Dss

38
BAB I PENDAHULUAN Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan ( mild undifferentiated febrile illness ), demam dengue, demam berdarah dengue ( DBD ) dan demam berdarah dengue disertai syok ( dengue shock syndrome = DSS ). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, DBD dan DSS sebagai kasus yang dirawat di rumah sakit merupakan puncak gunung es yang kelihatan diatas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan ( silent dengue infection dan demam dengue )merupakan dasarnya. (2) Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya prilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum memeperlihatkan hasil yang memuaskan. Titik berat upaya pemberantasan vektor demam berdarah oleh masyarakat dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ). (1,6) 1

description

STASE ANAK

Transcript of Dss

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang

bervariasi antara penyakit paling ringan ( mild undifferentiated febrile illness ),demam dengue,

demam berdarah dengue ( DBD ) dan demam berdarah dengue disertai syok ( dengue shock

syndrome = DSS ). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah

fenomena gunung es, DBD dan DSS sebagai kasus yang dirawat di rumah sakit merupakan

puncak gunung es yang kelihatan diatas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan ( silent

dengue infection dan demam dengue )merupakan dasarnya. (2)

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan

karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya

prilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di

seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.

Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. pada

awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan,

kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat

penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang

belum memeperlihatkan hasil yang memuaskan. Titik berat upaya pemberantasan vektor demam

berdarah oleh masyarakat dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ). (1,6)

Pertolongan yang cepat dan tepat sangat membantu penyelamatan hidup pada kasus

kegawatan demam berdarah dengue. Disfungsi sirkulasi atau syok pada DBD,dengue shock

syndrome ( DSS ), disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular yang pada akhirnya

mengakibatkan turunnya perfusi organ. Pemberian cairan resusitasi yang tepat dan adekuat pada

fase awal syok merupakan dasar utama pengobatan DSS.(10) Prognosis kegawatan DBD

tergantung pada pengenalan, pengobatan yang tepat segera dan pemantauan ketat syok. Oleh

karena itu peran dokter sangat membantu untuk menurunkan angka kematian. (1)

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

INFEKSI VIRUS DENGUE

2.1 DEFINISI

Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh Virus Dengue yang ditransmisikan

oleh nyamuk sebagai vektornya dengan karekteristik penyakit diantaranya seperti demam, sakit

kepala, nyeri otot dan sendi, adanya rash atau petechiae. Beberapa infeksi dapat menyebabkan

demam berdarah dengue (DBD) yang secara cepat dapat menyebabkan penderita jatuh ke dalam

syok, yang disebut sebagaidengue shock syndrome ( DSS ). (7)

2.2 EPIDEMIOLOGI

Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada

tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus penyakit serupa di Bangkok. Setelah tahun 1958 penyakit

ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemi di beberapa negara lain di Asia Tenggara. Di

Indonesia DBD pertama kali dicurigai diSurabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virulogis

baru diperoleh tahun 1970. Di Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian

DBD dilaporkan berturut-turut dilaporkan di Bandung (1972), Yogyakarta (1972).

Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan

beberapa faktor antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus

dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara keseluruhan tidak

terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak

perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara distribusi umur

memperlihatkan proporsi kasus terbanyak dari golongan anak.

2.3 ETIOLOGI

Virus Dengue termasuk grup B arthropord borne virus (Arbovirus) dan sekarang

dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu

DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe virus ini mempunyai hubungan yang erat

secara antigenik. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup

2

terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain.

Seseorang yang tinggal di di daerah endemis dapat terinfeksi 3 bahkan 4 serotipe selama

hidupnya. Di Indonesia serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak

berhubungan dengan kasus berat. (2,7)

Virus Dengue yang matur terdiri dari single stranded RNA genom (ssRNA) yang

mempunyai polaritas positif. Genom ini dikelilingi oleh nukleocapsid icosahedraldenagn

diameter 30 nm. Nucleocapsid ini ditutupi oleh suatu lipid envelope yang tebalnya 10 nm.

Genom virus mengandung 3 protein struktural dan 7 protein non struktural. Protein struktural

termasuk kapsul protein yang kaya arginine dan lisin serta protein prM nonglycosylated.

Sedangkan protein non struktural dikenal sebagai NS1-7 yang mempunyai fungsi yang berbeda

diantaranya :

NS1 merupakan suatu glikoprotein dapat dideteksi dari pasien dengan titer tinggi

terhadap infeksi dengue sekunder, fungsinya belum diketahui.

NS2 terdiri dari 2 protein (NS2A dan NS2B) yang berhubungan dengan proses

poliprotein

NS3 merupakan proteinase virus

NS4 merupakan kode untuk dua protein hidrofobik yang sepertinya terlibat dalam

pembentukan kompleks replikasi dari rantai RNA

NS5 merupakan kode untuk protein dengan berta molekul 105.000 dan merupakan

protein pelindung dari Flavivirus.

NS6 dan NS7 belum diketahui fungsinya. (7)

2.4 VEKTOR PENULAR

Host natural dari Virus Dengue adalah manusia, primata dan nyamuk. Vektor

arthropoda merupakan anggota dari genus Aedes yang hidup baik di daerah perkotaan maupun

daerah pedesaan. Spesies predominan yang berperan dalam transmisi penyakit adalah Aedes

aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk betina menggigit sepanjang hari dimana aktivitas

puncaknya pada pagi dan siang hari. (6,7) Mereka yang berisiko terkena demam berdarah adalah

anak-anak berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta

daerah pinggiran yang kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada

3

musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim serta prilaku

manusia. (6)

Di Indonesia nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di seluruh pelosok tanah air,

baik kota maupun desa kecuali di wilayah yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas

permukaan laut. Perkembangan hidup nyamuk ini memerlukan waktu sekitar 10-12 hari dari

telur hingga dewasa. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah manusia untuk

mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak menghisap darah tapi hidup dari sari

tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk betina berkisar antar 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata

1,5 bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara disekelilingnya. Kemampuan terbangnya

berkisar antara 40-100 meter dari tempat berkembang biaknya. Tempat yang disukai adalah

benda-benda tergantung yang ada di dalam rumah, seperti gordyn, kelambu dan pakaian di

kamar yang gelap dan lembab.

Di dalam tubuh nyamuk Virus Dengue akan berkembang biak dengan cara membelah

diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus ini berada di dalam

kelenjar liur nyamuk tersebut. Ketika nyamuk ini menggigit manusia maka Virus Dengue

dikeluarkan bersama air liur nyamuk. (1)

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari infeksi Virus Dengue bervariasi mulai dari yang asimptomatis,

demam ringan flu like syndrome (demam dengue) sampai yang berat seperti dengue shock

syndrome. Bervariasinya gejala klinis yang timbul masih belum dipahami dan sepertinya

berhubungan dengan umur, jenis kelamin serta status imunologi dan nutrisi dari pasien sendiri.

Selain itu faktor risiko yang berpengaruh pada berat-ringannya gejala yang ditimbulkan adalah

jenis serotipe dari virus yang menginfeksi. (7,8)

DEMAM DENGUE

Masa inkubasi dari demam dengue setelah gigitan nyamuk bervariasi antara 3 sampai

14 hari, rata-rata 4 sampai 7 hari. (7,8) Demam biasanya timbul mendadak, disertai gejala-gejala

yang tidak spesifik seperti sakit kepala frontal, sakit didaerah retroorbital, myalgia dan atralgia,

nausea dan vomiting, serta adanya bercak-bercak pada kulit. Bercak-bercak ini dapat berupa

makular atau makulopapular yang diskret.(7,8) Bercak atau ruam ini timbul 6-12 jam sebelum suhu

4

naik untuk pertama kali, yaitu pada hari sakit ke3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam ini terdapat pada

dada, abdomen serta menyebar ke anggota gerak dan muka. Pada 67-77% kasus terdapat

pembesaran kelenjar limfe servikal, beberapa sarjana menyebutnya sebagai Castelani’s sign,

sangat patognomonik dan merupakan patokan yang berguna untuk membuat diagnosis

banding. (2)

Demam pada beberapa kasus dapat mencapai 39 0C atau lebih tinggi. Demam ini

bertahan selama 5 sampai 6 hari. (7) Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu

yang menyerupai pelana kuda atau bersifat bifasik, tetapi pada beberapa penelitian selanjutnya

bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga dianggap tidak patognomonik.

Selanjutnya demam ini akan menghilang secara lisis disertai keluarnya banyak keringat. (2)

Manifestasi perdarahan pada demam dengue jarang terjadi, bisa bersifat ringan sampai

berat. Perdarahan kulit seperti petechiae dan purpura merupakan manifestasi perdarahan yang

paling sering terjadi. Selain itu dapat terjadi juga epistaksis, menorrhagia dan perdarahan

gastrointestinal. (8)

Kelainan darah tepi pada demam dengue ialah leukopenia selama periode prademam

dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relatif dan limfositosis

pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesen. (2)Trombositopenia dapat terjadi pada

demam dengue, 34% pasien yang didiagnosa demam dengue, jumlah trombosit kurang dari

100.000/mm3. (8)

Umumnya demam dengue dapat sembuh sendiri (self-limiting) dan jarang berakibat

fatal. Fase akut dapat terjadi 3-7 hari tetapi fase konvalesens mungkin dapat lebih lama, beberapa

minggu, terutama pasien dewasa. Tidak ada sekuele permanen yang berhubungan dengan infeksi

ini. (8)

DEMAM BERDARAH DENGUE

Demam berdarah dengue ditandai dengan 4 manifestasi klinis, yaitu :

Demam tinggi, perdarahan terutama perdarahan kulit, hepatomegali, kegagalan sirkulasi.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan demam

berdarah dengue dari demam dengue adalah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah,

menurunnya volume plasma, trombositopenia dan diatesis hemoragik.(1,2,10)

Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji torniquet positif, memar dan perdarahan pada

tempat pengambilan darah vena. Petechiae halus yang tersebar di anggota gerak, muka, aksila

5

seringkali ditemukan pada masa dini demam. Perdarahan dapat terjadi di setiap organ. Epistaksis

dan perdarahan gusi jarang dijumpai, sedangkan perdarahan saluran cerna yang hebat lebih

jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan yang tidak teratasi. Perdarahan subkonjungtiva

kadang-kadang ditemukan. (2)

WHO (1997) memberikan pedoman untuk menegakkan diagnosis demam berdarah

dengue secara dini, yaitu :

Klinis :

1. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2 sampai 7 hari

2. Manifestasi perdarahan termasuk sekurangnya uji torniquet positif dan salah satu bentuk

perdarahan lain ( petechiae, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi ) hematemesis

dan atau melena

3. Pembesaran hati (hepatomegali)

4. Syok yang ditandai nadi kecil dan cepat, tekanan nadi menurun <>

Laboratorium :

Adanya trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat

dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit

sebelum sakit atau pada fase konvalesens.

Ditemukannya 2 atau 3 dari gejala klinis di atas disertai trombositopenia dan

hemokonsentrasi cukup untuk membuat diagnosis klinis demam berdarah dengue.(1,2)

Sedangkan untuk menentukan berat-ringannya derajat penyakit demam berdarah

dengue, WHO membaginya dalam 4 derajat :

Derajat I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan

adalah uji torniquet positif.

Derajat II : derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.

Derajat III : ditemukannya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi

menurun (<= 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan pasien gelisah.

Derajat IV : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.

2.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Isolasi virus

6

Ada beberapa cara isolasi yang dikembangkan, yaitu :

- inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari

- inokulasi pada biakn jaringan mamalia dan nyamuk

- inokulasi pada nyamuk dewasa secara intraserebral pada larva

2. Pemeriksaan serologis

dikenal 5 jenis uji serologik adanya infeksi virus dengue, yaitu :

- HI test (Tes Hemaglutinasi Inhibisi), merupakan uji serologis yang paling sering dipakai.

- Uji komplemen fiksasi

- Uji neutralisasi

- IgM dan IgG Elisa

Pada dasarnya hasil uji serologis dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase

konvalesens terhadap fase akut (naik 4x lipat atau lebih). (2)

DENGUE SHOCK SYNDROME

Dengue shock syndrome (DSS) merupakan demam berdarah dengue yang ditandai

dengan kegagalan sirkulasi termasuk tekanan nadi yang rendah (<=20 mmHg) dan tanda-tanda

syok lainnya. (7) Demam berdarah dengue yang disertai syok ini dapat terjadi tiba-tiba, biasanya

setelah demam turun, yaitu antara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Syok yang terjadi pada saat demam

mempunyai prognosis yang buruk. (2) Syok ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah sampai

tidak teraba, tekanan nadi yang menurun, kulit dingin dan lembab. (1) Pasien seringkali mengeluh

nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Nyeri perut hebat seringkali mendahului perdarahan

gastrointestinal. (2)

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi.

Jumlah trombosit ditemukan diantara hari sakit ke-3 sampai ke-7. Peningkatan kadar hematokrit

merupakan bukti adanya kebocoran plasma, terjadi juga pada kasus derajat ringan walaupun

tidak sehebat dalam keadaan syok. Hasil laboratorium yang lain biasanya ditemukan

hipoproteinemia, hiponatremi, kadar transminase serum dan urea nitrogen darah meningkat (2).

Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ke-3 terlihat peningkatan limfosit

atopik yang berlangsung sampai hari ke-8. Limfosit ini disebut sebagai limfosit plasma biru

(LPB). Pemeriksaan LPB secara seri dari preparat hapus tepi memperlihatkan bahwa LPB pada

7

infeksi dengue mencapai puncaknya pada hari ke-6 demam. LPB merupakan campuran antara

limfosit-B dan limfosit-T (1) .

PATOGENESIS

Virus Dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali

mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi tubuh memberikan reaksi yang berbeda

ketika seseorang mendapat infeksi yang berulang dengan serotipe Virus Dengue yang berbeda.

Hal ini merupakan dasar teori yang disebut the secondary heterologous infection atau the

sequential infection hypothesis. Infeksi virus yang berulang atau re-infeksi ini akan

menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan kompleks antigen-

antibodi (kompleks virus-antibodi) dengan konsentrasi tinggi (4).

Terdapatnya kompleks virus-antibodi di dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal

sebagai berikut :

1. Kompleks virus-antibodi mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat

dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya

permeabilitas dinding pembuluh darah dan meyebabkan plasma keluar melalui dinding

tersebut (plasma leakege), suatu keadaan yang berperan pada terjadinya syok. Telah

terbukti bahwa pada DSS, kadar C3a dan C5a menurun masing-masing sebanyak 33%

dan 89% (4). Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok diduga akibat kebocoran

plasma melaui kapiler yang rusak ke daerah ekstravaskular seperti rongga pleura,

peritonium atau perikardium (2).

2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis.

Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis ini akan dimusnahkan oleh sistem

retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan

terjadinya agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif yang bersifat

meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang

koagulasi intravaskular (4)

3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat terjadinya pembekuan

intravaskular yang luas (DIC). Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi

plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan pengahancuran fibrin

8

menjadi fibrin degradation product. Di samping itu aktivasi ini juga merangsang sistem

kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding kapiler (4).

PENATALAKSANAAN

Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan utama, yang

berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat sekali mengalami

syok dan sembuh segera dalam 48 jam setelah diobati. (3)

Penggantian Volume Plasma Segera

Seperti diketahui cairan tubuh dibagi menjadi 3 kompartemen utama yaitu, 2/3 bagian

cairan intraselular, 1/3 bagian cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular ini dibagi lagi menjadi

cairan intrtravaskular (25%) dan interstitial (75%). (10)

Cairan resusitasi yang diberikan adalah cairan kristaloid dan koloid. Cairan kristaloid

isotonik efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal dan tidak meninbulkan

reaksi alergi. Namun hanya seperempat bagian bolus yang tetap berada di dalam intravaskular,

sehingga diperlukan lebih banyak volume dan berisiko terjadi oedem jaringan terutama paru.

Contoh larutan ini adalah ringer laktat, ringer asetat dan NaCl 0,9%.

Cairan koloid berada lebih lama di ruang intravaskular, mampu mempertahankan

tekanan onkotik, namun lebih mahal, dapat menyebabkan reaksi sensitivitas dan komplikasi lain.

Contoh cairan koloid adalah albumin, dextran dan gelatin. (1)

Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat 10-20 ml/kgbb, tetesan

secepatnya. Apabila syok belum teratasi dalam 30 menit, tetesan dinaikkan lagi menjadi 20

ml/kgbb disamping pemberian koloid 10-20 ml/kgbb/jam, tidak melebihi 30 ml/kgbb/jam.

Apabila setelah pemberian kedua cairan tresebut syok belum teratasi sedangkan kadar Ht

menurun didiga terjadi perdarahan maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Setelah

keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar Ht. (3)

Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume

Pemberian cairan tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar Ht

turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgbb/jam dan kemudian disesuaikan

tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Cairan intravena dapat

9

dihentikan apabila Ht telah turun, jumlah urin 1 ml/kgbb/jam atau lebih merupakan keadaan

sirkulasi membaik.

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

Hiponatremi dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DSS, maka pemeriksaan

analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa.

Pemberian Oksigen

Terapi oksigen harus selalu diberika pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian

oksigen dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat bahwa anak sering menjadi gelisah

apabila dipasang masker oksigen.

Transfusi Darah

Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien

syok, terutama pad asyok yang berkepanjangan (prolonged shock). Transfusi darah diberikan

pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Penurunan ematokrit tanpa parbaikan klinis

walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi merupakan tanda perdarahan. Pemberian darah

segar adalah untuk meningkat konsentrasi sel darah merah. Plasma segar atau suspensi trombosit

berguna untuk pasien dengan DIC yang menimbulkan perdarahan masif. Pemeriksaan

hematologi seperti PT, PTT dan FDP berguna untuk mementukan berat-ringannya DIC.

Pemantauan

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk

menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemantauan adalah :

Nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih

sering sampai syok teratasi.

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai klinis pasien stabil.

Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis cairan, jumlah dan

tetesan, untuk mementukan apakah cairan sudah mencukupi.

Jumlah dan frekuensi diuresis (normal diuresis 2-3 ml/kgbb/jam).

10

Rawat di PICU

Anak dengan DSS sebaiknya dirawat di PICU untuk memantau dan mengantisipasi

perubahan sirkulasi dan metabolik serta memberiakn tindakan suportif.(3)

KRITERIA MEMULANGKAN PASIEN

Pasien dapat pulang apabila :

 Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

 Nafsu makan membaik

 Tampak perbaikan klinis

 Hematokrit stabil

 Tiga hari setelah syok teratasi

 Jumlah trombosit >50.000/mm3

 Tidak dijumpai distress pernafasan (3)

BAB III

11

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama : Deswita

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 8 tahun

Alamat : Renteng

Agama : Islam

Suku : Sasak

Status Perkawinan : Anak kandung

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Pelajar

No. RM : 41 10 56

Masuk Rumah Sakit : 20 Februari 2014

ANAMNESIS (Heteroanamnesa: 20 Februari 2014, pukul 10.00 WIB)

Keluhan utama: Demam

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RSUD Praya dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan demam.

Demam dikeluhkan oleh orang tua pasien sejak sekitar 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

Demam dikeluhkan tiba-tiba tinggi, dan keluhan demam dirasakan terus-menerus dan tidak

menurun walaupun sudah diberikan obat penurun panas. Dari keterangan ibu pasien saat

pasien dibawa ke klinik swasta demam anaknya berkurang, namun kedua kaki dan

tangannya dingin serta kondisi anaknya sudah sangat lemas. Pada saat keluhan demam

sedikit berkurang, demam tidak disertai dengan keluhan menggigil ataupun berkeringat

dingin. Keluhan lain dari orang tua pasien adalah pasien mual diikuti dengan muntah. Pasien

dikeluhkan muntah setiap pasien makan, dengan volume tiap muntah sekitar 20 cc. Sekitar

dua hari yang lalu (18 Februari 2014), orang tua pasien mengeluhkan pasien sempat muntah

disertai sedikit gumpalan darah berwarna kehitaman. Muntah yang disertai gumpalan darah

ini terjadi tiga kali, namun gumpalan darah yang keluar tidak terlalu banyak. Pasien juga

12

sering mengeluhkan nyeri pada ulu hati yang terasa seperti ditusuk-tusuk. Keluhan lainnya

adalah pasien batuk berdahak sejak tiga hari yang lalu, keluhan batuk tidak disertai pilek

ataupun sesak. Pasien mengeluh sulit untuk mengeluarkan dahaknya. Sejak kemarin, muncul

bintik-bintik kemerahan pada kulit pasien di daerah betis.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah dikeluhkan mengalami demam seperti ini.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan keluhan serupa.

Riwayat Pengobatan

Pasien sebelumnya dibawa berobat ke klinik praktek swasta dan di rujuk ke IGD RSUD

Praya dengan diagnose Suspect DSS.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama kehamilan ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) di posyandu,

ibu pasien melakukan ANC lebih dari 6 kali, saat kehamilan ibu pasien tidak pernah

mengalami demam, batuk, sesak, ataupun sakit lain, riwayat rontgen selama hamil tidak

pernah, ibu pasien tidak pernah USG, riwayat minum obat atau jamu-jamuan selama hamil

tidak ada. Pasien merupakan anak ketiga, lahir normal, dibantu bidan, cukup bulan dan

langsung menangis, berat badan lahir 2.700 gram dan panjang badan lahir 50 cm. Riwayat

kuning setelah lahir tidak ada.

Riwayat Nutrisi

Pasien sehari-hari makan nasi ditambah lauk-pauk dan sayur.

Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan

- Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ayah pasien bekerja sebagai

Pedagang dan ibu sebagai ibu rumah tangga.

- Total penghasilan ayah tidak menentu setiap bulannya.

13

- Pasien tinggal serumah berempat dengan orangtua dan adiknya.

Riwayat tumbuh kembang

Pasien tidak pernah tertinggal kelas, perkembangan pasien normal sesuai usianya.

Riwayat Imunisasi:

Imunisasi dasar lengkap.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 20 Februari 2014, pukul 17.00.

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : CM

Tanda Vital :

Nadi : 78 x/menit

RR : 22 kali permenit

Suhu : 36,5o C

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Berat badan : 22 Kg

Status Generalis

Kepala : Normocepali, UUB tertutup.

Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-), Pupil isokor Ө 3mm, reflek

cahaya (+) normal, perdarahan konjungtiva (-), ptosis (-).

Hidung : Nafas cuping hidung (-), discharge (-), deviasi septum (-), laserasi (-)

Telinga : Discharge (-)

Mulut : Bibir pucat (+), bibir sianosis(-)

Leher : Simetris, pembesaran kel. Limfe (-), trakea di tengah

Thorax :

Paru Jantung

Inspeksi Bentuk & ukuran: normal, simetris, barrel chest (-).

Permukaan dada: Scar (-), spider

Ictus cordis: tidak tampak

14

naevi (-), vena kolateral (-), massa (-).

Penggunaan otot bantu nafas: SCM tidak aktif, hipertrofi SCM (-), otot bantu abdomen tidak aktif.

Iga dan sela iga: normal, simetris, pelebaran/penyempitan ICS (-)

Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis: simetris kiri dan kanan. Fossa jugularis: berada di tengah.

Tipe pernapasan: torako-abdominal

Palpasi Trakea: tidak ada deviasi. Nyeri tekan (-), benjolan (-), edema

(-), krepitasi (-) Gerakan dinding dada: simetris. Fremitus vocal: +/+, simetris.

Thrill (-) Ictus cordis teraba di ICS VI

linea midclavicula sinistra

Perkusi Sonor (+/+) Batas paru-hepar : sde Batas paru-jantung: ICS II

parasternal dekstra, ICS V midclavikula sinistra.

Auskultasi Vesikuler (+/+)Suara napas tambahan: rhonki (-/-),

Wheezing (-/-)

Cor: S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

1. Inspeksi:

Distensi (-)

Umbilicus: menonjol mengkilat ( - )

Permukaan kulit: tanda-tanda inflamasi (-), venektasi (-), massa (-), vena kolateral (-),

caput meducae (-), spider naevi (-)

2. Auskultasi:

Bising usus (+) normal

Metallic sound (-)

Bising aorta (-)

3. Perkusi:

15

Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)

4. Palpasi:

Nyeri tekan (+) epigastrium dan kuadran kanan atas, massa (-)

Hepar/lien/ren: tidak teraba

Tes Undulasi (-)

Pemeriksaan Pelvic dan inguinal : Pelvis normal, nyeri tekan suprapubic (-). Inguinal normal,

benjolan (-), massa (-), nyeri tekan (-), pembesaran KGB (-).

Pemeriksaan Urogenital: normal, infeksi (-), massa (-)

Pemeriksaan Anal dan Perianal: Inspeksi : tidak dilakukan

Anggota Gerak:

Extremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-, deformitas -/-, jejas (-)

Extremitas bawah : Akral hangat +/+, edema -/-, deformitas -/-, jejas -/-.

RESUME

Pasien mengalami demam, demam tiba-tiba tinggi, menggigil (-), keringat dingin (-).

Batuk berdahak (+), muntah (+) disertai bercak darah, lemas (+), mimisan (-), gusi berdarah (-),

gelisah dan sulit tidur saat malam. BAB (-) sejak 3 hari sebelum MRS, BAK (+) 3-4x sehari

warna kuning, nyeri saat BAK (-) darah (-) kecoklatan.

KU: sedang, kesadaran: compos mentis, HR 78x/menit, RR 22x/menit, suhu 36,5°C, UUB

tertutuip, konjungtiva anemis (-), H/L/R tidak teraba, nyeri tekan abdomen (+).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan darah, dan elektrolit

Parameter Nilai Nilai Normal

21/02/2014 (Klinik Swasta)

HB 13.3 12.9 – 15.9 g/dL

MCV 80.9 81.1 – 95 Fl

16

MCH 27.7 27 – 31.2 pg

MCHC 34.3 31.8 – 35.4 g/dL

RBC 4.79 4,06 – 5.58 [106/µL]

WBC 5.4 3.70 – 10,1 [103/ µL]

HCT 38.7 37.7 – 53.7 [%]

PLT 29 150-400 [103/ µL]

Parameter Nilai Nilai Normal

19/02/2014 (RSUD PRAYA)

HB 12.6 12.9 – 15.9 g/dL

MCV 74.9 81.1 – 95 fL

MCH 27.9 27 – 31.2 pg

MCHC 37.2 31.8 – 35.4 g/dL

RBC 4.50 4,06 – 5.58 [106/µL]

WBC 4.98 3.70 – 10,1 [103/ µL]

HCT 33.7 37.7 – 53.7 [%]

PLT 12.5 150-400 [103/ µL]

Parameter Nilai Nilai Normal

21/02/2014

HB 11.1 12.9 – 15.9 g/dL

MCV 73.8 81.1 – 95 fL

MCH 26.8 27 – 31.2 pg

MCHC 36.6 31.8 – 35.4 g/dL

RBC 4.16 4,06 – 5.58 [106/µL]

WBC 6.22 3.70 – 10,1 [103/ µL]

HCT 30.7 37.7 – 53.7 [%]

PLT 15.3 150-400 [103/ µL]

17

Parameter Nilai Nilai Normal

22/02/2014 (08:57 WITA)

HB 11.3 12.9 – 15.9 g/dL

MCV 75.1 81.1 – 95 fL

MCH 26.6 27 – 31.2 pg

MCHC 35.4 31.8 – 35.4 g/dL

RBC 4.24 4,06 – 5.58 [106/µL]

WBC 4.85 3.70 – 10,1 [103/ µL]

HCT 31.9 37.7 – 53.7 [%]

PLT 29.7 150-400 [103/ µL]

Parameter Nilai Nilai Normal

22/02/2014 (15:59 WITA)

HB 10.7 12.9 – 15.9 g/dL

MCV 73.6 81.1 – 95 fL

MCH 28.2 27 – 31.2 pg

MCHC 38.4 31.8 – 35.4 g/dL

RBC 3.81 4,06 – 5.58 [106/µL]

WBC 5.9 3.70 – 10,1 [103/ µL]

HCT 28.0 37.7 – 53.7 [%]

PLT 32 150-400 [103/ µL]

Parameter Nilai Nilai Normal

24/02/2014

HB 10.2 12.9 – 15.9 g/dL

MCV 76.8 81.1 – 95 fL

MCH 26.3 27 – 31.2 pg

MCHC 34.6 31.8 – 35.4 g/dL

RBC 3.88 4,06 – 5.58 [106/µL]

WBC 5.25 3.70 – 10,1 [103/ µL]

HCT 28.4 37.7 – 53.7 [%]

18

PLT 143 150-400 [103/ µL]

Pemeriksaan lain :

Titer O : 1/160

Titer H : Negative

Titer A0 : Negative

Titer BO : 1/80

IgG Anti Dengue : Negative

IgM Anti Dengue : Negative

DIAGNOSIS

Febris hari ke-5 suspek DHF grade II

DD:

1. Dengue Shock Syndrome

RENCANA TERAPI DAN DIAGNOSTK

Terapi :

D5 ½ NS 20 tpm

Paracetamol 3 x 500 mg

Ranitidine 2 x 50 mg

Inj. Cefotaxime 2 x 500 mg IV

Ambroxol 3 x 1 Cth

Diagnostik :

DL Serial

Elektrolit

BAB IV

PEMBAHASAN

19

Diagnosis demam berdarah dengue derajat II ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini. Penegakan diagnosis DBD

derajat II pada pasien ini berdasarkan adanya demam disertai gejala tidak khas dan manifestasi

perdarahan berupa uji tourniquet positif dusertai perdarahan spontan berupa adanya gumpalan

darah berwarna kehitaman saat pasien muntah. Hal ini sesuai dengan criteria DBD derajat II dari

WHO yakni demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus

selama 2-7 hari, terdapat manifestasi perdarahan spontanb dan uji tourniquet positif serta dari

riwayat sebelum dibawa ke RSUD Praya didapatkan pasien mengalami gejala keadaan syok

(terdapat kegagalan sirkulasi), yaitu keadaan umum yang buruk, gelisah (susah tidur saat malam

hari), dan akralnya yang dingin, namun saat dilakukan pemeriksaan, keadaan umum pasien

sudah tidak dalam keadaan syok yang ditandai dengan keadaan umum yang sedang, keluhan

susah tidur sudah berkurang, akral sudah terasa hangat. Dari pemeriksaan penunjang berupa

pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil leukosit yang berada dalam batas normal, nilai

hemoglobin dalam batas normal dan hematokrit yang cenderung meningkat serta didapatkan

trombositopenia yaitu sebesar 29.000/mm3 dan 12.000/mm3 (pemeriksaan pada tanggal

20/02/2014), dan 15.000/mm3 (pemeriksaan pada tanggal 21/02/2014), dan 29.700/mm3 dan

32.000/mm3 (pemeriksaan pada tanggal 22/02/2014). Hal ini merupakan salah satu dari kriteria

laboratories DBD. Penurunan kadar trombosit merupakan salah satu tanda yang mendukung

kemungkinan terjadinya perdarahan spontan. Hemoglobin dan hematokrit yang meningkat

menunjukkan adanya hemokonsentrasi.

Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa pada sindrom syok dengue,

setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum pasien dapat tiba-tiba

memburuk, yang biasannya terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yakni antara hari

sakit ke 3 – 7. Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda-tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba

lembab dan dingin, serta nadi menjadi cepat dan halus. Pasien seringkali akan mengeluh nyeri di

daerah perut sesaat sebelum syok. Pada pemeriksaan laboratorium biasanya akan ditemukan

adanya hemokonsentrasi (peningkatan kadar hematokrit ≥20%) dan trombositopenia.

20

(trombosit < 100.000/mm3). Trombositopenia sedang sampai berat yuang disertai dengan

hemokonsentrasi adalah temuan laboratorium yang khusus untuk DBD. Patofisiologi yang

menunjukkan derajat keparahan DBD dan membedakannya dari Demam Dengue adalah

keluarnya plasma yang bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi), efusi

serosa, atau hipoproteinemia. Beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam

diagnostik klinik pada penderita DSS menurut Wong adalah sebagai berikut.

1. Clouding of sensorium

2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.

3. Nyeri perut.

4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis, hematemesis, melena,

hematuri dan hemoptisis.

5. Trombositopenia berat.

6. Adanya efusi pleura pada toraks foto.

7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG

Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya perubahan

fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan plasma dapat mengakibatkan

syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma dan penggantian

cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada

saat peralihan dari fase demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya

terjadi pada hari ketiga sampai kelima. Oleh karena itu pada periode kritis tersebut diperlukan

peningkatan kewaspadaan. Adanya perembesan plasma dan perdarahan dapat diwaspadai dengan

pengawasan klinis dan pemantauan kadar hematokrit dan jumlah trombosit. Pemilihan jenis

cairan dan jumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan pengobatan.

Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok,

merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan

penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik,

dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana

21

DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase

demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.

Terapi yang diberikan pada pasien ini meliputi terapi suportif dan simtomatik. Dilakukan

pemasangan infus cairan intravena berupa D5 ½ NS20 tetes/menit. Oleh karena perembesan

plasma tidak konstan (perembesan plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume

cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dan kehilangan plasma, yang dapat

diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume yang berlebihan dan terus

menerus setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika

memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam

intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema paru dan

distres pernafasan

Sebagai terapi simptomatik pada pasien ini diberikan parasetamol untuk mengatasi

demam dengan dosis sebanyak 3 x 500 mg PO (apabila suhu > 38 C). Karena pasien ini

mengeluhkan adanya nyeri perut terutama di ulu hati maka juga diberikan ranitidine dengan

dosis 50 mg untuk sekali pemberian yang diberikan 2 kali sehari. Diberikan antibiotik dengan

tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder yang mungkin terjadi akibat manipulasi yang

dilakukan terhadap pasien seperti pemasangan jalur infus untuk pemberian cairan, pengambilan

sampel darah yang secara rutin dilakukan. Kesemuanya itu mempunyai resiko untuk terjadinya

infeksi pada pasien ini. Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk sehingga diberikan obat batuk

berupa syrup ambroxol 3 x 1 sendok teh. Selain itu berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium

pada tanggal 11 September 2011 didapatkan kecenderungan terjadinya peningkatan leukosit

meskipun hanya meningkat sedikit (dari 11.700 /μL menjadi 13.600/μL). Selain medikamentosa

tidak lupa juga diberikan terapi non medikamentosa, yaitu minum air yang banyak, mengedukasi

keluarga pasien untuk melakukan kegiatan pencegahan DBD dengan 3M menutup, menguras,

mengubur barang-barang yang dapat menampung air; menganjurkan agar pasien memakai

repellan untuk mencegah gigitan nyamuk, khususnya saat berada di lingkungan sekolah; dan

menjaga asupan nutrisi yang seimbang, baik kualitas, maupun kuantitasnya.

Pasien dapat dipulangkan apabila sudah tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik,

nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, tiga hari setelah syok

teratasi, jumlah trombosit > 50.000/mm3 dan cenderung meningkat, serta tidak dijumpai adanya

distress pernafasan.

22

Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah bonam karena penyakit pada pasien saat

ini tidak mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam bonam, karena organ-organ vital pasien

masih berfungsi dengan baik dan tidak terdapat adanya manisfestasi perdarahan. Untuk quo ad

sanactionam bonam karena kekambuhan pada DBD hanya dapat terjadi jika terdapat reinfeksi

oleh virus dengue. Dengan edukasi yang tepat, maka dapat dilakukan tindakan pencegahan

terjadinya infeksi virus dengue.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Sri Rezeki H.H., Hindra Irawan. 2000. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI. Halaman 16-17, 30-31, 55-62, 73-79, 136-140.

2. Sumarno S., Herry G., Sri Rezeki H.H. 2002. Buku Ajar Kesehatan AnakInfeksi dan

Penyakit Tropik. Edisi I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 176-208.

3. Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI. 2002. Updates in Pediatrics

Emergences. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 95-108.

4. Sarwono W., A.Muin R., LA Lesmana. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.

Edisi III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 417-420.

5. Behrman R., Kliegman R., Jenson HB. 2000. Nelson Text Book of PediatricsJilid 1.

16th Edition. USA : Saunders Company. Page 1005-1007.

24