Angina Ludwig (2)

22
ANGINA LUDWIG I. PENDAHULUAN Angina Ludwig adalah infeksi pada leher dan dasar mulut yang berpotensi mengancam jiwa. 1 Angina Ludwig atau dikenali jugadengan nama Angina Ludovici, pertama kali dijelaskan oleh Wilheim Frederick von Ludwig pada tahun 1836, merupakan salah satu bentuk abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk didalam ruang potensial di antarafasia leher sebagai akibat perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang terlibat, gejala dan tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi infeksi. Yang termasuk abses leher dalam ialah abses peritonsil, abses parafaring, abses retrofaring dan angina Ludwig atau abses submandibular. 2,3,4 Sebagian besar kasus angina Ludwig terjadi pada orang yang sebelumnya sehat. Kondisi predisposisi termasuk diabetes mellitus, neutropenia, alkoholisme, anemia aplastik, glomerulonefritis, dermatomiositis, dan lupus eritematosussistemik. Pasien yang paling sering terkena antara usia 20 dan 60 tahun, meskipun rentang usiadari 12 hari menjadi 84 tahun telah dilaporkan. Ada dominasi laki-laki yaitu sekitar 3:1 sampai 4:1 pada gangguan tersebut. 3,4 Diperlukan pengetahuan dan pemahaman anatomi yang baik tentang fasia dan ruang potensial serta faktor penyebab dari abses leher dalam agar dapat memperkirakan perjalanan 1

description

angina

Transcript of Angina Ludwig (2)

ANGINA LUDWIG

I. PENDAHULUAN

Angina Ludwig adalah infeksi pada leher dan dasar mulut yang berpotensi

mengancam jiwa.1 Angina Ludwig atau dikenali jugadengan nama Angina Ludovici, pertama

kali dijelaskan oleh Wilheim Frederick von Ludwig pada tahun 1836, merupakan salah satu

bentuk abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk didalam ruang potensial di antarafasia

leher sebagai akibat perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok,

sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang terlibat, gejala dan

tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi infeksi.

Yang termasuk abses leher dalam ialah abses peritonsil, abses parafaring, abses retrofaring

dan angina Ludwig atau abses submandibular.2,3,4

Sebagian besar kasus angina Ludwig terjadi pada orang yang sebelumnya sehat.

Kondisi predisposisi termasuk diabetes mellitus, neutropenia, alkoholisme, anemia aplastik,

glomerulonefritis, dermatomiositis, dan lupus eritematosussistemik. Pasien yang paling

sering terkena antara usia 20 dan 60 tahun, meskipun rentang usiadari 12 hari menjadi 84

tahun telah dilaporkan. Ada dominasi laki-laki yaitu sekitar 3:1 sampai 4:1 pada gangguan

tersebut.3,4

Diperlukan pengetahuan dan pemahaman anatomi yang baik tentang fasia dan ruang

potensial serta faktor penyebab dari abses leher dalam agar dapat memperkirakan perjalanan

penyebaran infeksi dan penatalaksanaan yang adekuat. Pada kasus tahap lanjut,

mengamankan patensi jalan nafas dan drainase surgical sangat penting untuk menghindari

terjadinya asfiksia. Prognosis angina Ludwig sangat tergantung kepada seberapa cepat

tatalaksana mengamankan jalan nafas dan pemberian antibiotik dilakukan.3,5

II. DEFINISI

Istilah angina Ludwig mengacup ada keterlibatan kolektif bilateral ruang

submandibular, sublingual dan ruang submental. Angina Ludwig atau nama lainnya Angina

Ludovici adalah infeksi ruang submandibular berupa selulitis dengan tanda khas berupa

pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses, sehingga keras pada

perabaan submandibular.2,3

1

III. ANATOMI

Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus organ,

otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa ruang potensial. Fasia

servikalis terbagi menjadi 2 bagian yaitu fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis

profunda.4,6,7 Ruang-ruang potensial dikatogerikan sebagai (menurut modifikasi

Hollingshead): 4

A. Ruang yang melingkupi seluruh leher

Ruang retrofaring

Ruang bahaya (Danger Space)

Ruang prevetebral

Ruang vascular visceral

B. Ruang yang terbatas diatas tulang hyoid

Ruang parafaring

Ruang submandibular dan submental

Ruang parotis

Ruang masticator

Ruang peritonsil

Ruang temporal

C. Ruang yang terbatas dibawah tulang hyoid

Ruang pretrakeal

Ruang suprasternal

Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid) dan m.

mylohyoid. Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini menjadi dua yaitu ruang

sublingual di superior dan ruang submaksilar di inferior. Adapula yang membaginya menjadi

tiga diantaranya yaitu ruang sublingual, ruang submental dan ruang submaksillar.3

Ruang submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian superiornya oleh

m. mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh m. styloglossus dan di bagian

lateralnya oleh corpus mandibula. Batas lateralnya berupa kulit, fascia superfisial danm.

platysma superficialis pada fascia servikal bagian dalam. Di bagian inferiornya dibentuk oleh

m. digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini berhubungan secara bebas dengan ruang

submental, dan di bagian posteriornya terhubung dengan ruang pharyngeal. 1,3,4

2

Gambar 1: Potongan midsagittal menunjukkan fasia dan ruang-ruang leher 8

Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus Wharton, n.

lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan lemak.Ruang submental

merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di garis tengah bawah mandibula

dimana batas superior dan lateralnya dibatasi oleh bagian anterior dari m. digastricus. Dasar

ruangan ini adalah m. mylohyoid sedangkan atapnya adalah kulit, fascia superfisial, dan m.

platysma.Ruangsubmental mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan lemak fibrous. 3,4

3

Gambar 2: Anatomi dari ruang submandibular 3

Infeksi pada ruang submandibular ini menyebar hingga bagian superior dan posterior,

mengakibatkan peninggian dasar mulut dan lidah. Os hyoid membatasi penyebaran ke

inferior, sedangkan pembengkakkan dapat menyebar hingga bagian anterior leher,

menyebabkan distorsi dan gambaran bull neck.4,6,7

IV. EPIDEMIOLOGI

Angina Ludwig adalah penyakit langka yang dapat berpotensi mengancam nyawa

jika proses inflamasi menyebar ke jaringan lunak leher dalam dan mediastinum.5 Sebagian

besar kasus angina Ludwig terjadi pada orang yang sebelumnya sehat. Kondisi predisposisi

termasuk diabetes mellitus, neutropenia, alkoholisme, anemia aplastik, glomerulonefritis,

dermatomiositis, dan lupus eritematosus sistemik. Pasien yang paling terkena dampak adalah

antara usia 20 dan 60 tahun, meskipun rentang usia dari 12 hari hingga 84 tahun telah

dilaporkan. Ada dominasi laki-laki (3:1 hingga 4:1) pada penyakit ini.1,9

V. ETIOLOGI

Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen baik

melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang kurang. Selain

itu, 95% kasus angina Ludwig melibatkan ruang submandibular bilateral dan gangguan jalan

nafas merupakan komplikasi paling berbahaya yang seringkali merenggut nyawa. Rute

4

infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar ketiga rahang bawah atau dari

perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar ketiga yang erupsi

sebagian. Hal ini mengakibatkan pentingnya mendapatkan konsultasi gigi untuk molar bawah

ketiga pada tanda pertama sakit, perdarahan dari gusi, kepekaan terhadap panas/dingin atau

adanya bengkak di sudut rahang.9,10

Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi penyebab

odontogenik dari angina Ludwig. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada tingkat m.

myohyloid, dan abses seperti perimandibular abses akan menyebar ke ruang submandibular.

Di samping itu, perawatan gigi terakhir juga dapat menyebabkan angina Ludwig, antara lain:

penyebaran organisme dari gangren pulpa ke jaringan periapikal saat dilakukan terapi

endodontik, serta inokulasi Streptococcus yang berasal dari mulut dan tenggorokan ke lidah

dan jaringan submandibular oleh manipulasi instrumen saat perawatan gigi. Penyakit ini juga

dapat berkembang sebagai tanda gangguan pertahanan tubuh, seperti dalam kasus pasien

diabetes atau imunosupresi (terutama anak-anak).1,10

Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain sialadenitis kelenjar

submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi sekunder akibat keganasan mulut, abses

peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena melalui

leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di

lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar mulut.10

Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina Ludwig melalui

isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Bakteri anaerob yang

diisolasi seringkali berupa bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci. 10

Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium nucleatum,

Aerobacter aeruginosa, spirochetes, Veillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies

Clostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara lain spesies Neisseria, Escherichia

coli, spesies Pseudomonas, Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella. 10

VI. PATOFISIOLOGI

Penyebab abses ini yang paling sering adalah infeksi gigi. Nekrosis pulpa karena

karies dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam merupakan jalan bakteri untuk

mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang terjadi

akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang cortical. Jika tulang ini tipis, maka infeksi

akan menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya

5

tahan jaringan tubuh. Odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (perkontinuitatum),

pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous). Yang paling sering

terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara

jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. 3,11,12

Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses

submukosa, abses gingiva, cavernous sinus thrombosis, abses labial, dan abses fasial.

Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses subingual, abses submental,

abses submandibular, abses submaseter, dan angina Ludwig. Ujung akar molar kedua dan

ketiga terletak di belakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus)

yang terletak di aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan

membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas ke ruang

parafaringal. Selain infeksi gigi abses ini juga dapat disebabkan pericoronitis, yaitu suatu

infeksi gusi yang disebabkan erupsi molar ketiga yang tidak sempurna. Infeksi bakteri yang

paling sering oleh streptococcus atau staphylococcus. Sejak semakin berkembangnya

antibiotik, angina Ludwig menjadi penyakit yang jarang. 3,11,12,13

Gambar 3: Linea mylohyoidea, tempat perlekatan m. mylohyoideus. Infeksi premolar dan

molar menyebabkan perforasi, kemudian menyebar keruang-ruang yang dibatasi oleh m.

mylohyoideus. 3

Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras dari

fasia servikal profunda dengan m.digastricus anterior dan tulang hyoid. Edema dagu dapat

terbentuk dengan jelas. Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu

sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilar Whartoni dan mengikuti

struktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang m.

hyoglossus menuju ruang-ruang fasia leher. Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat

6

pada daerah terlemah dibagian superior dan posterior, sehingga menghambat jalan nafas. 3,11,12,13

Gambar 4: Rute penyebaran dari gigi molar bawah. Ruang sublingual, terletak antara

mukosa mulut dan m. mylohyoid. Ruang ini dapat terinfeksi yang berasal dari premolar dan

molar pertama. 8

VII. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis yang ditemukan konsisten dengan sepsis yaitu demam, takipnea, dan

takikardi. Pasien bisa gelisah, agitasi, dan konfusi. Gejala lainnya yaitu adanya

pembengkakan yang nyeri pada dasar mulut dan bagian anterior leher, demam, nyeri menelan

(disfagia), odinofagia, hipersalivasi (drooling), trismus, nyeri pada gigi, dan fetid breath.

Suara serak, stridor, distress pernafasan, penurunan air movement, sianosis, dan “sniffing”

position. 1,2,3,14

Gejala klinis ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras

seperti papan (board-like) serta peninggian suhu pada leher, dan disfonia (hot potato voice)

akibat edema pada organ vokal. Gejala klinis intra oral meliputi pembengkakkan, nyeri dan

peninggian lidah; kesulitan dalam artikulasi bicara (disarthria).3,4,15

Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dengan karakteristik dasar

mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar bawah dapat dijumpai. Biasanya

ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular yang dapat disertai dengan

lidah yang terdorong ke atas. Trismus dapat terjadi dan menunjukkan adanya iritasi pada m.

masticator. Tanda-tanda penting seperti pasien tidak mampu menelan air liurnya sendiri,

7

dispneu, takipneu, stridor inspirasi dan sianosis menunjukkan adanya hambatan pada jalan

napas yang perlu mendapat penanganan segera.8,15

Pasien dapat mengalami disfonia yang disebabkan oleh edema pada struktur vokalis.

Bau mulut, air liur berlebihan, disfagia, odynophagia dan susah bernapas Gejala klinis ini

harus diwaspadai oleh klinisi akan adanya gangguan berat pada jalan nafas. Stridor, kesulitan

mengeluarkan sekret, kecemasan, sianosis, dan posisi duduk merupakan tanda akhir dari

adanya obstruksi jalan nafas yang lama dan merupakan indikasi untuk dipasang alat bantu

pernafasan 1,6

Gambar 5 dan 6: Gejala klinis dari Angina Ludwig berupa adanya pembengkakan yang

nyeri pada dasar mulut dan bagian anterior leher. 9

VIII. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang.

a. Anamnesa

Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu terasa tegang

dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan mengalami kesulitan membuka

mulut, berbicara, dan menelan, yang mengakibatkan keluarnya air liur terus-menerus serta

kesulitan bernapas. Penderita juga dilaporkan mengalami kesulitan makan dan minum. Dapat

dijumpai demam dan rasa menggigil.2,3

b. Pemeriksaan fisik

8

Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi menyebar ke belakang

mulut, peradangan pada dasar mulut akan menyebabkan lidah terdorong ke atas-belakang

sehingga menyumbat jalan napas. Jika laring ikut membengkak, saat bernapas akan terdengar

suara tinggi (stridor). Pembengkakan pada jaringan anterior leher diatas tulang hyoid sering

disebut dengan bull’s neck appearance2. Biasanya penderita akan mengalami dehidrasi akibat

kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang dimakan. Demam tinggi mungkin

ditemui, yang menindikasikan adanya infeksi sistemik.2,6,8,9

Kewaspadaan dalam mengenal tanda-tanda angina Ludwig penting sangat penting

dalam diagnosis dan manjemen kondisi yang serius ini. Terdapat 4 tanda cardinal dari angina

Ludwig oleh Grodinsky, yaitu: 2,6,8,9

Terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga

Menghasilkan infiltrasi yang gangren-serosanguineous, putrid infiltration dengan

atau tanpa pus

Keterlibatan jaringan ikat, fasia, dan otot tetapi tidak mengenai struktur kelenjar

Penyebaran secara perkontinuitatum dan bukan secara limfatik

c. Pemeriksaan penunjang

Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan anamnesa dan

pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti laboratorium maupun

pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis.8,11, 12

i. Laboratorium:

Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi

akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi

drainase.

Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang

menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukan pemilihan antibiotik

dalam terapi.

ii. Radiologi: 2,6,8,9

Roentgen: foto polos dapat menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan

lunak, adanya udara, dan adanya penyempitan saluran nafas. Radiografi dada

dapat menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-paru.

Foto panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal infeksi atau

abses, serta struktur tulang rahang yang terinfeksi.

9

USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari

abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-invasif

dan non-radiasi. USG juga membantu pengarahan aspirasi jarum untuk

menentukan letak abses.

CT-scan: CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat

memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-scan dapat

mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan

napas sehingga dapat sangat membantu dalam memutuskan kapan

dibutuhkannya pernapasan buatan.

MRI: MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak dibandingkan

dengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan dalam lebih panjangnya

waktu yang diperlukan untuk pencitraan sehingga sangat berbahaya bagi pasien

yang mengalami kesulitan bernapas.

IX. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosa banding dari angina Ludwig adalah : karsinoma lingua, sublingual

hematoma, abses glandula salivatorius, limfadenitis, dan peritonsilar abses.6

X. PENATALAKSANAAN

Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka penanganan yang utama adalah

menjamin jalan nafas yang stabil melalui trakeostomi yang dilakukan dengan anestesia lokal.

Trakeostomi dilakukan tanpa harus menunggu terjadinya dispnea atau sianosis karena tanda-

tanda obstruksi jalan nafas yang sudah lanjut. 1, 2, 5, 13, 14

Jika terjadi sumbatan jalan nafas maka pasien dalam keadaan gawat darurat.

Kemudian diberikan antibiotik dosis tinggi dan berspektrum luas secara intravena untuk

organisme gram positif dan gram-negatif serta kuman aerob dan anaerob. Antibiotik yang

diberikan sesuai dengan hasil kultur dan hasil sensitifitas pus. Pengobatan angina Ludwig

pada anak untuk perlindungan jalan napas digunakan antibiotik intravena, selain itu dapat

juga digunakan terapi pembedahan. Antibiotik yang digunakan adalah Penicilin G dosis

tinggi, kadang-kadang dapat dikombinasikan dengan obat antistaphylococcus atau

metronidazole. Jika pasien alergi pinicillin, maka clindamycin hydrochloride adalah pilihan

10

yang terbaik. Dexamethasone yang disuntikkan secara intravena, diberikan dalam 48 jam

untuk mengurangi edem dan perlindungan jalan nafas. 1, 2, 5,13,14

Selain itu dilakukan eksplorasi yang dilakukan untuk tujuan dekompresi (mengurangi

ketegangan) dan evaluasi pus, pada angina Ludwig jarang terdapat pus atau jaringan nekrosis.

Eksplorasi lebih dalam dapat dilakukan memakai cunam tumpul. Jika terbentuk nanah

dilakukan insisi dan drainase. Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal setinggi os.

hyoid (3–4 jari di bawah mandibula). Insisi dilakukan di bawah dan paralel dengan korpus

mandibula melalui fasia dalam sampai ke kedalaman kelenjar submaksilar. Insisi vertikal

tambahan dapat dibuat di atas os. hyoid sampai batas bawah dagu. Perlu juga dilakukan

pengobatan terhadap infeksi gigi untuk mencegah kekambuhan. Pasien dirawat inap sampai

infeksi reda. 1,2,5,13,14

Gambar 7: Insisi untuk drainase peradangan 13

11

Tabel 1: Algoritma diagnosis dan manajemen Angina Ludwig 6

XI. PROGNOSIS

Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas untuk

mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta pengurangan radang. Sekitar

45% – 65% penderita memerlukan insisi dan drainase pada area yang terinfeksi, disertai

12

dengan pemberian antibiotik untuk memperoleh hasil pengobatan yang lengkap. Selain itu,

35% dari individu yang terinfeksi memerlukan intubasi dan trakeostomi.6,10

Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa. Kematian pada era

preantibiotik adalah sekitar 50%.Namun dengan diagnosis dini, perlindungan jalan nafas

yang segera ditangani, pemberian antibiotik intravena yang adekuat serta penanganan dalam

ICU, penyakit ini dapat sembuh tanpa mengakibatkan komplikasi. Begitu pula angka

mortalitas dapat menurun hingga kurang dari 5%.6,7,10

XII. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi ialah 6

1) sumbatan jalan napas

2) Penjalaran abses ke ruang leher dalam lain dan mediastinum

3) sepsis

XIII. KESIMPULAN

Angina Ludwig adalah suatu penyakit infeksi jaringan lunak dasar mulut dan leher.

Infeksi tersebut disebabkan oleh bakteri gran positif, gran negatif, aerob maupun anaerob.

Biasanya penderita dengan penyakit tersebut memiliki riwayat sakit gigi, mengorek, dan

mencabut gigi. Untuk menghindari terjadinya komplikasi yang fatal, maka harus mewaspadai

gejala-gejala klinik dari penyakit tersebut, salah satunya penyempitan jalan napas.

Mengontrol jalan napas sangat penting dan untuk itu dipertimbangkan pemberian antibiotik,

drainase, dan trakeostomi. Dengan deteksi dan pengobatan dini, maka angka mortalitas dapat

dikurangi.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Lemonick DM, Ludwig’s Angina: Diagnosis and Treatment, Hospital Physician July

2002. P31- 7

2. Fachruddin, D. Abses leher Dalam. In:Soapardi E A, Iskandar N I, Bashiruddin J eds.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan-THT Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta:Balai Penerbit

FKUI; 2007. P.230.

3. Rahardjo S P. Penatalaksanaan angina Ludwig. Dexa Media. 2008;21(1).p32-5

4. Bailey BJ. Odontogenic Infection. In: Bailey BJ, Johnson JT, Editors. Head and Neck

Surgery- Otolaryngology. 2nd ed. Philadelphia:Lippincott-Raven; 1998.p.674-5

5. Rahardjo S P. Abses Leher Dalam sebagai Komplikasi Infeksi Odontogenic.Dexa

Media. 2008;21(1).p36-9

6. Murray AD, editor.Deep Neck Infections (online) 2014 [cited 25/04/2014]. Available

from URL: http://emedicine.medscape.com/article/837048-overview

7. Cummings C W.Ed. Otolaringology Head and Neck Surgery.4th Ed. Pennsylvania:

Elsevier Mosby; 2005. P. 2517.

8. Kassam K, Messiha A, Heliotis M. Ludwig’s Angina: The Original Angina. Case

Rep Surg.2013.P1-4

9. Bull TR. Color Altas of ENT Diagnosis, 4th Edition, Thieme, 2003, p245

10. Saifeldeen K, Evans R. Ludwig’s Angina. Emerg Med J. Mar 2004; 21(2): 242–243.

11. Probst R, Grevers G, Iro H. Bacterial and Fungal Infections In: Probst R, Grevers G,

Iro H,Editors. Basic Otorhinolaryngology, A Step-By-Step Learning Guide, 1st Ed,

New york,Thieme,2006.P 84-5

12. Wax MK. Ludwig’s Angina & Deep Neck Infection. In: Wax MK. Primary Care of

Otolaryngology. 3rd Edition.USA: American Academy of Otolaryngology;2011.p.22

13. Costain N, Marrie TJ. Ludwig’s Angina. Am J of Med. 2011;124(2): 161-3

14. Pasha R. Otolaryngology Head and Neck surgery, 1st edition, 2003, p203

15. Fragiskos DF, Oral Surgery, New York, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2007. P

235-7

14