Post on 21-Dec-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang
bervariasi antara penyakit paling ringan ( mild undifferentiated febrile illness ),demam dengue,
demam berdarah dengue ( DBD ) dan demam berdarah dengue disertai syok ( dengue shock
syndrome = DSS ). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah
fenomena gunung es, DBD dan DSS sebagai kasus yang dirawat di rumah sakit merupakan
puncak gunung es yang kelihatan diatas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan ( silent
dengue infection dan demam dengue )merupakan dasarnya. (2)
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan
karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya
prilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di
seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.
Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. pada
awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan,
kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang
belum memeperlihatkan hasil yang memuaskan. Titik berat upaya pemberantasan vektor demam
berdarah oleh masyarakat dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ). (1,6)
Pertolongan yang cepat dan tepat sangat membantu penyelamatan hidup pada kasus
kegawatan demam berdarah dengue. Disfungsi sirkulasi atau syok pada DBD,dengue shock
syndrome ( DSS ), disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular yang pada akhirnya
mengakibatkan turunnya perfusi organ. Pemberian cairan resusitasi yang tepat dan adekuat pada
fase awal syok merupakan dasar utama pengobatan DSS.(10) Prognosis kegawatan DBD
tergantung pada pengenalan, pengobatan yang tepat segera dan pemantauan ketat syok. Oleh
karena itu peran dokter sangat membantu untuk menurunkan angka kematian. (1)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
INFEKSI VIRUS DENGUE
2.1 DEFINISI
Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh Virus Dengue yang ditransmisikan
oleh nyamuk sebagai vektornya dengan karekteristik penyakit diantaranya seperti demam, sakit
kepala, nyeri otot dan sendi, adanya rash atau petechiae. Beberapa infeksi dapat menyebabkan
demam berdarah dengue (DBD) yang secara cepat dapat menyebabkan penderita jatuh ke dalam
syok, yang disebut sebagaidengue shock syndrome ( DSS ). (7)
2.2 EPIDEMIOLOGI
Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada
tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus penyakit serupa di Bangkok. Setelah tahun 1958 penyakit
ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemi di beberapa negara lain di Asia Tenggara. Di
Indonesia DBD pertama kali dicurigai diSurabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virulogis
baru diperoleh tahun 1970. Di Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian
DBD dilaporkan berturut-turut dilaporkan di Bandung (1972), Yogyakarta (1972).
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan
beberapa faktor antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus
dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara keseluruhan tidak
terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak
perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara distribusi umur
memperlihatkan proporsi kasus terbanyak dari golongan anak.
2.3 ETIOLOGI
Virus Dengue termasuk grup B arthropord borne virus (Arbovirus) dan sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe virus ini mempunyai hubungan yang erat
secara antigenik. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
2
terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain.
Seseorang yang tinggal di di daerah endemis dapat terinfeksi 3 bahkan 4 serotipe selama
hidupnya. Di Indonesia serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak
berhubungan dengan kasus berat. (2,7)
Virus Dengue yang matur terdiri dari single stranded RNA genom (ssRNA) yang
mempunyai polaritas positif. Genom ini dikelilingi oleh nukleocapsid icosahedraldenagn
diameter 30 nm. Nucleocapsid ini ditutupi oleh suatu lipid envelope yang tebalnya 10 nm.
Genom virus mengandung 3 protein struktural dan 7 protein non struktural. Protein struktural
termasuk kapsul protein yang kaya arginine dan lisin serta protein prM nonglycosylated.
Sedangkan protein non struktural dikenal sebagai NS1-7 yang mempunyai fungsi yang berbeda
diantaranya :
NS1 merupakan suatu glikoprotein dapat dideteksi dari pasien dengan titer tinggi
terhadap infeksi dengue sekunder, fungsinya belum diketahui.
NS2 terdiri dari 2 protein (NS2A dan NS2B) yang berhubungan dengan proses
poliprotein
NS3 merupakan proteinase virus
NS4 merupakan kode untuk dua protein hidrofobik yang sepertinya terlibat dalam
pembentukan kompleks replikasi dari rantai RNA
NS5 merupakan kode untuk protein dengan berta molekul 105.000 dan merupakan
protein pelindung dari Flavivirus.
NS6 dan NS7 belum diketahui fungsinya. (7)
2.4 VEKTOR PENULAR
Host natural dari Virus Dengue adalah manusia, primata dan nyamuk. Vektor
arthropoda merupakan anggota dari genus Aedes yang hidup baik di daerah perkotaan maupun
daerah pedesaan. Spesies predominan yang berperan dalam transmisi penyakit adalah Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk betina menggigit sepanjang hari dimana aktivitas
puncaknya pada pagi dan siang hari. (6,7) Mereka yang berisiko terkena demam berdarah adalah
anak-anak berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta
daerah pinggiran yang kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada
3
musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim serta prilaku
manusia. (6)
Di Indonesia nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di seluruh pelosok tanah air,
baik kota maupun desa kecuali di wilayah yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas
permukaan laut. Perkembangan hidup nyamuk ini memerlukan waktu sekitar 10-12 hari dari
telur hingga dewasa. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah manusia untuk
mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak menghisap darah tapi hidup dari sari
tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk betina berkisar antar 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata
1,5 bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara disekelilingnya. Kemampuan terbangnya
berkisar antara 40-100 meter dari tempat berkembang biaknya. Tempat yang disukai adalah
benda-benda tergantung yang ada di dalam rumah, seperti gordyn, kelambu dan pakaian di
kamar yang gelap dan lembab.
Di dalam tubuh nyamuk Virus Dengue akan berkembang biak dengan cara membelah
diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus ini berada di dalam
kelenjar liur nyamuk tersebut. Ketika nyamuk ini menggigit manusia maka Virus Dengue
dikeluarkan bersama air liur nyamuk. (1)
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari infeksi Virus Dengue bervariasi mulai dari yang asimptomatis,
demam ringan flu like syndrome (demam dengue) sampai yang berat seperti dengue shock
syndrome. Bervariasinya gejala klinis yang timbul masih belum dipahami dan sepertinya
berhubungan dengan umur, jenis kelamin serta status imunologi dan nutrisi dari pasien sendiri.
Selain itu faktor risiko yang berpengaruh pada berat-ringannya gejala yang ditimbulkan adalah
jenis serotipe dari virus yang menginfeksi. (7,8)
DEMAM DENGUE
Masa inkubasi dari demam dengue setelah gigitan nyamuk bervariasi antara 3 sampai
14 hari, rata-rata 4 sampai 7 hari. (7,8) Demam biasanya timbul mendadak, disertai gejala-gejala
yang tidak spesifik seperti sakit kepala frontal, sakit didaerah retroorbital, myalgia dan atralgia,
nausea dan vomiting, serta adanya bercak-bercak pada kulit. Bercak-bercak ini dapat berupa
makular atau makulopapular yang diskret.(7,8) Bercak atau ruam ini timbul 6-12 jam sebelum suhu
4
naik untuk pertama kali, yaitu pada hari sakit ke3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam ini terdapat pada
dada, abdomen serta menyebar ke anggota gerak dan muka. Pada 67-77% kasus terdapat
pembesaran kelenjar limfe servikal, beberapa sarjana menyebutnya sebagai Castelani’s sign,
sangat patognomonik dan merupakan patokan yang berguna untuk membuat diagnosis
banding. (2)
Demam pada beberapa kasus dapat mencapai 39 0C atau lebih tinggi. Demam ini
bertahan selama 5 sampai 6 hari. (7) Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu
yang menyerupai pelana kuda atau bersifat bifasik, tetapi pada beberapa penelitian selanjutnya
bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga dianggap tidak patognomonik.
Selanjutnya demam ini akan menghilang secara lisis disertai keluarnya banyak keringat. (2)
Manifestasi perdarahan pada demam dengue jarang terjadi, bisa bersifat ringan sampai
berat. Perdarahan kulit seperti petechiae dan purpura merupakan manifestasi perdarahan yang
paling sering terjadi. Selain itu dapat terjadi juga epistaksis, menorrhagia dan perdarahan
gastrointestinal. (8)
Kelainan darah tepi pada demam dengue ialah leukopenia selama periode prademam
dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relatif dan limfositosis
pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesen. (2)Trombositopenia dapat terjadi pada
demam dengue, 34% pasien yang didiagnosa demam dengue, jumlah trombosit kurang dari
100.000/mm3. (8)
Umumnya demam dengue dapat sembuh sendiri (self-limiting) dan jarang berakibat
fatal. Fase akut dapat terjadi 3-7 hari tetapi fase konvalesens mungkin dapat lebih lama, beberapa
minggu, terutama pasien dewasa. Tidak ada sekuele permanen yang berhubungan dengan infeksi
ini. (8)
DEMAM BERDARAH DENGUE
Demam berdarah dengue ditandai dengan 4 manifestasi klinis, yaitu :
Demam tinggi, perdarahan terutama perdarahan kulit, hepatomegali, kegagalan sirkulasi.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan demam
berdarah dengue dari demam dengue adalah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah,
menurunnya volume plasma, trombositopenia dan diatesis hemoragik.(1,2,10)
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji torniquet positif, memar dan perdarahan pada
tempat pengambilan darah vena. Petechiae halus yang tersebar di anggota gerak, muka, aksila
5
seringkali ditemukan pada masa dini demam. Perdarahan dapat terjadi di setiap organ. Epistaksis
dan perdarahan gusi jarang dijumpai, sedangkan perdarahan saluran cerna yang hebat lebih
jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan yang tidak teratasi. Perdarahan subkonjungtiva
kadang-kadang ditemukan. (2)
WHO (1997) memberikan pedoman untuk menegakkan diagnosis demam berdarah
dengue secara dini, yaitu :
Klinis :
1. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2 sampai 7 hari
2. Manifestasi perdarahan termasuk sekurangnya uji torniquet positif dan salah satu bentuk
perdarahan lain ( petechiae, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi ) hematemesis
dan atau melena
3. Pembesaran hati (hepatomegali)
4. Syok yang ditandai nadi kecil dan cepat, tekanan nadi menurun <>
Laboratorium :
Adanya trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat
dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit
sebelum sakit atau pada fase konvalesens.
Ditemukannya 2 atau 3 dari gejala klinis di atas disertai trombositopenia dan
hemokonsentrasi cukup untuk membuat diagnosis klinis demam berdarah dengue.(1,2)
Sedangkan untuk menentukan berat-ringannya derajat penyakit demam berdarah
dengue, WHO membaginya dalam 4 derajat :
Derajat I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji torniquet positif.
Derajat II : derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.
Derajat III : ditemukannya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi
menurun (<= 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan pasien gelisah.
Derajat IV : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.
2.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Isolasi virus
6
Ada beberapa cara isolasi yang dikembangkan, yaitu :
- inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari
- inokulasi pada biakn jaringan mamalia dan nyamuk
- inokulasi pada nyamuk dewasa secara intraserebral pada larva
2. Pemeriksaan serologis
dikenal 5 jenis uji serologik adanya infeksi virus dengue, yaitu :
- HI test (Tes Hemaglutinasi Inhibisi), merupakan uji serologis yang paling sering dipakai.
- Uji komplemen fiksasi
- Uji neutralisasi
- IgM dan IgG Elisa
Pada dasarnya hasil uji serologis dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase
konvalesens terhadap fase akut (naik 4x lipat atau lebih). (2)
DENGUE SHOCK SYNDROME
Dengue shock syndrome (DSS) merupakan demam berdarah dengue yang ditandai
dengan kegagalan sirkulasi termasuk tekanan nadi yang rendah (<=20 mmHg) dan tanda-tanda
syok lainnya. (7) Demam berdarah dengue yang disertai syok ini dapat terjadi tiba-tiba, biasanya
setelah demam turun, yaitu antara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Syok yang terjadi pada saat demam
mempunyai prognosis yang buruk. (2) Syok ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah sampai
tidak teraba, tekanan nadi yang menurun, kulit dingin dan lembab. (1) Pasien seringkali mengeluh
nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Nyeri perut hebat seringkali mendahului perdarahan
gastrointestinal. (2)
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Jumlah trombosit ditemukan diantara hari sakit ke-3 sampai ke-7. Peningkatan kadar hematokrit
merupakan bukti adanya kebocoran plasma, terjadi juga pada kasus derajat ringan walaupun
tidak sehebat dalam keadaan syok. Hasil laboratorium yang lain biasanya ditemukan
hipoproteinemia, hiponatremi, kadar transminase serum dan urea nitrogen darah meningkat (2).
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ke-3 terlihat peningkatan limfosit
atopik yang berlangsung sampai hari ke-8. Limfosit ini disebut sebagai limfosit plasma biru
(LPB). Pemeriksaan LPB secara seri dari preparat hapus tepi memperlihatkan bahwa LPB pada
7
infeksi dengue mencapai puncaknya pada hari ke-6 demam. LPB merupakan campuran antara
limfosit-B dan limfosit-T (1) .
PATOGENESIS
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali
mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi tubuh memberikan reaksi yang berbeda
ketika seseorang mendapat infeksi yang berulang dengan serotipe Virus Dengue yang berbeda.
Hal ini merupakan dasar teori yang disebut the secondary heterologous infection atau the
sequential infection hypothesis. Infeksi virus yang berulang atau re-infeksi ini akan
menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan kompleks antigen-
antibodi (kompleks virus-antibodi) dengan konsentrasi tinggi (4).
Terdapatnya kompleks virus-antibodi di dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal
sebagai berikut :
1. Kompleks virus-antibodi mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat
dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan meyebabkan plasma keluar melalui dinding
tersebut (plasma leakege), suatu keadaan yang berperan pada terjadinya syok. Telah
terbukti bahwa pada DSS, kadar C3a dan C5a menurun masing-masing sebanyak 33%
dan 89% (4). Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok diduga akibat kebocoran
plasma melaui kapiler yang rusak ke daerah ekstravaskular seperti rongga pleura,
peritonium atau perikardium (2).
2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis.
Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis ini akan dimusnahkan oleh sistem
retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan
terjadinya agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif yang bersifat
meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang
koagulasi intravaskular (4)
3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat terjadinya pembekuan
intravaskular yang luas (DIC). Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi
plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan pengahancuran fibrin
8
menjadi fibrin degradation product. Di samping itu aktivasi ini juga merangsang sistem
kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding kapiler (4).
PENATALAKSANAAN
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan utama, yang
berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat sekali mengalami
syok dan sembuh segera dalam 48 jam setelah diobati. (3)
Penggantian Volume Plasma Segera
Seperti diketahui cairan tubuh dibagi menjadi 3 kompartemen utama yaitu, 2/3 bagian
cairan intraselular, 1/3 bagian cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular ini dibagi lagi menjadi
cairan intrtravaskular (25%) dan interstitial (75%). (10)
Cairan resusitasi yang diberikan adalah cairan kristaloid dan koloid. Cairan kristaloid
isotonik efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal dan tidak meninbulkan
reaksi alergi. Namun hanya seperempat bagian bolus yang tetap berada di dalam intravaskular,
sehingga diperlukan lebih banyak volume dan berisiko terjadi oedem jaringan terutama paru.
Contoh larutan ini adalah ringer laktat, ringer asetat dan NaCl 0,9%.
Cairan koloid berada lebih lama di ruang intravaskular, mampu mempertahankan
tekanan onkotik, namun lebih mahal, dapat menyebabkan reaksi sensitivitas dan komplikasi lain.
Contoh cairan koloid adalah albumin, dextran dan gelatin. (1)
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat 10-20 ml/kgbb, tetesan
secepatnya. Apabila syok belum teratasi dalam 30 menit, tetesan dinaikkan lagi menjadi 20
ml/kgbb disamping pemberian koloid 10-20 ml/kgbb/jam, tidak melebihi 30 ml/kgbb/jam.
Apabila setelah pemberian kedua cairan tresebut syok belum teratasi sedangkan kadar Ht
menurun didiga terjadi perdarahan maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Setelah
keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar Ht. (3)
Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Pemberian cairan tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar Ht
turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgbb/jam dan kemudian disesuaikan
tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Cairan intravena dapat
9
dihentikan apabila Ht telah turun, jumlah urin 1 ml/kgbb/jam atau lebih merupakan keadaan
sirkulasi membaik.
Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremi dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DSS, maka pemeriksaan
analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa.
Pemberian Oksigen
Terapi oksigen harus selalu diberika pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian
oksigen dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat bahwa anak sering menjadi gelisah
apabila dipasang masker oksigen.
Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien
syok, terutama pad asyok yang berkepanjangan (prolonged shock). Transfusi darah diberikan
pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Penurunan ematokrit tanpa parbaikan klinis
walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi merupakan tanda perdarahan. Pemberian darah
segar adalah untuk meningkat konsentrasi sel darah merah. Plasma segar atau suspensi trombosit
berguna untuk pasien dengan DIC yang menimbulkan perdarahan masif. Pemeriksaan
hematologi seperti PT, PTT dan FDP berguna untuk mementukan berat-ringannya DIC.
Pemantauan
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk
menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemantauan adalah :
Nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih
sering sampai syok teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai klinis pasien stabil.
Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis cairan, jumlah dan
tetesan, untuk mementukan apakah cairan sudah mencukupi.
Jumlah dan frekuensi diuresis (normal diuresis 2-3 ml/kgbb/jam).
10
Rawat di PICU
Anak dengan DSS sebaiknya dirawat di PICU untuk memantau dan mengantisipasi
perubahan sirkulasi dan metabolik serta memberiakn tindakan suportif.(3)
KRITERIA MEMULANGKAN PASIEN
Pasien dapat pulang apabila :
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan membaik
Tampak perbaikan klinis
Hematokrit stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit >50.000/mm3
Tidak dijumpai distress pernafasan (3)
BAB III
11
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Deswita
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 8 tahun
Alamat : Renteng
Agama : Islam
Suku : Sasak
Status Perkawinan : Anak kandung
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pelajar
No. RM : 41 10 56
Masuk Rumah Sakit : 20 Februari 2014
ANAMNESIS (Heteroanamnesa: 20 Februari 2014, pukul 10.00 WIB)
Keluhan utama: Demam
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Praya dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan demam.
Demam dikeluhkan oleh orang tua pasien sejak sekitar 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam dikeluhkan tiba-tiba tinggi, dan keluhan demam dirasakan terus-menerus dan tidak
menurun walaupun sudah diberikan obat penurun panas. Dari keterangan ibu pasien saat
pasien dibawa ke klinik swasta demam anaknya berkurang, namun kedua kaki dan
tangannya dingin serta kondisi anaknya sudah sangat lemas. Pada saat keluhan demam
sedikit berkurang, demam tidak disertai dengan keluhan menggigil ataupun berkeringat
dingin. Keluhan lain dari orang tua pasien adalah pasien mual diikuti dengan muntah. Pasien
dikeluhkan muntah setiap pasien makan, dengan volume tiap muntah sekitar 20 cc. Sekitar
dua hari yang lalu (18 Februari 2014), orang tua pasien mengeluhkan pasien sempat muntah
disertai sedikit gumpalan darah berwarna kehitaman. Muntah yang disertai gumpalan darah
ini terjadi tiga kali, namun gumpalan darah yang keluar tidak terlalu banyak. Pasien juga
12
sering mengeluhkan nyeri pada ulu hati yang terasa seperti ditusuk-tusuk. Keluhan lainnya
adalah pasien batuk berdahak sejak tiga hari yang lalu, keluhan batuk tidak disertai pilek
ataupun sesak. Pasien mengeluh sulit untuk mengeluarkan dahaknya. Sejak kemarin, muncul
bintik-bintik kemerahan pada kulit pasien di daerah betis.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah dikeluhkan mengalami demam seperti ini.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan keluhan serupa.
Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya dibawa berobat ke klinik praktek swasta dan di rujuk ke IGD RSUD
Praya dengan diagnose Suspect DSS.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Selama kehamilan ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) di posyandu,
ibu pasien melakukan ANC lebih dari 6 kali, saat kehamilan ibu pasien tidak pernah
mengalami demam, batuk, sesak, ataupun sakit lain, riwayat rontgen selama hamil tidak
pernah, ibu pasien tidak pernah USG, riwayat minum obat atau jamu-jamuan selama hamil
tidak ada. Pasien merupakan anak ketiga, lahir normal, dibantu bidan, cukup bulan dan
langsung menangis, berat badan lahir 2.700 gram dan panjang badan lahir 50 cm. Riwayat
kuning setelah lahir tidak ada.
Riwayat Nutrisi
Pasien sehari-hari makan nasi ditambah lauk-pauk dan sayur.
Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
- Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ayah pasien bekerja sebagai
Pedagang dan ibu sebagai ibu rumah tangga.
- Total penghasilan ayah tidak menentu setiap bulannya.
13
- Pasien tinggal serumah berempat dengan orangtua dan adiknya.
Riwayat tumbuh kembang
Pasien tidak pernah tertinggal kelas, perkembangan pasien normal sesuai usianya.
Riwayat Imunisasi:
Imunisasi dasar lengkap.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 20 Februari 2014, pukul 17.00.
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : CM
Tanda Vital :
Nadi : 78 x/menit
RR : 22 kali permenit
Suhu : 36,5o C
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Berat badan : 22 Kg
Status Generalis
Kepala : Normocepali, UUB tertutup.
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-), Pupil isokor Ө 3mm, reflek
cahaya (+) normal, perdarahan konjungtiva (-), ptosis (-).
Hidung : Nafas cuping hidung (-), discharge (-), deviasi septum (-), laserasi (-)
Telinga : Discharge (-)
Mulut : Bibir pucat (+), bibir sianosis(-)
Leher : Simetris, pembesaran kel. Limfe (-), trakea di tengah
Thorax :
Paru Jantung
Inspeksi Bentuk & ukuran: normal, simetris, barrel chest (-).
Permukaan dada: Scar (-), spider
Ictus cordis: tidak tampak
14
naevi (-), vena kolateral (-), massa (-).
Penggunaan otot bantu nafas: SCM tidak aktif, hipertrofi SCM (-), otot bantu abdomen tidak aktif.
Iga dan sela iga: normal, simetris, pelebaran/penyempitan ICS (-)
Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis: simetris kiri dan kanan. Fossa jugularis: berada di tengah.
Tipe pernapasan: torako-abdominal
Palpasi Trakea: tidak ada deviasi. Nyeri tekan (-), benjolan (-), edema
(-), krepitasi (-) Gerakan dinding dada: simetris. Fremitus vocal: +/+, simetris.
Thrill (-) Ictus cordis teraba di ICS VI
linea midclavicula sinistra
Perkusi Sonor (+/+) Batas paru-hepar : sde Batas paru-jantung: ICS II
parasternal dekstra, ICS V midclavikula sinistra.
Auskultasi Vesikuler (+/+)Suara napas tambahan: rhonki (-/-),
Wheezing (-/-)
Cor: S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
1. Inspeksi:
Distensi (-)
Umbilicus: menonjol mengkilat ( - )
Permukaan kulit: tanda-tanda inflamasi (-), venektasi (-), massa (-), vena kolateral (-),
caput meducae (-), spider naevi (-)
2. Auskultasi:
Bising usus (+) normal
Metallic sound (-)
Bising aorta (-)
3. Perkusi:
15
Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)
4. Palpasi:
Nyeri tekan (+) epigastrium dan kuadran kanan atas, massa (-)
Hepar/lien/ren: tidak teraba
Tes Undulasi (-)
Pemeriksaan Pelvic dan inguinal : Pelvis normal, nyeri tekan suprapubic (-). Inguinal normal,
benjolan (-), massa (-), nyeri tekan (-), pembesaran KGB (-).
Pemeriksaan Urogenital: normal, infeksi (-), massa (-)
Pemeriksaan Anal dan Perianal: Inspeksi : tidak dilakukan
Anggota Gerak:
Extremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-, deformitas -/-, jejas (-)
Extremitas bawah : Akral hangat +/+, edema -/-, deformitas -/-, jejas -/-.
RESUME
Pasien mengalami demam, demam tiba-tiba tinggi, menggigil (-), keringat dingin (-).
Batuk berdahak (+), muntah (+) disertai bercak darah, lemas (+), mimisan (-), gusi berdarah (-),
gelisah dan sulit tidur saat malam. BAB (-) sejak 3 hari sebelum MRS, BAK (+) 3-4x sehari
warna kuning, nyeri saat BAK (-) darah (-) kecoklatan.
KU: sedang, kesadaran: compos mentis, HR 78x/menit, RR 22x/menit, suhu 36,5°C, UUB
tertutuip, konjungtiva anemis (-), H/L/R tidak teraba, nyeri tekan abdomen (+).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan darah, dan elektrolit
Parameter Nilai Nilai Normal
21/02/2014 (Klinik Swasta)
HB 13.3 12.9 – 15.9 g/dL
MCV 80.9 81.1 – 95 Fl
16
MCH 27.7 27 – 31.2 pg
MCHC 34.3 31.8 – 35.4 g/dL
RBC 4.79 4,06 – 5.58 [106/µL]
WBC 5.4 3.70 – 10,1 [103/ µL]
HCT 38.7 37.7 – 53.7 [%]
PLT 29 150-400 [103/ µL]
Parameter Nilai Nilai Normal
19/02/2014 (RSUD PRAYA)
HB 12.6 12.9 – 15.9 g/dL
MCV 74.9 81.1 – 95 fL
MCH 27.9 27 – 31.2 pg
MCHC 37.2 31.8 – 35.4 g/dL
RBC 4.50 4,06 – 5.58 [106/µL]
WBC 4.98 3.70 – 10,1 [103/ µL]
HCT 33.7 37.7 – 53.7 [%]
PLT 12.5 150-400 [103/ µL]
Parameter Nilai Nilai Normal
21/02/2014
HB 11.1 12.9 – 15.9 g/dL
MCV 73.8 81.1 – 95 fL
MCH 26.8 27 – 31.2 pg
MCHC 36.6 31.8 – 35.4 g/dL
RBC 4.16 4,06 – 5.58 [106/µL]
WBC 6.22 3.70 – 10,1 [103/ µL]
HCT 30.7 37.7 – 53.7 [%]
PLT 15.3 150-400 [103/ µL]
17
Parameter Nilai Nilai Normal
22/02/2014 (08:57 WITA)
HB 11.3 12.9 – 15.9 g/dL
MCV 75.1 81.1 – 95 fL
MCH 26.6 27 – 31.2 pg
MCHC 35.4 31.8 – 35.4 g/dL
RBC 4.24 4,06 – 5.58 [106/µL]
WBC 4.85 3.70 – 10,1 [103/ µL]
HCT 31.9 37.7 – 53.7 [%]
PLT 29.7 150-400 [103/ µL]
Parameter Nilai Nilai Normal
22/02/2014 (15:59 WITA)
HB 10.7 12.9 – 15.9 g/dL
MCV 73.6 81.1 – 95 fL
MCH 28.2 27 – 31.2 pg
MCHC 38.4 31.8 – 35.4 g/dL
RBC 3.81 4,06 – 5.58 [106/µL]
WBC 5.9 3.70 – 10,1 [103/ µL]
HCT 28.0 37.7 – 53.7 [%]
PLT 32 150-400 [103/ µL]
Parameter Nilai Nilai Normal
24/02/2014
HB 10.2 12.9 – 15.9 g/dL
MCV 76.8 81.1 – 95 fL
MCH 26.3 27 – 31.2 pg
MCHC 34.6 31.8 – 35.4 g/dL
RBC 3.88 4,06 – 5.58 [106/µL]
WBC 5.25 3.70 – 10,1 [103/ µL]
HCT 28.4 37.7 – 53.7 [%]
18
PLT 143 150-400 [103/ µL]
Pemeriksaan lain :
Titer O : 1/160
Titer H : Negative
Titer A0 : Negative
Titer BO : 1/80
IgG Anti Dengue : Negative
IgM Anti Dengue : Negative
DIAGNOSIS
Febris hari ke-5 suspek DHF grade II
DD:
1. Dengue Shock Syndrome
RENCANA TERAPI DAN DIAGNOSTK
Terapi :
D5 ½ NS 20 tpm
Paracetamol 3 x 500 mg
Ranitidine 2 x 50 mg
Inj. Cefotaxime 2 x 500 mg IV
Ambroxol 3 x 1 Cth
Diagnostik :
DL Serial
Elektrolit
BAB IV
PEMBAHASAN
19
Diagnosis demam berdarah dengue derajat II ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini. Penegakan diagnosis DBD
derajat II pada pasien ini berdasarkan adanya demam disertai gejala tidak khas dan manifestasi
perdarahan berupa uji tourniquet positif dusertai perdarahan spontan berupa adanya gumpalan
darah berwarna kehitaman saat pasien muntah. Hal ini sesuai dengan criteria DBD derajat II dari
WHO yakni demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari, terdapat manifestasi perdarahan spontanb dan uji tourniquet positif serta dari
riwayat sebelum dibawa ke RSUD Praya didapatkan pasien mengalami gejala keadaan syok
(terdapat kegagalan sirkulasi), yaitu keadaan umum yang buruk, gelisah (susah tidur saat malam
hari), dan akralnya yang dingin, namun saat dilakukan pemeriksaan, keadaan umum pasien
sudah tidak dalam keadaan syok yang ditandai dengan keadaan umum yang sedang, keluhan
susah tidur sudah berkurang, akral sudah terasa hangat. Dari pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil leukosit yang berada dalam batas normal, nilai
hemoglobin dalam batas normal dan hematokrit yang cenderung meningkat serta didapatkan
trombositopenia yaitu sebesar 29.000/mm3 dan 12.000/mm3 (pemeriksaan pada tanggal
20/02/2014), dan 15.000/mm3 (pemeriksaan pada tanggal 21/02/2014), dan 29.700/mm3 dan
32.000/mm3 (pemeriksaan pada tanggal 22/02/2014). Hal ini merupakan salah satu dari kriteria
laboratories DBD. Penurunan kadar trombosit merupakan salah satu tanda yang mendukung
kemungkinan terjadinya perdarahan spontan. Hemoglobin dan hematokrit yang meningkat
menunjukkan adanya hemokonsentrasi.
Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa pada sindrom syok dengue,
setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum pasien dapat tiba-tiba
memburuk, yang biasannya terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yakni antara hari
sakit ke 3 – 7. Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda-tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba
lembab dan dingin, serta nadi menjadi cepat dan halus. Pasien seringkali akan mengeluh nyeri di
daerah perut sesaat sebelum syok. Pada pemeriksaan laboratorium biasanya akan ditemukan
adanya hemokonsentrasi (peningkatan kadar hematokrit ≥20%) dan trombositopenia.
20
(trombosit < 100.000/mm3). Trombositopenia sedang sampai berat yuang disertai dengan
hemokonsentrasi adalah temuan laboratorium yang khusus untuk DBD. Patofisiologi yang
menunjukkan derajat keparahan DBD dan membedakannya dari Demam Dengue adalah
keluarnya plasma yang bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi), efusi
serosa, atau hipoproteinemia. Beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam
diagnostik klinik pada penderita DSS menurut Wong adalah sebagai berikut.
1. Clouding of sensorium
2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.
3. Nyeri perut.
4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis, hematemesis, melena,
hematuri dan hemoptisis.
5. Trombositopenia berat.
6. Adanya efusi pleura pada toraks foto.
7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya perubahan
fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan plasma dapat mengakibatkan
syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma dan penggantian
cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada
saat peralihan dari fase demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya
terjadi pada hari ketiga sampai kelima. Oleh karena itu pada periode kritis tersebut diperlukan
peningkatan kewaspadaan. Adanya perembesan plasma dan perdarahan dapat diwaspadai dengan
pengawasan klinis dan pemantauan kadar hematokrit dan jumlah trombosit. Pemilihan jenis
cairan dan jumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan pengobatan.
Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok,
merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan
penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik,
dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana
21
DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase
demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.
Terapi yang diberikan pada pasien ini meliputi terapi suportif dan simtomatik. Dilakukan
pemasangan infus cairan intravena berupa D5 ½ NS20 tetes/menit. Oleh karena perembesan
plasma tidak konstan (perembesan plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume
cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dan kehilangan plasma, yang dapat
diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume yang berlebihan dan terus
menerus setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika
memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam
intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema paru dan
distres pernafasan
Sebagai terapi simptomatik pada pasien ini diberikan parasetamol untuk mengatasi
demam dengan dosis sebanyak 3 x 500 mg PO (apabila suhu > 38 C). Karena pasien ini
mengeluhkan adanya nyeri perut terutama di ulu hati maka juga diberikan ranitidine dengan
dosis 50 mg untuk sekali pemberian yang diberikan 2 kali sehari. Diberikan antibiotik dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder yang mungkin terjadi akibat manipulasi yang
dilakukan terhadap pasien seperti pemasangan jalur infus untuk pemberian cairan, pengambilan
sampel darah yang secara rutin dilakukan. Kesemuanya itu mempunyai resiko untuk terjadinya
infeksi pada pasien ini. Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk sehingga diberikan obat batuk
berupa syrup ambroxol 3 x 1 sendok teh. Selain itu berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
pada tanggal 11 September 2011 didapatkan kecenderungan terjadinya peningkatan leukosit
meskipun hanya meningkat sedikit (dari 11.700 /μL menjadi 13.600/μL). Selain medikamentosa
tidak lupa juga diberikan terapi non medikamentosa, yaitu minum air yang banyak, mengedukasi
keluarga pasien untuk melakukan kegiatan pencegahan DBD dengan 3M menutup, menguras,
mengubur barang-barang yang dapat menampung air; menganjurkan agar pasien memakai
repellan untuk mencegah gigitan nyamuk, khususnya saat berada di lingkungan sekolah; dan
menjaga asupan nutrisi yang seimbang, baik kualitas, maupun kuantitasnya.
Pasien dapat dipulangkan apabila sudah tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik,
nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, tiga hari setelah syok
teratasi, jumlah trombosit > 50.000/mm3 dan cenderung meningkat, serta tidak dijumpai adanya
distress pernafasan.
22
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah bonam karena penyakit pada pasien saat
ini tidak mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam bonam, karena organ-organ vital pasien
masih berfungsi dengan baik dan tidak terdapat adanya manisfestasi perdarahan. Untuk quo ad
sanactionam bonam karena kekambuhan pada DBD hanya dapat terjadi jika terdapat reinfeksi
oleh virus dengue. Dengan edukasi yang tepat, maka dapat dilakukan tindakan pencegahan
terjadinya infeksi virus dengue.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Sri Rezeki H.H., Hindra Irawan. 2000. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. Halaman 16-17, 30-31, 55-62, 73-79, 136-140.
2. Sumarno S., Herry G., Sri Rezeki H.H. 2002. Buku Ajar Kesehatan AnakInfeksi dan
Penyakit Tropik. Edisi I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 176-208.
3. Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI. 2002. Updates in Pediatrics
Emergences. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 95-108.
4. Sarwono W., A.Muin R., LA Lesmana. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.
Edisi III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 417-420.
5. Behrman R., Kliegman R., Jenson HB. 2000. Nelson Text Book of PediatricsJilid 1.
16th Edition. USA : Saunders Company. Page 1005-1007.
24