Post on 20-Oct-2015
description
1
KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada Dosen pembimbing
tutorial skenario B blok 23, sehingga proses tutorial dapat berlangsung dengan baik.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, yang telah memberi
dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung jumlahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario B blok 23.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata mendekati sempurna. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan di penyusunan laporan berikutnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Palembang, 3 Februari 2014
Frandi Wirajaya
NIM. 04111401019
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................... 1
Daftar Isi ............................................................................................................................. 2
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang........................................................................................................... 3
BAB II
Pembahasan
2.1. Data Tutorial .............................................................................................................. 4
2.2. Skenario Kasus .......................................................................................................... 5
2.3. Paparan.......................................................................................................................
2.3.1 Klarifikasi Istilah........................................................................................................
2.3.2 Identifikasi masalah....................................................................................................
2.3.3 Analisis Masalah................ .......................................................................................
2.3.4 Hipotesis.....................................................................................................................
2.3.5 Learning Issue................. ..........................................................................................
2.3.6 Kerangka Konsep............. .........................................................................................
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan............ ....................................................................................................
Daftar Pustaka .....................................................................................................................
3
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Adapun maksud dan
tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.
4
BAB II
Pembahasan
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Indrayadi, Sp. A
Moderator : Dhilah Juas Ainun
Sekretaris Papan : Pierre Ramandha K
Sekretaris Meja : Ghea Duandiza
Hari, Tanggal : Senin, 3 Februari 2014
Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat
3. Dilarang makan dan minum
5
2.2 Skenario B blok 23 2013
Mrs.Mima, 38-years-old pregnant woman G4P3A0 39-weeks pregnancy, was brought by her
husband to the Puskesmas due to convulsion 2 hours ago. She has been complaining of
headache and visual distrubance for the last 2 days. According to her husband, she has been
suffering from Graves disease since 3 years ago, but was not well controlled.
In the examination findings:
Upon admission,
Height = 152 cm; Weight 65 kg;
BP: 180/110 mmHg. HR: 120x/min, RR: 24x/m.
Head and neck examination revealed exopthalmus and enlargement of thyroid gland.
Pretibial edema
Obsetric examination :
Outer examination: fundal height 32 cm, normal presentation.
FHR : 150 x/min
Lab : Hb 11,2g/dL; She had 2 + protein on urine, cylinder (-)
6
2.3 Paparan
2.3.1 Klarifikasi istilah
1. Convulsion : kontraksi involunter atau serangkaian kontraksi dari otot volunter;
kejang
2. Graves disease :keterkaitan hipertiroidisme, goiterdan eksoftalamus dengan
denyut nadi yang cepat, keringat yang banyak, gejala neurologis, gangguan psikis,
badan cendrung kurus dan peningkatan metabolisme basal.
3. Exopthalamus : protusio mata abnormal
4. Pretibial edema : pengumpulan cairan secara normal diruang interseluler tubuh
pada bagian depan tibia
5. Fundal height : tinggi dasar atau basis uterus.
6. Cylinder : badan padat yang berbentuk seperti tiang.
7. FHR : Fetal Heart Rate (Denyut jantung janin per menit.
7
2.3.2 Identifikasi masalah
1. Mrs.Mima, 38-years-old pregnant woman G4P3A0 39-weeks pregnancy, was brought
by her husband to the Puskesmas due to convulsion 2 hours ago.
2. She has been complaining of headache and visual distrubance for the last 2 days.
3. According to her husband, she has been suffering from Graves disease since 3 years
ago, but was not well controlled.
4. Physical examination
5. Obsetric examination
6. Laboratorum examination
8
2.3.3 Analisis Masalah:
1. Mrs.Mima, 38-years-old pregnant woman G4P3A0 39-weeks pregnancy, was brought
by her husband to the Puskesmas due to convulsion 2 hours ago.
A. Bagaimana etiologi dan mekanisme kejang pada kehamilan ? (1)
Salah satu etiologi kejang yang sering dalam kehamilan adalah eklampsia.
Eklampsia ditandai dengan terjadinya kejang umum dan atau koma pada
preeklampsia tanpa adanya kondisi neurologik lainnya. Penyebab pasti dari
kejang pada wanita dengan eklampsia tidak diketahui. Penyebab yang
dikemukakan meliputi vasospasme serebral dengan iskemia lokal, hipertensi
ensefalopati dengan hiperperfusi, edema vasogenik dan kerusakan endotelial.
Kejang eklampsia hampir selalu hilang sendiri dan jarang terjadi lebih dari 3-4
menit. Kejang eklamptik secara klinis dan elektroensefalografik tidak dapat
dibedakan dari kejang tonik klonik umum lainnya. Kondisi klinis selain
eklampsia yang dapat dipertimbangkan ketika melakukan evaluasi pada wanita
hamil yang mengalami kejang dapat dilihat pada bagian diagnosis banding 3
Mekanisme kejang pada kehamilan akibat eklampsia
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan atau
koma. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2010)2. Penyebab yang dikemukakan
meliputi vasospasme serebral dengan iskemia lokal, hipertensi ensefalopati
dengan hiperperfusi, edema vasogenik dan kerusakan endotelial (Pangemanan,
2002)1. Salah satu penyebab kejang adalah kerusakan endotelial atau disfungsi
endotel yang disebabkan oleh paparan radikal bebas yaitu peroksida lemak yang
disebabkan radikal hidroksil dalam darah yang merusak membran sel. Pada
disfungsi endotel akan mengakibatkan hal-hal berikut:
- Gangguan metabolisme prosteglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin
(PGE2); suatu vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2); suatu vasokonstriktor
kuat.
9
Dalam keadaan normal perbandingan PGE2:TXA2 lebih tinggi kadar PGE2.
Pada preeklampsia kadar TXA2 lebih tinggi dari kadar PGE2 sehingga terjadi
Vasokonstriktor, dengan terjadi kenaikan tekanan darah5.
Vasokonstriktor yang terjadi pada seluruh tubuh terutamanya pada otak akan
mengakibatkan iskemia lokal beberapa bagian otak sehingga menyebabkan
kejang 3.
Ada dua teori untuk menjelaskan kelainan otak terkait eklampsia, dimana
disfungsi endotel memainkan peran kunci dalam kedua teori ini.
1. Teori pertama menyatakan bahwa sebagai respon terhadap hipertensi akut dan
berat, terjadi regulasi serebrovaskular berlebihan sehingga timbul
vasospasme. Asumsi ini didasarkan pada temuan angiografis berupa
penyempitan segmental multifokal atau difus yang sesuai dengan gambaran
vasospasme. Menuru teori ini, penurunan aliran darah otak dihipotesiskan
sebagai penyebab iskemia, edema sitotoksik dan akhirnya infark jaringan.
2. Teori kedua mengatakan bahwa terjadi peningkatan tekanan darah sistemik
mendadak yang melebihi kapasitas autoregulasi serebrovaskular. Timbul
daerah yang mengalami vasodilatasi dan vasokonstriksi paksa, khususnya
pada daerah perbatasan arteri. Pada tingkat kapiler, gangguan pada tekanan
end-capillary menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik, hiperperfusi dan
ekstravasasi plasma serta eritrosit melalui celah pada taut-erat endotel
sehingga terjadi akumulasi edema vasogenik.
Mekanisme yang paling mungkin merupakan kombinasi kedua teori tersebut.
Jadi, sindroma preeklampsia memiliki dasar aktivasi endotel yang terkait dengan
kebocoran antarsel endotel, yang timbul pada tekanan darah yang jauh lebih
rendah dibandingkan tekanan yang menyebabkan edema vasogenik dan juga
didasari hilangnya autoregulasi batas-atas 1
B. Bagaimana hubungan riwayat kehamilan dan umur ibu terhadap kejang ? (2)
Umur ibu hamil< 18 tahun dan > 35 tahun adalah umur dengan risiko tinggi
terjadinya preeklamsia dan eklamsia. Sebanyak 24,3% ibu hamil di kelompok
umur ini menderita hipertensi. Risiko ibu hamil dengan hipertensi pada kelompok
umur < 18 tahun dan > 35 tahun hampir 3 kali lebih besar dibandingkan dengan
kelompok umur 1835 tahun. Para ahli menyatakan bahwa wanita yang menikah
pada usia muda (< 20 tahun) fungsi organ-organ reproduksinya belum maksimal,
10
sehingga mudah timbul komplikasi. Dianjurkan agar ibu yang hamil pada umur
35 tahun atau lebih harus lebih rajin memeriksakan kehamilannya ke petugas
kesehatan, karena pada umumnya usia 35 tahun atau lebih fungsi organ
reproduksi sudah mulai menurun 6.
2. She has been complaining of headache and visual distrubance for the last 2 days.
A. Bagaimana etiologi dan mekanisme sakit kepala dan gangguan penglihatan pada
kasus ? (hubungan dengan kejang) (3)
Terdapat sejumlah manifestasi neurologis sindrom preeklampsia yang
menunjukkan keterlibatan berat suatu organ yaitu :
1. Nyeri kepala dan skotomata diduga timbul akibat hiperperfusi serebrovaskular
yang memiliki predileksi pada lobus oksipitalis. Menurut sibai (205) dan
Zwart dkk (2008), 50 sampai 70 % perempuan mengalami nyeri kepala, dan
20 hingga 30% di antaranya mengalami gangguan penglihatan yang
mendahului kejang eklamtik 1.
2. Nyeri kepala disebabkan oleh hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan
vasogenik edema.
3. Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus.
Gangguan visus ini dapat berupa pandangan kabur, skotomata, amaurosis
yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelaina dan ablasio retina.
4. Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum diketahui
dengan jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang eklamptik ialah edema
serebri, vasospasme serebri dan iskemia otak 5
.
3. According to her husband, she has been suffering from Graves disease since 3 years
ago, but was not well controlled.
A. Bagaimana dampak penyakit grave pada kehamilan ? (4)
Penyebab paling umum terjadinya tirotoksikosis dalam kehamilan adalah
penyakit Graves. Insidensi kehamilan dengan gejala tirotoksikosis atau
hipertiroidisme adalah 1 : 2000 kehamilan. Dampak penyakit graves terhadap
kehamilan yaitu dapat menyebabkan terjadinya keguguran spontan.
11
Pada perempuan yang tidak mendapat pengobatan, atau pada mereka yang tetap
hipertiroid meskipun terapi telah diberikan, akan meningkatkan risiko terjadinya
preeklampsia, kegaggalan jantung, dan keadaan perinatal yang buruk 5.
Efek pada janin dan neonatus, sebagian besar bisa dalam keadaan eutiroid dan
sebagian kecil lainnya hiper atau hipotiroid 1
B. Bagaimana hubungan penyakit grave dengan keluhan sekarang (kejang, sakit
kepala, gangguan penglihatan) ? (5)
Seperti yang dijelaskan diatas, Penyebab paling umum terjadinya tirotoksikosis
dalam kehamilan adalah penyakit Graves. Dampak penyakit graves terhadap
kehamilan yaitu meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia 5.
4. Physical examination
Upon admission, Height = 152 cm; Weight 65 kg; BP: 180/110 mmHg. HR:
120x/min, RR: 24x/m. Head and neck examination revealed exopthalmus and
enlargement of thyroid gland. Pretibial edema
A. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan fisik ? (6)
Tinggi dan berat badan : 152/65
Tekanan darah : 180/110 mmHg (hipertensi) normal 120/80 mmHg
Heart Rate : 120 x/menit (takikardi) normal 60-100 x/menit
Head and neck : Exopthalmus (protusio mata abnormal), pembesaran kelenjar
tiroid (hipertiroid;penyakit graves)
Ekstremitas : Pretibia edema (abnormal)
5. Obsetric examination
Outer examination: fundal height 32 cm, normal presentation. FHR : 150 x/min
A. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan obsetrik ? (7)
Tinggi fundus uteri : 32 cm (kehamilan aterm 39 minggu) (normal)
Fetal Heart Rate: 150x/menit (normal) tidak ada tanda-tanda gawat janin
12
B. Bagaimana cara pemeriksaan tinggi fundus dan FHR ?(8)
Tinggi fundus uteri adalah tinggi puncak tertinggi rahim sesuai usia kehamilan.
Biasanya pengukuran ini dilakukan saat pemeriksaan abdomen ibul hamil
tepatnya saat melakukan leopold 1. Dari pengukuran TFU dapat diketahui
taksiran usia gestasi dan taksiran berat badan janin. Pengukuran TFU
menggunakan jari pemeriksa sebagai alat ukurnya, namun kelemahannya tiap
orang memiliki ukuran jari yang berbeda. TFU lebih baik diukur menggunakan
metylen dengan satuan cm, ujung metylen ditempelkan pada simfisis pubis
sedangkan ujung lain di tempelkan dipuncak rahim.
Umur kehamilan (mgg) TFU Cm
12 3 jari diatas simfisis
16 simfisis-pusat
20 3 jari dibawah pusat 20
24 Setinggi pusat 23
28 3 jari diatas pusat 26
32 Setengah pusat-proc. Xifoideus 30
36 Setinggi proc.xifoideus 33
40 4 cm dibawah proc.xifoideus
Taksiran berat badan janin (TBJ) adalah (TFU-12 cm) x 155 gram
TBJ kasus adalah (32-12) x 155 gram = 3100 gram
Pemeriksaan denyut jantung janin dilakukan sebagai acuan untuk mengetahui
kesehatan ibu dan perkembangan janin khususnya denyut jantung janin dalam
rahim. Detak jantung janin normal permenit yaitu 120-160 x/menit. Denyut
jantung janin baru dapat didengar pada usia kehamilan 16 minggu/ 4 bulan. Alat-
alat yang dapat digunakan sebagai alat dalam pemeriksaan DJJ :
13
1. Stetoskop laennec
Stetoskop khusus untuk dapat mendengarkan detak jantung janin secara
manual oleh pemeriksa dapat digunakan pada usia kehamilan 17-22 minggu.
Cara melakukan pemeriksaan :
Baringkan ibu hamil dengan posisi terlentang
Lakukan pemeriksaan leopold untuk mencari posisi punggung janin
Letakkan stetoskop pada daerah sekitar punggung janin
Hitung total detak jantung janin
Catat hasil dan beritahu hasil pada pasien
2. USG
3. NST yaitu cara pemeriksaan janin dengan menggunakan kardiotokografi,
pada umur kehamilan 32 minggu. pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat
hubungan denyut jantung dengan gerakkan janin 8
6. Laboratorium examination
Lab : Hb 11,2g/dL; She had 2 + protein on urine, cylinder (-)
A. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan Lab ? (9)
Hb : 11,2 g/dl
Protein dalam urin : 2+ (proteinuria)
Silinder : -
B. Bagaimana cara pemeriksaan proteinuria dan silinder ? (10)
14
Metode Dipstick
1. Kumpulkan spesimen urin sewaktu
2. Celupkan strip reagen (dipstick) kedalam urin
3. Tunggu selama 60 detik, amati perubahan warna yang terjadi dan cocokkan
dengan bagan warna.
Pembacaan dipstick dengan instrumen otomatis lebih dianjurkan untuk
memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual. Dipstick mendeteksi
protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin
tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotein
Proteinuria (dengan metode dipstick) : +1 = 100 mg/dL, +2 = 300 mg/dL, +4 =
1000 mg/dL. Dikatakan proteinuria bila lebih dari 300 mg/hari. Hasil positif palsu
dapat terjadi pada pemakaian obat berikut:
penisilin dosis tinggi,
klorpromazin,
tolbutamid
golongan sulfa
15
Dapat memberikan hasil positif palsu bagi pasien dengan urin alkali. Protein
dalam urin dapat: (i) normal, menunjukkan peningkatan permeabilitas glomerular
atau gangguan tubular ginjal, atau (ii) abnormal, disebabkan multiple mieloma
dan protein Bence-Jones 7
7. Bagaimana epidemiologi pada kasus? (11)
Insiden eklampsia di negara maju sekitar 1 dalam 2000 kelahiran sedangkan untuk
tirotoksikosis itu insidennya 1 : 2000 kehamilan 1,5
8. Apa saja faktor resiko pada kasus? (12)
Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang
dapat dikelompokkan dalam faktor resiko sebagai berikut :
1. Primigravida, primipaternitas
2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes melitus,
hidrops fetalis, bayi besar
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia dan eklampsia
5. Penyakit- penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas 5
9. Apa diagnosis banding pada kasus? (13)
Traumatik cerebrovaskuler
1.1 Perdarahan intraserebral
1.2 Trombosis arteri dan vena serebral
Penyakit hipertensi
2.1 Hipertensi ensefalopati
2.2 Pheochromocytoma
Penekanan lesi pada susunan syaraf pusat
3.1 Tumor otak
3.2 Abses
Kelainan metabolic
4.1 Hipoglikemia
4.2 Uremia
4.3 Inappropriate antidiuretic hormone secretion resulting in water intoxiccation
Infeksi
16
5.1 Meningitis
5.2 Encefalitis
Trombotik trombositopenik purpura
Epilepsi idiopatik 3
10. Bagaimana cara menegakan diagnosis pada kasus? (14)
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan atau koma.
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria 5
Untuk menegakkan diagnosis preeklampsia atau eklampsia tentu kita harus
melakukan :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik (tanda-tanda edema, vital sign dll); pemeriksaan obstetri
3. Pemeriksaan penunjang (pemeriksaan proteinuria)
Kriteria diagnostik untuk preeklampsia ringan
1. Tekanan darah sistolik 140 mmHg dan atau diatolik 90 mmHg.
2. Desakan darah : 30 mmHg dan kenaikan desakan diastolic 15 mmHg, tidak
dimasukkan dalam kriteria diagnostik preeklamsi, tetapi perlu observasi yang
cermat
3. Proteinuria : 300 mg/ 24 jam jumlah urine atau dipstick : 1+
4. Edema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik kecuali
edema anasarka.
Kriteria diagnostik Preeklamsi berat ialah preeklamsi dengan salah satu atau
lebih gejala dan tanda dibawah ini :
a. Desakan darah : pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik 160 mmHg dan
atau desakan diastolik 110 mmHg
b. Proteinuria : 5 gr/ jumlah urin selama 24 jam. Atau dipstick : 4 +
c. Oliguria : produksi urin < 400-500 cc/ 24 jam
d. Kenaikan kreatinin serum
e. Edema paru dan sianosis
f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen : disebabkan
teregangnya kapsula Glisoni. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar.
g. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotomata, dan
pandangan kabur.
17
h. Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanin atau aspartat amino transferase
i. Hemolisis mikroangiopatik
j. Trombositopenia : < 100.000 cell/ mm3
k. Sindroma HELLP 4
11. Apa working diagnosis pada kasus? (15)
Kriteria preeklampsia : tekanan darah 180/110 mmHg, ada proteinuria 2+ disertai
edema pretibia, Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran, nyeri kepala,
skotomata, dan pandangan kabur serta kejang, maka diagnosis pada kasus ini :
Nyonya Mima, 38 tahun, G4P3A0, usia kehamilan 39 minggu, dengan riwayat
penyakit graves tidak terkontrol menderita preeklampsia berat dengan
komplikasi akut eklampsia
12. Bagaimana patofisiologi pada kasus? (16)
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi
tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang
sekarang banyak dianut adalah5 :
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
4. Teori adaptasi kardiovaskular genetik
5. Teori defisiensi gizi
6. Teori inflamasi
13. Bagaimana tata laksana (farmakologis dan non farmakologis) pada kasus? (17)
Dasar-dasar pengelolaan eklampsia :
a.Terapi suportif untuk stabilisasi pada ibu
b.Selalu diingat ABC (Airway, Breathing, Circulation).
c.Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka
d.Mengatasi dan mencegah kejang
e.Koreksi hipoksemia dan asidemia
18
f.Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis
g. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat
Terapi medikamentosa
a. Segera masuk rumah sakit
b. Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
c. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%
d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.
e. Pemberian MgSO4 dibagi :
- Loading dose (initial dose) : dosis awal
- Maintenance dose : dosis lanjutan
Sumber Regimen Loading dose Maintenance
dose
Dihentikan
1. Prichard, 1955 1957
Intermitent
intramuscul
ar
injection
Preeklamsi
10 g IM
5g 50% tiap 4-6
jam
Bergantian salah
satu bokong
5g 50% tiap 4-6
jam
24 jam pasca
persalinan
19
Eklamsi
1) 4g 20% IV; 1g/menit
2) 10g 50% IM: Kuadran atas sisi
luar kedua bokong
- 5g IM bokong
kanan
- 5g IM bokong
kiri
3) Ditambah 1.0 mllidocaine
4) Jika konvulsi tetap terjadi
Setelah 15 menit,
beri : 2g
20% IV : 1
g/menit
Obese : 4g iv
Pakailah jarum 3-
inci, 20 gauge
Bergantian salah
satu bokong
(10 g MgSO4 IM
dalam
2-3 jam dicapai
kadar plasma
3, 5-6 mEq/l
2. Zuspan, 1966
Preeklamsi
berat
Eklamsi
Continous
Intravenous
Injection
Tidak ada
4-6 g IV / 5-10 minute
1 g/jam IV
1 g/jam IV
3. Sibai, 1984
Preeklamsi -
eklamsi
Continous
Intravenous
Injection
4-6 g 20% IV
dilarutkan dalam
100 ml/D5 / 15-20
menit
1) Dimulai
2g/jam IV dalam
10g 1000 cc D5 ;
100 cc/jam
2) Ukur kadar Mg
24 jam
pascasalin
20
setiap 4-6 jam
3) Tetesan infus
disesuaikan untuk
mencapai
maintain dose 4-6
mEq/l
(4,8-9,6 mg/dL)
4. Magpie Trial
Colaborative
Group, 2002
Sama
dengan
Pritchard
Regimen
1) 4g 50% dilarutkan
dalam normal
Saline IV / 10-15
menit
2) 10 g 50% IM:
- 5g IM bokong
kanan
- 5g IM bokong kiri
1) 1g/jam/IV
dalam 24 jam
atau
2) 5g IM/4 jam
dalam 24 jam
Syarat pemberian MgSO4. 7H2O
1. Refleks patella normal 2. Respirasi > 16 menit 3. Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam 4. Siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc
Antidotum
Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4. 7H2O , maka diberikan injeksi Kalsium
Glukonat 10% dalam 10 cc dalam 3 menit
Refrakter terhadap MgSO4. 7H2O, dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini : 1. 100 mg IV sodium thiopental 2. 10 mg IV diazepam 3. 250 mg IV sodium amobarbital 4. phenytoin : a. dosis awal 1000 mg IV
a. 16,7 mg/menit/1 jam b. 500 g oral setelah 10 jam dosis awal dalam 14 jam
Perawatan kejang
a. Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang
(tidak diperkenalkan ditempatkan di ruangan gelap, sebab bila terjadi sianosis
tidak dapat diketahui)
b. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi
trendelenburg, dan posisi kepala lebih tinggi
c. Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna
mencegah aspirasi pneumonia
21
d. Sisipkan spatel-lidah antara lidah dan gigi rahang atas
e. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur
f. Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat
Anti hipertensi
Diberikan : bila tensi 180/110 atau MAP 126
Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg
dalam 24 jam.
- Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah (sub lingual) karena
absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makanan
Desakan darah diturunkan secara bertahap :
1. Penurunan awal 25% dari desakan sistolik
2. Desakan darah diturunkan mencapai :
3. 160/105
4. MAP < 125
- Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL diberikan secara IV
selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat diulang dengan dosis 12,5 mg selama
5 menit. Bila masih gagal dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg
selama 5 menit
- Diuretikum
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :
1. Memperberat penurunan perfusi plasenta
2. Memperberat hipovolemia
3. Meningkatkan hemokonsentrasi
Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :
1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka
- Diet
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih
22
Pengelolaan eklamsi
a. Sikap dasar pengelolaan eklamsi : semua kehamilan dengan eklamsi harus diakhiri
(diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Berarti sikap
terhadap kehamilannya adalah aktif.
b. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan)
hemodinamika dan metabolisme ibu.
c. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam, setelah salah satu atau lebih
keadaan seperti dibawah ini, yaitu setelah :
- Pemberian obat anti kejang terakhir
- Kejang terakhir
- Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir
- Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang meningkat)
Cara persalinan
Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya, maka
dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.
Perawatan aktif ; agresif
- Tujuan : Terminasi kehamilan
- Indikasi :
1. Indikasi Ibu :
a. Kegagalan terapi medikamentosa : Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan
medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten. Setelah 24 jam sejak
dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah desakan darah
yang persisten.
b. Tanda dan gejala impending eklamsi
c. Gangguan fungsi hepar
d. Gangguan fungsi ginjal
e. Dicurigai terjadi solution placenta
f. Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, pendarahan.
2. Indikasi Janin :
a. Umur kehamilan 37 minggu
b. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG
c. NST nonreaktiv dan profil biofisik abnormal
d. Timbulnya oligohidramnion
23
3. Indikasi Laboratorium :
Thrombositopenia progesif, yang menjurus ke sindroma HELLP
Cara Persalinan : Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam
- Penderita belum inpartu
a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop 8
Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan
harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan
dianggap gagal, dan harus disusul dengan seksio sesarea
b. Indikasi seksio sesarea:
1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam
2. Induksi persalinan gagal
3. Terjadi gawat janin
4. Bila umur kehamilan < 33 minggu
- Bila penderita sudah inpartu
1. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
2. Memperpendek kala II
3. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat janin
4. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar
5. Anestesia : regional anestesia, epidural anestesia. Tidak diajurkan anesthesia
umum .
Perawatan pasca persalinan
- Tetap di monitor tanda vital
- Pemeriksaan laboratorium lengkap 24 jam pasca persalinan 4
14. Bagaimana cara pencegahan pada kasus? (18)
Yang dimaksud pencegahan adalah upaya untuk mencegah terjadinya preeklampsia
pada perempuan hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklampsia. Preeklampsia
adalah suatu sindroma dari proses implantasi sehingga tidak secara keseluruhan dapat
dicegah.
Pencegahan dapat dilakukan dengan nonmedikal dan medikal
1. Nonmedikal
Pencegahan nonmedikal ialah pencegahan dengan tidak memberikan obat. Cara
yang paling sederhana adalah melakukan tirah baring. Di indonesia tirah baring
24
masih diperlukan pada mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya
preeklampsia meskipun tirah baring tidak terbukti mencegah terjadinya
preeklampsia dan mencegah persalinan preterm. Restriksi garam tidak terbukti
dapat mencegah terjadinya preeklampsia.
Hendaknya diet ditambah suplemen yang mengandung a. Minyak ikan yang kaya
dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega 3 PUFA, b. antioksidan: vitamin
C, E, beta-karoten, CoQ10, N-asetilsistein, asam lipoik, dan c. elemen logam berat,
Zn, Mg, Ca.
2. Medikal
Dilakukan dengan pemberian obat meskipun belum ada bukti yang kuat dan sahih.
Pemberian diuretik tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia bahkan
memperberat hipovolemia. Antihipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya
preeklampsia.
Pemberian kalsium :1500-2000 mg/hari dapat dipakai sebadai suplemen pada
risiko tinggi terjadinya preeklampsia. Selain itu dapat pula diberikan Zn 200
mg/hari, Mg 365 mg/hari. Obat antitrombotik yang dianggap dapat mencegah
preeklampsia ialah aspirin dosis rendah rata-rata di bawah 100 mg/hari, atau
dipiridamole. Dapat juga diberikan obat-obat antioksidan, misalnya vitamin C, E,
beta-karoten, CoQ10, N-asetilsistein, asam lipoik.5
15. Apa komplikasi pada kasus? (19)
Beberapa komplikasi akut preeklampsia, yaitu eklampsia, sindroma HELLP
(hemolisis, elevasi enzim hati, penurunan platelet), ruptur hepar, edema pulmonal,
gagal ginjal, koagulopati intravaskular diseminasi, kedaruratan hipertensi dan
hipertensi ensefalopati serta kebutaan kortikal 3
16. Bagaimana prognosis pada kasus? (20)
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan
akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Prognosis janin pada penderita
eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati padafase
neonatal karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior 5
Vitam dan fungsionam : dubia
17. SKDI (21)
Tingkat kemampuan 3B. Gawat darurat
25
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan
rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
2.3.4 Hipotesis
Nyonya Mima, 38 tahun, G4P3A0 diduga menderita eklampsia.
2.3.5 Learning Issue
1. Persiapan Persalinan pada Kehamilan dengan Eklampsia
Dibahas dianalsis bagain tatalaksana
2. Hipertensi dalam kehamilan
Disadur dari Report on the National High Blood Pressure Education Program
Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy (AJOG Vol 183 : S1, July
2000)
1. Hipertensi kronik
Hipertensi yang didapatkan sebelum kehamilan, dibawah 20 minggu umur
kehamilan, dan hipertensi tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklamsia eklamsia
Hipertensi dan proteinuria yang didapatkan setelah umur kehamilan 20 minggu.
3. Hipertensi kronik (superimposed preeklamsi)
Hipertensi kronik yang disertai proteinuria
4. Hipertensi gestational
Timbulnya hipertensi pada kehamilan yang tidak disertai proteinuria hingga 12
minggu pascapersalinan. Bila hipertensi menghilang setelah 12 minggu
persalinan, maka dapat disebut juga Hipertensi Transien.
Klasifikasi
26
Disadur bebas dari Report on the National High Blood Pressure Education Program
Working Group on High Blood Pressure in pregnancy (AJOG Vol.183 : S1, July
2000)
1. Hipertensi Gestasional Didapatkan desakan darah 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada
kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan desakan darah kembali
normal < 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklamsi Kriteria minimum
Desakan darah 140/ 90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertei
dengan proteinuria 300 mg/24 jam atau dipstick 1+
3. Eklamsi Kejang-kejang pada preeklamsi disertai koma
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi Timbulnya proteinuria 300 mg/ 24 jam pada wanita hamil yang sudah
mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan
20 minggu.
5. Hipertensi kronik Ditemukannya desakan darah 140/ 90 mmHg, sebelum kehamilan atau sebelum
kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan 4
3. Graves disease pada kehamilan
Hormon-hormon tiroid yang terdapat di sirkulasi adalah tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3), hanya bentuk bebasnya yang aktif (fT4dan fT3). Hormon yang
lebih penting adalah fT3 karena lebih mempengaruhi metabolisme, dibentuk di liver,
ginjal, dan otot dan diubah menjadi fT4 oleh enzim deiodinase. Kebanyakan jaringan
termasuk jantung, otak, dan otot memiliki reseptor spesifi k fT3 yang dapat
mempengaruhi aktivitas metabolik dan seluler. Pada keadaan normal, kelenjar hipofi
sis anterior memproduksi TSH sebagai umpan balik negatif yang dikendalikan oleh
konsentrasi fT3. Iodin dari sumber makanan penting dalam proses sintesis
pembentukan hormon tiroid. Dalam beberapa dekade terakhir disebutkan bahwa
kelompok risiko tertinggi kurangnya asupan iodin adalah wanita hamil dan menyusui,
serta anak usia kurang dari 2 tahun yang tidak terimplementasi oleh strategi iodisasi
garam universal. Gangguan fungsi tiroid selama periode reproduksi lebih banyak
27
terjadi pada wanita, sehingga tidak mengejutkan jika banyak gangguan tiroid
ditemukan pada wanita hamil1. Pada kehamilan, penyakit tiroid memiliki
karakteristik tersendiri dan penanganannya lebih kompleks pada kondisi tertentu.
Kehamilan dapat mempengaruhi perjalanan gangguan tiroid dan sebaliknya penyakit
tiroid dapat pula mempengaruhi kehamilan. Seorang klinisi hendaknya memahami
perubahan-perubahan fi siologis masa kehamilan dan patofi siologi penyakit tiroid,
dapat mengobati secara aman sekaligus menghindari pengobatan yang tidak perlu
selama kehamilan.
Hormon tiroid dalam kehamilan
Pada janin iodin disuplai melalui plasenta. Saat awal gestasi, janin bergantung
sepenuhnya pada hormon tiroid (tiroksin) ibu yang melewati plasenta karena fungsi
tiroid janin belum berfungsi sebelum 12-14 minggu kehamilan. Tiroksin dari ibu
terikat pada reseptor sel-sel otak janin, kemudian diubah secara intraseluler menjadi
fT3 yang merupakan proses penting bagi perkembangan otak janin bahkan setelah
produksi hormon tiroid janin, janin masih bergantung pada hormon-hormon tiroid ibu,
asalkan asupan iodin ibu adekuat. Empat perubahan penting selama kehamilan3
(Gambar 1):
1. Waktu paruh tiroksin yang terikat globulin bertambah dari 15 menit menjadi 3 hari
dan konsentrasinya menjadi 3 kali lipat saat usia gestasi 20 minggu akibat glikosilasi
estrogen.
2. Hormon hCG dan TSH memiliki reseptor dan subunit alpha yang sama. Pada
trimester pertama, sindrom kelebihan hormon bisa muncul, hCG menstimulasi
reseptor TSH dan memberi gambaran biomekanik hipertiroid. Hal ini sering terjadi
pada kehamilan multipel, penyakit trofoblastik dan hiperemesis gravidarum, dimana
konsentrasi hCG total dan subtipe tirotropik meningkat.
3. Peningkatan laju fi ltrasi glomerulus dan peningkatan uptake iodin ke dalam
kelenjar tiroid yang dikendalikan oleh peningkatan konsentrasi tiroksin total dapat
menyebabkan atau memperburuk keadaan defi siensi iodin.
28
4. Tiga hormon deiodinase mengontrol metabolisme T4 menjadi fT3 yang lebih aktif
dan pemecahannya menjadi komponen inaktif. Konsentrasi deiodinase III meningkat
di plasenta dengan adanya kehamilan, melepaskan iodin jika perlu untuk transpor ke
janin, dan jika mungkin berperan dalam penurunan transfer tiroksin.
Hipertiroid dalam kehamilan
Prevalensi hipertiroid di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1%. Penyebab
tersering adalah penyakit Grave, yang 5-10 kali lebih sering dialami wanita dengan
puncaknya pada usia reproduktif. Prevalensi hipertiroid dalam kehamilan 0,1-0,4%,
85% dalam bentuk penyakit Grave. Sama halnya seperti penyakit Kehamilan, begitu
juga hipertiroid adalah kondisi peningkatan laju metabolisme. Fakta ini menyulitkan
mengenali tanda dan gejala tipikal tirotoksikosis yang biasanya mudah dikenali pada
pasien tidak hamil. Misalnya, gejala seperti amenorea, lemas, labilitas emosi,
intoleransi terhadap panas, mual dan muntah dapat terlihat baik pada pasien hamil dan
juga hipertiroid. Begitu juga tanda-tanda seperti kulit terasa hangat, takikardia,
peningkatan tekanan darah, dan bahkan struma kecil tidak bersifat pasti. Namun, ada
menifestasi yang harus lebih diperhatikan seperti kenaikan berat badan yang rendah
selama hamil dengan nafsu makan baik, adanya tremor, dan manuver Valsava tanpa
akselerasi laju jantung. Mengingat kebanyakan kasus disebabkan oleh penyakit
Grave, dicari tandatanda oftalmopati Grave (tatapan melotot, kelopak tertinggal saat
29
menutup mata, eksoftalmos) dan bengkak tungkai bawah (pretibial myxedema).10
Rendahnya spesifi sitas tanda dan gejala membuat tes laboratorium merupakan alat
diagnosis yang paling baik untuk penyakit tiroid pada ibu hamil. Mual dan muntah
setelah kehamilan 20 minggu jarang ditemukan. Kondisi muntah harus dibedakan dari
kondisi lain yang juga dapat menyebabkan muntah persisten, seperti hiperemesis
gravidarum, gangguan gastrointestinal (appendisitis, hepatitis, pankreatitis, dan
gangguan saluran empedu), pielonephritis, dan gangguan metabolik lain. Pemeriksaan
laboratorium mencakup kadar keton urin, BUN, kreatinin, alanin aminotransferase,
aspartat aminotransferase, elektrolit, dan tirotropin (termasuk tiroksin T4 bebas jika
tirotropin rendah). Biasanya tirotropin tertekan pada pasien-pasien hamil karena hCG
bereaksi silang dengan tirotropin dan menstimulasi kelenjar tiroid. Kondisi hipertiroid
ini biasanya hilang spontan dan tidak membutuhkan pengobatan. Kadar T4 dan
tirotroponin pada hiperemesis dapat mirip dengan pasien Grave, akan tetapi pasien
hiperemesis tidak memiliki gejala penyakit Grave ataupun antibodi tiroid. Jika kadar
fT4 meningkat tanpa tanda dan gejala penyakit Grave, pemeriksaan sebaiknya diulang
setelah usia kehamilan 20 minggu. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan untuk
mendeteksi kehamilan multipel atau mola hidatodosa.11 Tirotoksikosis ibu yang tidak
diobati secara adekuat meningkatkan risiko kelahiran prematur, IUGR, berat badan
lahir rendah, preeklamsia, gagal jantung kongestif, dan IUFD. Pada sebuah penelitian
retrospektif, rata-rata komplikasi berat pada pasien yang diobati dibandingkan dengan
yang tidak adalah: preeklamsia - 7% banding 14-22%, gagal jantung kongestif - 3%
banding 60%, thyroid storm - 2% banding 21%. Sebaliknya pengobatan thionamide
berlebih dapat menyebabkan hipotiroid iatrogenik pada janin.2,10 Pasien dengan
kecurigaan hipertiroid membutuhkan pengukuran kadar TSH, T4, T3, dan antibodi
reseptor tiroid. Interpretasi fungsi tiroid harus memperhatikan hubungan dengan
hormon HCG yang dapat menurunkan kadar TSH dan meningkatkan kadar TBG
selama kehamilan; kadar serumTSH di bawah normal tidak boleh dijadikan
interpretasi diagnostik hipertiroid dalam kehamilan. Interpretasi terbaik adalah dengan
kadar T3 karena kadar fT4 juga meningkat pada separuh wanita hiperemesis
gravidarum tanpa hipertiroid.2 Hipertiroid subklinis (kadar TSH di bawah normal,
kadar fT4 dan T4 dalam batas normal dan tidak ada tanda-tanda hipertiroid) dapat
ditemukan pada hiperemesis gravidarum. Pengobatan kondisi ini tidak berhubungan
dengan perbaikan hasil kehamilan dan dapat memberikan risiko paparan obat anti
tiroid yang tidak perlu terhadap janin.
30
Pengobatan
Secara umum, terdapat beberapa modalitas pengobatan hipertiroid antara lain
pendekatan farmakologis, pembedahan, dan juga iodin radioaktif, masing-masing
dengan risiko terhadap kehamilan (Tabel 2). Pada kondisi hamil, pengobatan iodin
radioaktif secara langsung merupakan kontraindikasi karena meningkatkan risiko
abortus spontan, kematian janin intra uterin, hipotiroid dan retardasi mental pada
neonatus. Pada ibu hamil, PTU masih merupakan obat pilihan utama yang
direkomendasikan oleh banyak penulis dan pedoman2,10,12 , dianggap lebih baik
karena lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan methimazole. Tetapi telah
terbukti efektivitas kedua obat dan waktu rata-rata yang diperlukan untuk normalisasi
fungsi tiroid sebenarnya sama (sekitar 2 bulan), begitu juga kemampuan melalui
plasenta. Penggunaan methimazole pada ibu hamilberhubungan dengan sindrom
teratogenikembriopati metimazole yang ditandai dengan atresi esofagus atau koanal;
anomali janin yang membutuhkan pembedahan mayor lebih sering berkaitan dengan
penggunaan methimazole, sebaliknya tidak ada data hubungan antara anomali
kongenital dengan penggunaan PTU selama kehamilan. Namun kadang methimazole
tetap harus diberikan karena satu-satunya pengobatan anti tiroid yang tersedia. Jika
kondisi hipertiroid sudah berkurang, dosis obat anti tiroid juga harus diturunkan untuk
mencegah hipotiroid pada janin. Pada trimester ketiga, hampir 30% ibu dapat
menghentikan pengobatan anti tiroid dan mempertahankan status eutiroid. Bagi ibu
menyusui, kedua jenis obat anti tiroid dinilai aman karena konsentrasinya rendah di
dalam air susu. Bayi yang menyusui ibu pengkonsumsi obat anti tiroid memiliki
perkembangan dan fungsi intelektual yang normal.12 Obat-obat golongan beta bloker
untuk mengurangi gejala akut hipertiroid dinilai aman dan efektif pada usia gestasi
lanjut, pernah dilaporkan memberikan efek buruk bagi janin bila diberikan pada awal
atau pertengahan gestasi. Propanolol pada kehamilan akhir dapat menyebabkan
hipoglikemia pada neonatus, apnea, dan bradikardia yang biasanya bersifat transien
dan tidak lebih dari 48 jam. Propanolol sebaiknya dibatasi sesingkat mungkin dan
dalam dosis rendah (10-15 mg per hari).2,10,13 Tiroidektomi subtotal dapat
dilakukan saat kehamilan dan merupakan pengobatan lini kedua penyakit Grave.
Tiroidektomi sebaiknya dihindari pada kehamilan trimester pertama dan ketiga karena
efek teratogenik zat anestesi, peningkatan risiko janin mati pada trimester pertama
serta peningkatan risiko persalinan preterm pada trimester ketiga. Paling optimal
31
dilakukan pada akhir trimester kedua meskipun tetap memiliki risiko persalinan
preterm sebesar 4,5%-5,5%. Tindakan pembedahan harus didahului oleh pengobatan
intensif dengan golongan thionamide, iodida, dan beta bloker untuk menurunkan
kadar hormon tiroid agar mengurangi risiko thyroid storm selama anestesi dan juga
mengoptimalkan kondisi operasi dengan penyusutan struma dan mengurangi
perdarahan.10,14 Indikasi pembedahan adalah dibutuhkannya obat anti tiroid dosis
besar (PTU >450 mg atau methimazole >300 mg), timbul efek samping serius
penggunaan obat anti tiroid, struma yang menimbulkan gejala disfagia atau obstruksi
jalan napas, dan tidak dapat mmemenuhi terapi medis (misalnya pada pasien
gangguan jiwa) 2
32
2.3.6 Kerangka Konsep
33
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Nyonya Mima, 38 tahun, G4P3A0, usia kehamilan 39 minggu, dengan riwayat
penyakit graves tidak terkontrol menderita preeklampsia berat dengan komplikasi
akut eklampsia
34
DAFTAR PUSTAKA
1. F. Garry Cunningham, d. (2013). Obstetri Williams Edisi 23 (Vol. 2). Jakarta: EGC.
2. Garry, D. (2013). penyakit tiroid dalam kehamilan. Diambil kembali dari Kalbamed:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_206Penyakit%20Tiroid%20pada%20Kehamilan.pdf
3. Pangemanan, W. T. (2002). Komplikasi Akut pada Preeklampsia. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK
Unsri, 3-4.
4. POGI. (2010). Buku Panduan Penatalaksanaan Hipertensi Dalam Kehamilan . Jakarta: POGI.
5. Prawirohardjo, P. D. (2010). Ilmu Kebidanan (4 ed.). (T. Rachmihadhi, & G. H. Wiknjosastro,
Penyunt.) Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
6. Sirait, A. M. (2012). Prevalensi Hipertensi Pada Kehamilan Di Indoensia RKD 2007. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 15, 103-109.
7. Sosialine, E. (2011). Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
8. tasalim, r. (2014, 2 5). pemeriksaan denyut jantung janin. Diambil kembali dari
tasalimrian.blogspot.com: http://tasalimrian.blogspot.com