Post on 26-Jul-2015
Askep Tetanus Neonatorum
Abror Shodiq
Pengertian
• Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh Clastridium Tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun yang menyerang sistem saraf pusat).
• Kejang yang sering di jumpai pada BBL, yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak bersih (Ngastijah, 1997).
Pengertian
• Tetanus berasal dari kata tetanos (Yunani) yang berarti peregangan.
• Tetanus Neonatorum :– Penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan
tanda klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh yang ditandai dengan kesulitan membuka mulut dan menetek, disusul dengan kejang–kejang (WHO, 1989).
Etiologi
• Clostridium tetani• Pemotongan tali pusat bayi menggunakan alat
yang tidak bersih atau steril.• Luka tali pusat kotor atau tdak bersih.• Ibu hamil tidak mendapat imunisasi TT
lengkap.
Insiden
• Kebanyakan tetanus neonatorum terdapat pada bayi yang baru lahir, Neonatorum yang tidak dirawat, angka mendekati 100%. Angka kematian kasus Tetanus Neonatorum yang dirawat di rumah sakit di Indonesia bervariasi dengan kisaran 10,8 – 55%.
• Tetanus Neonatorum ini terjadi selama 5-14 hari. Pada umumnya Tetanus Neonatorum ini lebih cepat dan penyakit berlangsung lebih berat daripada Tetanus pada anak.
Masa Inkubasi
• Tetanus Neonatorum ini terjadi selama 5-14 hari. Pada umumnya Tetanus Neonatorum ini lebih cepat dan penyakit berlangsung lebih berat daripada Tetanus pada anak.
Patofisiologi
• Clostridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang, berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostridiumTetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.
Clostridium
Patofisiologi
• Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toxin.
• Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi.
• Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya.
• Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel.
• Dalam sungsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin.
• Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan.
Pathogenesis
Wound Bacteria
Anaerobic conditions
Bacterial multiplication
Tetanolysin
Tetanospasmin
Hsu SS,et al. J Emerg Med 2001;20:357-65Mallick IH,et al. Int J Surg 2004;2:109-12
damage viable tissue
optimize condition for bacterial multiplication
PathogenesisTetanospasmin
Presynapticneuron
Postsynapticneuron
Inhibitorytransmitter
TetanospasminExcitatorytransmitter
Electric signal
Efek Toxin pada :1. Ganglion pra sumsum tulang belakang :
– Memblok sinaps jalur antagonist, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls sehingga tonus ototnya meningkat dan otot menjadi kaku. Terjadi penekanan pada hiperpolarisasi membran dari neurons yang merupakan mekanisme yang umum terjadi bila jalur penghambat terangsang. Depolarisasi yang berkaitan dengan jalur rangsangan tidak terganggu. Toksin menyebabkan hambatan pengeluaran inhibitory transmitter dan menekan pengaruh bahan ini pada membran neuron motorik.
2. Otak :– Toxin yang menempel pada cerebral gangliosides diduga menyebabkan gejala
kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus. Hambatan antidromik akibat rangsangan kortikal menurun.
3. Saraf otonom :– Terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat yang
berlebihan, hiperthermia, hypotensi, hypertensi, arytmia cardiac block atau takhikardia. Sekalipun otot yang terkena adalah otot bergaris terutama otot penampang dan penggerak tubuh yang besar-besar, pada tetanus berat otot polos juga ikut terkena, sehingga timbul manifestasi klinik seperti disebutkan diatas.
Gambaran Umum
1. Trismus (lock-jaw, clench teeth)– Adalah mengatupnya rahang dan terkuncinya dua baris gigi akibat
kekakuan otot mengunyah (masseter) sehingga penderita sukar membuka mulut. Untuk menilai kemajuan dan kesembuhan secara klinik, lebar bukaan mulut diukur tiap hari. Trismus pada neonati tidak sejelas pada anak, karena kekakuan pada leher lebih kuat dan akan menarik mulut kebawah, sehingga mulut agak menganga. Keadaan ini menyebabkan mulut “mecucu” seperti mulut ikan tetapi terdapat kekakuan mulut sehingga bayi tak dapat menetek.
2. Risus Sardonicus (Sardonic grin)– Terjadi akibat kekakuan otot-otot mimic dahi mengkerut mata agak
tertutup– Sudut mulut keluar dan kebawah manggambarkan wajah penuh
ejekan sambil menahan kesakitan atau emosi yang dalam.
Lock – jaw
trismus
Risus sardonicus
Newborn showing risus sardonicus and generalized spasticity
Gambaran Umum
3. Opisthotonus– Kekakuan otot-otot yang menunjang tubuh : otot punggung, otot
leher, trunk muscle dan sebagainya. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala. Secara klinik dapat dikenali dengan mudahnya tangan pemeriksa masuk pada lengkungan busur tersebut.
– Pada era sebelum diazepam, sering terjadi komplikasi compression fracture pada tulang vertebra.
4. Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut seperti papan. – Selain otot didnding perut, otot penyangga rongga dada juga kaku,
sehingga penderita merasakan keterbatasan untuk bernafas atau batuk. Setelah hari kelima perlu diwaspadai timbulnya perdarahan paru (pada neonatus) atau bronchopneumonia.
Opisthotonos
Gambaran Umum
5. Bila kekakuan makin berat, akan timbul kejang-kejang umum, mula-mula hanya terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya, lambat laun “masa istirahat” kejang makin pendek sehingga anak jatuh dalam status convulsivus.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi :– Gangguan pernafasan akibat kejang yang terus-menerus atau oleh karena
spasme otot larynx yang bila berat menimbulkan anoxia dan kematian.– Pengaruh toksin pada saraf otonom akan menyebabkan gangguan sirkulasi
(akibat gangguan irama jantung misalnya block, bradycardi, tachycardia, atau kelainan pembuluh darah/hipertensi), dapat pula menyebabkan suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) atau berkeringat banyak hiperhidrosis).
– Kekakuan otot sphincter dan otot polos lain seringkali menimbulkan retentio alvi atau retention urinae.
– Patah tulang panjang (tulang paha) dan fraktur kompresi tulang belakang.
Pathway
Clostridium tetani
Eksotoxin
· Saraf tepi· Kornu anterior sumsum tl
blkg· SSP
Infeksi
Peningkatan suhu tubuh
Neuro transmiter
Spasme
Pernafasan Neuro muskulerSal kemih Sal cerna
Gg. eliminasi BAK Konstriksi sal pernafasan
Penumpukan sekret
Jln nafas tidak efektif
Kekakuan otot
Gg. aktivitas
Trismus
Gg. menelan
Gg Nutrisi kurang dari kebut tubuh
Intake kurang
Gg. komunikasi verbal
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan laboratorium : – Liquor Cerebri normal, hitung leukosit normal atau
sedikit meningkat. – Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama
kalsium dan magnesium, analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan.
• Pemeriksaan radiologi : – Foto rontgen thorax setelah hari ke-5.
Komplikasi
• Bronkhopneumonia• Asfiksia• Sepsis Neonatorum
Pencegahan
• Imunisasi aktif• Perawatan tali pusat yang baik• Pemberian toksoid tetanus pada ibu hamil 3
kali berturut-turut pada trimester ke 3• Pemotongan tali pusat harus menggunakan
alat yang steril
Tata Laksana : medik
Empat pokok dasar tata laksana medik : debridement, pemberian antibiotik, menghentikan kejang, serta imunisasi pasif dan aktif, yang dapat dijabarkan sebagai berikut :1. Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan
NaCl fisiologis dalam perbandingan 4 : 1 selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk memasukan obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dalam perbandingan 4 : 1 (jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah dahulu). Bila setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde, melalui infus diberikan tambahan protein dan kalium.
Tata Laksana : medik
2. Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit, kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam dimasukan ke dalam cairan infus dan diganti setiap 6 jam). Bila kejang masih sering timbul, boleh ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena perlahan-lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tembahan diazepam 5 mg/kgBB/hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15 mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinis membaik, diazepam diberikan peroral dan diurunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia berat atau bila makin berat, diazepam diberikan per oral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan secara intravena.
Tata Laksana : medik
3. ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM. Perinfus diberikan 20.000 U sekaligus.
4. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari. Bila pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya. Bila pungsi lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien meningitis bakterialis.
5. Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/Betadine 10%.
6. Perhatikan jalan napas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.
Tata Laksana : keperawatan
• Perawatan intensif terutama ditujukan untuk mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga saluran nafas tetap bebas, mempertahankan oksignasi yang adekuat, dan mencegah hipotermi.
• Perawatan puntung tali pusat sangat penting untuk membuang jaringan yang telah tercemar spora dan mengubah keadaan anaerob jaringan yang rusak, agar oksigenasi bertambah dan pertumbuhan bentuk vegetatif maupun spora dapat dihambat.
• Setelah puntung tali pusat dibersihkan dengan perhydrol, dibutuhkan povidon 10% dan dirawat secara terbuka.
• Perawatan puntung tali pusat dilakukan minimal 3 kali sehari.
Pengkajian
1. Identitas2. Riwayat Keperawatan : antenatal, intranatal, postnatal.3. Pemeriksaan Fisik• Keadaan Umum : Lemah, sulit menelan, kejang• Kepala : Poisi menengadah, kaku kuduk, dahi mengkerut, mata
agak tertutup, sudut mulut keluar dan kebawah.• Mulut : Kekakuan mulut, mengatupnya rahang, seperti mulut ikan.• Dada : Simetris, kekakuan otot penyangga rongga dada, otot
punggung.• Abdomen : Dinding perut seperti papan.• Kulit : Turgor kurang, pucat, kebiruan.• Ekstremitas : Flexi pada tangan, ekstensi pada tungkai, hipertoni
sehingga bayi dapat diangkat bagai sepotong kayu.
Pengkajian
• Pemeriksaan Persistem– Respirasi : Frekuensi nafas, penggunaan otot aksesori,
bunyi nafas, batuk-pikel.– Kardiovaskuler : Frekuensi, kualitas dan irama denyut
jantung, pengisian kapiler, sirkulasi, berkeringat, hiperpirexia.
– Neurologi : Tingkat kesadaran, reflek pupil, kejang karena rangsangan.
– Gastrointestinal : Bising usus, pola defekasi, distensi– Perkemihan : Produksi urine– Muskuloskeletal : Tonus otot, pergerakan, kekakuan.
Dx Keperawatan1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada
trakea dan spasme otot pernafasan.2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-
otot pernafasan3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efek toksin ( bakterimia )4. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekakuan otot
pengunyah5. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara6. Gangguan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering
kejang7. Resiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake
yang kurang dan oliguria8. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang9. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan
penanggulangannya berhubungan dengan kurangnya informasi10. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan sering kejang
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas – Tujuan: jalan nafas efektif– Kriteria:• Klien tidak sesak, lender atau sleam tidak ada• Pernafasan 16 – 18 kali/menit• Tidak ada pernafasan cuping hidung• Tidak ada tambahan otot pernafasan• Hasil pemeriksaan laboratorium darah AGD dalam batas
normal ( pH=7,35 – 7,45 ; PCO2= 35 – 45 mmHg, PO2 = 80 – 100 mmHg )
Intervensi
1. Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi2. Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengar suara
nafas (adakah ronchi) tiap 2 – 4 jam sekali3. Bersihkan mulut dan saluran nafas dari secret dan lendir
dengan melakukan section.4. Oksigenisasi sesuai intruksi dokter5. Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam6. Observasi timbulnay gagal nafas/apnea7. Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer secret
(mukolotik)
Gambaran Klinik
• Gejala permulaan adalah bayi mendadak tidak mau atau tidak bisa menetek karena mulut tertutup (trismus), mulut mencucu seperti ikan, dapat terjadi spasmus otot yang luas dan kejang yang umum.
• Leher menjadi kaku dan kepala mendongak ke atas (opistotonus).
• Dinding abdomen kaku, mengeras dan kalau terdapat kejang otot pernafasan, dapat terjadi sianosis.
• Suhu dapat meningkat sampai 39 derajat C. • Naiknya suhu ini mempunyai prognosis yang tidak baik.
Tanda Dan Gejalaa. Kekakuan otot, disusul dengan kesulitan membuka mulut (trismus).b. Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan
ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki).c. Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lama
makin sering dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yang berat.
d. Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat
e. Untuk memudahkannya tingkat berat penyakit dibagi :1. Ringan : hanya trismus dan kejang lokal2. Sedang : mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang
tampak nyata, opistotonus dan kekauan otot yang menyeluruh.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsangan, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lender dan secret yang menumpuk.– Tujuan : pola nafas teratur dan normal– Kriteria :• Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan
kebutuhan oksigen• Tidak sesak, pernafasan normal 16 – 18 kali/menit• Tidak sianosis
Intervensi
1. Monitor irama pernafasan dan respirasi rate2. Atur posisi luruskan jalan nafas3. Observasi tanda dan gejala sianosis4. Berikan oksigenasi sesuai dengan intruksi dokter5. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam6. Observasi timbulnya gagal nafas7. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah