Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

download Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

of 13

Transcript of Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    1/29

    TUGAS MATAKULIAH FARMAKOTERAPI

    SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2015/2016

    FARMAKOTERAPI HIIPERTENSI

    Disusun oleh:

     Nama NPM

    JIMMY CHAN WEI KIT  260110132003 

    VIKNESWARAN A/L MUTAYAH  260110132004 

    ROSHINI MARIAPPAN  260110132006 

    TARRSINEY MARIAPPAN  260110132007 

    NISHANTINI SOMALU  260110132008 

    Dosen: Dr. Ahmad Muhtadi, MS., Apt

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    JATINANGOR

    2016

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    2/29

    ii

    KATA PENGANTAR  

    Pertama-tama, kami ingin mengambil kesempatan ini untuk berterima kasih

    kepada mereka yang telah membantu kami dalam berhasil menyelesaikan makalah

    kami. Kata-kata tidak cukup untuk mengungkapkan rasa terima kasih kami atas

     bantuan dan dukungan yang datang tanpa harapan apapun selama selama

     penyelesaian makalah.

    Keduanya, kami ingin berterima kasih kepada Tuhan yang memberi kami

    kekuatan dan energi untuk pergi melalui proyek makalah ini dan menyelesaikannya

    dengan sukses. Kami ingin mengambil kesempatan ini untuk menyampaikan

     penghargaan saya kepada Dr. Ahmad Muhtadi, MS., Apt untuk memberikan kami

    kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan baru dengan memungkinkan kita untuk

    melakukan proyek makalah ini.

    Terima kasih tulus kami kepada semua teman-teman kita dan rekan-rekan

    untuk keceriaan dan menyenangkan. Terima kasih untuk saat-saat besar yang kita

    telah berbagi bersama-sama.

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    3/29

    iii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….....i 

    KATA PENGANTAR…………………………………………………….……….....ii 

    DAFTAR ISI……………………………………………………………….……...…iii 

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang………………………………………………….…...….....1

    1.2 Identifikas Masalah……………………………….……………….……....2

    1.3 Metode Penulisan…………………………………………………….…....2

    1.4 Tujuan……………………………………………………………………..3

    BAB 2 PEMBAHASAN

    2.1 Pengertian Hipertensi………………………………………...…………….4

    2.2 Patofisiologi Hipertensi …………………….………………………..……5

    2.3 Manifestasi klinik terhadap Hipertensi …………………………………...7

    2.4 Diagnosa terhadap Hipertensi ………..……..……...……………………...9

    2.5 Hasil terapi yang diinginkan terhadap Hipertensi ……………………….10

    2.6 Penanganan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi terhadap

    Hipertensi …………………..……………..…………...............................14

    2.7 Contoh kasus dan solusinya…………………………………………..…21

    BAB 3 PENUTUP

    3.1 Kesimpulan………………..…………....……………………………..…24

    DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….….……25

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    4/29

     

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang serius, tingkat keganasannya

    mengakinatkan kecacatan permanen atau bahkan kematian. Pengobatannya yang

    mahal dan berjangka waktu lama akan menjadika seseorang yang menderitanya

    akan terbebani. Penyakit ini cenderung mengalami peningkatan dimasa yang akan

    datang. Dalam beberapa penelitian, hipertensi dapat menyebabkan berbagai

     penyakit lain seperti penyakit stroke, gangguan jantung dan ginjal. Disebut juga

    sebagai “Pembunuh diam-diam” sebab penyakit hiertensi tidak menimbulkan

    gejala yang spesifik (Brunner & Suddarth, 2002 : 896).[14]

    Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan

    kenaikan tekanan darah lebih dari batas normal yaitu 140/90 mmHg. Lebih dari

    50% pasien yang menderita hipertensi tidak menyadari dirinya sebagai penderita

    hipertensi. Terdiri dari 70 % adalah hipertensi ringan dan 90% hipertensi esensial,

    hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi merupakan penyebab

    kematian ketiga setelah stroke dan tuberkulosis (Gunawan, Lany, dr., 2008). [8]

     

    Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi

    dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien

     beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit

    selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah merokok atau minum kopi.

    Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi

    esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk

    membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang

    diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on

    Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC

    VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok

    normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Kaplan N.M., 2006). [9]

     

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    5/29

     

    2

    Antihipertensi adalah obat  –   obatan yang digunakan untuk mengobati

    hipertensi. Antihipertensi juga diberikan pada individu yang memiliki resiko

    tinggi untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dan mereka yang beresiko terkena

    stroke maupun miokard infark. Pemberian obat bukan berarti menjauhkan

    individu dari modifikasi gaya hidup yang sehat seperti mengurangi berat badan,

    mengurangi konsumsi garam dan alkohol, berhenti merokok, mengurangi stress

    dan berolahraga (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).[6]

     

    Pemberian obat perlu dilakukan segera pada pasien dengan tekanan darah

    sistolik ≥ 140/90 mmHg . Pasien dengan kondisi stroke atau miokard infark

    ataupun ditemukan bukti adanya kerusakan organ tubuh yang parah (seperti

    mikroalbuminuria, hipertrofi ventrikel kiri) juga membutuhkan penanganan

    segera dengan antihipertensi (Benowitz, Neal L, MD. 1998). [2]

     

    1.2 Identifikasi Masalah.

    Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam latar belakang maka penulis menarik

    suatu identifikasi masalah sebagai berikut:

    1.2.1  Apa pengertian hipertensi?

    1.2.2  Apa patofisiologi hipertensi?

    1.2.3  Apa manifestasi klinik terhadap hipertensi?

    1.2.4  Apa diagnosa terhadap hipertensi?

    1.2.5  Apa hasil terapi yang diinginkan terhadap hipertensi?

    1.2.6  Apa penanganan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi terhadap

    hipertensi?

    1.2.7  Apakah contoh kasus terhadap hipertensi dan solusinya?

    1.3 Metode Penulisan

    Metode penelitian yang digunakan dalam pembuatan makalah ini ialah

    melalui metode studi internetan dan buku. Kita telah mendapat informasi dating

    dari sumber-sumber seperti:

    1)  Jurnal

    2)  Artikel

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    6/29

     

    3

    3)  Buku

    1.4  Tujuan

    Tujuan dari pembuat makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas kuliah juga

    agar kita mengetahui apa saja yang berhubungan dengan Hipertensi, serta bagaimana

    cara mencegah, diagnose, hasil yang diinginkan dan penanganan terapi secara non

    farmakologi dan farmakologi. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami sehingga

    dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dalam bidang farmasi.

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    7/29

     

    4

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Pengertian Hipertensi

    2.1.1 Definisi Hipertensi

    Gambar 1: Sumbatan plak dari kolesterol jahat (LDL) menyebabkan hipertensiHipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140

    mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran

    dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi

    didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment

    of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg

    (National Institute for Health and Clinical Excellence, 2006).  [12] 

    Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai

    faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi

    yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor

    yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok,

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    8/29

     

    5

     pola konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh (National

    Institute for Health and Clinical Excellence, 2006).[12]

     

    Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung,

     penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada

    kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung yang dapat

     berakibat kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the silent killer

    yang merupakan salah satu faktor resiko paling berpengaruh penyebab penyakit

     jantung (cardiovascular) (National Institute for Health and Clinical Excellence, 2006). 

    [12] 

    2.2 

    Patofisiologi Hipertensi

    Renin adalah suatu enzim protein yang dilepaskan oleh ginjal bila

    tekanan arteri turunsangat rendah.kemudian, enzim ini meningkatkan tekanan

    arteri melalui beberapa cara,jadimembantu mengoreksi penurunan awal

    tekanan.Renin di sintesis dan di simpan dalam bentuk inaktif yang disebut

     prorenin didalam sel-sel jukstoglomerular (sel JG) Di ginjal.sel JG merupakanmodifikasi dari sel otot polos yangterletak di dinding arteriol aferen,tepat di

     proksimal glomeruli. Bila tekanan arteri turun, reaksiintrinsic didalam ginjal

    itu sendiri menyebabkan banyak molekul prorenin didalam sel JG teruraidan

    melepaskan renin. Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    9/29

     

    6

    lain,yaitu suatu globulin yangdisebut substrat renin (atau angiotensinogen),

    untuk melepaskan peptida asam amino-10, yaitu angiotensin I.Angiotensin I

    memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup untuk

    menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi sirkulasi.

    Renin menetapdalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus

    menyebabkan pembentukan angiotensin Iselama waktu tersebut (Tambayong,

    2000).[16]

     

    Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua

    asam amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk

    angiotensin II peptida asamamino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi

    selama beberapa detik sementara darah mengalir melalui pembuluh kecil pada

     paru-paru, yang dikatalisis oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang

    terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting E

    nzyme (ACE). Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan

    memiliki efek-efek lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II

    menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II

    secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah danjaringan yang

    secara bersama-sama disebut angiotensinaseSelama angiotensin II ada dalam

    darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruhutama yang dapat

    meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang pertama, yaitu

    vasokontriksi,timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada

    arteriol dan sedikit lebih lemah padavena. Konstriksi pada arteriol akan

    meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan meningkatkantekanan arteri.

    Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik darah

    venake jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan

    tekanan (Katzung, 2001).[10]

     

    Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri

    adalah denganbekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan

    air.Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    10/29

     

    7

    organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron.

    Hormon aldosteron bekerja padatubula distal nefron, yang membuat tubula

    tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium(Na+) dan air, serta

    meningkatkan volume dan tekanan darah (Priyanto,2010).[13]

     

    Mekanisme ADH berperan penting dalam regulasi metabolisme air

    dan mempertahankanosmolalitas darah normal dengan merangsang rasa haus

    dan mengatur ekskresi air melalui ginjal dan osmolalitas urine,volume ECF

    menurun dan pe meningkat osmoraritas ECF merangsang sekresi ADH

    (hipofisisposterior).ADH aliran darah ke medulla ginjal menurun

    hipertonisitas interstitial medulla meningkat kemampuan memekatkan urine

    meningkat dan urine menurun dan ADH akan permeabilitas duktus koligen

    thd air meningkat serta konsentrasi urine meningkat dan urine menurun

    (Priyanto, 2010).[13]

     

    2.3 Manifestasi Klinik terhadap Hipertensi

    2.3.1  Gejala Hipertensi

    Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan

    darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti

     perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan

     pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus).

    Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala

    sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan

    vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang

    divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada

    ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam

    hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin].

    Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan

    iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu

    sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma, 2000).

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    11/29

     

    8

    Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis

    timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa: Nyeri kepala saat

    terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan

    darah intrakranial,Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,

    Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat,

     Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus,Edema

    dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

    Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu

     pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba,

    tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Wiryowidagdo, 2002). [19] 

    2.3.2  Hasil Pemeriksaan Laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada pasien hipertensi

    meliputi:

    1.  Pemeriksaan ureum dan kreatinin dalam darah dipakai untuk menilai

    fungsi ginjal.

    2.  Pemeriksaan kalium dalam serum dapat membantu menyingkirkan

    kemungkinan aldosteronisme primer pada pasien hipertensi.

    3.  Pemeriksaan kalsium penting untuk pasien hiperparatiroidisme primer

    dan dilakukan sebelum memberikan diuretik karena efek samping

    diuretik adalah peningkatan kadar kalsium darah.

    4.  Pemeriksaan glukosa dilakukan karena hipertensi sering dijumpai pada

     pasien diabetes mellitus.

    5.  Pemeriksaan urinalisis diperlukan untuk membantu menegakan

    diagnosis penyakit ginjal, juga karena proteinuria ditemukan pada

    hamper separuh pasien. sebaiknya pemeriksaan dilakukan pada urine

    segar.

    6.  Pemeriksaan elektrokardiogram dan foto pada yang bermanfaat untuk

    mengetahui apakah hipertensi telah berlangsung lama. Pembesaran

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    12/29

     

    9

    ventrikel kiri dan gambaran kardiomegali dapat dideteksi dengan

     pemeriksaan ini (Suyono, 2001:461-462).[15]

     

    2.4 Diagnosa terhadap Hipertensi

    2.4.1. Diagnosis Hipertensi

    Tekanan darah yang normal adalah di bawah 120/80 mmHg.

    Tetapi,hasil pengukuran di bawah 130/90 mmHg masih termasuk dalam batas

    normal. Hasil pengukuran yang tinggi dalam sekali pemeriksaan tidak berarti

    Anda otomatis mengidap hipertensi.Orang dewasa sehat yang berusia di atas

    40 tahun harus memeriksa tekanan darah setidaknya sekali dalam lima tahun.

    Tetapi jika mereka yang lebih berisiko mengalami hipertensi, Mereka

    dianjurkan untuk memeriksa tekanan darah lebih sering, dianjurkan setahun

    sekali.Tekanan darah biasanya diukur memakai sfigmomanometer manual

    maupun digital. Kebanyakan dokter kini memakai sfigmomanometer digital,

    yang merupakan salah satu alat pengukur tekanan darah yang memakai sensor

    elektronik dalam mendeteksi denyut Anda. Selain itu bisa juga melakukan

     pemeriksaan di rumah jika memiliki perlengkapan sendiri. Hal ini

    dimaksudkan agar bisa memantau ukuran tekanan darah secara berkala dalam

     jeda sehari. Ini dilakukan guna memastikan konsistensi tekanan darah

    mereka.Tes darah dan urine mungkin akan dianjurkan untuk memeriksa

    apakah ada kondisi atau penyakit tertentu yang menjadi pemicu di balik

     peningkatan tekanan darah. (National Institute for Health and Clinical

    Excellence, 2006) [12] 

    Diagnosis hipertensi terbagi kepada 3 yaitu anamnesis,pemeriksaan

    fisik,dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis adalah keluhan yang sering

    dialami, lama hipertensi,ukuran tekanan darah selama ini,riwayat pengobatan

    dan kepatuhan berobat,gaya hidup,riwayat penyakitpenyerta dan riwayat

    keluarga. Pemeriksaan fisik termasuk pengukuran tekanan darah ,pemeriksaan

    umum dan pemeriksaan khusus organ serta funduskopi. Seterusnya,

     pemeriksaan penunjang meliputi laboratorium rutin, kimia darah

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    13/29

     

    10

    (ureum,kreatinin,gula darah,kolesterol,elektrolit) dan elektrokardiografi, serta

    radiologi dada (The National Collaborating Centre for Chronic Conditions,

    2006).[12]

     

    (The National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2006) [12]

     

    2.5 Hasil Terapi Yang Diinginkan (Desir ed Outcome ) Terhadap Hipertensi

    2.5.1 

    Tujuan Keseluruhan Terapi (Overal l Goal of Therapy )

    Tujuan keseluruhan dari mengobati hipertensi adalah untuk

    mengurangi hipertensi yang terkait dengan morbiditas dan mortalitas.

    Morbiditas ini dan kematian terkait dengan kerusakan target-organ (misalnya

    kejadian kardiovaskular, kejadian serebrovaskular, gagal jantung, dan

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    14/29

     

    11

     penyakit ginjal). Walaupun mengurangi risiko itu tetap tujuan utama pada

    terapi hipertensi, namun pilihan terapi obat juga dipengaruhi secara signifikan

    dengan bukti menunjukkan pengurangan risiko tersebut (Dipiro, 2008).[7]

     

    2.5.2  Tujuan Pengganti Terapi (Surrogate Goal of Therapy )

    Merawat pasien hipertensi untuk mencapai target yang diinginkan

     pada nilai BP ( Blood Pressure) hanyalah suatu tujuan pengganti terapi.

    Mengurangi nilai BP untuk menargetkan tidak menjamin bahwa kerusakan

    target organ tidak akan terjadi. Namun, pencapaian sasaran nilai BP dikaitkan

    dengan rendahnya risiko penyakit kardiovaskular dan kerusakan target organ.

    Untuk menargetkan tujuan nilai BP merupakan parameter yang digunakan

    oleh dokter dengan mudah untuk mengevaluasi respon terhadap terapi dan

    metode utama yang digunakan untuk menentukan kebutuhan titrasi dan

    rejimen modifikasi (Dipiro, 2008).[7]

     

    Kebanyakan pasien memiliki tujuan BP kurang dari 140/90 mm Hg.

     Namun, tujuan ini diturunkan menjadi kurang dari 130/80 mm Hg untuk

     pasien dengan diabetes atau penyakit ginjal kronis (Dipiro, 2008).[7]

     

    (Michael, 2005) [11]

     

    Beberapa dokter menganjurkan mencapai nilai sasaran BP yang lebih

    rendah dari apa yang direkomendasikan sebagai modalitas untuk mengurangi

    kardiovaskular risiko berikut mitos bahwa "lebih rendah lebih baik." Namun,

    data ini didasarkan pada studi observasional dan tidak dapat membangun

    hubungan sebab-akibat karena variabel pengganggu (Michael, 2005).  [11] 

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    15/29

     

    12

    [Gambar 13-2] (Michael, 2005) [11]

     

    Tujuan nilai BP yang lebih rendah telah dievaluasikan secara

     prospektif di  Hypertension Optimal Treatment trial (HOT). Dalam studi ini ,

    lebih dari 18,700 pasien diacak untuk menargetkan nilai DBP (diastolic blood

     pressure) dari 90, 85, atau 80 mm Hg atau kurang. Meskipun nilai-nilai DBP

    aktual yang dicapai adalah 85.2, 83.2, dan 81.1 mmHg masing-masing, risiko

    kejadian kardiovaskular utama yang terendah dengan BP dari 139/83 mm Hg,

    dan risiko stroke terendah adalah dengan BP dari 142/80 mm Hg. Risiko

    kejadian di subyek dengan diabetes atau iskemik penyakit jantung didapti

    terendah di nilai DBP kurang dari 80 mmHg. Tidak ada hubungan J-kurva

    terlihat. Hasil uji coba  HOT   memberikan bukti yang mendukung JNC

    direkomendasikan dengan nilai sasaran kurang dari 140/90 mm Hg untuk

    sebagian besar pasien dan buat tujuan lebih agresif kurang dari 130/80 mm Hg

     pada pasien dengan diabetes (Michael, 2005).[11]

     

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    16/29

     

    13

    2.5.3  Pendekatan Umum Pengobatan (General Approach to Treatment )

    Meskipun hipertensi merupakan salah satu kondisi masalah kesehatan

    yang paling umum dan tarif kontrol BP masih kurang. Banyak pasien

    hipertensi berada pada margin tujuan nilai DBP namun terus mengalami

     peningkatan nilai SBP ( systolic blood pressure). Diperkirakan bahwa

    masyarakat dengan hipertensi yang dirawat tetapi tetap tidak dikendalikan,

    76.9 % memiliki SBP lebih besar dari atau sama dengan 140 mm Hg dengan

    DBP nilai kurang dari 90 mm Hg. Bagi kebanyakan pasien hipertensi,

    mencapai tujuan SBP hampir selalu menjamin pencapaian dari tujuan DBP.

    Bila digabungkan dengan fakta bahwa SBP adalah lebih baik prediktor risiko

    kardiovaskular dari DBP, SBP harus digunakan sebagai penanda klinis utama

     pengendalian penyakit hipertensi (Michael, 2005)[11]

     

    Setelah diagnosis definitive  hipertensi dibuat, pasien harus

    ditempatkan pada kedua-dua gaya hidup modifikasi dan terapi obat secara

     bersamaan. Gaya hidup modifikasi saja dianggap terapi yang tepat untuk

     pasien dengan pre-hipertensi. Namun, gaya hidup modifikasi sendirian tidak

    dianggap memadai untuk pasien dengan hipertensi atau pasien dengan tujuan

    BP kurang dari 130/80 mm Hg (paisen dengan diabetes dan penyakit ginjal

    kronis) yang memiliki nilai-nilai BP atas sasaran mereka (Michael, 2005).[11]

     

    Pilihan terapi obat awal tergantung pada derajat elevasi BP dan adanya

    indikasi kuat. Kebanyakan pasien dengan hipertensi tahap 1 harus

    diperlakukan awalnya dengan a thiazide  jenis diuretik. Bagi sebagian besar

     pasien dengan elevasi BP lebih parah (Tahap 2 hipertensi), dianjurkan terapi

    obat kombinasi dengan salah satu agen sebaiknya menjadi thiazide  jenis-

    diuretik. Pendekatan umum ini diuraikan dalam [Gambar. 13-2]. Ada enam

    indikasi di mana golongan obat spesifik antihipertensi memiliki bukti

    menunjukkan dari manfaat yang unik [Gambar. 13-3] dibawah (Michael,

    2005).[11]

     

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    17/29

     

    14

    [Gambar 13-3] (Michael, 2005) [11]

     

    2.6 Penanganan Terapi Non Farmakologi dan Terapi Farmakologi Terhadap

    Hipertensi

    2.6.1  Terapi Non Farmakologi

    Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk

    mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam

     penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi

    harus melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang sudah terlihat

    menurunkan tekanan darah dapat terlihat pada tabel 4 sesuai dengan

    rekomendasi dari JNC VII. Disamping menurunkan tekanan darah pada

     pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat

    mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasiendengan tekanan darah prehipertensi.(National Institute for Health and Clinical

    Excellence, 2006)[12]

     

    Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan

    darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk;

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    18/29

     

    15

    mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension)

    yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan

    mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan

     pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi;

    mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari

    menggunakan obat.10 Program diet yang mudah diterima adalah yang

    didisain untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien

    yang gemuk dan obes disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol.

    Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril.(National

    Institute for Health and Clinical Excellence, 2006) [12] 

    Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien

    mengerti rasionalitas intervensi diet:

    a.  Hipertensi 2  –  3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang

    dengan berat badan ideal

     b.  Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)

    c.  Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat

    menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk

    d.  Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga

     prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat

     berlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia, dan selanjutnya ke penyakit

    kardiovaskular.

    e.  Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat

    menurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi.

    f.  Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam,

    kebanyakan pasien mengalami penurunaan tekanan darah sistolik

    dengan pembatasan natrium.

    (National Institute for Health and Clinical Excellence, 2006)[12]

     

    JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan

     buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    19/29

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    20/29

     

    17

    Ada 9 kelas obat antihipertensi, iaitu; Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim

    konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan antagonis

    kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama.

    Golongan Obat Antihipertensi:

    1.  DIURETIK

    Mekanisme: Diuretik tiazid adalah diuretic dengan potensi menengah yang

    menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada

    daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume

    urin. Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol,

    sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid

    diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di

    hati.

    Misalnya: Thiazide, Diuretik hemat kalium, Antagonis aldosterone(The

     National Collaborating Centre for Chronic Conditions, 2006)[12]

     

    2.  INHIBITOR ACE

    Mekanisme: Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat

    secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I

    yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung,

    kelenjar adrenal dan otak. Angitensin II merupakan vaso ‐konstriktor kuat

    yang memacu penglepasan aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan

     perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin iI ini akan menurunkan

    tekanan darah. Jika sistem angiotensin‐renin‐aldosteron teraktivasi (misalnya

     pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek antihipertensi

    ACEi akan lebih besar. ACE juga bertanggungjawab terhadap degradasi kinin,

    termasuk bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan

    degradasi ini akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat.

    Misalnya: Captopril, Benazepril, delapril, analapril maleat, fosinopril,

    lisinopril, perindopril, kuinapril, ramipril, silazapril(Wright JT, 2005) [20] 

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    21/29

     

    18

    3.  Penghambat Resptor Angiotensin II ( ARB )

    Mekanisme: Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh darah dan

    target lainnya. Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2. Reseptor

    AT1 memperantarai respon farmakologis angiotensin II, seperti

    vasokonstriksi dan penglepasan aldosteron. Dan oleh karenanya menjadi

    target untuk terapi obat. Fungsi reseptor AT2 masih belum begitu jelas.

    Banyak jaringan mampu mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II

    tanpa melalui ACE. Oleh karena itu memblok sistem renin‐angitensin melalui

     jalur antagonis reseptor AT1 dengan pemberianantagonis reseptor angiotensin

    II mungkin bermanfaat. Antagonis reseptor angiotensin II

    (AIIRA)mempunyai banyak kemiripan dengan ACEi, tetapi AIIRA tidak

    mendegradasi kinin. Karena efeknya pada ginjal, ACEi dan AIIRA

    dikontraindikasikan pada stenosis arteri ginjal bilateral dan pada stenosis

    arteri yang berat yang mensuplai ginjal yang hanya berfungsi satu.

    Misalnya: Losartan, Valsartan(The National Collaborating Centre for Chronic

    Conditions, 2006)[17]

     

    4. 

    Β bloker  Mekanisme: Beta blocker memblok beta‐adrenoseptor. Reseptor ini

    diklasifikasikan menjadi reseptor beta‐1 dan beta‐2. Reseptor beta‐1 terutama

    terdapat pada jantung sedangkan reseptor beta‐2 banyak ditemukan di paru‐

     paru, pembuluh darah perifer, dan otot lurik. Reseptor beta‐2 juga dapat

    ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta‐1 juga dapat dijumpai pada

    ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta

     pada otak dan perifer akan memacu penglepasan neurotransmitter yang

    meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta‐1 pada

    nodus sino‐atrial dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan

    kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan penglepasan

    rennin, meningkatkan aktivitas system rennin‐  angiotensin‐aldosteron. Efek

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    22/29

     

    19

    akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan

     peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air. Terapi

    menggunakan beta‐ blocker akan mengantagonis semua efek tersebut sehingga

    terjadi penurunan tekanan darah.

    Misalnya: Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol, Acebutolol,

    carteolol, penbutolol, pindolol, propranolol. (Dahlof B, 2002)[5]

     

    5.  Penghambat saluran kalsium ( CCB )

    Mekanisme: Calcium channel blockers (CCB) menurunkan influks ion

    kalsium ke dalam sel miokard, sel‐sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel‐

    sel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas

     jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung

    dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan konstriksi otot polos

     pembuluh darah. Semua hal di atas adalah proses yang bergantung pada ion

    kalsium.

    Misalnya: Verapamil, Diltiazem, Nifedipin (The National Collaborating

    Centre for Chronic Conditions, 2006)[17]

     

    6. 

    Penghambat reseptor α1 Mekanisme: Alpha‐ blocker (penghambat adreno‐septor alfa‐1) memblok

    adrenoseptor alfa‐1 perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi karena

    merelaksaasi otot polos pembuluh darah. Diindikasikan untuk hipertensi yang

    resisten.

    Misalnya: Prasozin, terasozin, doxazosin (The National Collaborating Centre

    for Chronic Conditions, 2006)[17]

     

    Pemilihan terapi:

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    23/29

     

    20

    Tabel 2: Target tekanan darah untuk terapi farmakologis (British National Formulary,

    2006)[1]

    Tabel 3: Pedoman NICE untuk penanganan hipertensi (British National Formulary,

    2006) [1]

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    24/29

     

    21

    2.7 Contoh Kasus

    Kasus:

    Lanjut usia (lansia) adalah proses menjadi lebih tua dengan umur mencapai 45

    tahun keatas. Seorang manusia yang mengalami proses ini akan mengalami

    kemunduran fisik, mental, dan sosial. Salah satu contoh kemunduran fisik pada lansia

    adalah rentannya lansia terhadap penyakit, khususnya penyakit degeneratif. Penyakit

    degeneratif yang umum diderita lansia salah satunya adalah hipertensi. Salah satu

    komplikasi dari hipertensi adalah stroke. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    25/29

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    26/29

     

    23

      Pasien merespon baik terhadap terapi anti-lipid dengan resolusi arthritis dan

    normalisasi parameter inflamasi.

      Diabetes melitus yang biasa ditemui sebagai penyebab dyslipoproteinemia

    sekunder.

      Hiperlipidemia menyebabkan hipotiroidisme, gagal ginjal, sindrom nefrotik,

     penggunaan alkohol, dan obat-obatan seperti diuretik, beta blocker, dan

    estrogens. Namun, kondisi hiperlipidemia tidak hadir dalam kasus saat ini.

      Menunjukkan bahwa lipid dapat memiliki efek modulating langsung pada

     peradangan. Contoh: Hiperkolesterolemia menginduksi peradangan dengan

    meningkatkan sirkulasi inflamasi cells.

      Studi telah menunjukkan hubungan antara:8 teroksidasi LDL kolesterol dan

     proinflamasi sitokin seperti interleukin-6 (IL-6) dan tumor necrosis factor

    alpha (TNFα). 

      Dalam kasus ini, penyakit demam bisa memicu sebuah episode inflamasi.

    kemudian potensial oleh hiperlipidemia, bisa memicu respons peradangan

    ditingkatkan.

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    27/29

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    28/29

     

    25

    DAFTAR PUSAKA

    1  British Medical Association and Royal Pharmaceutical Society of Great

    Britain, 2006. British National Formulary (52). London. British

    2  Benowitz, Neal L, MD. 1998. Obat  –   obat Anti Hipertensi. In :Katzung,

    Bertam G. eds. Farmakologi Dasar dan Klinik . Edisi keempat. Jakarta: EGC.

    158 –  181.

    3  Corwin, Elizabeth J.2000. Buku Saku Patofisiologi.EGC: Jakarta.

    4  Dahlof B, Devereux RB, Kjeldsen SE, Julius S, Beevers G, Faire U et al.

    2002. Cardiovascular morbidity and mortality in the Losaetan Intervention

     for Endpoint reduction in hypertension study (LIFE): a randomized controlled

    trial against atenolol. Lancet; 359:995‐1003.

    5  Dahlof B, Server PS, Poulter N, Wedel H, Beevers DG, Caulfield M. 2002.

     Prevention of cardiovascular events with an antihypertensive regimen of

    amlodipine adding perindopril as required versus atenolol adding

    bendroflumethiazide as required, in the Anglo‐ Scandinavian Cardiac

    Outcomes Trial ‐  Blood Pressure Lowering Arm (ASCOT ‐  BPLA): a multicentre

    randomized controlled trial. Lancet ;366: 895‐

    906.6  Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008.  Hipertensi dan obesitas.

     Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Available from :

    http://www.depkes.go.id/download/Hipertensi obesitas.com. [accesed 6 Maret

    2016]

    7  Dipiro J. 2008. Pharmacotherapy. New York: McGraw-Hill Medical

    8  Gunawan, Lany, dr., 2008. Hipertensi . Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

    9  Kaplan N.M., 2006.  Primary Hypertension: Pathogenesis, Mechanism. Of

     Hypertension with Obesity in: Kaplan’s Clinical Hypertension ninth  edition.

    Philadelphia, USA: Lippincott W.

    10  Katzung G. 2001.  Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 1. Salemba Medika:

    Jakarta.

  • 8/19/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi Hipertensi

    29/29

     

    11  Michael Brown, Andrew Hall, Karen G. Edmonson, and Peter J. Boyle. 2005.

     Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition. United States

    of America: The McGraw-Hill Companies, Inc.

    12   National Institute for Health and Clinical Excellence. 2006.  Hypertension.

     Management of hypertension in adults in primary care. London:NICE

    13  Priyanto. 2010. Farmakologi Dasar . Penerbit Lenskof\i: Depok, Jawa Barat.

    14   Smeltezer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002.  Buku Ajar Keperawatan

     Medikal Bedah. EGC : Jakarta 

    15  Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3, Balai

    Penerbit FKUI. Jakarta16

     

    Tambayong Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

    17  The National Collaborating Centre for Chronic Conditions. 2006.

     Hypertension. Management of hypertension in adults in primary care: partial

    update. London;Royal College of Physician.

    18  Wijayakusuma,H.M. 2000.  Ramuan Tradisional untuk pengobatan Darah

    Tinggi. Jakarta: Swadaya.

    19  Wiryowidagdo, S. 2002. Tanaman Obatr untuk Penyakit Jantung, Darah

    Tinggi, dan Kolesterol. Cetakan ketiga. Jakarta: Penerbit PT. Agromedia

    Pustaka. Halaman 35 –  38

    20  Wright JT, Dunn JK, Cutler JA, Davis BR, Cushman WC, Ford CE. 2005.

    Outcomes in hypertensive black and nonblack patients treated with

    chlortalidone, amlodipine and lisinopril . JAMA ; 293:1595‐1608.