Skenario c Blok 14 Fix
-
Upload
arume-edogawa -
Category
Documents
-
view
70 -
download
0
Transcript of Skenario c Blok 14 Fix
1
LAPORAN
TUTORIAL BLOK 14
Disusun oleh:
KELOMPOK 12
Anggota Kelompok:
Suci Fahlevi Masri 04111001001
Inne Fia Mariety 04111001005
Imam Zahid 04111001019
K. M. Dimas Alphiano 04111001021
Lismya Wahyu Ningrum 04111001023
Erniyanti Puspita Sari 04111001026
Nuraidah 04111001039
Denis Puja Sakti 04111001049
Dwi Novia Putri 04111001053
Risha Meilinda M. 04111001069
Indah Aprilia 04111001137
Mulyati 04111001138
Bhisma S. M. 04111001140
Tutor: dr. Susilawati
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2012
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya Laporan Tutorial
Skenario C Blok 14 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari
skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan
laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan
sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Tim Penyusun
3
DAFTAR ISI
JUDUL………………………………………………………………………………………. 1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………... 3
I. SKENARIO…………………………………………………………………………. 4
II. KLARIFIKASI ISTILAH………………………………………………………….. 4
III. IDENTIFIKASI MASALAH………………………………………………………. 5
IV. ANALISIS MASALAH…………………………………………………………….. 5
KETERKAITAN ANTAR MASALAH…………………………………………… 27
V. HIPOTESIS…………………………………………………………………………. 28
VI. LEARNING ISSUE…………………………………………………………………. 28
VII. KERANGKA KONSEP.............................................................................................. 29
VIII. SINTESIS..................................................................................................................... 30
IX. KESIMPULAN……………………………………………………………………… 69
X. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………... 70
4
I. SKENARIO C BLOK 14
Nn. SS, 22 tahun, karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta, diantar ke IGD
sebuah RS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Dari aloanamnesis, sejak 1
minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, batuk pilek, dan sakit tenggorokan. Pasien
juga sering mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan lendir. Dalam
beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar keringat banyak, mudah cemas, sulit
tidur, dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru
Pemeriksaan fisik:
Kesadaran: delirium, TD 100/80 mmHg, Nadi 140x menit/regular, RR 24x/menit, suhu 39oC
Kepala: exophthalmus (+), Mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk
Leher: struma diffusa (+), kaku kuduk (-)
Jantung: takikardia; paru: bunyi nafas normal
Abdomen: Dinding perut lemas, hati dan limpa tidak teraba, bising usus meningkat.
Ekstremitas: telapak tangan lembab, tremor (+), reflex patologis (-)
Pemeriksaan laboratorium:
Darah rutin: Hb: 12 g%; WBC: 17.000/mm3
Kimia darah: Glukosa darah, tes fungsi ginjal, dan hati normal, elektrolit serum normal
Tes fungsi tiroid: TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 mg/dl
II. KLARIFIKASI ISTILAH
No. Istilah Pengertian
1. Aloanamnesis Anamnesis yang dilakukan pada keluarga
pasien
2. Exopthalmus Perluasan mata yang melebihi batas normal
3. Hiperemis Kelebihan darah pada suatu bagian
4. Struma diffusa Pmbesaran tiroid atau goiter yang menyebar
5. Oral hygiene Perawatan mulut dan gigi yang tepat
6. T4 bebas Tiroxin yang tidak berikatan dengan protein
plasma
7. Tremor Getaran atau gigilan yang involunter
8. TSH (Tyroid Stimulating Hormon) yang dikeluarkan
5
oleh hipofisis anterior
9. Bising usus Kontraksi tonik yang kontinyu, berlangsung
bermenit atau berjam-jam
10. Kaku kuduk pemeriksaan yang dilakukan untuk menguji ada
atau tidaknya meningitis
11. Takikardia Peningkatan denyut nadi
III. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Nn. SS, 22 tahun, mengalami penurunan kesadaran sejak 4 jam yan lalu.
2. Dari aloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, batuk pilek,
sakit tenggorokan, dan juga sering diare 3-4 kali/hari tidak disertai darah dan lendir.
3. Beberapa bulan terakhir pasien sering gugup, keluar keringat banyak, mudah cemas, sulit
tidur, dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru.
4. Pemeriksaan fisik:
Kesadaran: delirium, TD 100/80 mmHg, Nadi 140x menit/regular, RR 24x/menit, suhu 39oC
Kepala: exophthalmus (+), Mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk
Leher: struma diffusa (+), kaku kuduk (-)
Jantung: takikardia; paru: bunyi nafas normal
Abdomen: Dinding perut lemas, hati dan limpa tidak teraba, bising usus meningkat.
Ekstremitas: telapak tangan lembab, tremor (+), reflex patologis (-)
5. Pemeriksaan laboratorium:
Darah rutin: Hb: 12 g%; WBC: 17.000/mm3
Kimia darah: Glukosa darah, tes fungsi ginjal, dan hati normal, elektrolit serum normal
Tes fungsi tiroid: TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 mg/dl
IV. ANALISIS MASALAH
Masalah 1
1. Bagaimana mekanisme penurunan kesadaran pada Nn. SS?
Nn. SS mengalami krisis tiroid (hormon tiroid yang berlebihan di dalam darah), krisis tiroid
ini merangsang saraf simpatik. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan
kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menambah efek katekolamin. Pelepasan
6
neurotransmiter katekolamin yang berlebihan itu menyebabkan depolarisasi Na dan K yang
cepat, kemuadian terjadi disosiasi pikiran sehingga terjadi delirium.
2. Bagaimana penanganan pertama di IGD pada Nn. SS yang mengalami penurunan kesadaran?
Apabila karena dehidrasi maka dapat diberikan cairan atau oralit.
Masalah 2
1. Bagaimana mekanisme dari:
- Demam tinggi
Demam terjadinya karena gangguan pengaturan set point suhu tubuh di hypothalamus.
Biasanya terjadi karena infeksi mikroba (bakteri atau virus). Hal ini menyebabkan
pengaturan suhu tubuh terganggu dan ditingkatkan akibat senyawa yang dinamakan pirogen
endogen( berupa sitokin) dan pirogen eksogen. Di dalam pusat pengendalian suhu tubuh
pirogen endogen menimbulkan perubahan metabolik, antara lain sintesis prostaglandin E2
(PGE2) yang mempengaruhi pusat pengendalian suhu tubuh sehingga set point untuk suhu
tersebut ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian
mengirimkan impuls ke pusat produksi panas untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke pusat
pelepasan panas untuk mengurangi aktivitasnya dengan vasokontriksi pembuluh darah kulit
sehingga suhu tubuh meningkat atau terjadi demam.
Selain itu demam tinggi dapat disebabkan oleh keadaan hipermetabolik. Hal ini dapat dipicu oleh kadar
hormon T4 (Tiroksin) yang meningkat sekresinya. Peningkatan keluaran tiroksin yang dihasilkan oleh
kelenjar thyroid ini akan meningkatkan kecepatan metabolisme seluler di seluruh tubuh yang dapat
menghasilkan panas. Bila sekresi hormon ini banyak sekali, maka kecepatan metabolisme basal meningkat
setinggi 60-100 % di atas normal.
Pada kasus ini, terjadi dua keadaan yaitu krisis tiroid yang ditandai dengan peningkatan hormone T4. Krisis
tiroid ini dicetuskan oleh infeksi mikroba. Akan tetapi keadaan hipermetabolik menjadi dasar yang kuat
terjadinya demam tinggi.
- Batuk pilek
Batuk: Saat benda asing masuk ke saluran pernafasan, akan menempel di mucus saluran
pernafasan. Selanjutnya akan terjadi iritasi pada reseptor batuk, sehingga terjadi aktifasi
pusat batuk. Fase ini disebut fase iritasi. Reseptor batuk dan medulla spinalis dihubungkan
oleh serat aferen non myelin. Medula Spinalis akan memberikan perintah balik berupa
7
kontraksi otot abductor, kontraksi pada kartilago di laring seperti kartilago aritenoidea yang
akan menyebabkan kontraksi diafragma sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi intercosta
pada abdominal. Hal ini akan menyebabkan glottis terbuka karena medulla spinalis juga
merespon terjadinya inspirasi sehingga akan terjadi inspirasi yang cepat dan dalam. Fase ini
disebut fase Inspirasi. Saat bernafas paru memiliki daya kembang paru yang akan
menyebabkan glottis menutup selama 0,2 detik. Saat glottis menutup tekanan intratorak naik
sampai 300 cmH2O. Fase ini disebut fase kompresi
Pilek: Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan
lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC).
Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan
ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui
penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal
untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE. IgE yang terbentuk akan
segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal
ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor
untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi
dengan afinitas yang lemah. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih
dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada
pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke
dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Kadar cAMP
yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang
pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul
(preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil
Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin.
Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin. Histamin
menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler & permeabilitas, sekresi mucus.
Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek
- Sakit tenggorokan
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila
epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang
dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian
8
edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapimenjadi menebal dan
kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
hiperemi,pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna
kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa
folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior,atau terletak lebih ke lateral,
menjadi meradang dan membengkak
- Sering diare tanpa darah dan lendir
Pengaruh hormon tiroid yang meninggi menyebabkan tonus traktus gastrointestinal
meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi diare. Hormon tiroid merangsang motillitas
usus, yang dapat menimbulkan peningkatan motilitas terjadi diare pada hipertiroidisme. Hal
ini juga menyumbang pada timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada
hipertiroidisme. Diare tanpa darah dan lendir karena bukan disebabkan oleh virus.
2. Adakah hubungan gejala-gejala tersebut dengan penurunan kesadaran?
Seluruh gejala ini disebabkan oleh kondisi Nn. SS yang mengalami hiperosmolaritas yaitu
keadaan dimana terjadi peningkatan eksitasi antara Na dan K sehingga terjadi peningkatan
impuls yang menyebabkan adanya disosiasi pikiran. Kondisi ini lah pencetus terjadinya
penurunan kesadaran serta cemas.
3. Mengapa demam tinggi, batuk pilek, dan sakit tenggorokan terjadinya sejak 1 minggu yang
lalu?
Gejala ini baru terjadi seminggu yang lalu karena kemungkinan infeksi baru terjadi juga
sejak satu minggu yang lalu.
Masalah 3
1. Mekanisme dari:
- Sering gugup, cemas, dan sulit tidur
Krisis tiroid ini merangsang saraf simpatik. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid
meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menambah efek katekolamin.
Pelepasan neurotransmiter katekolamin yang berlebihan itu menyebabkan depolarisasi Na
9
dan K yang cepat, kemudian terjadi disosiasi pikiran salah satunya dapat berakibat cemas,
gugup, dan sulit tidur
- Keluar banyak keringat
a. Peningkatan hormon tiroid merangsang sistem saraf simpatis over ekskresi
keringat
b. Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolik selular dengan cara
meningkatkan aktivitas dan jumlah sel mitokondria (dari transkripsi gen)
Hipermetabolisme panas keringat >>
Masalah 4
1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik:
Kesadaran: delirium, TD 100/80 mmHg, Nadi 140x menit/regular, RR 24x/menit, suhu
39oC
Komponen Nilai Nn. SS Normal Keterangan
Kesadaran Delirium Komposmentis Hormon tiroid menyebabkan peningkatan Na chanel, K chanel dan atp fase chanel. Dan juga efinefrin yang berikatan dengan reseptor alfa 2 di otak sehingga konduksi yang sangat cepat pada sistem saraf pusat yang berlebihan sehingga timbul disosiasi pikiran dan penurunan kesadaran.
Tekanan
Darah
100/80 mmHg 100-120 / 60-80
mmHg
Tidak normal, karena biasanya selisisih antara sistol dan diastol adalah 40-50 mmHg sedangkan pada skenario hanya 20 mmHg. Hal ini terjadi karena volume sekuncup menurun dan resistensi perifer meningkat.
Nadi 140x menit/regular 60-100x
menit/regular
Takikardi akibat Hiperfungsi dari kelenjar Thyroid. Dimana keadaan ini dikenal dengan kondisi thyrotoxicosis yaitu berupa peningkatan Basal Metabolism Rate (BMR) dan aktivitas sistem saraf simpatis.
RR 24x/menit 16-24 x/menit Normal
Suhu 39oC 36, -37,2 Tinggi (febris)
10
- Kepala dan mulut
Kepala: exophthalmus (+),
Exophthalmus yang positif menandakan bahwa terjadinya penonjolan bola mata kearah
depan. Besarnya penonjolan tersebut dapat diukur dengan menggunakan alat
exophthalmometri Hertel. Penonjolan bola mata dikatakan exophthalmos bila perbedaan
penonjolan antara kedua mata adalah lebih dari 3 mm. Bila penonjolan kearah veritkal atau
horizontal dapat diukur dengan McCoy Facial Tri Square (Padgett P-3795)
Mekanisme:
Mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk
Faring hiperemis dan Oral Hygiene yang buruk menandakan kemerahan yang terjadi pada
faring akibat terjadinya peningkatan vaskularisasi di area faring. Faring hiperemis
merupakan gejala rhinitis (pilek).
- Leher: struma diffusa (+), kaku kuduk (-)
Struma diffusa positif menandakan terjadinya perbesaran pada kelenjar tiroid akibat sekresi
hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak.
Kaku kuduk diperiksa dengan menempatkan telapak tangan satu di bawah kepala anak dan
satu di atas dada anak lalu kepala anak yang sedang berbaring diangkat sampai dagu
menyentuh dada. Jika didapatkan nyeri atau tahanan, maka artinya kaku kuduk positif.
Sebaliknya bila tidak didapatkan nyeri atau tahanan, maka artinya kaku kuduk negative.
- Jantung: takikardia; paru: bunyi nafas normal
Pada hasil pemeriksaan fisik pada jantung didapatkan takikardi. Hal ini menunjukkan
keadaan abnormal. Mekanisme terjadinya takikardi ialah pengaruh langsung pada
eksitabilitas jantung, yang selanjutnya meningkatkan frekuensi denyut jantung oleh karena
sekresi hormone tiroid yang tinggi. Bunyi pernapasan normal. Akan tetapi biasanya pada
11
keadaan krisis tyroid pernapasan menjadi lebih cepat dan dalam akibat meningkatnya
kecepatan metabolism yang akan meningkatkan konsumsi oksigen dan pembentukan karbon
dioksida.
- Abdomen: Dinding perut lemas, hati dan limpa tidak teraba, bising usus meningkat.
Dinding perut lemas: Abnormal. Dinding perut terdiri dari beberapa lapisan otot.
Peningkatan hormon tiroid yang abnormal dapat menyebabkan otot jadi lemas karena terjadi
katabolisme protein yang berlebihan sehingga ikut mempengaruhi dinding perut.
Hati dan limpa tidak teraba: Normal
Bising usus meningkat: Abnormal. Hormon tiroid dapat meningkatkan motilitas usus,
sehingga kelebihannya dapat berakibat pada peningkatan bising usus
- Ekstremitas: telapak tangan lembab, tremor (+), reflex patologis (-)
Hipersekresi T3 oleh sel folikel tiroid pada pasien hipertiroid juga mengakibatkan
peningkatan jumlah Reseptor adrenergik. Oleh karena itu, terjadi Respon terhadap reseptor
adrenergik berlebih saat hormon T3 dilepaskan ke jaringan. Dan saat terjadi
stimulasi terhadap medula adrenal untuk biosintesis katekolamin oleh hormon T3 dan saat
hormon katekolamin itu dilepaskan, maka berikut adalah efeknya :
a. Saat hormon Epinefrin dan Norepinefrin dilepaskan ke jaringan dan berikatan dengan
reseptor α1 dan β2, mengakibatkan :
Telapak tangan lembab : Pada kulit akan terasa hangat dan lembab sebagai hasil dari
dilatasi pembuluh darah kulit, dan keringat banyak akibat keadaan hiperdinamik.
b. Saat hormon Epinefrin dan Norepinefrin dilepaskan ke jaringan dan berikatan
dengan reseptor β1, mengakibatkan :
Tremor : Pada sistem saraf, akan terjadi aksi system saraf perifer yang
lebih cepat. Mekanisme kontraksi otot perifer umumnya dikontrol lewat
serebelum dan ganglion basalis. Namun pada pasien hipertiroid, terjadi
rangsangan berlebihan terhadap ganglion basalis. Oleh karena itu, pada otot
yang ada di ekstremitas terjadi kontraksi berlebih saat ada kegiatan yang
akan mengakibatkan tremor.
2. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan struma diffusa?
INSPEKSI
12
Tiroid normal dapat terlihat di bawah kartilago krikoid. Pembesaran kelenjar tiroid
disebut goiter, (Latin guttur, ‘’tenggorokan’'), dapat terlihat pada inspeksi khususnya
jika pasien mengekstensikan leher . Pada pembesaran difus sentral biasanya hanya
terlihat isthmus.
Palpasi: Posterior Approach
Posisi pasien duduk atau berdiri. Pemeriksa berdiri di belakang pasien, Tentukan lokasi
isthmus tiroid dengan cara palpasi antara kartilago tiroid dan lekuk suprasternal.
Gerakkan tangan ke arah lateral untuk merasakan batas tiroid di bawah
sternocleidomastoid. Pasien diminta menelan sedikit air sewaktu palpasi dan rasakan
gerakan keatas dari kelenjar tiroid.
Palpasi: Anterior Approach
Posisi pasien duduk atau berdiri. Tentukan lokasi isthmus tiroid dengan cara palpasi
antara kartilago tiroid dan lekuk suprasternal. Gunakan satu tangan untuk meretraksi
ringan otot sternocleidomastoid sambil menggunakan tangan lainnya untuk mempalpasi
tiroid. Pasien diminta menelan sedikit air sewaktu palpasi dan rasakan gerakan keatas
dari kelenjar tiroid.
PERKUSI
Bagian atas manubrium dapat diperkusi dari satu sisi ke sisi lainnya. Perubahan dari
resonan ke redup menunjukkan kemungkinan goiter retrosternal tetapi pemeriksaan ini
tidak sepenuhnya bisa dipercaya.
AUSKULTASI
Auskultasi dilakukan diatas setiap lobus untuk mendengarkan bruit. Ini merupakan
pertanda adanya peningkatan aliran darah yang dapat terjadi pada hipertiroid atau
kadang-kadang pada penggunaan obat antitiroid.
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid
untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin
serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin
dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan
assay radioimunometrik.
13
Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat
trakea (jalan nafas).
Ultrasonografi (USG)
USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang
mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher.
Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m
dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring
di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan
dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi
bagian-bagian tiroid.
Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi
jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat.
3. Bagaimana struktur makroskopis dan mikroskopis dari kelenjar tiroid:
- Normal
Struktur makroskopis: Thyroid merupakan kelenjar hormon; tak mempunyai ductus dan t.d
2 lobus (kanan – kiri) yg dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yg terletak di depan trachea
tepat di bawah cartilago cricoidea. Secara embriologi kelenjar thyroid mulanya merupakan
tonjolan dr dinding dpn bag tengah dari farings. Tonjolannya disebut pharyngeal pouch
yaitu antara arcus brachialis 1 & 2 pd umur janin ± 4 minggu. Tonjolan ini selanjutnya
akan hilang. Akan tetapi pada beberapa pasien ditemukan sisanya, disebut Ductus
Thyroglossus yg terbentang dari foramen caecum pada pangkal lidah yg menonjol ke bawah.
Bila kelenjar thyroid mencapai kematangan di dalam pertumbuhannya, maka kelenjar tiroid
ini dapat ditemukan di depan vertebra cervicalis 5, 6, & 7. Sisa-sisa kelenjar thyroid ini juga
masih sering ditemukan di pangkal lidah (duct.thyroglossus/ lingua thyroid) dan pd bagian
leher yang lain. Kelenjar thyroid dialiri 2 arteri utama: A. Thyroidea Superior dan A.
Thyroidea Inferior. Terdapat 3 pasang vena utama: V. thyroidea superior, V. thyroidea
14
medialis, V. thyroidea inferior bermuara ke v. anonyma kiri. Umumnya vena-vena tsbt
berjalan meliputi kel thyroid sebelah anterior dan juga meliputi isthmus & trachea.
Persarafan kelenjar thyroid: Ganglion simpatis (dr truncus sympaticus) cervicalis media &
inferior, Parasimpatis N. laryngea superior & N. laryngea recurrens (cabang N.vagus), N.
laryngea sup & inf sering cedera waktu operasi.
Struktur mikroskopis kelenjar tiroid terdiri dari asini-asini yang kecil dan berbentuk sferis
yg diperkuat sekitarnya oleh jaringan ikat. Jaringan ikat ini diteruskan sebagai simpai /
kapsul kelenjar thyroid. Asini-asini yang kecil diliputi oleh sel-sel epitel kubus yg rendah &
berisi cairan koloid kental. Cairan koloid mengandung kadar yodium yg tinggi. Bila terjadi
hipertrofi & hiperplasi kelenjar thyroid maka epitel kubus yang rendah tadi akan menjadi
tinggi (columnar) menunjukkan aktivitas dr kelenjar thyroid. Selain menjadi tinggi, epitel
juga akan membesar. Inti sel akan menempati di bagian tengah & terjadi proses mitosis yg jg
akan meninggi. Dalam situasi ini warna koloid lbh menipis & berisi vakuole di dlm asini.
Terjadi peningkatan pembuluh-pembuluh darah (hypervascularisasi) dan peningkatan
tumpukan limfe di daerah struma. Bila proses aktivasi kelenjar berkurang maka proses
hyperplasi epitel akan diikuti oleh proses involusi di mana sel-sel epitel dari asini akan
menjadi gepeng & koloid mjd semakin kental
- Abnormal (sesuai skenario)
Makroskopis:
Graves’ disease. A young woman with hyperthyroidismpresented with a mass in the neck and exophthalmos.(Rubin E., Farber J.L. [1999]. Pathology [3rd ed., p. 1167].Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins)
15
Kelenjar membesar akibat hipertrofi dan hiperplasia difus, biasanya simetris. Kelenjar
menjadi lunak dan kapsulnya intak. Pada potongan parenkim kelenjar menjadi padat
seperti potongan daging
Mikroskopis:
Graves' disease Graves' disease(low magnification) (high magnification)- penuh oleh acini yang bervariasi dalam ukuran.
- dilapisi kolumner tinggi, lebih ramai daripada biasanya, berisi koloid dengan tepi berenda-
renda.
- jaringan limfoid banyak.
- kadang membentuk papil ke dalam lumen acini, koloid di dalam lumen folikel tampak pucat,
dengan tepi belekuk-lekuk.
- hipertropi dan hiperplasi sel-sel epitel folikel tiroid.
Masalah 5
1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium:
- Darah rutin
Hb 12g% adalah normal karena rentang HB normal adalah 11,5 g% - 16,5 g% pada wanita
dewasa dan 13g% - 18g% pada laki-laki dewasa.
WBC 17.000/mm3 adalah abnormal karena WBC normal adalah 5000/mm3 – 10.000/mm3.
Hal ini disebabkan karena adanya infeksi pada penderita sehingga leukosit berkompensasi
menjadi banyak guna melawan infeksi yang ada.
16
- Tes fungsi tiroid
TSH 0,001 mU/L (rendah) dan T4 bebas 7,77 mg/dl (tinggi)
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan TSH 0,001 mU/L (menurun), FT4 7,77 mg/dl
(meningkat). Hasil pemeriksaan laboratorium ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Adanya
TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), suatu antibodi perangsang yang secara
sembarangan diciptakan oleh tubuh pada keadaan autoimun Grave’s disease, berikatan
dengan reseptor TSH di kelenjar tiroid dan secara terus-menerus merangsang sekresi
hormon tiroid (berupa T3 maupun T4) di luar sistem kontrol umpan balik negatif normal.
Hal ini menyebabkan kadar hormon tiroid dalam plasma meningkat sehingga hipofisis
anterior tidak terangsang untuk mensekresi TSH, yang menyebabkan kadar TSH menurun.
Sebagai akibat interaksi TSI-reseptor TSH, TSI akan dapat merangsang fungsi tiroid tanpa
bergantung pada TSH hipofisis.
2. Bagaimana pengaturan normal dari hormone Tiroid?
Hormon tiroid, tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dibentuk pada tiroglobulin, suatu
glikoprotein besar yang disintesis dalam sel tiroid. Iodida inorganik memasuki sel
folikel tiroid dan dioksidasi oleh tiroid peroksidase dan terikat secara kovalen ke residu
tirosin dari tiroglobulin.
Residu tiroid teriodinase, monoiodotirosin (MIT) dan diioditirosin (DIT) bergabung
membentuk iodotironin dalam reaksi yang dikatalisa oleh tiroid peroksidase. DIT dan
DIT membentuk T4, sedang MIT dan DIT membentuk T3.
Hormon tiroid dilepaskan ke aliran darah dengan proteolisis dalam sel tiroid. T4 dan T3
ditranspor ke aliran darah oleh tiga protein: thyroid-binding globulin (TBG), thyroid-
binding prealbumun (TBPA), dan albumin. Hanya hormon tiroid bebas (tak terikat)
yang mampu masuk ke sel, menimbulkan efek biologis, dan mengatur sekresi thyroid
stimulating hormone (TSH) dari kelenjar pituitari.
T4 disekresi hanya pada kelenjar tiroid, tapi <20% T3 diproduksi disana; mayoritas T3
dibentuk dari pemecahan T4 yang dikatalisa enzim 5’-monodeiodinase yang ditemukan
di jaringan perifer. T3 sekitar tiga sampai lima kali lebih aktif dari T4.
T4 bisa juga bereaksi dengan 5’-monodeiodinase membentuk reverse T3 yang tidak
mempunyai aktifitas biologis yang signifikan.
17
Produksi hormon tiroid diatur oleh TSH yang disekresi pituitari anterior, yang lalu
berada di bawah kontrol negative feedback oleh hormon tiroid bebas di sirkulasi dan
pengaruh positif dari hypothalamic thyrotropin-releasing hormone (TRH). Produksi
hormon tiroid juga diatur oleh deiodinasi ekstratiroid T4 menjadi T3 yang bisa
dipengaruhi nutrisi, hormon non-tiroid, obat-obatan dan penyakit.
3. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan tes fungsi tiroid?
TSH, diukur menggunakan radioimunoassay dengan menggunakan antibodi terhadap
TSH. Nilai normal adalah 0,5-5 µU/ml.
Total T4 dan total T3, Nilai total T4 55-150 nmol/L dan T3 1,5-3,5 nmol/L. Keduanya
didapat melalui radioimunoassay. Total T4 merefleksikan pengeluaran langsung dari
tiroid sedangkan total T3 selain dari tiroid juga berasal dari perubahan oleh jaringan dan
organ lain, sehingga nilai total T3 tidak cocok menggambarkan fungsi tiroid.
Free T4 dan Free T3, Nilai free T4 12-18 pmol/L dan nilai free T3 3-9 pmol/L. Tes ini
dilakukan untuk menilai awal hipertiroid dimana nilai total T4 masih normal sedangkan
nilai free T4 meningkat..
TRH, Bermanfaat untuk menilai fungsi hipofise dalam mengeluarkan TSH. Disuntikan
TRH 500 µg dan nilai kadar TSH 30-60 menit kemudian. TSH harus bernilai
sekurangnya 6 µIU/ml setelah disuntikan.
Antibodi tiroid, Anti tiroglobulin (anti-Tg), anti mikrosomal, antitiroid peroksidase
(anti-TPO) dan tiroid stimulating imunoglobulin (TSI) merupakan antibodi terhadap
tiroid. Anti Tg dan anti TPO tidak menilai fungsi tiroid namun bermanfaat pada
penyakit autoimun seperti tiroiditis, penyakit grave, goiter multinodular dan kadang-
kadang pada neoplasma tiroid.
Tiroglobulin serum, Normalnya tiroglobulin tidak dikeluarkan kedalam sirkulasi dalam
jumlah besar namun dapat meningkat jumlahnya pada keadaan destruksi tiroid seperti
cancer, setelah total tiroidektomi, ablasi iodin radioaktiv, tiroiditis dan keadaan
hiperaktifitas tiroid seperti grave disease dan goiter multinodular.
Masalah 6
1. Bagaimana cara menegakkan diagnosis penyakit Nn. SS?
18
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum penderita, kesadaran dan status psikologisnya
2. Tekanan darah meningkat
3. Denyut jantung cepat dan tidak teratur oleh karena atrium fibrilasi
4. Adanya gambaran kolateral di daerah tiroid oleh karena hipervaskularisasi.
5. Pada palpasi tiroid didapatkan struma yang noduler, batasnya jelas, dan konsistensi
kenyal. Cara melakukan pemeriksaan ini, penderita disuruh duduk dan pemeriksa
memeriksa dari belakang pasien dengan menggunakan 3 jari, pasien disuruh menelan.
Yang bergerak saat menelan adalah tiroid.
6. Pada auskultasi di daerah tiroid terdengar bising sistolik / vascular bruit.
7. Hiperefleski pada pemeriksaan refleks APR (Ankle Patella Refleks) , KPR (Knee
Patella Reflex), refleks biseps dan triseps.
8. Tremor halus pada tangan penderita. Cara melakukan pemeriksaan ini, penderita
dalam keadaan duduk, tangan dan jari direntangkan (kira-kira tegak lurus pada posisi
badan yang duduk) lalu lihat ada tremor atau tidak.
9. Palpasi untuk melihat apakah ada pembesaran hati
10. Refleks kulit abdomen meningkat sehingga terjadi retraksi kulit abdomen
11. Kulit teraba lembab karena peningkatan produksi kelenjar keringat.
12. Pada mata dapat terjadi morbus sign, juga dapat terjadi pembengkakan di belakang
mata yang dikenal dengan istilah eksoftalamus/Conjungtiva Chemosis.
13. Palpebra edema.
Pada Kasus-Kasus yang kurang jelas, digunakan indeks wayne. Skor dilihat dari :
Gejala Klinis :
o Sesak bila bekerja (Dispnoe d’effort) : +1
o Pasien berdebar-debar : +2
o Aesthenia (Pasien Mudah lelah) : +2
o Lebih menyukai udara dingin : +5
o Lebih menyukai udara panas : -5
o Banyak keringat : +3
o Mudah gugup, bingung, grogi : +2
19
o Nafsu makan bertambah tapi kurus : +3
o Nafsu makan berkurang : -3
o Berat badan turun : +3
o Berat badan naik :-3
Pemeriksaan Fisik
Perabaan kelenjar tiroid membesar : +3
Perabaan kelenjar tiroid tidak membesar : -3
Auskultasi kel. Tiroid ada bising sistolik : +2
Auskultasi kel. Tiroid tidak ada bising sistolik : -2
Ada eksophtalmus : +2
Tidak ada eksophtalmus : 0
Bila kelopak mata tertinggal saat bola mata digerakkan : +1
Bila kelopak mata tidak tertinggal saat bola mata digerakkan : 0
Ada hiperrefleksi, hiperkinetik : +4
Tremor halus pada jari : +1
Tidak ada tremor halus pada jari : 0
Tangan panas oleh karena hipertermi : +2
Tidak ada tangan panas : -2
Ada hiperhidrosis : +1
Tidak ada hiperhidrosis (tangan basah) : -1
Ada atrium fibrilasi : +4
Tidak ada atrium fibrilasi : 0
Nadi teratur / regular >90x/mnt : +3
80-90x/mnt : -3
<80x/mnt : -3
Skor dari gejala klinis dan pemeriksaan fisik dijumlahkan, bila jumlah:
a. 10-14 : Normal
b. >14 : Hipertiroid
c. <10 : Hipotiroid
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
20
1. Kadar T4 meningkat, Kadar T3 meningkat (tirotoksikosis)
2. Tirotropin Reseptor Assay (TSIs) à berfungsi untuk menegakkan diagnosis Grave
disease.
3. Tes faal hati Monitoring kerusakan hati karena penggunaan obat antitiroid seperti
thioamides.
4. Pemeriksaan Gula darah Pada pasien diabetes, penyakit grave dapat memperberat
diabetes, sebagai hasilnya dapat terlihat kadar A1C yang meningkat dalam darah
5. Kadar antibodi terhadap kolagen XIII menunjukan Grave Oftalmofati yang sedang aktif.
Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Polos Leher Mendeteksi adanya kalsifikasi, adanya penekanan pada trakea, dan
mendeteksi adanya destruksi tulang akibat penekanan kelenjar yang membesar.
2. Radio Active Iodine (RAI) scanning dan memperkirakan kadar uptake iodium
berfungsi untuk menentukan diagnosis banding penyebab hipertiroid.
3. USG Murah dan banyak digunakan sebagai pemeriksaan radiologi pertama pada
pasien hipertiroid dan untuk mendukung hasil pemeriksaan laboratorium
4. CT Scan Evaluasi pembesaran difus maupun noduler, membedakan massa dari tiroid
maupun organ di sekitar tiroid, evaluasi laring , trakea (apakah ada penyempitan,
deviasi dan invasi).
5. MRI Evaluasi Tumor tiroid (menentukan diagnosis banding kasus hipertiroid)
6. Radiografi nuklir dapat digunakan untuk menunjang diagnosis juga sebagai terapi.
2. Apa diagnosis untuk penyakit Nn. SS?
Krisis tiroid yang merupakan komplikasi berat dari tirotoksikosis/penyakit graves yang
dipicu oleh infeksi (Keadaan tirotoksikosis yang secara mendadak menjadi hebat dan
disertai antara lain adanya panas badan, delirium, takikardi, dehidrasi berat dan dapat
dicetuskan oleh antara lain: infeksi dan tindakan pembedahan).
3. Bagaimana etiologi, prevalensi, dan epidemiologi untuk penyakit Nn. SS ?
Etiologi
Krisis tiroid merupakan keadaan hipertiroidisme yang ekstrim, dan biasanya terjadi pada
individu dengan hipertiroidisme yang tidak diobati. Faktor pencetus lain termasuk:
21
Trauma dan tekanan
Infeksi, terutama infeksi paru-paru
Pembedahan tiroid pada pasien dengan overaktivitas kelenjar tiroid
Mengentikan obat-obatan yang diberikan pada pasien hipertiroidisme
Dosis penggantian hormone tiroid yang terlalu tinggi
Pengobatan dengan radioaktif yodium
Kehamilan
Serangan jantung atau kegawatdaruratan jantung
Krisis tiroid dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus,
peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRF
karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya.
Krisis tiroid akibat malfungsi hipofisi memberikan gambaran kadar HT dan TSH yang tinggi.
TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari HT dan TSH. Krisis tiroid akibat malfungsi
hipotalamus akan memperlihatkan HT yang tinggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
1. Penyebab utama: penyakit grave, toxic multinodular, “Solitary toxic adenoma”
2. Penyebab lain: tiroiditis, penyakit troboblastis, ambilan hormon tiroid secara berlebihan,
pemakaian yodium yang berlebihan, kanker pituitary, obat-obatan seperti amiodarone
Epidemiologi
Frekuensi
Frekuensi tirotoksikosis dan krisis tiroid pada anak-anak tidak diketahui. Insiden
tirotoksikosis meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Tirotoksikosis mempengaruhi
sebanyak 2% pada wanita yang lebih tua. Pada anak-anak frekuensinya kurang dari 5%
dari semua kasus tirotoksikosis. Penyakit graves merupakan penyebab umum terjadinya
tirotoksikosis pada anak-anak. Dan dilaporkan mempengaruhi 0,2-0,4% populasi anak
dan remaja. Sekitar 1-2% neonatus yang lahir dari ibu dengan penyakit graves menderita
tirotoksikosis.
Tingkat mortalitas dan morbiditas
Krisis tiroid bersifat akut, merupakan kegawatdaruratan dan mengancam jiwa. Angka
mortalitas pada dewasa sangat tinggi (90%) jika diagnosa dini tidak ditegakkan atau pada
pasien yang telambat terdiagnosa. Dengan kontrol tirotoksikosis yang baik, dan
22
pengelolaan krisis tiroid yang tepat, tingkat mortalitas pada dewasa berkurang hingga
20%.
Jenis kelamin
Tirotoksikosis 3-5 kali lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki, khususnya
pada dewasa muda. Krisis tiroid berpengaruh terhadap sebagian kecil persentase pasien
tirotoksikosis. Insiden ini lebih tinggi pada wanita. Namun tidak ada data spesifik
mengenai insiden jenis kelamin tersebut.
Usia
Tirotoksikosis pada neonatal terjadi 1-2% dari neonatus yang lahir dari ibu yang
menderita graves disease. Bayi usia kurang dari 1 tahun hanya 1% yang menderita
tirotoksikosis. Lebih dari dua per tiga dari semua kasus tirotoksikosis terjadi pada anak-
anak berusia 10-15 tahun. Secara keseluruhan tirotoksikosis umumnya terjadi pada
decade ke tiga dan ke empat kehidupan. Karena pada kanak-kanak, tirotoksikosis lebih
mungkin terjadi pada remaja. Krisis tiroid lebih umum terjadi pada kelompok usia ini.
Meskipun krisis tiroid dapat terjadi di segala usia.
4. Bagaimana faktor risiko penyakit Nn. SS?
Faktor pencetus terjadinya krisis tiroid pada penderita tirotoksikosis antara lain :
- Tindakan operatif, baik tiroidektomi maupun operasi pada organ lain
- Terapi yodium radioaktif
- Persalinan pada penderita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak diobati secara adekuat.
- Stress yang berat akibat penyakit-penyakit seperti diabetes, trauma, infeksi akut, alergi
obat yang berat atau infark miokard.
- Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid
- Infeksi
- Stroke
- Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat memicu
terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme sebelumnya
5. Bagaimana pathogenesis penyakit Nn. SS?
23
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH) yang
merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid.
Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi
terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan
T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan
2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas
tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur
kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar
pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini melibatkan
autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG,
tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang
merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang
terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan
karena peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan
dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid
dan TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain
itu, antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar
tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid
yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ dan
merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan
pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon
tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh
sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk
bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat
meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan
kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun
norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
24
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah
diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar hormon
tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun
kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis
lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang
sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan
reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis krisis
tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik,
seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau
normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak
menjelaskan mengapa beta-blockers gagal menurunkan kadar hormon tiroid pada
tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik dari
sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi
mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai
tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama operasi,
selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi radioactive
iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan
terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada keadaan
tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat kemiripan
strukturnya dengan katekolamin.
6. Bagaimana diagnosis banding penyakit Nn. SS?
Penyakit Graves dapat terjadi tanpa gejala dan tanda yang khas sehingga diagnosis kadang-
kadang sulit didiagnosis. Atrofi otot yang jelas dapat ditemukan pada miopati akibat
penyakit Graves, namun harus dibedakan dengan kelainan neurologik primer.
Pada sindrom yang dikenal dengan “ familial dysalbuminemic hyperthyroxinemia “ dapat
ditemukan protein yang menyerupai albumin (albumin-like protein) didalam serum yang
dapat berikatan dengan T4 tetapi tidak dengan T3. Keadaan ini akan menyebabkan
peningkatan kadar T4 serum dan FT4I, tetapi free T4, T3 dan TSH normal. Disamping tidak
ditemukan adanya gambaran klinis hipertiroidisme, kadar T3 dan TSH serum yang normal
25
pada sindrom ini dapat membedakannya dengan penyakit Graves.
Thyrotoxic periodic paralysis yang biasa ditemukan pada penderita laki-laki etnik Asia dapat
terjadi secara tiba-tiba berupa paralysis flaksid disertai hipokalemi.
Paralisis biasanya membaik secara spontan dan dapat dicegah dengan pemberian
suplementasi kalium dan beta bloker. Keadaan ini dapat disembuhkan dengan pengobatan
tirotoksikosis yang adekuat.
Penderita dengan penyakit jantung tiroid terutama ditandai dengan gejala-geajala kelainan
jantung dapat berupa:
- Atrial fibrilasi yang tidak sensitif dengan pemberian digoksin
- High-output heart failure
Sekitar 50% pasien tidak mempunyai latar belakang penyakit jantung sebelumnya, dan
gangguan fungsi jantung ini dapat diperbaiki dengan pengobatan terhadap tirotoksikosisnya.
Pada penderita usia tua dapat ditemukan gejala-gejala berupa penurunan berat badan, struma
yang kecil, atrial fibrilaasi dan depresi yang berat, tanpa adanya gambaran klinis dari
manifestasi peningkatan aktivitas katekolamin yang jelas. Keadaan ini dikenal dengan
“apathetic hyperthyroidism”.
7. Bagaimana prognosis penyakit Nn. SS?
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian keseluruhan akibat
krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat laporan penelitian yang
menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendasari
terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis
biasanya akan baik.
Prognosis krisis tiroid tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta
penatalaksanaan yang diberikan.
8. Bagaimana komplikasi penyakit Nn. SS?
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain hipoparatiroidisme,
kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada tiroidektomi subtotal atau terapi
RAI, gangguan visual atai diplopia akibat oftalmopati berat, miksedema pretibial yang
26
terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan
kelemahan otot proksimal.
9. Bagaimana penatalaksanaan penyakit Nn. SS?
Pengobatan krisis tiroid dapat dibagi atas 4 bagian:
1. Pengobatan langsung terhadap kelenjar tiroid.
2. Pengobatan spesial yang ditujukan pada dekompensasi sistemik seperti hipertermi, syok,
gagal jantung kongestif.
3. Pengobatan langsung menghambat kerja hormon tiroid di perifer.
4. Pengobatan terhadap faktor pencetus seperti infeksi dll.
Pilihan terapi pada pasien krisis tiroid adalah sama dengan pengobatan yang diberikan
pada pasien dengan hipertiroidisme hanya saja obat yang diberikan lebih tinggi dosis dan
selang waktu pemberiannya. Pada pasien dengan krisis tiroid harus segera ditangani ke
instalasi gawat darurat atau ICU. Diagnosa dan terapi yang sesegera mungkin pada pasien
dengan krisis tiroid adalah penting untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari
kelainan ini.
Pada kasus krisis tiroid, hyperpyrexia harus segera diatasi secara cepat. Dalam hal ini
pemberian obat jenis asetaminopen lebih dipilih dibandingkan aspirin yang dapat
meningkatkan kadar konsentrasi T3 dan T4 bebas dalam serum.
Pemberian beta-bloker merupakan terapi utama penting dalam pengobatan kebanyakan
pasien dengan hipertiroid. Propanolol merupakan obat pilihan pertama yang digunakan
sebagai inisial yang bisa diberikan secara intravena. Dosis yang diberikan adalah 1mg/menit
sampai beberapa mg hingga efek yang diinginkantercapai atau 2-4mg/4jam secara intravena
atau 60-80mg/4jam secara oral atau melalui nasogastrictube (NGT)
Pemberian tionamide seperti methimazole atau PTU untuk memblok sintesis hormon.
Tionamide memblok sintesis hormon tiroid dalam 1-2 jam setelah masuk. Namun, tionamid
tidak memiliki efek terhadap hormon tiroid yang telah disintesis. Beberapa menggunakan
PTU dibanding tionamide sebagai pilihan pada krisis tiroidkarena PTU dapat memblok
konversi T4 menjadi T3 ditingkat perifer.
Walaupun begitu, banyak menggunakan methimazole (tionamide) selama obat lain
(contohnya iopanoic acid) dimasukkan bersamaan untuk memblok konversi T4 menjadi T3.
Nn. SS, 22 tahun, mengalami hipertiroid
Sindrom tirotoksikosis
Penurunan kesadaran
Infeksi
27
Methimazole memiliki waktu durasi yang lebih lama dibandingkan PTU sehingga lebih
efektif. Adalah tidak rasional memasukkan methimazole 30mg/6jamatau PTU 200mg/4jam
secara oral atau NGT. Keduanya bisa dilarutkan untuk digunakan secara rectal dan PTU
dapat diberikan secara intravena dengan diencerkanoleh saline isotonis dibuat alkali (pH
9,25) dengan sodium hidroksida.
Larutan iodine memblok pelepasan T4 dan T3 dari kelenjar tiroid. Dosis yang diberikan
lebih tinggi dari dosis yang dibutuhkan untuk memblok pelepasan hormone. Laruton lugol 10
tetes/8jam secara oral. Dapat juga dilakukan pemberian larutan lugol 10 tetes tersebut secara
intravena langsung selama masih dianggap steril. Larutan iodine ini juga dapat diberikan
secara rectal.
Pemberian glucocorticoid juga menurunkan konversi T4 menjadi T3 danmemiliki efek
langsung dalam proses autoimun jika krisis tiroid berasal dari penyakit graves. Dosis yang
digunakan adalah 100mg/8jam secara intravena pada kasus krisis tiroid. Penggunaan litium
juga dapat memblok pelepasan hormone tiroid, namun toksisitasnya yang tinggi pada ginjal
membatasi penggunaannya.
10. Bagaimana Kompetensis Dokter Umum (KDU) penyakit Nn. SS?
KDU Hipertiroid : 3B
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu dalam
keadaan emergency lalu merujuknya. Pada kondisi gawat darurat
KETERKAITAN ANTAR MASALAH
28
V. HIPOTESIS
Nn. SS, 22 tahun, mengalami tirotoksikosis yang disebabkan oleh hipertiroid dengan
pencetusan infeksi.
VI. LEARNING ISSUE
No
.Pokok Bahasan What I Know
What I Don’t
Know
What I have to
Prove
How will I
Learn
1. Krisis Tiroid Definisi Patofisiologi
penyakit
Adanya infeksi
sebagai pencetus
krisis tiroid
Text Book
Journal
Internet
2. Hipertiroid Definisi dan
gejala penyakit
Patofisiologi
penyakit
Hubungan antara
hipertiroid dan
krisis tiroid
3. Kelenjar tiroid:
Anatomi Definisi Bagian-bagian
dari tiroid dan
posisnya dalam
tubuh manusia
Bagian yang
mengalami
kelainan pada
krisis tiroid
Hormon dan
fisiologinya
Definisi dan
ormon yang
dihasilkan
Peran kelenjar
tiroid sebagai
penghasil
hormon, regulasi
dan tugasnya
dalam tubuh
Krisis tiroid
terjadi karena
adanya kelainan
pada fisiologi
hormon kelenjar
tiroid
Kelainan Jenis-jenis
kelainan
Patofisiologi
kelainan
Krisis tiroid
sebagai bagian
dari kelainan
pada kelenjar
tiroid
Nn. SS, 22 tahun, mengalami grave’s disease
Reaksi autoimun, TSI menduduki TSH reseptor
exophthalmusHormon tiroid meningkat, TSH menurun
Gugup, cemas, susah tidur
Motalitas usus
Diare
Tirotoksikosis
Krisis tiroid Infeksi
Aktivitas simpatik
Penurunan Kesadaran
Takikardia
DemamSakit tenggorokan
n
Leukositosis Batuk pilek
Hipermrtabolik
Berkeringat
29
VII. KERANGKA KONSEP
30
VIII. SINTESIS
KRISIS TIROID
A. Definisi
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran
cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi
kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis. Krisis tiroid dicetuskan oleh tindakan
operatif, infeksi, atau trauma.
B. Etiologi
Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik, nodul toksik,
tiroiditis Hashimoto, tiroiditas deQuevain, karsinoma tiroid folikular metastatik, dan tumor
penghasil TSH. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit Graves
(goiter difus toksik). Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan komplikasi
dari operasi tiroid. Faktor pencetus lain termasuk:
Trauma dan tekanan
Infeksi, terutama infeksi paru-paru
Pembedahan tiroid pada pasien dengan overaktivitas kelenjar tiroid
Mengentikan obat-obatan yang diberikan pada pasien hipertiroidisme
Dosis penggantian hormone tiroid yang terlalu tinggi
Pengobatan dengan radioaktif yodium
Kehamilan
Serangan jantung atau kegawatdaruratan jantung
C. Epidemiologi
Frekuensi
Frekuensi tirotoksikosis dan krisis tiroid pada anak-anak tidak diketahui. Insiden
tirotoksikosis meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Tirotoksikosis mempengaruhi
sebanyak 2% pada wanita yang lebih tua. Pada anak-anak frekuensinya kurang dari 5% dari
semua kasus tirotoksikosis. Penyakit graves merupakan penyebab umum terjadinya
tirotoksikosis pada anak-anak. Dan dilaporkan mempengaruhi 0,2-0,4% populasi anak dan
31
remaja. Sekitar 1-2% neonatus yang lahir dari ibu dengan penyakit graves menderita
tirotoksikosis.
Tingkat mortalitas dan morbiditas
Krisis tiroid bersifat akut, merupakan kegawatdaruratan dan mengancam jiwa. Angka
mortalitas pada dewasa sangat tinggi (90%) jika diagnosa dini tidak ditegakkan atau pada
pasien yang telambat terdiagnosa. Dengan kontrol tirotoksikosis yang baik, dan pengelolaan
krisis tiroid yang tepat, tingkat mortalitas pada dewasa berkurang hingga 20%.
Jenis kelamin
Tirotoksikosis 3-5 kali lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki, khususnya
pada dewasa muda. Krisis tiroid berpengaruh terhadap sebagian kecil persentase pasien
tirotoksikosis. Insiden ini lebih tinggi pada wanita. Namun tidak ada data spesifik mengenai
insiden jenis kelamin tersebut.
Usia
Tirotoksikosis pada neonatal terjadi 1-2% dari neonatus yang lahir dari ibu yang
menderita graves disease. Bayi usia kurang dari 1 tahun hanya 1% yang menderita
tirotoksikosis. Lebih dari dua per tiga dari semua kasus tirotoksikosis terjadi pada anak-anak
berusia 10-15 tahun. Secara keseluruhan tirotoksikosis umumnya terjadi pada decade ke tiga
dan ke empat kehidupan. Karena pada kanak-kanak, tirotoksikosis lebih mungkin terjadi
pada remaja. Krisis tiroid lebih umum terjadi pada kelompok usia ini. Meskipun krisis tiroid
dapat terjadi di segala usia.
D. Patofisiologi
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH) yang
merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH)
dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini
menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan
ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk:
1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat
pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat
berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid
ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.
32
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini
melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar
tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH
inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid
dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH
ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak
ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon
tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP).
Selain itu, antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan
kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon
tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ dan
merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh
hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid
(dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel
tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk
bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat
meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan
kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun
norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah
diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar hormon
tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar
hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang
muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis
hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-
adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-
blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin,
mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan
kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-
blockers gagal menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
33
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik dari
sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi mungkin
menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar
hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat
pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya
yang pernah diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat
mirip katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari
hormon tiroid sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin.
E. Gambaran klinis
Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-gejala seperti
iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan berat badan sangat turun,
keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi sekolah yang menurun akibat penurunan
rentang perhatian. Riwayat penyakit sekarang yang umum dikeluhkan oleh pasien adalah
demam, berkeringat banyak, penurunan nafsu makan dan kehilangan berat badan. Keluhan
saluran cerna yang sering diutarakan oleh pasien adalah mual, muntah, diare, nyeri perut,
dan jaundice. Sedangkan keluhan neurologik mencakup gejala-gejala ansietas (paling banyak
pada remaja tua), perubahan perilaku, kejang dan koma.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten melebihi 38,5oC.
Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41oC dan keringat berlebih.
Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain hipertensi dengan tekanan nadi yang
melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian
dengan demam. Tanda-tanda gagal jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular,
seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda
neurologik mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal transien,
tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup tanda orbital dan goiter.
Karena tingkat mortalitas krisis tiroid amat tinggi, maka kecurigaan krisis saja cukup
menjadi dasar mengadakan tindakan agresif. Kecurigaan akan terjadi krisis apabila terdapat
triad :
Menghebatnya tanda tirotoksikosis
Kesadaran menurun
34
Hipertermia
F. Gambaran laboratoris
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena
menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis. Pada pemeriksaan
status tiroid, biasanya akan ditemukan konsisten dengan keadaan hipertiroidisme dan bermanfaat
hanya jika pasien belum terdiagnosis sebelumnya. Hasil pemeriksaan mungkin tidak akan
didapat dengan cepat dan biasanya tidak membantu untuk penanganan segera. Temuan biasanya
mencakup peningkatan kadar T3, T4 dan bentuk bebasnya, peningkatan uptake resin T3,
penurunan kadar TSH, dan peningkatan uptake iodium 24 jam.
Kadar TSH tidak menurun pada keadaan sekresi TSH berlebihan tetapi hal ini jarang
terjadi. Tes fungsi hati umumnya menunjukkan kelainan yang tidak spesifik, seperti peningkatan
kadar serum untuk SGOT, SGPT, LDH, kreatinin kinase, alkali fosfatase, dan bilirubin. Pada
analisis gas darah, pengukuran kadar gas darah maupun elektrolit dan urinalisis dilakukan untuk
menilai dan memonitor penanganan jangka pendek.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan harus segera diberikan,jangan tunda pengobatan jika dicurigai terjadinya
krisis tiroid. Kalau mungkin dirawat di Intensiv Care Unit untuk mempermudah pemantauan
tanda vital, untuk pemasangan monitoring invasive, pemberian obat-obat inotropik jika
diperlukan.
Penatalaksanaan krisis tiroid :
Perawatan suportif
Atasi factor pencetus segera
Koreksi gangguan cairan dan elektrolit
Kompres atau pemberian antipiretik, asetaminofen lebih dipilih
Atasi gagal jantung dengan oksigen, diuretik, dan digitalis.
Mengoreksi hipertiroidisme dengan cepat, dengan cara:
35
a. Memblok sintesis hormone baru : PTU dosis besar (loading dose 600-1000mg) diikuti
dosis 200 mg PTU tiap 4 jam dengan dosis sehari total 1000-1500 mg. atau dengan
metimazol dosis 20 mg tiap 4 jam bisa tanpa atau dengan dosis inisial 60-100mg.
b. Memblok keluarnya cikal bakal hormone dengan solusio lugol ( 10 tetes tiap 6-8 jam)
atau SSKI ( Larutan Iodida jenuh, 5 tetes setiap 6 jam), diberikan 2 jam setelah
pemberian PTU. Apabila ada, berikan endoyodin (NaI) IV, kalau tidak solusio
lugol/SSKI tidak memadai
c. Menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3 dengan propanolol, ipodat, penghambat
beta dan/atau kortikosteroid. propanolol dapat digunakan, sebab disamping mengurangi
takikardi juga menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. Pemberian propanolol 60-
80mg tiap 6 jam per oral atau 1-3 mg IV. Pemberian hidrokortison dosis stress (100mg
tiap 8 jam atau deksametason 2mg tiap 6 jam). Rasional pemberiannnya adalah karena
defisiensi steroid relative akibat hipermetabolisme dan menghambat konversi perifer
T4
Untuk antipiretik digunakan asetaminofen jangan aspirin ( aspirin akan melepas ikatan
protein-hormon tiroid, hingga free hormone meningkat)
Mengobati factor pencetus (misalnya infeksi) dengan pemberian antibiotic bila diperlukan.
Respon pasien (klinis dan membaiknya kesadaran) umumnya terlihat dalam 24 jam,
meskipun ada yang berlanjut hingga seminggu.
Tujuan dari terapi medis yang diberikan adalah untuk memblokade efek perifer, inhibisis
sintesis hormone, blokade pelepasan hormone, dan pencegahan konversi T4 menjadi T3.
Pemulihan keadaan klinis menjadi eutiroid dapat berlangsung hingga 8 minggu. Beta bloker
mengurangi hiperaktivitas simpatetik dan mengurangi konversi perifer T4 menjadi
T3.Guanetidin dan Reserpin juga dapat digunakan untuk memblokade simpatetik jika adanya
kontraindikasi atau toleransi terhadap beta bloker. Iodide dan lithium bekerja memblokade
pelepasan hormone tiroid. Thionamid mencegah sintesis baru hormone tiroid.
a. Menghambat sintesis hormon tiroid
Senyawa anti-tiroid seperti propylthiouracil (PTU) dan methimazole (MMI) digunakan
untuk menghambat sintesis hormon tiroid. PTU juga menghambat konversi T4 menjadi T3 di
sirkulasi perifer dan lebih disukai daripada MMI pada kasus-kasus krisis tiroid. Sedangkan MMI
merupakan agen farmakoogik yang umum digunakan pada keadaan hipertiroidisme. Keduanya
36
menghambat inkorporasi iodium ke TBG dalam waktu satu jam setelah diminum. Riwayat
hepatotoksisitas atau agranulositosis dari terapi tioamida sebelumnya merupakan kontraindikasi
kedua obat tersebut. PTU diindikasikan untun hipertiroidisme yang disebabkab oleh penyakit
Graves. Laporan penelitian yang mendukungnya menunjukkan adanya peningkatan risiko
terjadinya toksisitas hati atas penggunaan PTU dibandingkan dengan metimazol. Kerusakan hati
serius telah ditemukan pada penggunaan metimazol pada lima kasus (tiga diantaranya
meninggal). PTU sekarang dipertimbangkan sebagai terapi obat lini kedua kecuali pada pasien
yang alergi atau intoleran terhadap metimazol atau untuk wanita dengan kehamilan trimester
pertama. Penggunaan metimazol selama kehamilan dilaporkan menyebabkan embriopati,
termasuk aplasia kutis, meskipun merupakan kasus yang jarang ditemui.
Awasi secara ketat terapi PTU atas kemungkinan timbulnya gejala dan tanda kerusakan
hati, terutama selama 6 bulan pertama setelah terapi dimulai. Untuk suspek kerusakan hati,
hentikan bertahap terapi PTU dan uji kembali hasil pemeriksaan kerusakan hati dan berikan
perawatan suportif. PTU tidak boleh digunakan pada pasien anak kecuali pasien alergi atau
intoleran terhadap metimazol dan tidak ada lagi pilihan obat lain yang tersedia. Berikan edukasi
pada pasien agar menghubungi dokter jika terjadi gejala-gejala berikut: kelelahan, kelemahan,
nyeri perut, hilang nafsu makan, gatal, atau menguningnya mata maupun kulit pasien.
b. Menghambat sekresi hormon tiroid
Setelah terapi anti-tiroid dimulai, hormon yang telah dilepaskan dapat dihambat dengan
sejumlah besar dosis iodium yang menurunkan uptake iodium di kelenjar tiroid. Cairan lugol
atau cairan jenuh kalium iodida dapat digunakan untuk tujuan ini. Terapi iodium harus diberikan
setelah sekitar satu jam setelah pemberian PTU atau MMI. Perlu diketahui bahwa iodium yang
digunakan secara tunggal akan membantu meningkatkan cadangan hormon tiroid dan dapat
semakin meningkatkan status tirotoksik. Bahan kontras yang teiodinasi untuk keperluan
radiografi, yaitu natrium ipodat, dapat diberikan untuk keperluan iodium dan untuk menghambat
konversi T4 menjadi T3 di sirkulasi perifer. Kalium iodida dapat menurunkan aliran darah ke
kelenjar tiroid dan hanya digunakan sebelum operasi pada tirotoksikosis. Pasien yang intoleran
terhadap iodium dapat diobati dengan litium yang juga mengganggu pelepasan hormon tiroid.
Pasien yang tidak dapat menggunakan PTU atau MMI juga dapat diobati dengan litium karena
penggunaan iodium tunggal dapat diperdebatkan. Litium menghambat pelepasan hormon tiroid
melalui pemberiannya. Plasmaferesis, pertukaran plasma, transfusi tukar dengan dialisis
37
peritoneal, dan perfusi plasma charcoal adalah teknik lain yang digunakan untuk menghilangkan
hormon yang berlebih di sirkulasi darah. Namun, sekarang teknik-teknik ini hanya digunakan
pada pasien yang tidak merespon terhadap penanganan lini awal. Preparat intravena natrium
iodida (diberikan 1 g dengan infus pelan per 8-12 jam) telah ditarik dari pasaran.
c. Menghambat aksi perifer hormon tiroid
Propranolol adalah obat pilihan untuk melawan aksi perifer hormon tiroid. Propranolol
menghambat reseptor beta-adrenergik dan mencegah konversi T4 menjadi T3. Obat ini
menimbulkan perubahan dramatis pada manifestasi klinis dan efektif dalam mengurangi gejala.
Namun, propranolol menghasilkan respon klinis yang diinginkan pada krisis tiroid hanya pada
dosis yang besar. Pemberian secara intravena memerlukan pengawasan berkesinambungan
terhadap irama jantung pasien.
Sekarang, esmolol merupakan agen beta-blocker aksi ultra-cepat yang berhasil digunakan
pada krisis tiroid. Agen-agen beta-blocker non-selektif, seperti propranolol maupun esmolol,
tidak dapat digunakan pada pasien dengan gagal jantung kongestif, bronkospasme, atau riwayat
asma. Untuk kasus-kasus ini, dapat digunakan obat-obat seperti guanetidin atau reserpin.
Pengobatan dengan reserpin berhasil pada kasus-kasus krisis tiroid yang resisten terhadap dosis
besar propranolol. Namun, guanetidin dan reserpin tidak dapat digunakan pada dalam keadaan
kolaps kardiovaskular atau syok.
d. Penanganan suportif
Terapi cairan dan elektrolit yang agresif diperlukan untuk mengatasi dehidrasi dan
hipotensi. Keadaan hipermetabolik yang berlebihan dengan peningkatan transit usus dan takipnu
akan membawa pada kehilangan cairan yang cukup bermakna. Kebutuhan cairan dapat
meningkat menjadi 3-5 L per hari. Dengan demikian, pengawasan invasif disarankan pada
pasien-pasien lanjut usia dan dengan gagal jantung kongestif. Agen yang meningkatkan tekanan
darah dapat digunakan saat hipotensi menetap setelah penggantian cairan yang adekuat. Berikan
pulan cairan intravena yang mengandung glukosa untuk mendukung kebutuhan gizi.
Multivitamin, terutama vitamin B1, dapat ditambahkan untuk mencegah ensefalopati Wernicke.
Hipertermia diatasi melalui aksi sentral dan perifer. Asetaminofen merupakan obat pilihan untuk
hal tersebut karena aspirin dapat menggantikan hormon tiroid untuk terikat pada reseptornya dan
malah meningkatkan beratnya krisis tiroid. Spons yang dingin, es, dan alkohol dapat digunakan
38
untuk menyerap panas secara perifer. Oksigen yang dihumidifikasi dingin disarankan untuk
pasien ini.
Penggunaan glukokortikoid pada krisis tiroid dikaitkan dengan peningkatan angka
harapan hidup. Awalnya, glukokortikoid digunakan untuk mengobati kemungkinan insufisiensi
relatif akibat percepatan produksi dan degradasi pada saat status hipermetabolik berlangsung.
Namun, pasien mungkin mengalami defisiensi autoimun tipe 2 dimana penyakit Graves disertai
oleh insufisiensi adrenal absolut. Glukokortikoid dapat menurunkanuptake iodium dan titer
antibodi yang terstimulasi oleh hormon tiroid disertai stabilisasi anyaman vaskuler. Sebagai
tambahan, deksametason dan hidrokortison dapat memiliki efek menghambat konversi T4
menjadi T3. Dengan demikian, dosis glukokortikoid, seperti deksametason dan hidrokortison,
sekarang rutin diberikan.
Meskipun seringkali muncul pada pasien lanjut usia, dekompensasi jantung juga dapat
muncul pada pasien yang muda dan bahkan pada pasien tanpa penyakit jantung sebelumnya.
Pemberian digitalis diperlukan untuk mengendalikan laju ventrikel pada pasien dengan fibrilasi
atrium. Obat-obat anti-koagulasi mungkin diperlukan untuk fibrilasi atrium dan dapat diberikan
jika tidak ada kontraindikasi. Digoksin dapat digunakan pada dosis yang lebih besar daripada
dosis yang digunakan pada kondisi lain. Awasi secara ketat kadar digoksin untuk mencegah
keracunan. Seiring membaiknya keadaan pasien, dosis digoksin dapat mulai diturunkan. Gagal
jantung kongestif muncul sebagai akibat gangguan kontraktilitas miokardium dan mungkin
memerlukan pengawasan dengan kateter Swan-Ganz.
Keadaan hiperadrenergik telah dilaporkan pada pasien hipertiroid. Hilangnya tonus vagal
selama tirotoksikosis dapat memicu iskemia miokardial transien dan pengawasan jangka panjang
elektrokardiogram (EKG) dapat meningkatkan deteksi takiaritmia dan iskemia miokardial
tersebut. Blokade saluran kalsium mungkin merupakan terapi yang lebih cocok dengan melawan
efek agonis kalsium yang terkait hormon tiroid pada miokardium dan memperbaiki
ketidakseimbangan simpatovagal.
e. Efek samping
Efek samping PTU yang pernah dilaporkan adalah perdarahan atau gusi mudah berdarah,
kerusakan hati (anoreksia, pruritus, nyeri perut kanan atas, peningkatan kadar transaminase
hingga tiga kali nilai normal), infeksi (terjadi akibat agranulositosis), pruritus hingga dermatitis
eksfoliatif, vaskulitis maupun ulkus oral vaskulitik, dan pioderma gangrenosum. Meskipun
39
termasuk rekomendasi D, beberapa pendapat ahli masih merekomendasikan bahwa obat ini harus
tetap dipertimbangkan sebagai lini pertama terapi penyakit Graves selama kehamilan. Risiko
kerusakan hati serius, seperti gagal hati dan kematian, telah dilaporkan pada dewasa dan anak,
terutama selama enam bulan pertama terapi.
Agranulositosis adalah efek samping yang jarang terjadi pada penggunaan obat anti-tiroid
dan merupakan etiologi atas infeksi yang didapat dari komunitas dan mengancam jiwa pasien
yang menggunakan obat-obat ini. Manifestasi klinis yang sering muncul adalah demam (92%)
dan sakit tenggorokan (85%). Diagnosis klinis awal biasanya adalah faringitis akut (46%),
tonsilitis akut (38%), pneumonia (15%) dan infeksi saluran kencing (8%). Kultur darah positif
untuk Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Capnocytophaga
species. Kematian disebabkan oleh infeksi yang tidak terkendali, krisis tiroid dan gagal organ
yang multipel. Basil Gram negatif, seperti Klebsiella pneumoniae dan P. aeruginosa, merupakan
patogen yang paling sering ditemui pada isolat klinis. Antibiotik spektrum luas dengan aktifitas
anti-pseudomonas harus diberikan pada pasien dengan agranulositosis yang disebabkan oleh obat
anti-tiroid yang menampilkan manifestasi klinis infeksi yang berat.
H. Komplikasi
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain hipoparatiroidisme,
kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada tiroidektomi subtotal atau terapi RAI,
gangguan visual atai diplopia akibat oftalmopati berat, miksedema pretibial yang terlokalisir,
gagal jantung dengan curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot
proksimal.1 Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid yang jarang terjadi.
Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun yang mengalami henti jantung satu jam
setelah masuk rumah sakit dilakukan pemeriksaan sampel darah sebelumnya. Hal yang
mengejutkan adalah kadar plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar asam laktat meningkat
hingga 6,238 mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang atipik menunjukkan keadaan
normotermi hipoglikemik dan asidosis laktat, perlu dipertimbangkan untuk menegakkan
diagnosis krisis tiroid lebih dini karena kondisi ini memerlukan penanganan kegawatdaruratan.
Penting pula untuk menerapkan prinsip-prinsip standar dalam penanganan kasus krisis tiroid
yang atipik.
40
I. Prognosis
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian keseluruhan
akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat laporan penelitian yang
menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendasari terjadinya
krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan
baik.
J. Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat setelah
diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya setelah dilakukan blokade
hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid setelah terapi RAI untuk hipertiroidisme
terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-tiroid (biasanya dihentikan 5-7 hari sebelum pemberian
RAI dan ditahan hingga 5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan sejumlah besar hormon tiroid dari
folikel yang rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri. Karena kadar hormon tiroid seringkali lebih
tinggi sebelum terapi RAI daripada setelahnya, banyak para ahli endokrinologi meyakini bahwa
penghentian obat anti-tiroid merupakan penyebab utama krisis tiroid. Satu pilihannya adalah
menghentikan obat anti-tiroid (termasuk metimazol) hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI
dan memulai kembali obat dalam 3 hari setelahnya. Pemberian kembali obat anti-tiroid yang
lebih dini setelah terapi RAI dapat menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan dosis kedua.
Perlu pula dipertimbangkan pemeriksaan fungsi tiroid sebelum prosedur operatif dilakukan pada
pasien yang berisiko mengalami hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan sindroma McCune-
Albright).
HIPERTIROID
A. Pengertian
Hipertiroid dikenal juga sebagai tirotoksitosis, yang dapat di definisikan sebagai respons
jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolic hormone tiroid yang berlebihan. (Sylvia A. Price,
2006).
B. Etiologi
1. Penyakit Graves diketahui sebagai penyebab umum dari hipertiroid.
41
Pengeluaran hormone tiroid yang berlebihan diperkirakan terjadi akibat stimulasi
abnormal kelenjar tiroid oleh immunoglobulin dalam darah. Stimulator tiroid kerja-
panjang (LATS; Long-acting thyroid stimulator) ditemukan dalam serum dengan konsentrasi
yang bermakna pada banyak penderita penyakit ini dan mungkin berhubungan dengan defek
pada sistem kekebalan tubuh.
2. Herediter
3. Stress atau infeksi
4. Tiroiditis
5. Syok emosional
6. Asupan tiroid yang belebihan
7. Dari penyakit lain yang bukan hipertiroid, misalnya adenokarsinoma hipofisis.
C. Faktor Resiko
Kelainan hipertiroid sangat menonjol pada wanita, Hipertiroid menyerang wanita lima kali lebih
sering dibandingkan laki laki. Insidensinya akan memuncak dalam decade usia ketiga serta
keempat (Schimke, 1992).
D. Klasifikasi
a. Goiter Toksik Difusa (Graves’ Disease)
Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh dimana zat
antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi kelenjar tiroid untuk memproduksi
hormon tiroid terus menerus.Graves’ disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria,
gejalanya dapat timbul pada berbagai usia, terutama pada usia 20 – 40 tahun. Faktor keturunan
juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kekebalan tubuh, yaitu dimana zat
antibodi menyerang sel dalam tubuh itu sendiri.
b. Nodular Thyroid Disease
Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak disertai dengan
rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi umumnya timbul seiring dengan
bertambahnya usia.
c. Subacute Thyroiditis
42
Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan mengakibatkan
produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah. Umumnya gejala menghilang
setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada beberapa orang.
d. Postpartum Thyroiditis
Timbul pada 5 – 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama setelah melahirkan dan terjadi selama 1 -
2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara perlahan-lahan.
E. Manifestasi Klinik
•Penderita sering secara emosional mudah terangsang (hipereksitabel), iritabel dan terus merasa
khawatir dan klien tidak dapat duduk diam
•Denyut nadi yang abnormal yang ditemukan pada saat istirahat dan beraktivitas; yang
diakibatkan peningkatan dari serum T3 dan T4 yang merangsang epinefrin dan mengakibatkan
kinerja jantung meningkat hingga mengakibatkan HR meningkat. Peningkatan denyut nadi
berkisar secara konstan antara 90 dan 160 kali per menit, tekanan darah sistolik akan meningkat.
•Tidak tahan panas dan berkeringat banyak diakibatkan karena peningkatan
metabolisme tubuh yang meningkat maka akan menghasilkan panas yang tinngi dari dalam tubuh
sehingga apabila terkena matahari lebih, klien tidak akan tahan akan panas.
•Kulit penderita akan sering kemerahan (flusing) dengan warna ikan salmon yang khas dan
cenderung terasa hangat, lunak dan basah.
•Adanya Tremor
•Eksoftalmus yang diakibatkan dari penyakit graves, dimana penyakit ini otot-otot yang
menggerakkan mata tidak mampu berfungsi sebagaimana mesti, sehingga sulit atau tidak
mungkin menggerakkan mata secara normal atau sulit mengkordinir gerakan mata akibatnya
terjadi pandangan ganda, kelopak mata tidak dapat menutup secara sempurna sehingga
menghasilkan ekspresi wajah seperti wajah terkejut.
•Peningkatan selera makan namun mengalami penurunan berat badan yang progresif dan mudah
lelah.
• Perubahan defekasi dengan konstipasi dan diare
•Pada usia lanjut maka akan mempengaruhi kesehatan jantung
F. Pemeriksaan Diagnostik
43
T4 Serum
Tes yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan teknik radioimmunoassay
atau peningkatan kompetitif. Kisaran T4 dalam serum yang normal berada diantara 4,5 dan 11,5
mg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L). T4 terikat terutama dengan TBG dan prealbumin : T3 terikat
lebih longgar. T4 normalnya terikat dengan protein. Setiap factor yang mengubah protein
pangikat ini juga akan mengubah kadar T4
T3 Serum
T3 serum mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau total T3 total, dalam serum. Sekresinya
terjadi sebagai respon terhadap sekresi TSH dan T4. Meskipun kadar T3 dan T4 serum umumnya
meningkat atau menurun secara bersama-sama, namun kadar T4 tampaknya merupakan tanda
yang akurat untuk menunjukan adanya hipertiroidisme, yang menyebabkan kenaikan kadar T4
lebih besar daripada kadar T3. Batas-batas normal untuk T3 serum adalah 70 hingga 220 mg/dl
(1,15 hingga 3,10 nmol/L)
Tes T3 Ambilan Resin
Tes T3 ambilan resin merupakan pemeriksaan untuk mengukur secara tidak langsung kaar TBG
tidak-jenuh. Tujuannya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat dengan
TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Pemeriksaan ini, menghasilkan indeks jumlah
hormone tiroid yang sudah ada dalam sirkulasi darah pasien. Normalnya, TBG tidak sepenuhnya
jenuh dengan hormone tiroid dan masih terdapat tempat-tempat kosong untuk mengikat T3
berlabel-radioiodium, yang ditambahkan ke dalam specimen darah pasien. Nilai ambilan T3 yang
normal adalah 25% hingga 35% yang menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat
yang ada paa TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid. Jika jumlah tempat kosong rendah,
seperti pada hipertiroidisme, maka ambilan T3 lebih besar dari 35%
Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
Sekresi T3 dan T4 oleh kelenjar tiroid dikendalikan hormone stimulasi tiroid (TSH atau
tirotropin) dari kelenjar hipofisis anterior. Pengukuran konsentrasi TSH serum sangat penting
artinya dalam menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk
membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan
kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipotalamus.kadar TSH dapat diukur
dengan assay radioimunometrik, nilai normal dengan assay generasi ketiga, berkisar dari 0,02
hingga 5,0 μU/ml. Kadar TSH sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar
44
akan berada dibawah normal pada pasien dengan peningkatan autonom pada fungsi tiroid
(penyakit graves, hiperfungsi nodul tiroid).
Tes Thyrotropin Releasing Hormone
Tes Stimulasi TRH merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH di hipofisis dan
akan sangat berguna apabila hasil tes T3 dan T4 tidak dapat dianalisa. Pasien diminta berpuasa
pada malam harinya. Tiga puluh menit sebelum dan sesudah penyuntikan TRH secara intravena,
sampel darah diambil untuk mengukur kadar TSH. Sebelum tes dilakukan, kepada pasien harus
diingatkan bahwa penyuntikan TRH secara intravena dapat menyebabkan kemerahan pasa wajah
yang bersifat temporer, mual, atau keinginan untuk buang air kecil.
Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan precursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam serum
dengan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaaan radioimmunoassay. Faktor-
faktor yang meningkatkan atau menurunkan aktivitas kelenjar tiroid dan sekresi T3 serta T4
memiliki efek yang serupa terhadap sintesis dan sekresi tiroglobulin. Kadar tiroglobulin
meningkat pada karsinoma tiroid, hipertiroidisme dan tiroiditis subakut. Kadar tiroglobulin juga
dapat akan meningkat pada keadaan fisiologik normal seperti kehamilan.
Ambilan Iodium Radioaktif
Tes ambilan iodium radioaktif dilakukan untuk mengukur kecepatan pengambilan
iodium oleh kelenjar tiroid. Kepada pasien disuntikan atau radionuklida lainnya dengan dosis
tracer, dan pengukuran pada tiroid dilakukan dengan alat pencacah skintilas (scintillation
counter) yang akan mendeteksi serta menghitung sinar gamma yang dilepaskan dari hasil
penguraian dalam kelenjar tiroid. Tes ini mengukur proporsi dosis iodium radioaktif yang
diberikan yang terdapat dalam kelenjar tiroid pada waktu tertentu sesudah pemberiannya. Tes
ambilan iodium-radioaktif merupakan pemeriksaan sederhana dan memberikan hasil yang dapat
diandalkan.Penderita hipertiroidisme akan mengalami penumpukan dalam proporsi yang tinggi
(mencapai 90% pada sebagian pasien).
Pemindai Radio atau Pemindai Skintilasi Tiroid
Serupa dengan tes ambilan iodium radioaktif dalam pemindaian tiroid digunakan alat detector
skintilasi dengan focus kuat yang digerakkan maju mundur dalam suatu rangkaian jalur parallel
dan secara progresif kemudian digerakkan kebawah. Pada saat yang bersamaan, alat pencetak
merekam suatu tanda ketika telah tercapai suatu jumlah hitungan yang ditentukan sebelumnya.
45
Teknik ini akan menghasilkan gambar visual yang menentukan lokasi radioaktivitas di daerah
yang dipindai. Meskipun I 131 merupakan isotop yang paling sering digunakan, beberapa isotop
iodium lainnya yang mencakup Tc9m (sodium pertechnetate) dan isotop radioaktif lainnya
(thalium serta americum) digunakan di beberapa laboratorium karena sifat-sifat fisik dan
biokimianya memungkinkan untuk pemberian radiasi dengan dosis rendah.
Pemindaian sangat membantu dalam menemukan lokasi, ukuran, bentuk dan fungsi anatomic
kelenjar tiroid. Khususnya jaringan tiroid tersebut terletak substernal atau berukuran besar.
Identifikasi daerah yang mengalami peningkatn fungsi (hot area) atau penurunan fungsi (cold
area) dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Meskipun sebagian besar daerah yang
mengalami penurunan fungsi tidak menunjukkan kelainan malignitas, defisiensi fungsi
akan meningkatknya kemungkinan terjadinya keganasan terutama jika hanya terdapat satu
daerah yang tidak berfungsi.
Pemindaian terhadap keseluruhan tubuh (whole body CT scan) yang diperlukan untuk
memperoleh profil seluruh tubuh dapat dilakukan untuk mencari metastasis malignitas pada
kelenjar tiroid yang masih berfungsi.
Bentuk cold area
Bentuk cold area yang berupa moth eaten appearance mencurigakan keganasan.
- Hubungan cold area dengan daerah sekitarnya.
Cold area dengan distribusi jodium yang tidak merata lebih cenderung untuk kelainan
metabolik, terutama bila lobus tiroid yang kontralateral untuk membesar.
- Hubungan cold area dengan unsur jenis kelamin
Cold area pada laki-laki usia tua dan anak-anak lebih menambah kecurigaan akan keganasan.
Pemeriksaan radiologik di daerah leher
Karsinoma tiroid kadang-kadang disertai perkapuran. Ini sebagai tanda yang boleh dipegang.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kadar kalsitonin (untuk pasien dengan kecurigaan karsinoma medulle.
2. Biopsi jarum halus
3. Pemeriksaan sidik tiroid. Dengan penggunaan yodium bila nodul menangkap yodium tersebut
kurang dari tiroid normal disebut nodul dingin. Bila sama afinitasnya disebut nodul hangat.
Kalau lebih banyak menangkap yodium disebut nodul panas. Sebagian besar karsinoma tiroid
termasuk nodul dingin.
46
4. Radiologis untuk mencari metastasis
5. Histopatologi. Masih merupakan pemeriksaan diagnostik utama. Untuk kasus inoperable,
jaringan diambil dengan biopsi insisi.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertiroidisme secara farmakologi menggunakan empat kelompok
obat ini yaitu: obat antitiroid, penghambat transport iodida, iodida dalam dosis besar menekan
fungsi kelenjar tiroid, yodium radioaktif yang merusak sel-sel kelenjar tiroid. Obat antitiroid
bekerja dengan cara menghambat pengikatan (inkorporasi) yodium pada TBG
(thyroxine binding globulin) sehingga akan menghambat sekresi TSH (Thyreoid
Stimulating Hormone) sehingga mengakibatkan berkurang produksi atau sekresi hormon tiroid.
KELENJAR TIROID
A. Anatomi dan Histologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4cm, yaitu pada akhir bulan
pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama
dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar tumbuh kearah
bawah mengalami migrasi ke bawah yang akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas,
ia berbentuk sebagai duktus tiroglosus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada
umumnya duktus ini akan menghilang pada usia dewasa, tetapi pada beberapa kedaan akan
menetap sehingga dapat terjadi kelenjar di sepanjang jalan tersebut, yaitu antara kartilago tiroid
dengan basis lidah yang disebut persisten duktus tiroglosus.
Gambar Kelenjar tiroid
47
Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, terdiri atas dua lobus yang dihubungkan
oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsula fibrosa menggantungkan kelenjar ini
pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan
terangkatnya kelenjar ke arah cranial, yang merupakan cirri khas kelenjar tiroid. Setiap lobus
tiroid yang berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm.
berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan masukan yodium. Pada orang dewasa
beratnya berkisar antara 10-20gr. Vaskularisasi kelenjar tiroid terdiri dari A. tiroidea superior
berasal dari a. karotis komunis atau a. karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari a. subklavia dan a.
tiroid ima berasal dari a. brakiosefalik salah satu cabang arkus aorta. Setiap folikel tiroid
diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik, sedangkan system vena berasal dari pleksus
perifolikular yang menyatu dipermukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.
Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5ml/gr kelenjar/menit. Dalam keadaan
hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop terdengar bising aliran
darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar.
Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar paratiroid
menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi di lobus medius, sedangkan nervus
laringeus rekuren berjalan disepanjang trakea di belakang tiroid. Pembuliuh getah bening klenjar
tiroid brhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini kearah
nodus pralaring yang tepat berada di atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosfalik dan
sebagian ada yang langsung ke duktus torasikus.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian
berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triiodotironin (T3). Iodium nonorganik yang diserap dari
saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40
kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid.
T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam
tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di
48
dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat
oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin
pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid
stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar
tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai
negative feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Pada
pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi
untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.
B. Fisiologi dan Hormon
Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu T3, T4 dan sedikit kalsitonin. Hormon
ini diangkut oleh protein pengangkut, protein pengangkut itu adalah TBG (thyroxine binding
globulin), TBPA (thyroxine binding prealbumin), T3U (T3 resin uptake) dan TBI (thyroxine
binding Index). Peningkatan protein pengangkut TBG menyebabkan peningkatan hormon T4 dan
penurunan protein pengangkut T3U. Peningkatan TBG disebabkan oleh pengobatan estrogen,
perfenazin, Kehamilan, Bayi baru lahir, Hepatitis infeksiosa dan Peningkatan sintesis herediter.
Sedangkan penurunan kadar TBG dipengaruhi oleh pengobatan steroid anabolik dan androgen,
Sakit berat atau pembedahan, Sindroma nefrotik dan Defisiensi kongenital.
Fungsi kelenjar tiroid
Fungsi dari hormon-hormon tiroid antara lain adalah:
a. Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya meningkatkan metabolisme
karena peningkatan komsumsi oksigen dan produksi panas. Efek ini pengecualian untuk otak, lien,
paru-paru dan testes
b. Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam intensitas dan cepatnya
reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya tetapi waktunya lebih singkat dibanding dengan T4.
T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat dirubah menjadi T3 setelah dilepaskan dari folikel
kelenjar.
c. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya pertumbuhan saraf dan tulang
d. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
e. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan kontraksi otot dan
menambah irama jantung.
f. Merangsang pembentukan sel darah merah
49
g. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh terhadap kebutuhan
oksigen akibat metabolisme
h. Bereaksi sebagai antagonis insulinTirokalsitonin mempunyai jaringan sasaran tulang dengan
fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum dengan menghambat reabsorpsi kalsium di tulang.
Faktor utama yang mempengaruhi sekresi kalsitonin adalah kadar kalsium serum. Kadar kalsium
serum yang rendah akan menekan pengeluaran tirokalsitonin dan sebaliknya peningkatan kalsium
serum akan merangsang pengeluaran tirokalsitonin. Faktor tambahan adalah diet kalsium dan sekresi
gastrin di lambung.
Kerja Hormon Tiroid
1. Reseptor Hormon Tiroid
Hormon tiroid, T3 dan T4, beredar dalam plasma sebagian besar terikat pada protein tetapi dalam
keseimbangan dengan hormon bebas. Hormon bebaslah yang diangkut melalui difusi pasif
ataupun karier spesifik melalui membran sel, melalui sitoplasma sel, untuk berikatan dengan
suatu reseptor pesifik pada inti sel. Di dalam sel, T4 diubah menjadi T3 melalui deiodinase-5',
menunjukkan bahwa T4 merupakan suatu prohormon dan T3 adalah bentuk hormon aktif.
Reseptor inti untuk T3 telah dimurnikan. Merupakan salah satu dari "keluarga" reseptor,
kesemuanya sama dengan reseptor untuk retrovirus yang menyebabkan eritroblastosis pada anak
ayam, v-erb A, dan terhadap reseptor inti untuk glukokortikoid, mineralokortikoid, estrogen,
progestin, vitamin D3, dan asam retinoat . Reseptor hormon tiroid manusia (hTR) terdapat dalam
paling tidak tiga bentuk : hTR- 1 dan 2 dan hTR-1. hTR- mengandung 410 asam amino,
mempunyai berat molekul sekitar 47.000, dan gennya terletak pada kromosom hTR-
mengandung 456 asam amino, dengan berat molekul sekitar 52.000, dan gennya terdapat pada
kromosom 3. Setiap reseptor mengandung tiga daerah spesifik : suatu daerah amino terminal
yang meningkatkan aktivitas reseptor; suatu daerah pengikat-DNA sentral dengan dua "jari-jari"
sistein-seng; dan suatu daerah pengikat hormon terminal karboksil. Ada kemungkinan bahwa
hTR-l dan hTR-1 merupakan bentuk reseptor yang aktif secara biologik; hTR-2 tidak
mempunyai kemampuan mengikat hormon, tetapi berikatan dengan unsur respons hormon tiroid
(TRE) pada DNA dan dengan demikian dapat bertindak pada beberapa kasus untuk menghambat
aktivitas dari T3 . Afinitas pengikatan dari analog T3 terhadap reseptor T3 berbanding langsung
dengan aktivitas biologik dari analog. Mutasi titik pada gen hTR-, yang menimbulkan reseptor
T3 abnormal, merupakan penyebab dari sindroma resistensi generalisata terhadap hormon tiroid.
50
Reseptor hormon tiroid berikatan dengan tempat TRE spesifik pada DNA tanpa adanya T3 tidak
seperti kasus dengan reseptor hormon steroid. TRE terletak dekat, dengan promotor di mana
transkripsi dari gen hormone tiroid spesifik yang responsif diawali. T3 yang berikatan dengan
reseptor menimbulkan stimulasi, atau pada beberapa kasus inhibisi, dari transkripsi gen-gen ini
dengan akibat timbulnya perubahan dari tingkat transkripsi mRNA dari mereka. Perubahan
dalam tingkatan mRNA ini mengubah tingkatan dari produk protein dari gen ini. Proetin ini
kemudian memperantarai respons hormon tiroid. Reseptor ini sering berfungsi sebagai
heterodimer dengan faktor transkripsi lain seperti reseptor retinoat X dan reseptor asam retinoat.
2. Efek Fisiologik Hormon Tiroid
Efek transkripsional dari T3 secara karakteristik memperlihatkan suatu lag time berjam-jam atau
berhari-hari untuk mencapai efek yang penuh. Aksi genomik ini menimbulkan sejumlah efek,
termasuk efek pada pertumbuhan jaringan, pematangan otak, dan peningkatan produksi panas
dan konsumsi oksigen yang sebagian disebabkan oleh peningkatan aktivitas dari Na+-K+
ATPase, produksi dari reseptor beta-adrenergik yang meningkat. Sejumlah aksi dari T3 tidak
genomik, seperti penurunan dari deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan peningkatan dari transpor
glukosa dan asam amino. Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut ini.
Efek pada Perkembangan Janin
Sistem TSH tiroid dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia sekitar 11 minggu.
Sebelum saat ini, tiroid janin tidak mengkonsentrasikan I. Karena kandungan plasenta yang
tinggi dari deiodinase-5 tipe 3, sebagian besar T3 dan T4 maternal diinaktivasi dalam plasenta,
dan sangat sedikit sekali hormon bebas mencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin
sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri. Walaupun sejumlah pertumbuhan janin
terjadi tanpa adanya sekresi hormon tiroid janin, perkembangan otak dan pematangan skeletal
jelas terganggu, menimbulkan kretinisme (retardasi mental dan dwarfisme/cebol).
Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan Radikal Bebas
T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+-K+ ATPase
dalam semua jaringan kecuali otak, lien, dan testis. Hal ini berperan pada peningkatan kecepatan
metabolisme basal (keseluruhan konsumsi O2 hewan saat istirahat) dan peningkatan kepekaan
terhadap panas pada hipertiroidisme. Hormon tiroid juga menurunkan kadar dismutase
51
superoksida, menimbulkan peningkatan pembentukan radikal bebas anion superoksida. Hal ini
dapat berperan pada timbulnya efek mengganggu dari hipertiroidisme kronik.
Efek Kardiovaskular
T3 merangsang transkripsi dari rantai berat miosin dan menghambat rantai berat miosin,
memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase
dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi diastolik jantung; mengubah isoform
dari gen Na+ -K+ ATPase gen; dan meningkatkan reseptor adrenergik-beta dan konsentrasi
protein G. Dengan demikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang
nyata terhadap jantung. Hal ini merupakan penyebab dari keluaran jantung dan peningkatan nadi
yang nyata pada hipertiroidisme dan kebalikannya pada hipotiroidisme.
Efek Simpatik
Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-beta dalam otot
jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan limfosit. Mereka juga menurunkan reseptor
adrenergik-alfa miokardial. Di samping itu; mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin
pada tempat pascareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap katekolamin meningkat dengan
nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan penyekat adrenergik-beta dapat sangat
membantu dalam mengendalikan takikardia dan aritmia.
Efek Pulmonar
Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne normal pada pusat
pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi hipoventilasi, kadangkadang memerlukan ventilasi
bantuan.
Efek Hematopoetik
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan peningkatan
produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak
meningkat karena hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit. Hormon tiroid
meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit, memungkinkan peningkatan disosiasi O2
hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi
pada hipotiroidisme.
Efek Gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbuklan peningkatan motilitas dan
diare pada hipertiroidisme dan memperlambat transit usus serta konstipasi pada hipotiroidisme.
52
Hal ini juga menyumbang pada timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada
hipotiroidisme dan pertambahan berat pada hipotiroidisme.
Efek Skeletal
Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorpsi tulang, dan
hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan demikian, hipertiroidisme dapat
menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat, hiperkalsemia sedang,
hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolin urin dan hubungan-silang pyridinium.
Efek Neuromuskular
Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein struktural, pada
hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan kehilangan jaringan otot atau
miopati. Hal ini dapat berkaitan dengan kreatinuria sontan. Terdapat juga suatu peningkatan
kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperefleksia atau
hipertiroidisme-atau sebaliknya pada hipotiroidisme. Hormon tiroid penting untuk
perkembangan dan fungsi normal dari susunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada
hipertiroidisme serta kelambanan pada hipotiroidisme dapat mencolok.
Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat
Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati demikian pula absorpsi
glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme akan mengeksaserbasi diabetes melitus primer.
Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya meningkat oleh hormon tiroid. Efek yang terakhir ini
sebagian besar disebabkan oleh suatu peningkatan dari reseptor low-density lipoprotein (LDL)
hati, sehingga kadar kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang berlebihan. Lipolisis juga
meningkat, melepaskan asam lemak dan gliserol. Sebaliknya, kadar kolesterol meningkat pada
hipotiroidisme.
Efek Endokrin
Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan obat-obatan
farmakologik. Contohnya, waktu-paruh dari kortisol adalah sekitar 100 menit pada orang normal,
sekitar 50 menit pada pasien hipertiroid, sekitar 150 menit pada pasien hipotiroid. Kecepatan
produksi kortisol akan meningkat pada pasien hipertiroid; dengan fungsi adrenal normal
sehingga mempertahankan suatu kadar hormon sirkulasi yang normal. Namun, pada seorang
pasien dengan insufisiensi adrenal, timbulnya hipertiroidisme atau terapi hormon tiroid dari
hipotiroidisme dapat mengungkapkan adanya penyakit adrenal. Ovulasi dapat terganggu pada
53
hipertiroidisme maupun hipotiroidisme, menimbulkan infertilitas, yang dapat dikoreksi dengan
pemulihan keadaan eutiroid. Kadar prolaktin serum meningkat sekitar 40% pada pasien dengan
hipotiroidisme, kemungkinan suatu manifestasi dari peningkatan pelepasan TRH; hal ini akan
kembali normal dengan terapi T4.
C. Kelainan-kelainan pada Kelenjar Tiroid
a. Hipotiroidisme
Hipotiroisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi hormon tiroid, yang kemudian
mengakibatkan perlambatan proses metabolik. Hipotiroidisme pada bayi dan anak-anak
berakibat pertambatan pertumbuhan dan perkembangan jelas dengan akibat yang menetap yang
parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme dengan awitan pada usia dewasa menyebabkan
perlambatan umum organisme dengan deposisi glikoaminoglikan pada rongga intraselular,
terutama pada otot dan kulit, yang menimbulkan gambaran klinis miksedema. Gejala
hipotiroidisme pada orang dewasa kebanyakan reversibel dengan terapi.
b. Hipertiroidisme dan Tirotoksikosis
Tirotoksikosis adalah sindroma klinis yang terjadi bila jaringan terpajan hormon tiroid beredar
dalam kadar tinggi. Pada kebanyakan kasus, tiroksikosis disebabkan hiperaktivitas kelenjar tiroid
atau hipertiroidisme. Kadang-kadang, tirotoksikosis bisa disebabkan sebab-sebab lain seperti
menelan hormon tiroid berlebihan atau sekresi hormon tiroid berlebihan dari tempat-tempat
ektopik. Keadaan-keadaan yang berkaitan dengan Tirotoksikosis adalah:
1) Toksik goiter difusa (penyakit Graves)
Penyakit Graves adalah bentuk tirotoksikosis yang paling umum dan dapat terjadi pada segala
umur, lebih sering pada wanita dengan pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari hal-hal
ini : (1) tirotoksikosis (2) goiter (3) oftalmopati (eksoftalmos) dan (4) dermopati (miksedema
pretibial).
2) Toksik adenoma (penyakit Plummer)
Adenoma fungional yang mensekresi T3 dan T4 berlebihan akan menyebabkan hipertiroidisme.
Lesi-lesi ini mulai sebagai "nodul panas" pada scan tiroid, pelan-pelan bertambah dalam ukuran
dan bertahap mensupresi lobus lain dari kelenjar tiroid
3) Toksik goiter multinodular
54
Kelainan ini terjadi pada pasien-pasien tua dengan goiter multinodular yang lama. Oftalmopati
sangatlah jarang. Klinis pasien menunjukkan takikardi, kegagalan jantung atau aritmia dan
kadang-kadang penurunan berat badan, nervous, tremor dan berkeringat. Pemeriksaan fisik
memperlihatkan goiter multinodular yang dapat kecil atau cukup besar dan bahkan membesar
sampai substernal. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan TSH tersupresi dan kadar T3 serum
yang sangat meningkat, dengan peningkatan kadar T4 serum yang tidak terlalu menyolok. Scan
radioiodin menunjukkan nodul fungsional multipel pada kelenjar atau kadang-kadang
penyebaran iodin radioaktif yang tidak teratur dan bercak-bercak.
4) Tiroiditis subakut
Keadaan ini akan dibicacakan pada bagian tersendiri, tetapi harus disebutkan di sini bahwa
tiroiditis, baik subakut atau kronis dapat berupa perlepasan akut T4 dan T3 menimbulkan gejala-
gejala tirotoksikosis dari ringan sampai berat. Penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari bentuk
tirotoksikosis lain di mana ambilan radioiodin jelas tersupresi, dan biasanya gejala-gejala
menghilang spontan dalam waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
5) Fase hipertiroid pada tiroiditis Hashimoto
6) Tiroksikosis factitia
Ini adalah gangguan psikoneurotik di mana tiroksin atau hormon tiroid dimakan dalam jumlah
berlebihan, biasanya untuk tujuan mengendalikan berat badan. Individu biasanya adalah
seseorang yang berhubungan dengan obat-obatan sehingga mudah mendapatkan obat-obatan
tiroid. Gambaran tirotoksikosis termasuk penurunan berat badan, nervous, palpitasi, takikardi
dan tremor bisa didapatkan, tetapi tidak ada tanda-tanda atau goiter. Karakteristik adalah TSH
disupresi, kadar T4 dan T3 serum yang meningkat dan tidak adanya arnbilan iodin radioaktif.
Penanganan membutuhkan diskusi yang berhati-hati tentang bahaya terapi tiroid jangka panjang,
terutama kerusakan kardiovaskuler dan hilangnya otot, dan osteoporosis. Psikoterapi formal
mungkin diperlukan
7) Bentuk tirotoksikosis yang jarang
Struma ovarium, metastasis karsinoma tiroid (folikular), mola hidatidiformis, tumor hipofisis
yang mensekresi TSH, resistensi hipofisis terhadap T3 dan T4.
IX. KESMPULAN
55
Nn. SS, 22 tahun, mengalami krisis tiroid yang disebabkan oleh grave’s disease dan
dicetuskan oleh infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta:
EGC
Djokomoeljanto. R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 2006.
Guyton.A.C, Hall.J.E. Hormon Metabolik Tiroid dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi 9. Jakarta EGC 1997: 1187-1189
Jiang Y, Karen AH, Bartelloni P. Thyroid strom presenting as multiple organ dysfunction
syndrome. Chest. 2000;118:877-879.
Mutaqin, Halim. 2001. Ilmu Penyaakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta: EGC
Ramirez JI, Petrone P, Kuncir EJ, Asensio JA. Thyroid strom induced bystrangulation.
Southern Medical Association. 2004;97:608-610.
Roizen M, Becker CE. Thyroid strom. The Western Journal of Medicine. 1971;115:5-9
Sjamsuhidayat R, De jong W. Sistem endokrin dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II.
Jakarta EGC 2005:2:683-695.
Stein, MD, Jay. H. 2001. Panduan Klinik lmu Penyakit Dalam Edisi 3. Jakarta: EGC
Subekti I, Suyono S. Krisis Tiroid. Panduan Tata Laksana Kegawatdaruratan Di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo bekerjasama dengan PAPDI. Jakarta: November 2009.
Sylvia A. Price. 2006. Patologi. Jakarta ; EGC
Tietgens ST, Leinung MC. Thyroid storm. Med Clin N Amer. 1995; 79: 169.