TEORI-TEORI PENGETAHUAN MENURUT AHLI FILSUF FAKULTAS TEKNIK, MATEMATIKA, DAN IPA PROGRAM STUDI...
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of TEORI-TEORI PENGETAHUAN MENURUT AHLI FILSUF FAKULTAS TEKNIK, MATEMATIKA, DAN IPA PROGRAM STUDI...
TEORI-TEORI PENGETAHUAN MENURUT AHLI FILSUF
Makalah Yang Diajukan Untuk Menambah Nilai MataKuliah Filsafat Ilmu
Disusun Oleh:
Rizky Ridwan 201143500599 Sigit Prakoso 201143500637 Fernanthes T. 201143500656 Enggartiasto P. 201143500687 Ade Syaepudin 201143500792
Kelas : R7DDosen : Acep, M.Pd.Kelompok : 5
FAKULTAS TEKNIK, MATEMATIKA, DAN IPAPROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul ‘Teori-Teori Pengetahuan Menurut Ahli Filsuf‘.
Makalah ini diajukan untuk menambah nilai mata kuliah
Filsafat Ilmu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat
kekurangan baik dalam penulisan maupun dalam penyusunan,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca dan
pendengar.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini
dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Aamiin.
Jakarta, Oktober 2014
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................
i
DAFTAR ISI....................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN............................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah.........................
1
1.2 Rumusan Masalah................................
2
1.3 Tujuan.........................................
2
BAB II PEMBAHASAN............................................
3
2.1 Pengertian Pengetahuan.........................
3
2.2 Teori Pengetahuan..............................
3
2.3 Teori Pengetahuan Dalam Islam..................
6
iii
2.4 Teori Pengetahuan Menurut Ahli Filsuf..........
7
BAB III PENUTUP..............................................
11
3. Kesimpulan......................................
11
DAFTAR PUSTAKA................................................12
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ilmu-ilmu yang dimiliki oleh manusia berhubungan satu
sama lain, dan tolak ukur keterkaitan ini memiliki
derajat yang berbeda-beda. Sebagian ilmu merupakan asas
dan pondasi bagi ilmu-ilmu lain, yakni nilai dan
validitas ilmu-ilmu lain bergantung kepada ilmu tertentu,
dan dari sisi ini, ilmu tertentu ini dikategorikan
sebagai ilmu dan pengetahuan dasar.
Latar belakang hadirnya pembahasan teori pengetahuan
ini adalah karena para pemikir melihat bahwa panca indra
lahir manusia yang merupakan satu-satunya alat penghubung
manusia dengan realitas eksternal terkadang atau
senantiasa melahirkan banyak kesalahan dan kekeliruan
dalam menangkap objek luar, dengan demikian, sebagian
pemikir tidak menganggap valid lagi indra lahir itu dan
berupaya membangun struktur pengindraan valid yang
rasional. Namun pada sisi lain, para pemikir sendiri
berbeda pendapat dalam banyak persoalan mengenai akal dan
rasionalitas, dan keberadaan argumentasi akal yang saling
kontradiksi dalam masalah-masalah pemikiran kemudian
1
berefek pada kelahiran aliran Sophisme yang mengingkari
validitas akal dan menolak secara mutlak segala bentuk
eksistensi eksternal.
Dengan alasan itu, persoalan epistemologi sangat
dipandang serius sedemikian sehingga filsuf Yunani,
Aristoteles, berupaya menyusun kaidah-kaidah logika
sebagai aturan dalam berpikir dan berargumentasi secara
benar yang sampai sekarang ini masih digunakan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengetahuan?
2. Apa saja teori-teori pengetahuan?
3. Bagaimana teori-teori pengetahuan di dalam Islam?
4. Bagaimana teori-teori pengetahuan menurut ahli
filsuf?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari pengetahuan.
2. Mengetahui apa saja teori-teori pengetahuan.
3. Mengetahui teori-teori pengetahuan di dalam Islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui,
yang diperoleh dari persentuhan panca indera terhadap
objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil
dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berpikir
yang menjadi dasar manusia dalam bersikap dan bertindak.
2.2 Teori Pengetahuan
Teori pengetahuan sebenarnya adalah salah satu cabang
dari struktur filsafat, selain teori hakikat dan teori
nilai. Teori pengetahuan ini membahas tentang bagaimana
cara mendapatkan pengetahuan. Sehingga lebih banyak
berbicara tentang hakikat pengetahuan, cara berpikir, dan
hukum berpikir yang mana harus dipergunakan agar kita
mendapatkan hasil pemikiran yang kemungkinan benarnya
lebih besar. Teori pengetahuan terbagi menjadi :
A. Empirisme
John Locke, seorang bapak empirisme dari Britania
mengatakan bahwa manusia dilahirkan akalnya merupakan
jenis buku catatan yang kosong. Di dalam buku catatan
4
itulah dicatat pengalaman-pengalaman indrawi. Dan
lebih lanjut lagi John Locke mengatakan, seluruh sisa
pengetahuan kita peroleh dengan jalan menggunakan
serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari
penginderaan serta refleksi yang pertama dan sederhana
itu. Singkat cerita, pengetahuan yang didapat dengan
empirisme ini lebih banyak dikarenakan pengalaman-
pengalaman yang pernah dilalui, seberapa rumitnya
pengetahuan dapat dilacak dengan pengalaman-pengalaman
indrawi.
B. Rasionalisme
Rasio berarti akal. Rasionalisme berarti suatu paham
dimana sumber pengetahuan berasal dari akal. Rene
Descartes, bapak rasionalisme berusaha menemukan
kebenaran yang tidak dapat diragukan, sehingga memakai
metode deduktif (kesimpulan ditarik dari premis-premis
umum) untuk menyimpulkan pengetahuan. Seorang
rasionalis tentunya mengakui bahwa kebenaran-kebenaran
yang dikandung oleh kesimpulan-kesimpulan yang
jumlahnya sama banyaknya dengan kebenaran-kebenaran
yang dikandung oleh premis-premis yang menghasilkan
kesimpulan-kesimpulan tersebut. Dan seorang rasionalis
pastilah memandang pengalaman sebagai salah satu alat
5
bantu dari akal, karena menurutnya pengetahuan berasal
dari akal pikiran.
C. Fenomenalisme
Fenomenalisme adalah sebuah paham untuk mencari
pengetahuan berdasarkan gejala yang terjadi. Seorang
Immanuel Kant, bapak fenomenalisme membuat uraian
tentang pengalaman, bahwa sesuatu sebagaimana terdapat
dalam dirinya sendiri merangsang alat indrawi dan
diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman
dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran.
Dan karena itu pula, seorang fenomenalis tidak pernah
mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu yang
terjadi seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya
tentang sesuatu yang menampak, dan inilah yang disebut
dengan gejala.
Immanuel Kant mengemukakan tentang fenomenalis,
karena mengkritik salah seorang pemikir yang
mengkritik sumber ilmu pengetahuan berasal dari hal
yang bersifat empiris dan rasional. Karena menurut
Kant, seorang empirisme benar apabila pengetahuan
didasarkan pada pengalaman, meskipun hanya sebagian
dan seorang rasionalis juga benar, karena akalnya
6
memaksakan bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu
serta pengalaman.
D. Instuisionisme
Intuisi adalah hal yang bersifat alamiah,
pengetahuan simbolis yang pada dasarnya bersifat
analitis dan memberikan kepada kita keseluruhan yang
bersahaja, yang mutlak tanpa suatu ungkapan,
terjemahan atau deskripsi secara simbolis.
Intuisionisme adalah suatu aliran atau paham yang
menganggap bahwa intuisi (naluri/perasaan) adalah
sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi termasuk
salah satu kegiatan berpikir yang tidak didasarkan
pada penalaran. Jadi Intuisi adalah non-analitik dan
tidak didasarkan atau suatu pola berpikir tertentu dan
sering bercampur aduk dengan perasaan.
Menurut Henry Bergson, filsuf asal Prancis, intuisi
adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung
dan seketika. Analisa atau pengetahuan yang diperoleh
dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan
hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan
intuitif. Seorang instuisif memperoleh pengetahuan
7
dengan cara mengetahui beberapa bagian dari suatu
peristiwa namun tidak mengalami keseluruhannya.
E. Metode Ilmiah
Ada suatu perbedaan antara ilmu pengetahuan dengan
filsafat, jikalau ilmu membicarakan kenyaataan yang
sebenarnya, maka filsafat bicara tentang bagaimana
cara memperoleh jawaban. Sehingga muncullah metode
ilmiah sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan.
Metode ilmiah dimulai dengan pengamatan-pengamatan dan
berakhir dengan pengamatan pula. Sehingga pengamatan
adalah hal yang pasti terukur.
Dalam metode ilmiah ini kita akan mengenal sebuah
hipotesa. Hipotesa berarti usulan penyelesaian yang
berupa saran dan sebagai sebuah konsekuensi yang harus
dipandang sementara dan memerlukan verifikasi dan
biasanya akan memungkinkan adanya sejumlah saran.
Dalam prosesi menemukan hipotesa, dikatakan bahwa
kegiatan akal bergerak keluar dari pengalaman yang
ada, mencari bentuk, dan didalamnya terdapat fakta-
fakta yang telah diketahui dalam menyusun kerangka
tertentu. Dan berharap bahwa fakta-fakta yang
dikumpulkan cocok dengan hipotesa yang dibangun
(proses verifikasi). Ramalan terhadap hipotesa dimulai
8
dengan ramalan yang dilakukan secara hati-hati,
sistematis, dan dengan sengaja terhadap ramalan-
ramalan yang disimpulkan dari hipotesa tersebut.
2.3 Teori Pengetahuan Dalam Islam
Agama dan ilmu pengetahuan (sains), adalah dua kata
yang memiliki arti universal. Agama adalah pandangan
tertentu kepada kehidupan. Agama membentuk suatu aturan
dan undang-undang berdasarkan pandangan tersebut.
Sementara sains adalah pengetahuan yang mencoba
mengungkapkan misteri alam beserta isinya. Hal tersebut
memungkinkan manusia dapat menyingkap misteri alam,
memanfaatkan dan meramalkan sesuatu yang bakal terjadi di
kemudian hari. Oleh karena itu, sains membatasi ruang
geraknya pada segenap gejala yang ditangkap oleh
pengalaman manusia melalui panca inderanya.
Dalam teori ilmu pengetahuan, Al-Quran memberikan
gambaran yang secara urut mempunyai skala menarik, yakni:
(a) pengetahuan yang diperoleh dari kesimpulan atau ilmu
yakin, (b) pengetahuan yang diperoleh dari penglihatan dan
yang dilaporkan oleh pengamatan atau ainul yakin, dan (c)
pengetahuan yang diperoleh dengan pengalaman pribadi atau
intuisi atau haqqul yakin.
9
o Pengetahuan yang pertama, Ilmu Yakin, terdapat
keyakinan yang lebih besar terhadap pengetahuan
manusia yang didasarkan kepada pengalaman akal
aktual yang diperoleh melalui observasi dan
eksperimentasi terhadap suatu gejala atau fenomena.
o Pengetahuan yang kedua, Ainul Yakin, adalah pengetahuan
ilmiah yang didasarkan kepada pengalaman observasi
atau ekperimentasi maupun pengetahuan sejarah yang
didasarkan kepada laporan-laporan dan penggambaran
dari pengalaman aktual.
o Pengetahuan tertinggi yakni, Haqqul Yakin, pengalaman
melalui batin memberikan derajat paling tinggi, dan
petunjuk Allah mula-mula datang kepada makhluknya
dari sumber manusia sendiri.
2.4 Teori Pengetahuan Menurut Ahli Filsuf
“Hanya teori-teorilah yang dapat menjadi
referensi dan acuan dalam mengembangkan suatu bidang
ilmu”, demikianlah seorang pakar komunikasi, Little John
berpendapat tentang pentingnya memahami teori-teori yang
ada.
10
Antara proses pemenuhan awal akan pengetahuan dan
kepastian, keduanya terangkum dalam proses pemenuhan
dengan berpikir filsafat. Pengetahuan berawal dari sikap
ingin tahu, dan kepastian berawal dari sikap skeptisisme
(keragu-raguan), sedangkan filsafat sendiri dimulai dari
kedua-duanya. Dengan berfilsafat, ia mendorong kita untuk
senantiasa mengetahui apa yang telah kita ketahui dan
menunjukkan apa yang belum kita ketahui. Dengan
berfilsafat pula, ia menganjurkan kita untuk tetap
merendah diri bahwa kita tak selamanya mampu mengetahui
semua yang ada dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas
ini.
Untuk lebih jelasnya, menarik kiranya kita menyimak
berbagai teori pengetahuan dari kalangan para filsuf
terkemuka, dalam hal ini teori pengetahuan Plato dan
Aristoteles. Hal ini berisyarat bahwa dengan
mempelajarinya secara seksama, perlahan tapi pasti akan
menuntun, dan tentunya bisa dijadikan sebagai salah satu
landasan dalam berpikir tentang bagaimana dan apa yang
bisa kita ketahui, terkhusus mereka yang bergelut dalam
dunia kefilsafatan.
A. Plato
11
Atas pengaruh dari Socrates, Plato yakin bahwa
pengetahuan itu dapat dicapai, dimiliki dengan
sepenuhnya. Pengetahuan yang sifatnya sempurna dan
sebagai objek yang benar-benar nyata
dari bentuk aslinya, baginya ia akan permanen dan
tidak akan pernah berubah. Keyakinan akan identifikasi
semacam ini bisa disimak dalam ajaran ide-idenya,
khususnya dalam konsep dua dunianya: dunia ideal dan
dunia indrawi. Baginya, klaim bahwa pengetahuan itu
berasal dari pengalaman akal (pandangan ini dikenal
dari kelompok empirisisme), sungguh sesuatu yang
janggal adanya. Obyek-obyek pengalaman akal hanyalah
fenomena yang pada akhirnya akan berubah seiring
berubah dunia indrawi. Dengan begitu, obyek-obyek
pengalaman bukanlah obyek pengetahuan yang tepat.
Ada dua sumbangan terpenting Plato bagi teori
pengetahuan, yakni pertama pengetahuan itu adalah
peringatan tentang apa yang telah ada dalam pikiran,
bukan mempersepsi benda-benda baru, dan kedua adalah
teori ide-ide yang menekankan jalan pencarian dengan
akal untuk menemukan ide-ide atau yang universal di
dalam budinya sendiri.
Seperti yang telah dijelaskan di awal tadi bahwa
kelompok empirisisme begitu ditentang oleh Plato. Di
12
dalam salah satu karyanya, tercantum
pendapat Theaetetus mengenai pengetahuan. Menurut
Plato, dewasa ini yang merupakan pengetahuan yang
datang melalui indra, dianggap benar dan ilmiah.
Baginya, jika dunia ini selalu berubah, bagaimana
dunia atau indra dapat diandalkan? Ia menyimpulkan
bahwa mereka tidak dapat diandalkan dan pengetahuan
sejati harus datang dari tempat lain, yakni bahwa
pengetahuan itu telah ada sebelumnya.
Berkaitan dengan pemahaman Plato, Socrates pun
pernah mengklaim bahwa kita tidak “belajar”, tetapi
“mengingat”. Pengetahuan selalu telah ada di dalam
pikiran kita. Kita mempunyai pengetahuan dari saat
sebelum kita lahir. Dari sinilah Plato mempunyai
kemantapan bahwa pendidikan dan pengalaman tidak
berpengaruh, pengetahuan sejati merupakan bawaan dalam
diri kita. Kita tidak harus mengandalkan indra untuk
memperoleh pengetahuan mengenai dunia. Pengetahuan
sejati terdiri dari ide-ide yang telah ada dalam
pikiran, bukan ide-ide yang datang pada kita melalui
indra.
Tentang teori ide-idenya, ia memahami sebagai
sesuatu yang memiliki eksistensi rill, bebas dari
dunia mental pikiran manusia, atau dari dunia natural.
13
Ide-ide ini bersifat universal yang hanya mempunyai
ide tertinggi di atas segala ide, yakni ide kebaikan.
Karenanya, ide tertinggi dari pengetahuan adalah
pengetahuan tentang ide yang baik, yang darinya semua
hal yang adil dan sebagainya berguna dan bernilai.
Teori ide-ide ini juga penting menurutnya (Plato)
karena ia bisa membantu bagaimana dalam mengelompokkan
objek di dunia dan memahami kodrat mereka. Kata “Kuda”
semisal, menunjuk kepada binatang berkaki empat,
mempunyai bulu, tetapi semua kuda tidaklah sama;
warna, ukuran, keturunan yang berbeda-beda, namun
semuanya di dunia ini diambil sesuatu ide yang serupa
dengannya, yakni ide “ke-kuda-an” yang karena, menurut
Plato, kita bisa mengenali kuda sewaktu melihatnya,
apapun bentuk, warna, dan jenis kuda tersebut.
B. Aristoteles
Serupa halnya dengan Plato, Aristoteles juga
mengemukakan tentang adanya dua pengetahuan, yakni
pengetahuan indrawi dan pengetahuan akali. Pengetahuan
indrawi merupakan hasil dari keadaan konkrit sebuah
benda, sedangkan pengetahuan akali merupakan hasil
dari hakekat jenis benda itu sendiri. Memang,
14
pengetahuan indrawi mengarah kepada ilmu pengetahuan
tetapi ia sendiri bukan ilmu pengetahuan lantaran ilmu
pengetahuan hanya terdiri dari pengetahuan akali. Itu
sebabnya mengapa Plato dan Aristoteles beranggapan
bahwa ilmu pengetahuan tidaklah didapat dari hal-hal
yang konkrit, melainkan mengenai hal-hal yang sifatnya
universal.
Namun demikian, Aristoteles sangat menentang
pendapat Plato gurunya. Ia berpendapat bahwa dunia
yang sesungguhnya adalah dunia real, yakni dunia nyata
yang bermacam-macam, bersifat relatif dan berubah-
ubah. Dunia ide, sebagaimana anggapan Plato, hanyalah
dunia abstrak yang bersifat semu, terlepas dari
pengalaman. Itu sebabnya pandangan Aristoteles lebih
dikenal sebagai paham realis (realisme). Akal tidaklah
mengandung ide-ide bawaan, melainkan mengabstraksikan
ide-ide yang terdapat dalam bentuk benda-benda
berdasar hasil tangkapan indrawi.
Bertolak dari gurunya, pandangannya lebih bersifat
“common-sense” ketimbang “idealis”. Baginya,
pengetahuan adalah persepsi, dunia natural adalah
dunia nyata, dan persepsi dan pengalaman indrawi
adalah dasar pengetahuan ilmiah.
15
Sebagai filsuf realis, sumbangannya terhadap ilmu
pengetahuan sangatlah besar, dan sampai sekarang masih
kerap digunakan, yakni mengenai abstraksi, aktifitas
rasional dimana seseorang memperoleh pengetahuan.
Tentang abstraksi tersebut, ada tiga macam menurut
Aristoteles sendiri, yakni: Abstraksi Fisis/Fisika,
Abstraksi Matematis, dan Abstraksi Teologi/Metafisis.
Pada akhirnya, perbedaan antara Plato dan muridnya
Aristoteles teranglah signifikansinya. Plato
memulainya dengan intelek, sedangkan Aristoteles
memulainya dengan persepsi akan dunia natural.
Pemahaman Plato bersifat matematis, sedangkan
pengertian Aristoteles bersifat ilmiah, didasarkan
pada persepsi, observasi, dan penyelidikan. Meski
demikian, kedua pemikir penting ini mengajarkan
bagaimana mengetahui dunia yang saat ini masih penting
untuk kita telaah bersama.
16
BAB III
PENUTUP
3. Kesimpulan
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui,
yang diperoleh dari persentuhan panca indera terhadap
objek tertentu.
Pengetahuan memiliki teori-teori, yaitu empirisme,
rasionalisme, fenomenalisme, instuisionisme dan metode
ilmiah.
Pengetahuan dalam Islam juga memiliki teori, yaitu
pengetahuan yang diperoleh dari kesimpulan atau ilmu yakin,
pengetahuan yang diperoleh dari penglihatan dan yang
dilaporkan oleh pengamatan atau ainul yakin, dan pengetahuan
yang diperoleh dengan pengalaman pribadi atau intuisi
atau haqqul yakin.
Perbedaan antara Plato dan Aristoteles adalah
signifikansinya. Plato memulainya dengan intelek,
sedangkan Aristoteles memulainya dengan persepsi akan
dunia natural. Pemahaman Plato bersifat matematis,
sedangkan pengertian Aristoteles bersifat ilmiah,
didasarkan pada persepsi, observasi, dan penyelidikan.
17
DAFTAR PUSTAKA
http://isyraq.wordpress.com/2007/08/28/epistemolog i- teori-ilmu-pengetahuan/
http://makalah7u.blogspot.com/2013/05/teori-pengetahuan-menurut-islam.html
http://mamansuratmanahmad.wordpress.com/2012/11/02/sekilas-tentang-teori-pengetahuan-plato-dan-aristoteles-2/
http://masithahmahsa.wordpress.com/2014/03/08/kebenaran-logika-dan-teori-pengetahuan/
18