien angina stabil. Beberapa penelitian juga menunjukkan manfaat
statin pada berbagai kadar kolesterol sebelum terapi, bahkan pada pasien
dengan kadar kolesterol normal. Terapi statin harus slalu dipertimbangkan
pada pasien jantung koroner stabil dan angina stabil. Target dosis terapi statin
untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler sebaiknya
berdasarkan penelitian klinis yang telah dilakukan dosis statin yang
direkomendasi adalah simvastatin 40 mg/hr, pravastatin 40 mg/hr, dan
atorvastin 10 mg/hr. Bila dengan dosis diatas kadar kolesterol total dan LDL
tidak mencapai target, maka dosis dapat ditingkatkan sesuai toleransi pasien
sampai mencapai target. Statin juga dapat memperbaiki fungsi endotel,
menstabilkan plak, mengurangi pembentukan trombus, bersifat anti inflamasi,
dan mengurangi oksidasi lipid. Statin sebaiknya diteruskan untuk
mendapatkan keuntungan terhadap kelangsungan hidup jangka panjang
.Kontraindikasi pasien dengan penyakit hati yang aktif, pada kehamilan dan
menyusui. Efek samping miosis yang reversibel merupakan efek samping
yang jarang tapi bermakana. Statin juga menyebabkan sakit kepala, perubahan
nilai fungsi ginjal dan efek saluran cerna(Katzung,2002)[11]
.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
21/35
18
2.7 Contoh kasus terhadap obesitas dan hiperlipidemia dan solusinya
Kasus:
Seorang laki-laki, Tn. Fa, usia 46 tahun datang ke poliklinik Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita (PJNHK) karena keluhan nyeri dada saat beraktivitas.
Keluhan dirasakan sejak dua bulan yang lalu. Faktor risiko penyakit jantung koroner
(PJK) yang dimiliki adalah hipertensi, merokok, dan riwayat keluarga (ayah & kakek
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
22/35
19
terkena serangan jantung pada usia < 50 tahun). Hasil koronarografi menunjukkan
adanya stenosis di ketiga pembuluh darah koroner: stenosis 80% di LAD sesudah D1,
stenosis 95% dan 90% di pangkal dan mid D1 (Gambar 1A), oklusi subtotal di
proksimal LCX, dan oklusi subtotal di RCA sebelum bifurcatio. Pasien kemudian
dilakukan operasi pintas koroner dari LIMA ke LAD, dan tiga graft vena saphena ke
PDA, OM1 dan D1. Pasien kemudian pulang dengan kontrol rutin ke poliklinik.
Laki-laki kedua, Tn. Fi, usia 46 tahun, adalah saudara kembar identik Tn. Fa. Pasien
datang ke unit gawat darurat PJNHK karena keluhan angina tipikal 3 jam sebelum
masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan enzim (CKMB dan Trop T) negatif, sehingga
pasien didiagnosis sebagai angina tidak stabil. Faktor risiko PJK yang ditemukan
hipertensi, merokok dan riwayat keluarga. Hasil koronarografi juga menunjukkan
adanya stenosis di ketiga pembuluh darah koroner: stenosis 95% di LAD sesudah D1,
stenosis 80-90% di pangkal D1 (Gambar 1B), subtotal oklusi di proksimal LCX dan
subtotal oklusi di mid RCA, serta stenosis 60- 70% di bifurcatio. Karena alasan
ekonomi, pasien baru menjalani operasi pintas koroner setahun kemudian dengan
graft dari LIMA ke LAD, serta tiga graft vena ke RCA, OM1 dan D1-D2 dengan
hasil baik.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
23/35
20
Tujuan penataksanaan terapi:
Farmakogenomik warfarin
- Enzim CYP2C9 di hepar diperlukan untuk metabolisme obat ini. Saat ini
telah diketahui ada 3 varian gen yang mengkode enzim ini.
- Variasi genetik ini menyebabkan gangguan dalam metabolisme warfarin
sehingga diperlukan dosis yang lebih kecil untuk mencapai target INR,
dengan risiko perdarahan yang meningkat lebih dari 2x lipat, dan
diperlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai dosis yang stabil.
Farmakogenomik clopidogrel
- membawa variasi genetik loss-of-function pada gen CYP2C19 memiliki
respons farmakokinetik dan farmakodinamik yang lebih rendah terhadap
clopidogrel
- efek beta blocker menurunkan mortalitas karena kardiovaskular, jumlah
perawatan RS maupun transplantasi jantung.
- variasi genetik berupa perubahan asam amino Gly389 menjadi Arg389.
Variasi genetik ini ternyata berhubungan dengan peningkatan responsterhadap beta blocker bucindolol.
- Individu dengan varian genotipe Arg389 memiliki aktivitas reseptor 3-4x
lipat dibanding varian Gly389.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
24/35
21
Diskripsi kasus dan analisis kasus:
Penyakit kardiovaskular (PKV): interaksi faktor lingkungan dan genetik
Manifestasi klinis PJK merupakan pertalian antara berbagai faktor lingkungan
dan faktor genetik.
Faktor risiko penyakit jantung coroner(PJK)
-
Hipertensi
- merokok
- diabetes
- dislipidemia
- hipertrofi ventrikel kiri
Variasi genetik pada penyakit kardiovaskular
- dua metode yang digunakan untuk menggali peran genetik dalam patogenesisPKV yaitu:
o genome-wide linkage studies - dilakukan tanpa perlu mengetahui
terlebih dahulu dasar genetik suatu penyakit, sehingga merupakan
metode yang paling sering digunakan untuk menemukan gen-gen baru.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
25/35
22
o gene association studies - didasarkan pada polimorfisme tunggal atau
haplotipe.
- Studi menunjukkan keberhasilan metode ini dalam mengidentifikasi gen-gen
kandidat untuk terjadinya PJK maupun infark miokard.
- Di bawah ini akan digambarkan beberapa hasil studi genetik/genomik yang
dinilai berperan dalam patogenesis PKV.
- Hasil revolusi genomik yang diyakini akan memberikan aplikasi klinis paling
cepat adalah farmakogenomik.
Diskusi profil:
Lesi koroner pada kedua pasien kembar identik ini sangat mirip, Setelah
dianalisis dengan faktor-faktor lain, hasilnya menunjukkan bahwa beberapa
lesi koroner memiliki faktor herediter yang signifikan. Mereka mengambil
kesimpulan bahwa lokasi lesi koroner, terutama lesi di daerah ostial dan
proksimal, sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan/genetic. Fakta ini
memiliki implikasi klinis yang penting, yaitu:
(1) apabila seorang pasien memiliki lesi koroner di daerah ostial atau di left
main, maka (walaupun asimtomatik) skrining bagi keluarganya harus lebih
agresif dibanding pasien dengan lesi stenosis di tempat lain;
(2) perlu dilakukan skrining yang lebih menyeluruh pada pasien kembar
identik jika diketahui bahwa saudara kembarnya menderita PJK. Sebuah bukti
epidemiologis menunjukkan bahwa pada laki-laki usia 55 tahun, bilamana
saudara kembarnya diketahui menderita infark miokard yang fatal, maka
risiko kematian karena PJK pada individu tersebut sebesar 50% dalam waktu
10 tahun ke depan.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
26/35
23
BAB III
PENUTUP
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yng menyerang organ
jantung. Gejala dan keluhan dari PJK hampir sama dengan gejala yang dimiliki oleh
penyakit jantung secara umum. Penyakit jantung koroner juga salah satu penyakit
yang tidak menular. Kejadian PJK terjadi karena adanya faktor resiko yang antara
lain adalah gaya hidup yang kurang aktivitas fisik (olahraga), riwayat PJK pada
keluarga, merokok, konsumsi alkohol dan faktor sosial ekonomi lainnya. Penyakit
jantung koroner ini dapat dicegah dengan melakukan pola hidup sehat dan
menghindari fakto-faktor resiko.seperti pola makan yang sehat, menurunkan
kolesterol, melakukan aktivitas fisik dan olehraga secara teratur, menghindari stress
kerja.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
27/35
24
DAFTAR PUSAKA
[1]Braunwald, E., Antmann, E. M., Baeslay., John, W., Califf, R.M., et al. 2002.
ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With Unstable
Angina and Non-ST Segment Elevation Myocardial Infarction : Executive
Summary and Recommendations. AAC/AHA Practice Guidelines.
Circulation. 102 : 1193-1209.
[2] Bruce Furie, Barbara Furie. Mechanisms of Thrombus Formation. In: The New
England Journal of Medicine. Massachusetts: Nejm; 2008. P 938-49.
[3] Daulat, M. 2007. Prevensi Sekunder Pada Penderita Penyakit Jantung Koroner
(PJK) dan Penyakit Pembuluh Darah Aterosklerotik Lainnya, dalam Upaya
Memperbaiki Harapan Hidup, Mengurangi Serangan Ulang dan
Meningkatkan Kualitas Hidup. Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia.
Jakarta.
[4] Dipiro et al., editors. Pharmacotherapy:A Pathophyisiologic Approach, USA:
McGraw-Hill Companies; 2005.
[5] Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Sim pson IA. Penyakit Jantung Koroner.
Lecture Notes Kardiologi. Edisi 4. Erlangga. 2003. 107-150.
[6] http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Cad/CAD_WhatIs.html [Diakses
pada 11 Maret 2016].
[7] Iwan N Boestan, Rurus Suryawan. Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Ilmu
Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University Press;2003. p.121-134.
[8] Jonto S. Diagnosis Penyakit Jantung. Jakarta : Penerbit Widya Medika; 2001.
http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Cad/CAD_WhatIs.htmlhttp://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Cad/CAD_WhatIs.htmlhttp://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Cad/CAD_WhatIs.html
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
28/35
25
[9] Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik . Penerbit Salemba Medik. Jakarta;
2002.
[10] Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Salemba Medika;
2001.
[11] Katzung BG. Farmakologi: Dasar dan Klinik, Buku 2, Edisi 8, Penerjemah:
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Jakarta: Salemba Medika; 2002.p.421-433.
[12] Kusmana, Hanafi. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI; 2003.
[13] Mycek, Mary J, dkk. Farmakologi Ulasan Bergambar . Jakarta: PT Widya
Medika; 2002.
[14] Nadesul H. Resep Mudah Tetap Sehat. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara;
2009.
[15] Rakhman O. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pada Penyakit Jantung. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI; 2005.
[16] Sunoto Pratanu. Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Kursus Elektrokardiografi.
Surabaya: Karya Pembina Swajaya; 2000. P. 61-68.
[17] Sukandar, Elin Yulinah dkk. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI. 2008.
[18] Talbert, Robert L. Pharmacotherapy:A Pathophysiologic Approach, 6
th ed, USA:
Mcgraw-Hill, Medical Publishing Division; 2005.
[19] Wells B. Pharmacotherapy handbook . New York: McGraw-Hill Medical Pub.
Division; 2009.
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
29/35
26
LAMPIRAN 1: Foto/Gambar
Gambar : Jantung coroner disebabkan oleh penyempitan dan penyumbatan
pembuluh darah
Gambar: Makanan untuk penyakit jantung koroner
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
30/35
27
Gambar : anatomi jantung normal
Gambar: formasi plak pada pembuluh darah
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
31/35
28
Gambar : arteri noomal dan arteri yang menyebabkan aterosklerosis
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
32/35
29
LAMPIRAN 2: Buku, Jurnal dan artikal
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
33/35
30
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
34/35
31
8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK
35/35