Skenario c Blok 14 Fix

87
1 LAPORAN TUTORIAL BLOK 14 Disusun oleh: KELOMPOK 12 Anggota Kelompok: Suci Fahlevi Masri 04111001001 Inne Fia Mariety 04111001005 Imam Zahid 04111001019 K. M. Dimas Alphiano 04111001021 Lismya Wahyu Ningrum 04111001023 Erniyanti Puspita Sari 04111001026 Nuraidah 04111001039 Denis Puja Sakti 04111001049 Dwi Novia Putri 04111001053 Risha Meilinda M. 04111001069 Indah Aprilia 04111001137 Mulyati 04111001138 Bhisma S. M. 04111001140

Transcript of Skenario c Blok 14 Fix

Page 1: Skenario c Blok 14 Fix

1

LAPORAN

TUTORIAL BLOK 14

Disusun oleh:

KELOMPOK 12

Anggota Kelompok:

Suci Fahlevi Masri 04111001001

Inne Fia Mariety 04111001005

Imam Zahid 04111001019

K. M. Dimas Alphiano 04111001021

Lismya Wahyu Ningrum 04111001023

Erniyanti Puspita Sari 04111001026

Nuraidah 04111001039

Denis Puja Sakti 04111001049

Dwi Novia Putri 04111001053

Risha Meilinda M. 04111001069

Indah Aprilia 04111001137

Mulyati 04111001138

Bhisma S. M. 04111001140

Tutor: dr. Susilawati

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2012

Page 2: Skenario c Blok 14 Fix

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya Laporan Tutorial

Skenario C Blok 14 ini dapat terselesaikan dengan baik.

Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari

skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Tim Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam

pembuatan laporan ini.

Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan

laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan

sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Tim Penyusun

Page 3: Skenario c Blok 14 Fix

3

DAFTAR ISI

JUDUL………………………………………………………………………………………. 1

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………… 2

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………... 3

I. SKENARIO…………………………………………………………………………. 4

II. KLARIFIKASI ISTILAH………………………………………………………….. 4

III. IDENTIFIKASI MASALAH………………………………………………………. 5

IV. ANALISIS MASALAH…………………………………………………………….. 5

KETERKAITAN ANTAR MASALAH…………………………………………… 27

V. HIPOTESIS…………………………………………………………………………. 28

VI. LEARNING ISSUE…………………………………………………………………. 28

VII. KERANGKA KONSEP.............................................................................................. 29

VIII. SINTESIS..................................................................................................................... 30

IX. KESIMPULAN……………………………………………………………………… 69

X. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………... 70

Page 4: Skenario c Blok 14 Fix

4

I. SKENARIO C BLOK 14

Nn. SS, 22 tahun, karyawan honorer di sebuah perusahaan swasta, diantar ke IGD

sebuah RS karena penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Dari aloanamnesis, sejak 1

minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, batuk pilek, dan sakit tenggorokan. Pasien

juga sering mengalami diare, frekuensi 3-4 kali/hari, tanpa disertai darah dan lendir. Dalam

beberapa bulan terakhir pasien juga sering gugup, keluar keringat banyak, mudah cemas, sulit

tidur, dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru

Pemeriksaan fisik:

Kesadaran: delirium, TD 100/80 mmHg, Nadi 140x menit/regular, RR 24x/menit, suhu 39oC

Kepala: exophthalmus (+), Mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk

Leher: struma diffusa (+), kaku kuduk (-)

Jantung: takikardia; paru: bunyi nafas normal

Abdomen: Dinding perut lemas, hati dan limpa tidak teraba, bising usus meningkat.

Ekstremitas: telapak tangan lembab, tremor (+), reflex patologis (-)

Pemeriksaan laboratorium:

Darah rutin: Hb: 12 g%; WBC: 17.000/mm3

Kimia darah: Glukosa darah, tes fungsi ginjal, dan hati normal, elektrolit serum normal

Tes fungsi tiroid: TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 mg/dl

II. KLARIFIKASI ISTILAH

No. Istilah Pengertian

1. Aloanamnesis Anamnesis yang dilakukan pada keluarga

pasien

2. Exopthalmus Perluasan mata yang melebihi batas normal

3. Hiperemis Kelebihan darah pada suatu bagian

4. Struma diffusa Pmbesaran tiroid atau goiter yang menyebar

5. Oral hygiene Perawatan mulut dan gigi yang tepat

6. T4 bebas Tiroxin yang tidak berikatan dengan protein

plasma

7. Tremor Getaran atau gigilan yang involunter

8. TSH (Tyroid Stimulating Hormon) yang dikeluarkan

Page 5: Skenario c Blok 14 Fix

5

oleh hipofisis anterior

9. Bising usus Kontraksi tonik yang kontinyu, berlangsung

bermenit atau berjam-jam

10. Kaku kuduk pemeriksaan yang dilakukan untuk menguji ada

atau tidaknya meningitis

11. Takikardia Peningkatan denyut nadi

III. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Nn. SS, 22 tahun, mengalami penurunan kesadaran sejak 4 jam yan lalu.

2. Dari aloanamnesis, sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, batuk pilek,

sakit tenggorokan, dan juga sering diare 3-4 kali/hari tidak disertai darah dan lendir.

3. Beberapa bulan terakhir pasien sering gugup, keluar keringat banyak, mudah cemas, sulit

tidur, dan bila mengerjakan sesuatu selalu terburu-buru.

4. Pemeriksaan fisik:

Kesadaran: delirium, TD 100/80 mmHg, Nadi 140x menit/regular, RR 24x/menit, suhu 39oC

Kepala: exophthalmus (+), Mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk

Leher: struma diffusa (+), kaku kuduk (-)

Jantung: takikardia; paru: bunyi nafas normal

Abdomen: Dinding perut lemas, hati dan limpa tidak teraba, bising usus meningkat.

Ekstremitas: telapak tangan lembab, tremor (+), reflex patologis (-)

5. Pemeriksaan laboratorium:

Darah rutin: Hb: 12 g%; WBC: 17.000/mm3

Kimia darah: Glukosa darah, tes fungsi ginjal, dan hati normal, elektrolit serum normal

Tes fungsi tiroid: TSH 0,001 mU/L, T4 bebas 7,77 mg/dl

IV. ANALISIS MASALAH

Masalah 1

1. Bagaimana mekanisme penurunan kesadaran pada Nn. SS?

Nn. SS mengalami krisis tiroid (hormon tiroid yang berlebihan di dalam darah), krisis tiroid

ini merangsang saraf simpatik. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan

kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menambah efek katekolamin. Pelepasan

Page 6: Skenario c Blok 14 Fix

6

neurotransmiter katekolamin yang berlebihan itu menyebabkan depolarisasi Na dan K yang

cepat, kemuadian terjadi disosiasi pikiran sehingga terjadi delirium.

2. Bagaimana penanganan pertama di IGD pada Nn. SS yang mengalami penurunan kesadaran?

Apabila karena dehidrasi maka dapat diberikan cairan atau oralit.

Masalah 2

1. Bagaimana mekanisme dari:

- Demam tinggi

Demam terjadinya karena gangguan pengaturan set point suhu tubuh di hypothalamus.

Biasanya terjadi karena infeksi mikroba (bakteri atau virus). Hal ini menyebabkan

pengaturan suhu tubuh terganggu dan ditingkatkan akibat senyawa yang dinamakan pirogen

endogen( berupa sitokin) dan pirogen eksogen. Di dalam pusat pengendalian suhu tubuh

pirogen endogen menimbulkan perubahan metabolik, antara lain sintesis prostaglandin E2

(PGE2) yang mempengaruhi pusat pengendalian suhu tubuh sehingga set point untuk suhu

tersebut ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian

mengirimkan impuls ke pusat produksi panas untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke pusat

pelepasan panas untuk mengurangi aktivitasnya dengan vasokontriksi pembuluh darah kulit

sehingga suhu tubuh meningkat atau terjadi demam.

Selain itu demam tinggi dapat disebabkan oleh keadaan hipermetabolik. Hal ini dapat dipicu oleh kadar

hormon T4 (Tiroksin) yang meningkat sekresinya. Peningkatan keluaran tiroksin yang dihasilkan oleh

kelenjar thyroid ini akan meningkatkan kecepatan metabolisme seluler di seluruh tubuh yang dapat

menghasilkan panas. Bila sekresi hormon ini banyak sekali, maka kecepatan metabolisme basal meningkat

setinggi 60-100 % di atas normal.

Pada kasus ini, terjadi dua keadaan yaitu krisis tiroid yang ditandai dengan peningkatan hormone T4. Krisis

tiroid ini dicetuskan oleh infeksi mikroba. Akan tetapi keadaan hipermetabolik menjadi dasar yang kuat

terjadinya demam tinggi.

- Batuk pilek

Batuk: Saat benda asing masuk ke saluran pernafasan, akan menempel di mucus saluran

pernafasan. Selanjutnya akan terjadi iritasi pada reseptor batuk, sehingga terjadi aktifasi

pusat batuk. Fase ini disebut fase iritasi. Reseptor batuk dan medulla spinalis dihubungkan

oleh serat aferen non myelin. Medula Spinalis akan memberikan perintah balik berupa

Page 7: Skenario c Blok 14 Fix

7

kontraksi otot abductor, kontraksi pada kartilago di laring seperti kartilago aritenoidea yang

akan menyebabkan kontraksi diafragma sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi intercosta

pada abdominal. Hal ini akan menyebabkan glottis terbuka karena medulla spinalis juga

merespon terjadinya inspirasi sehingga akan terjadi inspirasi yang cepat dan dalam. Fase ini

disebut fase Inspirasi. Saat bernafas paru memiliki daya kembang paru yang akan

menyebabkan glottis menutup selama 0,2 detik. Saat glottis menutup tekanan intratorak naik

sampai 300 cmH2O. Fase ini disebut fase kompresi

Pilek: Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan

lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC).

Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan

ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui

penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal

untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE. IgE yang terbentuk akan

segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal

ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor

untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi

dengan afinitas yang lemah. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih

dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada

pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke

dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Kadar cAMP

yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang

pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul

(preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil

Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin.

Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin. Histamin

menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler & permeabilitas, sekresi mucus.

Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek

- Sakit tenggorokan

Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila

epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang

dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian

Page 8: Skenario c Blok 14 Fix

8

edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapimenjadi menebal dan

kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan

hiperemi,pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna

kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa

folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior,atau terletak lebih ke lateral,

menjadi meradang dan membengkak

- Sering diare tanpa darah dan lendir

Pengaruh hormon tiroid yang meninggi menyebabkan tonus traktus gastrointestinal

meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi diare. Hormon tiroid merangsang motillitas

usus, yang dapat menimbulkan peningkatan motilitas terjadi diare pada hipertiroidisme. Hal

ini juga menyumbang pada timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada

hipertiroidisme. Diare tanpa darah dan lendir karena bukan disebabkan oleh virus.

2. Adakah hubungan gejala-gejala tersebut dengan penurunan kesadaran?

Seluruh gejala ini disebabkan oleh kondisi Nn. SS yang mengalami hiperosmolaritas yaitu

keadaan dimana terjadi peningkatan eksitasi antara Na dan K sehingga terjadi peningkatan

impuls yang menyebabkan adanya disosiasi pikiran. Kondisi ini lah pencetus terjadinya

penurunan kesadaran serta cemas.

3. Mengapa demam tinggi, batuk pilek, dan sakit tenggorokan terjadinya sejak 1 minggu yang

lalu?

Gejala ini baru terjadi seminggu yang lalu karena kemungkinan infeksi baru terjadi juga

sejak satu minggu yang lalu.

Masalah 3

1. Mekanisme dari:

- Sering gugup, cemas, dan sulit tidur

Krisis tiroid ini merangsang saraf simpatik. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid

meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menambah efek katekolamin.

Pelepasan neurotransmiter katekolamin yang berlebihan itu menyebabkan depolarisasi Na

Page 9: Skenario c Blok 14 Fix

9

dan K yang cepat, kemudian terjadi disosiasi pikiran salah satunya dapat berakibat cemas,

gugup, dan sulit tidur

- Keluar banyak keringat

a. Peningkatan hormon tiroid merangsang sistem saraf simpatis over ekskresi

keringat

b. Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolik selular dengan cara

meningkatkan aktivitas dan jumlah sel mitokondria (dari transkripsi gen)

Hipermetabolisme panas keringat >>

Masalah 4

1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik:

Kesadaran: delirium, TD 100/80 mmHg, Nadi 140x menit/regular, RR 24x/menit, suhu

39oC

Komponen Nilai Nn. SS Normal Keterangan

Kesadaran Delirium Komposmentis Hormon tiroid menyebabkan peningkatan Na chanel, K chanel dan atp fase chanel. Dan juga efinefrin yang berikatan dengan reseptor alfa 2 di otak sehingga konduksi yang sangat cepat pada sistem saraf pusat yang berlebihan sehingga timbul disosiasi pikiran dan penurunan kesadaran.

Tekanan

Darah

100/80 mmHg 100-120 / 60-80

mmHg

Tidak normal, karena biasanya selisisih antara sistol dan diastol adalah 40-50 mmHg sedangkan pada skenario hanya 20 mmHg. Hal ini terjadi karena volume sekuncup menurun dan resistensi perifer meningkat.

Nadi 140x menit/regular 60-100x

menit/regular

Takikardi akibat Hiperfungsi dari kelenjar Thyroid. Dimana keadaan ini dikenal dengan kondisi thyrotoxicosis yaitu berupa peningkatan Basal Metabolism Rate (BMR) dan aktivitas sistem saraf simpatis.

RR 24x/menit 16-24 x/menit Normal

Suhu 39oC 36, -37,2 Tinggi (febris)

Page 10: Skenario c Blok 14 Fix

10

- Kepala dan mulut

Kepala: exophthalmus (+),

Exophthalmus yang positif menandakan bahwa terjadinya penonjolan bola mata kearah

depan. Besarnya penonjolan tersebut dapat diukur dengan menggunakan alat

exophthalmometri Hertel. Penonjolan bola mata dikatakan exophthalmos bila perbedaan

penonjolan antara kedua mata adalah lebih dari 3 mm. Bila penonjolan kearah veritkal atau

horizontal dapat diukur dengan McCoy Facial Tri Square (Padgett P-3795)

Mekanisme:

Mulut: faring hiperemis, oral hygiene buruk

Faring hiperemis dan Oral Hygiene yang buruk menandakan kemerahan yang terjadi pada

faring akibat terjadinya peningkatan vaskularisasi di area faring. Faring hiperemis

merupakan gejala rhinitis (pilek).

- Leher: struma diffusa (+), kaku kuduk (-)

Struma diffusa positif menandakan terjadinya perbesaran pada kelenjar tiroid akibat sekresi

hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak.

Kaku kuduk diperiksa dengan menempatkan telapak tangan satu di bawah kepala anak dan

satu di atas dada anak lalu kepala anak yang sedang berbaring diangkat sampai dagu

menyentuh dada. Jika didapatkan nyeri atau tahanan, maka artinya kaku kuduk positif.

Sebaliknya bila tidak didapatkan nyeri atau tahanan, maka artinya kaku kuduk negative.

- Jantung: takikardia; paru: bunyi nafas normal

Pada hasil pemeriksaan fisik pada jantung didapatkan takikardi. Hal ini menunjukkan

keadaan abnormal. Mekanisme terjadinya takikardi ialah pengaruh langsung pada

eksitabilitas jantung, yang selanjutnya meningkatkan frekuensi denyut jantung oleh karena

sekresi hormone tiroid yang tinggi. Bunyi pernapasan normal. Akan tetapi biasanya pada

Page 11: Skenario c Blok 14 Fix

11

keadaan krisis tyroid pernapasan menjadi lebih cepat dan dalam akibat meningkatnya

kecepatan metabolism yang akan meningkatkan konsumsi oksigen dan pembentukan karbon

dioksida.

- Abdomen: Dinding perut lemas, hati dan limpa tidak teraba, bising usus meningkat.

Dinding perut lemas: Abnormal. Dinding perut terdiri dari beberapa lapisan otot.

Peningkatan hormon tiroid yang abnormal dapat menyebabkan otot jadi lemas karena terjadi

katabolisme protein yang berlebihan sehingga ikut mempengaruhi dinding perut.

Hati dan limpa tidak teraba: Normal

Bising usus meningkat: Abnormal. Hormon tiroid dapat meningkatkan motilitas usus,

sehingga kelebihannya dapat berakibat pada peningkatan bising usus

- Ekstremitas: telapak tangan lembab, tremor (+), reflex patologis (-)

Hipersekresi T3 oleh sel folikel tiroid pada pasien hipertiroid juga mengakibatkan

peningkatan jumlah Reseptor adrenergik. Oleh karena itu, terjadi Respon terhadap reseptor

adrenergik berlebih saat hormon T3 dilepaskan ke jaringan. Dan saat terjadi

stimulasi terhadap medula adrenal untuk biosintesis katekolamin oleh hormon T3 dan saat

hormon katekolamin itu dilepaskan, maka berikut adalah efeknya :

a. Saat hormon Epinefrin dan Norepinefrin dilepaskan ke jaringan dan berikatan dengan

reseptor α1 dan β2, mengakibatkan :

Telapak tangan lembab : Pada kulit akan terasa hangat dan lembab sebagai hasil dari

dilatasi pembuluh darah kulit, dan keringat banyak akibat keadaan hiperdinamik.

b. Saat hormon Epinefrin dan Norepinefrin dilepaskan ke jaringan dan berikatan

dengan reseptor β1, mengakibatkan :

Tremor : Pada sistem saraf, akan terjadi aksi system saraf perifer yang

lebih cepat. Mekanisme kontraksi otot perifer umumnya dikontrol lewat

serebelum dan ganglion basalis. Namun pada pasien hipertiroid, terjadi

rangsangan berlebihan terhadap ganglion basalis. Oleh karena itu, pada otot

yang ada di ekstremitas terjadi kontraksi berlebih saat ada kegiatan yang

akan mengakibatkan tremor.

2. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan struma diffusa?

INSPEKSI

Page 12: Skenario c Blok 14 Fix

12

Tiroid normal dapat terlihat di bawah kartilago krikoid. Pembesaran kelenjar tiroid

disebut goiter, (Latin guttur, ‘’tenggorokan’'), dapat terlihat pada inspeksi khususnya

jika pasien mengekstensikan leher . Pada pembesaran difus sentral biasanya hanya

terlihat isthmus.

Palpasi: Posterior Approach

Posisi pasien duduk atau berdiri. Pemeriksa berdiri di belakang pasien, Tentukan lokasi

isthmus tiroid dengan cara palpasi antara kartilago tiroid dan lekuk suprasternal.

Gerakkan tangan ke arah lateral untuk merasakan batas tiroid di bawah

sternocleidomastoid. Pasien diminta menelan sedikit air sewaktu palpasi dan rasakan

gerakan keatas dari kelenjar tiroid.

Palpasi: Anterior Approach

Posisi pasien duduk atau berdiri. Tentukan lokasi isthmus tiroid dengan cara palpasi

antara kartilago tiroid dan lekuk suprasternal. Gunakan satu tangan untuk meretraksi

ringan otot sternocleidomastoid sambil menggunakan tangan lainnya untuk mempalpasi

tiroid. Pasien diminta menelan sedikit air sewaktu palpasi dan rasakan gerakan keatas

dari kelenjar tiroid.

PERKUSI

Bagian atas manubrium dapat diperkusi dari satu sisi ke sisi lainnya. Perubahan dari

resonan ke redup menunjukkan kemungkinan goiter retrosternal tetapi pemeriksaan ini

tidak sepenuhnya bisa dipercaya.

AUSKULTASI

Auskultasi dilakukan diatas setiap lobus untuk mendengarkan bruit. Ini merupakan

pertanda adanya peningkatan aliran darah yang dapat terjadi pada hipertiroid atau

kadang-kadang pada penggunaan obat antitiroid.

PEMERIKSAAN TAMBAHAN

Tes Fungsi Hormon

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid

untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin

serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin

dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan

assay radioimunometrik.

Page 13: Skenario c Blok 14 Fix

13

Foto Rontgen leher

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat

trakea (jalan nafas).

Ultrasonografi (USG)

USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang

mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher.

Sidikan (Scan) tiroid

Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m

dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring

di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan

dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi

bagian-bagian tiroid.

Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi

jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian

pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat.

3. Bagaimana struktur makroskopis dan mikroskopis dari kelenjar tiroid:

- Normal

Struktur makroskopis: Thyroid merupakan kelenjar hormon; tak mempunyai ductus dan t.d

2 lobus (kanan – kiri) yg dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yg terletak di depan trachea

tepat di bawah cartilago cricoidea. Secara embriologi kelenjar thyroid mulanya merupakan

tonjolan dr dinding dpn bag tengah dari farings. Tonjolannya disebut pharyngeal pouch

yaitu antara arcus brachialis 1 & 2 pd umur janin ± 4 minggu. Tonjolan ini selanjutnya

akan hilang. Akan tetapi pada beberapa pasien ditemukan sisanya, disebut Ductus

Thyroglossus yg terbentang dari foramen caecum pada pangkal lidah yg menonjol ke bawah.

Bila kelenjar thyroid mencapai kematangan di dalam pertumbuhannya, maka kelenjar tiroid

ini dapat ditemukan di depan vertebra cervicalis 5, 6, & 7. Sisa-sisa kelenjar thyroid ini juga

masih sering ditemukan di pangkal lidah (duct.thyroglossus/ lingua thyroid) dan pd bagian

leher yang lain. Kelenjar thyroid dialiri 2 arteri utama: A. Thyroidea Superior dan A.

Thyroidea Inferior. Terdapat 3 pasang vena utama: V. thyroidea superior, V. thyroidea

Page 14: Skenario c Blok 14 Fix

14

medialis, V. thyroidea inferior bermuara ke v. anonyma kiri. Umumnya vena-vena tsbt

berjalan meliputi kel thyroid sebelah anterior dan juga meliputi isthmus & trachea.

Persarafan kelenjar thyroid: Ganglion simpatis (dr truncus sympaticus) cervicalis media &

inferior, Parasimpatis N. laryngea superior & N. laryngea recurrens (cabang N.vagus), N.

laryngea sup & inf sering cedera waktu operasi.

Struktur mikroskopis kelenjar tiroid terdiri dari asini-asini yang kecil dan berbentuk sferis

yg diperkuat sekitarnya oleh jaringan ikat. Jaringan ikat ini diteruskan sebagai simpai /

kapsul kelenjar thyroid. Asini-asini yang kecil diliputi oleh sel-sel epitel kubus yg rendah &

berisi cairan koloid kental. Cairan koloid mengandung kadar yodium yg tinggi. Bila terjadi

hipertrofi & hiperplasi kelenjar thyroid maka epitel kubus yang rendah tadi akan menjadi

tinggi (columnar) menunjukkan aktivitas dr kelenjar thyroid. Selain menjadi tinggi, epitel

juga akan membesar. Inti sel akan menempati di bagian tengah & terjadi proses mitosis yg jg

akan meninggi. Dalam situasi ini warna koloid lbh menipis & berisi vakuole di dlm asini.

Terjadi peningkatan pembuluh-pembuluh darah (hypervascularisasi) dan peningkatan

tumpukan limfe di daerah struma. Bila proses aktivasi kelenjar berkurang maka proses

hyperplasi epitel akan diikuti oleh proses involusi di mana sel-sel epitel dari asini akan

menjadi gepeng & koloid mjd semakin kental

- Abnormal (sesuai skenario)

Makroskopis:

Graves’ disease. A young woman with hyperthyroidismpresented with a mass in the neck and exophthalmos.(Rubin E., Farber J.L. [1999]. Pathology [3rd ed., p. 1167].Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins)

Page 15: Skenario c Blok 14 Fix

15

Kelenjar membesar akibat hipertrofi dan hiperplasia difus, biasanya simetris. Kelenjar

menjadi lunak dan kapsulnya intak. Pada potongan parenkim kelenjar menjadi padat

seperti potongan daging

Mikroskopis:

Graves' disease Graves' disease(low magnification) (high magnification)- penuh oleh acini yang bervariasi dalam ukuran.

- dilapisi kolumner tinggi, lebih ramai daripada biasanya, berisi koloid dengan tepi berenda-

renda.

- jaringan limfoid banyak.

- kadang membentuk papil ke dalam lumen acini, koloid di dalam lumen folikel tampak pucat,

dengan tepi belekuk-lekuk.

- hipertropi dan hiperplasi sel-sel epitel folikel tiroid.

Masalah 5

1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium:

- Darah rutin

Hb 12g% adalah normal karena rentang HB normal adalah 11,5 g% - 16,5 g% pada wanita

dewasa dan 13g% - 18g% pada laki-laki dewasa.

WBC 17.000/mm3 adalah abnormal karena WBC normal adalah 5000/mm3 – 10.000/mm3.

Hal ini disebabkan karena adanya infeksi pada penderita sehingga leukosit berkompensasi

menjadi banyak guna melawan infeksi yang ada.

Page 16: Skenario c Blok 14 Fix

16

- Tes fungsi tiroid

TSH 0,001 mU/L (rendah) dan T4 bebas 7,77 mg/dl (tinggi)

Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan TSH 0,001 mU/L (menurun), FT4 7,77 mg/dl

(meningkat). Hasil pemeriksaan laboratorium ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Adanya

TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), suatu antibodi perangsang yang secara

sembarangan diciptakan oleh tubuh pada keadaan autoimun Grave’s disease, berikatan

dengan reseptor TSH di kelenjar tiroid dan secara terus-menerus merangsang sekresi

hormon tiroid (berupa T3 maupun T4) di luar sistem kontrol umpan balik negatif normal.

Hal ini menyebabkan kadar hormon tiroid dalam plasma meningkat sehingga hipofisis

anterior tidak terangsang untuk mensekresi TSH, yang menyebabkan kadar TSH menurun.

Sebagai akibat interaksi TSI-reseptor TSH, TSI akan dapat merangsang fungsi tiroid tanpa

bergantung pada TSH hipofisis.

2. Bagaimana pengaturan normal dari hormone Tiroid?

Hormon tiroid, tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dibentuk  pada tiroglobulin, suatu

glikoprotein besar yang disintesis dalam sel tiroid. Iodida inorganik memasuki sel

folikel tiroid dan dioksidasi oleh tiroid peroksidase dan terikat  secara kovalen ke residu

tirosin dari tiroglobulin.

Residu tiroid teriodinase, monoiodotirosin (MIT) dan diioditirosin (DIT) bergabung

membentuk iodotironin dalam reaksi yang dikatalisa oleh tiroid peroksidase. DIT dan

DIT membentuk T4, sedang MIT dan DIT membentuk T3.

Hormon tiroid dilepaskan ke aliran darah dengan proteolisis dalam sel tiroid. T4 dan T3

ditranspor ke aliran darah oleh tiga protein: thyroid-binding globulin (TBG), thyroid-

binding prealbumun (TBPA), dan albumin. Hanya hormon tiroid bebas (tak terikat)

yang mampu masuk ke sel, menimbulkan efek biologis, dan mengatur sekresi thyroid

stimulating hormone (TSH) dari kelenjar pituitari.

T4 disekresi hanya pada kelenjar tiroid, tapi <20% T3 diproduksi disana; mayoritas T3

dibentuk dari pemecahan T4 yang dikatalisa enzim 5’-monodeiodinase yang ditemukan

di jaringan perifer. T3 sekitar tiga sampai lima kali lebih aktif dari T4.

T4 bisa juga bereaksi dengan 5’-monodeiodinase membentuk reverse T3 yang tidak

mempunyai aktifitas biologis yang signifikan.

Page 17: Skenario c Blok 14 Fix

17

Produksi hormon tiroid diatur oleh TSH yang  disekresi pituitari anterior, yang lalu

berada di bawah kontrol negative feedback oleh hormon tiroid bebas di sirkulasi dan 

pengaruh positif dari hypothalamic thyrotropin-releasing hormone (TRH). Produksi

hormon tiroid juga diatur oleh deiodinasi ekstratiroid T4 menjadi T3 yang bisa

dipengaruhi nutrisi, hormon non-tiroid, obat-obatan dan penyakit.

3. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan tes fungsi tiroid?

TSH, diukur menggunakan radioimunoassay dengan menggunakan antibodi terhadap

TSH. Nilai normal adalah 0,5-5 µU/ml.

Total T4 dan total T3, Nilai total T4 55-150 nmol/L dan T3 1,5-3,5 nmol/L. Keduanya

didapat melalui radioimunoassay. Total T4 merefleksikan pengeluaran langsung dari

tiroid sedangkan total T3 selain dari tiroid juga berasal dari perubahan oleh jaringan dan

organ lain, sehingga nilai total T3 tidak cocok menggambarkan fungsi tiroid.

Free T4 dan Free T3, Nilai free T4 12-18 pmol/L dan nilai free T3 3-9 pmol/L. Tes ini

dilakukan untuk menilai awal hipertiroid dimana nilai total T4 masih normal sedangkan

nilai free T4 meningkat..

TRH, Bermanfaat untuk menilai fungsi hipofise dalam mengeluarkan TSH. Disuntikan

TRH 500 µg dan nilai kadar TSH 30-60 menit kemudian. TSH harus bernilai

sekurangnya 6 µIU/ml setelah disuntikan.

Antibodi tiroid, Anti tiroglobulin (anti-Tg), anti mikrosomal, antitiroid peroksidase

(anti-TPO) dan tiroid stimulating imunoglobulin (TSI) merupakan antibodi terhadap

tiroid. Anti Tg dan anti TPO tidak menilai fungsi tiroid namun bermanfaat pada

penyakit autoimun seperti tiroiditis, penyakit grave, goiter multinodular dan kadang-

kadang pada neoplasma tiroid.

Tiroglobulin serum, Normalnya tiroglobulin tidak dikeluarkan kedalam sirkulasi dalam

jumlah besar namun dapat meningkat jumlahnya pada keadaan destruksi tiroid seperti

cancer, setelah total tiroidektomi, ablasi iodin radioaktiv, tiroiditis dan keadaan

hiperaktifitas tiroid seperti grave disease dan goiter multinodular.

Masalah 6

1. Bagaimana cara menegakkan diagnosis penyakit Nn. SS?

Page 18: Skenario c Blok 14 Fix

18

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum penderita, kesadaran dan status psikologisnya

2. Tekanan darah meningkat

3. Denyut jantung cepat dan tidak teratur oleh karena atrium fibrilasi

4. Adanya gambaran kolateral di daerah tiroid oleh karena hipervaskularisasi.

5. Pada palpasi tiroid didapatkan struma yang noduler, batasnya jelas, dan konsistensi

kenyal. Cara melakukan pemeriksaan ini, penderita disuruh duduk dan pemeriksa

memeriksa dari belakang pasien dengan menggunakan 3 jari, pasien disuruh menelan.

Yang bergerak saat menelan adalah tiroid.

6. Pada auskultasi di daerah tiroid terdengar bising sistolik / vascular bruit.

7. Hiperefleski pada pemeriksaan refleks APR (Ankle Patella Refleks) , KPR (Knee

Patella Reflex), refleks biseps dan triseps.

8. Tremor halus pada tangan penderita. Cara melakukan pemeriksaan ini, penderita

dalam keadaan duduk, tangan dan jari direntangkan (kira-kira tegak lurus pada posisi

badan yang duduk) lalu lihat ada tremor atau tidak.

9. Palpasi untuk melihat apakah ada pembesaran hati

10. Refleks kulit abdomen meningkat sehingga terjadi retraksi kulit abdomen

11. Kulit teraba lembab karena peningkatan produksi kelenjar keringat.

12. Pada mata dapat terjadi morbus sign, juga dapat terjadi pembengkakan di belakang

mata yang dikenal dengan istilah eksoftalamus/Conjungtiva Chemosis.

13. Palpebra edema.

Pada Kasus-Kasus yang kurang jelas, digunakan indeks wayne. Skor dilihat dari :

Gejala Klinis :

o Sesak bila bekerja (Dispnoe d’effort) : +1

o Pasien berdebar-debar : +2

o Aesthenia (Pasien Mudah lelah) : +2

o Lebih menyukai udara dingin : +5

o Lebih menyukai udara panas : -5

o Banyak keringat : +3

o Mudah gugup, bingung, grogi : +2

Page 19: Skenario c Blok 14 Fix

19

o Nafsu makan bertambah tapi kurus : +3

o Nafsu makan berkurang : -3

o Berat badan turun : +3

o Berat badan naik :-3

Pemeriksaan Fisik

Perabaan kelenjar tiroid membesar : +3

Perabaan kelenjar tiroid tidak membesar : -3

Auskultasi kel. Tiroid ada bising sistolik : +2

Auskultasi kel. Tiroid tidak ada bising sistolik : -2

Ada eksophtalmus : +2

Tidak ada eksophtalmus : 0

Bila kelopak mata tertinggal saat bola mata digerakkan : +1

Bila kelopak mata tidak tertinggal saat bola mata digerakkan : 0

Ada hiperrefleksi, hiperkinetik : +4

Tremor halus pada jari : +1

Tidak ada tremor halus pada jari : 0

Tangan panas oleh karena hipertermi : +2

Tidak ada tangan panas : -2

Ada hiperhidrosis : +1

Tidak ada hiperhidrosis (tangan basah) : -1

Ada atrium fibrilasi : +4

Tidak ada atrium fibrilasi : 0

Nadi teratur / regular >90x/mnt : +3

80-90x/mnt : -3

<80x/mnt : -3

Skor dari gejala klinis dan pemeriksaan fisik dijumlahkan, bila jumlah:

a. 10-14 : Normal

b. >14 : Hipertiroid

c. <10 : Hipotiroid

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

Page 20: Skenario c Blok 14 Fix

20

1. Kadar T4 meningkat, Kadar T3 meningkat (tirotoksikosis)

2. Tirotropin Reseptor Assay (TSIs) à berfungsi untuk menegakkan diagnosis Grave

disease.

3. Tes faal hati Monitoring kerusakan hati karena penggunaan obat antitiroid seperti

thioamides.

4. Pemeriksaan Gula darah Pada pasien diabetes, penyakit grave dapat memperberat

diabetes, sebagai hasilnya dapat terlihat kadar A1C yang meningkat dalam darah

5. Kadar antibodi terhadap kolagen XIII menunjukan Grave Oftalmofati yang sedang aktif.

Pemeriksaan Radiologi

1. Foto Polos Leher Mendeteksi adanya kalsifikasi, adanya penekanan pada trakea, dan

mendeteksi adanya destruksi tulang akibat penekanan kelenjar yang membesar.

2. Radio Active Iodine (RAI) scanning dan memperkirakan kadar uptake iodium

berfungsi untuk menentukan diagnosis banding penyebab hipertiroid.

3. USG Murah dan banyak digunakan sebagai pemeriksaan radiologi pertama pada

pasien hipertiroid dan untuk mendukung hasil pemeriksaan laboratorium

4. CT Scan Evaluasi pembesaran difus maupun noduler, membedakan massa dari tiroid

maupun organ di sekitar tiroid, evaluasi laring , trakea (apakah ada penyempitan,

deviasi dan invasi).

5. MRI Evaluasi Tumor tiroid (menentukan diagnosis banding kasus hipertiroid)

6. Radiografi nuklir dapat digunakan untuk menunjang diagnosis juga sebagai terapi.

2. Apa diagnosis untuk penyakit Nn. SS?

Krisis tiroid yang merupakan komplikasi berat dari tirotoksikosis/penyakit graves yang

dipicu oleh infeksi (Keadaan tirotoksikosis yang secara mendadak menjadi hebat dan

disertai antara lain adanya panas badan, delirium, takikardi, dehidrasi berat dan dapat

dicetuskan oleh antara lain: infeksi dan tindakan pembedahan).

3. Bagaimana etiologi, prevalensi, dan epidemiologi untuk penyakit Nn. SS ?

Etiologi

Krisis tiroid merupakan keadaan hipertiroidisme yang ekstrim, dan biasanya terjadi pada

individu dengan hipertiroidisme yang tidak diobati. Faktor pencetus lain termasuk:

Page 21: Skenario c Blok 14 Fix

21

Trauma dan tekanan

Infeksi, terutama infeksi paru-paru

Pembedahan tiroid pada pasien dengan overaktivitas kelenjar tiroid

Mengentikan obat-obatan yang diberikan pada pasien hipertiroidisme

Dosis penggantian hormone tiroid yang terlalu tinggi

Pengobatan dengan radioaktif yodium

Kehamilan

Serangan jantung atau kegawatdaruratan jantung

Krisis tiroid dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus,

peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRF

karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya.

Krisis tiroid akibat malfungsi hipofisi memberikan gambaran kadar HT dan TSH yang tinggi.

TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari HT dan TSH. Krisis tiroid akibat malfungsi

hipotalamus akan memperlihatkan HT yang tinggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.

1. Penyebab utama: penyakit grave, toxic multinodular, “Solitary toxic adenoma”

2. Penyebab lain: tiroiditis, penyakit troboblastis, ambilan hormon tiroid secara berlebihan,

pemakaian yodium yang berlebihan, kanker pituitary, obat-obatan seperti amiodarone

Epidemiologi

Frekuensi

Frekuensi tirotoksikosis dan krisis tiroid pada anak-anak tidak diketahui. Insiden

tirotoksikosis meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Tirotoksikosis mempengaruhi

sebanyak 2% pada wanita yang lebih tua. Pada anak-anak frekuensinya kurang dari 5%

dari semua kasus tirotoksikosis. Penyakit graves merupakan penyebab umum terjadinya

tirotoksikosis pada anak-anak. Dan dilaporkan mempengaruhi 0,2-0,4% populasi anak

dan remaja. Sekitar 1-2% neonatus yang lahir dari ibu dengan penyakit graves menderita

tirotoksikosis.

Tingkat mortalitas dan morbiditas

Krisis tiroid bersifat akut, merupakan kegawatdaruratan dan mengancam jiwa. Angka

mortalitas pada dewasa sangat tinggi (90%) jika diagnosa dini tidak ditegakkan atau pada

pasien yang telambat terdiagnosa. Dengan kontrol tirotoksikosis yang baik, dan

Page 22: Skenario c Blok 14 Fix

22

pengelolaan krisis tiroid yang tepat, tingkat mortalitas pada dewasa berkurang hingga

20%.

Jenis kelamin

Tirotoksikosis 3-5 kali lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki, khususnya

pada dewasa muda. Krisis tiroid berpengaruh terhadap sebagian kecil persentase pasien

tirotoksikosis. Insiden ini lebih tinggi pada wanita. Namun tidak ada data spesifik

mengenai insiden jenis kelamin tersebut.

Usia

Tirotoksikosis pada neonatal terjadi 1-2% dari neonatus yang lahir dari ibu yang

menderita graves disease. Bayi usia kurang dari 1 tahun hanya 1% yang menderita

tirotoksikosis. Lebih dari dua per tiga dari semua kasus tirotoksikosis terjadi pada anak-

anak berusia 10-15 tahun. Secara keseluruhan tirotoksikosis umumnya terjadi pada

decade ke tiga dan ke empat kehidupan. Karena pada kanak-kanak, tirotoksikosis lebih

mungkin terjadi pada remaja. Krisis tiroid lebih umum terjadi pada kelompok usia ini.

Meskipun krisis tiroid dapat terjadi di segala usia.

4. Bagaimana faktor risiko penyakit Nn. SS?

Faktor pencetus terjadinya krisis tiroid pada penderita tirotoksikosis antara lain :

- Tindakan operatif, baik tiroidektomi maupun operasi pada organ lain

- Terapi yodium radioaktif

- Persalinan pada penderita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak diobati secara adekuat.

- Stress yang berat akibat penyakit-penyakit seperti diabetes, trauma, infeksi akut, alergi

obat yang berat atau infark miokard.

- Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid

- Infeksi

- Stroke

- Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat memicu

terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme sebelumnya

5. Bagaimana pathogenesis penyakit Nn. SS?

Page 23: Skenario c Blok 14 Fix

23

Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH) yang

merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating

hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid.

Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi

terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan

T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan

2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas

tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur

kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar

pituitari anterior.

Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini melibatkan

autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG,

tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang

merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang

terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan

karena peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan

dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid

dan TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain

itu, antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar

tiroid.

Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid

yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ dan

merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan

pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon

tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh

sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk

bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat

meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan

kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun

norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.

Page 24: Skenario c Blok 14 Fix

24

Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah

diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar hormon

tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun

kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis

lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang

sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan

reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis krisis

tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik,

seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau

normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak

menjelaskan mengapa beta-blockers gagal menurunkan kadar hormon tiroid pada

tirotoksikosis.

Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik dari

sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi

mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai

tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama operasi,

selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi radioactive

iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan

terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada keadaan

tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat kemiripan

strukturnya dengan katekolamin.

6. Bagaimana diagnosis banding penyakit Nn. SS?

Penyakit Graves dapat terjadi tanpa gejala dan tanda yang khas sehingga diagnosis kadang-

kadang sulit didiagnosis. Atrofi otot yang jelas dapat ditemukan pada miopati akibat

penyakit Graves, namun harus dibedakan dengan kelainan neurologik primer.

Pada sindrom yang dikenal dengan “ familial dysalbuminemic hyperthyroxinemia “ dapat

ditemukan protein yang menyerupai albumin (albumin-like protein) didalam serum yang

dapat berikatan dengan T4 tetapi tidak dengan T3. Keadaan ini akan menyebabkan

peningkatan kadar T4 serum dan FT4I, tetapi free T4, T3 dan TSH normal. Disamping tidak

ditemukan adanya gambaran klinis hipertiroidisme, kadar T3 dan TSH serum yang normal

Page 25: Skenario c Blok 14 Fix

25

pada sindrom ini dapat membedakannya dengan penyakit Graves.

Thyrotoxic periodic paralysis yang biasa ditemukan pada penderita laki-laki etnik Asia dapat

terjadi secara tiba-tiba berupa paralysis flaksid disertai hipokalemi.

Paralisis biasanya membaik secara spontan dan dapat dicegah dengan pemberian

suplementasi kalium dan beta bloker. Keadaan ini dapat disembuhkan dengan pengobatan

tirotoksikosis yang adekuat.

Penderita dengan penyakit jantung tiroid terutama ditandai dengan gejala-geajala kelainan

jantung dapat berupa:

- Atrial fibrilasi yang tidak sensitif dengan pemberian digoksin

- High-output heart failure

Sekitar 50% pasien tidak mempunyai latar belakang penyakit jantung sebelumnya, dan

gangguan fungsi jantung ini dapat diperbaiki dengan pengobatan terhadap tirotoksikosisnya.

Pada penderita usia tua dapat ditemukan gejala-gejala berupa penurunan berat badan, struma

yang kecil, atrial fibrilaasi dan depresi yang berat, tanpa adanya gambaran klinis dari

manifestasi peningkatan aktivitas katekolamin yang jelas. Keadaan ini dikenal dengan

“apathetic hyperthyroidism”.

7. Bagaimana prognosis penyakit Nn. SS?

Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian keseluruhan akibat

krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat laporan penelitian yang

menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendasari

terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis

biasanya akan baik.

Prognosis krisis tiroid tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta

penatalaksanaan yang diberikan.

8. Bagaimana komplikasi penyakit Nn. SS?

Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain hipoparatiroidisme,

kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada tiroidektomi subtotal atau terapi

RAI, gangguan visual atai diplopia akibat oftalmopati berat, miksedema pretibial yang

Page 26: Skenario c Blok 14 Fix

26

terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan

kelemahan otot proksimal.

9. Bagaimana penatalaksanaan penyakit Nn. SS?

Pengobatan krisis tiroid dapat dibagi atas 4 bagian:

1. Pengobatan langsung terhadap kelenjar tiroid.

2. Pengobatan spesial yang ditujukan pada dekompensasi sistemik seperti hipertermi, syok,

gagal jantung kongestif.

3. Pengobatan langsung menghambat kerja hormon tiroid di perifer.

4. Pengobatan terhadap faktor pencetus seperti infeksi dll.

Pilihan terapi pada pasien krisis tiroid adalah sama dengan pengobatan yang diberikan

pada pasien dengan hipertiroidisme hanya saja obat yang diberikan lebih tinggi dosis dan

selang waktu pemberiannya. Pada pasien dengan krisis tiroid harus segera ditangani ke

instalasi gawat darurat atau ICU. Diagnosa dan terapi yang sesegera mungkin pada pasien

dengan krisis tiroid adalah penting untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari

kelainan ini.

Pada kasus krisis tiroid, hyperpyrexia harus segera diatasi secara cepat. Dalam hal ini

pemberian obat jenis asetaminopen lebih dipilih dibandingkan aspirin yang dapat

meningkatkan kadar konsentrasi T3 dan T4 bebas dalam serum.

Pemberian beta-bloker merupakan terapi utama penting dalam pengobatan kebanyakan

pasien dengan hipertiroid. Propanolol merupakan obat pilihan pertama yang digunakan

sebagai inisial yang bisa diberikan secara intravena. Dosis yang diberikan adalah 1mg/menit

sampai beberapa mg hingga efek yang diinginkantercapai atau 2-4mg/4jam secara intravena

atau 60-80mg/4jam secara oral atau melalui nasogastrictube (NGT)

Pemberian tionamide seperti methimazole atau PTU untuk memblok sintesis hormon.

Tionamide memblok sintesis hormon tiroid dalam 1-2 jam setelah masuk. Namun, tionamid

tidak memiliki efek terhadap hormon tiroid yang telah disintesis. Beberapa menggunakan

PTU dibanding tionamide sebagai pilihan pada krisis tiroidkarena PTU dapat memblok

konversi T4 menjadi T3 ditingkat perifer.

Walaupun begitu, banyak menggunakan methimazole (tionamide) selama obat lain

(contohnya iopanoic acid) dimasukkan bersamaan untuk memblok konversi T4 menjadi T3.

Page 27: Skenario c Blok 14 Fix

Nn. SS, 22 tahun, mengalami hipertiroid

Sindrom tirotoksikosis

Penurunan kesadaran

Infeksi

27

Methimazole memiliki waktu durasi yang lebih lama dibandingkan PTU sehingga lebih

efektif. Adalah tidak rasional memasukkan methimazole 30mg/6jamatau PTU 200mg/4jam

secara oral atau NGT. Keduanya bisa dilarutkan untuk digunakan secara rectal dan PTU

dapat diberikan secara intravena dengan diencerkanoleh saline isotonis dibuat alkali (pH

9,25) dengan sodium hidroksida.

Larutan iodine memblok pelepasan T4 dan T3 dari kelenjar tiroid. Dosis yang diberikan

lebih tinggi dari dosis yang dibutuhkan untuk memblok pelepasan hormone. Laruton lugol 10

tetes/8jam secara oral. Dapat juga dilakukan pemberian larutan lugol 10 tetes tersebut secara

intravena langsung selama masih dianggap steril. Larutan iodine ini juga dapat diberikan

secara rectal.

Pemberian glucocorticoid juga menurunkan konversi T4 menjadi T3 danmemiliki efek

langsung dalam proses autoimun jika krisis tiroid berasal dari penyakit graves. Dosis yang

digunakan adalah 100mg/8jam secara intravena pada kasus krisis tiroid. Penggunaan litium

juga dapat memblok pelepasan hormone tiroid, namun toksisitasnya yang tinggi pada ginjal

membatasi penggunaannya.

10. Bagaimana Kompetensis Dokter Umum (KDU) penyakit Nn. SS?

KDU Hipertiroid : 3B

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-

pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium

sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu dalam

keadaan emergency lalu merujuknya. Pada kondisi gawat darurat

KETERKAITAN ANTAR MASALAH

Page 28: Skenario c Blok 14 Fix

28

V. HIPOTESIS

Nn. SS, 22 tahun, mengalami tirotoksikosis yang disebabkan oleh hipertiroid dengan

pencetusan infeksi.

VI. LEARNING ISSUE

No

.Pokok Bahasan What I Know

What I Don’t

Know

What I have to

Prove

How will I

Learn

1. Krisis Tiroid Definisi Patofisiologi

penyakit

Adanya infeksi

sebagai pencetus

krisis tiroid

Text Book

Journal

Internet

2. Hipertiroid Definisi dan

gejala penyakit

Patofisiologi

penyakit

Hubungan antara

hipertiroid dan

krisis tiroid

3. Kelenjar tiroid:

Anatomi Definisi Bagian-bagian

dari tiroid dan

posisnya dalam

tubuh manusia

Bagian yang

mengalami

kelainan pada

krisis tiroid

Hormon dan

fisiologinya

Definisi dan

ormon yang

dihasilkan

Peran kelenjar

tiroid sebagai

penghasil

hormon, regulasi

dan tugasnya

dalam tubuh

Krisis tiroid

terjadi karena

adanya kelainan

pada fisiologi

hormon kelenjar

tiroid

Kelainan Jenis-jenis

kelainan

Patofisiologi

kelainan

Krisis tiroid

sebagai bagian

dari kelainan

pada kelenjar

tiroid

Page 29: Skenario c Blok 14 Fix

Nn. SS, 22 tahun, mengalami grave’s disease

Reaksi autoimun, TSI menduduki TSH reseptor

exophthalmusHormon tiroid meningkat, TSH menurun

Gugup, cemas, susah tidur

Motalitas usus

Diare

Tirotoksikosis

Krisis tiroid Infeksi

Aktivitas simpatik

Penurunan Kesadaran

Takikardia

DemamSakit tenggorokan

n

Leukositosis Batuk pilek

Hipermrtabolik

Berkeringat

29

VII. KERANGKA KONSEP

Page 30: Skenario c Blok 14 Fix

30

VIII. SINTESIS

KRISIS TIROID

A. Definisi

Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh

demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran

cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi

kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis. Krisis tiroid dicetuskan oleh tindakan

operatif, infeksi, atau trauma.

B. Etiologi

Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik, nodul toksik,

tiroiditis Hashimoto, tiroiditas deQuevain, karsinoma tiroid folikular metastatik, dan tumor

penghasil TSH. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit Graves

(goiter difus toksik). Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan komplikasi

dari operasi tiroid. Faktor pencetus lain termasuk:

Trauma dan tekanan

Infeksi, terutama infeksi paru-paru

Pembedahan tiroid pada pasien dengan overaktivitas kelenjar tiroid

Mengentikan obat-obatan yang diberikan pada pasien hipertiroidisme

Dosis penggantian hormone tiroid yang terlalu tinggi

Pengobatan dengan radioaktif yodium

Kehamilan

Serangan jantung atau kegawatdaruratan jantung

C. Epidemiologi

Frekuensi

Frekuensi tirotoksikosis dan krisis tiroid pada anak-anak tidak diketahui. Insiden

tirotoksikosis meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Tirotoksikosis mempengaruhi

sebanyak 2% pada wanita yang lebih tua. Pada anak-anak frekuensinya kurang dari 5% dari

semua kasus tirotoksikosis. Penyakit graves merupakan penyebab umum terjadinya

tirotoksikosis pada anak-anak. Dan dilaporkan mempengaruhi 0,2-0,4% populasi anak dan

Page 31: Skenario c Blok 14 Fix

31

remaja. Sekitar 1-2% neonatus yang lahir dari ibu dengan penyakit graves menderita

tirotoksikosis.

Tingkat mortalitas dan morbiditas

Krisis tiroid bersifat akut, merupakan kegawatdaruratan dan mengancam jiwa. Angka

mortalitas pada dewasa sangat tinggi (90%) jika diagnosa dini tidak ditegakkan atau pada

pasien yang telambat terdiagnosa. Dengan kontrol tirotoksikosis yang baik, dan pengelolaan

krisis tiroid yang tepat, tingkat mortalitas pada dewasa berkurang hingga 20%.

Jenis kelamin

Tirotoksikosis 3-5 kali lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki, khususnya

pada dewasa muda. Krisis tiroid berpengaruh terhadap sebagian kecil persentase pasien

tirotoksikosis. Insiden ini lebih tinggi pada wanita. Namun tidak ada data spesifik mengenai

insiden jenis kelamin tersebut.

Usia

Tirotoksikosis pada neonatal terjadi 1-2% dari neonatus yang lahir dari ibu yang

menderita graves disease. Bayi usia kurang dari 1 tahun hanya 1% yang menderita

tirotoksikosis. Lebih dari dua per tiga dari semua kasus tirotoksikosis terjadi pada anak-anak

berusia 10-15 tahun. Secara keseluruhan tirotoksikosis umumnya terjadi pada decade ke tiga

dan ke empat kehidupan. Karena pada kanak-kanak, tirotoksikosis lebih mungkin terjadi

pada remaja. Krisis tiroid lebih umum terjadi pada kelompok usia ini. Meskipun krisis tiroid

dapat terjadi di segala usia.

D. Patofisiologi

Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH) yang

merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH)

dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini

menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan

ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk:

1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat

pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat

berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid

ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.

Page 32: Skenario c Blok 14 Fix

32

Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini

melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar

tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH

inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid

dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH

ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak

ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon

tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP).

Selain itu, antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan

kelenjar tiroid.

Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon

tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ dan

merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh

hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid

(dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel

tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk

bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat

meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan

kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun

norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.

Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah

diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar hormon

tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar

hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang

muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis

hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-

adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-

blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin,

mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan

kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-

blockers gagal menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.

Page 33: Skenario c Blok 14 Fix

33

Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik dari

sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi mungkin

menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar

hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat

pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya

yang pernah diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat

mirip katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari

hormon tiroid sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin.

E. Gambaran klinis

Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-gejala seperti

iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan berat badan sangat turun,

keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi sekolah yang menurun akibat penurunan

rentang perhatian. Riwayat penyakit sekarang yang umum dikeluhkan oleh pasien adalah

demam, berkeringat banyak, penurunan nafsu makan dan kehilangan berat badan. Keluhan

saluran cerna yang sering diutarakan oleh pasien adalah mual, muntah, diare, nyeri perut,

dan jaundice. Sedangkan keluhan neurologik mencakup gejala-gejala ansietas (paling banyak

pada remaja tua), perubahan perilaku, kejang dan koma.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten melebihi 38,5oC.

Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41oC dan keringat berlebih.

Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain  hipertensi dengan tekanan nadi yang

melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian

dengan demam. Tanda-tanda gagal jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular,

seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda

neurologik mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal transien,

tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup tanda orbital dan goiter.

Karena tingkat mortalitas krisis tiroid amat tinggi, maka kecurigaan krisis saja cukup

menjadi dasar mengadakan tindakan agresif. Kecurigaan akan terjadi krisis apabila terdapat

triad :

Menghebatnya tanda tirotoksikosis

Kesadaran menurun

Page 34: Skenario c Blok 14 Fix

34

Hipertermia

F. Gambaran laboratoris

Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran

laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena

menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis. Pada pemeriksaan

status tiroid, biasanya akan ditemukan konsisten dengan keadaan hipertiroidisme dan bermanfaat

hanya jika pasien belum terdiagnosis sebelumnya. Hasil pemeriksaan mungkin tidak akan

didapat dengan cepat dan biasanya tidak membantu untuk penanganan segera. Temuan biasanya

mencakup peningkatan kadar T3, T4 dan bentuk bebasnya, peningkatan uptake resin T3,

penurunan kadar TSH, dan peningkatan uptake iodium 24 jam.

Kadar TSH tidak menurun pada keadaan sekresi TSH berlebihan tetapi hal ini jarang

terjadi. Tes fungsi hati umumnya menunjukkan kelainan yang tidak spesifik, seperti peningkatan

kadar serum untuk SGOT, SGPT, LDH, kreatinin kinase, alkali fosfatase, dan bilirubin. Pada

analisis gas darah, pengukuran kadar gas darah maupun elektrolit dan urinalisis dilakukan untuk

menilai dan memonitor penanganan jangka pendek.

G. Penatalaksanaan

Pengobatan harus segera diberikan,jangan tunda pengobatan jika dicurigai terjadinya

krisis tiroid. Kalau mungkin dirawat di Intensiv Care Unit untuk mempermudah pemantauan

tanda vital, untuk pemasangan monitoring invasive, pemberian obat-obat inotropik jika

diperlukan.

Penatalaksanaan krisis tiroid :

Perawatan suportif

Atasi factor pencetus segera

Koreksi gangguan cairan dan elektrolit

Kompres atau pemberian antipiretik, asetaminofen lebih dipilih

Atasi gagal jantung dengan oksigen, diuretik, dan digitalis.

Mengoreksi hipertiroidisme dengan cepat, dengan cara:

Page 35: Skenario c Blok 14 Fix

35

a. Memblok sintesis hormone baru : PTU dosis besar (loading dose 600-1000mg) diikuti

dosis 200 mg PTU tiap 4 jam dengan dosis sehari total 1000-1500 mg. atau dengan

metimazol dosis 20 mg tiap 4 jam bisa tanpa atau dengan dosis inisial 60-100mg.

b. Memblok keluarnya cikal bakal hormone dengan solusio lugol ( 10 tetes tiap 6-8 jam)

atau SSKI ( Larutan Iodida jenuh, 5 tetes setiap 6 jam), diberikan 2 jam setelah

pemberian PTU. Apabila ada, berikan endoyodin (NaI) IV, kalau tidak solusio

lugol/SSKI tidak memadai

c. Menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3 dengan propanolol, ipodat, penghambat

beta dan/atau kortikosteroid. propanolol dapat digunakan, sebab disamping mengurangi

takikardi juga menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. Pemberian propanolol 60-

80mg tiap 6 jam per oral atau 1-3 mg IV. Pemberian hidrokortison dosis stress (100mg

tiap 8 jam atau deksametason 2mg tiap 6 jam). Rasional pemberiannnya adalah karena

defisiensi steroid relative akibat hipermetabolisme dan menghambat konversi perifer

T4

Untuk antipiretik digunakan asetaminofen jangan aspirin ( aspirin akan melepas ikatan

protein-hormon tiroid, hingga free hormone meningkat)

Mengobati factor pencetus (misalnya infeksi) dengan pemberian antibiotic bila diperlukan.

Respon pasien (klinis dan membaiknya kesadaran) umumnya terlihat dalam 24 jam,

meskipun ada yang berlanjut hingga seminggu.

Tujuan dari terapi medis yang diberikan adalah untuk memblokade efek perifer, inhibisis

sintesis hormone, blokade pelepasan hormone, dan pencegahan konversi T4 menjadi T3.

Pemulihan keadaan klinis menjadi eutiroid dapat berlangsung hingga 8 minggu. Beta bloker

mengurangi hiperaktivitas simpatetik dan mengurangi konversi perifer T4 menjadi

T3.Guanetidin dan Reserpin juga dapat digunakan untuk memblokade simpatetik jika adanya

kontraindikasi atau toleransi terhadap beta bloker. Iodide dan lithium bekerja memblokade

pelepasan hormone tiroid. Thionamid mencegah sintesis baru hormone tiroid.

a. Menghambat sintesis hormon tiroid

Senyawa anti-tiroid seperti propylthiouracil (PTU) dan methimazole (MMI) digunakan

untuk menghambat sintesis hormon tiroid. PTU juga menghambat konversi T4 menjadi T3 di

sirkulasi perifer dan lebih disukai daripada MMI pada kasus-kasus krisis tiroid. Sedangkan MMI

merupakan agen farmakoogik yang umum digunakan pada keadaan hipertiroidisme. Keduanya

Page 36: Skenario c Blok 14 Fix

36

menghambat inkorporasi iodium ke TBG dalam waktu satu jam setelah diminum. Riwayat

hepatotoksisitas atau agranulositosis dari terapi tioamida sebelumnya merupakan kontraindikasi

kedua obat tersebut. PTU diindikasikan untun hipertiroidisme yang disebabkab oleh penyakit

Graves. Laporan penelitian yang mendukungnya menunjukkan adanya peningkatan risiko

terjadinya toksisitas hati atas penggunaan PTU dibandingkan dengan metimazol. Kerusakan hati

serius telah ditemukan pada penggunaan metimazol pada lima kasus (tiga diantaranya

meninggal). PTU sekarang dipertimbangkan sebagai terapi obat lini kedua kecuali pada pasien

yang alergi atau intoleran terhadap metimazol atau untuk wanita dengan kehamilan trimester

pertama. Penggunaan metimazol selama kehamilan dilaporkan menyebabkan embriopati,

termasuk aplasia kutis, meskipun merupakan kasus yang jarang ditemui.

Awasi secara ketat terapi PTU atas kemungkinan timbulnya gejala dan tanda kerusakan

hati, terutama selama 6 bulan pertama setelah terapi dimulai. Untuk suspek kerusakan hati,

hentikan bertahap terapi PTU dan uji kembali hasil pemeriksaan kerusakan hati dan berikan

perawatan suportif. PTU tidak boleh digunakan pada pasien anak kecuali pasien alergi atau

intoleran terhadap metimazol dan tidak ada lagi pilihan obat lain yang tersedia. Berikan edukasi

pada pasien agar menghubungi dokter jika terjadi gejala-gejala berikut: kelelahan, kelemahan,

nyeri perut, hilang nafsu makan, gatal, atau menguningnya mata maupun kulit pasien.

b. Menghambat sekresi hormon tiroid

Setelah terapi anti-tiroid dimulai, hormon yang telah dilepaskan dapat dihambat dengan

sejumlah besar dosis iodium yang menurunkan uptake iodium di kelenjar tiroid. Cairan lugol

atau cairan jenuh kalium iodida dapat digunakan untuk tujuan ini. Terapi iodium harus diberikan

setelah sekitar satu jam setelah pemberian PTU atau MMI. Perlu diketahui bahwa iodium yang

digunakan secara tunggal akan membantu meningkatkan cadangan hormon tiroid dan dapat

semakin meningkatkan status tirotoksik. Bahan kontras yang teiodinasi untuk keperluan

radiografi, yaitu natrium ipodat, dapat diberikan untuk keperluan iodium dan untuk menghambat

konversi T4 menjadi T3 di sirkulasi perifer. Kalium iodida dapat menurunkan aliran darah ke

kelenjar tiroid dan hanya digunakan sebelum operasi pada tirotoksikosis. Pasien yang intoleran

terhadap iodium dapat diobati dengan litium yang juga mengganggu pelepasan hormon tiroid.

Pasien yang tidak dapat menggunakan PTU atau MMI juga dapat diobati dengan litium karena

penggunaan iodium tunggal dapat diperdebatkan. Litium menghambat pelepasan hormon tiroid

melalui pemberiannya. Plasmaferesis, pertukaran plasma, transfusi tukar dengan dialisis

Page 37: Skenario c Blok 14 Fix

37

peritoneal, dan perfusi plasma charcoal adalah teknik lain yang digunakan untuk menghilangkan

hormon yang berlebih di sirkulasi darah.  Namun, sekarang teknik-teknik ini hanya digunakan

pada pasien yang tidak merespon terhadap penanganan lini awal. Preparat intravena natrium

iodida (diberikan 1 g dengan infus pelan per 8-12 jam) telah ditarik dari pasaran.

c. Menghambat aksi perifer hormon tiroid

Propranolol adalah obat pilihan untuk melawan aksi perifer hormon tiroid. Propranolol

menghambat reseptor beta-adrenergik dan mencegah konversi T4 menjadi T3. Obat ini

menimbulkan perubahan dramatis pada manifestasi klinis dan efektif dalam mengurangi gejala.

Namun, propranolol menghasilkan respon klinis yang diinginkan pada krisis tiroid hanya pada

dosis yang besar. Pemberian secara intravena memerlukan pengawasan berkesinambungan

terhadap irama jantung pasien.

Sekarang, esmolol merupakan agen beta-blocker aksi ultra-cepat yang berhasil digunakan

pada krisis tiroid. Agen-agen beta-blocker non-selektif, seperti propranolol maupun esmolol,

tidak dapat digunakan pada pasien dengan gagal jantung kongestif, bronkospasme, atau riwayat

asma. Untuk kasus-kasus ini, dapat digunakan obat-obat seperti guanetidin atau reserpin.

Pengobatan dengan reserpin berhasil pada kasus-kasus krisis tiroid yang resisten terhadap dosis

besar propranolol. Namun, guanetidin dan reserpin tidak dapat digunakan pada dalam keadaan

kolaps kardiovaskular atau syok.

d. Penanganan suportif

Terapi cairan dan elektrolit yang agresif diperlukan untuk mengatasi dehidrasi dan

hipotensi. Keadaan hipermetabolik yang berlebihan dengan peningkatan transit usus dan takipnu

akan membawa pada kehilangan cairan yang cukup bermakna. Kebutuhan cairan dapat

meningkat menjadi 3-5 L per hari. Dengan demikian, pengawasan invasif disarankan pada

pasien-pasien lanjut usia dan dengan gagal jantung kongestif. Agen yang meningkatkan tekanan

darah dapat digunakan saat hipotensi menetap setelah penggantian cairan yang adekuat. Berikan

pulan cairan intravena yang mengandung glukosa untuk mendukung kebutuhan gizi.

Multivitamin, terutama vitamin B1, dapat ditambahkan untuk mencegah ensefalopati Wernicke.

Hipertermia diatasi melalui aksi sentral dan perifer. Asetaminofen merupakan obat pilihan untuk

hal tersebut karena aspirin dapat menggantikan hormon tiroid untuk terikat pada reseptornya dan

malah meningkatkan beratnya krisis tiroid. Spons yang dingin, es, dan alkohol dapat digunakan

Page 38: Skenario c Blok 14 Fix

38

untuk menyerap panas secara perifer. Oksigen yang dihumidifikasi dingin disarankan untuk

pasien ini.

Penggunaan glukokortikoid pada krisis tiroid dikaitkan dengan peningkatan angka

harapan hidup. Awalnya, glukokortikoid digunakan untuk mengobati kemungkinan insufisiensi

relatif akibat percepatan produksi dan degradasi pada saat status hipermetabolik berlangsung.

Namun, pasien mungkin mengalami defisiensi autoimun tipe 2 dimana penyakit Graves disertai

oleh insufisiensi adrenal absolut. Glukokortikoid dapat menurunkanuptake iodium dan titer

antibodi yang terstimulasi oleh hormon tiroid disertai stabilisasi anyaman vaskuler. Sebagai

tambahan, deksametason dan hidrokortison dapat memiliki efek menghambat konversi T4

menjadi T3. Dengan demikian,  dosis glukokortikoid, seperti deksametason dan hidrokortison,

sekarang rutin diberikan.

Meskipun seringkali muncul pada pasien lanjut usia, dekompensasi jantung juga dapat

muncul pada pasien yang muda dan bahkan pada pasien tanpa penyakit jantung sebelumnya.

Pemberian digitalis diperlukan untuk mengendalikan laju ventrikel pada pasien dengan fibrilasi

atrium.  Obat-obat anti-koagulasi mungkin diperlukan untuk fibrilasi atrium dan dapat diberikan

jika tidak ada kontraindikasi. Digoksin dapat digunakan pada dosis yang lebih besar daripada

dosis yang digunakan pada kondisi lain. Awasi secara ketat kadar digoksin untuk mencegah

keracunan. Seiring membaiknya keadaan pasien, dosis digoksin dapat mulai diturunkan. Gagal

jantung kongestif muncul sebagai akibat gangguan kontraktilitas miokardium dan mungkin

memerlukan pengawasan dengan kateter Swan-Ganz.

Keadaan hiperadrenergik telah dilaporkan pada pasien hipertiroid. Hilangnya tonus vagal

selama tirotoksikosis dapat memicu iskemia miokardial transien dan pengawasan jangka panjang

elektrokardiogram (EKG) dapat meningkatkan deteksi takiaritmia dan iskemia miokardial

tersebut. Blokade saluran kalsium mungkin merupakan terapi yang lebih cocok dengan melawan

efek agonis kalsium yang terkait hormon tiroid pada miokardium dan memperbaiki

ketidakseimbangan simpatovagal.

e. Efek samping

Efek samping PTU yang pernah dilaporkan adalah perdarahan atau gusi mudah berdarah,

kerusakan hati (anoreksia, pruritus, nyeri perut kanan atas, peningkatan kadar transaminase

hingga tiga kali nilai normal), infeksi (terjadi akibat agranulositosis), pruritus hingga dermatitis

eksfoliatif, vaskulitis maupun ulkus oral vaskulitik, dan pioderma gangrenosum. Meskipun

Page 39: Skenario c Blok 14 Fix

39

termasuk rekomendasi D, beberapa pendapat ahli masih merekomendasikan bahwa obat ini harus

tetap dipertimbangkan sebagai lini pertama terapi penyakit Graves selama kehamilan. Risiko

kerusakan hati serius, seperti gagal hati dan kematian, telah dilaporkan pada dewasa dan anak,

terutama selama enam bulan pertama terapi.

Agranulositosis adalah efek samping yang jarang terjadi pada penggunaan obat anti-tiroid

dan merupakan etiologi atas infeksi yang didapat dari komunitas dan mengancam jiwa pasien

yang menggunakan obat-obat ini. Manifestasi klinis yang sering muncul adalah demam (92%)

dan sakit tenggorokan (85%). Diagnosis klinis awal biasanya adalah faringitis akut (46%),

tonsilitis akut (38%), pneumonia (15%) dan infeksi saluran kencing (8%). Kultur darah positif

untuk Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Capnocytophaga

species. Kematian disebabkan oleh infeksi yang tidak terkendali, krisis tiroid dan gagal organ

yang multipel. Basil Gram negatif, seperti Klebsiella pneumoniae dan P. aeruginosa, merupakan

patogen yang paling sering ditemui pada isolat klinis. Antibiotik spektrum luas dengan aktifitas

anti-pseudomonas harus diberikan pada pasien dengan agranulositosis yang disebabkan oleh obat

anti-tiroid yang menampilkan manifestasi klinis infeksi yang berat.

H. Komplikasi

Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain hipoparatiroidisme,

kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada tiroidektomi subtotal atau terapi RAI,

gangguan visual atai diplopia akibat oftalmopati berat, miksedema pretibial yang terlokalisir,

gagal jantung dengan curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot

proksimal.1 Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid yang jarang terjadi.

Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun yang mengalami henti jantung satu jam

setelah masuk rumah sakit dilakukan pemeriksaan sampel darah sebelumnya. Hal yang

mengejutkan adalah kadar plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar asam laktat meningkat

hingga 6,238 mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang atipik menunjukkan keadaan

normotermi hipoglikemik dan asidosis laktat, perlu dipertimbangkan untuk menegakkan

diagnosis krisis tiroid lebih dini karena kondisi ini memerlukan penanganan kegawatdaruratan.

Penting pula untuk menerapkan prinsip-prinsip standar dalam penanganan kasus krisis tiroid

yang atipik.

Page 40: Skenario c Blok 14 Fix

40

I. Prognosis

Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian keseluruhan

akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat laporan penelitian yang

menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendasari terjadinya

krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan

baik.

J. Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat setelah

diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya setelah dilakukan blokade

hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid setelah terapi RAI untuk hipertiroidisme

terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-tiroid (biasanya dihentikan 5-7 hari sebelum pemberian

RAI dan ditahan hingga 5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan sejumlah besar hormon tiroid dari

folikel yang rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri. Karena kadar hormon tiroid seringkali lebih

tinggi sebelum terapi RAI daripada setelahnya, banyak para ahli endokrinologi meyakini bahwa

penghentian obat anti-tiroid merupakan penyebab utama krisis tiroid. Satu pilihannya adalah

menghentikan obat anti-tiroid (termasuk metimazol) hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI

dan memulai kembali obat dalam 3 hari setelahnya. Pemberian kembali obat anti-tiroid yang

lebih dini setelah terapi RAI dapat menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan dosis kedua.

Perlu pula dipertimbangkan pemeriksaan fungsi tiroid sebelum prosedur operatif dilakukan pada

pasien yang berisiko mengalami hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan sindroma McCune-

Albright).

HIPERTIROID

A. Pengertian

Hipertiroid dikenal juga sebagai tirotoksitosis, yang dapat di definisikan sebagai respons

jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolic hormone tiroid yang berlebihan. (Sylvia A. Price,

2006).

B. Etiologi

1. Penyakit Graves diketahui sebagai penyebab umum dari hipertiroid.

Page 41: Skenario c Blok 14 Fix

41

Pengeluaran hormone tiroid yang berlebihan diperkirakan terjadi akibat stimulasi

abnormal kelenjar tiroid oleh immunoglobulin dalam darah. Stimulator tiroid kerja-

panjang (LATS; Long-acting thyroid stimulator) ditemukan dalam serum dengan konsentrasi

yang bermakna pada banyak penderita penyakit ini dan mungkin berhubungan dengan defek

pada sistem kekebalan tubuh.

2. Herediter

3. Stress atau infeksi

4. Tiroiditis

5. Syok emosional

6. Asupan tiroid yang belebihan

7. Dari penyakit lain yang bukan hipertiroid, misalnya adenokarsinoma hipofisis.

C. Faktor Resiko

Kelainan hipertiroid sangat menonjol pada wanita, Hipertiroid menyerang wanita lima kali lebih

sering dibandingkan laki laki. Insidensinya akan memuncak dalam decade usia ketiga serta

keempat (Schimke, 1992).

D. Klasifikasi

a. Goiter Toksik Difusa (Graves’ Disease)

Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh dimana zat

antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi kelenjar tiroid untuk memproduksi

hormon tiroid terus menerus.Graves’ disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria,

gejalanya dapat timbul pada berbagai usia, terutama pada usia 20 – 40 tahun. Faktor keturunan

juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kekebalan tubuh, yaitu dimana zat

antibodi menyerang sel dalam tubuh itu sendiri.

b. Nodular Thyroid Disease

Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak disertai dengan

rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi umumnya timbul seiring dengan

bertambahnya usia.

c. Subacute Thyroiditis

Page 42: Skenario c Blok 14 Fix

42

Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan mengakibatkan

produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah. Umumnya gejala menghilang

setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada beberapa orang.

d. Postpartum Thyroiditis

Timbul pada 5 – 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama setelah melahirkan dan terjadi selama 1 -

2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara perlahan-lahan.

E. Manifestasi Klinik

•Penderita sering secara emosional mudah terangsang (hipereksitabel), iritabel dan terus merasa

khawatir dan klien tidak dapat duduk diam

•Denyut nadi yang abnormal yang ditemukan pada saat istirahat dan beraktivitas; yang

diakibatkan peningkatan dari serum T3 dan T4 yang merangsang epinefrin dan mengakibatkan

kinerja jantung meningkat hingga mengakibatkan HR meningkat. Peningkatan denyut nadi

berkisar secara konstan antara 90 dan 160 kali per menit, tekanan darah sistolik akan meningkat.

•Tidak tahan panas dan berkeringat banyak diakibatkan karena peningkatan

metabolisme tubuh yang meningkat maka akan menghasilkan panas yang tinngi dari dalam tubuh

sehingga apabila terkena matahari lebih, klien tidak akan tahan akan panas.

•Kulit penderita akan sering kemerahan (flusing) dengan warna ikan salmon yang khas dan

cenderung terasa hangat, lunak dan basah.

•Adanya Tremor

•Eksoftalmus yang diakibatkan dari penyakit graves, dimana penyakit ini otot-otot yang

menggerakkan mata tidak mampu berfungsi sebagaimana mesti, sehingga sulit atau tidak

mungkin menggerakkan mata secara normal atau sulit mengkordinir gerakan mata akibatnya

terjadi pandangan ganda, kelopak mata tidak dapat menutup secara sempurna sehingga

menghasilkan ekspresi wajah seperti wajah terkejut.

•Peningkatan selera makan namun mengalami penurunan berat badan yang progresif dan mudah

lelah.

• Perubahan defekasi dengan konstipasi dan diare

•Pada usia lanjut maka akan mempengaruhi kesehatan jantung

F. Pemeriksaan Diagnostik

Page 43: Skenario c Blok 14 Fix

43

T4 Serum

Tes yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan teknik radioimmunoassay

atau peningkatan kompetitif. Kisaran T4 dalam serum yang normal berada diantara 4,5 dan 11,5

mg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L). T4 terikat terutama dengan TBG dan prealbumin : T3 terikat

lebih longgar. T4 normalnya terikat dengan protein. Setiap factor yang mengubah protein

pangikat ini juga akan mengubah kadar T4

T3 Serum

T3 serum mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau total T3 total, dalam serum. Sekresinya

terjadi sebagai respon terhadap sekresi TSH dan T4. Meskipun kadar T3 dan T4 serum umumnya

meningkat atau menurun secara bersama-sama, namun kadar T4 tampaknya merupakan tanda

yang akurat untuk menunjukan adanya hipertiroidisme, yang menyebabkan kenaikan kadar T4

lebih besar daripada kadar T3. Batas-batas normal untuk T3 serum adalah 70 hingga 220 mg/dl

(1,15 hingga 3,10 nmol/L)

Tes T3 Ambilan Resin

Tes T3 ambilan resin merupakan pemeriksaan untuk mengukur secara tidak langsung kaar TBG

tidak-jenuh. Tujuannya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat dengan

TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Pemeriksaan ini, menghasilkan indeks jumlah

hormone tiroid yang sudah ada dalam sirkulasi darah pasien. Normalnya, TBG tidak sepenuhnya

jenuh dengan hormone tiroid dan masih terdapat tempat-tempat kosong untuk mengikat T3

berlabel-radioiodium, yang ditambahkan ke dalam specimen darah pasien. Nilai ambilan T3 yang

normal adalah 25% hingga 35% yang menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat

yang ada paa TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid. Jika jumlah tempat kosong rendah,

seperti pada hipertiroidisme, maka ambilan T3 lebih besar dari 35%

Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormone)

Sekresi T3 dan T4 oleh kelenjar tiroid dikendalikan hormone stimulasi tiroid (TSH atau

tirotropin) dari kelenjar hipofisis anterior. Pengukuran konsentrasi TSH serum sangat penting

artinya dalam menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk

membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan

kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipotalamus.kadar TSH dapat diukur

dengan assay radioimunometrik, nilai normal dengan assay generasi ketiga, berkisar dari 0,02

hingga 5,0 μU/ml. Kadar TSH sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar

Page 44: Skenario c Blok 14 Fix

44

akan berada dibawah normal pada pasien dengan peningkatan autonom pada fungsi tiroid

(penyakit graves, hiperfungsi nodul tiroid).

Tes Thyrotropin Releasing Hormone

Tes Stimulasi TRH merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH di hipofisis dan

akan sangat berguna apabila hasil tes T3 dan T4 tidak dapat dianalisa. Pasien diminta berpuasa

pada malam harinya. Tiga puluh menit sebelum dan sesudah penyuntikan TRH secara intravena,

sampel darah diambil untuk mengukur kadar TSH. Sebelum tes dilakukan, kepada pasien harus

diingatkan bahwa penyuntikan TRH secara intravena dapat menyebabkan kemerahan pasa wajah

yang bersifat temporer, mual, atau keinginan untuk buang air kecil.

Tiroglobulin

Tiroglobulin merupakan precursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam serum

dengan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaaan radioimmunoassay. Faktor-

faktor yang meningkatkan atau menurunkan aktivitas kelenjar tiroid dan sekresi T3 serta T4

memiliki efek yang serupa terhadap sintesis dan sekresi tiroglobulin. Kadar tiroglobulin

meningkat pada karsinoma tiroid, hipertiroidisme dan tiroiditis subakut. Kadar tiroglobulin juga

dapat akan meningkat pada keadaan fisiologik normal seperti kehamilan.

Ambilan Iodium Radioaktif

Tes ambilan iodium radioaktif dilakukan untuk mengukur kecepatan pengambilan

iodium oleh kelenjar tiroid. Kepada pasien disuntikan atau radionuklida lainnya dengan dosis

tracer, dan pengukuran pada tiroid dilakukan dengan alat pencacah skintilas (scintillation

counter) yang akan mendeteksi serta menghitung sinar gamma yang dilepaskan dari hasil

penguraian dalam kelenjar tiroid. Tes ini mengukur proporsi dosis iodium radioaktif yang

diberikan yang terdapat dalam kelenjar tiroid pada waktu tertentu sesudah pemberiannya. Tes

ambilan iodium-radioaktif merupakan pemeriksaan sederhana dan memberikan hasil yang dapat

diandalkan.Penderita hipertiroidisme akan mengalami penumpukan dalam proporsi yang tinggi

(mencapai 90% pada sebagian pasien).

Pemindai Radio atau Pemindai Skintilasi Tiroid

Serupa dengan tes ambilan iodium radioaktif dalam pemindaian tiroid digunakan alat detector

skintilasi dengan focus kuat yang digerakkan maju mundur dalam suatu rangkaian jalur parallel

dan secara progresif kemudian digerakkan kebawah. Pada saat yang bersamaan, alat pencetak

merekam suatu tanda ketika telah tercapai suatu jumlah hitungan yang ditentukan sebelumnya.

Page 45: Skenario c Blok 14 Fix

45

Teknik ini akan menghasilkan gambar visual yang menentukan lokasi radioaktivitas di daerah

yang dipindai. Meskipun I 131 merupakan isotop yang paling sering digunakan, beberapa isotop

iodium lainnya yang mencakup Tc9m (sodium pertechnetate) dan isotop radioaktif lainnya

(thalium serta americum) digunakan di beberapa laboratorium karena sifat-sifat fisik dan

biokimianya memungkinkan untuk pemberian radiasi dengan dosis rendah.

Pemindaian sangat membantu dalam menemukan lokasi, ukuran, bentuk dan fungsi anatomic

kelenjar tiroid. Khususnya jaringan tiroid tersebut terletak substernal atau berukuran besar.

Identifikasi daerah yang mengalami peningkatn fungsi (hot area) atau penurunan fungsi (cold

area) dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Meskipun sebagian besar daerah yang

mengalami penurunan fungsi tidak menunjukkan kelainan malignitas, defisiensi fungsi

akan meningkatknya kemungkinan terjadinya keganasan terutama jika hanya terdapat satu

daerah yang tidak berfungsi.

Pemindaian terhadap keseluruhan tubuh (whole body CT scan) yang diperlukan untuk

memperoleh profil seluruh tubuh dapat dilakukan untuk mencari metastasis malignitas pada

kelenjar tiroid yang masih berfungsi.

Bentuk cold area

Bentuk cold area yang berupa moth eaten appearance mencurigakan keganasan.

- Hubungan cold area dengan daerah sekitarnya.

Cold area dengan distribusi jodium yang tidak merata lebih cenderung untuk kelainan

metabolik, terutama bila lobus tiroid yang kontralateral untuk membesar.

- Hubungan cold area dengan unsur jenis kelamin

Cold area pada laki-laki usia tua dan anak-anak lebih menambah kecurigaan akan keganasan.

Pemeriksaan radiologik di daerah leher

Karsinoma tiroid kadang-kadang disertai perkapuran. Ini sebagai tanda yang boleh dipegang.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan kadar kalsitonin (untuk pasien dengan kecurigaan karsinoma medulle.

2. Biopsi jarum halus

3. Pemeriksaan sidik tiroid. Dengan penggunaan yodium bila nodul menangkap yodium tersebut

kurang dari tiroid normal disebut nodul dingin. Bila sama afinitasnya disebut nodul hangat.

Kalau lebih banyak menangkap yodium disebut nodul panas. Sebagian besar karsinoma tiroid

termasuk nodul dingin.

Page 46: Skenario c Blok 14 Fix

46

4. Radiologis untuk mencari metastasis

5. Histopatologi. Masih merupakan pemeriksaan diagnostik utama. Untuk kasus inoperable,

jaringan diambil dengan biopsi insisi.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertiroidisme secara farmakologi menggunakan empat kelompok

obat ini yaitu: obat antitiroid, penghambat transport iodida, iodida dalam dosis besar menekan

fungsi kelenjar tiroid, yodium radioaktif yang merusak sel-sel kelenjar tiroid. Obat antitiroid

bekerja dengan cara menghambat pengikatan (inkorporasi) yodium pada TBG

(thyroxine binding globulin) sehingga akan menghambat sekresi TSH (Thyreoid

Stimulating Hormone) sehingga mengakibatkan berkurang produksi atau sekresi hormon tiroid.

KELENJAR TIROID

A. Anatomi dan Histologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4cm, yaitu pada akhir bulan

pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama

dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar tumbuh kearah

bawah mengalami migrasi ke bawah yang akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas,

ia berbentuk sebagai duktus tiroglosus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada

umumnya duktus ini akan menghilang pada usia dewasa, tetapi pada beberapa kedaan akan

menetap sehingga dapat terjadi kelenjar di sepanjang jalan tersebut, yaitu antara kartilago tiroid

dengan basis lidah yang disebut persisten duktus tiroglosus.

Gambar Kelenjar tiroid

Page 47: Skenario c Blok 14 Fix

47

Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, terdiri atas dua lobus yang dihubungkan

oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsula fibrosa menggantungkan kelenjar ini

pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan

terangkatnya kelenjar ke arah cranial, yang merupakan cirri khas kelenjar tiroid. Setiap lobus

tiroid yang berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm.

berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan masukan yodium. Pada orang dewasa

beratnya berkisar antara 10-20gr. Vaskularisasi kelenjar tiroid terdiri dari A. tiroidea superior

berasal dari a. karotis komunis atau a. karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari a. subklavia dan a.

tiroid ima berasal dari a. brakiosefalik salah satu cabang arkus aorta. Setiap folikel tiroid

diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik, sedangkan system vena berasal dari pleksus

perifolikular yang menyatu dipermukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.

Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5ml/gr kelenjar/menit. Dalam keadaan

hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop terdengar bising aliran

darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar.

Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar paratiroid

menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi di lobus medius, sedangkan nervus

laringeus rekuren berjalan disepanjang trakea di belakang tiroid. Pembuliuh getah bening klenjar

tiroid brhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini kearah

nodus pralaring yang tepat berada di atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosfalik dan

sebagian ada yang langsung ke duktus torasikus.

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian

berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triiodotironin (T3). Iodium nonorganik yang diserap dari

saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40

kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid.

T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam

tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di

Page 48: Skenario c Blok 14 Fix

48

dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat

oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin

pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid

stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar

tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai

negative feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Pada

pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi

untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.

B. Fisiologi dan Hormon

Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu T3, T4 dan sedikit kalsitonin. Hormon

ini diangkut oleh protein pengangkut, protein pengangkut itu adalah TBG (thyroxine binding

globulin), TBPA (thyroxine binding prealbumin), T3U (T3 resin uptake) dan TBI (thyroxine

binding Index). Peningkatan protein pengangkut TBG menyebabkan peningkatan hormon T4 dan

penurunan protein pengangkut T3U. Peningkatan TBG disebabkan oleh pengobatan estrogen,

perfenazin, Kehamilan, Bayi baru lahir, Hepatitis infeksiosa dan Peningkatan sintesis herediter.

Sedangkan penurunan kadar TBG dipengaruhi oleh pengobatan steroid anabolik dan androgen,

Sakit berat atau pembedahan, Sindroma nefrotik dan Defisiensi kongenital.

Fungsi kelenjar tiroid

Fungsi dari hormon-hormon tiroid antara lain adalah:

a. Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya meningkatkan metabolisme

karena peningkatan komsumsi oksigen dan produksi panas. Efek ini pengecualian untuk otak, lien,

paru-paru dan testes

b. Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam intensitas dan cepatnya

reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya tetapi waktunya lebih singkat dibanding dengan T4.

T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat dirubah menjadi T3 setelah dilepaskan dari folikel

kelenjar.

c. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya pertumbuhan saraf dan tulang

d. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin

e. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan kontraksi otot dan

menambah irama jantung.

f. Merangsang pembentukan sel darah merah

Page 49: Skenario c Blok 14 Fix

49

g. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh terhadap kebutuhan

oksigen akibat metabolisme

h. Bereaksi sebagai antagonis insulinTirokalsitonin mempunyai jaringan sasaran tulang dengan

fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum dengan menghambat reabsorpsi kalsium di tulang.

Faktor utama yang mempengaruhi sekresi kalsitonin adalah kadar kalsium serum. Kadar kalsium

serum yang rendah akan menekan pengeluaran tirokalsitonin dan sebaliknya peningkatan kalsium

serum akan merangsang pengeluaran tirokalsitonin. Faktor tambahan adalah diet kalsium dan sekresi

gastrin di lambung.

Kerja Hormon Tiroid

1. Reseptor Hormon Tiroid

Hormon tiroid, T3 dan T4, beredar dalam plasma sebagian besar terikat pada protein tetapi dalam

keseimbangan dengan hormon bebas. Hormon bebaslah yang diangkut melalui difusi pasif

ataupun karier spesifik melalui membran sel, melalui sitoplasma sel, untuk berikatan dengan

suatu reseptor pesifik pada inti sel. Di dalam sel, T4 diubah menjadi T3 melalui deiodinase-5',

menunjukkan bahwa T4 merupakan suatu prohormon dan T3 adalah bentuk hormon aktif.

Reseptor inti untuk T3 telah dimurnikan. Merupakan salah satu dari "keluarga" reseptor,

kesemuanya sama dengan reseptor untuk retrovirus yang menyebabkan eritroblastosis pada anak

ayam, v-erb A, dan terhadap reseptor inti untuk glukokortikoid, mineralokortikoid, estrogen,

progestin, vitamin D3, dan asam retinoat . Reseptor hormon tiroid manusia (hTR) terdapat dalam

paling tidak tiga bentuk : hTR- 1 dan 2 dan hTR-1. hTR- mengandung 410 asam amino,

mempunyai berat molekul sekitar 47.000, dan gennya terletak pada kromosom hTR-

mengandung 456 asam amino, dengan berat molekul sekitar 52.000, dan gennya terdapat pada

kromosom 3. Setiap reseptor mengandung tiga daerah spesifik : suatu daerah amino terminal

yang meningkatkan aktivitas reseptor; suatu daerah pengikat-DNA sentral dengan dua "jari-jari"

sistein-seng; dan suatu daerah pengikat hormon terminal karboksil. Ada kemungkinan bahwa

hTR-l dan hTR-1 merupakan bentuk reseptor yang aktif secara biologik; hTR-2 tidak

mempunyai kemampuan mengikat hormon, tetapi berikatan dengan unsur respons hormon tiroid

(TRE) pada DNA dan dengan demikian dapat bertindak pada beberapa kasus untuk menghambat

aktivitas dari T3 . Afinitas pengikatan dari analog T3 terhadap reseptor T3 berbanding langsung

dengan aktivitas biologik dari analog. Mutasi titik pada gen hTR-, yang menimbulkan reseptor

T3 abnormal, merupakan penyebab dari sindroma resistensi generalisata terhadap hormon tiroid.

Page 50: Skenario c Blok 14 Fix

50

Reseptor hormon tiroid berikatan dengan tempat TRE spesifik pada DNA tanpa adanya T3 tidak

seperti kasus dengan reseptor hormon steroid. TRE terletak dekat, dengan promotor di mana

transkripsi dari gen hormone tiroid spesifik yang responsif diawali. T3 yang berikatan dengan

reseptor menimbulkan stimulasi, atau pada beberapa kasus inhibisi, dari transkripsi gen-gen ini

dengan akibat timbulnya perubahan dari tingkat transkripsi mRNA dari mereka. Perubahan

dalam tingkatan mRNA ini mengubah tingkatan dari produk protein dari gen ini. Proetin ini

kemudian memperantarai respons hormon tiroid. Reseptor ini sering berfungsi sebagai

heterodimer dengan faktor transkripsi lain seperti reseptor retinoat X dan reseptor asam retinoat.

2. Efek Fisiologik Hormon Tiroid

Efek transkripsional dari T3 secara karakteristik memperlihatkan suatu lag time berjam-jam atau

berhari-hari untuk mencapai efek yang penuh. Aksi genomik ini menimbulkan sejumlah efek,

termasuk efek pada pertumbuhan jaringan, pematangan otak, dan peningkatan produksi panas

dan konsumsi oksigen yang sebagian disebabkan oleh peningkatan aktivitas dari Na+-K+

ATPase, produksi dari reseptor beta-adrenergik yang meningkat. Sejumlah aksi dari T3 tidak

genomik, seperti penurunan dari deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan peningkatan dari transpor

glukosa dan asam amino. Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut ini.

Efek pada Perkembangan Janin

Sistem TSH tiroid dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia sekitar 11 minggu.

Sebelum saat ini, tiroid janin tidak mengkonsentrasikan I. Karena kandungan plasenta yang

tinggi dari deiodinase-5 tipe 3, sebagian besar T3 dan T4 maternal diinaktivasi dalam plasenta,

dan sangat sedikit sekali hormon bebas mencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin

sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri. Walaupun sejumlah pertumbuhan janin

terjadi tanpa adanya sekresi hormon tiroid janin, perkembangan otak dan pematangan skeletal

jelas terganggu, menimbulkan kretinisme (retardasi mental dan dwarfisme/cebol).

Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan Radikal Bebas

T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+-K+ ATPase

dalam semua jaringan kecuali otak, lien, dan testis. Hal ini berperan pada peningkatan kecepatan

metabolisme basal (keseluruhan konsumsi O2 hewan saat istirahat) dan peningkatan kepekaan

terhadap panas pada hipertiroidisme. Hormon tiroid juga menurunkan kadar dismutase

Page 51: Skenario c Blok 14 Fix

51

superoksida, menimbulkan peningkatan pembentukan radikal bebas anion superoksida. Hal ini

dapat berperan pada timbulnya efek mengganggu dari hipertiroidisme kronik.

Efek Kardiovaskular

T3 merangsang transkripsi dari rantai berat miosin dan menghambat rantai berat miosin,

memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase

dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi diastolik jantung; mengubah isoform

dari gen Na+ -K+ ATPase gen; dan meningkatkan reseptor adrenergik-beta dan konsentrasi

protein G. Dengan demikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang

nyata terhadap jantung. Hal ini merupakan penyebab dari keluaran jantung dan peningkatan nadi

yang nyata pada hipertiroidisme dan kebalikannya pada hipotiroidisme.

Efek Simpatik

Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-beta dalam otot

jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan limfosit. Mereka juga menurunkan reseptor

adrenergik-alfa miokardial. Di samping itu; mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin

pada tempat pascareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap katekolamin meningkat dengan

nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan penyekat adrenergik-beta dapat sangat

membantu dalam mengendalikan takikardia dan aritmia.

Efek Pulmonar

Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne normal pada pusat

pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi hipoventilasi, kadangkadang memerlukan ventilasi

bantuan.

Efek Hematopoetik

Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan peningkatan

produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak

meningkat karena hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit. Hormon tiroid

meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit, memungkinkan peningkatan disosiasi O2

hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi

pada hipotiroidisme.

Efek Gastrointestinal

Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbuklan peningkatan motilitas dan

diare pada hipertiroidisme dan memperlambat transit usus serta konstipasi pada hipotiroidisme.

Page 52: Skenario c Blok 14 Fix

52

Hal ini juga menyumbang pada timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada

hipotiroidisme dan pertambahan berat pada hipotiroidisme.

Efek Skeletal

Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorpsi tulang, dan

hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan demikian, hipertiroidisme dapat

menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat, hiperkalsemia sedang,

hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolin urin dan hubungan-silang pyridinium.

Efek Neuromuskular

Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein struktural, pada

hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan kehilangan jaringan otot atau

miopati. Hal ini dapat berkaitan dengan kreatinuria sontan. Terdapat juga suatu peningkatan

kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperefleksia atau

hipertiroidisme-atau sebaliknya pada hipotiroidisme. Hormon tiroid penting untuk

perkembangan dan fungsi normal dari susunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada

hipertiroidisme serta kelambanan pada hipotiroidisme dapat mencolok.

Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat

Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati demikian pula absorpsi

glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme akan mengeksaserbasi diabetes melitus primer.

Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya meningkat oleh hormon tiroid. Efek yang terakhir ini

sebagian besar disebabkan oleh suatu peningkatan dari reseptor low-density lipoprotein (LDL)

hati, sehingga kadar kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang berlebihan. Lipolisis juga

meningkat, melepaskan asam lemak dan gliserol. Sebaliknya, kadar kolesterol meningkat pada

hipotiroidisme.

Efek Endokrin

Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan obat-obatan

farmakologik. Contohnya, waktu-paruh dari kortisol adalah sekitar 100 menit pada orang normal,

sekitar 50 menit pada pasien hipertiroid, sekitar 150 menit pada pasien hipotiroid. Kecepatan

produksi kortisol akan meningkat pada pasien hipertiroid; dengan fungsi adrenal normal

sehingga mempertahankan suatu kadar hormon sirkulasi yang normal. Namun, pada seorang

pasien dengan insufisiensi adrenal, timbulnya hipertiroidisme atau terapi hormon tiroid dari

hipotiroidisme dapat mengungkapkan adanya penyakit adrenal. Ovulasi dapat terganggu pada

Page 53: Skenario c Blok 14 Fix

53

hipertiroidisme maupun hipotiroidisme, menimbulkan infertilitas, yang dapat dikoreksi dengan

pemulihan keadaan eutiroid. Kadar prolaktin serum meningkat sekitar 40% pada pasien dengan

hipotiroidisme, kemungkinan suatu manifestasi dari peningkatan pelepasan TRH; hal ini akan

kembali normal dengan terapi T4.

C. Kelainan-kelainan pada Kelenjar Tiroid

a. Hipotiroidisme

Hipotiroisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi hormon tiroid, yang kemudian

mengakibatkan perlambatan proses metabolik. Hipotiroidisme pada bayi dan anak-anak

berakibat pertambatan pertumbuhan dan perkembangan jelas dengan akibat yang menetap yang

parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme dengan awitan pada usia dewasa menyebabkan

perlambatan umum organisme dengan deposisi glikoaminoglikan pada rongga intraselular,

terutama pada otot dan kulit, yang menimbulkan gambaran klinis miksedema. Gejala

hipotiroidisme pada orang dewasa kebanyakan reversibel dengan terapi.

b. Hipertiroidisme dan Tirotoksikosis

Tirotoksikosis adalah sindroma klinis yang terjadi bila jaringan terpajan hormon tiroid beredar

dalam kadar tinggi. Pada kebanyakan kasus, tiroksikosis disebabkan hiperaktivitas kelenjar tiroid

atau hipertiroidisme. Kadang-kadang, tirotoksikosis bisa disebabkan sebab-sebab lain seperti

menelan hormon tiroid berlebihan atau sekresi hormon tiroid berlebihan dari tempat-tempat

ektopik. Keadaan-keadaan yang berkaitan dengan Tirotoksikosis adalah:

1) Toksik goiter difusa (penyakit Graves)

Penyakit Graves adalah bentuk tirotoksikosis yang paling umum dan dapat terjadi pada segala

umur, lebih sering pada wanita dengan pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari hal-hal

ini : (1) tirotoksikosis (2) goiter (3) oftalmopati (eksoftalmos) dan (4) dermopati (miksedema

pretibial).

2) Toksik adenoma (penyakit Plummer)

Adenoma fungional yang mensekresi T3 dan T4 berlebihan akan menyebabkan hipertiroidisme.

Lesi-lesi ini mulai sebagai "nodul panas" pada scan tiroid, pelan-pelan bertambah dalam ukuran

dan bertahap mensupresi lobus lain dari kelenjar tiroid

3) Toksik goiter multinodular

Page 54: Skenario c Blok 14 Fix

54

Kelainan ini terjadi pada pasien-pasien tua dengan goiter multinodular yang lama. Oftalmopati

sangatlah jarang. Klinis pasien menunjukkan takikardi, kegagalan jantung atau aritmia dan

kadang-kadang penurunan berat badan, nervous, tremor dan berkeringat. Pemeriksaan fisik

memperlihatkan goiter multinodular yang dapat kecil atau cukup besar dan bahkan membesar

sampai substernal. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan TSH tersupresi dan kadar T3 serum

yang sangat meningkat, dengan peningkatan kadar T4 serum yang tidak terlalu menyolok. Scan

radioiodin menunjukkan nodul fungsional multipel pada kelenjar atau kadang-kadang

penyebaran iodin radioaktif yang tidak teratur dan bercak-bercak.

4) Tiroiditis subakut

Keadaan ini akan dibicacakan pada bagian tersendiri, tetapi harus disebutkan di sini bahwa

tiroiditis, baik subakut atau kronis dapat berupa perlepasan akut T4 dan T3 menimbulkan gejala-

gejala tirotoksikosis dari ringan sampai berat. Penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari bentuk

tirotoksikosis lain di mana ambilan radioiodin jelas tersupresi, dan biasanya gejala-gejala

menghilang spontan dalam waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

5) Fase hipertiroid pada tiroiditis Hashimoto

6) Tiroksikosis factitia

Ini adalah gangguan psikoneurotik di mana tiroksin atau hormon tiroid dimakan dalam jumlah

berlebihan, biasanya untuk tujuan mengendalikan berat badan. Individu biasanya adalah

seseorang yang berhubungan dengan obat-obatan sehingga mudah mendapatkan obat-obatan

tiroid. Gambaran tirotoksikosis termasuk penurunan berat badan, nervous, palpitasi, takikardi

dan tremor bisa didapatkan, tetapi tidak ada tanda-tanda atau goiter. Karakteristik adalah TSH

disupresi, kadar T4 dan T3 serum yang meningkat dan tidak adanya arnbilan iodin radioaktif.

Penanganan membutuhkan diskusi yang berhati-hati tentang bahaya terapi tiroid jangka panjang,

terutama kerusakan kardiovaskuler dan hilangnya otot, dan osteoporosis. Psikoterapi formal

mungkin diperlukan

7) Bentuk tirotoksikosis yang jarang

Struma ovarium, metastasis karsinoma tiroid (folikular), mola hidatidiformis, tumor hipofisis

yang mensekresi TSH, resistensi hipofisis terhadap T3 dan T4.

IX. KESMPULAN

Page 55: Skenario c Blok 14 Fix

55

Nn. SS, 22 tahun, mengalami krisis tiroid yang disebabkan oleh grave’s disease dan

dicetuskan oleh infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta:

EGC

Djokomoeljanto. R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme dalam Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 2006.

Guyton.A.C, Hall.J.E. Hormon Metabolik Tiroid dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran

Edisi 9. Jakarta EGC 1997: 1187-1189

Jiang Y, Karen AH, Bartelloni P. Thyroid strom presenting as multiple organ dysfunction

syndrome. Chest. 2000;118:877-879.

Mutaqin, Halim. 2001. Ilmu Penyaakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta: EGC

Ramirez JI, Petrone P, Kuncir EJ, Asensio JA. Thyroid strom induced bystrangulation.

Southern Medical  Association. 2004;97:608-610.

Roizen M, Becker CE. Thyroid strom. The Western Journal  of Medicine. 1971;115:5-9

Sjamsuhidayat R, De jong W. Sistem endokrin dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II.

Jakarta EGC 2005:2:683-695.

Stein, MD, Jay. H. 2001. Panduan Klinik lmu Penyakit Dalam Edisi 3. Jakarta: EGC

Subekti I, Suyono S. Krisis Tiroid. Panduan Tata Laksana Kegawatdaruratan Di Bidang

Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo bekerjasama dengan PAPDI. Jakarta: November 2009.

Sylvia A. Price. 2006. Patologi. Jakarta ; EGC

Tietgens ST, Leinung MC. Thyroid storm. Med Clin N Amer. 1995; 79: 169.