OS Keratitis Superfisial

51
BAGIAN KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN OS KERATITIS SUPERFISIAL OLEH : Ummu Asma’ binti Mohd Rosli C 111 10 877 PEMBIMBING: dr. Dhani Armiad SUPERVISOR: Dr. Yunita, Sp.M (K), M.Kes DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN 1

description

opthalmology

Transcript of OS Keratitis Superfisial

BAGIAN KESEHATAN MATA LAPORAN KASUSFAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2015UNIVERSITAS HASANUDDIN

OS KERATITIS SUPERFISIAL

OLEH :Ummu Asma binti Mohd RosliC 111 10 877

PEMBIMBING:dr. Dhani ArmiadSUPERVISOR:Dr. Yunita, Sp.M (K), M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKPADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2015

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa:Nama: Ummu Asma binti Mohd RosliNIM: C111 10 877Judul Case Report: OS Keratitis Superfisial

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Makassar, Mei 2015

Konsulen,Pembimbing,

Dr. Yunita, Sp.M(K), M.Kes dr. Dhani Armiad

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama:Tn. SUmur:34 tahunJenis Kelamin:Laki-laki Suku/Bangsa:Jawa/IndonesiaRM: 017523Agama:IslamPekerjaan: tidak bekerjaAlamat:Pangkep Tgl. Pemeriksaan:15 Mei 2015Rumah Sakit:Poliklinik Mata Rumah Sakit Universitas HasanuddinDokter Pemeriksa: dr. A

ANAMNESIS Keluhan Utama: nyeri pada mata kiriAnamnesis Terpimpin:Dialami sejak 3 hari yang lalu, saat bangun tidur pasien menggosok-gosok matanya seperti biasa. Siangnya, pasiennya merasa matanya sakit dan menjadi merah. Penglihatan mata kiri menurun , rasa mengganjal ada, mata merah ada, air mata berlebih ada, kotoran mata berlebih tidak ada, mata sering berkelilipan dan silau ketika melihat cahaya ada. Pasien lebih selesa menggunakan kacamata hitam saat keluar rumah pada siang hari. Riwayat demam tidak ada. Riwayat orang di sekitar pasien dengan penyakit yang sama tidak ada. Riwayat menggunakan kacamata tidak ada. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat DM tidak ada. Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat penyakit mata sebelumnya tidak ada. riwayat beli obat sendiri, cendoxitrol di apotek.

PEMERIKSAAN FISIS

STATUS GENERALISTekanan darah : 120/80 mmHgNadi : 78 kali/menitPernafasan : 16 kali/menitSuhu : 36,7 C

PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

FOTOOculus sinistra

1. InspeksiPEMERIKSAANODOS

PalpebraEdema (-)Edema (-)

Apparatus lakrimalisLakrimasi (-)Lakrimasi (+)

SiliaSecret (-)Sekret (-)

KonjungtivaHiperemis (-)Hiperemis (+), injeksi perikornea

Bola mata NormalNormal

KorneaJernihKeruh (+) di bagian parasentral berbentuk infiltrate. Tes sensitivitas kornea menurun

Bilik mata depanNormalNormal

IrisCoklat, Kripte (+)Coklat, Kripte (+)

PupilBulat, sentral, RC(+)Bulat, sentral, RC(+)

LensaJernihJernih

Mekanisme MuskularKesegala arah00

000

o00

Kesegala arahO000

00

0 0

2. Palpasi

PEMERIKSAANODOS

Tensi okulerTnTn

Nyeri tekan(-)(-)

Massa tumor(-)(-)

Glandula periaurikulerTidak ada pembesaranTidak ada pembesaran

3.TonometriNCT :Tidak dilakukan pemeriksaan4.Visus VOD:20/20 VOS:20/25 F5.Light sense : Tidak dilakukan pemeriksaan

6.Penyinaran oblikNoPemeriksaanOculus DextraOculus Sinistra

1

2

345

6Konjungtiva

Kornea

Bilik mata depanIrisPupil

LensaHiperemis (-)

Jernih

Normal Coklat, kripte (+)Bulat,sentral,refleks cahaya (+)JernihHiperemis (+) injeksi perikornea(+)Keruh, di parasentral dari arah jam 6, tes fluorescen (+) NormalCoklat, kripte (+)Bulat,sentral,refleks cahaya (+)Jernih

7.Tes fluoresensi: OS (+) defek berbentuk infiltrat 8.Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan9. Slit lamp:

- SLOD:Konjungtiva hiperemis (-) kornea jernih, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral RC (+), lensa jernih - SLOS:Konjungtiva hiperemis (+) injeksi perikornea (+) kornea nampak keruh di parasentral arah jam 6, edema (-), fluoresensi (+) sampai ke lapisan epitel, BMD normal, iris coklat kripte (+), pupil bulat sentral, refleks cahaya (+), lensa jernih

RESUMESeorang laki-laki berumur 34 tahun datang ke poliklinik mata Rumah sakit Pendidikan UNHAS dibawa dengan keluhan nyeri pada mata kiri. Dialami sejak 3 hari yang lalu, penglihatan mata menurun, Rasa mengganjal ada, blefarospasme ada, mata merah ada, nyeri ada, lakrimasi ada fotofobia ada... Riwayat berobat jalan sebelumnya ada, pasien beli obat cendoxitrol di apotek.Pada inspeksi didapatkan kornea keruh di parasentral dari arah jam 6. Pada tes sensitivitas kornea didapatkan penurunan sensitivitas. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD : 20/20 VOS : 20/25 FSLOS : Konjungtiva hiperemis (+) injeksi perikornea (+) kornea nampak keruh, tampak infiltrat di parasentral arah jam 6. BMD normal, iris coklat kripte (+), pupil bulat sentral, lensa jernih. Tes fluoresens: OS (+) tampak lesi di inferior kornea arah jam 6 sampai lapisan epitel

DIAGNOSIS OS keratitis superfisial

TERAPI

Terapi non farmakologisTutup perban OS Terapi topikal Reepitel EDMD 4 dd gtt1 OSCendo Lfx EDMD 4 dd gtt 1 OSCendo Tobro EDMD 4 dd gtt 1 OS Terapi oralNatrium diclofenac 50mg 2 dd 1B Complex C 1x1

PROGNOSIS1.Quo ad vitam: bonam2.Quo ad sanationem: bonam3.Quo ad visam: bonam4.Quo ad kosmeticum: bonam

DISKUSIKornea adalah struktur di mata yang bersifat transparen dan avaskular. Kornea teridiri dari 6 lapisan, dari arah superfisial, epitel, membrane Bowmans, stroma, lapiasan Duas, membran Descemet dan endotel. Kornea dipersarafi oleh nervus anterior siliaris, Kornea dipersarafi banyak saraf sensoris, terutama berasal dari saraf siliaris longus, saraf nasosiliar, dan saraf ke V saraf siliaris. Saraf di kornea tidak bermyelin, dan sensitive pada sentuhan, suhu dan bahan kimia,sehingga apabila kornea disentuh,akan menimbulkan reflek berkedip secara involunter.menurut pengkaji, densitas reseptor nyeri pada kornea 300600 kali lipat lebih besar dari kulit sehingga cidera pada kornea menyebabkan nyeri yang hebat. Karena sifat kornea yang avascular, kornea mendapatkan nutriennya dari humor akoeous di bilik mata depan dan dari pembuluh darah kecil pada limbus. Pada lapisan endotel kornea, terdapat banyak mitokondria karena sel-sel endotel bertanggungjawab untuk memindahkan nutrient dari humor akoues ke dalam kornea. Keratitis merupakan peradangan pada kornea akibat trauma, infeksi,alergi atau mata yang terlalu kering.keratitis bisa dibagi kepada ulseratif dan non ulseratif keratitis. Keratitis ulseratif terjadi akibat adanya diskontuinitas jaringan pada kornea dan disebut sebagai ulkus kornea. Keratitis yang kita akan bahas dalam kasus ini adalah kasus non-ulseratif. Keratitis non ulseratif biasanya diklasifikasikan dalam lapis yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda atau interstisial. Pada keratitis superfisial, hanya mengenai lapisan epitel dan bisa sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut. Pada keratitis profunda atau interstitial, mengenai lapisan yang lebih dalam sehingga membentuk jaringan parut dan menyebabkan penurunan visus seumur hidup.Pada keratitis superfisial, tidak terbentuk jaringan parut karena lapisan epitel di kornea mempunyai mekanisme untuk reepitalisasi. Sel-sel di epitel bisa bermitosis dan membentuk sel-sel baru untuk menutupi defek. Pada pasien ini, melalui pemeriksaan slit lamp dan tes fluorescen, didapatkan ada defek pada kornea tetapi hanya pada lapisan epitel. Diharapkan, pada pasien ini korneanya bisa sembuh semula tanpa jaringan parut. Karena itu, pasien diberi obat cendo reepitel yaitu vitamin A untuk membantu proses reepitelisasi kornea dan vitamin C untuk meningkatkan imunisasi tubuh pasien supaya tubuh bereaksi cepat untuk menyembuhkan diri. Karena kornea mempunyai saraf sensorik yang banyak, apabila terjadi sesuatu seperti trauma atau infeksi, saraf ini akan memberi respon kepada tubuh sehingga tubuh bereaksi dengan menghantar sel-sel radang untuk melindungi kornea. Sel-sel radang melepaskan sitokin-sitokin dan kemoreseptor sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah di sekitar kornea, sehingga terjadi injeksi perikornea dan konjungtiva menjadi hiperemis akibat vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu, sel-sel radang yang banyak yang terdiri dari protein menyebabkan kornea yang transparen menjadi keruh.Pasien ini didiagnosa dengan keratitis superfisial berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Dari anamnesis didapatkan keluhan nyeri pada mata kiri, penglihatan seperti menurun, gejala penglihatan kabur tersebut disebabkan oleh karena kornea merupakan salah satu media refrakta, sehingga jika terdapat kekeruhan pada kornea maka akan memberikan gejala berupa penurunan visus disebabkan oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke media refrakta. Pasien juga mengeluhkan kadang-kadang mata terasa nyeri, berair dan sering silau jika melihat cahaya, Gejala nyeri terjadi oleh karena kornea memiliki banyak serabut saraf yang tidak bermielin sehingga setiap lesi pada kornea baik luar maupun dalam akan memberikan rasa sakit dan rasa sakit ini diperhebat oleh adanya gesekan palpebra pada kornea. Fotofobia yang terjadi pada pasien ini karena akibat jaringan epitel yang rusak, cahaya terlalu banyak yang masuk ke dalam mata akibat kerusakan pada jaringan epitel kornea yang seharusnya membantu menapis cahaya yang masuk, dan akibat banyak cahaya yang masuk ke dalam mata, saraf di mata cuba berkompensasi dengan mengedipkan mata sebanyak mungkin agar cahaya yang masuk dapat dikurangkan sehingga terjadi blefarospasme. Bleparospasme juga terjadi karena terjadi defek pada epitel kornea, menyebabkan saraf di kornea bereaksi hebat dan glandula lakrimalis akan memproduksi lebih banyak air mata utk mengurangkan irirtasi pada kornea dan palpebral superior berperan penting untuk memastikan air mata di hantar ke seluruh kornea dengan cara mengedipkan mata lebih sering secara involunter. Dari pemeriksaan fisik, pada inspeksi didapatkan bintik keruh pada kornea dan lakrimasi berlebihan. Gejala blefarospasme, fotofobia dan lakrimasi tersebut dikenal dengan nama trias keratitis. Dari tes sensitivitas didapatkan sensitivitas kornea menurun menandakan suatu infeksi dari virus.Pada pemeriksaan fisis didapatkan : Pemeriksaan visus: VOD :20/20 VOS :20/25 FSLOS : Konjungtiva hiperemis (+) injeksi perikornea (+) kornea nampak keruh di parasentral arah jam 6 di lapisan epithel, edema (-), fluoresensi (+), BMD normal, iris coklat kripte (+), pupil bulat sentral, lensa jernih.

Pemeriksaan tes flouresence : OS positif (+) namun agak minimal. Pemeriksaan fluoresense menggunakan fluoresein yaitu bahan yang berwarna orange yang bila disinari gelombang biru yaitu cobalt blue akan memberikan gelombang hijau. Bahan larutan ini dipakai untuk melihat terdapatnya defek epitel kornea.Hasil pemeriksaan diatas mendukung untuk didiagnosis sebagai suatu keratitis. Pada penatalaksanaan diberikan pengobatan non-farmakoterapi berupa ditutup mata kiri dengan perban supaya tidak terlalu berhubungan dengan dunia luar. Obat topikal berupa obat Becom C adalah vitamin dan imunomodulator untuk meningkatkan sistem imunitas pasien. Obat tetes mata, Cendo Lfx yaitu levofloxacin diberi sebgai terapi antibiotik untuk bakteri gram (+) mencegah infeksi bakteri sekunder. Cendo Tobro yaitu antibiotic gram (-) untuk mencegah infeksi sekunder. Reepitel mengandung vitamin A yang membantu proses reepitelisasi jaringan epithel kornea. Anjuran pemeriksaan pewarnaan gram dan sensitivitas serta KOH untuk membantu menegakkan diagnosis mikroorganisme penyebab dari keratitis serta mengetahui resistensi obatobat yang diberikan. Dari anamnesis, pasien menyatakan beliau meneteskan cendoxitrol di mata kirinya. Cendoxitrol tidak boleh digunakan pada keratitis karena mengandung steroid yang menghambat proses reepitelisasi pada kornea.

KERATITIS

I. PENDAHULUAN

Kornea adalah salah satu media refrakta sehingga manusia dapat melihat. Seorang ahli mata dapat melihat struktur dalam mata karena kornea bersifat jernih dan memiliki daya bias sebesar 43D. Kornea memiliki mekanisme protektif terhadap lingkungan maupun paparan patogen (virus, amuba, bakteri dan jamur). Ketika patogen berhasil masuk dan membuat defek epitelial di kornea, maka jaringan braditropik kornea akan merespon patogen spesifik dengan peradangan pada kornea (keratitis).1Keratitis akan memberikan gejala seperti rasa nyeri, fotofobia, dan adanya sekret yang purulen yang biasa terdapat pada keratitis herpetika. Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa, dan Moarxella. Penyebab lain bisa karena virus, jamur, dan mikro organisme lainnya.1

Gambar 1. Gambaran fluoresensi keratisis superfisial

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEAII. 1. Anatomi Kornea

Gambar 2. Anatomi kornea

Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepas selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada daerah limbus 3Kornea dalam bahasa latin cornum artinya seperti tanduk, merupakan selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan lapis dari jaringan yang menutup bola mata sebelah depan, dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas: 4,5

Gambar 3. Histologi kornea.1. Epitel Tebalnya 50 um, terdiri atas lim lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm permukaan2. Membrana Bowman Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi3. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membrana Descement Membrane aselular;merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.5. Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um. Endotel melekat pada membrane descemett melalui hemidesmosom dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.1Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya, dan deturgensinya.1

II.2 Fisiologi KorneaFungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah jendela yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang sifat deturgescencenya. Transparansi stroma dibentuk oleh pengaturan fisis special dari komponen-komponen fibril. Walaupun indeks refraksi dari masing-masing fibril kolagen berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan regularitas yang menyebabkan sedikit pembiasan cahaya dibandingkan dengan inhomogenitas optikalnya. Sifat deturgescence di jaga dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barbier dari epitel dan endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan basah dengan kadar air sebanyak 78%.6,7Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang sangatlah penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25 dioptri dari total 58,6 kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74% dari seluruh kekuatan dioptri mata normal. Hal ini mengakibatkan gangguan pada kornea dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam fungsi fisus seseorang.8Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea sangat lah sensitif. Saraf saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui membrana bowman dan berakhir secara bebas diantara sel sel epithelial serta tidak memiliki selebung myelin lagi sekitar 2 3 mm dari limbus ke sentral kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi pada kornea.7Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus. Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata. Setiap kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera kornea.9Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur jaringan yang bradittrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa) diperoleh dari 3 sumber, yaitu :9 Difusi dari kapiler kapiler disekitarnya Difusi dari humor aquous Difusi dari film air mataTiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar dan pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada film air mata juga melindungi mata dari infeksi.4III. ETIOLOGIInfeksi keratitis adalah kondisi yang berpotensi membutakan yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang parah jika tidak diobati pada tahap awal. Jika pengobatan antimikroba yang tepat tertunda, hanya 50% dari mata memperoleh pemulihan visual yang baik. Hal ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa, dan parasit. Faktor risiko umum untuk infeksi keratitis meliputi trauma okular, memakai lensa kontak, riwayat operasi mata sebelumnya, mata kering, gangguan sensasional kornea, penggunaan kronis steroid topikal, dan imunosupresi sistemik. Patogen umum termasuk Staphylococcus aureus, koagulase-negatif Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus pneumonia, dan spesies Serratia. Mayoritas kasus yang ditemukan di masyarakat adalah keratitis bakteri yang teratasi dengan pengobatan empirik dan tidak memerlukan kultur bakteri. Apusan kornea untuk kultur dan tes sensitivitas diindikasikan untuk ulkus kornea dengan ukuran yang besar, berlokasi di sentral kornea, mencapai daerah stroma.8Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa, dan Moarxella. 9 IV. PATOFISIOLOGITerdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan penggunaan preparat imunosupresif topical maupun sistemik.9Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.9Epitel adalah merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur. Sreptokokus pneumonia adalah merupakan bacteria patogen kornea, patogen-patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang immunokompromis untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.7Ketika patogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea superfisial, beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, mulai dari lesi pada kornea yang selanjutnya agen patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi pada daerah struma kornea respon tubuh berupa pelepasan antibodi yang akan menginfiltrasi lokasi invasi agen pathogen. Hasilnya, akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi kornea. Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan) dan selanjutnya agen pathogen akan menginvasi seluruh kornea. Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membarana descement yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele yang dimana hanya membarana descement yang intak. Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane descement terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforate dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus progresif dan bola mata akan menjadi lunak.7V. KLASIFIKASI KERATITISKeratitis dapat dibagi kepada dua, keratitis superfisial dan keratitis profunda. Pada keratitis superfisial, dapat sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut dan keratitis profunda atau interstitial,yang mengenai lapisan dalam kornea, sembuh dan meninggalkan jaringan parut. 11Menurut Khurana, keratitis atau keratitis tanpa ulkus dapat dibagi dua : keratitis superficial dan keratitis profunda (deep keratitis). Keratitis superficial dapat dibagi dua, keratitis superficial difus dan keratitis superfisial pungtata. 11

1. Keratitis SuperfisialKeratitis superfisial sering disebabkan oleh trauma, yang tidak melebihi jaringan membrane Bowmans. manifestasi klinis dari keratitis jenis ini adalah nyeri, epifora, bhlepharospasm, konjungtivitis, penurunan visus dan pembengkakan kelopak mata atas. 5Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pewarnaan kornea , inspeksi luka dengan mikroskop operasi dan jika perlu, pemeriksaan radiologi dengan Ct scan.5

a) Keratitis superfisial difusPada keratitis jenis ini,biasanya kornea tampak jernih,da nada tampak seperti debu-debu warna keabu-abuan. Erosi epitel bisa terjadi di mana-mana saja teatpi jika tidak dirawat, bisa menimbulkan ulkus kornea. Pengobatannya adalah dengan antibiotic tetes mata seperti tobramycin atau gentamycin setiap 2-4 jam.11

Gambar 3. Keratitis superfisial

b) Keratitis superfisial pungtatakeratitis superfisial pungtata ditandai dengan lesi yang banyak dan bercak-bercak halus pada daerah superfisial. Kausa utama keratitis ini adalah virus, seperti herpes zoster, adenovirus dan keratokonjungtivitis epidemik.11

Gambar 4 . morfologi keratitis superfisial pungtata.2. Keratitis interstitial/profundaKeratitis interstitial merupakan keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan neovaskularisasi. Keratitis ini juga disebut sebagai keratitis parenkimatosa. 4Biasanya akan memberikan keluhan fotofobia, lakrimasi, kelopak meradang, akit dan menurunnya visus. Pada keratitis ini, keluhan bertahan seumur hidup.4Pengobatan pada keratitis ini tergantung jenis penyebabnya, bakteri,virus,jamur atau trauma.4Keratitis juga dapat dibagi berdasarkan etiologi :1. Keratitis BakterialSetiap bakteri seperti Streptococci,Stapylococci, Pseudomonas,dan Haemophilus dapat menyebabkan infeksi pada kornea. 4Pada keratitis bakterial, akan terdapat keluhan kelopak mata lengket setiap bangun pagi. Mata sakit silau, merah,berair dan penglihatan yang berkurang. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada pemakaian lensa kontak dengan pemakaian lama.4

Gambar 5. Hipopion pada keratitis bakterial.2. Keratitis JamurKeratitis jamur lebih jarang dibandingkan kerattis bacterial. Dimulai oleh suatu trauma pada kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian tumbuh-tumbuhan.4Kebanyakan jamur disebabkan oleh Fusarium, Filamentous, yeast, Candida dan Aspergillus.4Keluhan baru timbul setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu kemudian. Pasien akan mengeluh sakit mata yang hebat, berair, penglihatan menurun dan silau. Pada mata akan terlihat infiltrat kelabu, disertai hipopion, peradangan, ulserasi superfisial dan satelit bila terletak di dalam stroma. Biasanya disertai dengan cincin endotel denga plak tampak bercabang-cabang,gambaran satelit pada kornea, dan lipatan descemet.4Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap kerokan kornea yang menunjukkan adanya hifa.4

Gambar 6. keratitis jamur.3. Keratitis virusVirus yang menginfeksi kornea termasuklah virus yang menginfeksi saluran nafas seperti adenovirus dan semua yang menyebabkan demam. Virus herpes simpleks dapat menyebabkan keratitis, demikian juga virus herpes zoster.4Kelainan pada kornea didapatkan sebagai keratitis pungtata uperfisial memberikan gambaran seperti infiltrate halus bertitik-titik pada dataran depan kornea yang dapat terjadi pada penyakit herpes simpleks, herpes zoster, infeksi virus, vaksinia dan trakoma.4

Gambar 7. jenis keratitis zoster: A. keratitis pungtata epithelial B. ulkus epithelial mikrodendritik C. keraitits nummular D. Keratitis disiformis.

4. Keratitis alergiPada keratitis alergi, biasanya sering kambuh pada waktu-waktu tertentu dalam setahun. Merupakan penyakit rekuren, dan terjadi bilateral. Pasien umumnya mengeluh gatal, ada riwayat alergi dalam keluarga atau pada pasien sendiri. Biasanya didapatkan pada musim panas dan sering mengenai anak laki-laki sebelum berumur 14 tahun.4

Gambar 8.keratitis alergi

5. Defisiensi vitaminBiasanya lesi berupa ulkus terletak dipusat dan bilateral berwarna kelabu dan indolen, disertai kehilangan kilau kornea di daerah sekitarnya. Kornea melunak dan sering terjadi perforasi.

Gambar 9 . keratitis akibat defisiensi vitamin A

6. Kerusakan N.V (nervus trigeminus)Jika nervus yang mempersarafi kornea terputus karena trauma, tindakan bedah peradangan atau karena sebab apapun, kornea akan kehilangan kepekaannya yang merupakan salah satu pertahanan terhadap infeksi yaitu reflex berkedip. Pada tahap awal ulkus neurotropik pada pemeriksaan fluorescein akan menghasilkan daerah-daerah dengan berupa berupa bercak terbuka.4

7. Idiopatik

VI. GEJALA KLINISPada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis. Pasien dapat mengeluhkan adanya pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia, penurunan visus, sensasi benda asing, iritasi okuler dan blefarosspasma dan kadang juga di temukan hypopion pada kamera anterior.4Oleh karena kornea bersifat sebagai jendela mata dan merefraksikan cahaya, lesi kornea sering kali mengakibatkan penglihatan menjadi kabur, terutama ketika lesinya berada dibagian central.7Pada keratitis superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi epithelia multiple sebanyak 1 50 lesi (rata rata sekitar 20 lesi didapatkan). Lesi epithelia yang didapatkan pada keratitis pungtata superfisial berupa kumpulan bintik bintik kelabu yang berbentuk oval atau bulat dan cenderung berakumulasi di daerah pupil. Opasitas pada kornea tersebut tidak tampak apabila di inspeksi secara langsung, tetapi dapat dilihat dengan slitlamp ataupun loup setelah diberi flouresent.7Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang, tapi tidak pernah menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes simpleks. Walaupun umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada pasien akan tetapi reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien.6 VII. DIAGNOSISKecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau (fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasme). Adapun radang kornea ini biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis superfisial dan interstisial atau propunda. Keratitis superfisial termasuk lesi inflamasi dari epitel kornea dan membrane bowman superfisial.6Sangat penting untuk dilakukan penegakan diagnosis morfologis pada pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan dengan melihat tanda-tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial, perubahan epitel bervariasi secara luas mulai dari penebalan epitel, Punctate Epitelial Erosion (PEE), dan lecet kornea untuk pseudodendrites. Dapat menjadi reaksi traumatis sekunder dan alergi terhadap lensa kontak. Pada pewarnaan fluorescein terutama terlihat pada posisi pukul 3 dan pukul 9 kornea, edema ringan dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi partial. Pada keratitis stromal, respon struma kornea dapat berupa infiltrasi sel radang, edema yang bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula dari stroma lalu ke epitel kornea.6,7Periksa ketajaman visual dengan lensa kontak atau kacamata, jika pasien tidak memiliki kacamata, gunakan lubang jarum dari occluder periksa pergerakan lensa kontak dan defect kornea pada slit lamp. Minta pasien melepaskan lensa kontak jika mampu, dapat menggunakan satu tetes proparacaine atau anestesi topikal lain untuk membuka mata agar dapat diperiksa secara koperatif.7Periksa reaktivitas pupil dengan senter, pemeriksaan slit lamp dengan memperhatikan daerah konjungtiva bulbar dan palpebral untuk mencari setiap papillae atau folikel, permukaan kornea untuk menyingkirkan ulkus kornea, dan reaksi pada ruang anterior mata.7Pemeriksaan fisis pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada keratitis melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent dapat menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan inspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan dengan iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya sementara memindahkan cahaya dengan hati-hati ke seluruh kornea. Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat.7Pasien biasanya mengeluhkan adanya sensasi benda asing, fotofobia dan air mata yang berlebihan. Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik titik berwarna abu abu yang kecil. Tidak adanya terapi spesifik untuk keadaan ini, tergantung faktor penyebabnya.5Floresensi topikal adalah merupakan larutan nontoksik dan water-soluble yang tersedia dalam beberapa sediaan : dalam larutan 0,25% dengan zat anestetik (benoxinate atau proparacaine), sebagai antiseptic (povidone-iodine), maupun dalam zat pengawet sebagai tetes mata tanpa pengawet 2% dosis unit. Floresens akan menempel pada defek epithelial pungtata maupun yang berbentuk makroulseratif (positive stanining) dan dapat memberikan gambaran akan lesi yang tidak berbekas melalui film air mata (negative staining). Floresens yang terkumpul dalam sebuah defek epithelial akan mengalami difusi ke dalam strauma kornea dan tampak dengan warna hijau pada kornea.2

VIII. DIAGNOSIS BANDING1. Ulkus korneaUlkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal dua bentuk ulkus kornea yaitu ulkus kornea sentral dan marginal atau perifer.1Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur, akantamuba, dan herpes simpleks. Bakteri yang sering mengakibatkan ulkus kornea adalah Streptokokkus alfa hemolitik, Streptokokkus aureus, Moraxella likuefasiens, Pseudomonas aeruginosa, Nocardia asteroids, Alcaligenes sp., Streptokokkus beta hemolitik, dll. Pada ulkus kornea yang disebabkan jamur dan bakteri akan terdapat defek epite yang dikelilingi leukosit polimorfnuklear. Bila infeksi disebabkan virus, akan terlihat reaksi hipersensitivitas disekitarnya.1Gejala yang dapat menyertai adalah terdapat penipisan kornea, lipatan descement reaksi jaringan uvea, berupa hipopion, hifema dan sinekia posterior. Pemeriksaan laboratorium sangat berguna untuk membuat diagnosa kausa. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus yang memakai larutan KOH.12. KonjungtivitisKonjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata.Konjungtivitis menunjukkan gejala yaitu hiperemi konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat dengan secret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak dan mata terasa seperti ada benda asing.Ulkus kornea dapat diadiagnosis banding dengan konjungtivitis dilihat dari gejala mata merah yang terjadi.Pada konjungtivitis kornea masih jernih dan terang sehingga tidakada gangguan visus yang berbeda dengan ulkus kornea dimana terjadi kekeruhan lensa.

3.UveitisUveitis adalah peradangan pada jaringan uvea. Uveitis bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,jamur, parasite dan rickettsia uveitis. Gejalanya samaseperti keratitis,ada nyeri,fotofobia, lakrimasi, blefarospame, penurunan visus dan mata merah. Yang membedakan keratitis dan uveitis adalah pada uveitis, sering terjadi hipopion, yaitu endapan pus akibat keratic precipitate(KP) dan adanya sinekia anterior atau posterior, yaitu perlengketan di bilik mata depan atau belakang. Hal ini bisa menyebabkan kelainan pada tekanan intraokular, sama ada menigkat atau menurun tekanannya.pada uveitis juga, adanya flare, yaitu sel-sel radang yang tertumpuk di bilik mata depan. 4,12

4. KeratomikosisKeratomikosis merupakan suatu infeksi kornea oleh jamur.Biasanya dimulai oleh suatu ruda paksa pada kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian-bagian tumbuhan. Setelah beberapa hari pasien akan merasa sakit hebat pada mata dan silau.1Keratomikosis dapat didiagnosis banding dengan ulkus kornea karena menujukkan gambaran yang sama pada kornea. Untuk mendiagnosis keratomikosis perlu dilakukan pemerikasaan KOH dimana diharapkan pada kerokan kornea ditemukan adanya hifa.1

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANGDiagnosis yang tepat dan pengobatan infeksi kornea sedini mungkin sangatlah penting dalam menghindari penurunan penglihatan secara permanen. Diagnosis dari setiap jenis infeksi keratitis pada dasarnya meliputi langkah-langkah berikut:11. Mengidentifikasi agen patogen dan tes sensitivitas. Hal ini dilakukan dengan mengambil apusan dasar ulkus sebagai bahan sampel dan inokulasi media kultur untuk bakteri dan fungi. Spesimen lensa kontak yang digunakan juga harus diambil dan di kultur untuk memastikan sumber dari bakteri atau jamur.2. Dilakukan pewarnaan dengan Gram dan Giemsa pada spesimen yang diambil untuk mendeteksi bakteri.3. Apabila dicurigai suatu infeksi virus, tes sensitivitas kornea dianjurkan dimana hasil sensitivitasnya akan berkurang.

X. PENATALAKSANAANTerapi awal yang digunakan pada keratitis superfisial adalah dengan trifluorothymidine 1% tetes (Viroptic) 9 kali sehari atau vidarabine 3% ointment (Vira-A) 5 kali sehari pada mata yang terinfeksi. Jika ada fotofobia, bisa ditambahkan agen cyclopegic (seperti scopolamine 0,25% TID) untuk mengurangkan spasme iris dan memberikan lebih kenyamanan kepada pasien. Pada area yang terlibat secara ekstensif, dipertimbangkan untuk dilakukan debridemen pada epitelium yang terlibat setelah diberikan agen antivirus dengan menggunakan aplikator cotton-tip yang steri atau intrumen yang separa tajam di bawah pengaruh anestesi propacaine topikal.8 Beberapa terapi yang dapat secara baik menangani keratitis superfisial. Terapi suportif dengan lubrikans topikal seperti air mata artifisial seringkali adekuat pada kasus-kasus yang ringan. Air mata artifisial dapat mengurangi sisa produk inflamasi yang tertinggal pada reservoir air mata. Mereka tidak hanya bekerja sebegai lubrikans, tapi juga sebagai agen pembersih, pembilas dan dilusi dari film air mata serta sebagai agen pemoles dari epitel superfisial untuk membentuk kembali microvillae dan menstabilkan lapisan mucin dari air mata.7Tergantung dari keparahan gejala pada pasien, air mata artifisial dengan viskositas berbeda (dari tetes mata hingga jel viskositas tinggi) diresepkan pada pasien dan diaplikasikan dengan frekuensi yang berbeda. Pada keratitis akibat pemaparan (exposure keratitis ), jel atau krim dengan viskositas yang tinggi digunakan karena waktu retensinya yang panjang.4Prosedur collagen cross-linking (CXL) yng menggunakan ibovlavin dan sinar ultraviolet-A yang bisa memberikan efek peningkatan kekuatan pada tisu kornea.Fotoaksi dari ribovlavin menyebabkan kerusakan RNA dan DNA dari mikroorganisme dengan proses oksidasi dan menyebabkan lesi pada strand kromosom. Sinar ultraviolet itu sendiri mempunyai efek sporisidal dan virusida. Prosedur kolagen cross linking digunakan dalam pengobatan infeksi keratitis hampir identik dengan standar protokol pengobatan keratoconus, dengan penggunaannya setelah setelah penggunaan obat anestesi tetes mata, jaringan epitel longgar dan epitel yang nekrosis di sekitar daerah infeksi diangkat dari kornea. Tujuannya untuk menghilangkan epitel kornea agar terjadi penetrasi riboflavin yang adekuat pada daeah kornea. Riboflavin (riboflavin / dekstran solusi 0,5-0,1%) ditanamkan pada permukaan kornea dengan jangka waktu 20-30 menit pada interval dari 2-3 menit. Hal ini diikuti dengan pencahayaan kornea menggunakan lampu UV-X, UV-A 365 nm, dengan radiasi 3.0mW/cm2 dan total dosis 5,4 J/cm2.8Antibiotik sistemik digunakan apabila terdapat ekstensi ke sklera akibat infeksi atau didapatkan adanya ancaman perforasi pada pasien. Levofloxacin maupun ofloxacin memiliki penetrasi aqueous dan vitreus yang baik dengan pemberian oral. Tidak perlu untuk menangani pasien hingga seluruh lesi di kornea hilang. Akan tetapi penanganan dilaksanakan hanya hingga pasien dapat mencapai titik kenyamanan.4Terapi pembedahan, emergency keratoplasty diindikasikan untuk mengobati suatu descemetocele atau ulkus kornea perforasi pada daerah nekrosis yang luas dan memerlukan flap konjungtiva untuk mempercepat penyembuhan. Stenosis atau penyumbatan dari sistem lakrimal yang lebih rendah yang mungkin mengganggu penyembuhan ulkus harus dikoreksi melalui pembedahan.1Sesegera mungkin melakukan pemeriksaan tes bakteriologis dan tes resistansi untuk mendapatkan hasil yang lebih dini, agar dokter segera melakukan terapi empiris pada agen patogen. Pada keadaan keratitis yang tidak berespon dengan pengobatan mungkin agen patogen tersebut belum diidentifikasi secara positif, pasien tidak menggunakan antibiotik yang dianjurkan dokter, agen patogen tersebut resisten terhadap antibiotik, ataukah keratitis ini tidak disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh salah satu patogen berikut: 1.Herpes simplex virus, 2.Jamur, 3. Acanthamoeba, atau agen patogen langkah seperti 4. Nocardia atau mycobacteria.1XI. KOMPLIKASIKomplikasi keratitis dapat berupa :11. Hipopion: sebagai proses perluasan pada kasus yang tidak diobati, jaringan uveal anterior yang disusupi oleh limfosit, sel-sel plasma dan PMNLs bermigrasi melalui iris ke kamera anterior.2. Penyembuhan: membentuk jaringan parut atau sikatriks di lokasi sebelumnya sekiranya jejas terjadi melebihi epitel, melewati stroma. Sikatriks yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu nebula , macula dan leukoma. Leukoma : di stroma . Dengan mata telanjang bisa dilihat Makula disubepitel. Dengan senterbisa dilihat Nebula di epitel dengan slit lamp atau dengan loop bisa dilihat3. Ulkus kornea4. Descemetocoele: membran descemet yang tahan terhadap collagenolysis dan mengalami perbaikan dengan pertumbuhan epitel kearah anterior membran kornea, Kondisi ini lebih umum sebagai sekuel keratitis virus5. Perforasi

XII. PROGNOSISDengan pengobatan dini yang memadai, banyak jenis keratitis dapat sembuh dengan sedikit atau tanpa bekas luka sama sekali, secara umum prognosis dari keratitis superfisial karena tidak terdapat jaringan parut ataupun vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan metode penanganan yang dilaksanakan prognosis dalam hal visus pada pasien dengan keratitis herpetika sangat baik. Jika infeksi mengenai bagian mata yang lain, terapi tambahan mesti dilakukan untuk menyingkirkan infeksi.1,10Prosedur bedah mungkin diperlukan untuk memperbaiki masalah keratitis yang berhubungan dengan ketidak mampuan untuk benar-benar menutup kelopak mata.10DAFTAR PUSTAKA1. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook Atlas. 2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466.2. Ilyas S. Ikhtisas Ilmu penyakit Mata3. K.Weng Sehu et all. Opthalmic Pathology. Blackwell Publishing. UK. 2005. p.62.4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-135. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology. Thieme. 2006. p. 97-996. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eye Foutrth Edition. BMJ Books. p. 17-19.7. Tasman W, Jaeger EA. Duanes Ophtalmology. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 20078. Chern KC. Emergency Ophtalmology a Rapid Treatment Guide. Mc Graw-Hill. 2002.9. Raymond L. M. Wong, R. A. Gangwani, LesterW. H. Yu, and Jimmy S. M. Lai. New Treatments for Bacterial Keratitis. Department of Ophthalmology, Queen Mary Hospital, Hong Kong. 201210. Ann M. Keratitis, Available, at URL : http://www.mdguidelines,com/keratitis. Accesed May 18th , 201511. AK Khurana. Comprehensive Opthalmology. 4th ed. New Age International(P) Limited Publisher. 2007.

35