Laporan Fix Skenario a Blok 15

117
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 15 Disusun oleh : Kelompok 10 Anggota Eko Roharto Harahap 04011181320063 RA Deta Hanifah 04011281320023 Tri Kurniawan 04011281320019 Akbar Rizly Wicaksana 04011381320003 Abi Rafdi 04011281320013 Zana Almira 04011181320107 Alind Praditya Racha C 04011181320053 Ayub 04011281320051 Anusha G Perkas 04011381320081 M Auzan Ridho 04011381320075 Endy Averoussely P 04011381320017 Regina Paranggian L Toruan 04011281320009 Feliani 04011181320027 Tutor : dr. Zulkarnain Musa Sp.PA PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 1

description

laporan tutorial

Transcript of Laporan Fix Skenario a Blok 15

Page 1: Laporan Fix Skenario a Blok 15

LAPORANTUTORIAL SKENARIO A BLOK 15

Disusun oleh : Kelompok 10

Anggota

Eko Roharto Harahap 04011181320063RA Deta Hanifah 04011281320023Tri Kurniawan 04011281320019Akbar Rizly Wicaksana 04011381320003Abi Rafdi 04011281320013Zana Almira 04011181320107Alind Praditya Racha C 04011181320053Ayub 04011281320051Anusha G Perkas 04011381320081M Auzan Ridho 04011381320075Endy Averoussely P 04011381320017Regina Paranggian L Toruan 04011281320009Feliani 04011181320027

Tutor : dr. Zulkarnain Musa Sp.PA

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015

1

Page 2: Laporan Fix Skenario a Blok 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan Tutorial

Skenario A Blok 15 ini dapat terselesaikan dengan baik.

Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari

skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada dr. Zulkarnain Musa Sp.PA serta

pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini.

Tak ada gading yang tak retak.Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini

masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat

bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Tim Penyusun

2

Page 3: Laporan Fix Skenario a Blok 15

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................................2

Daftar Isi...............................................................................................................................3

I. Skenario....................................................................................................................4

II. Klarifikasi Istilah......................................................................................................5

III. Identifikasi Masalah.................................................................................................6

IV. Analisis Masalah......................................................................................................7

V. Keterkaitan Masalah................................................................................................30

VI. Hipotesis……………………………………………………………………………….31

VII. Learning Issue.........................................................................................................31

A. Anatomi dan Fisiologi Jantung dan Pembuluh Darah…………………………… 31

B. Sindroma Koroner Akut…………………………………………………………..41

C. EKG………………………………………………………………………………..45

D. Penanda Jantung (Cardiac Marker)……………………………………………...57

E. Hipertensi …………………………………………………………………………60

F. Miokard Infark ……………………………………………………………………69

VIII. Kerangka Konsep.....................................................................................................79

IX. Kesimpulan...............................................................................................................80

X. Daftar Pustaka..........................................................................................................81

3

Page 4: Laporan Fix Skenario a Blok 15

I.SKENARIO A BLOK 15

Mr. T, 56 years old, a becak driver, comes to MH Hospital because he has been having epigastric

pain since 8 hours ago while he was working. The pain radiated his lower jaw, and it felt like

burning. He was unconscious for three minutes. He also complained shortness of breath,

sweating, and nauseous. He has history of hypertension. He is a heavy smoker.

Physical Exam

Dyspnea, height : 160cm, body weight : 70kg, BP ; 150/100 mmHg, HR : 58bpm regular, PR : 58

bpm, regular, equal, RR : 24x /min.

Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds, minimal basal rales (+) on both side,

liver : not palpable, ankle edema (-).

Laboratory Result

Hemoglobin : 14 g/dL, WBC : 9.800 mm3, Diff count : 0/2/5/65/22/6, ESR 20/mm3, platelet :

214.000/mm3.

Total cholesterol 328 mg%, triglyceride 285 mg%, LDL 194 mg%, HDL 25 mg%

CK NAC 473 U/L, CK MB 72 U/L, Troponin I : 0,3 nm/ml.

Additional Exam

Chest X-ray : cor : CTR > 50%, boot-shaped, Lungs : bronchovascular marking increased.

ECG : sinus rhythm, normal axis, HR : 58 bpm, regular, PR interval 0,24sec. pathologic Q

wave/ST elevation at lead II, III, aVF and ST depression at lead V1, V2, V3.

4

Page 5: Laporan Fix Skenario a Blok 15

II. KLARIFIKASI ISTILAH

No. Istilah Pengertian

1 Epigastric pain Rasa nyeri dan tidak nyaman pada abdomen atas dengan atau tanpa disertai

heartburn.

2 Nauseous (Mual) Perasaan tidak nyaman pada perut yang biasanya muncul sebelum muntah.

3 Hypertension Tingginya tekanan darah arteri secara persisten

4 Dyspneu Pernapasan yang sukar atau sesak.

5 Pallor Pucat seperti pada kulit.

6 Sinus rhythm Irama jantung normal yang berasal dari impuls yang dicetuskan oleh nodus

SA yang terletak di dekat muara vena cava superior di atrium kanan jantung.

7 Diaphoresis Mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang terinfeksi dalam tubuh

dengan cara berkeringat secara berlebihan.

8 Muffle Heart Sound Suara jantung yang terdengar melemah atau menjauh.

9 Minimal basal rales Suara pernapasan abnormal yang terdengar.

10 CK NAC Enzim yang keluar dari otot jantung (miokard) yang mengalami infark.

11 CK MB Kadar keratin kinase dengan fraksi MB yang merupakan indicator untuk

nekrosis miokard.

12 Troponin I Molekul protein yang merupakan bagian dari otot rangka dan otot jantung.

13 ESR Erythrocyte Sedimentation Rate (Tes yang secara tidak langsung dipakai

untuk mengukur seberapa banyak inflamasi yang ada dalam tubuh).

14 CTR (Cardio Thorax

Ratio)

Suatu cara pengukuran besarnya jantung dengan mengukur perbandingan

antara ukuran jantung dan lebarnya rongga dada pada foto thorax proyeksi

PA.

15 Boot-shaped Hasil foto rontgen dada dimana didapatkan adanya pembesaran dari

ventrikel kanan dengan penampakan jantung seperti sepatu boot.

16 Bronchovascular Pembuluh darah yang memperdarahi bronkial.

17 ST-elevation Gelombang EKG abnormal yang menandakan adanya acute myocard infark

dan perikarditis.

18 ST-depression Segmen ST berada dibawah garis isoelektrik infark meliputi otot jantung

bagian dalam (subendocardial).

19 aVF Sadapan ektremitas tambahan yang diperoleh dari elektroda yang sama

sebagai sadapan I, II, dan III.

5

Page 6: Laporan Fix Skenario a Blok 15

III. IDENTIFIKASI MASALAH

No Identifikasi Masalah Main Problem

1. Mr. T, 56 years old, a becak driver, comes to MH Hospital because he has been

having epigastric pain since 8 hours ago while he was working. The pain

radiated his lower jaw, and it felt like burning. He was unconscious for three

minutes.

VVV

2. He also complained shortness of breath, sweating, and nauseous. He has

history of hypertension. He is a heavy smoker.

VV

3. Physical Exam

Dyspnea, height : 160cm, body weight : 70kg, BP ; 150/100 mmHg, HR :

58bpm regular, PR : 58 bpm, regular, equal, RR : 24x /min.

Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds, minimal basal rales

(+) on both side, liver : not palpable, ankle edema (-).

V

4. Laboratory Result

Hemoglobin : 14 g/dL, WBC : 9.800 mm3, Diff count : 0/2/5/65/22/6, ESR

20/mm3, platelet : 214.000/mm3.

Total cholesterol 328 mg%, triglyceride 285 mg%, LDL 194 mg%, HDL 25 mg

%

CK NAC 473 U/L, CK MB 72 U/L, Troponin I : 0,3 nm/ml.

V

5. Additional Exam

Chest X-ray : cor : CTR > 50%, boot-shaped, Lungs : bronchovascular marking

increased.

ECG : sinus rhythm, normal axis, HR : 58 bpm, regular, PR interval 0,24sec.

pathologic Q wave/ST elevation at lead II, III, aVF and ST depression at lead

V1, V2, V3.

V

6

Page 7: Laporan Fix Skenario a Blok 15

IV. ANALISIS MASALAH

Mr. T, 56 years old, a becak driver, comes to MH Hospital because he has been having

epigastric pain since 8 hours ago while he was working. The pain radiated his lower jaw, and it

felt like burning. He was unconscious for three minutes.

a. Apa hubungan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan dengan keluhan pada Mr. T?

Kerentanan terhadap aterosklerosis koroner yang merupakan penyebab utama Infark Miokard

meningkat seiring bertambahnya usia. Namun demikian jarang timbul penyakit serius sebelum usia

40 tahun, dan ketika memasuki usia 40 hingga 60 tahun, insiden infark miokard meningkat hingga

5 kali lipat. Secara keseluruhan, resiko aterosklerosis koroner lebih besar pada laki-laki

dibandingkan pada perempuan. Perempuan relative lebih kebal terhadap penyakit ini sampai usia

setelah menopause karena terdapat efek perlindungan estrogen. Pada kasus Mr.T bekerja sebagai

tukang becak, yang pekerjaannya tergolong berat untuk usia 56 th. Saat mengayuh becak

kebutuhan oksigen di tubuh maupun jantung meningkat. Mr.T adalah seorang perokok berat

dimana rokok mengandung ribuan senyawa kimia yang bersifat toksin, karsinogenik, dan

terotogenik. Senyawa-senyawa kimia yang terkandung di rokok antara lain nikotin, tar, caffeine,

dietil eter, polifenol, naftalena, dan senyawa berbahaya lainnya. Senyawa-senyawa kimia dalam

rokok menurunkan HDL dalam tubuh sehingga timbul plak. Kondisi ini juga diperparah oleh

riwayat hipertensinya. Karena adanya plak, lumen menyempit sehingga aliran darah terhambat,

suplai oksigen dan nutrisi ke miokard berkurang (padahal dibutuhkan pasokan O2 yang lebih

banyak). Jadi miokard melakukan metabolisme anaerob sehingga terbentuk asam laktat dimana

terjadi penurunan pH yang selanjutnya akan merangsang serabut saraf nyeri melalui symphatetic

afferent pada area korteks sensoris primer (area 3, 2, 1 Broadmann) sehingga timbul rasa nyeri di

bagian epigastric. Akibat berkurangnya pasokan oksigen juga menyebabkan Mr.T tidak sadar,

sesak nafas, dan mual.

b. Apa yang menyebabkan nyeri di daerah epigastrik pada Mr. T?

Hipoksia yang terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel untuk melakukan metabolisme

anaerob, sehingga menghasilkan asam laktat dan juga merangsang pengeluaran zat-zat iritatif

lainnya seperti histamine, kinin, atau enzim proteolitik seluler yang merangsang ujung-ujung

syaraf reseptor nyeri di otot jantung, impuls nyeri dihantarkan melalui serat saraf aferen simpatis,

kemudian dihantarkan ke thalamus, korteks serebri, serat saraf aferen, dan dipersepsikan nyeri

dada. Adapun nyeri epigastirum yang dikeluhkan Mr.T merupakan nyeri alih dari nyeri dada

tersebut. Nyeri alih merupakan nyeri yang berasal dari salah satu daerah di tubuh tapi dirasakan

terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi

oleh segmen medulla spinalis yang sama dengan viskus nyeri tersebut. Apabila dialihkan ke

7

Page 8: Laporan Fix Skenario a Blok 15

permukaan tubuh, maka nyeri visera umumnya terbatas di segmen dermatom tempat organ visera

tersebut berasal pada masa mudigah, tidak harus di tempat organ tersebut pada masa dewasa. Pada

kasus ini, distribusi nyeri sesuai dengan dermatom diamana organ tersebut berasal saat embrio

yakni C3-T5. Sehingga nyeri dari jantung akan dialihkan ke permukaan tubuh bagian yang

dipersarafinya (dada, punggung, lengan, rahang bawah, epigastrium).

c. Apa penyebab Mr. T tidak sadar? Bagimana mekanismenya?

Pada penderita sindrom koroner akut, akan menyebabkan perfusi darah ke jantung tidak adekuat,

bahkan pada beberapa kejadian penderita sindrom koroner akut dapat mengalami infark miokard.

Infark pada jaringan otot jantung akan menyebabkan fungsi jantung sebagai alat pompa darah ke

seleuruh jaringan tubuh terhambat. Pada gangguan fungsi jantung yang berat dapat menyebabkan

penurunan perfusi darah yang mengandung glukosa dan oksigen sebagai bahan metabolisme ke

otak dan jaringan lain. Penurunan perfusi yang berat pada otak dapat mengganggu proses

metabolisme otak. Dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran hingga syncope.

d. Apa penyebab nyeri menjalar ke rahang bawah seperti rasa terbakar? Bagaimana mekanismenya?

Nyeri diperkirakan disebabkan oleh penimbunan metabolit dan defisiensi oksigen, yang

merangsang ujung-ujung saraf sensorik di miokardium. Serat-serat saraf aferen naik ke SSP

melalui cabang-cabang kardiak trunkus simpatikus dan masuk ke medulla spinalis melalui akar

dorsalis lima saraf torakalis paling atas (T1-T5). Nyeri jantung tidak dirasakan di jantung tapi

beralih ke bagian kulit (dermatom) yang dipersarafi oleh saraf spinalis (somatik) yang sesuai. Oleh

karena itu, daerah kulit yang dipersarafi oleh lima saraf interkostalis teratas dan saraf brakhialis

intercostal (T2) akan terkena. Di dalam SSP tentunya terjadi sejumlah penyebaran impuls nyeri

karena nyeri kadang-kadang terasa di leher dan rahang.

8

Page 9: Laporan Fix Skenario a Blok 15

He also complained shortness of breath, sweating, and nauseous. He has history of

hypertension. He is a heavy smoker.

a. Bagaimana penyebab dan mekanisme :

Napas pendek

Mual

Berkeringat

Napas pendek

Pada infark miokard akut terjadi penurunan curah jantung (suplai darah menurun) sehingga terjadi

hipoksia di jaringan. Sebagai mekanisme kompensasinya, akan terjadi peningkatan usaha bernapas

dan denyut jantung dipercepat oleh respon adrenergic.

Mual

Nausea merupakan efek yang dihasilkan oleh respon neuromuscular. Pada kasus ini, terjadi ST

Elevasi Miocard Infarction dimana sekitar seperempat kasus STEMI bermanifestasi hiperaktivitas

saraf simpatis. Stimulasi saraf simpatis akan menurunkan gerak lambung dan sekresi asam

lambung. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya nausea.

Berkeringat

Aktivasi saraf simpatis juga akan menyebabkan pengeluaran keringat yang berlebihan dan

meningkatkan kontraksi jantung sehingga heart rate nya juga meningkat

b. Bagaimana hubungan riwayat hipertensi dan perokok berat dengan gejala pada kasus?

Kebiasaan merokok yang dilakukan Mr.T dan riwayat hipertensi membuat terjadinya disfungsi dan

jejas endotel sehingga nantinya timbul atherosklerosis. Adanya faktor presipitasi membuat ruptur

atherosklerosis tersebut dan menyumbat arteri koroner. Penyumbatan ini menyebabkan gejala-

gejala yang dialami Mr.T.

Physical Exam

9

Page 10: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Dyspnea, height : 160cm, body weight : 70kg, BP ; 150/100 mmHg, HR : 58bpm regular, PR : 58

bpm, regular, equal, RR : 24x /min.

Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds, minimal basal rales (+) on both

side, liver : not palpable, ankle edema (-).

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?

Pemeriksaan

Fisik

Hasil

Pemeriksaan

Nilai

Normal

Interpretasi

Pernafasan Dsypnea - Gangguan jantung dan

paru /obesitas

BMI Ht: 160 cm,

BW: 55 kg

BMI21,48

kg/m2

18,5-22,9 Normal

BP 150/100 120/80 Hipertensi

HR 58 bpm reguler 60-100 bpm Bradicardia

PR 58 bpm,

reguler, equal

60-100 bpm,

reguler

RR 24x/menit 12-20

x/menit

Tinggi

Warna kulit Pallor Tidak pucat Tidak Normal

JVP <5-2> <5-2> Normal

Basal Rales (+) (-) Tidalk Normal

Liver

palpable

(-) (-) Normal

Ankle edema (-) (-) Normal

Diaphoresis (+) (-) Tidak normal

Muffle heart

sound

(+) (-) Terdapat darah diruang

pericardium

b. Bagaimana mekanisme abnormalnya?

10

Page 11: Laporan Fix Skenario a Blok 15

1. Dyspnea

Mekanisme Abnormal :

Gagal jantung CO perfusi O2 di periferjaringan kekurangan O2 kemoreseptor O2 di

badan karotisserabut aferen melalui nervus glosofaringeus pusat pengaturan pernafasan di

medulla mekanisme kompensasi sesak nafas.

2. Blood Pressure: 150/100 mmHg, HR 58 bpm regular.

Mekanisme abnormal BP: adanya atherosclerosis sehingga terjadi penyempitan lumen

menyebabkan tekanan darah meningkat.

3. Heart Rate

Intepretasi HR : di bawah normal (bradikardi)

Mekanisme abnormal:

Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis

(takikardia dan atau hipertensi) sedangkan pada pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas

parasimpatis (bradikardia dan atau hipotensi). Mr. T mengalami bradikardi karena adanya

hiperaktivitas parasimpatis, tapi mengalami hipertensi kareena ia telah memiliki riwayat penyakit

tersebut sebelumnya.

4. Pallor, diaphoresis

Pallor

Iskemik jantung yang luas kegagalan kompensasi<< perfusi jaringan perifer pallor

5. Diaphoresis

HR rendah perapatan aliran darah terbentuk konduksi panas oleh darah merangsang area

preoptik (dibagian anterio hipotalamus) ke medulla spinalis melalui jaringan saraf otonom

ke kulit seluruh tubuh melalui jaras simpatis merangsang kelenjar keringat berkeringat

(diaphoresis)

6. Muffle heart sounds.

Infark transmural dinding nekrotik yang tipis pecah perdarahan masif ke dalam kantong

perikardium yang relatif tidak elastis dan tidak berkembang kantong perikardium terisi darah

menekan jantung saat auskultasi terdengar muffle heart sounds

Bunyi jantung kecil karena pompa jantung tidak kuat lagi, katup jantung juga menutup

lemah, aliran darah balik juga lemah, menyebabkan suara yang terdengar seperti sayup,

jauh.

Laboratory Result

11

Page 12: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Hemoglobin : 14 g/dL, WBC : 9.800 mm3, Diff count : 0/2/5/65/22/6, ESR 20/mm3, platelet :

214.000/mm3.

Total cholesterol 328 mg%, triglyceride 285 mg%, LDL 194 mg%, HDL 25 mg%

CK NAC 473 U/L, CK MB 72 U/L, Troponin I : 0,3 nm/ml.

a. Bagaimana interpretasi?

Pemeriksaan Nilai Kasus Nilai Normal Interpretasi

Hemoglobin 14 g/dl 13,5-17,0 g/dl Normal

WBC 6000/mm3 5000-10000/mm3 Normal

Diff Count

Basofil 0 % 0-1 % Normal

Eosinofil 2 % 1-3% Normal

Neutrofil Batang 5 % 2-6 % Normal

Neutrofil Segmen 65 % 50-70 % Normal

Limfosit 22 % 20-40 % Normal

Monosit 6 % 2-8 % Normal

ESR 20/mm3 0-15/mm3 Meningkat

Platelet 214.000/mm3 150.000-350.000/mm3 Normal

Kolesterol Total 328 mg% < 200 mg% Hiperkolesterolemia

> 200 waspada PJK

Trigliserida 285 mg% < 150 mg% Meningkat

LDL 194 mg% < 130 mg% Meningkat

HDL 25 mg% > 55 mg% Menurun

CK NAC 473 U/L 80 U/L Meningkat

CK MB 72 U/L < 16 U/L Normal tinggi

(kadarnya meningkat 3-12

jam setelah IMA,

puncaknya 12-24 jam,

kembali ke normal setelah

2-3 hari)

Troponin 0,3 ng/ml < 0,03 ng/ml Meningkat

(kadarnya meningkat 2-8

jam setelah IMA,

puncaknya 12-96 jam,

menurun kadarnya setelah

12

Page 13: Laporan Fix Skenario a Blok 15

hari ke-14)

b. Bagaimana mekanisme abnormalnya?

- ESR 20/mm3 (Lebih dari Normal)

LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu

radang jangka lama, misalnya artritis, atau dsebabkan oleh tubuh yang terserang infeksi. LED

tinggi juga dapat terjadi pada :

Anemia

Kanker seperti  lymphoma atau multiple myeloma

Kehamilan

Penyakit Thyroid

Diabetes

Penyakit  jantung

- Total cholesterol 328 mg% (Lebih dari Normal

Triglyceride 285 mg% ( Lebih dari Normal)

LDL 194 mg% (Lebih dari normal)

HDL 25 mg% (kurang dari normal)

Peningkatan Total kolesterol, trigliserid, LDL dan penurunan HDL merupakan faktor resiko

yang mempermudah terjadinya arterosklerosis.

Plak arterosklerosis terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan

fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung llemak

dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan

dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang kleretakan

timbul pada dinding yang paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan

makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap). Terjadinya ruptur

menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya

trombus.

- CK NAC 473 U/L (lebih dari normal)

CK NAC meningkat karena otot rangka atau jantung mengalami jejas.

Creatin Kinase

13

Page 14: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Kreatin kinase terdapat dalam aktivitas tinggi di otot jantung, otot rangka dan otak, serta tidak

terdapat didalam hepar dan eritrosit. Terdiri dari 2 dimer subunit B dan M dan tiga iso enzim

BB, MB, dan MM, CK-MB hampir seluruhnya terdapat didalam miokrdium dan BB didalam

otak. Nilai rujukan CK-MB adalah 7-25 U/L .CK-MB terlepas dalam sirkulasi setelah IMA

paling cepat terdeteksi 3-4 jam setelah onset gejala dan tetap meningkat kira-kira 65 jam

paska infark.

- CK MB 72 U/L (Lebih dari Normal)

Pada nekrosis otot jantung, protein intraseluler yang salah satunya adalah CK MB akan masuk

dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan

aliran limfatik. CK-MB terlepas dalam sirkulasi setelah IMA; paling cepat terdeteksi 3-4 jam

setelah onset gejala.

- Troponin I : 0,3 ng/ml

Troponin I meningkat mengidentifikasi positif cedera sel miokardium.

Troponin adalah protein spesifik yang ditemukan dalam otot jantung dan otot rangka.

Bersama dengan tropomiosin, troponin mengatur kontraksi otot. Kontraksi otot terjadi karena

pergerakan molekul miosin di sepanjang filamen aktin intrasel. Troponin terdiri dari tiga

polipeptida :

1. Troponin C (TnC) dengan berat molekul 18.000 dalton, berfungsi mengikat dan mendeteksi

ion kalsium yang mengatur kontraksi.

2. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik yang

berfungsi mengikat aktin.

3. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin.

Dari tiga polipeptida tersebut, hanya bentuk troponin I (cTnI) dan troponin T (cTnT) yang

ditemukan di dalam sel-sel miokardium, tidak pada jenis otot lain.

cTnI dan cTnT dikeluarkan ke dalam sirkulasi setelah cedera miokardium. Sel-sel otot rangka

mensintesis molekul troponin yang secara antigenis berbeda dengan troponin jantung.

Pembebasan troponin jantung dari miokardium yang cedera terjadi dalam dua fase. Pertama,

pada kerusakan awal beberapa troponin jantung dengan cepat keluar dari sel-sel miokardium

dan masuk ke dalam sirkulasi bersama dengan CK-MB dan memuncak pada 4-8 jam. Dengan

demikian, kemunculan akut troponin jantung mengisyaratkan IMA. Kedua, troponin jantung

juga dibebaskan dari aparatus kontraktil intrasel. Pelepasan troponin yang berkelanjutan ini

memberikan informasi yang setara dengan yang diberikan oleh isoenzim laktat dehidrogenase

(LDH) untuk diagnosis konfirmatorik infark miokardium sampai beberapa hari setelah

kejadian akutnya.

14

Page 15: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Keluarnya troponin jantung ke sirkulasi sedikit lebih tertinggal dari mioglobin. Karena itu

penggabungan pengukuran mioglobin (sangat sensitif tetapi kurang spesifik untuk cedera

miokardium) dan troponin jantung (sangat spesifik untuk cedera miokardium) sangat

bermanfat.

c. Bagaimana sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan biomarker jantung berdasarkan waktu?

Ada 3 biomarker jantung utama pada infark mioard akut:

1. Creatine Kinase

- Isoenzim: CK-MM, CK-MB, CK-BB

- Mulai meningkat 4-6 jam setelah jejas, puncaknya 12-36 jam & kembali normal : 3-4 hari

2. Mioglobin

- Konsentrasi di otot jantung 2 kali lebi renda dibandingkan pada otot rangka

- Konsentrasi di plasma meningkat 2-3 jam setelah jejas miokardium, puncak : 6-12 jam,

kembali normal : 24 jam

- Reperfusi menyebabkan pencapaian puncak terjadi 4-6 jam lebih awal

3. Cardiac Troponin

- Kompleks troponin terdiri dari TnC, TnI, dan TnT

- Mulai terdeteksi di plasma: 4-10 jam, puncak: 12-48 jam,

tetap abnormal : 4-10 hari

- Direkomendasikan oleh ESC/ACC, the National Academy of Clinical

Biochemistrypenanda tunggal IMA

15

Page 16: Laporan Fix Skenario a Blok 15

16

Page 17: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Additional Exam

Chest X-ray : cor : CTR > 50%, boot-shaped, Lungs : bronchovascular marking increased.

ECG : sinus rhythm, normal axis, HR : 58 bpm, regular, PR interval 0,24sec. pathologic Q

wave/ST elevation at lead II, III, aVF and ST depression at lead V1, V2, V3.

a. Bagaimana interpretasi?

Hasil Interpretasi Keadaan normal

CTR >50% Tidak normal, menunjukkan

adanya perbesaran jantung

CTR < 50%

Boot shaped Tidak normal Tidak memperlihatkan

gambaran seperti boot

Heart rate : 58bpm Tidak normal 60-100 bpm

PR interval 0,22 second Tidak normal 0,12-0,20 second

Pathologic Q wave Tidak normal Normal Q wave

Elevasi ST di LII, III aVf Tidak normal Tidak terjadi elevasi

SR depresi di V1, V2, V3 Tidak normal Tidak terjadi depresi ST

b. Bagaimana mekanisme abnormalnya?

1. CTR >50%

CTR atau cardio thoracic ratio menggambarkan perbandingan antara jantung dengan rongga

thorax, dalam keadaan normal CTR bernilai <50%. CTR > 50% menggambarkan adanya

perbesaran jantung atau hipertropi. Hipertropi merupakan upaya kompensasi jantung dalam

menghadapi beban tekanan.

Nilai CTR di dapat dengan membandingkan rasio antara nilai maksimum dari transverse

diameter dari jantung (MD) dengan nilai maksimum dari transverse diameter dari rongga

dada (ID)

CTR = MD / ID

Kondisi yang dapat menyebabkan CTR >50% =

A. Gagal jantung

B. Efusi perikardium

C. Hipertopi ventrikel kanan atau kiri

17

Page 18: Laporan Fix Skenario a Blok 15

2. Boot shaped

Boot shaped menggambarkan adanya perbesaran jantung yang lebih pasti. Infark miokard

disebabkan karena kebutuhan otot jantung terhadap oksigen tidak dapat terpenuhi karena

adanya oklusi. Akibatnya miokardium tidak dapat berkontraksi dengan normal, selain itu

metabolisme yang terjadi merupakan metabolisme anaerob yang menghasilkan asal laktas,

akibatnya terjadi penumpukan pH menjadi asam. Gabungan dari hipoksia, asidosis, dan

berkurangnya energi mengakibatkan fungsi ventrikel kiri semakin terganggu.

Berkurangnya fungsi ventrikel kiri menyebabkan perubahan hemodinamik. Perubahan yang

terjadi seperti curah jantung berkurang, karena berkurangnya volume sekuncup, berkurangnya

pengosongan ventrikel saat sistol akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya tekanan di

jantung kiri akan meningkat, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri juga akan meningkat, hal

ini dapat menimbulkan terjadinya hipertropi, terutama ventrikel kiri.

3. Lungs: bronchovascular marking increased

Bronchovascular marking yang meningkat berarti terdapat Infeksi pada saluran pernapasan

atau overload cairan. Infeksi dapat bersifat akut atau kronis. Jika laporan radiologi meningkat

tanda bronchovascular tapi situasi klinis tidak mendukung apapun yang dapat diabaikan dan

gambaran radiologi dapat dianggap normal

4. ECG: Normal axis

Normal axis menunjukkan tidak adanya deviasi axis pada jantung yang diakibatkan oleh

belum adanya hipertrofi pada jantung, baik hipertrofi kanan maupun kiri.

5. Heart rate

Nilai heart rate menggambarkan bahwa terjadi bradikardi, hal ini bisa dikarenakan karena

Mr.T mengalami oklusi pada arteri koronaria kanan yang juga memperdarahi SA node, akibat

dari oklusi tersebut terjadi gangguan sistem konduksi SA. SA sebagai sistem konduksi utama

tidak bekerja, akibatnya sistem konduksi jantung di ambil alih oleh AV node yang memiliki

kekuatan hantaran lebih rendah yaitu 40-60, oleh karena itu Mr.T mengalami bradikardi.

18

Page 19: Laporan Fix Skenario a Blok 15

6. Perpanjangan interval PR

Dalam keadaan normal panjang interval PR 0,12-0,2. Jika terjadi perpanjangan interval PR ,

bisa jadi disebabkan karena adanya blok jantung, karena interval ini terbentuk ketika aliran

listrik melewati berkas HIS.

7. Pathologic Q wave/ ST elevation at lead II, III, aVF and ST depression at lead V1, V2, V3.

Keadaan normal gelombang Q : lebar kurang dari 0,04 second, tinggi < 0,1 second

Keadaan patologis jika yang terbentuk : Panjang gelombang Q > 1/3 R , ada QS pattern

dengan gelombang R  tidak ada.

Adanya gelombang Q patologis ini menunjukkan adanya Old Miocard infark (OMI). Bila

gelombang ini belum ada (tetapi sudah ada ST depresi) berarti iskemik belum lama  terjadi (<

12 jam), masih dapat diselamatkan.

Jika terjadi gelombang Q menunjukkan keadaan yang parah, sudah terjadi kematian otot

jantung, oklusi yang terjadi sudah total. Jika otot jantung baru mengalami iskemia maka akan

terbentuk elevasi segmen ST.

Berikut lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG

Lokasi Perubahan gambaran EKG

Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5

Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3

Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan

aVL

Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi

gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL

Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan

V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).

Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF

Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3

True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-

19

Page 20: Laporan Fix Skenario a Blok 15

V3. Gelombang T tegak di V1-V2

RV Infarction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya

ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya

tampak dalam beberapa jam pertama infark.

Gambaran EKG diatas menunjukkan terjadinya infark miokard pada dinding inferior. Inferior

jantung diperdarahi oleh a. koronaria kanan dan a. Descending posterior cabang dari a.

koronaria kiri. Arteri tersebut memberikan suplai ke tempat berbeda di dalam dinding inferior

jantung, oleh karena itu akan memberikan gambaran yang khas pada EKG jika terdapat oklusi

di kedua arteri tersebut.

Jika okulusi terjadi pada a. Koronaria kanan yang menyuplai bagian bawah dan kanan jantung

yang mengalami oklusi maka akan terjadi elevasi ST di LIII, LII, dan aVf.

Jika oklusi terjadi pada arteri posterior descending yang mengalami oklusi akan menimbulkan

gambaran elevasi ST pada L1 V5 dan V6. Sehingga dapat dilihat bahwa pada kasus ini yang

terjadi adalah oklusi arteri koronaria kanan.

Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika ventrikel

berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor gaya bergerak

menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai defleksi

negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark

gelombang Q. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal ini

tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q

di lead ini lebar dan dalam .

Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area tersebut

lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda

diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi

segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury,

maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi

juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh

daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST

depresi.

Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif

dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah

iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang

T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat

proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial

elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam

sangat tinggi.

20

Page 21: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Pada kasus ini, Mr. T mengalami Akut Infark Miokard Inferior yang ditunjukkan oleh adanya

ST elevasi sadapan II, III, dan aVF. Sedangkan ST depresi pada gambaran EKG ini dapat

disebut sebagai perubahan resiprokal. (Perubahan resiprokal adalah depresi ST segmen pada

sadapan yang terletak jauh dari bagian yang mengalami akut infark). Depresi ST segment

merupakan indikator untuk akut infark miokard. Perubahan resiprokal terlihat pada 70% dari

inferior dan 30% dari infark anterior. Depresi ST segmen pada kasus ini terjadi pada sadapan

VI, VII, dan VIII yang menunjukkan daerah true posterior.

Diagnosis Banding :

Diagnosis Kerja : Sindroma koroner akut dengan STEMI.

a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?

Anamnesis

Nyeri dada tipikal (angina). Kriteria nyeri dada angina adalah sebagai berikut :

- Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.

- Sifat : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa

diperas, dipelintir.

- Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,

punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.

- Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

- Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin dan sesudah makan.

- Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas.

Pemeriksaan Fisik

- Tampak cemas dan tidak dapat istirahat (gelisah)

- Ekstremitas pucat disertai keringat dingin

- Takikardia dan/atau hipotensi

- Brakikardia dan/atau hipotensi

- S4 dan S3 gallop

21

Page 22: Laporan Fix Skenario a Blok 15

- Penurunan intensitas bunyi jantung pertama

- Split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan

- Peningkatan suhu sampai 38oC dalam minggu pertama

Elektrokardiogram (EKG)

Gambaran khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi

gelombang T. Perubahan gelombang Q disebabkan oleh jaringan yang mati, kelainan segmen

ST disebabkan oleh injuri otot dan kelainan gelombang T karena iskemia.

Laboratorium

CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24

jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.

cTn : ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark

miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14

hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Mioglobin : dapat dideteksi 1 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.

Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai

puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard,

mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

b. Apa diagnosis banding pada kasus?

Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi ulkus peptikum atau

saluran cerna,emboli paru,dan tension pneumothorax

2. Non iskemik : miokarditis, perikarditis akut, kardiomyopati hipertropik, sindrom Brugada,

sindrom wolf-parkinson-white.

3. Non kardiak : nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duodenum,pleuritis, GERD, nyeri otot

dinding dada, kostokondritis, serangan panik, gangguan gastrointestinal, dan gangguan

psikogenik

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes

melitus dan usia lanjut.

c. Bagaimana etiologi dari diagnosis kerja?

Etiolog

1. Penyempitan arteri koroner non sklerotik

2. Penyempitan aterosklerotik

3. Trombus

4. Plak aterosklerotik

5. Lambatnya aliran darah di daerah plak atau oleh viserasi plak

22

Page 23: Laporan Fix Skenario a Blok 15

6. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium (sepsis, thyrotoxicosis)

7. Penurunan aliran darah koroner (anemia, hipotensi)

8. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur

9. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot

d. Bagaimana patofisiologi dari diagnosis kerja pada kasus?

Proses terjadinya trombus dimulai dengan gangguan pada salah satu dari Trias Virchow. Antara

lain akibat kelainan pada pembuluh darah, gangguan endotel, serta aliran darah terganggu.

Selanjutnya proses koagulasi berlangsung diawali dengan aterosklerosis, inflamasi, terjadi

ruptur/fissura dan akhirnya menimbulkan trombus yang akan menghambat pembuluh darah.

Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan elevasi ST

adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-

elevasi ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trombus

komplet/oklusif.

Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi infark miokard dengan elevasi ST segmen.

Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark, hanya unstable angina atau infark jantung

akut tanpa elevasi segmen ST.

e. Bagaimana manifestasi klinik dari diagnosis kerja?

Nyeri epigastrik

23

Aterosklerosis

Ruptur plak

Pembentukan trombus

Penyempitan pembuluh darah

Kurang supply oksigen

Mekanisme anaerob

Penumpukan asam laktat

Tersensitisasi nosiseptor polimodal

Rangsangan ke korteks somatosensorik, thalamus, dan formatio retikularis

Nyeri epigastrik

Page 24: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Terdapat 3 kategori reseptor nyeri yaitu nosiseptor mekanis, yang berespon terhadap

kerusakan mekanis misalnya tusukan, benturan, atau cubitan; nosiseptor termal yang

berespon terhadap suhu yang berlebihan terutama panas; dan nosiseptor polimodal yang

berespon setara terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk iritasi zat

kimia yang dikeluarkan dari jaringan yang cedera.

Shortness of breath

Nausea

24

Pada MI, curah jantung menurun mengakibatkan hipoksia jaringan

Sebagai kompensasi, denyut jantung dipercepat oleh respon adrenergik

Peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri

Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik

Tekanan atrium kiri naik

Tekanan kapiler pulmonal naik

Transudasi cairan ke jaringan interstitium paru

Cairan merembes ke alveoli

Penurunan tekanan oksigen di paru

Rangsangan ke medula oblongata untuk tetap memenuhi kebutuhan oksigen

Gagal karena ada obstruksi cairan di paru

Shortness of breath

MI

Supply oksigen ke jaringan berkurang

Meningkatkan fungsi kerja saraf simpatis

Menurunkan peristaltik dan tonus otot usus dengan peningkatan tonus otot sphincter

Page 25: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Diaphoresis

f. Apasaja faktor resiko dari diagnosis kerja?

Faktor-faktor risiko terjadinya SKA dapat dibagi bedasarkan faktor resiko yang dapat dikontrol

maupun tidak, dan faktor resiko mayor dan minor.

Dapat dikontrol : tekanan darah tinggi, kolesterol darah tinggi, merokok, aktivitas fisik,

obesitas, diabetes, stres dan emosi

Tidak dapat dikontrol : jenis kelamin, keturunan (genetik), ras, dan umur

Resiko mayor : hiperkolesterolemia, hipertensi, merokok, diabetes mellitus dan genetic.

Resiko minor : antara lain obesitas, stress, kurang olah raga, laki-laki, perempuan

menopause.

g. Apasaja komplikasi yang mungkin terjadi dari diagnosis kerja?

• Angina pektoris tidak stabil : payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark miokard akut 

• Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST elevasi) : gagal jantung, syok kardiogenik, ruptur

korda, ruptur septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan hantaran, aritmia gangguan

pembentukkan rangsang, perikarditis, sindrom Dresler, emboli paru. 

25

Refluks cairan ke lambung

Nausea

MI

Supply oksigen ke jaringan berkurang

Meningkatkan fungsi kerja saraf simpatis

Meningkatkan fungsi kerja neuron simpathetic cholinergic yang menginervasi kelenjar keringat

Pengeluaran keringat berlebihan

Page 26: Laporan Fix Skenario a Blok 15

h. Bagaimana cara menatalaksana pasien pada kasus? (terapi farmakologik dan nonfarmakologik)

Keberhasilan terapi SKA bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer pasien segera ke

unit/instalasi gawat darurat. Terapi awal untuk semua SKA, yang diberikan oleh tenaga medik

ataupun pada unit/instalasi gawat darurat sebenarnya sama. Manifestasi unstable angina dan MI

akut seringkali berbeda. Umumnya, gejala MI akut bersifat parah dan mendadak, sedangkan

infark miokard non‐ST elevasi (NSTEMI) atau unstable angina berkembang dalam 24‐72 jam

atau lebih.

Pada kedua kasus tersebut tujuan awal terapi adalah untuk menstabilkan kondisi, mengurangi rasa

nyeri dan kecemasan pasien. Stabilisasi akan tercapai dengan berbagai

tindakan. Oksigen diberikan untuk menjaga kadar saturasi dan memperbaiki oksigen yang sampai

ke miokard.

Tata Laksana Pra Rumah Sakit

a. Bagi orang awam mengenali gejala serangan jantung dan segera mengantar pasien mencari

pertolongan ke Rumah sakit atau menelpon RS terdekat meminta dikirimkan ambulan beserta

petugas kesehatan terlatih.

b. Petugas kesehatan atau dokter umum di klinik:

- mengenali gejala SKA dan pemeriksaan EKG bila ada

- Tirah baring dan pemberian oksigen 2-4 L/menit

- Berikan aspirin 160- 325 mg tablet kunyah bila tidak ada riwayat alergi aspirin.

- Berikan preparat nitrat sublingual misalnya isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang setiap 5-15

menit sampai 3 kali.

- Bila memungkinkan pasang infus.

- Segera kirim ke RS terdekat dengan fasilitas ICCU yang memadai dengan pemasangan selang

oksigen dan didampingi dokter/paramedik yang terlatih.

Tata Laksana Di Unit Gawat Darurat

- Tirah baring

- Pemberian oksigen 2-4 L/menit untuk mempertahankan saturasi oksigen > 95%.

- Pasang infus dan pasang monitor.

- Pemberian aspirin 150-325 mg tablet kunyah bila belum diberikan sebelumnya dan tidak ada

riwayat alergi aspirin.

- Pemberian nitrat: bisa diberikan nitrat oral sublingual yaitu isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang

setiap 5 menit sampai 3 kali untuk mengatasi nyeri dada.

- Klopidogrel dosis awal 300 mg, kemudian dilanjutkan 75 mg/ hari

- Segera pindahkan ke ICCU.

26

Page 27: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Tata Laksana Di ICCU

- Pasang monitor 24 jam

- Tirah baring

- pemberian oksigen 3-5 L/menit

- Pemberian nitrat, bila nyeri belum berkurang dapat diberikan nitrogliserin drip intravena secara

titrasi sesuai respon tekanan darah, dimulai 5-10 mikrogram/menit dan dosis dapat ditingkatkan 5-

20 mikrogram/menit sampai nyeri berkurang atau Mean Arterial Pressure (MAP) menurun 10%

pada normotensi dan 30% pada hipertensi, tetapi tekanan darah sistolik harus > 90 mmHg.

- Penyekat Beta bila tidak ada kontraindikasi terutama pada pasien SKA dengan hipertensi dan

takiaritmia yaitu bisoprolol mulai 2,5-5mg atau metoprolol 25-50mg atau atenolo 25-50mg.

- ACE inhibitor, diberikan pada pasien infark anterior, kongesti paru atau fungsi ventrikel kiri

yang rendah dengan EF <>100mmHg.

- Pemberian ARB bila pasien intoleran dengan ACE inhibitor.

- Atasi nyeri dengan morfin sulfat IV 2-4 mg dengan interval 5-15 menit bila nyeri belum teratasi.

- Pemberian Laksantif untuk memperlancar defekasi.

- Anti ansietas: diazepam 2x5mg atau alprazolam 2x0,25mg

- Heparinisasi pada kondisi: infark anterior luas, fungsi ventrikel buruk, resiko tinggi trmbosis,

fibrilasi atrial, trombus intra kardiak dan onset nyeri dada >12 jam tanpa tindakan revaskularisasi.

- Terapi perfusi: fibrinolitik dan intervensi koroner perkutan (PCI).

Atasi komplikasi : 

• Fibrilasi atrium, Fibrilasi ventrikel, Takikardia ventrikel, Bradiaritmia & blok, Perikarditis. 

• Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai standar pelayanan medis.  

• Komplikasi mekanik : ruptur m. Papillaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel

ditatalaksana dengan operasi. 

i. Bagaimana prognosis dari diagnosis kerja?

Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis paska IMA:

1) Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3 gallop, kongesti paru

dan syok kardiogenik

Tabel 2.

Klasifikasi Killip

pada Infark

Miokard Akut

Klas

Definisi Mortalitas (%)

I Tak ada tanda

gagal jantung

kongestif

6

27

Page 28: Laporan Fix Skenario a Blok 15

II +S3 dan atau

ronki basah

17

III Edema paru 30-40

IV Syok kardiogenik 60-80

2) Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan pulmonary

capillary wedge pressure (PCWP)

Tabel 3.

Klasifikasi

Forrester

untuk

Infark

Miokard

Akut Klas

Indeks

Kardiak

(L/min/m2)

PCWP

(mmHg)

Mortalitas

(%)

I >2,2 <18 3

II >2,2 >18 9

III <2,2 <18 23

IV <2,2 >18 51

3) TIMI risk score adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis

sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi

fibrinolitik.

Tabel 4. TIMI Risk Score untuk

STEMI Faktor Risiko (Bobot)

Skor Risiko / Mortalitas 30 hari (%)

Usia 65-74 tahun (2 poin) 0 (0,8)

Usia >75 tahun (3 poin) 1 (1,6)

Diabetes mellitus/hipertensi atau

angina (1 poin)

2 (2,2)

Tekanan darah sistolik <100mmHg

(2 poin)

3 (4,4)

Frekuensi jantung >100 (2 poin) 4 (7,3)

Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 5 (12,4)

28

Page 29: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Mr. T , 56 tahun. Pengemudi becak

Perokok berat

Di bawa ke RSMH

Berat < 67 kg (1 poin) 6 (16,1)

Elevasi ST anterior atau LBBB (1

poin)

7 (23,4)

Waktu ke reperfusi >4 jam (1 poin) 8 ( 26,8)

Skor risiko = total poin (0-14) >8 (35,9)

j. Apa kompetensi dokter umum pada kasus? Jelaskan!

Kompetensi Dokter Umum : 3B

Dokter umum mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-ray. Dokter dapat

memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis.

V. KETERKAITAN ANTAR MASALAH

29

Page 30: Laporan Fix Skenario a Blok 15

VI. HIPOTESIS

30

Page 31: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Mr. T, 56 tahun , pengemudi becak dibawa ke RSMH karena Syndrom Coroner Acute dengan

Miocard Infark acute

VII. LEARNING ISSUE

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH

Jantung adalah sebuah organ penting yang berfungsi sebagai pompa yang memiliki empat bilik. Dua bilik yang terletak di atas disebut Atrium, dan dua yang lainnya di bawah disebut dengan Ventrikel. Jantung juga dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kanan yang bertugas memompa darah ke paru-paru, dan bagian kiri yang bertugas memompa darah ke seluruh tubuh manusia. Atrium dan ventrikel ini masing-masing akan dipisahkan oleh sebuah katup, sedangkan sisi kanan dan kiri jantung akan dipisahkan oleh sebuah sekat yang dinamakan dengan septum. 

Septum atau sekat ini adalah suatu partisi otot kontinue yang mencegah percampuran darah dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangat penting karena separuh jantung janan menerima dan memompa darah beroksigen rendah sedangkan sisi jantung sebelah kiri memompa darah beroksigen tinggi. Sedangkan katup jantung dalam hal ini berfungsi terutama agar darah yang telah terpompa tidak kembali masuk ke dalam lagi.

Dua katup jantung yaitu katup atrioventrikel (AV) terletak di antara atrium dan ventrikel kanan dan kiri. Katup AV kanan disebut dengan katup trikuspid karena memiliki tiga daun katup sedangkan katup AV kiri sering disebut dengan katup bikuspid atau katup mitral karena terdiri atas dua daun katup. Katup-katup ini mengijinkan darah mengalir dari atrium ke ventrikel selama pengisian ventrikel (ketika tekanan atrium lebih rendah dari tekanan ventrikel), namun secara alami mencegah aliran darah kembali dari ventrikel ke atrium ketikapengosongan ventrikel atau ventrikel sedang memompa.

Dua katup jantung lainnya yaitu katup aorta dan katup pulmonalis terletak pada sambungan dimana tempat arteri besar keluar dari ventrikel. Keduanya disebut dengan katup semilunaris karena terdiri dari tiga daun katup yang masingmasing mirip dengan kantung mirip bulan-separuh. Katup ini akan terbuka setiap kali tekanan di ventrikel kanan dan kiri melebihi tekanan di aorta dan arteri pulmonalis selama ventrikel berkontraksi dan mengosongkan isinya. Katup ini akan tertutup apabila ventrikel melemas dan tekanan ventrikel turun di bawah tekanan aorta dan arteri pulmonalis. Katup yang tertutup mencegah aliran balik dari arteri ke ventrikel.

Sirkulasi darah dalam jantung mempunyai 3 komponen yang penting. Dan ketiga komponen tersebut adalah :

1. Jantung itu sendiri yang mempunyai fungsi sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap

darah agar timbul gradien dan darah dapat mengalir ke seluruh tubuh.

2. Pembuluh darah yang mempunyai fungsi sebagai saluran untuk mendistribusikan darah dari

jantung ke semua bagian tubuh dan mengembalikannya kembali ke dalam jantung sendiri.

3. Darah yang mempunyai fungsi sebagai medium transportasi dimana darah akan membawa

oksigen dan nutrisi.

Vaskularisasi Jantung

31

Page 32: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Jantung mendapatkan darah dari arteria coronaria dextra dan sinistra yang berasal dari aorta ascendens tepat di atas valve aortaae. Arteriae coronariae dan cabang-cabang utamanya terdapat di permukaan jantung, terletak di dalam jaringan ikat subepicardial.

Arteria coronaria dextra mendarahi semua ventriculus dexter (kecuali sebagian kecil daerah

sebelah kanan sulcus interventricularis), bagian yang bervariasi dari facies diafragmatica

ventriculus sinister sepertiga posteroinferior septum ventriculare, atrium dextrum dan sebagian

atrium sinistrum, nodus sinuatrialis, nodus atrioventricularis, dan faciculus atrioventricularis.

Cabang berkas kiri juga menerima darah dari cabang-cabang kecil.

Arteria coronaria sinistra mendarahi hampir semua ventriculus sinister, sebagian kecil

ventriculus dexter sebelah kanan sulcus interventricularis, duapertiga anterior septum

ventricularem hampir seluruh atrium kiri, cabang berkas kanan

dan cabang berkas kiri faciculus atrioventricularis.

Innervasi Jantung

Innervasi jantung dibagi menjadi innervasi intrinsic, yaitu system penghantar rangsang dan innervasi ekstrinsik, dibentuk oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis. Serabut-serabut simpatis berasal dari dua sumber, yaitu secara langsung berasal dari ganglion paravertebrale thoracale 1-5, disebut rami mediastinales dan secara tidak langsung dari ganglion cervical. Ganglion cervical adalah ganglion paravertebrale yang merupakan bagian dari truncus sympathicus, terdiri dari ganglion cervical superior, ganglion cervical medium dan ganglion cervical inferius (ganglion cervicothoracicum=ganglion stellatum).

Serabut-serabut saraf parasimpatis berasal dari Nervus vagus, sebagai berikut :

1. Ramus cardiacus superius yang dipercabangkan tepat setelah

n.vagus mempercabangkan nervus laringeus superior.

2. Ramus cardiacus inferius yang dipercabangkan sewaktu

n.vagus mempercabangkan nervus recurrens.

3. Ramus cardiothoracalis yang dipercabangkan di sebelah

kaudal nervus recurrens di dalam cavitas thoracis.

Persyarafan jantung tersusun atas sistem yang menimbulkan dan menghantarkan impuls dari jantung yang terdiri atas beberapa struktur yang memungkinkan bagi atrium dan ventrikel untuk berdenyut secara berurutan dan memungkinkan jantung berfungsi sebagai pompa yang efisien. Sistem ini terdiri atas:

1. Simpul sinoatrial (dari Keith dan Flack) sebagai alat pacu (pace maker) jantung.

2. Simpul atrioventrikuler (dari Tawara).

3. Berkas atrioventrikuler (berkas His) yang berasal dari simpul atrioventrikuler dan berjalan ke

ventrikel, bercabang dan mengirimkan cabangcabang ke kedua ventrikel.

32

Page 33: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Otot jantung mempunyai kemampuan autostimulasi, tidak tergantung dari impuls syaraf. Sel-sel otot jantung yang telah diisolasi dapat berdenyut dengan iramanya sendiri. Pada otot jantung, sel-sel ini sangat erat berhubungan dan terjadi pertukaran informasi dengan adanya gap junction pada discus interkalaris.

Bagian parasimpatis dan simpatis sistem autonom mempersyarafi jantung membentuk pleksus-pleksus yang tersebar luas pada basis jantung. Pada daerah yang dekat dengan simpul sinoatrial dan atrioventrikuler, terdapat sel-sel syaraf ganglion dan serabut-serabut syaraf. Syaraf-syaraf ini mempengaruhi irama jantung, dimana perangsangan bagian parasimpatis (nervus vagus) menimbulkan perlambatan denyut jantung, sedangkan perangsangan syaraf simpatis mempercepat irama pace maker.

Histologi Jantung

Secara mikroskopis, dinding jantung terdiri atas 3 lapisan, yaitu endocardium, miokardium dan lapisan terakhir epicardium. Endokardium

Terdapat perbedaan ketebalan antara lapisan endokardium atrium dan ventrikel, pada atrium endokardiumnya tipis sedang pada ventrikel tipis. Dari dalam ke luar, lapisan ini terdiri atas lapisan endotel, subendotel, elastikomuskuler dan subendokardial.

Lapisan endotel berhubungan dengan endotel pembuluh darah yang masuk keluar jantung, sel endotel ini adalah sel squamosa berbentuk agak bulat, dapat juga poligonal. Lapisan subendotel merupakan lapisan tipis anyaman penyambung jarang yang mengandung serat kolagen, elastis dan fibroblas. Lapisan elastikomuskular terdiri dari anyaman penyambung elastis yang lebih padat dan otot polos. Lapisan endokardial berhubungan dengan miokardium yang terdiri dari anyaman penyambung jarang yang mengandung vena, saraf dan sel purkinye yang merupakan bagian dari sistem impuls konduksi jantung. Serat purkinye ini merupakan modifikasi dari serat otot jantung, memiliki diskus interkalaris, diameternya lebih besar dari otot jantung, memiliki sedikit miofibril yang letaknya di perifer, sitoplasma memiliki butir glikogen.

Mikroskopik Endokardium Ventrikel

Endokardium ini meliputi juga permukaan bagian lain selain atrium dan ventrikel, yaitu :

- Katup atrioventrikuler

- M. papillaris, yang meliputi tonjolan dari apeks otot jantung

- Korda tendinae, terdiri dari serat-serat kolagen yang menghubungkan m. papillaris dengan

katup jantung sehingga katup-katup ini tidak terdorong ke atrium pada saat ventrikel

berkontraksi, hal ini untuk mencegah darah mengalir kembali ke atrium.

Miokardium

33

Page 34: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Miokardium merupakan bagian paling tebal dari dinding jantung yang terdiri atas sel-sel otot jantung. Sel-sel otot jantung dibagi dalam 2 kelompok; sel-sel kontraktil dan sel-sel yang menimbulkan dan menghantarkan impuls sehingga mengakibatkan denyut jantung.Atrium tipis dan ventrikel tebal. Ventrikel kanan << ventrikel kiri. Terdapat diskus interkalaris (glanz streinfen) : Fascia adheren dan Gap junction.

Epikardium

Merupakan lapisan luar jantung yang terdiri dari jaringan ikat fibroelastis dan mesotel. Jaringan adiposa yang umumnya meliputi jantung terkumpul dalam lapisan ini.Epikardium terdiri dari perikardium, kavum perikard, perikardium viseralis, dan perikardium parietalis.

FISIOLOGI JANTUNG

Proses Kontraksi Otot Jantung

Otot berkontraksi dengan adanya aktivasi yang mengawalinya berupa proses masuknya kalsium melalui pompa kalsium yang terbuka sebagai respon gelombang depolarisasi sehingga inisiasi proses kontraksi. Dengan aktivasi tersebut, aktin terdorong lebih jauh menuju pita A. Pada proses tersebut, pita A memiliki panjang yang sama dengan semula sedangkan pita I akan mengalami pemendekan sehingga garis Z jaraknya akan mendekat satu sama lain. Miosin merupakan protein yang kompleks di mana memiliki bagian kepala yang merupakan jempatan antara aktin dan miosin dan tempat dari aktivitas ATPase. Kepala ini yang kemudian akan berikatan dengan filamen aktin.

Filamen tipis memiliki protein regulator yaitu, troponin C, I, dan T. Berbeda dengan miosin, aktin kurang aktivitas enzimatik intrinsik tetapi mengkombinasikan secara reversible dengan miosin untuk penggunaan ATP dan ion kalsium. Ion kalsium mengaktivasi enzim ATPase pada miosin yang mana merombak ATP. Sehingga ketika ion kalsium masuk ke dalam sel maka, enzim ATPase akan merombak ATP menjadi ADP dan mempengaruhi kecepatan kontraksi otot.

34

Page 35: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Beberapa tahap kontraksi dijabarkan sebagai berikut:

1. Hidrolisis yang dilakukan enzim ATPase pada miosin mengakibatkan perpindahan energi menuju

jembatan aktin miosin yang teraktivasi. Ketika konsentrasi ion kalsium dalam sel rendah, maka

sebagai respon relaksasi otot, kompleks troponin pada aktin menghambat bagian aktif pada aktin

untuk berikatan dengan kepala miosin. Sehingga terjadilah kegagalan interaksi aktin-miosin.

2. Ketika ion kalsium yang berikatan dengan troponin C telah mengaktifasi filamen tipis, aktin akan

berikatan dengan miosin membentuk jembatan di mana sumber energi berupa ADP akan ditahan

pada kompleks aktif tersebut.

3. Kontraksi otot terjadi ketika terjadi pemendekan pita I dan menghasilkan produk disasosiasi

berupa ADP yang memisahkan aktin dan miosin sehingga terbentuk kompleks kaku yang rendah

energi akibat kerja mekanik.

4. Ketika aktin berhasil terpisah dengan miosin maka terjadi fase istirahat dan proses kontraksi

selesai ketika molekul ATP yang baru berikatan dengan kompleks yang kaku pasca kerja mekanik.

Siklus ini akan mulai kembali setelah ion kalsium tidak berikatan lagi dengan troponin C sehingga

menyebabkan protein kontraktil kembali pada posisi semula.

Siklus Jantung

Peristiwa yang terjadi pada jantung yang berawal dari permulaan sebuah denyut jantung sampai permulaan denyut jantung berikutnya disebut siklus jantung.Setiap siklus jantung diawali oleh pembentukan potensial aksi yang spontan di dalam nodus sinus.Nodus ini terletak pada dinding lateral superior atrium kanan dekat tempat masuk vena kava superior, dan potensial aksi menjalar dari sini melalui kedua atrium dan kemudian melalui berkas A-V ke ventrikel. Atrium akan berkontraksi mendahului kontraksi ventrikel, sehingga akan mempompakan darah ke ventrikel sebelum terjadi kontraksi ventrikel yang kuat. Siklus jantung terdiri atas satu periode relaksasi yang disebut diastolik, yaitu periode pengisian jantung dengan darah, yang diikuti oleh satu periode kontraksi yang disebut sistolik. Siklus jantung dapat terbagi menjadi beberapa periode sebagai berikut:

Periode pengisian cepat pada ventrikel (periode diastasis)

Tekanan yang cukup tinggi yang telah terbentuk di dalam atrium selama fase sistemik ventrikel segera mendorong katup A-V agar terbuka sehingga darah dapat mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel.

Periode kontraksi isovolemik (isometrik)

Tekanan ventrikel meningkat dengan tiba-tiba, sehingga menyebabkan katup A-V menutup. Selanjutnya akan terjadi kontraksi di dalam ventrikel agar dapat membentuk tekanan yang cukup untuk mendorong katup semilunaris agar terbuka, melawan tekanan di dalam aorta dan arteri pulmonalis.

35

Page 36: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Periode ejeksi

Tekanan ventrikel mendorong katup semilunaris hingga terbuka. Darah mulai mengalir keluar dari ventrikel.

Periode relaksasi isovolemik (isometrik)

Pada akhir sistolik, relaksasi ventrikel mulai terjadi secara tiba-tiba, sehingga mengurangi tekanan intraventrikel sampai ke tekanan diastoliknya yang rendah. Peninggian tekanan dalam arteri besar yang berdilatasi, yang baru saja diisi dengan darah yang berasal dari ventrikel yang berkontraksi, segera mendorong darah kembali ke atrium sehingga aliran darah ini akan menutup katup aorta dan pulmonalis dengan keras. Otot ventrikel terus berelaksasi, meskipun volume ventrikel tidak berubah.

Curah Kerja Jantung (Cardiac Output)

Curah kerja sekuncup jantung adalah jumlah energi yang diubah oleh jantung menjadi kerja selama setiap denyut jantung sewaktu memompa darah ke arteri. Curah kerja semenit adalah jumlah total energi yang diubah menjadi kerja dalam 1 menit, yang sebading dengan curah kerja sekuncup atau volume sekuncup(stroke volume) dikalikan dengan denyut jantung per menit atau frekuensi denyut jantung (heart rate).

Pengaturan Pemompaan Jantung

Dua alat dasar yang mengatur volume darah yang dipompakan oleh jantung adalah:

1. Pengaturan intrinsik pempompaan jantung sebagai respons terhadap perubahan volume darah yang

mengalir ke dalam jantung

2. Pengendalian frekuensi denyut jantung dan kekuatan pemompaan jantung oleh sistem saraf

otonom.

1. Pengaturan intrinsik pompa jantung-Mekanisme Frank-Starling

2. Semakin besar otot jantung diregangkan selama pengisian, semakin besar kekuatan kontraksi

dan semakin besar pula jumlah darah yang dipompa ke dalam aorta, atau dengan kata lain,

dalam batas-batas fisiologis, jantung akan memompa semua darah yang kembali ke jantung

melalui vena. Berarti, jumlah darah yang dipompa oleh jantung hampir seluruhnya ditentukan

oleh kecepatan aliran darah ke dalam jantung yang berasal dari vena-vena, disebut alir balik

vena.

3. Bila darah dalam jumlah lebih mengalir ke dalam ventrikel, otot jantung sendiri akan lebih

meregang. Keadaan ini selanjutnya akan menyebabkan otot berkontraksi dengan kekuatan yang

bertambah karena filamen aktin dan miosin dibawa mendekati tahap tumpang tindih yang

optimal.

4. Pengaturan Jantung oleh Saraf Parasimpatis dan Simpatis

5. Perangsangan simpatis yang kuat dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan

kontraksi otot jantung, sehingga dapat meningkatkan curah jantung. Serabut-serabut vagus

36

Page 37: Laporan Fix Skenario a Blok 15

(parasimpatis) didistribusikan terutama ke atrium sehingga terutama mengurangi frekuensi

denyut jantung daripada kekuatan kontraksi otot jantung.

Enzim pada Jantung

Analisa enzim jantung dalam plasma merupakan bagian dari profil diagnostic, yang meliputi riwayat, gejala, dan elektrokardiogram, untuk mendiagnosa infark miokard. Enzim dilepaskan dari sel bila sel mengalami cedera dan membrannya pecah. Kebanyakan enzim tidak spesifik dalam hubungannya dengan organ tertentu yang rusak. Namun berbagai isoenzim hanya dihasilkan oleh sel miokardium dan dilepaskan bila sel mengalami kerusakan akibat hipoksia lama dan mengakibatkan infark. Isoenzim bocor ke rongga interstisial miokardium dan kemudian di angkut ke peredaran darah umum oleh system limfa dan peredaran koronaria, mengakibatkan peningkatan kadar dalam darah.

Karena enzim yang berbeda dilepaskan ke dalam darah pada periode yang berbeda setelah infark miokard, maka sangat penting mengevaluasi kadar enzim yang dihubungkan dengan waktu awitan nyeri dada atau gejala lainnya. Kreatinin kinase (CK) dan isoenzimnya (CK-MB) adalah enzim paling spesifik yang di analisa untuk mendiagnosa infark jantung akut, dan merupakan enzim pertama yang meningkat. Laktat dehidrogenase (LDH) dan isoenzimnya juga perlu diperiksa pada pasien yang datang terlambat berobat, karena kadarnya baru meningkat dan mencapai puncaknya pada 2-3 hari, jauh lebih lambat dibandingkan CK.

Pria Wanita1. CPK/CK Ug/ml 5-35 5-25 IU/L 5-580 0-70 30-180 25-150

2. CKMB U/L 10-13

3. LDH U/L 80-240

4. SGOT/AST U/L s/d 37 s/d 31

5. SGPT/ALT U/L s/d 42 s/d 32

1. CK/CPK (creatin posfo Kinase)

Enzim berkonsentrasi tinggi dalam jantung dan otot rangka, konsentrasi rendah pada jaringan otak, berupa senyawa nitrogen yang terfosforisasi dan menjadi katalisastor dalam transfer posfat ke ADP (energy)Kadarnya meningkat dalam serum 6 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 16-24 jam, kembali normal setelah 72 jam. Peningkatan CPK merupakan indicator penting adanya kerusakan miokardium.

Nilai normal : Dewasa pria : 5-35 Ug/ml atau 30-180 IU/LWanita : 5-25 Ug/ml atau 25-150 IU/LAnak laki-laki : 0-70 IU/LAnak wanita : 0-50 IU/LBayi baru lahir : 65-580 IU/

No. Peningkatan CPK dan Penyebabnyaa. Peningkatan 5 kali atau lebih atau lebih dari nilai normal

37

Page 38: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Infark jantungPolimiositis Distropia muskularis duchene

b. Peningkatan ringan/sedang (2-4 kali nilai normal)

Kerja beratTraumaTindakan bedahInjeksi I.MMiopati alkoholikaInfark miokard/iskemik beratInfark paru/edema paru

c. Peningkatan dengan Hipitiroidisme

Psikosis akut

2. CKMB (Creatinkinase label M dan B)

Jenis enzim yang terdapat banyak pada jaringan terutama otot, miokardium, dan otak. Terdapat 3 jenis isoenzim kreatinase dan diberu label M (muskulus) dan B (Brain), yaitu :Isoenzim BB : banyak terdapat di otakIsoenzim MM : banyak terdapat pada otot skeletalIsoenzim MB : banyak terdapat pada miokardium bersama MMOtot bergaris berisi 90% MM dan 10% MBOtot jantung berisi 60% MM dan 40% MBPeningkatan kadar enzim dalam serum menjadi indicator terpercaya adanya kerusakan jaringan pada jantung.

Nilai normal kurang dari 10 U/LNilai > 10-13 U/L atau > 5% total CK menunjukkan adanya peningkatan aktivitas produksi enzim.Klinis:Peningkatan kadar CPK dapat terjadi pada penderita Acute Miocardial Infarction, penyakit otot rangka, cedera cerebrovaskuler.Peningkatan iso enzim CPK-MM, terdapat pada penderita distrofi otot, trauma hebat, paska operasi, latihan berlebihan, injeksi I.M, hipokalemia dan hipotiroidisme.Peningkatan CPK-MB : pada Acute Miocardial Infarction, angina pectoris, operasi jantung, iskemik jantung, miokarditis, hipokalemia, dan defibrilasi jantun.Peningkatan CPK-BB : terdapat pada cedera cerebrovaskuler, pendarahan sub arachnoid, kanker otak, cedera otak akut,syndrome reye, embolisme pulmonal dan kejang.Obat-obat yang meningkatkan nilai CPK : deksametason, furosemid, aspirin dosis tinggi, ampicillin, karbenicillin dan klofibrat.

3. LDH (laktat dehidrogenase)

Merupakan enzim yang melepas hydrogen dari suatu zat dan menjadi katalisator proses konversi laktat menjadi piruvat. Tersebar luas pada jaringan terutama ginjal, rangka, hati dan miokardium. Peningkatan LDH menandakan adanya kerusakan jaringan. LDH akan meningkat sampai puncak 24-48 jam setelah infark dan tetap abnormal 1-3 minggu kemudian.Nilai normal : 80-240 U/L

38

Page 39: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Kondisi yang meningkatkan LDHNo. Peningkatan LDH Kondisi atau penyebab1. Peningkatan 5X nilai normal atau lebih

Anemia megaloblastikKarsinoma metastasisShok dan hypoxiaHepatitisInfark ginjal

2. Peningkatan sedang (3-5 X normal)

Miokard infarkInfark paruKondisi hemolitikLeukemiaInfeksi mononukleusDelirium remensDistropia otot

3. Peningkatan ringan (2-3Xnormal)

Penyakit hatiNefrotik sindromHipotiroidismeKolagitis

4. Troponin

Merupakan kompleks protein otot globuler dari pita I yang menghambat kontraksi dengan

memblokade interaksi aktin dan myosin. Apabila bersenyawa dengan Ca++ , akan mengubah

posisi molekul tropomiosin sehingga terjadi interaksi aktin-miosin. Protein regulator ini terletak

didalam apparatus kontraktil miosit dan mengandung 3 sub unit dengan tanda C, I, T.

Peningkatan troponin menjadi pertanda positif adanya cedera sel miokardium dan potensi terjadinya angina.Nilai normal < 0,16 Ug/L

5. SGOT (Serum glutamik oksaloasetik transaminase)

SGOT adalah enzim transaminase sering juga disebut juga AST (aspartat amino transferase) katalisator-katalisator perubahan asam amino menjadi asam alfa ketoglutarat.Enzim ini berada pada serum dan jaringan terutama hati dan jantung. Pelepasan enzim yang tinggi kedalam serum menunjukan adanya kerusakan terutama pada jaringan jantung dan hati.Pada penderita infark jantung, SGOT akan meningkat setelah 12 jam dan mencapai puncak setelah 24-36 jam kemudian, dan akan kembali normal pada hari ke-3 sampai hari ke-5.

Nilai normal : 

39

Page 40: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Laki-laki s/d 37 U/LWanita s/d 31 U/L

No. Peningkatan SGOT Kondisi1 Peningkatan ringan (< 3X normal) 2 Peningkatan sedang (3-5X normal) 3 Peningkatan tinggi (>5X normal) 

6. SGPT (serum glutamik pyruvik transaminase):

Merupakan enzim transaminase yang dalam keadaan normal berada dalam jaringan tubuh terutama hati. Sering disebut juga ALT (alanin aminotransferase).Peningkatan dalam serum darah mengindikasikan adanya trauma atau kerusakan pada hati.Nilai normal :Laki-laki : s/d 42 U/LWanita : s/d 32 U/La. Peningkatan SGOT/SGPT : > 20X normal : hepatitis virus, hepatitis toksis.b. Penigkatan 3-10x normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronik aktif, obstruksi empedu ekstra

hepatic, sindrom reye, dan infark miokard (AST>ALT).c. Peningkatan 1-3X nilai normal : pancreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, dan sirosis biliar.

7. HBDH (alfa hydroxygutiric dehidrogenase)

Merupakan enzim non sfesifik. Untuk diagnostic miokard infark.Pemeriksaaan ini bertujuan untuk membedakan LDH 1,2 dan LDH 3,4. Penigkatan HBDH biasanya juga menandai adanya miokard infark dan juga diikuti peningkatan LDH.

B. SINDROMA KORONER AKUT

DEFINISI

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia miokard

akut, terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST segment elevation myocardial

infarction = STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segment ST ( non ST segemnt elevation

myocardial infarction = NSTEMI), dan angina pektoris tidak stabil (unstable angina pectoris = UAP).

SKA disebabkan oleh terlepasnya plak yang merangsang terjadinya agregasi trombosit dan trombosis,

40

Page 41: Laporan Fix Skenario a Blok 15

sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stenosis berat atau oklusi pada arteri koroner dengan atau

tanpa emboli.

EPIDEMIOLOGI

The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk Amerika,

menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang diperkirakan mengalami

serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45

sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.4–6 Penyakit jantung

koroner juga merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika.

Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun

1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk umur di atas

40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan kematian akibat penyakit

kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin meningkat (25%)

dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan oleh Alkatiri7

diempat rumah sakit (RS) selama 5 tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler

menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-

menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka kesakitannya

berkisar antara 30 sampai 36,1%.

PATOFISIOLOGI

Proses terjadinya trombus dimulai dengan gangguan pada salah satu dari Trias Virchow antara

lain akibat kelainan pada pembuluh darah, gangguan endotel, serta aliran darah terganggu.

Selanjutnya proses koagulasi berlangsung diawali dengan aterosklerosis, inflamasi, terjadi

ruptur/fissura dan akhirnya menimbulkan trombus yang akan menghambat pembuluh darah.

Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan elevasi ST

adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-elevasi

ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trombus

komplet/oklusif.

Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi infark miokard dengan elevasi ST segmen.

Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark, hanya unstable angina atau infark jantung akut

tanpa elevasi segmen ST.

FAKTOR RESIKO

41

Page 42: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Faktor-faktor risiko terjadinya SKA dapat dibagi menjadi dua yaitu risiko mayor :

hiperkolesterolemia, hipertensi, merokok, diabetes mellitus dan genetic. Sedangkan risiko minor

antara lain obesitas, stress, kurang olah raga, laki-laki, perempuan menopause.

DIAGNOSIS 

1. Anamnesis

Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrosternal, dan prekordial. Nyeri

seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir. Nyeri

menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung / interskapula, dan dapat juga ke lengan

kanan. Kadang- kadang nyeri dapat dirasakan di daerah epigastrium dan terjadi salah diagnosis

dengan dispepsia. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat, atau tidak menghilang.

Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Dapat disertai

gejala mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, pusing seperti melayang, sinkop dan lemas. 

2. Elektrokardiogram 

• Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T,

kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q. 

• Infark miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi

gelombang T. 

• Infark miokard non ST elevasi : depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam. 

3. Penanda Biokimia

• CK, CK-MB, Troponin T. 

• Enzim meningkat minimal 2x batas atas nilai normal.

DIAGNOSIS BANDING

Berbagai diagnosa banding sindrom koroner akut antara lain:

• Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi ulkus peptikum

atau saluran cerna, emboli paru, dan tension pneumothorax.

• Non iskemik: miokarditis, perikarditis, kardiomyopati hipertropik, sindrom Brugada,

sindrom wolf-Parkinson-White.

• Non kardiak: nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duadenum, pleuritis, GERD, nyeri otot

dinding dada, serangan panik dan gangguan psikogenik.

TERAPI

Keberhasilan terapi SKA bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer pasien segera ke

unit/instalasi gawat darurat. Terapi awal untuk semua SKA, yang diberikan oleh tenaga medik

42

Page 43: Laporan Fix Skenario a Blok 15

ataupun pada unit/instalasi gawat darurat sebenarnya sama. Manifestasi unstable angina dan MI akut

seringkali berbeda. Umumnya, gejala MI akut bersifat parah dan mendadak, sedangkan infark

miokard non‐ST elevasi (NSTEMI) atau unstable angina berkembang dalam 24‐72 jam atau lebih.

Pada kedua kasus tersebut tujuan awal terapi adalah untuk menstabilkan kondisi, mengurangi rasa

nyeri dan kecemasan pasien. Stabilisasi akan tercapai dengan berbagai tindakan. Oksigen diberikan

untuk menjaga kadar saturasi dan memperbaiki oksigen yang sampai ke miokard.

Tata Laksana Pra Rumah Sakit

a. Bagi orang awam mengenali gejala serangan jantung dan segera mengantar pasien mencari

pertolongan ke Rumah sakit atau menelpon RS terdekat meminta dikirimkan ambulan beserta petugas

kesehatan terlatih.

b. Petugas kesehatan atau dokter umum di klinik:

- Mengenali gejala SKA dan pemeriksaan EKG bila ada

- Tirah baring dan pemberian oksigen 2-4 L/menit

- Berikan aspirin 160- 325 mg tablet kunyah bila tidak ada riwayat alergi aspirin.

- Berikan preparat nitrat sublingual misalnya isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang setiap 5-15 menit

sampai 3 kali.

- Bila memungkinkan pasang infus.

- Segera kirim ke RS terdekat dengan fasilitas ICCU yang memadai dengan pemasangan selang

oksigen dan didampingi dokter/paramedik yang terlatih.

Tata Laksana Di Unit Gawat Darurat

- Tirah baring

- Pemberian oksigen 2-4 L/menit untuk mempertahankan saturasi oksigen > 95%.

- Pasang infus dan pasang monitor.

- Pemberian aspirin 150-325 mg tablet kunyah bila belum diberikan sebelumnya dan tidak ada riwayat

alergi aspirin.

- Pemberian nitrat: bisa diberikan nitrat oral sublingual yaitu isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang

setiap 5 menit sampai 3 kali untuk mengatasi nyeri dada.

- Klopidogrel dosis awal 300 mg, kemudian dilanjutkan 75 mg/ hari

43

Page 44: Laporan Fix Skenario a Blok 15

- Segera pindahkan ke ICCU.

Tata Laksana Di ICCU

- Pasang monitor 24 jam

- Tirah baring

- Pemberian oksigen 3-5 L/menit

- Pemberian nitrat, bila nyeri belum berkurang dapat diberikan nitrogliserin drip intravena secara

titrasi sesuai respon tekanan darah, dimulai 5-10 mikrogram/menit dan dosis dapat ditingkatkan 5-20

mikrogram/menit sampai nyeri berkurang atau Mean Arterial Pressure (MAP) menurun 10% pada

normotensi dan 30% pada hipertensi, tetapi tekanan darah sistolik harus > 90 mmHg.

- Penyekat Beta bila tidak ada kontraindikasi terutama pada pasien SKA dengan hipertensi dan

takiaritmia yaitu bisoprolol mulai 2,5-5mg atau metoprolol 25-50mg atau atenolo 25-50mg.

- ACE inhibitor, diberikan pada pasien infark anterior, kongesti paru atau fungsi ventrikel kiri yang

rendah dengan EF <>100mmHg.

- Pemberian ARB bila pasien intoleran dengan ACE inhibitor.

- Atasi nyeri dengan morfin sulfat IV 2-4 mg dengan interval 5-15 menit bila nyeri belum teratasi.

- Pemberian Laksantif untuk memperlancar defekasi.

- Anti ansietas: diazepam 2x5mg atau alprazolam 2x0,25mg

- Heparinisasi pada kondisi: infark anterior luas, fungsi ventrikel buruk, resiko tinggi trmbosis,

fibrilasi atrial, trombus intra kardiak dan onset nyeri dada >12 jam tanpa tindakan revaskularisasi.

- Terapi perfusi: fibrinolitik dan intervensi koroner perkutan (PCI).

Atasi komplikasi : 

• Fibrilasi atrium, Fibrilasi ventrikel, Takikardia ventrikel, Bradiaritmia & blok, Perikarditis. 

• Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai standar pelayanan medis. 

• Komplikasi mekanik : ruptur m. Papillaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel

ditatalaksana dengan operasi. 

KOMPLIKASI 

44

Page 45: Laporan Fix Skenario a Blok 15

• Angina pektoris tidak stabil : payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark miokard akut 

• Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST elevasi) : gagal jantung, syok kardiogenik, ruptur korda,

ruptur septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan hantaran, aritmia gangguan pembentukkan

rangsang, perikarditis, sindrom Dresler, emboli paru. 

PROGNOSIS

Prognosis tergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala, ada tidaknya komplikasi.

C. EKG

Pengertian EKG

Elektrokardiagram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung. Pada EKG

terlihat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai gelombang P, QRS dan T, sesuai dengan

penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium.(1)

Elektrokardiogram (ECG atau EKG) adalah tes non-invasif yang digunakan untuk mencerminkan

kondisi jantung yang mendasarinya dengan mengukur aktivitas listrik jantung. Dengan posisi lead

(listrik sensing perangkat) pada tubuh di lokasi standar, informasi tentang kondisi jantung yang dapat

dipelajari dengan mencari pola karakteristik pada EKG.(2)

Elektrokardiogram, EKG atau ECG: Sebuah EKG adalah bagian penting dari evaluasi awal pasien

yang diduga memiliki masalah jantung yang terkait. Elektroda lengket kecil diterapkan ke dada

pasien, lengan dan kaki. Namun, dengan beberapa sistem, elektroda dapat diterapkan untuk bahu

dada, dan sisi dada bagian bawah, atau pinggul. Kabel digunakan untuk menghubungkan pasien

dengan mesin EKG. Anda akan diminta untuk tetap diam sementara perawat atau teknisi catatan

EKG. Aktivitas listrik yang diciptakan oleh pasien jantung diproses oleh mesin EKG dan kemudian

dicetak pada kertas grafik khusus. Ini kemudian ditafsirkan oleh dokter Anda. Ini membutuhkan

waktu beberapa menit untuk menerapkan elektroda EKG, dan satu menit untuk membuat rekaman

yang sebenarnya.(3)

B. Kegunaan EKG

EKG dapat memberikan data yang mendukung diagnosis dan pada beberapa kasus penting untuk

penetalaksanaan pasien. EKG penting untuk diagnosis dan penatalaksanaan kelainan irama jantung.

EKG membantu mendiagnosis penyebab nyeri dada, dan ketepatan penggunaan trombolisis pada

infark miokard tergantung padanya. EKG dapat membantu mendiagnosis penyebab sesak nafas.(4)

45

Page 46: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Karena aktivitas listrik memicu aktivitas mekanis, kelainan pola listrik biasanya disertai oleh kelainan

aktivitas kontraktil jantung. Evaluais terhadap EKG dapat memberikan informasi yang berguna

mengenai status jantung, termasuk kecepatan denyut, irama dan kesehatan otot-ototnya.

1. Kelainan Kecepatan

Jarak antara dua kompleks QRS yang berurutan di sebuah rekaman EKG dikalibrasikan ke kecapatan

jantung. Kecepatan denyut jantung yang melebihi 100 denyut per menit dikenal sebagai

takikardia(cepat), sedangkan denyut yang lambat yang kurang dari 60 kali per menit disebut

bradikardi(lambat).

2. Kelainan Irama

Irama mengacu pada keteraturan gelombang EKG. Setiap variasi irama normal dan urutan eksitasi

jangtung disebut aritmia.

- Flutter Atrium ditandai oleh urutan deplolarisasi atrium yang reguler tetapi cepat dengan

kecepatan antara 200 sampai 300 denyut per menit.

- Fibrilasi Atrium ditandai oleh depolarisasi atrium yang cepat, ireguler, dan tidak terkordinasi

tanpa gelombang P yang jelas.

- Fibrilasi Ventrikel adalah kelainan irama yang sangat serius dengan otot-otot ventrikel

memperlihatkan kontraksi yang kacau dan tidak terkoordinasi.

3. Miopati Jantung

Gelombang EKG abnormal juga penting dalam mengenali dan menilai miopati jantung (kerusakan

otot jantung).(5)

Kegunaan EKG adalah :

- Mengetahui kelainan-kelainan irama jantung (aritmia)

- Mengetahui kelainan-kelainan miokardium (infark, hipertrophy atrial dan ventrikel)

- Mengetahui adanya pengaruh atau efek obat-obat jantung

- Mengetahui adanya gangguan elektrolit

- Mengetahui adanya gangguan perikarditis (6)

Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat pacu jantung,

gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung, IMA, iskemik miokard,

46

Page 47: Laporan Fix Skenario a Blok 15

penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti digitalis, kinidin, kinine, dan

berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan, korpulmonale, emboli paru, mixedema.(7)

C. Sistem Konduksi Jantung

1. Sinoatrial Node (SA Node)

Suatu tumpukan neuromuskular yang kecil, berada di dalam dinding atrium kanan di ujung kristo

terminalis. Nodus ini merupakan pendahulu dari kontraksi jantung, dari sini impuls diteruskan ke

antrioventrikuler node.

2. Antrioventrikular Node (AV Node)

Susunannya sama seperti sinoatrium node. Berada di dalam septum atrium dekat muara sinus

koronarius. Selanjutnya impuls-impuls diteruskan ke antrioventrikuler bundel melalui berkas

wenkebach.

3. Antrioventrikuler Bundel (AV Bundel)

Mulai dari AV bundel berjalan ke arah depan pada pinggir posterior dan pinggir bawah pars

membranasea septum interventrikulare. Pada bagian cincin yang terdapat antara atrium dan ventrikel

analus vibrosus, rangsangan terhenti 1/10 detik selanjutnya menuju ke arah apeks kordis dan

bercabang dua :

a. Pars septalis dekstra melanjut ke arah AV bundel di dalam pars mucularis septum

interventrikulare menuju ke dinding depan depan ventrikel kanan.

b. Pars septalis sinistra berjalan di antara pars membranacea dan pars mucularis sampai di sisi kiri

septum interventrikularis menuju basis M. Papilaris inferior ventrikel kiri. Serabut-serabut pars

septalis kemudian bercabang-cabang menjadi serabut terminal (serabut purkinje).

4. Seraburt penghubung Terminal

Serabut penghubung terminal (serabut purkiunje) berupa anyaman yang berada pada endokardium

menyebar pada kedua ventrikel.(8)

D. Sifat-Sifat Sel Jantung

Sel-sel otot jantung mempunyai susunan ion yang berbeda antara ruang dalam sel (intraselular) dan

ruang luar sel (ekstraseluler). Dari ion-ion ini, yang terpenting ialah ion Natrium (Na+) dan ion

Kalium (K+). Kadar K+ intraselular sekitar 300 kali lebih tinggi dalam ruang ekstraselular daripada

dalam ruang intraselular.

47

Page 48: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Membran sel otot jantung ternyata lebih permiabel untuk ion negatif daripada ion Na+. Dalam

keadaan istirahat, karena perbedaan kadar ion-ion, potensial membran bagian dalam dan bagian luar

tidak sama. Membran sel otot jantung saat istirahat berada pada keadaan polarisasi, dengan bagian

luar berpotensial lebih positif dibandingkan dengan bagian dalam. Selisih potensial ini disebut sebagai

potensial membran, uang dalam keadaan istirahat berkisar -90 mV. Bila membran otot jantung

dirangsang, sifat permeabel membran berubah sehingga ion Na+ masuk ke dalam sel, yang

menyebabkan potensial membran berubah dari -90 mV menjadi +20 mV (potensial diukur intraselular

terhadap ekstraselular). Perubahan potensial membrab karena stimulus ini disebut depolarisasi.

Setelah proses depolarisasi selesai, maka potensial membran kembali mencapai keadaan semula yang

disebut sebagai repolarisasi.(9)

E. Potensial Aksi

Bila kita mengukur potensial listrik yang terjadi dalam sel otot jantung dibandingkan dengan potensial

di luar sel. Pada saat sel mendapat stimulus, maka perubahan potensial yang terjadi sebagai fungsi

dari waktu, disebut potensial aksi. Kurva potensi aksi menunjukkan karakteristik yang khas dan dibagi

menjadi 4 fase yaitu :

- Fase 0

Awal potensi akhir yang berupa garis vertikal ke atas yang merupakan lonjakan potensial hingga

mencapai +20 mV. Lonjakan potensial dalam daerah intraselular ini disebabkan oleh masuknyaion

Na+ dari luar ke dalam sel.

- Fase 1

Masa repolarisasi awal yang pendek, dimana potensial kembali dari +20 mV mendekati 0 mV.

- Fase 2

Fase datar dimana potensial berkisar pada 0 mV. Dalam fase ini terjadi gerak masuk dari ion Ca++

untuk mengimbangkan gerak keluar ion K+

- Fase 3

Masa repolarisasi cepat dimana potensial kembali secara tajam pada tingkat awal yaitu fase 4(9)

F. Sadapan - Sadapan EKG (Lead-lead EKG)

1. Ketiga Sadapan Anggota Bipolar

48

Page 49: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Istilah bipolar berarti bahwa elektrokardiogram yang direkam itu berasal dari dua elektroda yang

terletak pada bagian jantung yang berbeda, dalam hal ini pada anggota badan. Jadi, sebuah sadapan

bukan merupakan kabel tunggal yang dihubungkan dari tubuh, tetapi merupakan gabungan dari dua

kabel dan elektrodanyan untuk membentuk sebuah sirkuit yang menyeluruh antara tubuh dan

elektrodiograf.

a. Sadapan I

Sewaktu merekam sadapan anggota badan I, ujung negatif elektrokardigraf dihubungkan ke lengan

kanan dan ujung positifnya pada lengan kiri.

b. Sadapan II

Untuk merekam sadapan anggota badan II, ujung negatif elektrokardiograf dihubungkan ke lengan

kanan dan ujung positifnya pada tungkai kiri.

c. Sadapan III

Untuk merekam sadapan anggota badan III, ujung negatif kardiograf dihubungkan ke lengan kiri dan

ujung positifnya dihubungkan pada tungkai kiri.

2. Sadapan Dada (Sadapan Prekordial)

Biasanya dari dinding anterior dada dapat direkam enam macam sadapan dada yang standar satu per

satu, keenam elektroda dada diletakkan berurutan pada enam titik seperti dalam diagram. Macam-

macam rekaman tersebut dikenal sebagai sadapan V1, V2, V3, V4, V5, dan V6.(10)

Elektroda dipasang berurutan di enam tempat berbeda pada dinding dada :

V1 : Pada sela iga keempat sebelah kanan dari sternum

V2 : Pada sela iga keempat sebelah kiri sternum

V3 : Pada pertengahan antara V2 dan V4

V4 : Pada sela iga kelima di garis mid-klavikularis

V5 : Horisontal terhadap V4, pada garis aksilaris anterior

V6 : Horisontal terhadap V4, pada garis midaksilaris(1)

V7 : Sejajar V6 pada garis post aksilaris (jarang dipakai)

V8 : Sejajar V7 garis ventrikel ujung scapula (jarang dipakai)

49

Page 50: Laporan Fix Skenario a Blok 15

V9 : Sejajar V8 pada kiri ventrikel (jarang dipakai)(6)

Gambar Letak Elektroda

3. Sadapan Anggota Badan Unipolar yang Diperbesar

Pada tipe perekaman ini, kedua anggota badan dihubungkan melalui tahanan listrik dengan ujung

negatif ujung alatn elektrokardiograf, sedangkan anggota badan yang ketiga dihubungkan dengan

ujung yang positif. Bila ujung positif terletak pada tangan kanan, maka sadapan dikenal sebagai

sadapan aVR dan bila pada lengan kiri, maka disebut sebagai sadapan aVL dan bila pada tungkai kiri

maka disebut sebagai sadapan aVF.(10)

Tiga ditambahkan antaran adalah sebagai berikut

- aVR : membagi dua bagian sisi dari segi tiga yang dari lengan tangan ke kaki kiri. Itu diarahkan ke

arah electroda dari lengan tangan yang benar

- aVL : kutup tunggal yang ditambahkan ini membagi dua bagian sisi dari segi tiga yang

meninggalkan lengan tangan kanan ke kaki kiri. Itu diarahkan ke arah elektrode yang positif pada

lengan tangan

- ini adalah dibentuk oleh satu baris tegaklurus ke sisi dari segi tiga yang meluas dari lengan tangan

kanan ke kaki kanan dan diarahkan mengarah ke bawah ke kaki kiri.(11)

Sadapan ini mengukur perbedaan potensial listrik antara dua titik sehingga sadapan ini bersifat

bipolar, dengan satu kutub negatif dan satu kutub positif.(1)

G. Siklus Jantung dalam EKG

1. Gelombang P

Sesuai dengan depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi atrium berasal dari nodus

sinus. Namun, besarnya arus listrik berhubungan dengan eksitasi nodus sinus terlalu kecil untuk dapat

terlihat pada EKG. Gelombang P dalam keadaan yang normal berbentuk melengkung dan arahnya ke

50

Page 51: Laporan Fix Skenario a Blok 15

atas pada kebanyakan hantaran. Pembesaran antrium dapat meningkatkan amplitudo atau lebar

gelombang P, serta mengubah bentuk gelombang P. Disritmia jantung juga dapat mengubah

konfigurasi gelombang P. Misalnya, irama yang bersal dekat perbatasan AV dapat menimbulkan

inversi gelombang P, karena arah depolarisasi atrium terbalik.

2. Interval PR

Diukur dari permukaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval ini tercakup juga

penghantaran impuls melalui antrium dan hambatan impuls pada nodus AV. Interval normal adalah

0,12 sampai 0.20 detik. Perpanjangan interva l PR yang abnormal menandai adanya gangguan

hantaran impuls, yang disebut blok jantung tingkat pertama.

3. Kompleks QRS

Menggambarkan depolarisasi ventrikel. Amplitudo gelombang ini besar karena banyak massa otot

yang harus dilalui oleh impuls listrik. Namun, impuls menyebar begitu cepat, normal lama kompleks

QRS adalah antara 0,06 dan 0,01 detik. Pemanjangan penyebaran impuls melalui berkas cabang

disebut sebagai blok berkas cabang akan menlebarkan kompleks ventrikuler. Irama jantung abnormal

dari ventrikel seperti takikardia ventrikel juga akan memperlebar dan mengubah bentuk kompleks

QRS oleh sebab jalur khusus yang mempercepat penyebaran impuls melaui ventrikel di pintas.

Hipertropi ventrikel akan meningkatkan amplitudo kompleks QRS karena penambahan massa otot

jantung. Repolarisasi atrium terjadi selama ventrikel. Tetapi besarnya kompleks QRS tersebut akan

menutupi gambaran pemulihan atrium yang tercatatdi elektrokardiografi.

4. Segmen ST

Interval ini terletak antara gelombang depolarisasi ventrikel dan repolarisasi ventrikel. Tahap awal

perubahan repolarisasi ventriklel terjadi selama periode ini, tetapi perubaha ini terlalu lemah dan tidak

tertangkap EKG. Penurunan abnormal segmen ST dikaitkan dengan iskemia miokardium sedangkan

penigkatan segmen ST dikaitkan dengan infark. Penggunaan digitalis akan menurungkan segmen ST.

5. Gelombang Interval QT

Interval ini diukur mulai dari awal kompleksQRS sampai akhir gelombang T, meliputu depolarisasi

dan repolarisasi ventrikel. Interval QT rata-rata adalah 0,36 sampai 0,44 detik dan bervariasi sesuai

dengan frekuensi jantung. Interval QT memanjang pada pemberian obat-obat anti disritmia seperti

kunidin, prokainamid, setalol (betapace), dan amidaron (cordarone).(1)

Gambar Siklus dalam EKG

H. Prinsip Membaca EKG

51

Page 52: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Untuk membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca mengikuti urutan

petunjuk di bawah ini

1. Irama

Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS didahului oleh sebuah

gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti bukan irama sinus.

Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat dua atau tiga,

irama jungsional, takikardia ventrikular, dan lain-lain.

2. Laju QRS (QRS Rate)

Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100 kali/min, kurang dari 60 kali disebut

bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia sinus.

Laju QRS lebih dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia supraventrikular (kompleks

QRS sempit), atau takikardia ventrikular (kompleks QRS lebar). Pada blok AV derajat tiga, selain laju

QRS selalu harus dicantumkan juga laju gelombang P (atrial rate).

EKG normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada fibrilasi atrium, atau pada

keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun ventrikel), juga pada sick sinus

syndrome.

3. Aksis

Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30° disebut deviasi aksis kiri,

lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180° disebut aksis superior.

Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis undeterminable, misalnya pada EKG

dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks QRS di semua sandapan sama besarnya.

4. Interval -PR

Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok AV derajat satu.

Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta menunjukkan Wolff-Parkinson- White

syndrome.

5. Morfologi

a. Gelombang P

Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P-pulmonal atau P-mitral.

52

Page 53: Laporan Fix Skenario a Blok 15

b. Kompleks QRS

Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan bagian jantung mana

yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang terlibat). Bagaimana amplitudo gelombang R

dan S di sandapan prekordial. Gelombang R yang tinggi di sandapan V1 dan V2 menunjukkan

hipertrofi ventrikel kanan (atau infark dinding posterior). Gelombang R yang tinggi di sandapan V5

dan V6 dengan gelombang S yang dalam di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertofi ventrikel

kiri. Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada right bundle branch block, left

bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.

c. Segmen ST

Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana dari jantung yang

mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.

d. Gelombang T

Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-inverted)

menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang runcing menandakan

hiperkalemia.

e. Gelombang U

Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi. Gelombang U yang terbalik

menunjukkan iskemia miokard yang berat.(7)

I. Kelainan Kompleks pada Beberapa Penyakit.

Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks EKG normal

dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya gambaran EKG yang tidak khas dan

membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai patokan, maka berikut ini disajikan kelainan kompleks

P-QRS-T pada beberapa penyakit.

1. Kelainan gelombang P.

53

Page 54: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama dan kecepatan yang

normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan gelombang P yang tinggi, lebar dan “not ched” pada

sandapan I dan II : gelombang P lebar dan bifasik pada VI dan V2. adanya hipertrofi atrium kiri

terutama pada stenosis mitralis. Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang

tinggi, runcing pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada

sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung kogenital.

Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan tunggal

gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang bisa ditemukan pada penyakit jantung koroner

(PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua gelombang P disertai

kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung

rematik (PJR), pada infark miokard. Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu

gelombang P, kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya “ AV nodal

premature beat” pada PJK, intoksikasi digitalis, dimanabentuk kompleks QRS normal, dan terdapat

masa istirahat kompensatoir. Kelainan lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi

digitalis.

Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah normal.

Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul akibat intoksikasi

digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P seluruhnya tidak tampak

dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya ventrikel takikardi, fibrilasi atrium

yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung hipertensi (PJH).

2. Kelainan interval P-R

- Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok

konduksi AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang 7 P diikuti P-R > 0,22 detik

yang bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik.

PadaAV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecepatan normal, tetapi tidak diikuti

kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T. Interval P-R pada kompleks P-

QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi tetap jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1.,

berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau 3P&1QRS. Tipe lain dari blok jantung ini ialah fenomena

Wenkebach. Pada blok jantung tingkat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan gelombang

P normal, irama kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali permenit) dari gelombang P.

jadi terdapat disosiasi komplit antara atriumdan ventrikel.

- Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan bentuk QRS.

Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.

54

Page 55: Laporan Fix Skenario a Blok 15

3. Kelainan gelombang Q.

Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm (lebih 1/3 dari

amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard yang nekrosis. Adanya

gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang normal.

4. Kelainan gelombang R dan gelombang S.

Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu gelombang S di I dan R di III

menunjukkan adanya “right axis deviation”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kanan,

stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale. Sedangkan gelombang R di I dan S di III

menunjukkan adanya “ left axis deviati on”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri

(LVH). Biasanya dengan menjumlahkan voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5

atau S V1 + R V6 > 35 mm atau gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH.

5. Kelainan kompleks QRS

- Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan atau “notched”

dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR (Penyakit Jantung

Rematik).

- Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi iramanya teratur

yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit terutama pada PJK, PJR, penyakit

jantung bawaan.

- Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada sinus takikardi,

atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit

Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung Rematik), infark

miokard, intoksikasi digitalis.

- Irama QRS tidak tetap.

Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya “ AV nodal premature beat”,

“ventricular premature beat”. Ditemukan pada PJK dan intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS

sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark

miokard dan intoksikasi digitalis.

6. Kelainan segmen S-T.

Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu, sebaiknya dianggap normal

sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri perekaman. Bukanlah suatu kelainan,

apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1 mm atau depresi tidak melebihi 0,5 mm, paling kurang

55

Page 56: Laporan Fix Skenario a Blok 15

pada sandapan standar. Secara klinik elevasi atau depresi segmen S-T pada 3 sandapan standar,

biasanya disertai deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai, menunjukkan adanya insufisiensi

koroner. Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark miokard akut atau

perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial menunjukkan adanya infark dinding

anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada

sandapan II, III, dan aVF. Untuk perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan

tampak elevasi di hampir semua sandapan. Elevasi segmen S-T pada V4R ditemukan pada infark

ventrikel kanan

7. Kelainan gelombang T.

Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel. Untuk itu dikemukakan

beberapa patokan yaitu :

- Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.

- Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R menyolok.

- Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.

- Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan I,II, III.

Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam menginterpretasi kelainan

ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus

tidak dapat dibuat atas dasar perubahan -perubahan yang tidak khas. Adanya gelombang T terbalik,

simetris, runcing, disertai segmen S-T konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard. Kadang-

kadang gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan dimana defleksi QRS

positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada sandapan I terbalik atau lebih rendah dari

gelombang T di sandapan III menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan

tajam pada semua sandapan kecuali aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T

yang tinggi dan simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding posterior.

8. Kelainan gelombang U.

Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada sandapan yang sama

terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.

D. PENANDA JANTUNG (CARDIAC MARKER)

Cardiac Troponin

Troponin adalah protein pengatur yang ditemukan di otot rangka dan jantung. Tiga subunit yang

telah diidentifikasi termasuk troponin I (TnI), troponin T (TnT), dan troponin C (TnC). Gen yang

56

Page 57: Laporan Fix Skenario a Blok 15

mengkode isoform TnC pada otot rangka dan jantung adalah identik. Karena itulah tidak ada

perbedaan struktural diantara keduanya. Walaupun demikian, subform TnI dan TnT pada otot

rangka dan otot jantung berbeda dengan jelas, dan immunoassay telah didesain untuk membedakan

keduanya. Hal ini menjelaskan kardiospesifitas yang unik dari cardiac troponin.

Troponin bukanlah marker awal untuk myocardial necrosis. Uji troponin menunjukkan hasil positif

pada 4-8 jam setelah gejala terjadi, mirip dengan waktu pengeluaran CK-MB. Meski demikian,

mereka tetap tinggi selama kurang lebih 7-10 hari pasca MI.

Cardiac troponin itu sensitif, kardiospesifik, dan menyediakan informasi prognostik untuk pasien

dengan ACS. Terdapat hubungan antara level TnI atau TnT dengan tingkat mortalitas dan adverse

cardiac event pada ACS. Mereka telah menjadi cardiac marker pilihan untuk pasien dengan ACS.

b.      Creatine Kinase-MB isoenzym

Sebelum cardiac troponin dikenal, marker biokimia yang dipilih untuk diagnosis AMI adalah

isoenzim CK-MB. Kriterium yang kebanyakan digunakan untuk diagnosis AMI adalah 2 serial

elevasi di atas levelcutoff diagnostik atau hasil tunggal lebih dari dua kali lipat batas atas normal.

Walaupun CK-MB lebih terkonsentrasi di miokardium (kurang lebih 15% dari total CK), enzim ini

juga terdapat pada otot rangka. Kardiospesifitas CKMB tidaklah 100%. Elevasi false

positive muncul pada beberapa keadaan klinis seperti trauma atau miopati.

CK-MB pertama muncul pada 4-6 jam setelah gejala, puncaknya adalah pada 24 jam, dan kembali

normal dalam 48-72 jam. CK-MB level walaupun sensitif dan spesifik untuk diagnosis AMI, tidak

prediktif untuk adverse cardiac event dan tidak mempunyai nilai prognostik.

c.       Relative index (Indeks relatif), CK-MB dan total CK

Indeks relatif dihitung berdasarkan rasio [CK-MB (mass) / total CK x 100] dapat membantu klinisi

untuk membedakan elevasi false positive peningkatan CK-MB  otot rangka. Rasio yang kurang

dari 3 konsisten dengan sumber dari otot rangka. Rasio >5 mengindikasikan sumber otot jantung.

Rasio diantara 3-5 menunjukkan gray area. Indeks relatif CK-MB/CK diperkenalkan untuk

meningkatkan spesifitas elevasi CK-MB untuk MI.

Pemakaian indeks relatif CK-MB/CK berhasil jika pasien hanya memiliki MI atau kerusakan otot

rangka tapi tidak keduanya. Oleh sebab itu, pada keadaan dimana terdapat kombinasi AMI dan

kerusakan otot rangka (rhabdomyolysis, exercise yang berat, polymyositis), sensitifitas akan jatuh

secara signifikan. 

Diagnosis AMI tidak boleh didasarkan hanya pada elevasi indeks relatif saja. Elevasi indeks relatif

dapat terjadi pada keadaan klinis dimana total CK atau CK-MB pada batas normal. Indeks relatif

hanya berfungsi secara klinis bila level CK dan CK-MB dua-duanya mengalami peningkatan. 

57

Page 58: Laporan Fix Skenario a Blok 15

d.      Mioglobin

Mioglobin telah menarik perhatian sebagai marker awal pada MI. Mioglobin adalah

protein hemeyang ditemukan pada otot rangka dan jantung. Berat molekulnya yang rendah

menyebabkan pelepasannya yang cepat. Mioglobin biasanya meningkat pada 2-4 jam setelah

terjadinya infark, puncaknya adalah pada 6-12 jam, dan kembali ke normal setelah 24-36 jam. 

Uji cepat mioglobin telah tersedia, tetapi kekurangannya adalah kurang kardiospesifik. Uji serial

setiap 1-2 jam dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifitas. Peningkatan atau perbedaan 25-40%

setelah 1-2 jam adalah penanda kuat dari AMI. Pada kebanyakan penelitian, mioglobin hanya

mencapai 90% sensitifitas untuk AMI. Nilai prediktif negatif mioglobin tidak cukup tinggi untuk

mengeklusi diagnosis AMI. Penelitian original yang mengevaluasi mioglobin menggunakan

definisi origininal WHO tentang AMI yang distandarkan pada CK-MB. Dengan adopsi dari

standar troponin untuk definisi AMI dari ESC/ACC, sensitifitas mioglobin untuk AMI menurun.

e.       Creatine Kinase-MB isoforms

Isoenzim CK-MB terdapat dalam 2 isoform, yaitu CK-MB1 dan CK-MB2. CK-MB2 adalah

bentuk jaringan dan awalnya dilepaskan oleh miokardium setelah MI. Kemudian berubah di serum

menjadi isoform CK-MB1. Hal ini terjadi segera setelah gejala terjadi. Isoform CK-MB dapat

dianalisis menggunakan elektroforesis tegangan tinggi. Rasio CK-MB2/CK-MB1 juga dihitung.

Normalnya, isoform jaringan CK-MB1 lebih dominan sehingga rasionya kurang dari 1. Hasil

pemeriksaan dikatakan positif jika CK-MB2 meningkat dan rasionya lebih dari 1,7. 

Pelepasan isoform CK-MB termasuk cepat. CK-MB2 dapat dideteksi di serum pada 2-4 jam

setelah onset dan puncaknya adalah 6-9 jam. Ini adalah marker awal dari AMI. Dua penelitian

besar menyebutkan bahwa sensitivitasnya adalah 92% pada 6 jam setelah onset gejala

dibandingkan dengan 66% untuk CKMB dan 79% untuk mioglobin. Kekurangan terbesar dari uji

ini adalah relatif sulit dilakukan oleh laboratorium.

f.        C-reactive Protein

CRP, marker inflamasi nonspesifik, diperhitungkan terlibat secara langsung pada coronary plaque

atherogenesis. Penelitian yang dimulai pada awal 1990an menunjukkan bahwa level CRP yang

meningkat menunjukkan adverse cardiac events, baik pada prevensi primer maupun sekunder.

Level CRP berguna untuk mengevaluasi profil risiko jantung pasien. Data baru mengindikasikan

bahwa CRP berguna sebagai indikator prognostik pada pasien dengan ACS. Peningkatan level

CRP memprediksi kematian jantung dan AMI.

G. LDH ( Lactat Dehidrogenase)

LDH merupakan enzym yang mengkatalisis perubahan reversibel dari laktat piruvat.  Terdapat 5

jenis isoenzym LDH.Pada otot jantung terutama terdapat LDH 1 dan LDH 2.Spesifik

jantung : LDH 1> LDH 2.Kadarnya meningkat 2-8 jam setelah kejadian infark, mencapai puncak

58

Page 59: Laporan Fix Skenario a Blok 15

24-48 jam kemudian, kadarnya menurun setelah hari ke 7-12. Nilai Rujukan dewasa 120 – 240 u/L

(25 oC)

Referensi Nilai

Hasil normal bervariasi berdasarkan laboratorium dan metode yang digunakan. Informasi di bawah

ini adalah dari ACC dan the American Heart Association (AHA).

Tabel 1. Cardiac marker pada MI.

Marker Waktu Awal

Peningkatan (jam)

Waktu Puncak

Peningkatan (jam)

Waktu Kembali

Normal

CK 4 – 8 12 – 24 72 – 96 jam

CK-MB 4 – 8 12 – 24 48 – 72 jam

Mioglobin 2 – 4 4 – 9 < 24 jam

LDH 10 – 12 48 – 72 7 – 10 hari

Troponin I 4 – 6 12 – 24 3 – 10 hari

Troponin T 4 – 6 12 – 48 7 – 10 hari

Grafik 1. Pelepasan mioglobin, CK-MB, troponin I, dan troponin T berdasarkan waktu.

E. HIPERTENSI

A. Pengertian

Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada

pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah

59

Page 60: Laporan Fix Skenario a Blok 15

terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai

pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai

dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani, dkk,

2004).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal.

Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu

terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui

(hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut

jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan

volume aliran darah (Kurniawan, 2002).

Penyakit hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang ditandai oleh

meningkatnya tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang terjangkit penyakit ini biasanya

berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain seperti stroke, dan penyakit jantung (Rusdi dan

Nurlaela, 2009).

Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi adalah suatu

keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada pembuluh darah yang

mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke

jaringan tubuh yang membutuhkannya.

B. Klasifikasi

Beberapa klasifikasi hipertensi:

a. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7

Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education Program merupakan

sebuah organisasi yang terdiri dari 46 professionalm sukarelawan, dan agen federal.

Mereka mencanangkan klasifikasi JNC (Joint Committe on Prevention, Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure) pada tabel 1, yang dikaji oleh 33 ahli

hipertensi nasional Amerika Serikat (Sani, 2008).

Tabel 1

Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluatin, and

Treatment of High Blood Pressure)

Kategori Tekanan

Darah menurut

JNC 7

Kategori

Tekanan Darah

menurut JNC 6

Tekanan

Darah Sistol

(mmHg)

dan/

atau

Tekanan Darah

Diastol

(mmHg)

Normal Optimal < 120 dan < 80

Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89

- Nornal < 130 dan < 85

60

Page 61: Laporan Fix Skenario a Blok 15

- Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89

Hipertensi: Hipertensi:

Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99

Tahap 2 - ≥ 160 atau ≥ 100

- Tahap 2 160-179 atau 100-109

Tahap 3 ≥ 180 atau ≥ 110

(Sumber: Sani, 2008)

Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang sebelumnya

dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan peningkatan resiko komplikasi

kardiovaskuler. Data ini mendorong pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra

hipertensi (Sani, 2008).

b. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)

WHO dan International Society of Hypertension Working Group (ISHWG) telah

mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal, normal, normal-tinggi, hipertensi

ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi berat (Sani, 2008).

Tabel 2

Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO

Kategori Tekanan Darah

Sistol (mmHg)

Tekanan Darah

Diatol (mmHg)

Optimal

Normal

Normal-Tinggi

< 120

< 130

130-139

< 80

< 85

85-89

Tingkat 1 (Hipertensi Ringan)

Sub-group: perbatasan

140-159

140-149

90-99

90-94

Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (Hipertensi Berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi sistol terisolasi

(Isolated systolic hypertension)

Sub-group: perbatasan

≥ 140

140-149

< 90

<90

(Sumber: Sani, 2008)

c. Klasifikasi Menurut Chinese Hypertension Society

Menurut Chinese Hypertension Society (CHS) pembacaan tekanan darah <120/80

mmHg termasuk normal dan kisaran 120/80 hingga 139/89 mmHg termasuk normal

tinggi (Shimamoto, 2006).

61

Page 62: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Tabel 3

Klasifikasi Hipertensi Menurut CHS

Tekanan Darah Sistol

(mmHg)

Tekanan Darah Diastol

(mmHg)

CHS-2005

< 120 < 80 Normal

120-129 80-84 Normal-Tinggi

130-139 85-89

Tekanan Darah Tinggi

140-159 90-99 Tingkat 1

160-179 100-109 Tingkat 2

≥ 180 ≥ 110 Tingkat 3

≥ 140 ≤ 90 Hypertensi Sistol Terisolasi

(Sumber: Shimamoto, 2006)

d. Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)

Klasifikasi yang dibuat oleh ESH adalah:

1. Jika tekanan darah sistol dan distol pasien berada pada kategori yang berbeda, maka

resiko kardiovaskuler, keputusan pengobatan, dan perkiraan afektivitas pengobatan

difokuskan pada kategori dengan nilai lebih.

2. Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan pada hipertensi sistol-

distol (tingkat 1, 2 dan 3). Namun tekanan diastol yang rendah (60-70 mmHg) harus

dipertimbangkan sebagai resiko tambahan.

3. Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk memulai pengobatan

adalah fleksibel tergantung pada resiko kardiovaskuler total.

Tabel 4

Klasifikasi menurut ESH

Kategori Tekanan Darah

Sistol (mmHg)

Tekanan Darah

Diastol

(mmHg)

Optimal < 120 dan < 80

Normal 120-129 dan/atau 80-84

Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89

Hipertensi tahap 1 140-159 dan/atau 90-99

62

Page 63: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Hipertensi tahap 2 160-179 dan/atau 100-109

Hipertensi tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110

Hipertensi sistol

terisolasi

≥ 140 Dan < 90

(Sumber: Mancia G, 2007)

e. Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blcks (ISHIB) (Douglas JG,

2003)

Klasifikasi yang dibuat oleh ISHIB adalah:

1) Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien termasuk ke dalam dua kategori yang

berbeda, maka klasifikasi yang dipilih adalah berdasarkan kategori yang lebih tinggi.

2) Diagnosa hipertensi pada dasarnya adalah rata-rata dari dua kali atau lebih

pengukuran yang diambil pada setiap kunjunga.

3) Hipertensi sistol terisolasi dikelompokkan pada hipertensi tingkat 1 sampai 3

berdasarkan tekanan darah sistol (≥ 140 mmHg) dan diastole ( < 90 mmHg).

4) Peningkatan tekanan darah yang melebihi target bersifat kritis karena setiap

peningkatan tekanan darah menyebabkan resiko kejadian kardiovaskuler.

Tabel 5

Klasifikasi Hipertensi Menurut ISHIB

Kategori Tekanan

Darah Sistol

(mmHg)

Tekanan Darah

Diastol (mmHg)

Optimal < 120 dan < 80

Normal < 130 dan/atau < 85

Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89

Hipertensi Tahap 1 140-159 dan/atau 90-99

Hipertensi Tahap 2 160-179 dan/atau 100-109

Hipertensi Tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110

Hipertensi Sistol

terisolasi

≥ 140 dan < 90

(Sumber: Douglas JG, 2003)

f. Klasifikasi berdasarkan hasil konsesus Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Sani, 2008).

Pada pertemuan ilmiah Nasional pertama perhimpunan hipertensi Indonesia 13-14

Januari 2007 di Jakarta, telah diluncurkan suatu konsensus mengenai pedoman

63

Page 64: Laporan Fix Skenario a Blok 15

penanganan hipertensi di Indonesia yang ditujukan bagi mereka yang melayani

masyarakat umum:

1) Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standar dan ditujukan

untuk meningkatkan hasil penanggulangan ini kebanyakan diambil dari pedoman

Negara maju dan Negara tetangga, dikarenakan data penelitian hipertensi di

Indonesia yang berskala Nasional dan meliputi jumlah penderita yang banyak masih

jarang.

2) Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan

diastolik dengan merujuk hasil JNC dan WHO.

3) Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan tingginya tekanan

darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan organ target dan penyakit penyerta

tertentu.

Tabel 6

Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia

Kategori Tekanan Darah

Sistol (mmHg)

dan/atau Tekanan Darah

Diastol (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Prehipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi Tahap 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi Tahap 2 ≥160-179 Atau ≥100

Hipertensi Sistol

terisolasi

≥140 Dan <90

(Sumber: Sani, 2008)

Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik dan

hipertensi diastolik (Smith, Tom, 1986:7). Pertama yaitu hipertensi sistolik adalah jantung

berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan

dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah

tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan

darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.

Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit

secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya

dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan

dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan. Sedangkan

menurut Arjatmo T dan Hendra U (2001) faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi

64

Page 65: Laporan Fix Skenario a Blok 15

antara lain ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam

keluarga.

Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu sekunder dan

primer. Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab spesifiknya dapat diketahui

(Lanny Ssustrani, dkk, 2004).

Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi Benigna

dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan hipertensi yang tidak

menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi

Maligna adalah keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan keadaan

kegawatan yang merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal

(Mahalul Azam,2005).

C. Patofisiologi

Aktivitas kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk

mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl

(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl

akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada

gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini, 2008).

65

Renin

Angiotensin I

Angiotensin I Converting Enzyme (ACE)

Angiotensin II

↑ Sekresi hormone ADH rasa haus Stimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal

↓ Ekskresi NaCl (garam) dengan mereabsorpsinya di tubulus ginjal

Urin sedikit → pekat & ↑osmolaritas

Mengentalkan

↑ Konsentrasi NaCl di pembuluh darah

Menarik cairan intraseluler → ekstraseluler

Page 66: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Gambar 1. Patofisiologi hipertensi.

(Sumber: Rusdi & Nurlaela Isnawati, 2009)

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi dilakukan

oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari arteri (peripheral

resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh

interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan

abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung

dan / atau ketahanan periferal. Selengkapnya dapat dilihat pada bagan.

66

Diencerkan dengan ↑ volume ekstraselulerVolume darah ↑

↑ Volume darah↑ Tekanan darah

↑ Tekanan darah

Page 67: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Gambar 3: Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah

(Sumber: Kaplan, 1998 dalam Sugiharto, 2007)

D. Pengobatan hipertensi

Kelas obat utama yang digunakan untuk mengendalikan tekanan darah adalah :

1. Diuretik

Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan diuresis. Pengurangan

volume plasma dan Stroke Volume (SV) berhubungan dengan dieresis dalam penurunan

curah jantung (Cardiac Output, CO) dan tekanan darah pada akhirnya. Penurunan curah

jantung yang utama menyebabkan resitensi perifer. Pada terapi diuretik pada hipertensi

kronik volume cairan ekstraseluler dan volume plasma hampir kembali kondisi

pretreatment.

a. Thiazide

Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi, golongan lainnya

efektif juga untuk menurunkan tekanan darah. Penderita dengan fungsi ginjal yang

kurang baik Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) diatas 30 mL/menit, thiazide merupakan

agen diuretik yang paling efektif untuk menurunkan tekanan darah. Dengan

menurunnya fungsi ginjal, natrium dan cairan akan terakumulasi maka diuretik jerat

Henle perlu digunakan untuk mengatasi efek dari peningkatan volume dan natrium

tersebut. Hal ini akan mempengaruhi tekanan darah arteri. Thiazide menurunkan

tekanan darah dengan cara memobilisasi natrium dan air dari dinding arteriolar yang

berperan dalam penurunan resistensi vascular perifer.

b. Diuretik Hemat Kalium

Diuretik Hemat Kalium adalah anti hipertensi yang lemah jika digunakan tunggal.

Efek hipotensi akan terjadi apabila diuretik dikombinasikan dengan diuretik hemat

kalium thiazide atau jerat Henle. Diuretik hemat kalium dapat mengatasi kekurangan

kalium dan natrium yang disebabkan oleh diuretik lainnya.

c. Antagonis Aldosteron

Antagonis Aldosteron merupakan diuretik hemat kalium juga tetapi lebih berpotensi

sebagai antihipertensi dengan onset aksi yang lama (hingga 6 minggu dengan

spironolakton).

2. Beta Blocker

Mekanisme hipotensi beta bloker tidak diketahui tetapi dapat melibatkan menurunnya

curah jantung melalui kronotropik negatif dan efek inotropik jantung dan inhibisi

pelepasan renin dan ginjal.

a. Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol merupakan kardioselektif pada dosis

rendah dan mengikat baik reseptor β1 daripada reseptor β2. Hasilnya agen tersebut

67

Page 68: Laporan Fix Skenario a Blok 15

kurang merangsang bronkhospasmus dan vasokontruksi serta lebih aman dari non

selektif β bloker pada penderita asma, penyakit obstruksi pulmonari kronis (COPD),

diabetes dan penyakit arterial perifer. Kardioselektivitas merupakan fenomena dosis

ketergantungan dan efek akan hilang jika dosis tinggi.

b. Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol memiliki aktivitas intrinsik

simpatomimetik (ISA) atau sebagian aktivitas agonis reseptor β.

3. Inhibitor Enzim Pengubah Angiotensin (ACE-inhibitor)

ACE membantu produksi angiotensin II (berperan penting dalam regulasi tekanan

darah arteri). ACE didistribusikan pada beberapa jaringan dan ada pada beberapa tipe sel

yang berbeda tetapi pada prinsipnya merupakan sel endothelial. Kemudian, tempat utama

produksi angiotensin II adalah pembuluh darah bukan ginjal. Pada kenyataannya,

inhibitor ACE menurunkan tekanan darah pada penderita dengan aktivitas renin plasma

normal, bradikinin, dan produksi jaringan ACE yang penting dalam hipertensi.

4. Penghambat Reseptor Angiotensin II (ARB)

Angiotensin II digenerasikan oleh jalur renin-angiotensin (termasuk ACE) dan jalur

alternatif yang digunakan untuk enzim lain seperti chymases. Inhibitor ACE hanya

menutup jalur renin-angiotensin, ARB menahan langsung reseptor angiotensin tipe I,

reseptor yang memperentarai efek angiotensin II. Tidak seperti inhibitor ACE, ARB tidak

mencegah pemecahan bradikinin.

5. Antagonis Kalsium

CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat saluran

kalsium yang sensitif terhadap tegangan sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstra

selluler ke dalam sel. Relaksasai otot polos vasjular menyebabkan vasodilatasi dan

berhubungan dengan reduksi tekanan darah. Antagonis kanal kalsium dihidropiridini

dapat menyebbakan aktibasi refleks simpatetik dan semua golongan ini (kecuali

amilodipin) memberikan efek inotropik negative.

Verapamil menurunkan denyut jantung, memperlambat konduksi nodus AV, dan

menghasilkan efek inotropik negative yang dapat memicu gagal jantung pada penderita

lemah jantung yang parah. Diltiazem menurunkan konduksi AV dan denyut jantung

dalam level yang lebih rendah daripada verapamil.

6. Alpha blocker

Prasozin, Terasozin dan Doxazosin merupakan penghambat reseptor α1 yang

menginhibisi katekolamin pada sel otot polos vascular perifer yang memberikan efek

vasodilatasi. Kelompok ini tidak mengubah aktivitas reseptor α2 sehingga tidak

menimbulkan efek takikardia.

7. VASO-dilator langsung

68

Page 69: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Hedralazine dan Minokxidil menyebabkan relaksasi langsung otot polos arteriol.

Aktivitasi refleks baroreseptor dapat meningkatkan aliran simpatetik dari pusat

fasomotor, meningkatnya denyut jantung, curah jantung, dan pelepasan renin. Oleh

karena itu efek hipotensi dari vasodilator langsung berkurang pada penderita yang juga

mendapatkan pengobatan inhibitor simpatetik dan diuretik.

8. Inhibitor Simpatetik Postganglion

Guanethidin dan guanadrel mengosongkan norepinefrin dari terminal simpatetik

postganglionik dan inhibisi pelepasan norepinefrin terhadap respon stimulasi saraf

simpatetik. Hal ini mengurangi curah jantung dan resistensi vaskular perifer .

9. Agen-agen obat yang beraksi secara sentral

10. VASO-dilator langsung

F. MIOKARD INFARK

A. DEFINISI

Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan

oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau embolus (Dorland,

2002). Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan

vasokontriksi. Obstruksi pembuuh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus, atau plak

aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor,volvulus atau hernia.

Ruptur karena trama disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokontriksi pembuluh

darah dapat disebabkan obat-obatan seperti kokain (Wikipedia, 2010).

Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang

disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009).

Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumnya pada pria 35-

55 tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).

Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan

dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri kemudian

bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri desendens

anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks

kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung.

Arteri koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah (Oemar,

1996). Anatomi pembuluh darah jantung dapat dilihat pada Gambar 2.1.

69

Page 70: Laporan Fix Skenario a Blok 15

B. ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO

Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara

lain:

1. Infark miokard tipe 1

Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak

aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang

inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari

anemia, aritmia, dan hiper atau hipotensi.

2. Infark miokard tipe 2

70

Page 71: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan

aliran darah miokard.

3. Infark miokard tipe 3

Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini

disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum

kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.

4. A. Infark miokard tipe 4a

Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali

lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intevention (PCI)

yang memicu terjadinya infark miokard.

b. Infark miokard tipe 4b

Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.

5. Infark miokard tipe 5

Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark

miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.

Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia,

jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring

bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko

lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik

(santoso, 2005). Faktor-faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi,

merokok, diabetes, oebsitas, faktor psikososial, konsumsi, buah-buahan, diet dan alkohol,

dan aktivitas fisik (Ramrakha, 2006).

Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9

tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ii diperkirakan

dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika

berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan

kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan

estrogen (Santoso, 2005).

Abnormalitas kadar lipid seru yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia.

Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas

normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemuan kolesterol LDL

71

Page 72: Laporan Fix Skenario a Blok 15

sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial

(CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas

akibat infark miokard (Brown, 2006).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau

tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan

resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung

bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila

proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya

kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen

yang tersedia (Brown, 2006).

Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.

Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar

300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok (Ramrakha,

2006). Menurut Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian

miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.

Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49%

penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks

masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 

dan obesitas

dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di

abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti

peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi

sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha, 2006).

Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial,

personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko

terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006).

Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang

rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi

alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya

infark miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per

hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit (Beers, 2004).

C. PATOLOGI

72

Page 73: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Kejadian  infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian

ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi

bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama- kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam

lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah

ke distal dari tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006).

Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,

hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi

endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injurybagi sel endotel.

Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif

seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi.

Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan

angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel (Ramrakha, 2006).

Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit

bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai

pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan

kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit

menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi

matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi

ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian

ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak

lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri (Price,

2006).

Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian

tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah

koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh

terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu,

obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn,

2005).

Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard

menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal

miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih

berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri

koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn,

2005).

73

Page 74: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan

struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon

dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi,

glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu

stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ 

dan

ambilan Na+ 

oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20

menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard

(Selwyn, 2005).

Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka

terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis

koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk

pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner

tersumbat cepat (Antman, 2005).

Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang

disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma

menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus

yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner (Kalim,

2001).

Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark

miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam

beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis

dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian

miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda (Selwyn,

2005).

D. GEJALA KLINIS

Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif

dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian

nitrogliserin (Irmalita, 1996). Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung yang merupakan

rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit

pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher

dan punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi

74

Page 75: Laporan Fix Skenario a Blok 15

berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan

peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang

beristirahat (Hanafiah, 1996).

Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan

lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk

menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil. Kulit terlihat

pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin (Antman, 2005).

Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat

(Irmalita, 1996). Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang

dipompa jantung (Antman, 2005). Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark

miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai.

Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa

minggu, tekanan darah kembali normal (Irmalita, 1996).

Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah.

Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik

abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung

tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara

jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama,

dapat terdengar suara friction rub perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural

tipe STEMI (Antman, 2005).

E. DIAGNOSIS

Menurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih

dari 3 kriteria, yaitu

1. Adanya nyeri dada

Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat

biasa.

2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)

Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark

akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi

segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang

75

Page 76: Laporan Fix Skenario a Blok 15

menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika

trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST.

Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke

dalam unstable angina atau Non STEMI (Cannon, 2005).

3. Peningkatan petanda biokimia.

Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial

dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik

(Patel, 1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan

protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara

lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase

isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light

chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007).

Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard

(Nigam, 2007).

F. EKG sebagai PENEGAKAN DIAGNOSIS INFARK MIOKARD

Kompleks  QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika ventrikel

berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor gaya bergerak

menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai defleksi

negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark

gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan

gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik

kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥0,04 detik. Namun hal

ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang

Q di lead ini lebar dan dalam (Chou, 1996).

Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area

tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika

elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk

elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan

areainjury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi.

ST depresi juga terjadi pada injurysubendokard, dimana elektroda dipisahkan dari

daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang

menyebabkan gambaran ST depresi (Chou, 1996).

76

Page 77: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih

negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi

daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai

gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T,

mengingat proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena

potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T

terekam sangat tinggi (Chou, 1996).

Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi

infark dapat ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan

gambaran EKG dapat dilihat di Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG

LOKASI Perubahan Gambaran EKG

Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5

Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3

Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL

Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi

gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL

Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6

(kadang-kadang I dan aVL)

Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF

Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3

True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3.

Gelombang T tegak di V1-V2

RV infarction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya

ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak

dalam beberapa jam pertama infark.

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST.

Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard

yang terkena. Bagi pria u≥si4a0 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST

di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST

elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu

(Antman, 2005).

77

Page 78: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Mr.T 56 tahun

Hipertensi dan perokok

Kerusakan dinding endotel

Aterosklerosis

Ruptur plak

Trombosis

Gangguan arteri koroner

 Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan

elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa

depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-

normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non

STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan

lainnya. Selain itu dapat juga dijumpaielevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan

amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang

simetri≥s 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI (Tedjasukmana, 2010).

VIII. KERANGKA KONSEP

78

Page 79: Laporan Fix Skenario a Blok 15

IX. KESIMPULAN

Mr. T 56 tahun , pengemudi becak dibawa ke RSMH karena menderita syndrome coroner

acute dengan ST elevasi miokard infark (STEMI)

79

Page 80: Laporan Fix Skenario a Blok 15

X. DAFTAR PUSTAKA

Alwi I. Infark Miokard Akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo Aru W, dkk (editor), Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV:1615.

Usnizar, Ferry. 2011. “Sindrom Koroner Akut”.

http://drferryusnizar.blogspot.com/2011/01/sindrom-koroner-akut. html, diunduh pada 20

Januari 2015.

Thaler, Malcolm S.. 2013. Satu-Satunya Buku EKG yang Anda Perlukan. Edisi 7. Jakarta :

EGC.

Kamus Kedokteran Dorland. 2011. Jakarta: EGC.

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC

Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : Buku

Kedokteran EGC.

Putz, R., R. Pabst. 2007. Atlas Anatomi Sobotta Jilid 2 Edisi 22. Jakarta : Buku Kedokteran

EGC.

80

Page 81: Laporan Fix Skenario a Blok 15

Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setia. 2009.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Siregar, YF.BAB 2-TINJAUAN PUSTAKA.2011.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22069/4/Chapter%20II.pdf.Diakses pada

tanggal 20 Januari 2015.

81