Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

download Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

of 35

Transcript of Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    1/35

    TUGAS MATAKULIAH FARMAKOTERAPI

    SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2015/2016

    FARMAKOTERAPI PENYAKIT JANTUNG KORONER

    Disusun oleh:

     Nama NPM

    JIMMY CHAN WEI KIT  260110132003 

    VIKNESWARAN A/L MUTAYAH  260110132004 

    ROSHINI MARIAPPAN  260110132006 

    TARRSINEY MARIAPPAN  260110132007 

    NISHANTINI SOMALU  260110132008

    Dosen: Dr. Ahmad Muhtadi, MS., Apt

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    JATINANGOR

    2016

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    2/35

    ii

    KATA PENGANTAR  

    Pertama-tama, kami ingin mengambil kesempatan ini untuk berterima kasih

    kepada mereka yang telah membantu kami dalam berhasil menyelesaikan makalah

    kami. Kata-kata tidak cukup untuk mengungkapkan rasa terima kasih kami atas

     bantuan dan dukungan yang datang tanpa harapan apapun selama selama

     penyelesaian makalah.

    Keduanya, kami ingin berterima kasih kepada Tuhan yang memberi kami

    kekuatan dan energi untuk pergi melalui proyek makalah ini dan menyelesaikannya

    dengan sukses. Kami ingin mengambil kesempatan ini untuk menyampaikan

     penghargaan saya kepada Dr. Ahmad Muhtadi, MS., Apt untuk memberikan kami

    kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan baru dengan memungkinkan kita untuk

    melakukan proyek makalah ini.

    Terima kasih tulus kami kepada semua teman-teman kita dan rekan-rekan

    untuk keceriaan dan menyenangkan. Terima kasih untuk saat-saat besar yang kita

    telah berbagi bersama-sama.

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    3/35

    iii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….....i 

    KATA PENGANTAR…………………………………………………….……….....ii 

    DAFTAR ISI……………………………………………………………….……...…iii 

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang………………………………………………….…...….....1

    1.2 Identifikas Masalah….…………………………….……………….……..2

    1.3 Metode Penulisan…………………………………………………….…...2

    1.4 Tujuan……………………………………………………………………..2

    BAB 2 PEMBAHASAN

    2.1 Pengertian penyakit jantung koroner ……………………………………...3

    2.2 Patofisiologi penyakit jantung k oroner……………………………………4

    2.3 Manifestasi klinik terhadap penyakit jantung k oroner………………..…10

    2.4 Diagnosa terhadap penyakit jantung k oroner………………..…….…….12

    2.5 Hasil terapi yang diinginkan terhadap penyakit jantung k oroner…….....14

    2.6 Penanganan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi terhadap

     penyakit jantung koroner..…………………..……………..…………….14

    2.7 Contoh kasus dan solusinya………………………………………………18

    BAB 3 PENUTUP

    3.1 Kesimpulan………………..…………....……………………………..…23

    DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….….……24

    LAMPIRAN 1: Foto/Gam bar…………………………………………………..……26

    LAMPIRAN 2: Jurnal dan artikal……………………………………………………29

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    4/35

     

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini

    merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan

     berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini

    akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan

    kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun

    2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh

    kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di

    Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem

    sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni

    sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang

    disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat

    orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko

    mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik, hemostasis,

    imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang saling terkait. Organisasi

    Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga orang di seluruh dunia pada

    tahun 2001, meninggal karena penyakit kardiovaskular. Sementara, sepertiga dari

    seluruh populasi dunia saat ini berisiko tinggi untuk mengalami major

    cardiovascular events. Pada tahun yang sama, WHO mencatat sekitar 17 juta

    orang meninggal karena penyakit ini dan melaporkan bahwa sekitar 32 juta orang

    mengalami serangan jantung dan stroke setiap tahunnya. Diperkirakan pada tahun

    2001 di seluruh dunia terjadi satu serangan jantung setiap 4 detik dan satu stroke

    setiap 5 detik. Dilaporkan juga, pada tahun 2001 tercatat penyakit kardiovaskular

    lebih banyak menyerang wanita dibanding pria, yang sebelumnya penyakit

    kardiovaskular lebih banyak menyerang para pria. 

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    5/35

     

    2

    1.2 Identifikasi Masalah.

    Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam latar belakang maka penulis menarik

    suatu identifikasi masalah sebagai berikut:

    1.2.1  Apa pengertian penyakit jantung koroner?

    1.2.2  Apa patofisiologi penyakit jantung koroner?

    1.2.3  Apa manifestasi klinik terhadap penyakit jantung koroner?

    1.2.4  Apa diagnosa terhadap penyakit jantung koroner?

    1.2.5  Apa hasil terapi yang diinginkan terhadap penyakit jantung koroner?

    1.2.6  Apa penanganan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi terhadap

     penyakit jantung koroner?

    1.2.7  Apakah contoh kasus terhadap penyakit jantung koroner dan solusinya?

    1.3 Metode Penulisan

    Metode penelitian yang digunakan dalam pembuatan makalah ini ialah

    melalui metode studi internetan dan buku. Kita telah mendapat informasi dating

    dari sumber-sumber seperti:

    1)  Jurnal

    2)  Artikel

    3)  Buku

    1.4  Tujuan

    Tujuan dari pembuat makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas kuliah juga

    agar kita mengetahui apa saja yang berhubungan dengan penyakit jantung koroner,

    serta bagaimana cara mencegah, diagnose yang diinginkan dan penanganan terapi

    secara non farmakologi dan farmakologi. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami

    sehingga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dalam bidang

    farmasi.

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    6/35

     

    3

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Pengertian penyakit jantung coroner

    Penyakit jantung koroner dapat disebut juga penyakit arteri koroner yang

    merupakan salah satu penyebab yang paling utama pada kematian di dunia

    sekarang ini. Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan penyumbatan pada

     pembuluh darah yang memberi makan otot jantung (pembuluh koroner) karena

    endapan lemak dan kolesterol, yang secara bertahap menumpuk di dinding arteri.

    Proses penumpukan itu disebut aterosklerosis, dan bisa terjadi di pembuluh arteri

    lainnya, tidak hanya pada arteri koroner.Definasi yang lain adalah penyakit

    Jantung Koroner adalah penyempitan pembuluh darah kecil yang memasok darah

    dan oksigen ke jantung. Ini disebabkan oleh pembentukan plak di dinding arteri,

    dikenal pula sebagai pengerasan arteri. Pembentukan plak ini dapat menyertai

     perpaduan pradisposisi genetik dan pilihan gaya hidup. Faktor risiko mencakup

    usia, jenis kelamin, riwayat genetik dan ras. Faktor lain yang memengaruhi

    kemungkinan CCHD mencakup kolesterol tinggi, merokok, penyalahgunaan

    substansi dan masalah berat badan(Iwan,2003)[7]

    .

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    7/35

     

    4

    2.2 Patofisiologi penyakit jantung coroner

    2.2.1  Patologi

    Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam

    arteri koroner sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah.

    Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat, bila

     penyakit ini semakin lanjut maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan

     pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh darah untuk melebar

    menyebabkan ketidakseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen,

    sehingga membahayakan miokardium yang terletak di distal dari daerah lesi. Lesi

    aterosklerosis terutama terjadi pada lapisan paling dalam dari dinding arteri yaitu

    lapisan intima. Lesi tersebut meliputi endapan lemak ( fatty streak ), plak fibrosa

    ( fibrous plaque), dan plak lanjut (advance plaque)(Gambar1,2,3)(Iwan, 2003)[7]

    .

    Gambar 1: A. Arteri normal. B. Tampak plak didalam arteri.

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    8/35

     

    5

    Gambar2: Perubahan patologis progresif pada penyakit jantung koroner.

    Gambar 3. Tahapan terjadinya ruptur plak

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    9/35

     

    6

    Endapan lemak ( fatty streak ), yang terbentuk sebagai tanda awal

    aterosklerosis, lesi ini terdiri dari makrofag dan sel otot polos yang mengandung

    lemak yaitu kolesterol dan kolesterol oleat pada daerah tunika intima (lapisan

    terdalam arteri). Endapan lemak mendatar dan bersifat non-obstruktif dan terlihat

    oleh mata sebagai bercak kekuningan pada permukaan endotel pembuluh darah.

     Fatty streak   mula-mula tampak pada dinding aorta yang jumlahnya semakin

     banyak pada usia 10 tahun dan baru tampak pada arteri koroner pada usia 15

    tahun(Iwan, 2003)[7]

    .

    Plak fibrous merupakan kelanjutan dari fatty streak  diamana terjadi proliferasi

    sel, penumpukan lemak lebih lanjut dan terbentuknya jaringan ikat serta bagian

    dalam yang terdiri dari campuran lemak dan sel debris sebagai akibat dari proses

    nekrosis. Lesi yang semakin matang ini tampak pada usia sekitar 25 tahun. Secara

    makros lesi ini tampak berbentuk kubah berwarna putih dengan permukaan

    semakin meninggi ke dalam lumen arteri. Bila lesi ini semakin berkembang maka

    diameter lumen akan semakin sempit dan akan mengganggu aliran darah. Pada

    fase ini terjadi proliferasi dari sel otot polos dimana sel ini akan membentuk

    fibrous cap. Fibrous cap ini akan menutup timbunan lemak ekstraseluler dan sel

    debris(Bruce, 2008)[2]

    .

    Plak lanjutan ( Advance plaque). Pada lesi yang telah lanjut jaringan nekrosis

    yang merupakan inti dari lesi semakin membesar dan sering mengalami

     perkapuran, fibrous cap menjadi semakin tipis dan pecah sehingga lesi ini akan

    mengalami ulserasi dan perdarahan serta terjadi trombosis yang dapat

    menyebabkan terjadinya oklusi aliran darah(Bruce, 2008)[2]

    .

    2.2.2  Patogenesis Aterosklerosis

    Ada beberapa teori terjadinya aterosklerosis, dimana teori response to

    injury hypothesis paling banyak diterima. Dimana endotel yang intak berfungsi

    sebagai barier yang bersifat permeabel dan mempunyai sifat thromboresistant

    sehingga akan menjamin aliran darah koroner berjalan lancar. Bebrapa faktor

    seperti hiperkolesterolemia, meningkatnya shear stress, merokok, hipertensi,

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    10/35

     

    7

    diabetes, toxin, imunologis, virus, bahan bersifat oksidan dapat merusak dinding

    endotel (endotelial injury) sehingga terjadi gangguan fungsi (endothelial

    dysfunction). Dengan terganggunya fungsi endotel maka fungsi barrier serta sifat

    tromboresistant terganggu dan memudahkan masuknya lipoprotein (LDL

    teroksidasi) maupun makrofag ke dinding arteri. Interaksi antara endotelial

    injury dengan platelet, monosit, dan jaringan ikat terutama kolagen

    menyebabkan terjadi penempelan platelet ( platelet adherence) dan agregasi

    trmbosit ( platelet aggregation).  Dengan adanya kontak antara aliran darah

    dengan lapisan dibawah endotel akan merangsang terjadinya proliferasi dan

    migrasi dari sel otot polos yang dirangsang oleh pelepasan growth factors.

    Keadaan ini juga dipermudah karena pada keadaan disfungsi endotel, produksi

     prostasiklin sebagai vasodilator dan thrombus resistent menurun(Bruce, 2008)[2]

    .

    2.2.3  Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner

    Iskemia adalah kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen

    oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan aterosklerosis menyebabkan

    terjadinya iskemia yang bersifat sementara pada tingkat sel dan jaringan, dan

    menekan fungsi miokardium. Berkurangnya kadar oksigen mendorong

    miokardium mengubah metabolisme aerob menjadi anaerob menyebabkan

    terjadinya asidosis. Akibat dari hipoksia, berkurangnya energi dan asidosis akan

    mengganggu fungsi ventrikel kiri. Hal ini menyebabkan berkurangnya daya

    kontraksi dan gangguan gerakan jantung yang akan mengganggu

    hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai lokasi dan luas

    daerah iskemia, dan derajat respons refleks kompensasi sistem sarat otomom.

    Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung (hipotensi)

    sehingga memperbesar volume ventrikel dan meningkatkan tekanan jantung

    kiri dan kapiler paru-paru. Timbulnya nyeri dada (angina pektoris) akibat

    adanya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan akan oksigen miokard.

    Disertai perubahan EKG akibat perubahan elektrofisiologi sel yaitu gelombang

    T inversi dan segmen ST depresi(gambar 4) (Sunoto,2000)[16]

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    11/35

     

    8

    Gambar 4.1: Segmen ST depresi Gambar 4.2: Gelombang T

    inversi

    Gambar 4: EKG gelombang T terbalik dan segmen ST depresi.

    Injury. Fibrous cap yang menutupi plak aterosklerosis menjadi semakin tipis

    dan pecah sehingga lesi ini akan mengalami ulserasi dan perdarahan serta

    terjadi trombosis yang dapat menyebabkan terjadinya oklusi aliran darah

    koroner (gambar 5). Akan disertai keluhan Angina pectoris tipikal yaitu nyeri

    >30menit, lokasi substernal, diprovokasi oleh aktifitas atau stres emosional,

    nyeri menghilang dengan istirahat atau dengan pemberian nitrogliserin. Disertai

    EKG yaitu gelombang T tinggi, elevasi segmen ST (gambar 6). Dan

     peningkatan enzim jantung CKMB dan Troponin I(Iwan, 2003)[7]

    .

     Nekrosis. Kerusakan miokardium yang bersifat irreversible atau permanen.

    Ditandai dengan gelombang Q patologis pada EKG(gambar 7)(Iwan, 2003)[7]

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    12/35

     

    9

    Gambar 5. A. Gambar jantung dan arteri koroner pada serangan jantung. B.

    Potongan melintang arteri koroner dengan plak dan bekuan darah.

    Gambar 6. Segmen ST elevasi.

    Gambar 7. Bentuk qR: nekrosis dengan sisa miokard yang masih banyak.

    Bentuk Qr: nekrosis tebal dengan sisa miocard sehat yang tipis.

    Bentuk QS: nekrosis seluruh tebal miokard, yaitu transmural.

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    13/35

     

    10

    2.3  Manifestasi klinik terhadap penyakit jantung coroner

    2.3.2  Asimptomatik (Silent Myocardial Ischemia)

    Kadang penderita penyakit jantung koroner diketahui secara kebetulan

    misalnya saat dilakukan check up kesehatan. Kelompok penderita ini tidak

     pernah mengeluh adanya nyeri dada (angina) baik pada saat istirahat maupun

    saat aktifitas. Secara kebetulan penderita menunjukkan iskemia saat dilakukan

    uji beban latihan. Ketika EKG menunjukkan depresi segmen ST, penderita

    tidak mengeluh adanya nyeri dada. Pemeriksaan fisik, foto dada dan lain-lan

    dalam batas-batas normal. Mekanisme silent iskemia diduga oleh karena

    ambang nyeri yang meningkat, neuropati otonomik (pada penderita diabetes),

    meningkatnya produksi endomorfin, derajat stenosis yang ringan

    (Nadesul,2009)[14]

    .

    2.3.3  Angina Pektoris Stabil (Stable Angina)

     Nyeri dada yang timbul saat melakukan aktifitas, bersifat kronis (> 2

     bulan). Nyeri precordial terutama di daerah retrosternal, terasa seperti tertekan

     benda berat atau terasa panas, seperti di remas ataupun seperti tercekik.rasa

    nyeri sering menjalar ke lengan kiri atas / bawah bagian medial, ke leher,

    daerah maksila hingga ke dagu atau ke punggung, tetapi jarang menjalar ke

    lengan kanan. Nyeri biasanya berlangsung seingkat (1-5) menit dan rasa nyeri

    hilang bila penderita istirahat. Selain aktifitas fisik, nyeri dada dapat

    diprovokasi oleh stress / emosi, anemia, udara dingin dan tirotoksikosis. Pada

    saat nyeri, sering disertai keringat dingin. Rasa nyeri juga cepat hilang dengan

     pemberian obat golongan nitrat. Jika ditelusuri, biasanya dijumpai beberapa

    faktor risiko PJK. Pemeriksaan elektrokardiografi sering normal (50  –   70% penderita). Dapat juga terjadi perubahan segmen ST yaitu depresi segmen ST

    atau adanya inversi gelombang T (Arrow Head). Kelainan segmen ST (depresi

    segmen ST) sangat nyata pada pemeriksaan uji beban

    latihan(Nadesul,2009)[14]

    .

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    14/35

     

    11

    Mekanisme terjadinya iskemia

    Pada prinsipnya iskemia yang terjadi pada PJK disebabkan oleh

    karena terjadi gangguan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

    miokard. Dengan adanya aterosklerosis maka aliran darah koroner akan

     berkurang, terutama pada saat kebutuhan meningkat (saat aktifitas) sehingga

    terjadilah iskemia miokard (Ischemia On Effort)(Nadesul,2009)[14]

    .

    2.3.4  Angina Pektoris Tidak Stabil (Unstable Angina)

    Pada subset klinis ini, kualitas, lokasi, penjalaran dari nyeri dada sama

    dengan penderita angina stabil. Tetapi nyerinya bersifat progresif dengan

    frekuensi timbulnya nyeri yang bertambah serta pencetus timbulnya keluhan

     juga berubah. Sering timbul saat istirahat. Pemberian nitrat tidak segera

    menghilangkan keluhan. Keadaan ini didasari oleh patogenesis yang berbeda

    dengan angina stabil. Angina tidak stabil sering disebut sebagai Pre-Infarction

    sehingga penanganannya memerlukan monitoring yang ketat. Pada angina

    tidak stabil, plaque aterosklerosis mengalami trombosis sebagai akibat plaque

    rupture (fissuring), di samping itu diduga juga terjadi spasme namun belum

    terjadi oklusi total atau oklusi bersifat intermitten. Pada pemeriksaan

    elektrokardiografi didapatkan adanya depresi segmen ST, kadar enzim jantung

    tidak mengalami peningkatan(Rakhman,2003)[15]

    .

    2.3.5  Variant Angina (Prinzmetal’s Angina) 

    Variant angina atau Prinzmetal’s angina pertama kali dikemukakan

     pada tahun 1959 digambarkan sebagai suatu sindroma nyeri dada sebagai

    akibat iskemia miokard yang hampir selalu terjadi saat istirahat. Hampir tidak

     pernah dipresipitasi oleh stress / emosi dan pada pemeriksaan EKG

    didapatkan adanya elevasi segmen ST. Mekanisme iskemia pada Prinzmetal’s

    angina terukti disebabkan karena terjadinya spasme arteri koroner.

    Kejadiannya tidak didahului oleh meningkatnya kebutuhan oksigen miokard.

    Hal ini dapat terjadi pada arteri koroner yang mengalami stenosis ataupun

    normal. Proses spasme biasanya bersifat lokal hanya melibatkan satu arteri

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    15/35

     

    12

    koroner dan sering terjadi pada daerah arteri koroner yang mengalami

    stenosis(Jonto,2001)[8]

    .

    Manifestasi klinis

    Penderita dengan Prinzmetal’s angina biasanya terjadi pada penderita

    lebih muda dibandingkan dengan angina stabil ataupun angina tdiak stabil.

    Seringkali juga tidak didapatkan adanya faktor risiko yang klasik kecuali

     perokok berat. Serangan nyeri biasanya terjadi antara tengah malam sampai

     jam 8 pagi dan rasa nyeri sangat hebat. Pmeriksaan fisik jantung biasanya

    tidak menunjukkan kelainan. Pemeriksaan elektrokardiografi menunjukkan

    adanya elevasi segmen ST (kunci diagnosis). Pada beberapa penderita bisa

    didahului depresi segmen ST sebelum akhirnya terjadi elevasi. Kadang juga

    didapatkan perubahan gelombang T yaitu gelombang T alternan, dan tidak

     jarang disertai dengan aritmia jantung(Kusuma,2003)[12]

    .

    2.4  Diagnosa terhadap penyakit jantung coroner

    Langkah pertama dalam pengelolaan PJK ialah penetapan diagnosis

     pasti. Diagnosis yang tepat amat penting, jika diagnosis PJK telah dibuat

    terkandung pengertian bahwa penderitanya mempunyai kemungkinan akan

    dapat mengalami infark jantung atau kematian mendadak. Dokter harus

    memilih pemeriksaan yang perlu dilakukan terhadap penderita untuk

    mencapai ketepatan diagnostik yang maksimal dengan resiko dan biaya yang

    seminimal mungkin. Berikut ini cara-cara diagnostik:

    2.4.1 Anamnesis

    Anamnesis berguna mengetahui riwayat masa lampau seperti riwayat

    merokok, usia, infark miokard sebelumnya dan beratnya angina untuk

    kepentingan diagnosis pengobatan(Gray,2003)[5]

    .

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    16/35

     

    13

    2.4.2 Pemeriksaan fisik

    Pemeriksaan fisik yang dapat digunakan sebagai acuan pada PJK

    adalah denyut jantung, tekanan darah, suhu tubuh dan kecepatan

    respirasi(Gray,2003)[5]

    .

    2.4.3 Laboratorium

    Pada pasien angina stabil sebaiknya dilakukan pemeriksaan profil lipid

    seperti LDL, HDL, kolesterol total, dan trigliserida untuk menentukan factor

    resiko dan perencanaan terapi. Selain pemeriksaan diatas dilakukan pula

    memeriksaan darah lengkap dan serum kreatinin. Pengukuran penanda enzim

     jantung seperti troponin sebaiknya dilakukan bila evaluasi mengarah pada

    sindrom koroner akut(Gray,2003)[5]

    .

    2.4.4 Foto sinar X dada

    X-ray dada sebaiknya diperiksa pada pasien dengan dugaan gagal

     jantung, penyakit katup jantung atau gangguan paru. Adanya kardiomegali,

    dan kongesti paru dapat digunakan prognosis(Gray,2003)[5]

    .

    2.4.5 Pemeriksaan jantung non-invasif

    a. EKG merupakan pemeriksaan awal yang penting untuk mendiagnosis PJK.

     b. Teknik non-invasi penentuan klasifikasi koroner dan teknik imaging

    (computed tomografi (CT) dan magnetic resonance arteriography. Sinar

    elektron CT telah tervalidasi sebagai alat yang mampu mendeteksi kadar

    kalsium coroner(Gray,2003)[5]

    .

    2.4.6 Pemeriksaan invasif menentukan anatomi koroner

    a. Arteriografi koroner adalah Pemeriksaan invasif dilakukan bila tes non

    invasive tidak jelas atau tidak dapat dilakukan. Namun arteriografi koroner

    tetap menjadi pemeriksaan fundamental pada pasien angina stabil.

    Arteriografi coroner memberikkan gambaran anatomis yang dapat dipercaya

    untuk identifikasi ada tidaknya stenosis koroner, penentuan terapi dan

     prognosis(Gray,2003)[5]

    .

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    17/35

     

    14

    2.5  Hasil terapi yang diinginkan terhadap penyakit jantung koroner

    Kepada para penderita PJK maupun keluarga perlu diterangkan

    tentang perjalanan penyakit dan pilihan obat yang tersedia. Pasien perlu

    diyakinkan bahwa kebanyakan kasus PJK dapat mengalami perbaikan dengan

     pengobatan modifikasi gaya hidup sehingga kualitas hidup lebih baik.

    Kelainan penyerta seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, dll perlu ditangani

    secara baik. Cara pengobatan PJK yaitu pengobatan secara farmakologis dan

    revaskularisasi miokard. Namun tidak satupun cara diatas bersifat

    menyembuhkan. Dengan kata lain tetap diperlukan modifikasi gaya hidup dan

    mengatasi faktor penyebab agar progresi penyakit dapat dihambat (Daulat,

    2007)[3]

    .

    Setelah dilakukan terapi pada pasien PJK, hasil terapi yang diinginkan

    yaitu memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan

    kematian. Upaya yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi terjadinya

    trombotik akut dan disfungsi ventrikel kiri. Tujuan ini dapat dicapai dengan

    modifikasi gaya hidup ataupun intervensi farmakologik, dimana hal ini akan

    (i) mengurangi progresif plak, (ii) menstabilkan plak dengan mengurangi

    inflamasi dan memperbaiki fugsi endotel, dan akhirnya (iii) mencegah

    trombosit bila terjadi disfungsi endotel atau pecahnya plak. Selain itu, hasil

    lain dari terapi pada pasien PJK yang diinginkan adalah memperbaiki

    simptom dan iskemi (Braunwald, 2002)[1]

    .

    2.6  Penanganan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi terhadap

    penyakit jantung coroner

    2.6.2 

    Golongan Nitrat

    Mekanisme kerja golongan nitrat vasodilatasi, menurunkan pengisian

    diastolik, menurunkan tekanan intrakardiak dan meningkatkan perfusi

    subendokardium. Nitrat kerja pendek penggunaan sublingual untuk

     profilaksis,nitrat kerja panjang penggunaan oral atau transdermal untuk

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    18/35

     

    15

    menjaga periode bebas nitrat. Nitrat kerja jangka pendek diberikan pada setiap

     pasien untuk digunakan bila terdapat nyeri dada. Dosis nitrat diberikan 5 mg

    sublingual dapat diulang tiga kali sehari(Wells,2009)[19]

    .

    2.6.3  Golongan Penyekat β (beta bloker) 

    Terdapat bukti-bukti bahwa pemberian beta bloker pada pasien angina

    yang sebelumnya pernah mengalami infark miokard, atau gagal jantung

    memiliki keuntungan dalam prognosis. Berdasarkan data tersebut beta bloker

    merupakan obat lini pertama terapi angina pada pasien tanpa kontraindikasi.

    Beta bloker dapat menimbulkan efek samping berupa gangguan pencernaan,

    mimpi buruk, rasa capek, depresi, reaksi alergi blok AV, dan bronkospasme.

    Beta bloker dapat memperburuk toleransi glukosa pada pasien diabetes juga

    mengganggu respon metabolik dan autonomik terhadap hipoglikemik. Dosis

     beta bloker sangat bervariasi untuk propanolol 120-480/hari atau 3x sehari 10-

    40mg dan untuk bisoprolol 1x sehari 10-40mg(Katzung,2002)[9]

    .

    2.6.4  Golongan antagonis kalsium

    Mekanisme kerja antagonis kalsium sebagai vasodilatasi koroner dan

    sistemik dengan inhibisi masuknya kalsium melalui kanal tipe-L. Verapamil

    dan diltiazem juga menurunkan kontraktilitas miokardium, frekuensi jantung

    dan konduksi nodus AV. Antagonis kalsium dyhidropyridin (missal:

    nifedippin, amlodipin, dan felodipin) lebih selektif pada pembuluh darah

    (Anonim, 2009). Pemberian nifedipin konvensional menaikkan risiko infark

     jantung atau angina berulang 16%, Penjelasan mengapa penggunaan

    monoterapi nifedipin dapat menaikkan mortalitas karena obat ini

    menyebabkan takikardi refleks dan menaikkan kebutuhan oksigen miokard

    (Anonimª, 2006). Dosis untuk antagonis kalsium adalah nifedipin dosis 3x5-

    10mg, diltiazem dosis 3x30-60mg dan verapamil dosis 3x 40-

    80mg(Nadesul,2009)[14]

    .

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    19/35

     

    16

    2.6.5  Obat antiplatelet

    Terapi antiplatelet diberikan untuk mencegah trombosis koroner oleh

    karena keuntungannya lebih besar dibanding resikonya. Aspirin dosis rendah

    (75- 150mg) merupakan obat pilihan kebanyakan kasus. Clopidogrel mungkin

    dapat dipertimbangkan sebagai alternative pada pasien yang alergi aspirin,

    atau sebagai tambambahan pasca pemasangan sent, atau setelah sindrom

    koroner akut. Pada pasien riwayat perdarahan gastrointestinal aspirin

    dikombinasi dengan inhibisi pompa proton lebih baik dibanding dengan

    clopidogrel. Untuk Clopidogrel dengan dosis 75 mg satu kali sehari. Aspirin

     bekerja dengan cara menekan pembentukan tromboksan A2 dengan cara

    menghambat siklooksigenase dalam platelet (trombosit) melalui 17 asetilasi

    yang ireversibel. Kejadian ini menghambat agregasi trombosit melalui jalur

    tersebut. Sebagian dari keuntungan dapat terjadi karena kemampuan anti

    inflamasinya dapat mengurangi ruptur plak(Mycek,2002)[13]

    .

    2.6.6  Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE-I)

    ACE-I merupakan obat yang telah dikenal luas sebagai obat

    antihipertensi, gagal jantung, dan disfungsi ventrikel kiri. Sebagai tambahan,

     pada dua penelitian besar randomized controlled ramipril dan perindopril

     penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada pasien penyakit

     jantung koroner stabil tanpa disertai gagal jantung. ACE-I merupakan indikasi

     pada pasien angina pectoris stabil disertai penyakit penyerta seperti hipertensi,

    DM, gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri asimtomatik, dan pasca infark

    miokard. Pada pasien angina tanpa disertai penyakit penyerta pemberian

    ACE-I perlu diperhitungkan keuntungan dan resikonya . Dosis untuk

     penggunaan obat golongan ACE-I untuk captopril 6,25-12,5 mg tigakali

    sehari. Untuk ramipril dosis awal 2,5 mg dua kali sehari dosis lanjutan 5 mg

    dua kali sehari, lisinopril dosis 2,5-10 mg satu kali sehari(Katzung,2002)[11]

    .

    2.6.7  Antagonis Reseptor Bloker

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    20/35

     

    17

    Mekanisme dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa-senyawa

    ini merelaksasikan otot polos sehingga mendorong vasodilatasi, meningkatkan

    eksresi garam dan air di ginjal, menurunkan volume plasma, dan mengurangi

    hipertrofi sel. Antagonis reseptor angiotensin II secara teoritis juga mengatasi

     beberapa kelemahan ACEI. Antagonis reseptor bloker diberikan bila pasien

    intoleran dengan ACE-I. Dosis untuk 18 valsartan 40 mg dua kali sehari dosis

    lanjutan 80-160mg, maximum dosis 320 mg(Nadesul,2009)[14]

    2.6.8  Anti kolesterol

    Statin menurunkan resiko komplikasi atherosklerosis sebesar 30%

     pada pasien angina stabil. Beberapa penelitian juga menunjukkan manfaat

    statin pada berbagai kadar kolesterol sebelum terapi, bahkan pada pasien

    dengan kadar kolesterol normal. Terapi statin harus slalu dipertimbangkan

     pada pasien jantung koroner stabil dan angina stabil. Target dosis terapi statin

    untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler sebaiknya

     berdasarkan penelitian klinis yang telah dilakukan dosis statin yang

    direkomendasi adalah simvastatin 40 mg/hr, pravastatin 40 mg/hr, dan

    atorvastin 10 mg/hr. Bila dengan dosis diatas kadar kolesterol total dan LDL

    tidak mencapai target, maka dosis dapat ditingkatkan sesuai toleransi pasien

    sampai mencapai target. Statin juga dapat memperbaiki fungsi endotel,

    menstabilkan plak, mengurangi pembentukan trombus, bersifat anti inflamasi,

    dan mengurangi oksidasi lipid. Statin sebaiknya diteruskan untuk

    mendapatkan keuntungan terhadap kelangsungan hidup jangka panjang

    .Kontraindikasi pasien dengan penyakit hati yang aktif, pada kehamilan dan

    menyusui. Efek samping miosis yang reversibel merupakan efek samping

    yang jarang tapi bermakana. Statin juga menyebabkan sakit kepala, perubahan

    nilai fungsi ginjal dan efek saluran cerna(Katzung,2002)[11]

    .

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    21/35

     

    18

    2.7  Contoh kasus terhadap obesitas dan hiperlipidemia dan solusinya

    Kasus: 

    Seorang laki-laki, Tn. Fa, usia 46 tahun datang ke poliklinik Pusat Jantung

     Nasional Harapan Kita (PJNHK) karena keluhan nyeri dada saat beraktivitas.

    Keluhan dirasakan sejak dua bulan yang lalu. Faktor risiko penyakit jantung koroner

    (PJK) yang dimiliki adalah hipertensi, merokok, dan riwayat keluarga (ayah & kakek

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    22/35

     

    19

    terkena serangan jantung pada usia < 50 tahun). Hasil koronarografi menunjukkan

    adanya stenosis di ketiga pembuluh darah koroner: stenosis 80% di LAD sesudah D1,

    stenosis 95% dan 90% di pangkal dan mid D1 (Gambar 1A), oklusi subtotal di

     proksimal LCX, dan oklusi subtotal di RCA sebelum bifurcatio. Pasien kemudian

    dilakukan operasi pintas koroner dari LIMA ke LAD, dan tiga graft vena saphena ke

    PDA, OM1 dan D1. Pasien kemudian pulang dengan kontrol rutin ke poliklinik.

    Laki-laki kedua, Tn. Fi, usia 46 tahun, adalah saudara kembar identik Tn. Fa. Pasien

    datang ke unit gawat darurat PJNHK karena keluhan angina tipikal 3 jam sebelum

    masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan enzim (CKMB dan Trop T) negatif, sehingga

     pasien didiagnosis sebagai angina tidak stabil. Faktor risiko PJK yang ditemukan

    hipertensi, merokok dan riwayat keluarga. Hasil koronarografi juga menunjukkan

    adanya stenosis di ketiga pembuluh darah koroner: stenosis 95% di LAD sesudah D1,

    stenosis 80-90% di pangkal D1 (Gambar 1B), subtotal oklusi di proksimal LCX dan

    subtotal oklusi di mid RCA, serta stenosis 60- 70% di bifurcatio. Karena alasan

    ekonomi, pasien baru menjalani operasi pintas koroner setahun kemudian dengan

    graft dari LIMA ke LAD, serta tiga graft vena ke RCA, OM1 dan D1-D2 dengan

    hasil baik.

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    23/35

     

    20

    Tujuan penataksanaan terapi:

      Farmakogenomik warfarin

    -  Enzim CYP2C9 di hepar diperlukan untuk metabolisme obat ini. Saat ini

    telah diketahui ada 3 varian gen yang mengkode enzim ini.

    -  Variasi genetik ini menyebabkan gangguan dalam metabolisme warfarin

    sehingga diperlukan dosis yang lebih kecil untuk mencapai target INR,

    dengan risiko perdarahan yang meningkat lebih dari 2x lipat, dan

    diperlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai dosis yang stabil.

     

    Farmakogenomik clopidogrel

    -  membawa variasi genetik loss-of-function pada gen CYP2C19 memiliki

    respons farmakokinetik dan farmakodinamik yang lebih rendah terhadap

    clopidogrel

    -  efek beta blocker menurunkan mortalitas karena kardiovaskular, jumlah

     perawatan RS maupun transplantasi jantung.

    -  variasi genetik berupa perubahan asam amino Gly389 menjadi Arg389.

    Variasi genetik ini ternyata berhubungan dengan peningkatan responsterhadap beta blocker bucindolol.

    -  Individu dengan varian genotipe Arg389 memiliki aktivitas reseptor 3-4x

    lipat dibanding varian Gly389.

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    24/35

     

    21

    Diskripsi kasus dan analisis kasus:

      Penyakit kardiovaskular (PKV): interaksi faktor lingkungan dan genetik

    Manifestasi klinis PJK merupakan pertalian antara berbagai faktor lingkungan

    dan faktor genetik.

      Faktor risiko penyakit jantung coroner(PJK)

    Hipertensi

    -  merokok

    -  diabetes

    -  dislipidemia

    -  hipertrofi ventrikel kiri

      Variasi genetik pada penyakit kardiovaskular

    - dua metode yang digunakan untuk menggali peran genetik dalam patogenesisPKV yaitu:

    o  genome-wide linkage studies - dilakukan tanpa perlu mengetahui

    terlebih dahulu dasar genetik suatu penyakit, sehingga merupakan

    metode yang paling sering digunakan untuk menemukan gen-gen baru.

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    25/35

     

    22

    o  gene association studies - didasarkan pada polimorfisme tunggal atau

    haplotipe.

    -  Studi menunjukkan keberhasilan metode ini dalam mengidentifikasi gen-gen

    kandidat untuk terjadinya PJK maupun infark miokard.

    -  Di bawah ini akan digambarkan beberapa hasil studi genetik/genomik yang

    dinilai berperan dalam patogenesis PKV.

    -  Hasil revolusi genomik yang diyakini akan memberikan aplikasi klinis paling

    cepat adalah farmakogenomik.

    Diskusi profil:

      Lesi koroner pada kedua pasien kembar identik ini sangat mirip, Setelah

    dianalisis dengan faktor-faktor lain, hasilnya menunjukkan bahwa beberapa

    lesi koroner memiliki faktor herediter yang signifikan. Mereka mengambil

    kesimpulan bahwa lokasi lesi koroner, terutama lesi di daerah ostial dan

     proksimal, sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan/genetic. Fakta ini

    memiliki implikasi klinis yang penting, yaitu:

    (1) apabila seorang pasien memiliki lesi koroner di daerah ostial atau di left

    main, maka (walaupun asimtomatik) skrining bagi keluarganya harus lebih

    agresif dibanding pasien dengan lesi stenosis di tempat lain;

    (2) perlu dilakukan skrining yang lebih menyeluruh pada pasien kembar

    identik jika diketahui bahwa saudara kembarnya menderita PJK. Sebuah bukti

    epidemiologis menunjukkan bahwa pada laki-laki usia 55 tahun, bilamana

    saudara kembarnya diketahui menderita infark miokard yang fatal, maka

    risiko kematian karena PJK pada individu tersebut sebesar 50% dalam waktu

    10 tahun ke depan.

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    26/35

     

    23

    BAB III

    PENUTUP

    Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yng menyerang organ

     jantung. Gejala dan keluhan dari PJK hampir sama dengan gejala yang dimiliki oleh

     penyakit jantung secara umum. Penyakit jantung koroner juga salah satu penyakit

    yang tidak menular. Kejadian PJK terjadi karena adanya faktor resiko yang antara

    lain adalah gaya hidup yang kurang aktivitas fisik (olahraga), riwayat PJK pada

    keluarga, merokok, konsumsi alkohol dan faktor sosial ekonomi lainnya. Penyakit

     jantung koroner ini dapat dicegah dengan melakukan pola hidup sehat dan

    menghindari fakto-faktor resiko.seperti pola makan yang sehat, menurunkan

    kolesterol, melakukan aktivitas fisik dan olehraga secara teratur, menghindari stress

    kerja.

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    27/35

     

    24

    DAFTAR PUSAKA

    [1]Braunwald, E., Antmann, E. M., Baeslay., John, W., Califf, R.M., et al. 2002.

    ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With Unstable

    Angina and Non-ST Segment Elevation Myocardial Infarction : Executive

    Summary and Recommendations. AAC/AHA Practice Guidelines.

    Circulation. 102 : 1193-1209.

    [2]  Bruce Furie, Barbara Furie. Mechanisms of Thrombus Formation. In: The New

    England Journal of Medicine. Massachusetts: Nejm; 2008. P 938-49.

    [3]  Daulat, M. 2007. Prevensi Sekunder Pada Penderita Penyakit Jantung Koroner

    (PJK) dan Penyakit Pembuluh Darah Aterosklerotik Lainnya, dalam Upaya

    Memperbaiki Harapan Hidup, Mengurangi Serangan Ulang dan

    Meningkatkan Kualitas Hidup. Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia.

    Jakarta.

    [4]  Dipiro et al., editors.  Pharmacotherapy:A Pathophyisiologic Approach, USA:

    McGraw-Hill Companies; 2005.

    [5]  Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Sim pson IA. Penyakit Jantung Koroner.

    Lecture Notes Kardiologi. Edisi 4. Erlangga. 2003. 107-150.

    [6]  http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Cad/CAD_WhatIs.html  [Diakses

     pada 11 Maret 2016].

    [7]  Iwan N Boestan, Rurus Suryawan. Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Ilmu

    Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University Press;2003. p.121-134.

    [8] Jonto S. Diagnosis Penyakit Jantung. Jakarta : Penerbit Widya Medika; 2001.

    http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Cad/CAD_WhatIs.htmlhttp://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Cad/CAD_WhatIs.htmlhttp://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Cad/CAD_WhatIs.html

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    28/35

     

    25

    [9]  Katzung BG.  Farmakologi Dasar dan Klinik . Penerbit Salemba Medik. Jakarta;

    2002.

    [10] Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Salemba Medika;

    2001.

    [11] Katzung BG. Farmakologi: Dasar dan Klinik, Buku 2, Edisi 8,  Penerjemah:

    Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 

    Jakarta: Salemba Medika; 2002.p.421-433.

    [12] Kusmana, Hanafi. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Jakarta : Balai

    Penerbit FKUI; 2003.

    [13]  Mycek, Mary J, dkk.  Farmakologi Ulasan Bergambar . Jakarta: PT Widya

    Medika; 2002.

    [14] Nadesul H. Resep Mudah Tetap Sehat. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara;

    2009.

    [15] Rakhman O. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pada Penyakit Jantung. Jakarta :

    Balai Penerbit FKUI; 2005.

    [16]  Sunoto Pratanu. Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Kursus Elektrokardiografi.

    Surabaya: Karya Pembina Swajaya; 2000. P. 61-68.

    [17] Sukandar, Elin Yulinah dkk. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI. 2008.

    [18] Talbert, Robert L. Pharmacotherapy:A Pathophysiologic Approach, 6

    th ed, USA:

    Mcgraw-Hill, Medical Publishing Division; 2005.

    [19]  Wells B.  Pharmacotherapy handbook . New York: McGraw-Hill Medical Pub.

    Division; 2009.

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    29/35

     

    26

    LAMPIRAN 1: Foto/Gambar

    Gambar : Jantung coroner disebabkan oleh penyempitan dan penyumbatan

     pembuluh darah

    Gambar: Makanan untuk penyakit jantung koroner

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    30/35

     

    27

    Gambar : anatomi jantung normal

    Gambar: formasi plak pada pembuluh darah

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    31/35

     

    28

    Gambar : arteri noomal dan arteri yang menyebabkan aterosklerosis

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    32/35

     

    29

    LAMPIRAN 2: Buku, Jurnal dan artikal 

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    33/35

     

    30

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    34/35

     

    31

  • 8/18/2019 Group 5_Makalah Farmakoterapi PJK

    35/35