Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

63
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 12 Disusun Oleh: Kelompok 6 Tutor : Sri Nita, Ssi Anggota Kelompok: Evita Yolanda 04111401021 Putri Beauty Oktovia 04121401037 Audy Andana 04121401045 Km Syarif Azhar 04121401048 Putri Septi Ramasari 04121401060 Iqbal Habibie 04121401063 Bagus Prasetyo 04121401067 Elsa Tamara Siragih 04121401075 Stefen Agustinus 04121401081 Inthan Atika 04121401085 Mandeep Singh 04121401104 Anish Kumar 04121401105 1

Transcript of Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

Page 1: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 12

Disusun Oleh: Kelompok 6

Tutor : Sri Nita, Ssi

Anggota Kelompok:

Evita Yolanda 04111401021

Putri Beauty Oktovia 04121401037

Audy Andana 04121401045

Km Syarif Azhar 04121401048

Putri Septi Ramasari 04121401060

Iqbal Habibie 04121401063

Bagus Prasetyo 04121401067

Elsa Tamara Siragih 04121401075

Stefen Agustinus 04121401081

Inthan Atika 04121401085

Mandeep Singh 04121401104

Anish Kumar 04121401105

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2013

1

Page 2: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya

Laporan Tutorial SkenarioB Blok12ini dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian

dari skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan

bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya.

Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan,

bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur,

hormat, dan terimakasih kepada :

1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi

tutorial,

2. Sri Nitaselaku tutor kelompok 6,

3. Teman-teman sejawat FK Unsri,

4. Semua pihak yang telah membantu kami.

Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih

terdapat banyak kekurangan.Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.

Palembang, 21 November2013

Tim Penyusun

2

Page 3: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER..................................................................................................................1

KATA PENGANTAR................................................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................................................3

KEGIATAN TUTORIAL......................................................................................................... 4

HASIL TUTORIAL DAN BELAJAR MANDIRI

I. Skenario B Blok 12................................................................................................................5

II. Klarifikasi Istilah ..................................................................................................................6

III. Identifikasi Masalah..............................................................................................................7

IV. Analisis Masalah...................................................................................................................8

V. Kerangka konsep..................................................................................................................20

VI. Learning Issues...................................................................................................................21

VII. Sintesis...............................................................................................................................22

VIII.Kesimpulan.....................................................................................................................39

Daftar Pustaka...........................................................................................................................40

3

Page 4: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

KEGIATAN TUTORIAL

Tutor : Sri Nita, Ssi

Moderator : Audy Andana

Sekretaris Meja : Inthan Atika

Bagus Prasetyo

Pelaksanaan : 19 November 2013 dan 21 November 2013

Pukul. 07.30 WIB s.d. selesai

Peraturan selama tutorial :

1. Sebelum nyampaikan pendapat harus mengacungkan tangan.

2. Alat komunikasi dan gadget hanya boleh digunakan untuk keperluan

diskusi, namun dalam mode silent dan tidak mengganggu

berlangsungnya diskusi.

3. Bila ingin izin keluar, diharapkan melalui moderator.

4

Page 5: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

I .SKENARIO B BLOK 12

Tuan Ahmad 68 tahun, datang ke UGD dengan keluhan dyspnoe disertai edema pada kedua tungkai. Dokter yang memeriksanya mendiagnosis tuan Ahmad menderita decompensatio cordis. Dari anamnesis diketahui tuan Ahmad pernah dirawat dengan penyakit yang sama akibat hipertensi krnois. Selama ini tuan Ahmad mendapat pengobatan kombinasi captopril (2x25mg), furosemid (1x20mg) dan spironolactone (1x25) untuk pengobatan pemeliharaan terhadap penyakitnya.

Sejak dua minggu sebelumnya datang ke UGD, tuan Ahmad menderita osteoarthritis genu sinistra dan mendapat obat Natrium diklofenak (2x50mg) setiap hari dari dokter puskesmas.

5

Page 6: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

II. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Dyspnoe : pernafasan yang sukar atau sesak.2. Edema : pengumpulan cairan secara

abnormal di ruang intersitial tubuh3. Decompensatio cordis ( heart failure) : ketidakmampuan jantung untuk

mempertahankan situasi yang adekuat, ditandai oleh dyspnoe, dilatasi vena, dan edema.

4. Captopril : suatu inhibitor angiotensin converting enzim yang dignakan dalam pengobatan hipertensi gagal jantung kongestif dan disfungsi ventrikel kiri pascanfark miokardium

5. Furosemide : diuretic kuat yang digunakan untuk mnghilangkan air dan garam dari tubuh.

6. Spironolactone : antagonis aldosteron yang mengurangi progresi remodelling jantung

7. Osteoarthritis genu sinistra : penyakit degeneratif sendi noninflamatorik yang ditandai dengan degenerasi cartilago articularis, hipertrofi tulang pasa tepi-tepinya, dan perubahan pada membran synovialis, disertai nyeri dan kekakuan.

8. Natrium diklofenak : obat golongan AINS (anti inflamasi non steroid ) yang memiliki efek analgesic anti rematik anti piretik dan anti inflamasi

6

Page 7: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

III.IDENTIFIKASI MASALAH

1. Tuan Ahmad 68 tahun datang ke UGD keluhan dyspnoe disertai edema pada kedua tungkai.

2. Dokter yang memeriksanya mendiagnosis tuan Ahmad menderita decompensatio cordis.

3. Dari anamnesis diketahui tuan Ahmad pernah dirawat dengan penyakit yang sama akibat hipertensi krnois.

4. Selama ini tuan Ahmad mendapat pengobatan kombinasi captopril (2x25mg), furosemid (1x20mg) dan spironolactone (1x25) untuk pengobatan pemeliharaan terhadap penyakitnya.

5. Sejak dua minggu sebelumnya datang ke UGD, tuan Ahmad menderita osteoarthritis genu sinistra dan mendapat obat Natrium diklofenak (2x50mg) setiap hari dari dokter puskesmas.

7

Page 8: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

IV. ANALISIS MASALAH

1. Tuan Ahmad 68 tahun datang ke UGD keluhan dyspnoe disertai edema pada kedua tungkai.1.1. Bagaimana mekanisme dyspnoe pada kasus ini?

The third great symptom of cardiac failure is dyspnea. The basisfor cardiac

dyspnea is the structural changes which occur in the lung as aresult of heart failure.

Characteristically, the left heart is more damagedthan the right and blood accumulates

in the lungs. The pulmonary capillarypressure rises. Early in the course of heart

failure, any fluid retainedin the body by the kidneys tends to be dumped preferentially

in thelungs. This tendency may become less marked as advanced heart failureoccurs,

and both ventricles fail equally.When the patient with congestive failure is dyspneic at

rest, he ispumping more air in and out of his lungs than do normal subjects.

Hisdyspnea is a combination of decreased breathing space and increasedventilation.

The cause of the increase in volume of air respired has neverbeen fully

determined.The overbreathing causes a fall in the carbon dioxide content of thearterial

blood and serves to maintain oxygenation of the arterial blood.The fact that the

increased breathing is essential to maintaining fulloxygenation is easily demonstrated

by the use of morphine. As the ventilationis brought to a normal level by the action of

morphine, the arterialoxygen content decreases to a point well below the normal

level.It has been stated repeatedly that in many patients with dyspneafrom heart

failure, the arterial oxygen saturation is normal and thatneed for oxygen is not the

stimulus for increased ventilation. It is truethat the cardiac patient has nearly normal

saturation and that the slightfall in arterial oxygen saturation characteristic of the

cardiac has noeasily detectable effect on the breathing of a resting normal subject.But

can these data from the resting normal be applied to the dyspneiccardiac?We know

that a normal subject at rest can breathe iOO per cent oxygen with little effect on his

breathing. If he is doing heavy exercise, however, breathing ioo per cent oxygen

causes a sharp fall in ventilation. Will the cardiac patient's response to changes in

oxygen tension be like that of the man at rest or like that of the exercising man? Data

collected by Hickam9 show that the orthopneic cardiac has a sharp fall in ventilation

when he breathes iOO per cent oxygen, and that this fall is much greater than will

occur in normal resting subjects with a corresponding change in oxygen tension.

The cardiac who is dyspneic at rest responds to minor changes in oxygen tension

in a way similar to that of a normal subject doing heavy exercise. The mechanism for

8

Page 9: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

this increased sensitization to oxygen remains to be determined. Cheyne-Stokes

respiration is one of the dramatic clinical findings in patients with heart failure.

Pryor'0 has recently described one of the mechanisms responsible for this type of

breathing. These patients have large hearts and a long circulation time. The

irregularity in breathing occurs without any evidence of disturbance in the carotid

sinus or respiratory centers. The breathing follows closely the changes in arterial

blood gases and their response to a given change in arterial blood is a normal one.

Coordination between the lungs and the medulla is lost because of the large sac of

blood placed in the heart between the lungs and the medulla. Overbreathing does not

affect the medulla until the entire heart is filled with aerated blood. When this red,

overventilated blood reaches the medulla, apnea occurs. The blood entering the left

side of the heart becomes venous as it perfuses through the motionless lungs, but the

blood leaving the heart remains arterial until the entire dilated heart is filled with

venous blood. When venous blood finally reaches the medulla, marked overbreathing

occurs, but this can have no effect on the respiratory centers until the venous blood

empties out of the heart. This is only one of the mechanisms for Cheyne-Stokes

breathing. The tools for a study of respiratory stimulation in various disease states are

now available and during the next few years our knowledge of the mechanisms of

dyspnea is certain to be greatly increased. 

1.2. Bagaimana mekanisme edema pada kasus ini?

Edema pada kasus disebabkan oleh gagal jantung (decompensatio cordis),

dimana edema terjadi karena adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler. Saat

jantung mulai gagal memompa darah, darah akan terbendung pada sistem vena dan

pada saat yang bersamaan volume darah pada arteri mulai berkurang. Pengurangan

pengisisan arteri ini akan direspons oleh reseptor volume pada pembuluh darah arteri

yang memicu aktivasi sistem saraf simpatis yang mengakibatkan vasokontriksi

sebagai usaha untuk mempertahankan curah jantung yang memadai. Akibat

vasokontriksi maka suplai darah akan diutamakan ke pembuluh darah otak, jantung

dan paru, sementara ginjal dan organ lain akan mengalami penurunan aliran darah.

Akibatnya VDAE akan berkurang dan ginjal akan menahan natrium dan air.

Mekanisme retensi natrium dan air melibatkan:

9

Page 10: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

a. peningkatan reabsorbsi air di tubulus proksimalis

terjadi kompensasi peningkatan sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus

pembentukan angiotensin II meningkat kontriksi arteriol eferen peningkatan

fraksi filtrasi (rasio laju filtrasi glomerulus terhadap aliran darah ginjal) dan

peningkatan tekanan osmotik kapiler glomerulus peningkatan reabsorbsi air di

tubulus proksimalis

b. peningkatan reabsorbsi natrium di tubulus distalis.

Angiotensi II merangsang kel. Adrenal melepaskan aldosteron retensi natrium pada

tubulus kontortus distalis

1.3. Mengapa edema menyebabkan radang pada kedua tungkai?

Mekanisme perbaikan pada kasus ini adalah penahanan garam (natrium) oleh

ginjal. Untuk mempertahankan konsentrasi natrium yang tetap, tubuh secara

bersamaan menahan air. Penambahan air ini menyebabkan bertambahnya volume

darah dalam sirkulasi dan pada awalnya memperbaiki kerja jantung. Salah satu akibat

dari penimbunan cairan ini adalah peregangan otot jantung karena bertambahnya

volume darah. Otot yang teregang berkontraksi lebih kuat. Hal ini merupakan

mekanisme jantung yang utama untuk meningkatkan kinerjanya dalam gagal jantung.

Tetapi sejalan dengan memburuknya gagal jantung, kelebihan cairan akan dilepaskan

dari sirkulasi dan berkumpul di berbagai bagian tubuh, menyebabkan pembengkakan

(edema). Lokasi penimbunan cairan ini tergantung kepada banyaknya cairan di dalam

tubuh dan pengaruh gaya gravitasi. Jika penderita berdiri, cairan akan terkumpul di

tungkai dan kaki. Jika penderita berbaring, cairan akan terkumpul di punggung atau

perut. Sering terjadi penambahan berat badan sebagai akibat dari penimbunan air dan

garam.

Pada kasus tuan ahmad, dia mengalami heart failure, penyakit heart failure yang

dideritanya disebabkan oleh kerusakan pada bagian kanan jantung dimana darah dari

vena yang kurang oksigen harus dihambat sebagai akibat dari kerusakan jantung.

Darah yang dihambat ini tidak dapat menyalurkan darah untuk dibawa ke paru paru.

Pemblokingan darah pada vena menyebabkan meningkatnya tekanan vena.

Pemblokingan ini akan menyebabkan edema. Salah satu faktor yang menyebabkan

edema adalah meningkatnya tekanan hidrostatik atau menurunnya tekanan osmotik.

Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang terjadi pada keadaan diam atau statis. Pada

10

Page 11: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

penyumbatan vena darah banyak mengalami hal statis yang meningkatkan tekanan

hidrostatik. Mengapa menyerang tungkai? Salah satu alasannya adalah tungkai

merupakan anggota tubuh bawah yang dekat dengan gravitasi. Dalam keadaan yang

stasis ditambah pengaruh gravitasi menyebabkan tekanan osmosis lebih meningkat

sehingga terjadi perpindahan cairan ke daerah intersitial dikarenakan membran sel

yang tidak fleksibel.

2. Dokter yang memeriksanya mendiagnosis tuan Ahmad menderita decompensatio cordis.2.1 Bagaimana etiologi dari decompensatio cordis ?

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah

keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan

kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti

regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan

dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium

dapat menurun pada infark miokard atau kardiomiyopati. Faktor lain yang dapat

menyebabkan gagal jantung sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel

(stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel

(perikarditis konstriktif dan temponade jantung).

2.2 Bagaimana patofisiologi decompensatio cordis ?

Congestif Heart Failure terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor

yang memengaruhi kontraktilitas, after load, preload, atau fungsi lusitropik (fungsi

relaksasi) jantung, dan respons neurohormonal dan hemodinamik yang diperlukan

untuk menciptakan kompensasi sirkulasi. Meskipun konsekuensi hemodinamik gagal

jantung berespons terhadap intervensi farmakologis standar, terdapat interaksi

neurohormonal kritis yang efek gabungannya memperberat dan memperlama sindrom

yang ada.

Sistem reniniangiotensinfaldosteron (RAA): Selain untuk meningkatkan tahanan

perifer dan volume darah sirkulasi, angiotensin dan aldosteron berimplikasi pada

perubahan struktural miokardium yang terlihat pada cedera iskemik dan kardiomiopati

hipertropik hipertensif. Perubahan ini meliputi remodeling miokard dan kematian

11

Page 12: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

sarkomer, kehilangan matriks kolagen normal, dan fibrosis interstisial. Terjadinya

miosit dan sarkomer yang tidak dapat mentransmisikan kekuatannya, dilatasi jantung,

dan pembentukan jaringan parut dengan kehilangan komplians miokard normal turut

memberikan gambaran hemodinamik dan simtomatik pada CHF.

2.3 Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin terhadap decompensatio cordis ?

menurut pendapat mursito, dkk (2004), dengan meningkatnya umur seseorang

akan semakin tinggi kemungkinan terjadi penyakit jantung. Peningkatan umur

berkaitan dengan pertambahan waktu yang digunakan untuk proses pengendapan

lemak pada dinding pembuluh nadi. faktor umur yang dapat menyebabkan gagal

jantung yaitu : umur resiko rendah < 20 tahun, umur resiko sedang 20 – 40 tahun,

umur resiko tinggi 41 – 55 tahun dan umur resiko sangat tinggi diatas 55 tahun.Gagal

jantung lebih sering diderita oleh pria di banding wanita yang seusia sama, hal ini

disebabkan pola hidup prilaku kebiasaan yang lebih sering mengkonsumsi rokok,

alkohol, kopi, serta bahan lain yang dapat memperberat kerja jantung.

2.4 Bagaimana gejala dan tanda decompensatio cordis ?

1. Gagal jantung sebelah kiri ; menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-paru

(edema pulmoner), yang menyebabkan sesak napas yang hebat. Pada awalnya

sesak napas hanya dirasakan saat seseorang melakukan aktivitas, tetapi sejalan

dengan memburuknya penyakit maka sesak napas juga akan timbul pada saat

penderita tidak melakukan aktivitas. Sedangkan tanda lainnya adalah cepat letih

(fatigue), gelisah/cemas (anxity), detak jantung cepat (tachycardia), batuk-batuk

serta irama detak jantung tidak teratur (arrhythmia).

2. Sedangkan Gagal jantung sebelah kanan ; cenderung mengakibatkan

pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan jantung, sehingga hal ini

menyebabkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, perut (ascites)

dan hati (hepatomegaly). Tanda lainnya adalah mual dan muntah, keletihan, detak

jantung cepat serta sering buang air kecil di malam hari (Nocturia).

2.5 Bagaimana cara mendiagnosis decompensatio cordis ?

12

Page 13: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

Diagnosis of heart failure involves a clinical examination for signs and symptoms

followed by laboratory and imaging studies. Some of the steps in the diagnosis of

heart failure include:Clinical examination for signs and symptoms including dyspnea

or shortness of breath, edema in the ankles or feet or legs, cough, collection of fluids

in the abdomen (ascites) and enlarged liver.

Laboratory tests include blood tests such as:Routine blood tests to check

haemoglobin, full blood count and electrolytes levels, for exampleRenal or kidney

function tests including blood urea, blood creatinine and 24-hour urine output hepar

function tests including blood bilirubin and liver enzymes such as AST (aspartate

transaminase) and ALT (alanine transaminase).

Thyroid function testsC-reactive protein to detect infectionBlood cholesterol and

lipid profileBlood sugar to check for diabetes or its controlA raised B-type natriuretic

peptide (BNP) is a specific test for heart failureMarkers for heart attack such as

cardiac troponin T may be checkedElectrocardiography may be performed to check

for ischemic heart disease, myocardial infarction, arrhythmias or heart rhythm

abnormalities.

Imaging studies include tests such as:Echocardiography - This helps confirm a

diagnosis of heart failure. In this test, a device is used to look at the amount of blood

entering the heart during diastole and the amount leaving the heart during systole. The

device can detect valve and blood flow alterations. Stroke volume (SV), end diastolic

volume (EDV), systolic volume and the SV in proportion to the EDV (also called

ejection fraction, EF) is determined. A normal EF is between 50% and 70% but in

heart failure, this is reduced.Trans-oesophageal echocardiography - This is a form of

echocardiography which involves an ultrasound probe being placed in the food pipe

or the esophagus where it can detect heart abnormalities.Chest X-rays are used to

detect enlargement of the heart.Angiography - This is used to determine the presence

of coronary heart disease.

2.6 Penatalaksanaan dari decompensatio cordis ?

Yang ideal adalah koreksi terhadap penyakit yang mendasari, akan tetapi

sering tindakan ini tidak dapat dilaksanakan.

13

Page 14: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

Tujuan terapi gagal jantung

Primer :Meningkatkan kualitas hidup, Meningkatkan harapan hidup.

Subsider :Mengurangi keluhan, Meningkatkan kapasitas latihan, Mengurangi aktivasi

neuroendocrine, Memperbaiki hemodinamikMengurangi aritmia, Mengurangi aktivasi

neuroendokrin.

Pendekatan Pada Penderita Gagal Jantung Kongestif :

1. Tentukan dan koreksi terhadap penyakit yang mendasari.

2. Mengendalikan faktor-faktor pencetus atau penyulit.

3. Tentukan derajat gagal jantung.

4. Mengurangi beban jantung ( mengurangi aktivitas fisik dan berat badan ).

5. Memperbaiki kontraktilitas ( fungsi ) miokard.

6. Koreksi terhadap retensi garam dan air.

7. Evaluasi apakah ada kemungkinan dilakukan koreksi bedah

8. Terapi medikal :Kurangi beban jantung,Restriksi konsumsi garam, Restriksi air,

Diuretika, Vasodilator/inhibitor ACE

Terapi gagal jantung terdiri atas :Terapi spesifik terhadap kausa yang mendasari gagal

jantung ( revaskularisasi pada PJK, penggantian katup untuk penyakit katup yang

berat ).Terapi non spesifik terhadap sindroma klinis gagal jantung.

Dasar-dasar terapi Gagal Jantung Kongestif

Masalah TerapiPreload meningkat Restriksi garam, diuretika, venodilatorCurah jantung rendah, tahanan vaskuler sistemik meningkat

Arteriolar dilator/inhibitor ACE

Kontraktilitas menurun Obat inotropik positifFrekwensi denyut jantung cepat

Fibrilasi atrial

Takikardia sinus

Tingkatkan blok Atrio-Ventrikuler

Perbaiki kemampuan ventrikel kiri

14

Page 15: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

3. Dari anamnesis diketahui tuan Ahmad pernah dirawat dengan penyakit yang sama

akibat hipertensi krnois.

3.1 Apa hubungan hipertensi kronis dengan heart failure?

Adanya peningkatan tekanan darah sistemik yang terjadi pada hipertensi,

menyebabkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri juga

meningkat; sehingga beban kerja jantung bertambah & akibatnya sebagai kompensasi

ventrikel kiri akan mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan kontraksi.

Adanya Hipertrofi Ventrikel Kiri dapat menyebabkan/ mempermudah berbagai

macam komplikasi jantung akibat hipertensi seperti aritmia ventrikel, iskemia

miokard, mati mendadak, dan terutama gagal jantung kongestif (Massie, 2002).

Diagnosa HVK dapat ditelusuri dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, EKG,

radiologi, dan ekokardiografi (Efendi, 2003).

3.2 Bagaimana etiologi hipertensi kronis ?

95% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut hipertensi primer,

namun umumnya dipicu oleh obesitas, asupan garam yang tinggi, dan kolestrol yang

tinggi. 5% disebabkan oleh Penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung,

ganguan anak ginjal, dll atau disebut hipertensi sekunder.

3.3 Bagaimana penatalaksanaan pada hipertensi kronis ?

1. Perubahan gaya hidup

Berupa diet rendah garam, berhenti merokok, kurangi konsumsi alkohol, aktivitas

fisik yang teratur, penurunan berat badan bagi pasien dengan berat badan berlebih

2. Obat antihipertensi

Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim digunakan untuk

pengobatan awal hipertensi, yaitu

a. Diuretic. Diuretik - atau "pil air" seperti thiazide, hydroclorathiazide,

chlorathalidone dan Indapamide) yang bekerja dengan membantu ginjal untuk lulus

akumulasi garam dan air, sehingga mengurangi jumlah cairan dalam tubuh dan

menurunkan tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan pembuluh darah

membesar, mengurangi resistensi terhadap aliran darah, dan karena itu tekanannya.

15

Page 16: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

Beberapa jenis diuretik menyebabkan ginjal untuk mengekskresikan kalium

suplemen kalium sehingga mungkin diperlukan.

b. Penyekat reseptor beta adrenergik (β blocker)

seperti propranolol, atenolol, metoprolol nadolol, pindolol dan labetolol yang rileks

jantung dengan menghalangi tindakan hormon seperti adrenalin dan noradrenalin

yang membuat jantung memompa lebih keras.

c. Penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE-inhibitor)

Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor - seperti captopril, enalapril,

perindopril, ramipril, quinapril dan lisinopril, yang memblokir aksi hormon

angiotensin II, yang mempersempit pembuluh darah.

d. Penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker)

seperti candesartan, irbesartan, telmisartan, eprosartan berperilaku dengan cara yang

sama seperti ACE inhibitor.

e. Antagonis kalsium, Bloker kanal kalsium - seperti nifedipin, nicardipine,

verapamil dan diltiazem yang bekerja dengan menghalangi aliran kalsium dalam otot-

otot jantung dan pembuluh darah, menyebabkan pembuluh darah membesar.

4. Selama ini tuan Ahmad mendapat pengobatan kombinasi captopril (2x25mg),

furosemid (1x20mg) dan spironolactone (1x25) untuk pengobatan pemeliharaan

terhadap penyakitnya.

IV.1 Bagaimana farmakokinetik dari captopril , furosemid dan spironolactone ?

a. Captopril

captopril diserap dengan cepat, dengan bioavailabilitas sekitar 70% setelah

berpuasa. Bioavailabilitas dapat menurun jika obat diminum bersamaan dengan

makanan, tetapi efek antihipertensinya tidak terpengaruh. Captopril terutama

dimetabolisme menjadi disulfide, bergabung dengan molekul-molekul yang

mengandung sulfihydryl lain. Kurang dari separuh dari satu dosis oral captopril

dieksresi dalam bentuk tidak berubah pada urin. Captopril didistribusi pada sebagian

besar jaringan tubuh, kecuali sistem saraf pusat. Waktu paruh captopril kurang dari

tiga jam. Kadar dalam darah hanya sedikit berkaitan dengan respon klinisnya.

Cara kerja nya yaitu menghambat enzim pengonversi peptidyl dipeptidase yang

menghidrolik angiotensin I ke angiotensin II dan menyebabkan inaktivasi bradikinin,

16

Page 17: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

suatu vasodilator kuat, yang paling sedikit sebagian, bekerja dengan cara

menstimulasi rilis nitric oxide dan prostacyclin. Menekan aldosteron, mengakibatkan

natriuresis.

b. Furosemid

Furosemid merupakan obat golongan diuretik kuat, yang efektif terhdap pengobatan

udem akibat gangguan jantung, hati atau ginjal dan hipertensi. Pengobatan dengan

furosemid sering menimbulkan permasalahan bioavaiabilitas per oral (Al Obaid et al

1989 ;  Sutriyo, et al.,2005).

Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi elektrolit di Ansa

Henle asenden bagian epitel tebal. Pada pemberiannya secara IV obat ini cenderung

meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus.

Perubahan hemodinamik ginjal mengakibatkan menurunya reabsorbsi ciran dan

elektrolit di tubuli proksimal serta meningkatnya efek awal diuretik. Peningkatan

aliran darah ginjal ini relatif hanya berlangsung sebentar, dengan berkurangnya cairan

ekstraseluler akibat diuresis, maka aliran darah ke ginjal menurun dan hal ini akan

mengakibatkan meningkatnmya reabsorbsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal.

Hal yang terakhir ini agaknya merupakan mekanisme kompensasi yang membatasi

jumlah yang terlarut yang mencapai bagian epitel dengan demikian akan mengurangi

diuresis ( Tjay,2002 ).

Bioavailbilitas furosemid 65%. Diuretik kuat secara cepat diabsorpsi dan dieliminasi

melalui sekresi ginjal dan filtrasi glomerulus. Respons diuretik secara cepat setelah

pemberian intravena. Lamanya efek bervariasi 2-3 jam. Waktu paruh tergantung

fungsi ginjal. Karena furosemid bekerja pada bagain luminal tubulus, respons diuretik

berhubungan secara positif dengan sekresinya di urin. Gangguan sekresi dan bersihan

obat ini mungkin terjadi bila obat tersebut diberikan bersamaan dengan obat-obat

seperti indometasin dan probenesid, yang akan menghambat sekresi asam lemah di

tubulus proksimal (Jawetz, 1997).

IV.2 Bagaimana farmakodinamik dari captopril , furosemid dan spironolactone ?

a. Captopril

Captopril adalah D-3 mercaptomethyl-propionyl-L-proline. Captopril

merupakan ACE inhibitor kelompok yang bekerja langsung, untuk pengobatan

hipertensi dan gagal jantung. Captopril menghambat:

17

Page 18: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

Perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II dan penurunan sekresi

aldosteron yang menyebabkan ekskresi air dan natrium, dan retensi

kalium

Degradasi bradikinin sehingga kadar bradikinin dalam darah

meningkat dan berperan dalam vasodilatasi ACE inhibitor.

Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah.

Pada gagal jantung kongestif, efek ini akan sangat mengurangi beban jantung dan

akan memperbaiki keadaan pasien, serta menurunkan resistensi perifer tanpa

diikuti refleks takikardia.

b. Furosemid

Fungsi furosemide untuk mengobati gagal jantung disebabkan oleh

kemampuan venodilasi dari obat tersebut. Meningkatnya diameter pembuluh vena

akan mengurangi preload atau cairan yang kembali ke jantung. Hal ini akan

menyebabkan berkurangnya beban kerja jantung sehingga menyebabkan

perbaikian simptomatik terhadap kondisi pasien.

meningkatkan toksisitas obat digitalis pada pasien dalam keadaan

hipokalemia. Furosemide juga dapat menyebaban kelainan metabolik berupa

alkalosis metabolik, alkalosis metabolik ini disebabkan keadaan hipokloremia dan

hipokalemi yang dihubunkan dengan penggunaan obat ini. Oleh karna itu, selama

pemberian obat ini sangat disarankan kepada dokter unuk memonitor level ion di

dalam tubuh. Furosemide ini juga dihubungkan dengan kerusakan telinga dalam.

Kerusakan telinga dalam ini disebabkan oleh sifat ototoksik furosemide. Namun,

kejadian kerusakan teling dalam ini jarang terjadi.

Umumnya, furosmide dikonsumsi secara oral, namun terdapat juga sediaan

intravena dan intramuskular. Selain lasix, ada beberapa merek dagang yang cukup

populer seperti aisemide dan jug rosemid. 60%-90% dari obat ini diekskresikan

oleh urin dan 13-18% ini diekskresikan oleh feses dan empedu.

c. Spironolactone

18

Page 19: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

Spironolactone adalah antagonis aldosteron. Pada pasien gagal jantung kadar

plasma aldosteron meningkat (akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron)

bisa ampai 20 x kadar normal. Aldosteron menyebabkan retensi Na dan air serta

eksresi K dan Mg. Retensi Na dan air menyebabkan edema dan peningkatan

preload jantung. Aldosteron memacu remodelling dan disfungsi ventrikel melalui

peningkatan preload dan efek langsung yang menyebabkan fibrosis miokard dan

proliferasi fibroblas. Karena itu, antagonisasi aldosteron akan mengurangi

progresi remodelling jantung sehinggga dapat mengurangi mortalitas dan

morbiditas akibat gagal jantung.

IV.3 Indikasi, kontraindikasi, dan efek samping dari captopril , furosemid dan

spironolactone

a. Captopril

Indikasi:

Untuk hipertensi berat hingga sedang, kombinasi dengan tiazida memberikan

efek aditif, sedangkan kombinasi dengan beta bloker memberikan efek yang

kurang aditif. Untuk gagal jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat

dikontrol dengan diuretik dan digitalis, dalam hal ini pemberian kaptopril

diberikan bersama diuretik dan digitalis.

Kontra Indikasi:

Penderita yang hipersensitif terhadap kaptopril atau penghambat ACE lainnya

(misalnya pasien mengalami angioedema selama pengobatan dengan

penghambat ACE lainnya).

Efek samping :

Captopril menimbulkan proteinuria lebih dari 1 g sehari pada 0,5% penderita

dan pada 1,2% penderita dengan penyakit ginjal. Dapat tejadi sindroma

nefrotik serta membran glomerulopati pada penderita hipertensi.

Neutropenia/agranulositosis terutama terjadi pada penderita dengan gangguan

fungsi ginjal.

Hipotensi dapat terjadi 1 - 1,5 jam setelah dosis pertama dan beberapa dosis

berikutnya, tapi biasanya tidak menimbulkan gejala atau hanya menimbulkan

rasa pusing yang ringan.

Sering terjadi ruam dan pruritus, kadang-kadang terjadi demam dan

eosinofilia. Efek tersebut biasanya ringan dan menghilang beberapa hari

19

Page 20: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

setelah dosis diturunkan.

Teriadi perubahan rasa (taste alteration), yang biasanya terjadi dalam 3 bulan

pertama dan menghilang meskipun obat diteruskan.

Retensi kalium ringan sering terjadi, terutama pada penderita gangguan ginjal,

sehingga perlu diuretik yang meretensi kalium seperti amilorida dan

pemberiannya harus dilakukan dengan hati-hati.

b. Furosemid

INDIKASI

Furosemida efektif untuk pengobatan berbagai edema seperti:`

Edema karena gangguan jantung.

Edema yang berhubungan dengan ganguan ginjal dan sirosis hati.

Supportive measures pada edema otak.

Edema yang disebabkan luka bakar.

Untuk pengobatan hipertensi ringan dan sedang.

Pendukung diuresis yang dipaksakan pada keracunan.

KONTRAINDIKASI

Pasien dengan gangguan defisiensi kalium, glomerolunefritis akut,

insufisiensi ginjal akut, wanita hamil dan pasien yang hipersensitif terhadap

furosemida.

Anuria, Ibu menyusui.

c. Spironolactone

Spironolakton digunakan untuk mengobati pasien tertentu dengan

hiperaldosteronisme (tubuh memproduksi terlalu banyak aldosteron, hormon

terjadi secara alami); kadar potasium yang rendah, dan pada pasien dengan

edema (retensi cairan) yang disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk

jantung, hati, atau penyakit ginjal. Spironolakton juga digunakan sendiri atau

dengan obat lainnya untuk mengobati tekanan darah tinggi. Spironolakton

berada dalam kelas obat yang disebut antagonis reseptor aldosteron. Hal ini

menyebabkan ginjal tidak dibutuhkan untuk menghilangkan air dan natrium

dari tubuh dalam urin, tetapi mengurangi hilangnya kalium dari tubuh.

20

Page 21: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

Spironolakton juga digunakan dalam kombinasi dengan obat-obatan lain untuk

mengobati pubertas sebelum waktunya (kondisi yang menyebabkan anak-anak

untuk memasuki pubertas terlalu cepat, sehingga dalam pengembangan

karakteristik seksual pada anak perempuan biasanya lebih muda dari 8 tahun

dan anak laki-laki biasanya lebih muda dari 9 tahun ) atau miatenia gravis

(MG, penyakit di mana saraf tidak berfungsi dengan baik dan pasien mungkin

mengalami kelemahan, rasa, kehilangan koordinasi otot, dan masalah dengan

visi, ucapan, dan kontrol kandung kemih). Spironolakton juga dapat digunakan

untuk mengobati pasien wanita tertentu dengan rambut wajah abnormal.

IV.4 Apa saja jenis- jenis interaksi obat

Mekanisme interaksi obat secara garis besar dibagi manjadi 3 mekanisme:

a. Interaksi farmaseutik atau inkompatibilitas, Interaksi yang terjadi diluar tubuh

(sebelum obat diberikan) Antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel)

Pencampuran ini menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi

yang hasilnya terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dll yang

biasanya berakibat inaktivasi obat.

b. Interaksi farmakokinetik

Interaksi ini terjadi jika salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi,

metabolism atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua meningkat

atau menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas

obat tsb.

c. Interaksi farmakodinamik

Interaksi Antara obat yang bekerja pada system reseptor, tempat kerja atau system

fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik, atau antagonistic,

tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam plasma.

IV.5 Bagaimana Dosis obat yang tepat untuk kasus ini?

Kaptopril (penghambat ACE) dosis awal 6,25 mg tid dosis pemilharaan 25-50 mg

Furosemid (diuretik ) dosis awal 20-40 mg. Dosis max sehari 600 mg

Spironolactone dosis awal 50-100mg

21

Page 22: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

Natrium diklofenak dosis awal 100-150 mg/hari

5. Sejak dua minggu sebelumnya datang ke UGD, tuan Ahmad menderita osteoarthritis

genu sinistra dan mendapat obat Natrium diklofenak (2x50mg) setiap hari dari dokter

puskesmas.

5.1 Factor resiko dari osteoarthritis

-Umur, Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan

adalah yang terkuat. Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat

dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan antara

umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi.

- Jenis kelamin, Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun,

prevalensi terkenanya osteoartritis pada wanita lebih tinggi dari pria. Usia

kurang dari 45 tahun Osteoarthritis lebih sering terjadi pada pria dari

wanita.

- Suku bangsa, Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun

terdapat perbedaan prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal

ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaaan

pada frekuensi pada kelainan kongenital dan pertumbuhan.

- Genetik, Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis.

Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk

unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan

dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.

- Kegemukan dan penyakit metabolic, Berat badan yang berlebih ternyata

dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi penahan beban tubuh,

dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan ternyata

tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung

beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor

lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain

penyakit jantung koroner,diabetes melitus dan hipertensi.

5.2 Patofisiologi dari osteoarthritis

22

Page 23: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

Pada osteoartritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan

sendi. Perubahan tersebut berupa peningkatan aktivitas enzim-enzim yang

merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis

proteoglikan dan kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar proteoglikan,

perubahan sifat-sifat kolagen dan berkurangnya kadar air tulang rawan sendi.

Pada proses degenerasi dari kartilago artikular menghasilkan suatu subtansi atau

zat yang dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag

untuk menghasilkan IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk

degradasi matriks ekstraseluler

5.3 Bagaimana farmakokinetik dari Natrium diklofenak ?

Diclofenac is eliminated through metabolism and subsequent urinary and

biliary excretion of the glucuronide and the sulfate conjugates of the metabolites.

Little or no free unchanged diclofenac is excreted in the urine. Approximately

65% of the dose is excreted in the urine and approximately 35% in the bile as

conjugates of unchanged diclofenac plus metabolites.

Mekanisme kerja:

The antiinflammatory effects of diclofenac are believed to be due to

inhibition of both leukocyte migration and the enzyme cylooxygenase (COX-1

and COX-2), leading to the peripheral inhibition of prostaglandin synthesis. As

prostaglandins sensitize pain receptors, inhibition of their synthesis is responsible

for the analgesic effects of diclofenac. Antipyretic effects may be due to action on

the hypothalamus, resulting in peripheral dilation, increased cutaneous blood

flow, and subsequent heat dissipation.

5.4 Farmakodinamik dari Natrium diklofenak

Diklofenak adalah golongan obat non steroid dengan aktivitas anti-

inflamasi, analgesik dan antipiretik. Aktivitas diklofenak dengan jalan

menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi

PGG2 terhambat. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform yang disebut

KOKS-1 dan KOKS-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda.

Secara garis besar KOKS-1 esensial dalam pemelihraan berbagai fungsi dalam

23

Page 24: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

keadaan normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna, dan

trombosit. Di mukosa lambung aktivitas KOKS-1 menghasilakan prostasiklin

yang bersifat protektif. Siklooksigenase 2 diinduksi berbagi stimulus inflamatoar,

termasuk sitokin, endotoksindan growth factors. Teromboksan A2 yang di sintesis

trombosit oleh KOKS-1 menyebabkan agregasi trombosit vasokontriksi dan

proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin PGL2 yang disintesis oleh KOKS-2

di endotel malro vasikuler melawan efek tersebut dan menyebabkan

penghambatan agregasi trombosit.

5.5 Indikasi dan kontraindikasi dan efek samping dari Natrium diklofenak

Indikasi:For the acute and chronic treatment of signs and symptoms of

osteoarthritis and rheumatoid arthritis

Kontraindikasi:

- Penderita yang hipersensitif terhadap diklofenak atau yang menderita asma,

pemberian aspirin atau NSAIA lain.

- Penderita tukak lambung.

Efek samping:

- Efek samping yang umum terjadi seperti nyeri/keram perut, sakit kepala, retensi

cairan, diare, nausea, konstipasi, flatulen, kelainan pada hasil uji hati, indigesti,

tukak lambung, pusing, ruam, pruritus dan tinitus.

- Peninggian enzim-enzim aminotransferase (SGOT, SGPT) hepatitis.

- Dalam kasus terbatas gangguan hematologi (trombositopenia, leukopenia,

anemia, agranulositosis).

5.6 Interaksi Natrium diklofenak dengan captopril, furosemid , spironolactone

natrium diklofenak dengan ACE inhibitor (dalam kasus ini captopril)

berinteraksi secara antagonis, sehingga natrium diklofenak yang merupakan

NSAIDs dapat menurunkan efek antihipertensi dari captopril tersebut.

4

24

Page 25: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

V. KERANGKA KONSEP

antagonis

25

osteoarthritis

Diberi NSAIDS

COX dihambat

COX dihambat

Inhibisi sintesis PG

Vasokonstriksi arteriol aferen

Retensi cairan dan garam

HIPERTENSI

Hipertensi kronis

Gagal jantung

Diberi captopril Diberi furosemid

Diberi sprironolactone

Page 26: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

VI. LEARNING ISSUES

1. Defenisi interaksi obat

2. Jenis jenis interaksi obat

3. Manfaat obat captopril , furosemide, dan spironolactone, serta

natrium diklofenak

4. Farmakodinamik captopril , furosemide, dan spironolactone, serta

natrium diklofenak

26

Page 27: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

VII. SINTESIS

1. DEFINISI INTERAKSI OBAT

Interaksi obat adalah situasi di mana suatu zat memengaruhi aktivitas obat, yaitu

meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan

atau direncanakan. Interaksi dapat terjadi antar-obat atau antara obat dengan makanan serta

obat-obatan herbal.

Secara umum, interaksi obat harus dihindari karena kemungkinan hasil yang buruk atau tidak

terduga. Beberapa interaksi obat bahkan dapat berbahaya bagi Anda. Misalnya, jika Anda

memiliki tekanan darah tinggi Anda bisa mengalami reaksi yang tidak diinginkan jika Anda

mengambil dekongestan hidung. Namun, interaksi obat juga dapat dengan sengaja

dimanfaatkan, misalnya pemberian probenesid dengan penisilin sebelum produksi massal

penisilin. Karena penisilin sulit waktu itu sulit diproduksi, kombinasi itu berguna untuk

mengurangi jumlah penisilin yang dibutuhkan.

Mekanisme InteraksiObat

Mekanisme kerja obat pada umumnya melalui interaksi dengan reseptor pada sel

organisme. Reseptor obat pada umumnya merupakan suatu makromolekul fungsional, yang

pada umumnya juga bekerja sebagai suatu reseptor fisiologis bagi ligan-ligan endogen

(semisal: hormon dan neurtransmiter). Interaksi obat dengan reseptor pada tubuh dapat

mengubah kecepatan kegiatan fisiologis, namun tidak dapat menimbulkan fungsi faali yang

baru.

Terdapat bermacam-macam reseptor dalam tubuh kita, misalnya reseptor hormon,

faktor pertumbuhan, faktor transkripsi, neurotransmitter, enzim metabolik dan regulator

(seperti dihidrofolat reduktase, asetilkolinesterase). Namun demikian, reseptor untuk obat

pada umumnya merupakan reseptor yang berfungsi bagi ligan endogen (hormone dan

neurotransmitter). 2 Reseptor bagi ligan endogen seperti ini pada umumnya sangat

spesifik (hanya mengenali satu struktur tertentu sebagai ligan).

Obat-obatan yang berinteraksi dengan reseptor fisiologis dan melakukan efek

regulator seperti sinyal endogen ini dinamakan agonis Ada obat yang juga berikatan

dengan reseptor fisioloigs namun tanpa menghasilkan efek regulator dan

menghambat kerja agonis (terjadi persaingan untuk menduduki situs agonis) disebut dengan

istilah antagonis, atau disebut juga dengan bloker. Obat yang berikatan dengan reseptor

dan hanya menimbulkan efek agonis sebagian tanpa memedulikan jumlah dan

27

Page 28: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

konsentrasi substrat disebut agonis parsial. Obat agonis-parsial bermanfaat untuk

mengurangi efek maksimal agonis penuh, oleh karena itu disebut pula dengan istilah

antagonis parsial Sebaliknya, obat yang menempel dengan reseptor fisiologik dan justru

menghasilkan efek berlawanan dengan agonis disebut agonis negatif.

Obat harus berintekasi dengan target aksi obat (salah satunya adalah reseptor) untuk dapat

menimbulkan efek. Interaksi obat dan reseptor dapat membentuk komplek obat-reseptor yang

merangsang timbulnya respon biologis, baik respon antagonis maupun agonis. Mekanisme

timbulnya respon biologis dapat dijelaskan dengan teori obat reseptor.

Ada beberapa teori interaksi obat reseptor, antara lain yaitu teori klasik, teori pendudukan,

dan teori kecepatan.Interaksifarmakokinetik

1. AbsorpsiObat-obat yang digunakan secara oral bisaanya diserap dari saluran cerna ke dalam

sistem sirkulasi. Ada banyak kemungkinan terjadi interaksi selama obat melewati saluran

cerna. Absorpsi obat dapat terjadi melalui transport pasif maupun aktif, di mana sebagian

besar obat diabsorpsi secara pasif. Proses ini melibatkan difusi obat dari daerah dengan kadar

tinggi ke daerah dengan kadar obat yang lebih rendah. Pada transport aktif terjadi

perpindahan obat melawan gradien konsentrasi (contohnya ion-ion dan molekul yang larut

air) dan proses ini membutuhkan energi. Absorpsi obat secara transport aktif lebih cepat dari

pada secara tansport pasif. Obat dalam bentuk tak-terion larut lemak dan mudah berdifusi

melewati membran sel, sedangkan obat dalam bentuk terion tidak larut lemak dan tidak dapat

berdifusi. Di bawah kondisi fisiologi normal absorpsinya agak tertunda tetapi tingkat

absorpsinya biasanya sempurna.

Bilakecepatanabsorpsiberubah, interaksiobatsecarasignifikanakanlebihmudahterjadi,

terutamaobatdenganwaktuparo yang pendekataubiladibutuhkankadarpuncak plasma yang

cepatuntukmendapatkanefek. Mekanismeinteraksiakibatgangguanabsorpsiantaralain :

a. Interaksi langsung

Interaksi secara fisik/kimiawi antar obat dalam lumen saluran cerna sebelum absorpsi

dapat mengganggu proses absorpsi. Interaksi ini dapat dihindarkan atau sangat dikuangi

bila obat yang berinteraksi diberikan dalam jangka waktu minimal 2 jam.

b. perubahan pH saluran cerna

Cairan saluran cerna yang alkalis, misalnya akibat adanya antasid, akan meningkatkan

kelarutan obat yang bersifat asam yang sukar larut dalam saluran cerna, misalnya aspirin.

28

Page 29: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

Dengan demikian dipercepatnya disolusi aspirin oleh basa akan mempercepat

absorpsinya. Akan tetapi, suasana alkalis di saluran cerna akan mengurangi kelarutan

beberapa obat yang bersifat basa (misalnya tetrasiklin) dalam cairan saluran cerna,

sehingga mengurangi absorpsinya. Berkurangnya keasaman lambung oleh antasida akan

mengurangi pengrusakan obat yang tidak tahan asam sehingga meningkatkan

bioavailabilitasnya.

Ketokonazol yang diminum per oral membutuhkan medium asam untuk melarutkan

sejumlah yang dibutuhkan sehingga tidak memungkinkan diberikan bersama antasida,

obat antikolinergik, penghambatan H2, atau inhibitor pompa proton (misalnya

omeprazol). Jika memang dibutuhkan, sebaiknya abat-obat ini diberikan sedikitnya 2 jam

setelah pemberian ketokonazol.

c. pembentukan senyawa kompleks tak larut atau khelat, dan adsorsi

Interaksi antara antibiotik golongan fluorokinolon (siprofloksasin, enoksasin,

levofloksasin, lomefloksasin, norfloksasin, ofloksasin dan sparfloksasin) dan ion-ion

divalent dan trivalent (misalnya ion Ca2+ , Mg2+ dan Al3+ dari antasida dan obat lain) dapat

menyebabkan penurunan yang signifikan dari absorpsi saluran cerna, bioavailabilitas dan

efek terapetik, karena terbentuknya senyawa kompleks. Interaksi ini juga sangat

menurunkan aktivitas antibiotik fluorokuinolon. Efek interaksi ini dapat secara signifikan

dikurangi dengan memberikan antasida beberapa jam sebelum atau setelah pemberian

fluorokuinolon. Jika antasida benar-benar dibutuhkan, penyesuaian terapi, misalnya

penggantian dengan obat-pbat antagonis reseptor H2 atau inhibitor pompa proton dapat

dilakukan.

Beberapa obat antidiare (yang mengandung atapulgit) menjerap obat-obat lain, sehingga

menurunkan absorpsi. Walaupun belum ada riset ilmiah, sebaiknya interval pemakaian

obat ini dengan obat lain selama mungkin.

d. obat menjadi terikat pada sekuestran asam empedu (BAS : bile acid sequestrant)

Kolestiramin dan kolestipol dapat berikatan dengan asam empedu dan mencegah

reabsorpsinya, akibatnya dapat terjadi ikatan dengan obat-obat lain terutama yang bersifat

asam (misalnya warfarin). Sebaiknya interval pemakaian kolestiramin atau kolestipol

dengan obat lain selama mungkin (minimal 4 jam).

29

Page 30: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

d. perubahan fungsi saluran cerna (percepatan atau lambatnya pengosongan lambung,

perubahan vaksularitas atau permeabilitas mukosa saluran cerna, atau kerusakan

mukosa dinding usus).

Contoh-contoh interaksi obat pada proses absorpsi dapat dilihat pada tabel berikut:

Obat yang dipengaruhi

Obat yang mempengaruhi Efek interaksi

Digoksin Metoklopramida

Propantelin

Absorpsi digoksin dikurangi

Absorpsi digoksin ditingkatkan (karena perubahan motilitas usus)

Digoksin

Tiroksin

Warfarin

Kolestiramin Absorpsi dikurangi karena ikatan dengan kolestiramin

Ketokonazol Antasida

Penghambat H2

Absorpsi ketokonazol dikurangi karena disolusi yang berkurang

Penisilamin Antasida yang mengandung Al3+, Mg2+ , preparat besi, makanan

Pembentukan khelat penisilamin yang kurang larut menyebabkan berkurangnya absorpsi penislinamin

Penisilin Neomisin Kondisi malabsorpsi yang diinduksi neomisin

Antibiotik kuinolon

Antasida yg mengandung Al3+,Mg2+ , Fe2+, Zn, susu

Terbentuknya kompleks yang sukar terabsorpsi

Tetrasiklin Antasida yang mengandung Al3+, Mg2+ , Fe2+, Zn, susu

Terbentuknya kompleks yang sukar terabsorpsi

Di antara mekanisme di atas, yang paling signifikan adalah pembentukan kompleks

tak larut, pembentukan khelat atau bila obat terikat resin yang mengikat asam empedu. Ada

juga beberapa obat yang mengubah pH saluran cerna (misalnya antasida) yang

mengakibatkan perubahan bioavailabilitas obat yang signifikan.

.1. Distribusi

30

Page 31: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

Setelah obat diabsorpsi ke dalam sistem sirkulasi, obat di bawa ke tempat kerja di

mana obat akan bereaksi dengan berbagai jaringan tubuh dan atau reseptor. Selama berada di

aliran darah, obat dapat terikat pada berbagai komponen darah terutama protein albumin.

Obat-obat larut lemak mempunyai afinitas yang tinggi pada jaringan adiposa, sehingga obat-

obat dapat tersimpan di jaringan adiposa ini. Rendahnya aliran darah ke jaringan lemak

mengakibatkan jaringan ini menjadi depot untuk obat-obat larut lemak. Hal ini

memperpanjang efek obat. Obat-obat yang sangat larut lemak misalnya golongan fenotiazin,

benzodiazepin dan barbiturat.

Sejumlah obat yang bersifat asam mempunyai afinitas terhadap protein darah

terutama albumin. Obat-obat yang bersifat basa mempunyai afinitas untuk berikatan dengan

asam-α-glikoprotein. Ikatan protein plasma (PPB : plasma protein binding) dinyatakan

sebagai persen yang menunjukkan persen obat yang terikat. Obat yang terikat albumin secara

farmakologi tidak aktif, sedangkan obat yang tidak terikat, biasa disebut fraksi bebas, aktif

secara farmakologi. Bila dua atau lebih obat yang sangat terikat protein digunakan bersama-

sasam, terjadi kompetisi pengikatan pada tempat yang sama, yang mengakibatkan terjadi

penggeseran salah satu obat dari ikatan dengan protein, dan akhirnya terjadi peninggatan

kadar obat bebas dalam darah. Bila satu obat tergeser dari ikatannya dengan protein oleh obat

lain, akan terjadi peningkatan kadar obat bebas yang terdistribusi melewati berbagai jaringan.

Pada pasien dengan hipoalbuminemia kadar obat bebas atau bentuk aktif akan lebih tinggi.

Asam valproat dilaporkan menggeser fenitoin dari ikatannya dengan protein dan juga

menghambat metabolisme fenitoin. Jika pasien mengkonsumsi kedua obat ini, kadar fenitoin

tak terikat akan meningkat secara signifikan, menyebabkan efek samping yang lebih besar.

Sebaliknya, fenitoin dapat menurunkan kadar plasma asam valproat. Terapi kombinasi kedua

obat ini harus dimonitor dengan ketat serta dilakukan penyesuaian dosis.

Obat-obat yang cenderung berinteraksi pada proses distribusi adalah obat-obat yang :

a. persen terikat protein tinggi ( lebih dari 90%)

b. terikat pada jaringan

c. mempunyai volume distribusi yang kecil

d. mempunyai rasio eksresi hepatic yang rendah

e. mempunyai rentang terapetik yang sempit

f. mempunyai onset aksi yang cepat

g. digunakan secara intravena.

31

Page 32: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

Obat-obat yang mempunyai kemampuan tinggi untuk menggeser obat lain dari ikatan dengan

protein adalah asam salisilat, fenilbutazon, sulfonamid dan anti-inflamasi nonsteroid.

.2. Metabolisme

Untuk menghasilkan efek sistemik dalam tubuh, obat harus mencapai reseptor, berarti

obat harus dapat melewati membran plasma. Untuk itu obat harus larut lemak. Metabolisme

dapat mengubah senyawa aktif yang larut lemak menjadi senyawa larut air yang tidak aktif,

yang nantinya akan diekskresi terutama melalui ginjal. Obat dapat melewati dua fase

metabolisme, yaitu metabolisme fase I dan II. Pada metabolisme fase I, terjadi oksidasi,

demetilasi, hidrolisa, dsb. oleh enzim mikrosomal hati yang berada di

endothelium, menghasilkan metabolit obat yang lebih larut dalam air. Pada metabolisme fase

II, obat bereaksi dengan molekul yang larut air (misalnya asam glukuronat, sulfat, dsb)

menjadi metabolit yang tidak atau kurang aktif, yang larut dalam air. Suatu senyawa dapat

melewati satu atau kedua fasemetabolisme di atas hingga tercapai bentuk yang larut dalam

air. Sebagian besar interaksi obat yang signifikan secara klinis terjadi akibat metabolisme

fase I dari pada fase II.

a. Peningkatan metabolisme

Beberapa obat bisa meningkatkan aktivitas enzim hepatik yang terlibat dalam

metabolisme obat-obat lain. Misalnya fenobarbital meningkatkan metabolisme warfarin

sehingga menurunkan aktivitas antikoagulannya. Pada kasus ini dosis warfarin harus

ditingkatkan, tapi setelah pemakaian fenobarbital dihentikan dosis warfarin harus

diturunkan untuk menghindari potensi toksisitas. Sebagai alternative dapat digunakan

sedative selain barbiturate, misalnya golongan benzodiazepine. Fenobarbital juga

meningkatkan metabolisme obat-obat lain seperti hormone steroid.

Barbiturat lain dan obat-obat seperti karbamazepin, fenitoin dan rifampisin juga

menyebabkan induksi enzim.

Piridoksin mempercepat dekarboksilasi levodopa menjadi metabolit aktifnya, dopamine,

dalam jaringan perifer. Tidak seperti levodopa, dopamine tidak dapat melintasi

sawar darah otak untuk memberikan efek antiparkinson. Pemberian karbidopa (suatu

penghambat dekarboksilasi) bersama dengan levodopa, dapat mencegah gangguan

aktivitas levodopa oleh piridoksin,

32

Page 33: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

b. Penghambatan metabolisme

Suatu obat dapat juga menghambat metabolisme obat lain, dengan dampak

memperpanjang atau meningkatkan aksi obat yang dipengaruhi. Sebagai contoh,

alopurinol mengurangi produksi asam urat melalui penghambatan enzim ksantin oksidase,

yang memetabolisme beberapa obat yang potensial toksis seperti merkaptopurin dan

azatioprin. Penghambatan ksantin oksidase dapat secara bermakna meningkatkan efek

obat-obat ini. Sehingga jika dipakai bersama alopurinol, dosis merkaptopurin atau

azatioprin harus dikurangi hingga 1/3 atau ¼ dosis biasanya.

Simetidin menghambat jalur metabolisme oksidatif dan dapat meningkatkan aksi obat-

obat yang dimetabolisme melalui jalur ini (contohnya karbamazepin, fenitoin, teofilin,

warfarin dan sebagian besar benzodiazepine). Simetidin tidak mempengaruhi aksi

benzodiazein lorazepam, oksazepam dan temazepam, yang mengalami konjugasi

glukuronida. Ranitidin mempunyai efek terhadap enzim oksidatif lebih rendah dari pada

simetidin, sedangkan famotidin dan nizatidin tidak mempengaruhi jalur metabolisme

oksidatif.

Eritromisin dilaporkan menghambat metabolisme hepatik beberapa obat seperti

karbamazepin dan teofilin sehingga meningkatkan efeknya. Obat golongan

fluorokuinolon seperti siprofloksasin juga meningkatkan aktivitas teofilin, diduga melalui

mekanisme yang sama.

3. Ekskresi

Kecuali obat-obat anestetik inhalasi, sebagian besar obat diekskresi lewat empedu atau

urin. Darah yang memasuki ginjal sepanjang arteri renal, mula-mula dikirim ke glomeruli

tubulus, dimana molekul-molekul kecil yang cukup melewati membran glomerular (air,

garam dan beberapa obat tertentu) disaring ke tubulus. Molekul-molekul yang besar seperti

protein plasma dan sel darah ditahan. Aliran darah kemudian melewati bagian lain dari

tubulus ginjal dimana transport aktif yang dapat memindahkan obat dan metabolitnya dari

darah ke filtrat tubulus. Sel tubulus kemudian melakukan transport aktif maupun pasif

(melalui difusi) untuk mereabsorpsi obat. Interaksi bis terjadi karena perubahan ekskresi aktif

tubuli ginjal, perubahan pH dan perubahan aliran darah ginjal.

a. Perubahan ekskresi aktif tubuli ginjal

b. perubahan pH urin

33

Page 34: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

c. Perubahanalirandarahginjal

2. JENIS-JENIS INTERAKSI OBAT

Ada tiga jenis interaksi obat, yaitu interaksi farmasetis, farmakokinetik, dan

farmakodinamik (Dalimunte A., 2009).

1.      Interaksi Farmasetis

Interaksi farmasetis adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat diformulasikan /

disiapkan sebelum obat digunakan oleh penderita. Misalnya interaksi  antara obat dan larutan

infus IV yang dicampur bersamaan dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi

pengendapan.

2.      Interaksi Farmakokinetik

Pada interaksi ini obat mengalami perubahan pada proses absorbsi, distribusi, metabolisme,

dan ekskresi yang disebabkan karena adanya obat atau senyawa lain.

3.      Interaksi Farmakodinamik

Interaksi ini terjadi bila sesuatu obat secara langsung merubah aksi molekuler atau kerja

fisiologis obat lain. Kemungkinan yang dapat terjadi :

1)      Obat-obat tersebut menghasilkan kerja yang sama pada satu organ (sinergisme).

2)      Obat-obat tersebut kerjanya saling bertentangan ( antagonisme ).

3)      Obat-obat tersebut bekerja independen pada dua tempat terpisah.

Interaksi yang kerap terjadi biasanya adalah interaksi farmakodinamik dan interaksi

farmakokinetik. Farmakodinamik dapat diartikan efek obat terhadap tubuh sedangkan

farmakokinetik adalah nasib obat dalam tubuh. Contoh interaksi farmakodinamik adalah

interaksi antara 2 atau lebih obat yang mengakibatkan adanya kompetensi dalam pendudukan

reseptor sehingga meniadakan salah satu efek dari obat yang digunakan. Sedangkan contoh

dari interaksi farmakokinetik adalah interaksi 2 obat atau lebih yang mengakibatkan obat

tertentu cepat dibuang dalam tubuh atau lambat dibuang dalam tubuh, akibatnya waktu paruh

obat menjadi berbeda dari biasanya.

Akibat dari interaksi obat :

a.       Efek Sinergis : 1 + 1 = 10

Obat A dan obat B digunakan bersamaan sehingga memberikan efek yang berlipat ganda.

b.      Efek Antagonis : 1 + 1 = 1

34

Page 35: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

Obat A dan obat B digunakan bersamaan sehingga memberikan efek meniadakan salah satu

dari efek obat.

c.       Efek Additif : 1 + 1 = 2

Obat A dan obat B digunakan bersamaan sehingga memberikan efek ganda.

Dalam menyikapi interaksi obat ini, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah cara

pencegahan terjadinya interaksi dengan “memainkan” waktu pemberian obat, misal Obat A

diberikan pada jam 8 dan obat B diberikan pada jam 12. Ada juga teknik-teknik lain untuk

menghindarinya, yaitu dengan meningkatkan / menurunkan dosis pemberian obat ketika

waktu pemberian obat tidak dapat diubah. Misal dosis obat A dapat dinetralkan oleh obat B

jika digunakan bersamaan, maka dosis obat A diberikan berlebih (Perdana, 2011).

III.    Pembagian Obat-obatanHipertensi termasuk kedalam 10 besar penyakit yang paling banyak diderita oleh

masyarakat di Indonesia .Selain faktor internal seperti sejarah keluarga, hipertensi juga dipicu

oleh faktor eksternal seperti gaya hidup yang cenderung lebih dominan seperti merokok, dan

obesitas.

Contoh obat-obat anti hipertensi antara lain:

Golongan Obat

β-blocker β1,β2 β1

PropanololNadololPindololTimolol

LabetololOxyprenololCarvedilol

AtenololMetoprololAcebutololBetaxolol

ACEIs CaptoprilEnalaprilLisinopril

Diuretics ManitolAsetozolamida

FurosemideTiazida

SpironolaktonTriamterene

CaCB Verapamil

35

Page 36: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

DialtiazemNifedipineAmlodipineFelodipine

α-adrenergic agonists ClonidineGuanabenzMethyldopaGuanfancine

α-adrenergic antagonists PrazosinTeterazosin

                              DoxazosinAngiotensin reseptor bloker Cargdesertan

EprosartanLosartanvalsartan

Vasodilator lain DiazoxideHydralazine

Natrium nitroprusside

3. MANFAAT OBAT FUROSEMID, CAPTOPRIL, SPIRONOLACTONE, DAN NATRIUM DIKLOFENAK

FUROSEMID

Furosemida efektif untuk pengobatan berbagai edema seperti:`

Edema karena gangguan jantung.

Edema yang berhubungan dengan ganguan ginjal dan sirosis hati.

Supportive measures pada edema otak.

Edema yang disebabkan luka bakar.

Untuk pengobatan hipertensi ringan dan sedang.

Pendukung diuresis yang dipaksakan pada keracunan.

CAPTOPRIL

Untuk hipertensi berat hingga sedang, kombinasi dengan tiazida memberikan efek aditif,

sedangkan kombinasi dengan beta bloker memberikan efek yang kurang aditif. Untuk gagal

jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan digitalis,

dalam hal ini pemberian kaptopril diberikan bersama diuretik dan digitalis.

36

Page 37: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

SPRIRONOLACTONE

Spironolakton digunakan untuk mengobati pasien tertentu dengan hiperaldosteronisme (tubuh

memproduksi terlalu banyak aldosteron, hormon terjadi secara alami); kadar potasium yang

rendah, dan pada pasien dengan edema (retensi cairan) yang disebabkan oleh berbagai

kondisi, termasuk jantung, hati, atau penyakit ginjal. Spironolakton juga digunakan sendiri

atau dengan obat lainnya untuk mengobati tekanan darah tinggi. Spironolakton berada dalam

kelas obat yang disebut antagonis reseptor aldosteron. Hal ini menyebabkan ginjal tidak

dibutuhkan untuk menghilangkan air dan natrium dari tubuh dalam urin, tetapi mengurangi

hilangnya kalium dari tubuh.

Spironolakton juga digunakan dalam kombinasi dengan obat-obatan lain untuk mengobati

pubertas sebelum waktunya (kondisi yang menyebabkan anak-anak untuk memasuki pubertas

terlalu cepat, sehingga dalam pengembangan karakteristik seksual pada anak perempuan

biasanya lebih muda dari 8 tahun dan anak laki-laki biasanya lebih muda dari 9 tahun ) atau

miatenia gravis (MG, penyakit di mana saraf tidak berfungsi dengan baik dan pasien mungkin

mengalami kelemahan, rasa, kehilangan koordinasi otot, dan masalah dengan visi, ucapan,

dan kontrol kandung kemih). Spironolakton juga dapat digunakan untuk mengobati pasien

wanita tertentu dengan rambut wajah abnormal.

NATRIUM DIKLOFENAK

Untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi), gagal jantung kongestive, masalah ginjal

yang disebabkan oleh diabetes, dan untuk meningkatkan kelangsungan hidup setelah

serangan jantung.

4. FARMAKODINAMIK NATRIUM DIKLOFENAK DAN OBAT

ANTI INFLAMASI NON STEROID LAINNYA

FARMAKODINAMIKDiklofenak menekan akut dan kronis peradangan, nyeri dan hipertermia dalam berbagai

model binatang, dan dalam model ini obat umumnya terbukti lebih kuat , dengan berat , daripada aspirin , ibuprofen , naproxen dan fenilbutazon , kurang kuat dibandingkan piroksikam , dan mirip dengan indometasin . The terapi Indeks ( rasio iritan gastrointestinal dan dosis terapi ) diklofenak umumnya baik pada hewan , tetapi bervariasi relatif terhadap non - steroid anti -inflamasi ( NSAID ) sesuai dengan model yang digunakan . Namun , studi terkontrol pada subyek sehat menunjukkan bahwa dosis terapi biasa diklofenak menyebabkan kerusakan pencernaan kurang daripada aspirin , feprazone , indometasin dan naproxen tetapi lebih dari fenclofenac .

37

Page 38: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

Aktivitas anti - inflamasi diklofenak , dan sebagian besar efek farmakologis lainnya , umumnya dianggap terkait dengan penghambatan sintesis prostaglandin . Diklofenak adalah inhibitor poten dari siklooksigenase in vitro dan in vivo , sehingga mengurangi sintesis prostaglandin , prostasiklin dan tromboksan produk . Hal ini tercermin pada hewan dan manusia secara in vivo dengan konsentrasi berkurang berbagai prostaglandin dalam urin , mukosa lambung dan cairan sinovial selama pengobatan dengan diklofenak . Juga , yang sama dengan NSAID lainnya , diklofenak adalah inhibitor reversibel kuat dari fase sekunder agregasi platelet yang diinduksi . Namun , diklofenak pada dosis terapi biasa hanya berpengaruh sedikit terhadap waktu perdarahan pada manusia . Obat ini juga mempengaruhi fungsi leukosit polimorfonuklear , sehingga mengurangi kemotaksis , produksi superoksida dan produksi proteaseObat Anti-inflamasi Nonsteroid

1. Jenis Obat Anti-inflamasi NonsteroidObat anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetika, antipiretika, dan anti-inflamasi. OAINS merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan-peradangan di dalam dan sekitar sendi seperti lumbago, artralgia, osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout artritis. Disamping itu, OAINS juga banyak pada penyakit-penyakit non-rematik, seperti kolik empedu dan saluran kemih, trombosis serebri, infark miokardium, dan dismenorea.

OAINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping.Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu OAINS sering juga disebut sebagai obat-obat mirip aspirin (aspirin-like drug). Aspirin-like drugs dibagi dalam lima golongan, yaitu:Salisilat dan salisilamid, derivatnya yaitu asetosal (aspirin), salisilamid, diflunisal, Para aminofenol, derivatnya yaitu asetaminofen dan fenasetin, Pirazolon, derivatnya yaitu antipirin (fenazon), aminopirin (amidopirin), fenilbutazon dan turunannya, Antirematik nonsteroid dan analgetik lainnya, yaitu asam mefenamat dan meklofenamat, ketoprofen, ibuprofen, naproksen, indometasin, piroksikam, dan glafenin, Obat pirai, dibagi menjadi dua, yaitu (1) obat yang menghentikan proses inflamasi akut, misalnya kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon, dan (2) obat yang mempengaruhi kadar asam urat, misalnya probenesid, alupurinol, dan sulfinpirazon.

Sedangkan menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi:AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen.AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan piroprofen.AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan naproksen.AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan tenoksikam.AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu fenilbutazon dan oksifenbutazon.

KLASIFIKASI KIMIAWI OBAT ANTI-INFLAMASI NONSTEROIDNonselective Cyclooxygenase Inhibitors

38

Page 39: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

Derivat asam salisilat: aspirin, natrium salisilat, salsalat, diflunisal, cholin magnesium trisalisilat, sulfasalazine, olsalazineDerivat para-aminofenol: asetaminofenAsam asetat indol dan inden: indometasin, sulindakAsam heteroaryl asetat: tolmetin, diklofenak, ketorolakAsam arylpropionat: ibuprofen, naproksen, flurbiprofen, ketoprofen, fenoprofen, oxaprozinAsam antranilat (fenamat): asam mefenamat, asam meklofenamatAsam enolat: oksikam (piroksikam, meloksikam)Alkanon: nabumetonSelective Cyclooxygenase II inhibitorsDiaryl-subtiuted furanones: rofecoxibDiaryl-subtituted pyrazoles: celecoxibAsam asetat indol: etodolacSulfonanilid: nimesulid

Aspek Farmakodinamik Obat Anti-inflamasi Nonsteroid. Semua OAINS bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi.

A. Efek Analgesik, Sebagai analgesik, OAINS hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia, dismenorea dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi OAINS tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Untuk menimbulkan efek analgesik, OAINS bekerja pada hipotalamus, menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi.

B. Efek Antipiretik, Temperatur tubuh secara normal diregulasi oleh hipotalamus. Demam terjadi bila terdapat gangguan pada sistem “thermostat” hipotalamus. Sebagai antipiretik, OAINS akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan demam. Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh darah superfisial. Antipiresis mungkin disertai dengan pembentukan banyak keringat. Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam susunan syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek interleukin-1 pada hipotalamus. Aspirin dan OAINS lainnya menghambat baik pirogen yang diinduksi oleh pembentukan prostaglandin maupun respon susunan syaraf pusat terhadap interleukin-1 sehingga dapat mengatur kembali “thermostat” di hipotalamus dan memudahkan pelepasan panas dengan jalan vasodilatasi.

C. Efek Anti-inflamasi, Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kebanyakan OAINS lebih dimanfaatkan pada pengobatan muskuloskeletal seperti artritis rheumatoid, osteoartritis,

39

Page 40: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

dan spondilitis ankilosa. Namun, OAINS hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal. Meskipun semua OAINS memiliki sifat analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi, namun terdapat perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut. Salisilat khususnya aspirin adalah analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan. Selain sebagai prototip OAINS, obat ini merupakan standar dalam menilai OAINS lain. OAINS golongan para aminofenol efek analgesik dan antipiretiknya sama dengan golongan salisilat, namun efek anti-inflamasinya sangat lemah sehingga tidak digunakan untuk anti rematik seperti salisilat. Golongan pirazolon memiliki sifat analgesik dan antipiretik yang lemah, namun efek anti-inflamasinya sama dengan salisilat.

40

Page 41: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

VIII.KESIMPULAN

Tn. Ahmad 68 tahun, mengalami Decompensatio Cordis yang terjadi karena adanya interaksi antagonis antara NSAID dengan obat antihipertensi.

41

Page 42: Fix Laporan Tutorial Skenario B Blok 12

IX. DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Farmakologi dan Terapeutik, FKUI. 2012. Edisi 5. Farmakologi

danTerapi . Jakarta : FKUI

2. FKUI. 2006. edisi IV. Ilmu penyakit dalam. Jakarta : FKUI

3. DIH, 17th edition halaman 1039-1041

4. AHFS. Drug Information halaman 1781-1789

5. Anonym. November 2013. “Drugs”. http://www.drugbank.ca/drugs/DB00264

6. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar & Klinik Ed.10.2012. Jakarta: EGC

7. Hickam, J. B., Sieker, H. O., Ryan, J. M. Hypoxia as a respiratory stimulant

in cardiac dyspnea (abstract), J. clin. Invest. 30:648, 1951

8. Cardiac Failure in Clinical Cardiology. 4th ed. Maurice Sokolow, Malcolm B.

Mc Illory. Lange Medical Publication/ Los Altos, California, 1986, pp. 287 – 323.

9. Harkness Richard, diterjemahkan oleh Goeswin Agoes dan Mathilda B.Widianto.

Interaksi obat. Bandung: Penerbit ITB, 1989.

10. Ronny, Setiawan, Fatimah, S. (2008) Fisiologi Kardiovaskular Berbasis Masalah

Keperawatan, jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

42