Post on 08-Aug-2015
description
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah
dan rahmat-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul
“ANGINA LUDWIG” tepat pada waktunya. Penulisan Referat ini dibuat sebagai salah satu
tugas kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut di RSUD SIDOARJO.
Dengan rasa hormat penulis juga menyampaikan rasa terima kasih atas bantuan
dari semua pihak, terutama kepada :
1. drg.Wahyu Synthia Dewi,Sp.KG selaku pembimbing penyusunan referat yang
berjudul “ANGINA LUDWIG”
2. Teman-teman kelompok A 2006 yang telah memberikan support kepada penulis
dalam mengerjakan referat ini
3. Para perawat dan ahli medis lain yang tidak dapat penulis sampaikan satu
persatu
Penulis menyadari referat ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga penulis
mohon masukan kritik dan sarannya. Penulis berharap referat beserta laporan kasus ini
dapat bermanfaat bagi kita bersama, Amin.
Sidoarjo, 27 Mei 2012
drg.Wahyu Synthia Dewi,Sp.KG Gede Bagus Kaniaka
(Pembimbing) ( Penulis )
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………….. 1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………… 2
BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………………….. 3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………………………………………….. 4
2.1 DEFINISI……………………………………………………………………………………………………… 4
2.2 ANATOMI…………………………………………………………………………………………………… 4
2.3 ETIOLOGI…………………………………………………………………………………………………… 6
2.4 PATOFISIOLOGI………………………………………………………………………………………… 7
2.5 MANIFESTASI KLINIS………………………………………………………………………………… 10
2.6 DIAGNOSIS………………………………………………………………………………………………. 12
2.7 PENATALAKSANAAN…………………………………………………………………………………. 13
2.8 KOMPLIKASI……………………………………………………………………………………………… 16
2.9 PENCEGAHAN…………………………………………………………………………………………… 16
2.10 PROGNOSIS………………………………………………………………………………………………. 16
BAB III : RINGKASAN………………………………………………………………………………………………………… 18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………………………… 19
2
BAB I
PENDAHULUAN
Angina Ludwig atau dikenal sebagai Angina Ludovici, pertama kali dijelaskan oleh
Wilheim Frederickvon Ludwig pada tahun 1836 sebagai suatu selulitis atau infeksi jaringan
ikat leher dan dasar mulut yang cepat menyebar. Ia mengamati bahwa kondisi ini akan
memburuk secara progesif bahkan dapat berakhir pada kematian dalam waktu 10- 12 hari.1
Angina Ludwig merupakan salah satu bentuk abses leher dalam. Abses leher
dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fascia leher sebagai akibat
perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal,
telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang terlibat, gejala dan tanda klinis
setempat berupa nyeri dan pembengkakkan akan menunjukkan lokasi infeksi.2
Angina Ludwig ialah infeksi ruang submandibular berupa selulitis atau flegmon
yang progresif dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak
membentuk abses dan tidak ada limfadenopati. Hal ini menyebabkan adanya perabaan keras
seperti papan dan tidak adanya bekas penekanan seperti edema pada umumnya di
submandibula.3 Ruang suprahyoid berada di antara otot-otot yang melekatkan lidah pada os
hyoid dan m. mylohyoideus. Peradangan ruang ini menyebabkan ketegangan yang
berlebihan pada jaringan dasar mulut serta mendorong lidah ke atas-belakang. Hal ini dapat
menyebabkan obstruksijalan napas secara potensial.4
Walaupun biasanya penyebaran yang luas terjadi pada pasien imunokompromise,
angina Ludwig juga bisa berkembang pada orang yang sehat.5 Faktor predisposisinya berupa
karies dentis, perawatan gigi terakhir, sickle cell anemia, trauma, dan tindikan pada
frenulum lidah.6 Selain itu penyakit sistemik seperti diabetes melitus, neutropenia,
aplastik anemia, glomerulositis, dermatomiositis dan lupus eritematosus dapat
mempengaruhi terjadinya angina Ludwig.7 Penderita terbanyak berkisar antara umur 20-60
tahun, walaupun pernah dilaporkan terjadi pada usia 12 hari -84 tahun. Kasus ini dominan
terjadi pada laki-laki (3:1 sampai 4:1).6 Angka kematian akibat angina Ludwig sebelum
dikenalnya antibiotik mencapai angka 50% dari seluruh kasus yang dilaporkan, sejalan
dengan perkembangan antibiotika, perawatan bedah yang baik,serta tindakan yang cepat
dan tepat, maka saat ini angka kematiannya hanya 8%.8
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Angina Ludwig merupakan infeksi dan peradangan serius jaringan ikat (selulitis)
pada area di bawah lidah dan dagu. Penyakit ini termasuk dalam grup penyakit
infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri berasal dari rongga mulut seperti gigi,
lidah, gusi, tenggorokan, dan leher. Karakter spesifik yang membedakan angina
Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut
serta kedua ruang submandibularis (sublingualis dan submaksilaris) pada kedua sisi
(bilateral).9
2.2 ANATOMI
Pengetahuan tentang ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan fascia
penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi. Ruang yang dibentuk oleh
berbagai fascia pada leher ini merupakan area yang berpotensi untuk terjadinya
infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau abses, dan menyebar
melalui berbagai jalan termasuk melalui saluran limfe.6
Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid) dan
m. mylohyoid. Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini menjadi dua
yaitu ruang sublingual di superior dan ruang submaksilar di inferior. Adapula yang
membaginya menjadi tiga diantaranya yaitu ruang sublingual, ruang submental dan
ruang submaksillar.2
4
Gambar 1. Ruang sublingual di bagian superior dari m. mylohyoid. Ruang
submandibular di Inferior dari m. mylohyoid.
Ruang submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian superiornya
oleh m. mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh m. styloglossus dan
di bagian lateralnya oleh corpus mandibula. Batas lateralnya berupa kulit, fascia
superfisial dan m. platysma superficialis pada fascia servikal bagian dalam. Di bagian
inferiornya dibentuk oleh m. digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini
berhubungan secara bebas dengan ruang submental, dan di bagian posteriornya
terhubung dengan ruangpharyngeal.
Gambar 2. Ruang submaksilar dibatasi oleh m. mylohyoid, m. hyoglossus, danm.
styloglossus.
5
Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus
Wharton, n.x lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan lemak.10
Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di
garis tengah bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasioleh
bagian anterior dari m. digastricus. Dasar ruangan ini adalah m. mylohyoid
sedangkan atapnya adalah kulit, fascia superfisial, dan m. platysma. Ruang
submental mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan lemak fibrous.10
Gambar 3. Segitiga ruang submental.
Infeksi pada ruang submandibular ini menyebar hingga bagian superior
dan posterior, mengakibatkan peninggian dasar mulut dan lidah. Os hyoid
membatasi penyebaran ke inferior, sedangkan pembengkakkan dapat menyebar
hingga bagian anterior 6 leher, menyebabkan distorsi dan gambaran bull neck.6
2.3 ETIOLOGI
Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen
baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang
kurang.11 Selain itu, 95% kasus angina Ludwig melibatkan ruang submandibular
bilateral dan gangguan jalan nafas merupakan komplikasi paling berbahaya yang
seringkali merenggut nyawa. Rute infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari
terinfeksinya molar ketiga rahang bawah atau dari perikoronitis, yang merupakan
infeksi dari gusi sekitar gigi molar ketiga yang erupsi sebagian. Hal ini
mengakibatkan pentingnya mendapatkan konsultasi gigi untuk molar bawah
ketiga pada tanda pertama sakit, perdarahan dari gusi, kepekaan terhadap
6
panas/dingin atau adanya bengkak di sudut rahang.5
Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi penyebab
odontogenik dari angina Ludwig. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada
tingkat m.myohyloid, dan abses seperti perimandibular abses akan menyebar ke
ruang submandibular. Di samping itu, perawatan gigi terakhir juga dapat
menyebabkan angina Ludwig, antara lain: penyebaran organisme dari gangren
pulpa ke jaringan periapikal saat dilakukan terapi endodontik, serta inokulasi
Streptococcus yang berasal dari mulut dan tenggorokan ke lidah dan jaringan
submandibular oleh manipulasi instrumen saat perawatan gigi.11
Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain sialadenitis
kelenjar submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi sekunder akibat
keganasan mulut, abses peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus, epiglotitis,
injeksi obat intravena melalui leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi
endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan
trauma pada dasarmulut.11
Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina Ludwig
melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Bakteri
anaerob yang diisolasi seringkali berupa bacteroides, peptostreptococci, dan
peptococci.11
Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium nucleatum,
Aerobacter aeruginosa, spirochetes, Veillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies
Clostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara lain spesies Neisseria,
Escherichia coli, spesies Pseudomonas, Haemophillus influenza dan spesies
Klebsiella.11
2.4 PATOFISIOLOGI
Infeksi gigi seperti nekrosis pulpa karena karies profunda yang tidak terawat dan
deep periodontal pocket, merupakan jalan bagi bakteri untuk mencapai jaringan
periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi akan menyebar ke
tulang spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan
menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari
daya tahan jaringan tubuh.4
Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat (perkontinuitatum),
7
pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe (limfogen). Yang paling sering
terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di
antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.4
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses
submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosus, abses labial dan abses fasial.
Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, abses
submental, abses submandibular, abses submaseter dan angina Ludwig.4
Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea
mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus) dalam ruang submandibula,
menyebabkan infeksi yang terjadi pada gigi tersebut dapat membentuk abses
dan pusnya menyebar ke ruang submandibular, bahkan meluas hingga ruang
parafaringeal. Abses pada akar gigi yang menyebar ke ruang submandibula akan
menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi, nyeri terjadi jika terjadi
ketegangan antara tulang.4
Gambar 4. Linea mylohyoidea, tempat perlekatan m. mylohyoideus.
8
Gambar 5. Ruang submandibular terletak antara m. mylohyoid, fascia dan kulit.
Ruang submandibular terinfeksi langsung oleh molar kedua dan ketiga.
Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras
dari fascia cervikal profunda dengan m. digastricus anterior dan os hyoid. Edema
dagu dapat terbentuk dengan jelas.4
Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu sendiri,
tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilaris Whartoni dan
mengikuti struktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke
bawah sepanjang m. hyoglossus menuju ruang-ruang fascia leher.4
Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah di
bagian superior dan posterior sehingga mendorong supraglotic larynx dan lidah
ke belakang, akhirnya mempersempit saluran dan menghambat jalan nafas.4
Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di bagian
inferior yaitu m. mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di bagian superior
dan posterior, meluas ke dasar lantai mulut dan lidah.6
Os hyoid membatasi terjadinya proses ini di bagian inferior sehingga
pembengkakan menyebar ke daerah depan leher yang menyebabkan perubahan
bentuk dan gambaran “bull neck”.6
9
Gambar 6. Proses penyebaran ke bagian superior dan posterior yang mendorong
lantai dasar mulut dan lidah. Pada penyebaran secara anterior, batas os hyoid
meluas ke arah inferior dan menyebabkan gambaran “bull neck”.
2.5 MENIFESTASI KLINIS
Gejala klinis umum angina Ludwig meliputi malaise, lemah, lesu, malnutrisi,
dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan stridor atau kesulitan bernapas.
Gejala klinis ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras
seperti papan (board-like) serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang
submandibula-sublingual yang terinfeksi; disfonia (hot potato voice) akibat edema
pada organ vokal. Gejala klinis intra oral meliputi pembengkakkan, nyeri dan
peninggian lidah; nyeri menelan (disfagia); hipersalivasi (drooling); kesulitan dalam
artikulasi bicara (disarthria).3
Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dan takikardi
dengan karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar
bawah dapat dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang
submandibular yang dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas. Trismus
dapat terjadi dan menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator. Tanda-tanda
penting seperti pasien tidak mampu menelan air liurnya sendiri, dispneu,
takipneu, stridor inspirasi dan sianosis menunjukkan adanya hambatan pada jalan
10
napas yang perlu mendapat penanganan segera.7
Gambar 7. Pembengkakkan berat dari submandibula bilateral dan regio cervikal
anterior pada anak usia 4 bulan dengan angina Ludwig.
Gambar 8. Edema dan indurasi dari dasar mulut mengakibatkan peninggian lidah
pada anak usia 5 tahun dengan angina Ludwig.
11
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesa
Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu
terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan
mengalami kesulitan membuka mulut, berbicara, dan menelan, yang
mengakibatkan keluarnya air liur terus-menerus serta kesulitan bernapas.
Penderita juga dilaporkan mengalami kesulitan makan dan minum. Dapat
dijumpai demam dan rasa menggigil.9
b. Pemeriksaan fisik
Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi menyebar
ke belakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan menyebabkan lidah
terdorong ke atas-belakang sehingga menyumbat jalan napas. Jika laring ikut
membengkak, saat bernapas akan terdengar suara tinggi (stridor). Biasanya
penderita akan mengalami dehidrasi akibat kurangnya cairan yang diminum
maupun makanan yang dimakan. Demam tinggi mungkin ditemui, yang
menindikasikan adanya infeksi sistemik.9
c. Pemeriksaan penunjang
Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan anamnesa
dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis.7
Laboratorium:
Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya
infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan
tindakan insisi drainase.7
Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang
menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukanpemilihan
antibiotik dalam terapi.7
12
Pencitraan:
RÖ: walaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalam
mendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher, foto polos ini dapat
menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak. Radiografi dada
dapat menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-
paru. Foto panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal
infeksi atau abses, serta struktur tulang rahang yang terinfeksi.7
USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari
abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-
invasif dan non-radiasi. USG juga membantu pengarahan aspirasi jarum
untuk menentukan letak abses.7
CT-scan: CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat
memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-scan
dapat mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat
obstruksi jalan napas sehingga dapat sangat membantu dalam
memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan buatan.7
MRI: MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak
dibandingkan dengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan dalam
lebih panjangnya waktu yang diperlukan untuk pencitraan sehingga sangat
berbahaya bagi pasien yang mengalami kesulitan bernapas.7
2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu:7
Pertama dan paling utama, menjaga patensi jalan napas.
Kedua, terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan
membatasi penyebaran infeksi.
Ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.
Trakeostomi awalnya dilakukan pada kebanyakan pasien, namun dengan
adanya teknik intubasi serta penempatan fiber-optic Endotracheal Tube yang
lebih baik, maka kebutuhan akan trakeostomi berkurang. Intubasi dilakukan
melalui hidung dengan menggunakan teleskop yang fleksibel saat pasien masih
sadar dan dalam posisi tegak. Jika tidak memungkinkan, dapat dilakukan
13
krikotiroidotomi atau trakheotomi dengan anestesi lokal.7
Pemberian dexamethasone IV selama 48 jam, di samping terapi antibiotik
dan operasi dekompresi, dilaporkan dapat membantu proses intubasi dalam kondisi
yang lebih terkontrol, menghindari kebutuhan akan trakheotomi/krikotiroidotomi,
serta mengurangi waktu pemulihan di rumah sakit. Diawali dengan dosis 10mg, lalu
diikuti dengan pemberian dosis 4 mg tiap 6 jam selama 48 jam.7
Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV segera diberikan.
Awalnya pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV terbagi setiap 4 jam)
merupakan lini pertama pengobatan angina Ludwig. Namun, dengan meningkatnya
prevalensi produksi beta-laktamase terutama pada Bacteroides sp, penambahan
metronidazole, clindamycin, cefoxitin, piperacilin-tazobactam, amoxicillin-
clavulanate harus dipertimbangkan. Kultur darah dapat membantu mengoptimalkan
regimen terapi.7
Selain itu, dilakukan pula eksplorasi dengan tujuan dekompresi (mengurangi
ketegangan) dan evaluasi pus, di mana pada umumnya angina Ludwig jarang
terdapat pus atau jaringan nekrosis. Eksplorasi lebih dalam dapat dilakukan
memakai cunam tumpul. Jika terbentuk nanah, dilakukan insisi dan drainase.
Insisi dilakukan di garis tengah secara horisontal setinggi os hyoid (3-4 jari di
bawah mandibula). Insisi dilakukan di bawah dan parallel dengan corpus mandibula
melalui fascia dalam sampai kedalaman kelenjar submaksila. Insisi vertikal tambahan
dapat dibuat di atas os hyoid sampai batas bawah dagu. Jika gigi yang terinfeksi
merupakan fokal infeksi dari penyakit ini, maka gigi tersebut harus diekstraksi untuk
mencegah kekambuhan. Pasien di rawat inap sampai infeksi reda.4
14
Gambar 9. Kondisi pasien post-trakeostomi namun masih membutuhkan drainase
abses. Tampak depan dan samping menunjukkan pembengkakkan submandibular
dan sublingual.
Gambar 10. Kondisi pasien 3 hari post-operasi, memperlihatkan drainase
submandibula bilateral dan occluded tracheostomy tube.
15
2.8 KOMPLIKASI
Angina Ludwig merupakan selulitis bilateral dari ruang submandibular yang
terdiri dari dua ruang yaitu ruang sublingual dan ruang submaksilar. Secara klinis,
kedua ruang ini berfungsi sebagai satu kesatuan karena adanya hubungan bebas
serta kesamaan dalam tanda dan gejala klinis. Celah buccopharingeal, yang
dibentuk oleh m. styloglossus melalui m. constrictor media dan superior, merupakan
penghubung antara ruang submandibular dengan ruang pharingeal lateral. Infeksi
angina Ludwig dapat menyebar secara langsung melalui celah buccopharingeal ini ke
ruang pharingeal lateral, di mana selulitis akan dengan cepat menjadi berbahaya
serta menimbulkan obstruksi jalan napas yang berat.7
Akibat barrier anatomik yang tidak dibatasi, infeksi dapat menyebar secara
mudah ke jaringan leher, ruang fascia retropharingeal, bahkan hingga mediastinum
dan ruang subphrenik. Selain gejala obstruksi jalan napas yang dapat terjadi tiba-
tiba, komplikasi dari angina Ludwig dapat berupa trombosis sinus kavernosus,
aspirasi dari sekret yang terinfeksi, dan pembentukan abses subphrenik. Komplikasi
lebih lanjut yang telah dilaporkan meliputi sepsis, mediastinitis, efusi
perikardial/pleura, empiema, infeksi dari carotid sheath yang mengakibatkan ruptur
a. carotis, dan thrombophlebitis supuratif dari v. jugularis interna.7
2.9 PENCEGAHAN
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter secara rutin dan
teratur. Penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat mencegah kondisi yang
akan meningkatkan terjadinya angina Ludwig.4
2.10 PROGNOSIS
Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas
untuk mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta pengurangan
radang. Sekitar 45% - 65% penderita memerlukan insisi dan drainase pada area
yang terinfeksi, disertai dengan pemberian antibiotik untuk memperoleh hasil
pengobatan yang lengkap. Selain itu, 35% dari individu yang terinfeksi memerlukan
intubasi dan trakeostomi.9
16
Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa. Kematian
pada era preantibiotik adalah sekitar 50%. Namun dengan diagnosis dini,
perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian antibiotik intravena
yang adekuat serta penanganan dalam ICU, penyakit ini dapat sembuh tanpa
mengakibatkan komplikasi. Begitu pula angka mortalitas dapat menurun hingga
kurang dari 5%.4
17
BAB III
RINGKASAN
Angina Ludwig ialah infeksi ruang submandibular berupa selulitis atau flegmon
yang progresif.3 Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari infeksi oral lainnya
ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis
(sublingualis dan submaksilaris) pada kedua sisi (bilateral).9
Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen baik melalui
infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang kurang.11 Rute infeksi
pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar kedua atau ketiga rahang bawah,
dapat pula dari perikoronitis.5 Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita
melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus.11
Manifestasi klinis dari angina Ludwig meliputi pembengkakan, nyeri dan terdorongnya
lidah ke atas; pembengkakan leher dan jaringan ruang submandibular yang keras seperti
papan; malaise; demam; disfagia. Tanda-tanda penting seperti pasien tidak mampu menelan
air liurnya sendiri dan adanya stridor inspirasi mengindikasikan adanya obstruksi jalan
napas.5
Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu: pertama,
menjaga patensi jalan napas dengan intubasi nasal, trakeostomi, krikotiroidotomi atau
trakheotomi; kedua, terapi antibiotik IV secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan
membatasi penyebaran infeksi; ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan
submental dengan cara insisi atau drainase abses.7 Prognosis angina Ludwig tergantung pada
kecepatan proteksi jalan napasuntuk mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik,
serta pengurangan radang.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Murphy SC. The Person Behind the Eponym: Wilhelm Frederick von Ludwig.Journal of
Oral Pathology & Medicine. August 9 1996.
2. Fachruddin D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan
Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
3. Damayanti. Kumpulan Kuliah Stomatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara.
4. Raharjo SP. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Dexa Media. Januari-Maret
2008;Vol.21.
5. Anonymous. Ludwig's Angina. 2010. available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Ludwig
%27s_angina.
6. Hartmann RW. Ludwig's Angina in Children. Journal of American Family Physician.
July 1999;Vol. 60.
7. Winters S. A Review of Ludwig's Angina for Nurse Practitioners. Journal of the
American Academy of Nurse Practitioners. December 2003;Vol. 15(Issue 12).
8. Arfani A. Dentist: Phlegmon. available at:
http://asnuldentist.blogspot.com/2010/08/phlegmon.
9. Anonymous. Ludwig's Angina. available at: http://www.mdguidelines.com/ludwigs-
angina.
10. Bailey B. Odontogenic Infection. Head and Neck Surgery. 4th ed. Pennsylvanya:
Elsener Mosby; 2005.
11. Topazian R. Oral and Maxillofacial Infection. 4th ed. St. Louis: W.B. Saunders; 2002.
19