Post on 11-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak
tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya.
Dalam udara terdapat oksigen (O2) untuk bernafas, karbondioksida untuk proses
fotosintesis oleh khlorofil daun dan ozon (O3) untuk menahan sinar ultra violet.
Gas-gas lain yang terdapat dalam udara antara lain gas-gas mulia, nitrogen
oksida, methana, belerang dioksida, amonia, hidrokarbon dan gas rumah kaca yang
sekarang ini menjadi perhatian besar dunia. Apabila susunan udara mengalami
perubahan dari susunan keadaan normal dan kemudian mengganggu kehidupan
manusia, hewan dan binatang serta tumbuhan, maka berarti udara telah tercemar.
Pembangunan yang berkembang pesat dewasa ini , khususnya dalam industri dan
teknologi, serta meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan
bakar fosil (minyak) menyebabkan udara yang kita hirup di sekitar kita menjadi
tercemar oleh gas-gas buangan hasil pembakaran. Secara umum penyebab pencemar
udara ada dua macam, yaitu:
a. Karena faktor internal (secara alamiah) seperti: debu yang beterbangan
akibat tiupan angin, abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung
berikut gas-gas vulkanik dan proses pembusukan sampah organik dan lain-
lain.
b. Karena faktor eksternal (karena ulah manusia) seperti: hasil pembakaran
bahan bakar fosil, debu/serbuk dari kagiatan industri dan pemakaian zat-
zat kimia yang disemprotkan ke udara.
Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari
satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang masuk
terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya. Kecepatan
penyebaran ini sudah barang tentu akan tergantung pada keadaan geografi dan
meteorologi setempat.
1
Udara yang benar-benar bersih sesuai harapan kesehatan kita terutama di kota-
kota besar yang banyak industrinya dan padat lalu lintasnya sangat jauh dari harapan
dan tidak akan pernah udara di kota menjadi bersih sebelum konversi bahan bakar
fosil menjadi bahan bakar ramah lingkungan . Udara di kota sudah tercemar sehingga
dapat merusak lingkungan terutama kesehatan manusia yang akibatnya daya dukung
lingkungan juga berkurang sehingga kualitas hidup manusia semakin berkurang, yang
diperparah dengan seiring meningkatnya pencemaran tanah dan air di sekitar kita.
Dampak yang ditimbulkan pencemaran udara ternyata sangat merugikan
manusia sebagai makhluk omnivora yang sangat tergantung pada jalur makanan tetapi
berada pula dalam daur pencemaran tersebut. Berbagai jenis penyakit yang dapat
ditimbulkan pada manusia dari pencemar udara di atas seperti; infeksi saluran
pernafasan atas, paru-paru jadi rusak, hipertensi, jantung, kanker dan lain sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan beberapa
rumusan masalah yang terkait dengan toksisitas gas tersebut, diantaranya :
1. Bagaimana pengaruh toksisitas dari karbon monoksida (CO) beserta
penanganannya ?
2. Bagaimana pengaruh toksisitas dari hydrogen sulfide beserta penanganannya ?
3. Bagaimana pengaruh toksisitas dari sianida beserta penanganannya ?
1.3 Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah
untuk mendeskripsikan mengenai :
1. Toksisitas dari karbon monoksida (CO) beserta penanganannya.
2. Toksisitas dari hydrogen sulfide beserta penanganannya.
3. Toksisitas dari sianida beserta penanganannya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Karbon Monoksida
2.1.1 Pengertian
Karbon monoksida ( CO ) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau
yang dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna dari material yang
berbahan dasar karbon seperti kayu, batu bara, bahan bakar minyak dan zat-zat
organik lainnya. Setiap korban kebakaran api harus dicurigai adanya intoksikasi gas
CO. Sekitar 50% kematian akibat luka bakar berhubungan dengan trauma inhalasi dan
hipoksia dini menjadi penyebab kematian lebih dari 50% kasus trauma inhalasi.
Intoksikasi gas CO merupakan akibat yang serius dari kasus inhalasi asap dan
diperkirakan lebih dari 80% penyebab kefatalan yang disebabkan oleh trauma
inhalasi.
Gas karbon monoksida (CO) yang masuk dalam sistem peredaran darah akan
menggantikan posisi oksigen dalam berikatan dengan hemoglobin (Hb) dalam darah.
Gas CO akhirnya mudah masuk ke dalam jantung, otak dan organ vital penunjang
kehidupan manusia lainnya. Gas ini sifatnya sangat beracun bagi tubuh manusia,
sehingga akibatnya bisa fatal. Ikatan CO dan Hb dalam darah akan membentuk
karboksi haemoglobin. Ini menyebabkan dua hal:
1. Oksigen akan kalah bersaing dengan karbon monoksida sehingga kadar
oksigen dalam darah manusia akan menurun drastis. Seperti yang kita tahu,
oksigen diperlukan dalam proses metabolisme tubuh sel, jaringan dan organ
dalam tubuh manusia. Dengan keberadaan CO di dalam darah, maka akan
menghambat metabolisme tubuh manusia.
2. Gas CO akan menghambat terjadinya proses respirasi atau oksidasi sitokrom.
Hal ini akan mengakibatkan pembentukan energi tidak maksimal. Karbon
monoksida akan berikatan langsung dengan sel otot jantung dan sel tulang.
Akibatnya terjadi keracunan CO pada sel tersebut dan merembet pada sistem
saraf manusia.
Karbon monoksida tidak mengiritasi tetapi sangat berbahaya (beracun) maka
gas CO dijuluki sebagai “silent killer” (pembunuh diam-diam). Keberadaan gas CO
3
akan sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia karena gas itu akan menggantikan
posisi oksigen yang berkaitan dengan haemoglobin dalam darah. Gas CO akan
mengalir ke dalam jantung, otak, serta organ vital.
Ikatan antara CO dan heamoglobin membentuk karboksihaemoglobin yang
jauh lebih kuat 200 kali dibandingkan dengan ikatan antara oksigen dan haemoglobin.
Akibatnya sangat fatal. Pertama, oksigen akan kalah bersaing dengan CO saat
berikatan dengan molekul haemoglobin. Ini berarti kadar oksigen dalam darah akan
berkurang. Padahal seperti diketahui oksigen sangat diperlukan oleh sel-sel dan
jaringan tubuh untuk melakukan fungsi metabolisme. Kedua, gas CO akan
menghambat komplek oksidasi sitokrom. Hal ini menyebabkan respirasi intraseluler
menjadi kurang efektif. Terakhir, CO dapat berikatan secara langsung dengan sel otot
jantung dan tulang. Efek paling serius adalah terjadi keracunan secara langsung
terhadap sel-sel tersebut, juga menyebabkan gangguan pada sistem saraf.
Bahaya utama terhadap kesehatan adalah mengakibatkan gangguan pada
darah, Batas pemaparan karbon monoksida yang diperbolehkan oleh OSHA
(Occupational Safety and (Health Administration) adalah 35 ppm untuk waktu 8
jam/hari kerja, sedangkan yang diperbolehkan oleh ACGIH TLV-TWV adalah 25
ppm untuk waktu 8 jam. Kadar yang dianggap langsung berbahaya terhadap
kehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm (0,15%). Paparan dari 1000 ppm (0,1%)
selama beberapa menit dapat menyebabkan 50 kejenuhan dari karboksi hemoglobin
dan dapat berakibat fatal.
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Gas CO adalah penyebab utama dari kematian akibat keracunan di Amerika
Serikat dan lebih dari separo penyebab keracunan fatal lainnya di seluruh dunia.
Terhitung sekitar 40.000 kunjungan pasien pertahun di unit gawat darurat di Amerika
Serikat yang berhubungan dengan kasus intoksikasi gas CO dengan angka kematian
sekitar 500-600 pertahun yang terjadi pada 1990an. Sekitar 25.000 kasus keracunan
gas CO pertahun dilaporkan terjadi di Inggris.
Dengan angka kematian sekitar 50 orang pertahun dan 200 orang menderita
cacat berat akibat keracunan gas CO. Di Singapura kasus intoksikasi gas CO
termasuk jarang. Di Rumah sakit Tan Tock Seng Singapura pernah dilaporkan 12
4
kasus intoksikasi gas CO dalam 4 tahun (1999-2003). Di Indonesia belum didapatkan
data berapa kasus keracunan gas CO yang terjadi pertahun yang dilaporkan.
2.1.3 PATHOFISIOLOGI
Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi, yaitu
kerusakan jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia.
Hipoksia jaringan terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme. Proses
pembakaran menyerap banyak oksigen, dimana di dalam ruangan sempit seseorang
akan menghirup udara dengan konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 10-13%.
Penurunan fraksi oksigen yang diinspirasi (FIO2) akan menyebabkan hipoksia.
Keracunan karbonmonoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas transportasi
oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di tingkat seluler.
Karbonmonoksida mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh, organ yang
paling terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti
otak dan jantung. Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia ensefalopati yang
terjadi akibat dari keracunan CO adalah karena injuri reperfusi dimana peroksidasi
lipid dan pembentukan radikal bebas yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas.
Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh
gangguan transportasi oksigen. CO mengikat hemoglobin secara reversible, yang
menyebabkan anemia relatif karena CO mengikat hemoglobn 230-270 kali lebih kuat
daripada oksigen. Kadar HbCO 16% sudah dapat menimbulkan gejala klinis. CO
yang terikat hemoglobin menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan menurun.
CO mengikat myoglobin jantung lebih kuat daripada mengikat hemoglobin
yang menyebabkan depresi miokard dan hipotensi yang menyebabkan hipoksia
jaringan. Keadaan klinis sering tidak sesuai dengan kadar HbCO yang menyebabkan
kegagalan respirasi di tingkat seluler.
CO mengikat cytochromes c dan P450 yang mempunyai daya ikat lebih lemah
dari oksigen yang diduga menyebabkan defisit neuropsikiatris. Beberapa penelitian
mengindikasikan bila CO dapat menyebabkan peroksidasi lipid otak dan perubahan
inflamasi di otak yang dimediasi oleh lekosit. Proses tersebut dapat dihambat dengan
terapi hiperbarik oksigen. Pada intoksikasi berat, pasien menunjukkan gangguan
sistem saraf pusat termasuk demyelisasi substansia alba. Hal ini menyebabkan edema
dan dan nekrosis fokal.
5
Penelitian terakhir menunjukkan adanya pelepasan radikal bebas nitric oxide
dari platelet dan lapisan endothelium vaskuler pada keadaan keracunan CO pada
konsentrasi 100 ppm yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri.
CO dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh dari CO pada temperatur ruangan
adalah 3 - 4 jam. Seratus persen oksigen dapat menurunkan waktu paruh menjadi 30 –
90 menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan 2,5 atm dengan oksigen
100% dapat menurunkan waktu paruh samapai 15-23 menit.
2.1.4 GEJALA
Gejala-gejala klinis dari saturasi darah oleh karbon monoksida dapat dilihat
pada table dibawah ini
Konsetrasi CO dalam darah Gejala-gejala
Kurang dari 20% Tidak ada gejala
20 % Nafas menjadi sesak
30% Sakit kepala, lesu, mual, nadi dan
pernafasan sedikit meningkat
30% – 40% Sakit kepala berat, kebingungan, hilang
daya ingat, lemah, hilang daya koordinasi
gerakan
40 %- 50% Kebingungan makin meningkat, setengah
sadar
60 % - 70% Tidak sadar, kehilangan daya mengontrol
faeces dan urin
70 % - 89% Koma, nadi menjadi tidak teratur, kematian
karena kegagalan pernafasan
2.1.5 PENANGGULANGAN
A. Perawatan Sebelum Tiba di Rumah Sakit
Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan terapi oksigen
dengan masker nonrebreathing adalah hal yang penting. Intubasi diperlukan pada
pasien dengan penurunan kesadaran dan untuk proteksi jalan nafas. Kecurigaan
terhadap peningkatan kadar HbCO diperlukan pada semua pasien korban kebakaran
dan inhalasi asa. Pemeriksaan dini darah dapat memberikan korelasi yang lebih akurat
antara kadar HbCO dan status klinis pasien.
6
Walaupun begitu jangan tunda pemberian oksigen untuk melakukan
pemeriksaan pemeriksaan tersebut. Jika mungkin perkirakan berapa lama pasien
mengalami paparan gas CO. Keracunan CO tidak hanya menjadi penyebab tersering
kematian pasien sebelum sampai di rumah sakit, tetapi juga menjadi penyebab utama
dari kecacatan.
B. Perawatan di unit gawat darurat
Pemberian oksigen 100 % dilanjutkan sampai pasien tidak menunjukkan
gejala dan tanda keracunan dan kadar HbCO turun dibawah 10%. Pada pasien yang
mengalami gangguan jantung dan paru sebaiknya kadar HbCO dibawah 2%. Lamanya
durasi pemberian oksigen berdasarkan waktu-paruh HbCO dengan pemberian oksigen
100% yaitu 30 - 90 menit. Pertimbangkan untuk segera merujuk pasien ke unit terapi
oksigen hiperbarik, jika kadar HbCO diatas 40 % atau adanya gangguan
kardiovaskuler dan neurologis. Apabila pasien tidak membaik dalam waktu 4 jam
setelah pemberian oksigen dengan tekanan normobarik, sebaiknya dikirim ke unit
hiperbarik.
Edema serebri memerlukan monitoring tekanan intra cranial dan tekanan
darah yang ketat. Elevasi kepala, pemberian manitol dan pemberian hiperventilasi
sampai kadar PCO2 mencapai 28 - 30 mmHg dapat dilakukan bila tidak tersedia alat
dan tenaga untuk memonitor TIK. Pada umumnya asidosis akan membaik dengan
pemberian terapi oksigen.
C. Terapi oksigen hiperbarik.
Terapi oksigen hiperbarik (HBO) masih menjadi kontroversi dalam
penatalaksanaan keracunan gas CO. Meningkatnya eliminasi HbCO jelas terjadi, pada
beberapa penelitian terbukti dapat mengurangi dan menunda defek neurologis, edema
serebri, perubahan patologis sistem saraf pusat.
Secara teori HBO bermanfaat untuk terapi keracunan CO karena oksigen
bertekanan tinggi dapat mengurangi dengan cepat kadar HbCO dalam darah,
meningkatkan transportasi oksigen intraseluler, mengurangi aktifitas-daya adhesi
neutrofil dan dapat mengurangi peroksidase lipid.
Saat ini, indikasi absolut terapi oksigen hiperbarik untuk kasus keracunan gas
CO masih dalam kontroversi. Alasan utama memakai terapi HBO adalah untuk
mencegah defisit neurologis yang tertunda. Suatu penelitian yang dilakukan
perkumpulan HBO di Amerika menunjukkan kriteria untuk HBO adalah pasien koma,
riwayat kehilangan kesadaran , gambaran iskemia pada EKG, defisit neurologis fokal,
7
test neuropsikiatri yang abnormal, kadar HbCO diatas 40%, kehamilan dengan kadar
HbCO >25%, dan gejala yang menetap setelah pemberian oksigen normobarik.
2.2 HIDROGEN SULFIDA (H2S)
2.2.1 Pengertian
Hidrogen sulfida adalah gas yang berbau telur busuk. Sekalipun gas ini
bersifat iritan bagi paru-paru, tetapi ia digolongkan ke dalam asphyxiant karena efek
utamanya adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian disebabkan oleh
terhentinya pernafasan. Hidrogen sulfida juga bersifat korosif terhadap metal, dan
menghitamkan berbagai material. Karena H2S lebih berat dari udara, maka H2S
sering terkumpul di udara pada lapisan bagian bawah dan sering didapat di sumur-
sumur terbuka, saluran air buangan dan biasanya ditemukan bersama-sama
gasberacun lainnya seperti metana, dan karbondioksida.
Gas ini merupakan gas tidak berwarna, beracun, sangat mudah terbakar,
karakteristik bau telur busuk (sudah tercium pada konsentrasi 0,5 ppb) dengan berat
molekul 34,1 dan titik didih : - 77 º F pada tekanan 760 mmHg, rapat gas : 1,2 serta
sedikit larut dalam air. Bilaterbakar menghasilkan gas SO2.
2.2.2 Sumber-Sumber Paparan Hidrogen Sulfida
Hidrogen sulfida adalah gas yang tersebar di lingkungan sepert di air sumur,
saluran air buangan dan udara sekitar pabrik kertas, industritekstil gudang pupuk serta
tempat pembusukan sampah organik. Tubuh manusia juga memproduksi H2S di
dalam mulut dan usus, tetapi dalam konsentrasi sangat kecil.
1. Air
Hidrogen sulfida lebih berat dari pada udara, maka H2S sering terkumpul di
udara pada lapisan bawah dan sering terdapat pada air permukaan dan dapat sedikit
larut dalam air. Tetapi H2S dapat menguap dari air permukaan kembali ke udara
sehingga konsentrasi hidrogen sulfida kecil.
2. Udara
Pada umumnya manusia dapat mengenali bau H2S ini dengan konsentrasi
0,0005 ppm sampai dengan 0,3 ppm. Bila konsentrasi tinggi menyebabkan seseorang
kehilangan kemampuan penciuman. Hidrogen sulfida dilepaskan dari sumbernya
terutama sebagai gas dan menyebar di udara pada lapisan bawah, dekat dengan
manusia. Gas ini dapat bertahan di udara rata-rata 18 jam – 3 hari. Selama waktu itu
hidrogen sulfida dapat berubah menjadi sulfur dioksida (SO2).
8
Jumlah konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara (ambien ) di Amerika Serikat
berkisar antara 0,11 – 0,33 ppb. Sedangkan pada daerah yang belum berkembang
dilaporkan 0,02 – 0,07 ppb. Bencana di Pozta Rica pada tahun 1950 disebabkan
kesalahan penanganan gas di dalam industri kilang minyak di Mexico dekat Gulf of
Mexico. Kebocoran H2S yang berlangsung 20-25 menit memungkinkan gas tersebut
masuk ke udara bebas dan ke daerah pemukiman (udara tak bebas). Penyakit timbul
10 – 20 menit sejak mulai kebocoran.Dari 320 orang yang terserang, 22 orang
meninggal.
3. Makanan
Paparan H2S melalui makanan relatif kecil. Jadi masuknya gas H2S ke dalam
tubuh diabaikan.
2.2.3 Toksikokinetik
Pada saat gas ini akan masuk ke dalam tubuh manusia, maka zat tersebut akan
mengalami absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.
Absorbsi
Hidrogen sulfida lebih banyak dan lebih cepat diabsorbsi melalui inhalasi dari
pada paparan lewat oral. Hidrogen sulfida yang terserap melalui kulit sangat kecil.
Absorbsi dari paparan inhalasi terutama akibat ukuran partikel hidrogen sulfida yang
kecil dapat mencapai saluran nafas bawah di mana hidrogen sulfida dapat diabsorbsi.
Partilkel dengan ukuran kecil akan mengalami penetrasi pada sacus alveolaris yang
sebagian dari partikel akan mengalami pembersihan oleh macrrophage dan sebagian
lainnya akan diabsorbsi dalam darah. Zona alveolar merupakan bagian dalam paru
dengan permukaan seluas 50 sampai 100 m². Gas pada alveoli hampir selalu menyatu
dengan aliran darah yang tergantung pada kelarutan gas tersebut. Saluran pencernaan
makanan merupakan jalur sangat minimum dari absorbsi paparan H2S, karena
kelarutannya dalam air kecil dan mudah menguap serta tidak ada laporan dari
ilmuwan bahwa orang-orang yang keracunan H2S mengalami diare.
Jalur paparan hidrogen sulfida melalui kulit relatif kurang baik / impermeable
dan sebagai pelindung yang baik untuk mempertahankan fungsi kulit manusia dari
pengaruh lingkungan. Kulit tidak dapat melakukan pertukaran zat dengan darah.
Perpindahan bahan dari luar lapisan yang terserap ke dalam sistem vaskuler sangat
lambat. Hal tersebut karena luas pori hanya sekitar > 100 µm. Jika penyerapan secara
perlahan maka kulit berperan penting dalam efek lolos pertama (first pass effect).
Distribusi
9
Kadar hidrogen sulfida yang terkandung dalam darah tergantung pada cairan
plasma, cairan interstitial dan cairan intracelular. Setelah memasuki darah akan
didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh (sistemik). Laju distribusi akan menuju ke
setiap organ di dalam tubuh. Mudah tidaknya zat ini melewati dinding kapiler dan
membran sel dari suatu jaringan sangat ditentukan oleh aliran darah ke organ tersebut.
Metabolisme
Hidrogen sulfida menghambat enzim cytochrome oxidasesebagai penghasil
oksigen sel. Metabolisme anaerobik menyebabkan akumulasi asam laktat yang
mendorong ke arah ketidakseimbangan asam-basa.Sistem jaringan saraf berhubungan
dengan jantung terutama sekali peka kepada gangguan metabolisme oksidasi.
Ekskresi
Ginjal merupakan organ yang efisien dalam mengeliminasi hidrogen sulfida
dari tubuh. Pada kondisi suhu badan dapat juga diekskresi melalui paru-paru.
2.2.4 Mekanisme Kerja Hidrogen Sulfida
Hal ini disebabkan hidrogen sulfida menghambat enzim cytochrome oxidase
sebagai penghasil oksigen sel. Metabolisme anaerobik menyebabkan akumulasi asam
laktat yang mendorong ke arah ketidak seimbangan asam-basa. Sistem jaringan saraf
berhubungan dengan jantung terutama sekali peka kepada gangguan metabolisme
oksidasi, sehingga terjadi kematian dan terhentinya pernafasan.
2.2.5 Efek Hidrogen Sulfida terhadap Kesehatan
a. Efek akut
Laporan dari studi yang banyak dan konsisten dengan observasi dari bau yang
dideteksi dan menunjukkan gejala pusing dari H2S yang dihasilkan dari geyser. Gas
H2S dengan konsentrasi 500 ppm, dapat menimbulkan kematian, edema pulmonary,
dan asphyxiant
b. Efek kronis
Sebuah studi pabrik kertas di Finlandia, diperoleh dampak kronis karena
polutan H2S pada konsentrasi rendah. Nilai rata-rata konsentrasi H2S di Varkaus,
Finlandia dilaporkan 1,4 – 2,2 ppb (2-3 µg/m³) , 17,3 ppb (24 µg/m³) dan 109,4 ppb
(152 µg/m³) maksimum selama 24 jam. Dilaporkan di Varkaus kejadian batuk, infeksi
pada saluran pernafasan dan sakit kepala lebih tinggi dibandingkan dengan daerah
tetangganya.
1. Konsentrasi rendah
10
Bisa mengiritasi mata, hidung, tenggorokan dan sistem pernapasan (seperti
mata perih dan terbakar, batuk, dan sesak napas). Orang penderita asma bisa menjadi
tambah berat penyakitnya. Efek ini bisa tidak secara langsung dan baru terasa
beberapa jam atau hari kemudian.
Pemaparan berulang ataupun jangka panjang dapat menimbulkan gejala : mata
merah, sakit kepala, fatigue, mudah marah, susah tidur, gangguan pencernaan, dan
penurunan berat badan.
2. Konsentrasi Sedang
Bisa menyebabkan iritasi mata dan pernapasan yang berat( batuk, susah
bernapas, penumpukkan cairan di paru), sakit kepala, pusing, mual, muntah, mudah
marah.
3. Konsentrasi Tinggi
Paparan dengan konsentrasi tinggi akan menyebabkan syok, kejang, tidak bisa
bernapas, tidak sadar, koma, dan akhirnya kematian. Efek lethal tersebut bisa dalam
beberapa hirupan ataupun hanya dalam 1 hirupan.
2.2.6 PENANGGULANGAN
A. Tindakan penanggulangan :
1. Pindahkan penderita dari ruangan yang terkontaminasi.
2. Jika pernapasamn terpengaruh, berikan pernapasan buatan dengan oksigen.
3. Pemberian obat simultan dapat menyebabkan aritmia ventrikuler.
B. Tindakan umum :
1. Atasi adema yang terjadi.
2. Penderita istirahat di tempat tidur selama 3-4 hari. Jika terjasi kegelisahan
kurangi rangsangan pada penderita
C. Antidotum yang digunakan
Dapat digunakan amil nitrit dan natrium nitrit untuk membentuk senyawa
sulfmethemoglobin, sehingga sulfida dapat lepas dari ikatan di jaringan. Piridoksin
25mg/kg secara IV atau 1g/kg urea sebagai larutan 10 % secara IV dapat juga
digunakan sebagai akseptor sulfide.
2.3 SIANIDA
2.3.1 Pengertian
11
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan
sejak ribuan tahun yang lalu. Sianida juga banyak digunakan pada saat perang dunia
pertama. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam
jangka waktu beberapa menit.
Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan
dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Hidrogen sianida adalah cairan
tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. Bersifat volatile
dan mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan
peledak. Hidrogen sianida sangat mudah bercampur dengan air sehingga sering
digunakan. Bentuk lain ialah sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk
serbuk dan berwarna putih.
Kelompok CN dapat ditemukan dalam banyak senyawa, bisa dalam bentuk
gas, padat ataupun cair, bisa dalam bentuk garam, senyawa kovalen, molekular,
beberapa ionik dan ada juga yang berbentuk polimerik. Sianida terdapat pada ketela
pohon dan kacang koro. Sianida juga sering dijumpai pada daun salam, cherry, ubi,
dan keluarga kacang - kacangan lainnya seperti kacang almond. Selain dari makanan,
sianida juga dapat dapat berasal dari rokok, bahan kimia yang digunakan pada proses
pertambangan dan sumber lainnya, seperti pada sisa pembakaran produk sintesis yang
mengandung karbon dan nitrogen misalnya plastik yang akan melepaskan sianida.
Pada perokok pasif dapat ditemukan sianida sekitar 0.06 μg/ml dalam darahnya,
sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 μg/ml sianida dalam darahnya.
Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap
produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri,
jamur dan ganggang. Sianida juga ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor,
dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong. Selain itu
juga dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik. Sianida banyak digunakan pada
industri terutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau kalsium
sianida. Sianida yang digunakan oleh militer NATO (North American Treaty
Organization) adalah yang jenis cair yaitu asam hidrosianik (HCN). Gejala yang
ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam; mulai dari rasa nyeri pada
kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai korban
tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan
kematian. Penatalaksaan dari korban keracunan ini harus cepat, karena prognosis dari
12
terapi yang diberikan juga sangat tergantung dari lamanya kontak dengan zat toksik
tersebut.
2.3.2 ASAL PAPARAN
1. Inhalasi
Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen
seperti plastik akan melepaskan sianida. Rokok juga mengandung sianida, pada
perokok pasif dapat ditemukan sekitar 0.06μg/mL sianida dalam darahnya, sementara
pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 μg/mL sianida dalam darahnya. Hidrogen
sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru, gejala keracunan dapat timbul dalam
hitungan detik sampai menit. Ambang batas minimal hydrogen sianida di udara
adalah 2-10 ppm, tetapi angka ini belum dapat memastikan konsentrasi sianida yang
berbahaya bagi orang disekitarnya. Selain itu, gangguan dari saraf-saraf sensoris
pernafasan juga sangat terganggu. Berat jenis hidrogen sianida lebih ringan dari udara
sehingga lebih cepat terbang ke angkasa. Anak-anak yang terpapar hidrogen sianida
dengan tingkat yang sama pada orang dewasa akan terpapar hidrogen sianida yang
jauh lebih tinggi.
2. Mata dan Kulit
Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit.
Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit. Kebanyakan
kasus disebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan sianida kontak dengan
kulit dan meninggalkan luka bakar.
Saluran pencernaan
Tertelan dari hidrogen sianida sangat fatal. Karena sianida sangat mudah
masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau merangsang korban
untuk muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam saluran
pencernaan.
2.3.3 FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK
Seseorang dapat terkontaminasi melalui makanan, rokok dan sumber lainnya.
Makan dan minum dari makanan yang mengandung sianida dapat mengganggu
kesehatan. Setelah terpapar, sianida langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Jika
sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida
akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain
itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang
13
masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk
mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12.
Jumlah distribusi dari sianida berubah-ubah sesuai dengan kadar zat kimia lainnya di
dalam darah.
Pada percobaan terhadap gas HCN pada tikus didapatkan kadar sianida
tertinggi adalah pada paru yang diikuti oleh hati kemudian otak. Sebaliknya, bila
sianida masuk melalui sistem pencernaan maka kadar tertinggi adalah di hati. Sianida
juga mengakibatkan banyak efek pada sistem kardiovaskuler, termasuk peningkatan
resistensi vaskuler dan tekanan darah di dalam otak. Penelitian pada tikus
membuktikan bahwa garam sianida dapat mengakibatkan kematian atau juga
penyembuhan total. Selain itu, pada sianida dalam bentuk inhalasi baru menimbulkan
efek dalam jangka waktu delapan hari. Bila timbul squele sebagai akibat keracunan
sianida maka akan mengakibatkan perubahan pada otak dan hipoksia otak dan
kematian dapat timbul dalam jangka waktu satu tahun.
2.3.4 TOKSISITAS SIANIDA
1. Dosis letal dari sianida adalah
Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis letal dari sianida
adalah :
a. Asam hidrosianik sekitas 2,500-5,000 mg.min/m3
b. Sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3
c. Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,
d. Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg.
e. Perkiraan dalam bentuk oral 1,52mg/kg
f. Ada juga yang melaporkan kematian bisa terjadi pada dosis 200-300 ppm.
Dosis 110-135 ppm bisa mengakibatkan kefatalan setelah terpapar 30-60
menit, sedangkan pada konsentrasi 45-54 ppm sianida masih bisa ditoleransi
oleh tubuh.
2. Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200 ppm)
dapat berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahyakan hidup
atau kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada daerah
kerja adalah 4.7 ppm (5 mg/m3 untuk garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi
melalui kulit.
14
3. Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium
sianida dapat berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui
kulit.
4. Keracunan sianida akut biasanya jarang terjadi dengan infusi nitroprusida
(pada kecepatan infuse yang normal) atau setelah ingesti dari amigdalin.
2.3.5 MEKANISME EFEK TOKSIK
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat
dehidrognase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan
lain sebagainya. Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom
oksidase, metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam
rantai transport elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme
glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada
penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan
menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport elektron.
Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai
tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang,
oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen
incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan academia.
Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada; berikatan dengan
sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob. Sianida
yang tidak berikatan akan akan didetoksifikasi melalui metabolism menjadi tiosianat
yang merupakan senyawa yang lebih nontoksik yang akan diekskresikan melalui urin.
Hiperlaktamia terjadi pada keracunan sianida karena kegagalan metabolisme
energi aerob. Selama kondisi aerob, ketika rantai transport elektron berfungsi, laktat
diubah menjadi piruvat oleh laktat dehidrogenase mitokondria. Pada proses ini, laktat
menyumbangkan gugus hidrogen yang akan mereduksi nikotinamid adenin
dinukleotida (NAD) menjadi NADH. Piruvat kemudian masuk dalam siklus asam
trikarboksilat dengan menghasilkan ATP. Ketika sitokrom a3 dalam rantai transport
elektron dihambat oleh sianida, terdapat kekurangan relatif NAD dan dominasi
NADH, menunjukkan reaksi balik, sebagai contoh : piruvat dirubah menjadi laktat.
2.3.6 GEJALA KERACUNAN SIANIDA
Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan
darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan
sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata
15
karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan.
Gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya dalam
jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu
sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea
yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung
terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian.
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit
kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum. Tanda
awal dari keracunan sianida adalah :
a. Hiperpnea sementara
b. Nyeri kepala
c. Dispnea
d. Kecemasan
e. Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah
f. Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo
juga dapat muncul.
Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan
dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat pernafasan,
gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi mereka yang
keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila penderita tidak
mempunyai riwayat terpapar sianida.
Karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan penggunaan
dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam jaringan. Pada
pemeriksaan funduskopi akan terlihat warna merah terang pada arteri dan vena retina
karena rendahnya penghantaran oksigen untuk jaringan. Peningkatan kadar oksigen
pada pembuluh darah vena akan mengakibatkan timbulnya warna kulit seperti
“cherry-red”, tetapi tanda ini tidak selalu ada.
2.3.7 PENANGGULANGAN
Prinsip pertama dari terapi ini adalah mengeliminasi sumber-sumber yang
terus-menerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan terhadap korban keracunan
sianida sangat tergantung dari tingkat dan jumlah paparan dengan lamanya waktu
paparan.
a. Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada di
dalam ruangan maka segera keluar dari ruangan.
16
b. Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap berada di dalam
ruangan. Tutup pintu dan jendela, matikan pendingin ruangan, kipas maupun
pemanas ruangan sampai bantuan datang.
c. Cepat buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah terkontaminasi
oleh sianida. Letakkan pakaian itu di dalam kantong plastik, ikat dengan kuat
dan rapat. Jauhkan ke tempat aman yang jauh dari manusia, terutama anak-
anak.
d. Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan sabun dan air
yang banyak. Jangan gunakan pemutih untuk menghilangkan sianida.
Tindakan pertama adalah segera cari udara segar. Jika berada di dekat balai
pengobatan tertentu maka dapat diberikan oksigen murni. Berikan antidotum seperti
sodium nitrite dan sodium thiosulfat untuk mencegah keracunan yang lebih serius.
Bila korban dalam keadaan tidak sadar maka harus segera ditatalaksana di rumah sakit
karena bila terlambat dapat berakibat kematian.
Penggunaan oksigen hiperbarik untuk mereka yang keracunan sianida masih
sering dipakai. Penambahan tingkat ventilasi oksigen ini akan meningkatkan efek dari
antidotum. Asidosis laktat yang berasal dari metabolisme anaerobik dapat diterapi
dengan memberikan sodium bikarbonat secara intravena dan bila pendertia gelisah
dapat diberikan obat-obat antikonvulsan seperti diazepam. Perbaikan perfusi jaringan
dan oksigenisasi adalah tujuan utama dari terapi ini. Selain itu juga, perfusi jaringan
dan tingkat oksigenisasi sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan pemberian
antidotum. Obat vasopressor seperti epinefrin bila timbul hipotensi yang tidak
memberi respon setelah diberikan terapi cairan. Berikan obat anti aritmia bila terjadi
gangguan pada detak jantung. Setelah itu berikan sodium bikarbonat untuk
mengoreksi asidosis yang timbul.
Sebelum dibawa ke rumah sakit, pasien dapat diberikan pertolongan pertama
oleh penolong atau keluarga pasien dengan memberikan arang aktif, namun dalam
pemberian arang aktif ini harus berhati-hati dan sesuai dengan dosis yang tercantum
dalam label kemasannya. Rangsang muntah dapat dilakukan jika arang aktif tidak
tersedia dan perjalanan ke rumah sakit membutuhkan waktu lebih dari 20 menit.
Pasien yang mengalami keracunan segera dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan penanganan keracunan. Penatalaksanaan pasien keracunan sianida oleh
petugas medis adalah sbb :
17
1. Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas, fungsi pernafasan dan
sirkulasi
2. Rangsang muntah dan kumbah lambung dilakukan tidak boleh dari 4 jam
setelah mengkonsumsi singkong beracun.
3. Pemberian arang aktif dengan dosis 1 g/kg atau 30-100 gram dan anak-anak
15 – 30 gram.
4. Antidotum : antidotum diberikan jika pasen mengalami penurunan kesadaran
atau koma. Antidotum untuk keracunan Sianida dapat berupa :
a. Natrium siosulfat 25% melalui intravena
b. Amyl nitrit
c. Natrium nitrit 3%
d. Larutan hydroxocobalamin 40%
e. Dimethylaminophenol (4-DMAP) 5%
f. Larutan Dicobalt edetat 1,5%
BAB III
KESIMPULAN
18
Berdasarkan pemaparan makalah diatas, maka dapat disimpulkan beberapa
hal, diantaranya :
Karbon monoksida ( CO ) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau
yang dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna dari material
yang berbahan dasar karbon seperti kayu, batu bara, bahan bakar minyak dan
zat-zat organik lainnya.
Gas karbon monoksida (CO) yang masuk dalam sistem peredaran darah akan
menggantikan posisi oksigen dalam berikatan dengan hemoglobin (Hb) dalam
darah. Gas CO akhirnya mudah masuk ke dalam jantung, otak dan organ vital
penunjang kehidupan manusia lainnya. Gas ini sifatnya sangat beracun bagi
tubuh manusia, sehingga akibatnya bisa fatal. Ikatan CO dan Hb dalam darah
akan membentuk karboksi haemoglobin.
Penanganannya dengan cara memberikan suplai oksigen secara baik.
Hidrogen sulfida adalah gas yang berbau telur busuk. Sekalipun gas ini
bersifat iritan bagi paru-paru, tetapi ia digolongkan ke dalam asphyxiant
karena efek utamanya adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga
kematian disebabkan oleh terhentinya pernafasan.
Toksisitasnya bisa mengiritasi mata, hidung, tenggorokan dan sistem
pernapasan (seperti mata perih dan terbakar, batuk, dan sesak napas).
Pemaparan berulang ataupun jangka panjang dapat menimbulkan gejala : mata
merah, sakit kepala, fatigue, susah tidur, gangguan pencernaan, dan penurunan
berat badan, syok, kejang, tidak bisa bernapas, tidak sadar, koma, dan
akhirnya kematian.
Tindakan penanggulangan : Pindahkan penderita dari ruangan yang
terkontaminasi. Jika pernapasamn terpengaruh, berikan pernapasan buatan
dengan oksigen. Pemberian obat simultan dapat menyebabkan aritmia
ventrikuler. Atasi adema yang terjadi. Penderita istirahat di tempat tidur
selama 3-4 hari. Jika terjasi kegelisahan kurangi rangsangan pada penderita.
Dapat digunakan amil nitrit dan natrium nitrit untuk membentuk senyawa
sulfmethemoglobin, sehingga sulfida dapat lepas dari ikatan di jaringan.
Piridoksin 25mg/kg secara IV atau 1g/kg urea sebagai larutan 10 % secara IV
dapat juga digunakan sebagai akseptor sulfide.
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan
sejak ribuan tahun yang lalu. Sianida juga banyak digunakan pada saat perang
19
dunia pertama. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan
kematian dalam jangka waktu beberapa menit.
Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan
darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom
dan sistem metabolisme. Hanya dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan
merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu sesorang akan kehilangan
kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka
waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena
hipoksia dan berakhir dengan kematian.
Penatalaksanaan pasien keracunan sianida oleh petugas medis adalah
Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas, fungsi pernafasan dan
sirkulasi, Rangsang muntah dan kumbah lambung dilakukan tidak boleh dari 4
jam setelah mengkonsumsi singkong beracun, Pemberian arang aktif dengan
dosis 1 g/kg atau 30-100 gram dan anak-anak 15 – 30 gram, Asidosis laktat
yang berasal dari metabolisme anaerobik dapat diterapi dengan memberikan
sodium bikarbonat secara intravena, bila pendertia gelisah dapat diberikan
obat-obat antikonvulsan seperti diazepam, Berikan Obat vasopressor seperti
epinefrin bila timbul hipotensi yang tidak memberi respon setelah diberikan
terapi cairan, Berikan obat anti aritmia bila terjadi gangguan pada detak
jantung. Antidotum : antidotum diberikan jika pasen mengalami penurunan
kesadaran atau koma. Antidotum untuk keracunan Sianida dapat berupa :
Natrium siosulfat 25% melalui intravena , Amyl nitrit , Natrium nitrit 3% ,
Larutan hydroxocobalamin 40% , Dimethylaminophenol (4-DMAP) 5% ,
Larutan Dicobalt edetat 1,5%.
DAFTAR PUSTAKA
C.Lu Frank.2006.Toksikologi Dasar. Jakarta :Universitas Indonesia Press.
Daly J.M, Bertagnolli dan De Cosse JJ, Morton D.L. 1999 : Oncology in Schwartz: Principles of Surgery.6 th Ed. New York : Mc Graw-Hill.
20
Gilman, alfred gudman, joel hardman, dkk 2012. Gudman dan giman. Dasar farmakologi terapi. Kota Jakarta : Penertbit Buku Kedokteran EGC
Katzung, Betram G., (2001), Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi ke-8. Jakarta : Salemba Medika
Olson, james, M.D., (1993), Belajar Mudah Farmakologi. Jakarta : EGC
Priyanto.2010.Toksikologi Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian Risiko.
Depok: Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi.
Tjay, T. H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi ke VI. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
21