skripsi hubungan pemenuhan kebutuhan seksual dengan ...

95
SKRIPSI HUBUNGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR Disusun Oleh : DEWI PURNAMASARI NIM. 1801084 YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR PRODI S1-KEPERAWATAN MAKASSAR 2020

Transcript of skripsi hubungan pemenuhan kebutuhan seksual dengan ...

SKRIPSI

HUBUNGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL

DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES

MELITUS DI RSUD LABUANG BAJI

MAKASSAR

Disusun Oleh :

DEWI PURNAMASARI

NIM. 1801084

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

PRODI S1-KEPERAWATAN

MAKASSAR

2020

ii

HUBUNGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL

DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES

MELITUS DI RSUD LABUANG BAJI

MAKASSAR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Pada Program Studi keperawatan STIKES Panakkukang Makassar

Disusun Oleh :

DEWI PURNAMASARI

NIM. 1801084

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

PRODI S1-KEPERAWATAN

MAKASSAR

2020

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI

HUBUNGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL

DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES

MELITUS DI RSUD LABUANG BAJI

MAKASSAR

Disusun Oleh :

DEWI PURNAMASARI

18.01.084

Telah dipertahankan di depan sidang Tim Penguji Akhir

Pada tanggal 07 Februari 2020

Dan dinyatakan LULUS

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Ns. Muh. Zukri Malik., M.Kep) (Dr. H. Muzakkir., S.Sit., S.Pd., M.Kes)

NIK. 093.152.02.03.043 NIK. 093.152.02.02.005

Penguji I Penguji II

(Ns.Muh. Yusuf Tahir,M.Kes.,M.Kep) (Kens Napolion,S.Kp.,M.Kep.,Sp.Kep.J)

NIK. 093.152.02.03.050 NIK. 093.152.02.03.004

Mengesahkan,

Ketua STIKES Panakkukang Makassar

(Dr. Ns. Makkasau Plasay,M.Kes.,M.EDM)

NIK. 093.152.01.03.021

Ketua Prodi S1 Keperawatan

(Ns.Muh. Zukri Malik., M,Kep)

NIK. 093.152.02.03.043

iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tanan dibawah ini :

Nama : Dewi Purnamasari

NIM : 1801084

Program Studi : S1 Keperawatan (Alih Jenjang)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya

sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pemikiran

yang pernah ditullis atau diterbitkan oleh oranglain, kecuali secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian

atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya oranglain, meka saya bersedia

mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berupa gelar

kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada

paksaan sama sekali.

Makassar, 2020

Yang membuat pernyataan

Dewi Purnamasari

1801084

v

ABSTRAK

DEWI PURNAMASARI 18.01.084 : HUBUNGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL

DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS DI RSUD LABUANG BAJI

MAKASSAR.

PEMBIMBING : ZUKRI MALIK ,MUZAKKIR (i-xiv + 79 halaman + 8 tabel + 14 lampiran)

Latar belakang : Diabetes mellitus merupakan penyakit degenerative yang memerlukan upaya

penanganan yang tepat yang akan menimbulkan berbagai komplikasi serius, diabetes juga sebagai

penyakit metabolik sangat berperan dalam identitas seksual dan kemanpuan fisik seseorang untuk

melaksanakan aktifitas seks. Penyakit ini menyertai penderita selama seumur hidup sehingga sangat

mempengaruhi kualitas hidupnya

Tujuan Penelitian : untuk mengetahui hubungan antara pemenuhan kebutuhan seksual dengan

kualitas hidup pasien Diabetes Melitus.

Desain dan Metode Penelitian : desain penelitian kuantitatif non eksperimen menggunakan

pendekatan cross sectional dengan jumlah sampel 49 responden. Metode pengumpulan sampel non-

probability dengan teknik Purposive sampling. Teknik analisa uji statistik yang dipilih adalah uji

Chi-Square crostabs tabel 2x2.

Hasil penelitian : ini terdapat hubungan pemenuhan kebutuhan seksual dengan kualitas hidup pada

pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit Labuang Baji Makassar. Hasil uji statistic Chi-Square

didapatkan hasil 0 cells (0,0%) dengan expected count < 5 dan nilai signifikan p value=0,000 (p <

0.05).

Kesimpulan dan saran : ada hubungan pemenuhan kebutuhan seksual dengan kualitas hidup pada

pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit Labuang Baji Makassar. Disarankan untuk peneliti

selanjutnya untuk meneliti terkait seksualitas pasien diabetes mellitus selain dari fungsi seksualnya

serta dapat menambah jumlah sampel dalam penelitian berikutnya.

Kata kunci : Diabetes mellitus, kebutuhan seksual, kualitas hidup

Kepustakaan : 7 Buku (2012-2017) + 27 Jurnal

vi

ABSTRACT

DEWI PURNAMASARI 18.01.084 : THE RELATIONSHIP OF SEXUAL NEED FULFILLMENT

AND THE LIFE QUALITY OF ODIABETES MELLITUS PATIENTS AT RSUD LABUANG BAJI

MAKASSAR.

SUPERVISOR: ZUKRI MALIK, MUZAKKIR (i-xiv + 79 pages + 8 tables + 14 attachments)

Background: Diabates Mellitus is a degenerative disease that needs a proper effort for its treatment

due to serious complications. It is also called as metabolic disease that has a key role in sexual

identity and physical ability to have sexual activity. This disease goes with the patients for the rest

of their life and course affects their life quality.

The aim of the research: to find out the relationship of sexual need fulfillment and the life quality

of the patients with diabetes mellitus.

The design and the research method: this study is non experiment quantitative research that

employs cross sectional method by using as many as 49 respondennts as the samples. The samples

are collected by non-probability and purposive sampling techniques. The statistical test analysis is

verified by chi-square crosstabs table 2x2.

Result : the result shows that there is association of sexual need fulfillment and life quality of the

patients wit diabetes mellitus at Rumah Sakit Labuang Baji Makassar. The statistical test of Chi-

Square covers out 0 cell (0.0%) with the expected count < 5 and significance of p value = 0.000 (p

<0.05).

Conclusion: there is correlation between sexual need fulfillment and the life quality of the patients

with diabetes mellitus at Rumah Sakit Labuang Baji Makassar. The further study should discover

broad range of sexuality issues and improve its sample number.

Keywords: Diabetes mellitus, sexual needs, quality of life

Literature: 7 Books (2012-2017) + 27 Journals

vii

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahu

wata’ala, yang telah melimpahkan segala Rahmat dan Hidayah-Nya yang tak

terhingga sehingga penulis dapat memyelesaikan skripsi yang berjudul :

“Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Seksual dengan Kualitas Hidup Pasien

Diabetes Melitus di RSUD Labuang Baji Kota Makassar”. Penyusunan skripsi ini

merupakan suatu langkah awal untuk melakukan penelitian yang dimaksud sebagai

syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata 1 (S1) pada Program Studi S1

Keperawatan STiKes Panakkukang Makassar.

Dalam penyususnan Skripsi ini penulis telah mendapatkan banyak

masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat berguna dan

bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsunng. Oleh karena itu pada

kesempatan yang baik ini dengan berbesar hati penulis ingin mengucapkan

terimakasih yang setulus-tulusnya dan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak H. Sumardin Makka, SKM., M.Kes, selaku Ketua Yayasan Perawat

Sulawesi Selatan

2. Bapak Dr.Ns. Makassau Plasay, S.Kep., M.Kes., M.EDM., selaku Ketua

STIKES Panakkukang Makassar yang telah memberikan Izin penelitian.

3. Bapak dr. H. Andi Mappatoba, M.B.A., DTAS selaku Direktur RSUD Labuang

Baji Makassar yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di RS

Labuang Baji Makassar..

viii

4. Bapak Ns. Muh. Zukri Malik,S.Kep., M.Kep selaku ketua Program Studi S1

Keperawatan dan selaku pembimbing I yang sabar dalam memberikan

bimbingan dan petunjuk, arahan, masukan, bimbingan serta selalu memberikan

motivasi kepada penulis.

5. Bapak Dr. H. Muzzakir, S.Sit., S.Pd, M.Kes selaku pembimbing II yang

banyak membimbing dan memberi masukan, arahan dengan sabar tulus di sela-

sela waktu sibuknya beliau.

6. Bapak Ns.Muh.Yusuf Tahir, S.Kep.,M.Kes.,M.Kep selaku Penguji I yang telah

banyak memberikan masukan dan saran yang begitu membangun sehingga

menambah pehamaman bagi penulis.

7. Bapak Kens Napolion, S.Kp, M.Kep., Sp.Kep.Jiwa., selaku Penguji II yang

dengan kebaikan hatinya memberikan arahan dan masukan kepada penulis agar

hasil tulisan nya menjadi semakin baik.

8. Dosen Prodi S1 Keperawatan yang telah sabar memberikan pengarahan yang

tiada henti-hentinya dan dorongan baik spiritual maupun materil sehingga

penulis dapat menyelesaikan proposal ini.

9. Civitas Akademika STIKES Panakkukang Makassar

10. Kedua Orangtuaku, suami, anak, keluarga serta sahabat dan semua pihak yang

tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuannya.

11. Bagi responden yang telah bersedia mengisi kuesioner serta para perawat di

Poli Interna RSUD Labuang Baji yang telah membantu sehingga penelitian ini

selesai.

ix

Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam melakukan

penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu masukan berupa

saran dan kritik yang membangun dari para pembaca akan sangat membantu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan pihak terkait.

Makassar, Februari 2020

Penyusun

Dewi Purnamasari

x

DAFTAR ISI

JUDUL .......................................................................................................................... …i

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... ..ii

HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................................iv

KATA PENGANTAR ................................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiv

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 8

C. Tujuan ....................................................................................................................... 8

1. Tujuan Umum ....................................................................................................... 8

2. Tujuan Khusus ...................................................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ................................................................................................... 9

1. Manfaat Praktis ..................................................................................................... 9

2. Manfaat Teoritis .................................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 11

A. Tinjauan Tentang Kualitas Hidup ........................................................................ 11

1. Definisi ................................................................................................................ 11

2. Kualitas Hidup Pada Penderita Diabetes Melitus ................................................ 12

3. Dimensi Kualitas Hidup ...................................................................................... 13

4. Faktor yang mempengaruhi Kualitas Hidup pada pasien Diabetes Melitus ......... 19

5. Pengukuran Kualitas Hidup ................................................................................. 21

B. Tinjauan Pemenuhan Kebutuhan Seksual ........................................................... 23

1. Pengertian Kebutuhan Seksual ........................................................................... 23

2. Tinjauan Seksual dari berbagai Aspek ................................................................. 25

3. Fungsi Seksual .................................................................................................... 25

4. Siklus Respon Seksual ......................................................................................... 26

5. Dampak Diabetes terhadap Seksualitas ............................................................... 27

6. Pengukuran Kebutuhan Seksual .......................................................................... 32

xi

C. Tinjauan Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Seksual dan Kualitas Hidup

Pasien Diabetes Melitus............................................................................................... 35

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN .............. 37

A. Kerangka Konseptual ............................................................................................ 37

B. Hipotesis Penelitian ................................................................................................ 38

BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................................ 39

A. Desain Penelitian .................................................................................................... 39

B. Populasi, Sampel Dan Sampling Penelitian .......................................................... 39

1. Populasi ............................................................................................................... 39

2. Sampel ................................................................................................................. 39

3. Sampling ............................................................................................................. 41

C. Variabel Penelitian ................................................................................................. 41

1. Variabel Independen (bebas) ............................................................................... 41

2. Variabel Dependen (terikat) ................................................................................ 42

3. Definisi Operasional ............................................................................................ 42

D. Tempat Penelitian................................................................................................... 42

E. Waktu Penelitian .................................................................................................... 42

F. Instrumen Pengumpulan Data .............................................................................. 43

1. Kuisioner 1 ( Pemenuhan Kebutuhan Seksual pada wanita) ................................ 43

2. Kuisioner 2 (pemenuhan kebutuhan seksual Pria) ............................................... 43

3. Kuisioner 3( Kualitas Hidup/Quality of Life ) ..................................................... 44

G. Prosedur Pengumpulan Data................................................................................. 45

1. Jenis Sumber data ................................................................................................ 45

2. Pengumpulan data ............................................................................................... 45

3. Kuesioner atau angket ......................................................................................... 45

H. Tekhnik Analisa Data ............................................................................................ 46

1. Pengolahan Data .................................................................................................. 46

I. Etika Penelitian ...................................................................................................... 47

1. Lembar konfirmasi (Informed Consed) ............................................................... 48

2. Tanpa nama (anonymity) ..................................................................................... 48

3. Kerahasiaan (Confidentiality) .............................................................................. 48

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………...49

A. Hasil Penelitian ....................................................................................................... 49

1. Karakteristik Responden ..................................................................................... 49

2. Analisis Univariat ................................................................................................ 51

xii

3. Analisis Bivariat .................................................................................................. 53

B. Pembahasan Hasil Penelitian................................................................................. 55

1. Pemenuhan Kebutuhan Seksual Pasien DM di RSUD Labuang Baji Makassar .. 55

2. Kualitas Hidup Pasien DM di RSUD Labuang Baji Makassar ............................ 60

3. Hubungan Pemenuhan kebutuhan seksual dengan kualitas hidup pasien DM ..... 64

C. Keterbatasan penelitian ......................................................................................... 70

D. Implikasi untuk Keperawatan ............................................................................... 70

E. Keaslian Penelitian ................................................................................................. 71

BAB VI PENUTUP …………………………………………………………………… 74

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 74

B. Saran ....................................................................................................................... 75

Daftar Pustaka

xiii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 Penilaian IIEF …………………………………………………… 34

Tabel 2.2 Interpretasi klinik untuk IIEF pada masing-masing domain ……. 34

Tabel 4.1 Definisi Operasional ................................................................ .... 41

Tabel 5.1 Distrubusi Frekuensi Karakteristik Responden ........................ .... 50

Tabel 5.2 Distrubusi Frekuensi Pemenuhan Kebutuhan Seksual.............. .... 52

Tabel 5.3 Distrubusi Frekuensi Kualitas Hidup ....................................... .... 52

Tabel 5.4 Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Seksual dengan Kualitas Hidup

Pasien Diabetes Melitus .......................................................... .... 53

Tabel 5.5 Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Seksual Wanita dengan

Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus ................................ .... 54

Tabel 5.6 Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Seksual Pria dengan Kualitas

Hidup Pasien Diabetes Melitus ............................................... .... 55

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar persetujuan

Lampiran 2 Biodata Responden

Lampiran 3 Kuesioner FSFI

Lampiran 4 Kuesioner IIEF

Lampiran 5 Kuesioner Kualitas hidup

Lampiran 6 Tabulasi Data

Lampiran 7 Hasil Uji Statistik

Lampiran 8 Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi

Lampiran 9 Izin Pengambilan data Awal

Lampiran 10 Penanaman Terpadu Satu Pintu

Lampiran 11 Keterangan Selesai Meneliti

Lampiran 12 Foto Dokumentasi Penelitian

Lampiran 13 Riwayat Hidup Penulis

xv

DAFTAR SINGKATAN

No SINGKATAN KEPANJANGAN

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

APA

ASN

DE

DM

DSMV

DQOL

FSFI

ICD

IDF

IIEF

IMT

IRT

PERKENI

PKD

SPSS

WHO

WHOQOL

American Physciatric Association

Aparatur Sipil Negara

Disfungsi Ereksi

Diabetes Melitus

Diagnostik And Statistik Manual Version

Diabetes Quality Of Life

Female Sexual Function Index

International Classification Of Disease

Internasional Diabetes Federation

International Index Of Erectil Function

Indeks Massa Tubuh

Ibu Rumah Tangga

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

Penyakit Kronis Degenerative

Statistical Package For Social Science

World Health Organization

World Health Organization Quality Of Life

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Tidak Menular (PTM) termasuk Diabetes, saat ini telah

menjadi ancaman serius kesehatan global. Berdasarkan dari data World

Healtah Organization (WHO) tahun 2016, 70% dari total kematian di dunia

dan lebih dari setengah beban penyakit. 90-95% dari kasus Diabetes adalah

Diabetes Tipe 2 yang sebagian besar dapat dicegah karena disebabkan oleh

gaya hidup yang tidak sehat (World Health Organization (WHO) Global

Report, 2016).

Secara global WHO memperkirakan 422 juta orang dewasa hidup

dengan diabetes pada tahun 2014, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun

1980. Prevalensi diabetes di dunia (dengan usia yang distandarisasi) telah

meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 1980, meningkat dari 4,7 %

menjadi 8,5% pada populasi orang dewasa. Pada tahun 2012 Diabetes

menyebabkan 1,5 juta kematian Hal ini mencerminkan peningkatan factor

risiko terkait seperti kelebihan berat badan atau obesitas. Selama beberapa

decade terakhir, prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara

berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara berpenghasilan tinggi

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

Jumlah penderita diabetes di Asia Tenggara mengalami peningkatan

yang pesat dan sangat mengkhawatirkan, Lebih kurang 96 juta orang dari

populasi Asia Tenggara yang mencapai 670 juta, satu dari 14 orang menderita

2

diabetes, mayoritas menderita diabetes tipe 2, jenis yang sebenarnya bisa

dicegah dan dihindari. Artinya 450 juta penderita diabetes di seluruh dunia, 20

persennya berasal dari Asia Tenggara, kebanyakan dari mereka tinggal di

Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand (Syaaf, 2019).

International Diabetes Federation (IDF) Atlas tahun 2017 melaporkan

bahwa epidemik di Indonesia masih menunjukkan kecenderungan meningkat.

Indonesia adalah menduduki peringkat keenam setelah Tiongkok, India,

Amerika Serikat, Brazil dan Meksiko dengan penyandang Diabetes usia 20 –

79 tahun sekitar 10,3 juta orang. Sejalan dengan hasil Riskesdas (2018) di

Indonesia angka prevalensi Diabetes meningkat cukup signifikan, yaitu 6.9%

di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018, sehingga estimasi jumlah penderita

di Indonesia mencapai lebih dari 16 juta orang yang kemudian beresiko terkena

penyakit lain seperti : serangan jantung, Stroke, kebutaan, dan gagal ginjal

bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan dan kematian.

Rekapitulasi data dari Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2015

didapatkan Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular

(PTM) yang menyebabkan kematian pada urutan ketiga setelah penyakit

Kardiovaskuler dan Penyakit Kronis Degeneratif (PKD) yakni sebesar 14,40%.

Sementara angka kesakitan Diabetes Melitus adalah 11,27% atau sebanyak

17.843 kasus terdiri dari 13.283 kasus di Puskesmas dan 4.520 kasus di Rumah

Sakit (Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2015).

Hasil pengambilan data awal di RSUD Labuang Baji Makassar pada 24

Oktober 2019 didapatkan jumlah kasus diabetes mellitus pada tahun 2017

3

tercatat sebanyak 1.351 pasien, dan pada tahun 2018 sebanyak 140 pasien.

Pada tahun 2019 selang bulan Januari sampai bulan Agustus terdapat 444

kunjungan rawat inap dan rawat jalan. Sehingga rata-rata setiap bulan sebanyak

56 pasien , hal ini menunjukkan bahwa penyakit Diabetes Melitus di RSUD

Labuang Baji Makassar mengalami peningkatan pada tahun 2019 (Rekam

Medik RSUD Labuang Baji , 2019).

Widyanto (2013) mengemukakan bahwa Diabetes mellitus merupakan

penyakit degenerative yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan

serius. Jika tidak diatasi, diabetes mellitus akan menimbulkan berbagai

komplikasi serius lainnya seperti penyakit jantung, stroke, disfungsi ereksi,

gagal ginjal dan kerusakan sistem saraf oleh kararena itu diabetes mellitus

merupakan salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan manusia. Diabetes

mellitus sebagai penyakit metabolik sangat berperan dalam identitas seksual

dan kemanpuan fisik seseorang untuk melaksanakan aktifitas seks, hal ini

dikarenakan seluruh sistem akan berubah dan mempengaruhi kesehatan

seksual seseorang, dan ini membutuhkan penanganan yang holistik dan

terintegrasi. Penyakit pun diketahui sebagai penyebab berbagai masalah medis,

psikologis dan seksual. Kegagalan fungsi seksual (disfungsi seksual) pada laki-

laki dan perempuan sering ditemukan sebagai komplikasi diabetes lanjut

(Hasbullah, 2019).

Dalam Medical News Today (2019), Rachel Nall mengemukakan

bahwa memiliki diabetes dapat berdampak pada setiap aspek kehidupan,

termasuk kesehatan seksual. Ketika seseorang terkena diabetes, tubuh tidak

4

dapat menggunakan insulin dengan benar sehingga dapat menyebabkan kadar

gula tinggi, seiring waktu ini dapat menyebabkan komplikasi seperti kerusakan

saraf dan kardiovaskuler, yang keduanya berimplikasi pada kesehatan seksual

(Nall, 2019).

Sebuah survei, Asia Pacific Sexual Health an Overall Wellness

(APSHOW) tahun 2011 telah melakukan survei terhadap 3.957 orang yang

aktif secara seksual terdiri dari 2.016 laki-laki dan 1.941 perempuan. Survei

yang meliputi 13 negara, termasuk Indonesia, memberikan hasil sebagai

berikut: (1) 57% laki-laki dan 64% perempuan merasa tidak puas secara

seksual; (2) Kepuasan seksual sangat berhubungan dengan kepuasan hidup

secara keseluruhan (kualitas hidup); (3) Bagi laki-laki dan perempuan,

kepuasan terhadap kualitas ereksi berhubungan erat dengan kepuasan seksual

(R King, 2011).

Sutyarso (2011) dalam Agustiani (2016) mengemukakan bahwa angka-

angka disfungsi seksual wanita di Turki (48,3%), Ghana (72,8%), Nigeria

(63%), dan Indonesia (66,2%) itu dirata-ratakan kita dapatkan angka prevalensi

sebesar 58,04%. Itu artinya lebih dari separuh kaum wanita di dalam suatu

negara berpotensi mengalami gangguan fungsi seksual. Dengan prevalensi

sebesar itu wajar bila disfungsi seksual wanita tidak bisa dipandang remeh,

karena menyangkut kualitas hidup lebih dari separuh populasi wanita

(Agustiani, 2016). Hasil penelitian Ziaei-Rad dkk (2010) dalam Rahayu dkk

(2015) menunjukkan bahwa angka kejadian disfungsi seksual pada pasien

diabetes adalah tinggi baik pada perempuan maupun laki-laki. Sejalan dengan

5

hal tersebut, penelitian Rahayu, Sepdianto dan Mulyadi pada tahun 2015

menunjukkan hasil dari 86 sampel pasien DM bahwa 75% pasien diabetes

mellitus tipe 2, perempuan mengalami disfungsi seksual (40% fungsi seksual

buruk dan 35% fungsi seksual sedang). Sedangkan pada pasien diabetes

mellitus tipe 2 yang berjenis kelamin laki-laki 74% mengalami disfungsi

ereksi, 88% mengalami disfungsi orgasme, 85% mengalami disfungsi hasrat

seksual, 86% mengalami disfungsi kepuasan hubungan seksual dan 89%

mengalami disfungsi keseluruhan kepuasan (Agustiani, 2016).

Makna seksualitas mencakup lebih dari tindakan seks secara fisik dan

diakui menjadi konsep yang rumit dan subjektif yang berubah dari waktu ke

waktu. Hal tersebut dipahami dari perspektif masing-masing individu (Krozy,

2004 dalam Sasmito, 2017). Kralik et al (2001) dalam Sasmito (2017)

mengemukakan bahwa seseorang yang menjalani perawatan dengan penyakit

kronis akan banyak mengalami perubahan secara fisik dan psikososial akan

mengganggu aspek seksualitas, mengurangi motivasi hidup dan mempengaruhi

hubungannya dengan orang lain. Begitupun dengan penyakit diabetes mellitus,

ini akan menyertai penderita selama seumur hidup sehingga sangat

mempengaruhi kualitas hidupnya. Kualitas hidup adalah persepsi individu

tentang posisinya dalam kehidupan, dalam hubungannya dengan sistem budaya

dan nilai setempat dan berhubungan dengan cita-cita, pengharapan, dan

pandangan-pandangannya yang merupakan pengukuran multidimensi tidak

terbatas hanya pada efek fisik maupun psikologis pengobatan (World Health

Organization (WHO) Global Report, 2016)

6

Kualitas hidup bisa dipandang dari segi subjektik dan objektif. Segi

subjektif merupakan perasaan enak dan puas atas segala sesuatu secara umum,

sedangkan secara objektif adalah pemenuhan tuntutan kesejahteraan materi,

status social dan kesempurnaan fisik secara social budaya (Fatayi, 2008 dalam

Sasmito dan Wantonoro, 2016). The World Health Organization Quality Of

Life ( WHOQoL) terus merumuskan empat dimensi kualitas hidup yaitu

dimensi fisik, dimensi psikologis, dimensi social dan dimensi lingkungan.

Dimensi social adalah salah satu aspek yang berpengaruh besar pada kualitas

hidup manusia. karena dimensi social mengatur tentang hubungan personal,

aktivitas seksual dan hubungan social antar manusia. Berdasarkan hasil

penelitian Wibowo tahun 2019 menunjukkan bahwa dari 91 responden pasien

DM di wilayah Puskesmas Kota Sukoharjo didapati wanita memiliki kualitas

hidup rendah sebesar 56,14 % dibandingkan laki-laki yakni 47,05% (Wibowo,

2019).

Tinggi atau rendahnya kualitas hidup pasien diabetes mellitus ini dapat

dipengaruhi oleh beberapa aspek. Menurut Lucman dan Sorensen’s (2000)

dalam Restada (2016) aspek tersebut diantaranya : (1) Adanya tuntutaan terus-

menerus selama hidup penderita terhadap perawatan DM, seperti pembatasan

atau pengaturan diet, monitoring gula darah, pembatasan aktifitas (2) Gejala

yang timbul ketika kadar gula darah turun ataupun sedang tinggi (3) Ketakutan

akibat adanya komplikasi yang menyertai, (4) Disfungsi Seksual (Restada,

2016)

7

Di Indonesia masalah kebutuhan seksual sering diabaikan dari segi

diagnostik, meskipun dapat mempengaruhi kehidupan pasien DM baik secara

fisik maupun psikis. Disamping karena kejadian ini kurang dikeluhkan pasien,

keadaan ini juga sulit untuk dinilai secara diagnosistik. Hal ini terkait juga

dengan faktor budaya, terutama hambatan akibat adanya rasa malu untuk

mengungkapkannya. Penelitian tentang seksual pada pasien diabetes juga

masih relative sedikit. Selama ini kebutuhan seksual, pendidikan seks,

pengkajian mengenai tanda awal, dan pengelolaan masalah seksual belum

diperhatikan dalam intervensi pasien diabetes (Rahayu, 2015). Padahal

menurut Pangkahila (2007) mengutarakan bahwa aktivitas seksual salah satu

dimensi yang memberikan pengaruh positif bagi kualitas hidup. Jadi, jika

kebutuhan seksualnya nya terpenuhi dan menyenangkan maka kualitas hidup

pasien tidak terganggu, begitu juga sebaliknya (Sasmito, 2017)

Hasil wawancara dengan 5 orang pasien DM, mereka tidak pernah

ditanya ataupun mengungkapkan masalah kehidupan seksual mereka.

Begitupun dengan perawat yang bertugas di poli Interna mengatakan bahwa

mereka tidak berani menanyakan seputar masalah seksualitas pasien DM

karena menganggap hal tersebut adalah privasi klien. Pun menurutnya selama

beliau bertugas di poli tersebut belum ada pasien DM yang mengeluhkan

masalah seksualitasnya, entah karena memang tidak ada keluhan ataukah

pasien tersebut malu untuk mengatakannya, meskipun secara perjalanan

penyakit Diabetes sangat mungkin terjadi disfungsi seksual yang merupakan

salah satu komplikasinya. Semestinya perawat yang bertugas selaku pemberi

8

pelayanan kesehatan secara komprehensif melakukan pengkajian mengenai

fungsi dan kebutuhan seksual yang diketahui bahwa hal tersebut merupakan

kebutuhan dasar fisologis yang vital bagi kehidupan dan keharmonisan rumah

tangga pasien dan apabila kebutuhan fisiologis tidak terpenuhi maka akan sulit

memenuhi kebutuhan lain nya. Sehingga nya sangat penting untuk mengetahui

tentang pemenuhan kebutuhan seksual pasien yang dapat berpengaruh pada

kualitas hidup mereka sehari-hari.

Berdasarkan uraian yang tersebut diatas sehingganya peneliti tertarik

melakukan penelitan hubungan pemenuhan kebutuhan seksual dengan kualitas

hidup pasien DM di RSUD Labuang Baji Makassar.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah nya adalah apakah

ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan seksual dengan kualitas hidup

pasien Diabetes Melitus?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini diketahuinya hubungan antara pemenuhan

kebutuhan seksual dengan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran pemenuhan kebutuhan seksual pasien Diabetes

mellitus Di RSUD Labuang Baji Makassar

b. Diketahuinya gambaran kualitas hidup pasien Diabetes Melitus di

RSUD Labuang Baji Makassar

9

c. Diketahuinya Hubungan Pemenuhan Kebutuhan seksual dengan

kualitus hidup pasien Diabetes mellitus di RSUD Labuang Baji

Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

masukan untuk meningkatkan pelayanan khususnya di RSUD Labuang Baji

Makassar dalam mengkaji dan memberikan asuhan keperawatan pasien

Diabetes Melitus khususnya pada pemenuhan kebutuhan seksual yang dapat

mempengaruhi kualitas hidup mereka sehingga pelayanan yang diberikan

dapat lebih optimal.

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi Profesi keperawatan

Memberikan tambahan pengetahuan mengenai hubungan

pemenuhan kebutuhan seksual dengan kualitas hidup pada pasien

Diabetes Melitus di RSUD Labuang Baji, sehingga nantinya perawat

dapat memberikan asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan

pemenuhan dasar manusia secara holistik terutama pada pasien-pasien

diabetes mellitus agar dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk

melaksanakan penelitian selanjutnya dengan jumlah sampel yang lebih

banyak dan juga variable yang lainnya sehingga dapat diketahui

10

seberapa terpenuhinya kebutuhan seksual pasien Diabetes dan kualitas

hidup mereka.

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kualitas Hidup

1. Definisi

Menurut World Health Organization Quality of Life (WHOQOL)

(1996), kualitas hidup adalah persepsi individu mengenai posisi individu

dalam hidup sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya,

dimana individu hidup dan hubungannya dengan harapan, tujuan, standar

yang ditetapkan dan perhatian dari individu. Masalah yang mencakup

kualitas hidup sangat luas dan kompleks termasuk masalah kesehatan fisik,

status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan lingkungan

dimana mereka berada. Kualitas hidup juga merupakan kriteria yang

sangat penting dalam penilaian hasil medis dari pengobatan penyakit

kronis. Persepsi individu tentang dampak dan kepuasan tentang derajat

kesehatan dan keterbatasannya menjadi penting sebagai evaluasi akhir

terhadap pengobatan (Reis, 2013 dalam Millah, 2017).

Musfirah (2017) mengemukakan bahwa kualitas hidup adalah

persepsi terhadap kehidupan dalam konteks budaya dan nilai yang dianut

oleh individu dalam hubungannya dengan tujuan personal, harapan,

standart hidup, dan perhatian yang mempengaruhi kemampuan fisik,

psikologis, hubungan social, dan lingkungan (Musfirah, 2017).

12

2. Kualitas Hidup Pada Penderita Diabetes Melitus

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang belum ada

obatnya dan tidak dapat disembuhkan secara keseluruhan. Pengobatan

untuk penyakit diabetes mellitus itu sendiri memerlukan waktu yang lama

yaitu seumur hidup dan tidak hanya pengobatan saja yang harus dilakukan

oleh penderitanya, namun juga gaya hidup yang harus dikontrol membuat

penderita diabetes mellitus terkadang mengalami putus asa dan dapat

mempengaruhi kualitas hidupnya. Kualitas hidup merupakan salah satu

faktor penting yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan individu.

Kualitas hidup yang buruk akan semakin memperburuk kondisi suatu

penyakit, begitu pula sebaliknya, suatu penyakit dapat menyebabkan

terjadinya penurunan kualitas hidup individu, terutama penyakit-penyakit

kronis yang sangat sulit disembuhkan salah satunya seperti diabetes

mellitus. Kualitas hidup sangat dibutuhkan untuk individu yang menderita

diabetes mellitus dalam proses pengobatan, agar individu tersebut lebih

memperhatikan bagaimana meningkatkan kualitas hidupnya untuk dapat

mencapai kondisi fisik yang lebih baik lagi dan menurunkan tingkat

keparahan dari penyakit yang dideritanya tersebut (Millah, 2016).

Kualitas hidup dipengaruhi oleh berbagai faktor baik secara

medis,maupun psikologis. Dilihat dari faktor psikologis fakta yang ada

sekarang adalah seperti stress yang dapat menyebabkan kadar gula

menjadi tidak terkontrol sehingga dapat memunculkan simtom-simtom

diabetes mellitus, baik simtom hiperglikemia maupun simptom

13

hipoglikemia. Selain itu, dari beberapa studi juga menjelaskan faktor-

faktor psikologis berhubungan erat dengan kontrol darah, seperti kejadian

sehari-hari, ada tidaknya stres, dukungan sosial, dan efikasi diri. Menurut

Salmon dalam Mabsusah (2016) seseorang yang mengalami penyakit

kronis seperti diabetes mellitus tersebut maka akan melakukan adaptasi

terhadap penyakitnya. Adaptasi penyakit kronis memiliki tiga tahap yaitu

1). Shock. Tahap ini akan muncul pada saat seseorang mengetahui

diagnosis yang tidak diharapkannya, 2). Encounter Reaction. Tahap ini

merupakan reaksi terhadap tekanan emosional dan perasaan kehilangan,

3). Retreat. Merupakan tahap penyangkalan pada kenyataan yang

dihadapinya atau menyangkal pada keseriusan masalah penyakitnya, 4).

Reoriented. Pada tahap ini seseorang akan melihat kembali kenyataan

yang dihadapi dan dampak yang ditimbulkan dari penyakitnya sehingga

menyadari realitas, merubah tuntutan dalam kehidupannya dan mulai

mencoba hidup dengan cara yang baru. Menurut teori ini penyesuaian

psikologis terhadap penyakit kronis bersifat dinamis. Proses adaptasi ini

jarang terjadi pada satu tahap (Mabsusah, 2016).

3. Dimensi Kualitas Hidup

Berdasarkan konsep WHOQOL-BREF (1996) dalam Musfirah

(2017) yang dikembangan oleh WHO menyatakan bahwa kualitas hidup

juga terdiri dari 4 dimensi yaitu :

14

a. Dimensi Fisik

Merupakan penilaian individu terhadap keadaan fisiknya.

Terdiri dari tujuh item.

1) Aktivitas sehari-hari, merupakan item yang menggambarkan

kesulitan dan kemudahan yang dirasakan individu pada saat

melakukan kegiatan sehari-hari.

2) Sakit dan ketidaknyamanan, merupakan item yang

menggambarkan sejauhmana perasaan keresahan yang

dirasakan individu terhadap hal-hal yang menyebabkan individu

merasa sakit.

3) Istirahat dan tidur, merupakan item yang menggambarkan

kualitas tidur dan istirahat yang dimiliki oleh individu.

4) Mobilitas, merupakan item yang menggambarkan tingkat

perpindahan yang mampu dilakukan individu dengan mudah

dan cepat.

5) Ketergatungan obat-obatan

6) Ketergantungan pada obat-obatan dan bantuan medis,

merupakan yang menggambarkan seberapa besar

kecenderungan individu dalam menggunakan obat-obatan atau

banuan medis lainnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

7) Kapasitas kerja, merupakan item yang menggambarkan

kemampuan yang dimiliki ioleh individu.

15

b. Dimensi Psikologis

Psikologis merupakan dimensi yang menilai terhadap dirinya

secara psikologis. Dimensi ini terdiri dari enam item :

1) Body image dan apprearance, adalah sikap seseorang terhadap

tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup

persepsi dan perasaan seseorang tentang ukuran, bentuk, dan

fungsi penampilan tubuh saat ini dan masa akan datang.

2) Self-estem, merupakan item yang menggambarkan bagaimana

individu menilai atau menggambarkan dirinya sendiri. Self-

estem ini menilai apa yang individu rasakan tentang dirinya. Hal

ini dapat memiliki jarak dari perasaan positif hingga perasaan

yang ekstrim negative tentang diri mereka sendiri.

3) Perasaan positif, merupakan item yang mengacu kepada

seberapa banyak pengalaman perasaan positif individu dari

kesukaan, keseimbangan, kedamaian, kegembiraan, harapan,

kesenangan dan kenikmatan dar hal-hal baik dalam hidup.

Pandangan individu dan perasaan pada masa depan merupakan

bagian penting dari segi ini.

4) Perasaan negative, merupakan dimensi yang terfokus pada

seberapa banyak pengalaman perasaan negative individu,

termasuk patah semangat, merasa berdosa, kesedihan,

keputusasaan, kegelisahan, kecemasan dan kurang bahagia

dalam hidup. Segi ini termasuk pertimbangan dari seberapa

16

menyedihkan perasaan negative dan akibatnya pada fungsi

keseharian individu.

5) Hidup berarti, merupakan item yang menggambarkan

sejauhmana individu merasakan kehidupanya atau sejauhmana

individu merasakan hidupnya berarti.

6) Berfikir, belajar, memori dan konsentrasi merupakan pandangan

individu terhadap pemikiran, pembelajaran, ingatan, konsentrasi

dan kemampuannya dalam membuat keputusa. Hal ini juga

termasuk kecepatan dan kejelasan individu memberikan

gagasan.

c. Dimensi Hubungan social

Dimensi hubungan sosial merupakan penilaian individu

terhadap hubunganya dengan oranglain. Hubungan sosial

merupakan hubungan timbal balik antara individu satu dengan

individu satu dengan individu lainnya yang saling mempengaruhi

dan berdasarkan kesadaran untuk saling menolong. Terdapat tiga

item, yakni :

1) Dukungan social, merupakan item yang mengacu pada apa yang

dirasakan individu pada tanggungjawab, dukungan dan

tersedianya bantuan dari keluarga dari teman. Hal ini berfokus

kepada apa yang dirasakan individu pada dukungan keluarga dan

teman, faktanya pada tingkatan mana individu tergantung pada

dukungan disaat sulit.

17

2) Aktivitas seksual, merupakan item yang mengacu kepada

tingkatan perasaan individu pada persahabatan, cinta dan

dukungan dari hubungan yang dekat dalam kehidupannya.

Tingkat dimana individu merasa mereka bisa berbagi

pengalaman baik senang maupun sedih dengan oranng yang

dicintai.

3) Relasi social, merupakan item yang menggambarkan hubungan

individu dengan orang lain.

d. Dimensi Lingkungan

Dimensi lingkungan merupakan yang menilai hubungan individu

dengan lingkungan tempat tinggal, saran, dan prasarana yang

dimiliki. Dimensi ini terdidi dari delapan item.

1) Sumber informasi, merupakan item yang mengeksplor

pandangan individu pada sumber peghasilan. Fokusnya item ini

adalah apakah individu dapat menghasilkan atau tidak yang

berakibat pada kualitas hidup individu.

2) Freedom, physical safety dan security, merupakan item yang

menggambarkan tingkat keamanan idividu yang dapat

mempengaruhi kebebasan dirinya.

3) Perawatan dan perhatian social, merupakan dimensi yang

menguji pandangan individu pada kesehatan dan perhatian social

di kedekatan sekitar.

18

4) Lingkungan rumah, merupakan item yang menguji tempat yang

terpening dimana individu tinggal. Kualitas sebuah rumah dapat

dinilai dari kenyamanan, tempat teraman individu untuk tinggal.

5) Kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru dan

keterampilan, merupakan item yang menguji kesempatan

individu dan keinginan untuk mempelajari keerampilan baru,

mendapatkan pengetahuan baru, dan peka terhadap apa yang

terjadi. Dalam hal ini termasuk program pendidikan formal, atau

pembelajaran orang dewasa atau aktivitas pada waktu luang baik

dalam kelompok maupun sendiri.

6) Partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi,

merupakan item yang mengeksplor kemampuan individu,

kesempatan dan keinginan untuk berpartisipasi dalam waktu

luang, hiburan dan relaksasi.

7) Lingkungan fisik, merupakan item yang menguji pandangan

individu pada lingkungan. Hal ini mencakup kebisingan, polusi,

iklim dan estetika lingkungan dimana pelayanan ini dapat

meningkatkan atau memperburuk kualitas hidup.

8) Transportasi, merupakan item yang menguji pandnagan individu

pada seberapa mudah untuk menemukan dan menggunakan

pelayanan transportasi.

19

4. Faktor yang mempengaruhi Kualitas Hidup pada pasien Diabetes

Melitus

DM dan pengobatan serta komplikasinya dapat mempengaruhi

kualitas hidup pasien, kualitas hidup sangat penting bagi pasien diabetes

dan pemberi pelayanan kesehatan. Berikut adalah beberapa factor yang

dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien DM.

a. Usia

Diabetes dapat menyerang warga penduduk dariberbagai

lapisan, baikdari segi ekonomi rendah, menengah, atas dan dari segi

usia. Tua maupun muda dapat menjadi penderita Daibetes mellitus.

Berdasarkan teori bahwa seseorang berusia lebih dari 45 tahun

memiliki peningkatan resiko terhadap terjadinya DM dan intleransi

glukosa yang disebabkan oleh factor degenerative yaitu menunnya

fungsi tubuh, khususnya kemampuan dari sel beta dalam

memproduksi insulin untuk metabolisme glukosa (Pangemanan, 2014

dalam Musfirah, 2017).

b. Jenis kelamin

Menurut Fakih (2003) pengertian jenis kelamin merupakan

pensifatan atau pembagian jenis kelamin manusia yang ditentukan

secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu.

Misalnya, manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki ciri-

ciri : mempunyai penis dan memproduksi sperma. Sedangkan

perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk

20

melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan mempunyai

alat untuk menyusui (Maliati, 2018).

Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko diabetes mellitus

meningkat lebih cepat. Para ilmuwan dari University of Glasgow,

Skotlandia mengungkap hal itu setelah mengamati 51.920 laki-laki

dan 43.137 perempuan yang seluruhnya adalah penderita diabetes tipe

II yang umumnya laki-laki lebih banyak terkena diabetes. Sama

halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dkk (2015)

bahwa dari 86 responden yang menderita DM 77% (66 orang) adalah

laki-laki dan sisanya 23% (20 orang) adalah berjenis kelamin

perempuan (Rahayu, 2015).

c. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan umumnya akan mempengaruhi

kemampuan seseorang dalam mengolah informasi. Menurut

Stivanovic (2002) dalam Musfirah (2017), pendidikan merupakan

factor yang penting pada pasien DM untuk memahami dan mengatur

dirinya sendiri.

d. Lama Menderita

Penelitian Donald et al,. (2013) mengemukanan bahwa durasi

diabetes yang panjang disertai dengan kepatuhan dan pengontrolan

gula darah yang tepat walaupun telah terkena komplikasi tentunya

akan membuat kualitas hidup yang baik dan terpelihara. Sejalan

dalam penelitian Restada (2017) hasil analisis hubungan antara lama

21

DM dengan kualitas hidup menunjukkan lama menderita DM nilai

kualitas hidup pasien baik.

Berbeda dengan penelitian Reid dan Walker (2009) dalam

Restada (2017), menyatakan bahwa lama menderita DM berhubungan

secara signifikan dengan tingkat kecemasan, sehingga akan berakibat

terhadapa peurunan kuallitas hidup pasien.

e. Komplikasi DM

Penelitian Muhammad (2015) menunjukkan bahwa banyak

pasien DM tipe II dengan komplikasi (paparan positif) terhadap

memiliki kualitas hidup buruk yaitu sebesar 84,1%. Sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Wibowo (2019) bahwa pasien yang tidak

mempunyai komplikasi penyakit mempunyai kualitas hidup lebih baik

dibandingkan dengan responden yang mempunyai komplikasi dengan

penyakit lainya. Namun berbeda dengan hasil penelitian Restada

(2017) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara komplikasi DM dengan kualitas hidup pasien DM.

5. Pengukuran Kualitas Hidup

Kualitas hidup dapat diukur dengan menggunakan instrument

pengukuran kualitas hidup yang telah diuji dengan baik. Kualitas hidup

dapat diukur dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda dan dapat

dibandingkan dengan memfokuskan pada salah satu kategori.

Pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh (kualitas hidup dipandang

22

sebagai evaluasi individu terhadap dirinya secara menyeluruh) atau hanya

mengukur domain tertentu saja (kualitas hidup diukur hanya melalui

bagian tertentu saja dari diri seseorang). Salah satu instrument pengukuran

QoL pada penderita DM adalah Diabetes Quality of Life (DQoL) yang

dibuat oleh Jacobson dkk. (1988) dan membagi QoL menjadi 4 (empat)

domain utama yang dispesifikasikan untuk pasien DM. Empat domain

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Satisfaction. Indikator ini bertujuan untuk tingkat kepuasan atau

perasaan baik penderita DM berdasarkan persepsi mereka.

2. Impact. Indikator ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyakit

DM terhadap kesehatan mereka. Indikator ini lebih berfokus secara

fisik.

3. Worry social and vocational issues. Indikator ini bertujuan untuk

mengetahui tingkat kekhawatiran terhadap kehidupan pekerjaan dan

sosial.

4. Worry about the future effect of diabetes. Indikator ini bertujuan untuk

mengetahui tingkat kekhawatiran terhadap kehidupan di masa depan.

Alat ini mengukur kepuasan individu dengan berbagai komponen

kehidupan seperti kekhawatiran mereka baik sosial maupun masa depan

dan besarnya dampak diabetes dalam mempengaruhi kehidupan

(Asselstine, 2011)

Instrumen ini memiliki 46 item inti yang terdiri dari empat indikator,

yaitu kepuasan dengan pengobatan (15 item), dampak pengobatan (20

23

item), kekhawatiran tentang dampak masa depan diabetes (4 item), dan

kekhawatiran tentang isu-isu sosial dan pekerjaan (7 item). Instrumen ini

juga terdiri dari item kesehatan secara keseluruhan. DQoL menggunakan

skala model Likert dengan lima pilihan jawaban, adapun beberapa bentuk

pilihan jawabannya yaitu; sangat puas (skor 4) - sangat tidak puas (skor 0),

dan tidak pernah (skor 5) - selalu (skor 0).

B. Tinjauan Pemenuhan Kebutuhan Seksual

1. Pengertian Kebutuhan Seksual

Kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan

kekurangan dan ingin diperoleh sesuatu yang akan diwujudkan melalui

suatu usaha atau tindakan. Dari segala macam kebutuhan adapun

kebutuhan yang paling mendasar yang harus di penuhi oleh setiap

individu, adapun 5 kebutuhan mendasar itu yakni :

a. Kebutuhan Keamanan (Safety Needs)

b. Kebutuhan Seks (Sex Needs)

c. Kebutuhan Ekonomi (Economical Needs)

d. Kebutuhan Rohani (Spritual Needs)

e. Kebutuhan Inovasi (Innovation Needs)

Dari kelima kebutuhan mendasar tersebut memiliki keterkaitan

satu dengan yang lainnya sehingga semua kebutuhan dasar tersebut harus

terpenuhi dengan semestinya, salah satu kebutuhan mendasar yang kita

ketahui adalah kebutuhan seksual karena kebutuhan seksual merupakan

yang harus benar - benar terpenuhi dan apabila kebutuhan seksual ini tidak

24

terpenuhi semestinya maka akan terjadi suatu penyimpangan seksual

(Achmad, 2016).

Kebutuhan akan seks bagi manusia sudah ada sejak lahir.

Kebutuhan seksual merupakan salah satu dari 5 kebutuhan dasar manusia

menurut Maslow, termasuk dalam kebutuhan pertama fisiologis yang

merupakan jenis kebutuhan yang berhubungan dengan pemenuhan

kebutuhan dasar manusia seperti makan, minum, menghirup udara,

termasuk kebutuhan istirahat, buang air kecil/besar, menghindari rasa sakit

dan seks. Jika kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, maka akan sulit untuk

memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi (Abdullah, 2014). Prawiroharjo

(2009), mengungkapkan bahwa hubungan seks tidak ditujukan sekedar

untuk reproduksi melainkan untuk kebutuhan fisiologis manusia dan jika

terpenuhi manusia akan merasa senang (pleasure), puas, bahagia, nyaman,

tentram, dan mengalirkan energy baru dalam tubuh (Tahalele, 2018).

Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa

ekspresi perasaan dua orang individu secara pribadi yang saling

menghargai memperhatikan, dan menyayangi sehingga terjadi hubungan

timbal balik antara kedua individu tersebut. Seks merupakan suatu

kebutuhan yang juga menuntut adanya pemenuhan yang dalam hal

penyalurannya manusia mengekspresikan dorongan seksual ke dalam

bentuk perilaku seksual yang sangat bervariasi (Hidayat, 2016).

25

2. Tinjauan Seksual dari berbagai Aspek

Makna seksual dapat ditinjau dari berbagai aspek, diantaranya

sebagai berikut :

a. Aspek Biologis

Aspek ini memandang dari segi biologi seperti pandangan

anatomi dan fisiologi dari sistem reproduksi (seksual), kemampuan

organ seks, dan adanya hormonal serta sistem saraf yang berfungsi

atau berhubungan dengan kebutuhan seksual.

b. Aspek Psikologis

Aspek ini merupakan pandangan terhadap identitas jenis

kelamin, sebuah perasaan dari diri sendiri terhadap kesadaran

identitasnya, serta memandang gambaran seksual atau bentuk konsep

diri yang lain.

c. Aspek Sosial Budaya

Aspek ini merupakan pandangan budaya atau keyakinan yang

berlaku di masyarakat terhadap kebutuhan seksual serta perilakunya

di masyarakat.

3. Fungsi Seksual

Perilaku seksual manusia bergantung pada dua faktor prinsip yaitu

libido atau hasrat seksual dan fungsi fisiologis. Libido dipengaruhi oleh

hormon reproduksi, kesehatan mental dan fisik individu, ketersediaan dan

ketertarikan dari seseorang sebagai pasangan seksual. Sedangkan

mekanisme fisiologis adalah mencakup normalnya fungsi seksual yang

26

mencakup neurogenic, psikogenik, skeletal, vascular, muscular dan faktor

hormon. Kedua faktor tersebut adalah hal yang melatarbelakangi apakah

seseorang dapat berfungsi seksual dengan baik (Korenman, 1983 dalam

Tahalele, 2018).

Fungsi seksual merupakan kemampuan fisik dan mental yang

berkaitan dengan kemampuan atau performa tubuh pada saat melakukan

hubungan seksual (McCall-Heanfeld et al, 2008 dalam Tahalele, 2018).

Menurut WHO (ICD-10) fungsi seksual adalah bermacam-macam cara

yang ditempuh seseorang untuk berpartisipasi dalam hubungan seks yang

mereka harapkan (Tahalele, 2018).

4. Siklus Respon Seksual

Siklus respon seksual terdiri atas beberapa tahap berikut.

a. Tahap sukacita

Merupakan tahap awal dalam respon seksual pada wanita

ditandai dengan banyaknya lender pada daerah vagina mengalami

ekspansi atau menebal, menigkatnya sensitivitas klitoris, puting susu

menegang, dan ukuran buah dada meningkat. Pada laki-laki ditandai

dengan ketegangan atau ereksi pada penis dan penebalan atau elevasi

pada skrotum.

b. Tahap Kestabilan

Pada tahap ini wanita mengalami retraksi di bawah klitoris,

adanya lender yang banyak dari vagina dan labia mayora, elevasi dari

serviks dan uterus, serta meningkatnya otot-otot pernapasan. Pada

27

laki-laki ditandai dengan meningkatnya ukuran gland penis dan

peningkatan otot pernapasan.

c. Tahap Orgasme (Puncak)

Tahap puncak dalam siklus pada wanita ditandai adanya

kontraksi yang tidak sengaja dari uterus , rektal dan sfingter, uretra

serta otot-otot lainnya, terjadi hiperventilasi dan meningkatnya denyut

nadi. Pada laki-laki ditandai dengan relaksasi pada sfingter kandung

kemih, hiperventilasi dan meningkatnya denyut nadi.

d. Tahap Resolusi (Peredaan)

Tahap terakhir dalam siklus respons seksual, pada wanita

ditandai dengan adanya relaksasi dari dinding vagina secara

berangsur-angsur, perubahan warna dari labia mayora, pernapasan,

nadi, tekanan darah, otot-tot berangsur-angsur kembali normal. Pada

laki-laki ditandai dengan menurunnya denyut pernapasan dan denyut

nadi serta melemasnya penis.

5. Dampak Diabetes terhadap Seksualitas

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan kerja

insulin, sekresi insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2015). Soegondo

(2004) mengemukakan bahwa gangguan metabolik ini mempengaruhi

metabolisme dari karbohidrat, protein, lemak, air dan elektrolit. Gangguan

metabolisme sangat mempengaruhi tergantung aktivitas insulin dalam

tubuh dan telah ditemukan banyak kasus, akhirnya menimbulkan

28

kerusakan seluler, khususnya sel endotelial vaskuler pada mata, ginjal dan

susunan saraf (Muzzakir, 2016). Diabetes Tipe 2 adalah yang paling

banyak dijumpai, karena sering terjadi bersamaan dengan obesitas, dari

diabetes ini menimbulkan beberapa komplikasi (Nall, 2019). Menurut

Smeltzer (2001), kategori komplikasi kronis diabetes yang lazim

ditemukan adalah penyakit makrovaskuler, mikrovaskuler dan neuropati.

Dua tipe neuropati diabetik yang paling sering dijumapi adalah

polineuropati sensorik dan neuropati otonom. Manifestasi neuropati

otonom mengakibatkan berbagai disfungsi yang mengenai hampir seluruh

sistem organ tubuh, salah satunya adalah disfungsi seksual (Rahayu,

2015). Rowland dan Incrocci (2008) mengatakan Diabetes melitus secara

perlahan akan menghancurkan sel endotel dan pembuluh darah sehingga

suplai dan regulasi pada organ dan sel endotel jaringan erektil terganggu

dan saat inilah terjadi gangguan ereksi dan lubrikasi. Pada kondisi lain,

diabetes juga akan merusak sistem syaraf yang mensuplai kealat kelamin,

sehingga menyebabkan menurunnya sensasi dan kesulitan mencapai

orgasme.

Disfungsi seksual atau fungsi seksual yang tidak baik adalah

keadaan yakni seseorang mengalami atau beresiko mengalami perubahan

fungsi seksual yang negative, yang dipandang sebagai tidak berharga dan

tidak memadainya fungsi seksual, sehingga berpengaruh terhadap

pemenuhan kebutuhan seksual. Masalah keperawatan yang terjadi pada

kebutuhan seksual adalah pola seksual dan perubahan fungsi seksual. Pola

29

seksual mengandung arti bahwa suatu kondisi seorang individu mengalami

atau beresiko mengalami perubahan kesehatan seksual, sedangkan

kesehatan seksual adalah integrasi dari aspek somatis, emosional,

intelektual dan social dari keberadaan seksual yang dapat meningkatkan

rasa cinta, komunikasi, dan kepribadian. Menurut Sexual Health Strategy

(2001) kesehatan seksual adalah bagian penting dari kesehatan fisik dan

mental. Elemen penting dari kesehatan seksual yang baik adalah

hubungnan yang wajar dan pemenuhan kebutuhan seksual dengan akses

terhadap informasi dan layanan guna menghindari risiko kehamilan yang

tidak diharapkan, penyakit, atau gangguan (French, 2015).

Diabetes mellitus memberikan dampak gangguan fungsi seksual

yang berbeda pada perempuan dan laki-laki, yakni :

a. Pada Perempuan

Pada DSMV (Diagnostic and Statistic manual Version IV) dari

American Physciatric Association, dan ICD-10 (International

Classifacation of Disease) dari WHO dalam Sukma Puji Rahayu

(2015), disfungsi seksual dibagi menjadi empat kategori yaitu:

1) Gangguan minat/keinginan seksual (desire disorder)

Terganggunya perasaan yang termasuk keinginan untuk

mendapat pengalaman seksual, perasaan menerima terhadap

inisiasi dari pasangan seksual, dan pikiran atau khayalan tentang

melakukan hubungan dan aktivitas seksual.

30

2) Gangguan birahi (arousal disorder)

Diabetes dapat memengaruhi kesehatan seksual wanita

dengan merusak saraf yang bisa merasakan rangsangan seksual.

Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan saraf

di seluruh tubuh, dan pada wanita dapat mempengaruhi

kemampuan untuk mengalami rangsangan gairah seksual.

3) Gangguan orgasme (orgasme disorder)

Akibat perubahan kadar gula darah yang meningkat pada

diabetes mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk

mengalami orgasme/puncak/klimaks kesenangan seksual yang

ditandai dengan rasa nikmat pada bagian alat kelamin.

4) Gangguan nyeri (sexual pain disorder)

Perubahan yang terjadi pada wanita dengan Diabetes dapat

memengaruhi kemampuan dalam pelepasan pelumas vagina

sehingga menyebabkan seks yang menyakitkan.

Perubahan yang terjadi mempengaruhi kesehatan seksualnya

karena mungkin mengalami gejala kadar gula darah rendah ketika

berhubungan seks. Selain itu, wanita dengan diabetes lebih cenderung

mengalami infeksi seperti sariawan, sistitis dan infeksi saluran kemih.

Sehingga dapat berdampak pada kemampuan melakukan atau menikmati

hubungan seksual.

31

b. Pada Laki-laki

Pangkahila (2014) dalam Sukma Puji Rahayu (2015)

menyebutkan disfungsi seksual pada laki-laki diklasifikasikan

menjadi empat kelompok, yakni :

1) Gangguan dorongan/minat/hasrat seksual/Libido

Menurut Freud (1905) ialah semua kekuatan dorongan seks,

yaitu dorongan untuk mencapai kepuasan seksual (sexual pleasure

seeking). Keadaan ini bersifat psikologis, tetapi factor fisiologi dan

kadar hormone seks juga turut mempengaruhinya. Hilangnya

gairah seksual pada penderita diabetes dapat ditimbulkan oleh

impotensia, kondisi tubuh (kelainan fisik dan daya kerja menurun),

psikologi informasi yang salah.

2) Disfungsi ereksi

Masalah kesehatan seks utama yang mempengaruhi pria

dengan diabetes adalah ketidakmampuan untuk mencapai atau

mempertahankan ereksi yang disebut disfungsi ereksi (DE). Untuk

mencapai ereksi pada pria, harus ada aliran darah yang signifikan

ke penis. Pada kondisi diabetes mengakibatkan rusaknya pembuluh

darah vena yang mengaliri darah ke penis serta menyebabkan

kerusakan saraf dan membuat lebih sulit untuk mempertahankan

ereksi. Efek samping dari obat-obatan diabetes tertentu juga dapat

mengubah kadar testosteron sehingga menyebabkan DE.

32

3) Gangguan ejakulasi (premature ejaculation, ejakulasi praecock)

Ejakulasi dini adalah suatu keadaan dimana seorang pria

sudah mendapatkan orgasmus dan berejakulasi sebelum ia sendiri

menghendakinya. Ejakulasi adalah proses keluarnya ejakulat

(semen) yang menempuh kejadian-kejadian yang berurutan yaitu

keluarnya komponen-komponen ejakulat, ejakulasi antegrad dan

penutupan sfinkter uretra interna serta pembukaan sfinkter

eksterna. Ejakulasi pada penderia diabetes pria dapat terjadi

sesudah atau bersamaan dengan terjadinya impotensia. Pada

penderita yang mengalami impotensia erektiones umumnya

mempunyai kecenderungan ingin mempercepat aktivitas

seksualnya sebab ada kekhawatirannya akan hilang ketegangan

penis (batang zakar).

4) Gangguan orgasme (orgasme disorder)

Pada laki-laki dengan diabetes gangguan orgasme atau sulit

mencapai klimaks dalam senggama dapat disebabkan oleh

kerusakan saraf-saraf yang ada di penis mengakibatkan otak tidak

mampu menerima sinyal rangsangan yang diterima, serta keadaan

dimana hormone testosterone tidak seimbang juga mempengaruhi

ejakulasi dan orgasme.

6. Pengukuran Kebutuhan Seksual

Penelitian ini meggunakan pengukuran kebutuhan seksual yang

berbeda pada pria dan wanita. Pada wanita menggunakan skala FSFI

33

(female sexual Function Index) yang dikembangkan oleh Rosen dkk

(2000) untuk mengukur fungsi seksual pada wanita yang ditinjau dari

aspek hasrat seksual, keterangsangan seksual, lubrikasi/pelendiran vagina,

kepuasan dan rasa sakit saat berhubungan. Terdapat 19 pertanyaan yang

masing-masing pertanyaan memiliki skor jawaban 1-5, dimana semakin

tinggi skor FSFI maka semakin tinggi fungsi seksual seseorang sehingga

semakin terpenuhi kebutuhan seksualnya.

Pengukuran kebutuhan seksual pada pria menggunakan skala IIEF

(International Index of Erectil Function) Kuesioner ini terdiri dari 15

pertanyaan yang secara komprehensif digunakan untuk mengkaji fungsi

ereksi dalam 5 domain respon, yaitu (1) fungsi ereksi (pertanyaan 1-5 dan

15); (2) kepuasan berhubungan seksual (intercouse) (pertanyaan 6-8); (3)

fungsi orgasme di dalamnya terdapat pertanyaan tentang ejakulasi

(pertanyaan 9 dan 10); (4) hasrat seksual (pertanyaan 11 dan 12); dan (5)

kepuasan seksual secara umum (pertanyaan 13 dan 14). Rentang nilai

masing-masing pertanyaan adalah 0-5 (nilai minimal 0 dan maksimal 5),

tiap-tiap pertanyaan diberi nilai 1-5 (Raymond C.Rosen, 1997).

34

Penilaian untuk skor IIEF terdapat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Penilaian IIEF

Domain

Pertanyaan

Skor

Jarak

Skor

Maksimum

Skor

Anda

Fungsi Ereksi

1-5 & 15

0-5

30

Fungsi Orgasmik

9-10

0-5

10

Hasrat Seksual

11-12

1-5

10

Hubungan

Kepuasan

6-8

0-5

15

Kepuasan Secara

keseluruhan

13-14

1-5

10

Sumber: Rosen, R.C., Riley, A., Wagner, G., Osterloh, I.H., Kirkpatrick, J., Mishra, A.,

(1997).

Interpretasi dari masing-masing domain dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Interpretasi klinik untuk IIEF pada masing-masing domain

interpretasi

Domain

Fungsi

Ereksi

Fungsi

Orgasmik

Hasrat

Seksual

Kepuasan

Hubungan

Secara

keseluruhan

Kepuasan

Disfungsi berat

0-6

0-2 0-2 0-3 0-2

Disfungsi sedang

7-12

3-4 3-4 5-6 3-4

Disfungsi ringan ke

sedang

13-18 5-6 5-6 7-9 5-6

Disfungsi ringan

19-24 7-8

7-8

10-12 7-8

Tidak terjadi

Disfungsi

25-30 9-10 9-10

13-15 9-10

Sumber: Rosen, R.C., Riley, A., Wagner, G., Osterloh, I.H., Kirkpatrick, J., Mishra, A.,

(1997).

35

C. Tinjauan Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Seksual dan Kualitas

Hidup Pasien Diabetes Melitus

Dalam studi besar peringkat orang dewasa AS tentang pentingnya

kesehatan seksual dan kepuasan dengan kehidupan seks, kesehatan seksual

adalah aspek yang sangat penting dari kualitas hidup bagi banyak peserta,

termasuk peserta dalam kesehatan yang buruk. Selain itu, peserta dalam

kesehatan yang lebih buruk melaporkan kepuasan seksual yang lebih rendah.

Dengan demikian, kesehatan seksual harus menjadi bagian rutin dari penilaian

dokter terhadap pasien mereka. Sistem perawatan kesehatan yang menyatakan

komitmen untuk meningkatkan kesehatan keseluruhan pasien harus memiliki

sumber daya untuk mengatasi masalah seksual. Sumber daya ini harus tersedia

untuk semua pasien di seluruh umur (The journal of sexual medicine, 2016).

Menurut Dr. Richard Beb (2019) seorang endrokologi professional

asosiasi klinis di Universitas British Columbia, mengatakan bahwa aktivitas

seksual adalah aktivitas normal manusia, dan kurangnya aktivitas seksual dapat

menurunkan kualitas hidup dan juga dapat mempengaruhi kualitas dan

dinamika hubungan dengan pasangan (Bokma, 2019).

Berdasarkan beberapa peneliti mengemukakan bahwa seks adalah

penenang, dan seks lebih efektif daripada reaksi efektivitas obat penenang.

Perhatian dengan hubungan sesksual yang baik adalah salah satu factor yang

menimbulkan rasa nikmat bagi kedua belah pihak, dan hal itu pulalah yang

akan mendatangkan relaksasi kesehatan badan dan jiwa (Syadzali, 2012).

36

Rosen dan Bachman (2008) dalam Tahalele (2018) mengatakan bahwa

individu yang aktif dan puas terhadap hubungan seksualnya menunjukkan

kepuasan emosional, kepuasan relasi yang tinggi dan konsisten, kepuasan

hidup serta kesejahteraan psikologis (Tahalele, 2018).

37

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan ketertarikan

antara vairabel (baik variabel yang diteliti dan tidak di teliti). Kerangka konsep

akan membantu penelitian menghubungkan hasil penelitian dengan teori

(Nursalam, 2017).

Variable Independent Variabel Dependent

Keterangan :

: Variabel Independent

: Variabel Dependent

: Hubungan antar variabel

Pemenuhan kebutuhan

Seksual

Kualitas Hidup

pasien DM

38

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian. Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang

hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu

pertanyaan dalam penilitian (Nursalam, 2017).

Hipotesis alternative (𝐻𝑎) adalah hipotesis penelitian. Hipotesis ini

menyatakan adanya suatu hubungan, pengaruh, dan perbedaan antar dua atau

lebih variabel. Hipotesis alternative dalam penelitian ini adalah Ada hubungan

pemenuhan kebutuhan seksual dengan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus.

39

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu data

penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono,

2012 dalam Restada, 2016). Rancangan penelitian ini adalah rancangan

penelitian Non-eksperimen korelasional (hubungan/Asosiasi) yang

menggunakan pendekatan Cross Sectional dimana data yang menyangkut

variable independent dan variable dependent akan dikumpulkan dalam waktu

yang bersamaan (Notoatmodjo, 2012 dalam Restada, 2016).

B. Populasi, Sampel Dan Sampling Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sujarweni, 2014). Pada penelitian ini populasinya adalah semua pasien

rawat jalan dan rawat inap Diabetes Melitus di RSUD Labuang Baji

Makassar pada bulan September 2019 yakni sejumlah 56 pasien.

2. Sampel

Sampel adalah terdiri atas bagian populasi yang terjangkau yang

dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling

(Nursalam, 2017). Pada penelitian ini menggunakna rumus pengambilan

sampel sebagai berikut:

40

Keterangan :

N : besar populasi

n : besar sampel

d : tingkat kepercayaan atau ketepatan diinginkan dengan nilai 0,05

Jadi jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah :

n = 𝑵

𝟏+𝑵 (𝒅𝟐)

n = 𝟓𝟔

𝟏+𝟓𝟔 (𝟎,𝟎𝟓𝟐)

n = 𝟓𝟔

𝟏+𝟎,𝟏𝟒

n = 𝟓𝟔

𝟏,𝟏𝟒

n = 49

Berdasarkan rumus di atas maka jumlah sampel yang akan diambil dari

populasi adalah 49 pasien. Sampel tersebut dapat berkurang berdasarkan

dengan kriteria sampel yang diajukan oleh peneliti. Adapun kriteria

sampel nya adalah sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi :

1. Penderita Diabetes mellitus yang rawat jalan dan rawat inap

2. Berusia dewasa 18 sampai 59 tahun

3. Menikah dan masih mempunyai pasangan hidup

4. Bersedia menjadi responden

𝒏 =𝑵

𝟏 + 𝑵 (𝒅𝟐)

41

b. Kriteria Ekslusi :

1. Pasien DM yang mengalami gangguan komunikasi seperti : bisu,

tuli, pasien mengalami gangguan kesadaran

2. Pasien tidak bisa membaca dan menulis

C. Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat

mewakili populasi yang ada. Pengambilan sampel pada penelitian ini

adalah Nonprobability Sampling dengan metode Purposive

Sampling/Judgement sampling yaitu teknik penetapan sampel dengan cara

memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang di kehendaki

peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat

mewakili karakteristik dari populasi (Nursalam, 2017).

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu. Jenis variabel diklasifikasikan menjadi:

1. Variabel Independen (bebas)

Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi atau

nilainya menentukan variabel yang lain. Suatu kegiatan stimulus yang

dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel

dependen. Variable independent pada penelitian ini adalah pemenuhan

kebutuhan seksual.

42

2. Variabel Dependen (terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi nilainya

ditentukan oleh variabel lain. Variabel respons akan muncul sebagai akibat

dari manipulasi variabel-variabel lain. Variable dependent pada penelitian

ini adalah kualitas hidup pasien Diabetes Melitus.

3. Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definis Operasional

Variabel Definisi

operasional

Parameter Alat ukur Skala

Ukur

Skor

Variabel

independen

(Pemenuhan

kebutuhan seksual)

Pemenuhan

kebutuhan seksual

dalam penelitian

ini adalah kebutuhan seksual

responden yang

dinilai

berdasarkan fungsi seksual.

1. Terpenuhi

2. Tidak terpenuhi

1.Alat ukur

yang

digunakan

adalah kuesioner

FSFI untuk

wanita

2.Alat ukur

kuisioner IIEF

untuk pria

Ordinal

Ordinal

Dikatakan

terpenuhi jika

skor ≥ 48 , dan

dikatakan tidak

terpenuhi jika

skor < 48

Dikatakan

terpenuhi jika

skor ≥ 45 dan tidak

terpenuhi jika

skor < 45

Variabel

dependen

(Kualitas hidup)

Kualitas hidup

dalam penelitian

ini adalah kualitas hidup responden

yang dinilai

berdasarkan

kualitas secara fisik, psikologis,

fungsi social, dan

dari lingkungan.

1. Kualitas hidup

baik

2. Kualitas hidup buruk

Alat ukur

yang

digunakan adalah

kuesioner

DQOL-

Ordinal Kualitas

hidup baik

skor ≥ 138, Sedangkan

dinyatakan

kualitas

hidup buruk

jika skor <

138

D. Tempat Penelitian

Tempat penelitian telah dilakukan di RSUD Labuang Baji Makassar.

E. Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada 24 Desember 2019 - 16 Januari 2020.

43

F. Instrumen Pengumpulan Data

a. Kuisioner 1 ( Pemenuhan Kebutuhan Seksual pada wanita)

Kuisioner yang digunakan adalah skala Likert. Skala ini,

digunakan untuk mengukur sikap, pengetahuan, persepsi tentang gejala

atau masalah yang di masyarakat atau yang dialaminya Pada wanita

menggunakan skala FSFI (female sexual Function Index) yang berisi 19

item dengan 5 domain yaitu hasrat seksual (desire), keterangsangan

seksual (arousal), lubrikasi/pelendiran vagina (lubrication), kepuasan

(satisfaction) dan rasa sakit saat berhubungan (pain). Semakin tinggi skor

FSFI maka semakin tinggi fungsi seksual seseorang maka semakin

terpenuhi kebutuhan seksualnya. Dikatakan terpenuhi kebutuhan seksual

jika skor ≥ 48 dan dikatakan kurang terpenuhi jika skor < 48, yang

dibuktikan dengan rumus:

(jumlah soal x skor tertinggi) (jumlah soal x skor terendah)

2

(19 𝑥 5) + (19 𝑥 0)

2

95 + 0

2

95

2= 47,5 dibulatkan menjadi 48

b. Kuisioner 2 (pemenuhan kebutuhan seksual Pria)

Pada pemenuhan kebutuhan seksual pria menggunakan kuisioner

IIEF (International Index of Erectile Function Questionnaire ). Kuisioner

ini terdiri dari 15 pertanyaan yang tiap-tiap pertanyaan diberi nilai 0-5. Jika

44

skor ≥38 maka kebutuhan seksual terpenuhi dan jika skor < 38 berarti

kebutuhan seksual kurang terpenuhi, dibuktikan dengan rumus :

(jumlah soal x skor tertinggi) (jumlah soal x skor terendah)

2

(15 𝑥 5) + (15 𝑥 1)

2

75 + 15

2

90

2= 45

c. Kuisioner 3( Kualitas Hidup/Quality of Life )

Pada kualitas hidup (Quality Of Life) menggunakan skala Likert

yang terdiri dari 46 pertanyaan, pertanyaan yang terkait dengan Quality Of

life yang memiliki 4 domian yaitu: domain kesehatan fisik, domain

psikologis, domain hubungan social, dan domain lingkungan. Dikatakan

kualitas hidup baik jika skor ≥ 138 dan dikatakan kualitas hidup buruk atau

kurang baik jika skor < 137 yang dapat dibuktikan dengan rumus:

(jumlah soal x skor tertinggi) (jumlah soal x skor terendah)

2

(46 𝑥 5) + (46 𝑥 1)

2

276

2= 138

45

G. Prosedur Pengumpulan Data

1. Jenis Sumber data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui

kuisioner, kelompok focus, dan panel atau juga data hasil wawancara

peneliti dengan narasumber. Responden akan diberikan lembar

kuesioner. Kuesioner 1 yaitu pemenuhan kebutuhan seksual pada

wanita, kuesioner 2 yaitu pemenuhan kebutuhan seksual pria dan

kuesioner 3 yaitu kualitas hidup. Setelah responden mengisi dengan

benar dan telah dikoreksi kelengkapannya oleh peneliti, data akan

dikumpulkan untuk diolah.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dapat dari catatan, buku, majalah

berupa laporan, buku sebagai teori (Sujarweni, 2014).

b. Pengumpulan data

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik

terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.

b. Kuesioner atau angket

Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis

kepada para responden untuk dijawab. Kuesinoer merupakan

instrument pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan

46

pasti variable yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan

dari para responden (Sujarweni, 2014).

H. Tekhnik Analisa Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan computer dengan

program SPSS (Statistical Package For Social Science) untuk memeriksa

jawaban pada kuisioner sudah lengkap, jelas dan relevan (Sujarweni,

2014). Setelah semua data diperboleh kemudian diolah melalui tahap-

tahap sebagai berikut:

a. Tahap editing, yaitu memeriksa kejelasan dan kelengkapan pengisian

instrument pengumpulan data.

b. Tahap Coding, yaitu proses identifikasi dan klasifikasi dari setap

pertanyaan yang terdapat dalam instrument penelitian pengumpulan

data menurut variabel.

c. Tahap tabulasi data, yaitu mencatat atau entri data ke dalam table

induk penelitian.

d. Tahap menguji kualitas data, yaitu menguji validitas dan realibitas

instrument pengumpulan data.

e. Tahap mendeskripsi data, yaitu tabel frekuensi atau diagram serta

berbagai ukuran terdensi sentral, maupun ukuran disperse. Tujuannya

memahami karakteristik data sampel penelitian.

f. Tahap Uji hipotesis, yaitu tahap pengujian terhadap proposisi- yang

dibuat apakah proposisi tersebut di tolak atau di terima.

47

2. Analisa Data

a. Analisa Univariat

Pada analisa ini dilakukan analisis tabel distribusi frekuensi dari tiap

variabel yang dianggap terkait dengan tujuan penelitian.

b. Analisa Bivariat

Analisa data ditunjukkan untuk menjawab tujuan penelitian dan

menguji hipotesis penelitian untuk mengetahui adanya hubungan

variabel dependen dengan menggunakan uji statistic Chi Square (X2)

dengan nilai kemaknaan (α = 0,05). Setelah uji hipotesa dilakukan

dengan taraf kesalahan (alpha) yang digunakan yaitu 5 % atau 0,05

maka penelitian hipotesa yaitu: apabila p ≤ α = 0,05, maka Ha

(Hipotesis penelitian) diterima yang berarti ada hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat. Sedangkan bila p > α = 0,05, maka

Ha (Hipotesis penelian) ditolak yang berarti tidak ada hubungan

antara variabel terikat.

I. Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2018) penelitian apapun khususnya yang

menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh bertentangan dengan etika,

oleh karena itu, setiap peneliti menggunakan subjek untuk mendapatkan

persetujuan dari subjek yang diteliti.

Peneliti memperhatikan aspek etika responden dengan menekankan

masalah etika yang meneliti:

48

1. Lembar konfirmasi (Informed Consed)

Informed Consed merupakan lembar persetujuan antara peneliti dan

responden yang diberikan sebelum penelitian. Tujuan Informed Consed

yaitu responden yang dapat mengerti maksud dan tujuan penelitian. Bila

responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden.

2. Tanpa nama (anonymity)

Anonimity adalah memberikan jaminan dalam penggunaan subjek peneliti

dengan cara tidak memberikan atau tidak mencantumkan nama responden

pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembaran

pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Confidentiality adalah semua informasi yang dikumpulkan dijamin

kerahasiannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan

pada hasil riset.

49

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini berjudul Hubungan pemenuhan Kebutuhan Seksual dengan

Kualitas Hidup Pasien DM yang dilaksanakan pada tanggal 23 Desember 2019

sampai 16 Januari 2020 Di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji

Makassar. Jenis penelitian Kuantitatif Non eksperiman dengan pendekatan

cross-sectional study, jumlah responden sebanyak 49 orang. Pengumpulan

data dilakukan secara langsung terhadap responden dengan cara pengisian

kuesioner fungsi seksual dan kuesioner tentang kualitas Hidup. Pembagian

kuisioner dilakukan secara langsung oleh peneliti, begitupun pada saat

pengisian peneliti mendampingi dan membantu responden. Setelah data

terkumpul, selanjutnya dilakukan pengeditan, pengkodean dan memproses

data. Data diolah menggunakan program SPSS dengan uji statistik chi-square

dengan derajat kemaknaan (α) 0,05.

1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden digunakan untuk mengetahui keragaman

dari responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan,

lama menderita Diabetes mellitus, penyakit lain dan status gizi. Hal

tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran yang cukup jelas

mengenai kondisi dari responden dan kaitannya dengan masalah dan tujuan

penelitian tersebut.

50

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RSUD

Labuang Baji Makassar

No. Karakteristik Responden Frekuensi

(n=49)

Persentase (%)

1 Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

23

26

46.9

53.1

2 Usia (Tahun)

Dewasa Awal ( < 35)

Dewasa Akhir (36 -45)

Lansia (46 – 59)

4

15

30

8,2

30,6

61,2

3 Pendidikan

SD

SMP

SMA

PT

5

11

20

13

10,2

22,4

40,8

26,5

4 Pekerjaan

IRT

ASN

Karyawan

Swasta

23

8

5

13

46.9

16.3

10.2

26.5

5 Lama Menderita DM

< 5 Tahun

> 6 tahun

30

19

61,2

38,8

6 Penyakit Lain

Ada

Tidak Ada

34

15

69,4

30,6

7 Status Gizi (IMT)

Overweight

Obesitas

Normal

Underweight

3

13

32

1

6,1

26,5

65,3

2,0

Sumber Data Primer Desember 2019-Januari 2020.

Berdasarkan tabel 5.1 tentang distribusi frekuensi karakteristik

responden bahwa berdasarkan Jenis Kelamin terbanyak yakni

Perempuan sebanyak 26 orang (53,1%) dan untuk laki-laki sebanyak 23

51

orang (46,3%) . Karakteristik Usia yang terbanyak yaitu Lansia (46 – 59

tahun) sebanyak 30 orang (61,2%) dan yang sedikit distribusinya adalah

usia dewasa awal (<35 tahun) sejumlah 4 orang (8.2%). Sementara

karakteristik berdasarkan Pendidikan pada penelitian ini yang

distribusinya tertinggi yaitu SMA 20 orang (40,8%) dan untuk distribusi

pendidikan yang terendah adalah SD yakni 5 orang (10,2%). Kategori

karakteristik responden berdasarkan pekerjaan didapatkan yang

terbanyak yaitu IRT yaitu 23 orang (46.9%) dan yang paling sedikit yaitu

yang bekerja sebagai Karyawan sejumlah 5 orang (10,2%). Jumlah

responden berdasarkan karakteristik lama menderita DM terbanyak

adalah yang menderita < 5 tahun yakni 30 orang (61,2%) dan sisanya 19

orang (38,8%) menderita DM > 6 tahun. Karakteristik responden

berdasarkan Penyakit lain terbanyak yakni Ada Penyakit lain yakni 34

orang (69,4%) dan sejumlah 15 orang (30,6%) tidak memiliki penyakit

lain. Berdasarkan Status Gizi (IMT) karakteristik responden nya yang

terbanyak adalah yang memiliki IMT Normal yakni 32 orang (65,3%)

dan yang paling sedikit yaitu underweight sejumlah 1 orng (2,0%).

2. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel yang diteliti. Pada analisa univariat ini data

kategori dapat dijelaskan dengan angka atua nilai jumlah dari persentase

setiap kelompok.

52

a. Pemenuhan Kebutuhan Seksual

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Pemenuhan Kebutuhan Seksual di RSUD Labuang Baji Makassar

Kebutuhan

Seksual

Frekuensi (n) Persen (%)

Terpenuhi 22 42.3

Tidak Terpenuhi 27 57.7

Total 49 100

Sumber Data Primer Desember-Januari 2020.

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa karakteristik

responden berdasarkan pemenuhan kebutuhan seksual yang

distribusinya terbanyak adalah kebutuhan seksual tidak terpenuhi

terdapat 27 orang (57,7%) dan yang distribusinya sedikit adalah

kebutuhan seksual yang terpenuhi sebanyak 22 orang (42,3%)

b. Kualitas Hidup

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kualitas

Hidup di RSUD Labuang Baji Makassar

Kualitas Hidup Frekuensi (n) Persen (%)

Baik 26 53.1

Buruk 23 46.9

Total 49 100

Sumber Data Primer Desember 2019-Januari 2020.

Berdasarkan tabel 5.3 di atas diperoleh data dari 49 responden

berdasarkan Kualitas Hidup yang memiliki distribusi tertinggi yaitu

Kualitas Hidup Baik sebanyak 26 responden (53.1%) sedangkan

responden yang memiliki distribusi terendah yaitu Kualitas Hidup

Buruk sebanyak 23 responden (46.9%).

53

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan

antara Pemenuhan Kebutuhan Seksual dengan Kualitas Hidup pada Pasien

Diabetes Mellitus dianalisis menggunakan chi-square, di Rumah Sakit

Labuang Baji Makassar dapat dilihat pada tabel berikut.

a. Tabel hubungan pemenuhan kebutuhan seksual dengan kualitas hidup

Tabel 5.4 Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Seksual Dengan

Kualitas Hidup Pada Pasien Diabetes Mellitus di Poli Interna

RSUD Labuang Baji Makassar

Pemenuhan

Kebutuhan Seksual

Kualitas Hidup

Total

p Baik Buruk

(n) (%) (n) (%) (n) (%)

0,000

Terpenuhi 20 40.8 2 4.1 22 44.9

Tidak Terpenuhi 6 12.2 21 42.9 27 55.1

Total 26 53.1 23 46.9 49 100

Chi-Square

Berdasarkan tabel 5.4 di atas diperoleh data dari 49 responden yang

memiliki distribusi tertinggi yakni Pemenuhan Kebutuhan seksual tidak

terpenuhi dengan Kualitas Hidup Buruk sebanyak 21 responden (42.9%)

yang selanjutnya ialah responden yang pemenuhan kebutuhan seksual

Terpenuhi dengan Kualitas Hidup baik terdapat sebanyak 20 orang

(40.8%), kemudian terdapat sebanyak 6 orang (12.2%) yang pemenuhan

kebutuhan seksual tidak terpenuhi dengn kualitas hidup baik, dan yang

distribusi terendah adalah pemenuhan kebutuhan seksual terpenuhi dengan

kualitas hidup Buruk terdapat 2 orang (4.1%). Berdasarkan hasil uji

54

statistic Chi-Square, didapatkan hasil 0 cell (0,0%) Expected Count < 5

sehingga menggunakan nilai Pearson Chi Square didapatkan nilai p =

0.000 dimana p < α (0.05).

b. Tabel pemenuhan kebutuhan seksual wanita dengan kualitas hidup

Tabel 5.5 Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Seksual Wanita

Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Diabetes Mellitus di Poli

Interna RSUD Labuang Baji Makassar

Pemenuhan

Kebutuhan Seksual

Kualitas Hidup

Total

p Baik Buruk

(n) (%) (n) (%) (n) (%)

0.001

Terpenuhi 10 34.6 1 7.7 11 42.3

Tidak Terpenuhi 4 15.4 11 42.3 15 57.7

Total 14 50 12 50 26 100

Chi-square.

Berdasarkan tabel 5.5 di atas diperoleh data dari 26 responden

Wanita yang memiliki Kebutuhan seksual nya terpenuhi dengan Kualitas

Hidup Baik sebanyak 10 responden (34.6%) sedangkan responden yang

memiliki Kebutuhan seksual terpenuhi dengan Kualitas Hidup Buruk

sebanyak 1 orang (7.7%), sementara untuk kebutuhan seksual Tidak

Terpenuhi dengan Kualitas Hidup Baik sebanyak 4 responden (15.4%)

sedangkan responden yang memiliki kebutuhan seksual Tidak Terpenuhi

dengan Kualitas Hidup Buruk sebanyak 11 responden (42.3%).

Berdasarkan hasil uji statistic Chi-Square dengan alternative Pearson Chi

Square didapatkan nilai p = 0.001 dimana p < α (0.05).

55

c. Tabel pemenuhan kebutuhan seksual pria dengan kualitas hidup

Tabel 5.6 Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Seksual Pria Dengan

Kualitas Hidup Pada Pasien Diabetes Mellitus di Poli Interna

RSUD Labuang Baji Makassar

Pemenuhan

Kebutuhan Seksual

Kualitas Hidup

Total

p Baik Buruk

(n) (%) (n) (%) (n) (%)

0,000

Terpenuhi 10 43.5 1 4.3 11 47.8

Tidak Terpenuhi 2 8.7 10 43,5 12 52.2

Total 12 52.2 11 47.8 23 100

Chi-square

Berdasarkan tabel 5.6 di atas diperoleh data dari 23 responden Pria

yang memiliki Kebutuhan seksual nya terpenuhi dengan Kualitas Hidup

Baik sebanyak 10 responden (43.5%) sedangkan responden yang memiliki

Kebutuhan seksual nya terpenuhi dengan Kualitas Hidup Buruk sebanyak

1 responden (4.3%), dan untuk kebutuhan seksual Tidak Terpenuhi dengan

Kualitas Hidup Baik sebanyak 2 responden (8.7%) sedangkan responden

yang kebutuhan seksual Tidak Terpenuhi dengan Kualitas Hidup Buruk

sebanyak 10 responden (43.5%). Berdasarkan hasil uji statistic Chi-Square

dengan nilai Pearson Chi Square didapatkan nilai p = 0.000 dimana p < α

(0.05).

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pemenuhan Kebutuhan Seksual Pasien DM di RSUD Labuang Baji

Makassar

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan seksual pada

pasien DM di Poli Interna RS Labuang Baji Makassar terbanyak dalam

56

kategori tidak terpenuhi 27 orang (57,7%) dan yang distribusinya sedikit

adalah kebutuhan seksual yang terpenuhi sebanyak 22 orang (42,3%).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemenuhan kebutuhan seksual pasien

DM di RSUD Labuang Baji Makassar sebagian besar berada dalam

kategori tidak terpenuhi berdasarkan fungsi Seksual nya.

Penelitian ini sesuai dengan teori Rowland dan Incrocci (2008)

dalam Rahayu (2015) yang mengatakan bahwa Diabetes Melitus secara

perlahan akan menghancurkan sel endotel dan pembuluh darah sehingga

suplai dan regulasi pada organ dan sel endotel jaringan erektil terganggu

dan saat inilah terjadi gangguan ereksi dan lubrikasi. Menurut asumsi

peneliti bahwa terjadinya gangguan pada salah satu bagian dapat

mempengaruhi bagian yang lainnya, begitupun apabila terjadi gangguan

ereksi dan lubrikasi pada fungsi seksual tubuh, maka akan dapat

megganggu keseluruhan fungsi seksual seseorang. Fungsi seksual yang

kurang maksimal tidak akan dapat memenuhi kebutuhan seksual

sebagaimana mestinya seperti apabila fungsi seksualnya baik dan

maksimal.

Hasil penelitian dapat diketahui bahwa lebih banyak pada wanita

kebutuhan seksualnya tidak terpenuhi dikarenakan fungsi seksualnya yang

buruk dibandingkan Pria, hanya saja selama ini wanita jarang mengeluhkan

nya. Penelitian Rahayu (2015) didapatkan yang memiliki fungsi seksual

buruk dengan jumlah terbanyak yaitu sebanyak 40% (8 pasien) adalah

wanita dari total pasien, sedangkan fungsi seksual sedang sebanyak 35% (7

57

pasien) dan fungsi seksual baik 25% (5 pasien) begitupun dengan laki-laki,

pada setiap fungsi seksual mengalami disfungsi mulai dari fungsi ereksi,

fungsi orgasme, hasrat seksual, kepuasan hubungan seksual dan

keseluruhan kepuasan.

Bjerggaard et all (2015) dalam penelitian nya selama 12 bulan pada

582 pria dan 377 wanita penderita DM di Denmark diperoleh hasil 17%

pria dan 47% wanita dilaporkan tidak aktif secara seksual, diantaranya 57%

pria dan 42% wanita melaporkan kegagalan memenuhi kebutuhan seksual;

31% pria dan 10% wanita itu penting untuk memiliki kehidupan seksual

yang baik, dan 32% pria dan 11% wanita bahwa mereka mengalami

tekanan seksual (Bjerggaard, 2015).

Dalam PERKENI (2015) Diabetes merupakan penyakit yang

dipengaruhi oleh berbagai hal, usia merupakan salah satu faktor resiko yang

tidak dapat dimodifikasi untuk terjadinya diabetes mellitus, risiko untuk

menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya

usia. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa usia yang paling banyak

adalah kelompok lansia (46-59 tahun) dan dari hasil yang didapat usia dapat

mempengaruhi terjadinya penyakit diabetes mellitus dan semakin tua

penderita diabetes mellitus maka kemungkinan terjadi komplikasi yang

salah satunya adalah disfungsi seksual semakin tinggi. Hal ini sejalan

dengan penelitian Rahayu (2015) di di poli penyakit dalam RSUD Mardi

Waluyo Kota Blitar dengan hasil penelitian usia pasien perempuan

terbanyak adalah pada rentang usia 50–59 tahun, sedangkan usia pasien

58

laki-laki terbanyak 60 tahun. didapatkan bahwa sebanyak 25% (5 pasien)

memiliki fungsi seksual buruk. Pada laki-laki sebanyak 36,3% (24 pasien)

mengalami disfungsi ereksi; 40,9% (27 pasien) mengalami orgasme; 42,4%

(28 pasien) mengalami disfungsi hasrat seksual; 40,9% (27 pasien)

mengalami ketidakpuasan hubungan seksual; dan sebanyak 42,4% (28

pasien) mengalami ketidakpuasan secara keseluruhan.

Peneliti berasumsi bahwa semakin bertambah tua usia seseorang

maka semakin menurun fungsi-fungsi tubuh tak terkecualli terhadap fungsi

seksualnya pula. Terdapat perbedaan performa seksual antara pria dan

wanita meskipun tanpa adanya penyakit, dimana wanita memiliki batasan

terhadap beberapa fungsi seksualnya ketika memasuki usia menopause

seperti berkurangnya lender pelumas yang berfungsi sebagai lubrikasi

dalam hubungan seksual, sementara pada pria tidak ada batasan ketika

dalam keadaan normal meskipun usianya sudah lanjut. Sehingganya itu

bisa menyebabkan mengapa pada wanita lebih banyak ditemukan fungsi

seksual yang buruk serta tidak terpenuhinya kebutuhan seksual.

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa terdapat 34 orang

responden (61.2%) yang memiliki penyakit lain selain diabetes artinya

lebih dari setengah sampel memiliki komplikasi. Seperti menurut Smeltzer

(2001) yang mengatakan bahwa kategori komplikasi kronis diabetes yang

lazim ditemukan adalah penyakit makrovaskuler, mikrovaskuler dan

neuropati baik sensorik maupun otonom. Manifestasi neuropati otonom

59

mengakibatkan berbagai disfungsi yang mengenai hampir seluruh organ,

salah satunya adalah disfungsi seksual.

Aktivitas seksual responden juga diidentifikasi dari keinginan

pasien untuk melakukan hubungan seksual. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa responden pria pada umumnya memiliki keinginan

yang besar sampai dengan tidak ada keinginan untuk melakukan hubungan

seksual, sedangkan perempuan mengalami penurunan keinginan untuk

melakukan hubungan seksual. Irawati dalam Sasmito (2015) mengatakan

bahwa pasien yang mengalami permasalahan seksual didapatkan rata-rata

pasien yang mengkonsultasikan permasalahan ini masih sangat rendah.

Hasil penelitian dari Kelly et all (2019) yang mengatakan bahwa

Masalah kesehatan seksual terus menjadi tantangan bagi pria dengan

diabetes, baik secara medis maupun psikologis. Aspek-aspek psikososial

diabetes dan seksualitas, termasuk perasaan tidak menarik baik secara fisik

maupun emosional, dilaporkan secara luas oleh para peserta, menunjukkan

konsekuensi pribadi yang merusak dan menyusahkan (Kelly, et al., 2019).

Demikian pula dalam penelitian yang dilakukan Hollowey (2019) di

Inggris dengan hasil terdapat 44% wanita dengan diabetes tipe 1 dan 25%

dengan diabetes tipe 2 memiliki disfungsi seksual, tetapi wanita diabetes

mengeluhkan masalah dengan seks jauh lebih jarang daripada pria diabetes

(Holloway, 2019). Sehingganya peneliti berasumsi bahwa tingkat disfungsi

seksual terhadap pasien diabetes baik Pria maupun wanita memang banyak

terjadi, namun pria lebih banyak mengeluhkan nya dibandingkan wanita,

60

bisa karena disebabkan wanita merasa malu atau masih tabu untuk

menceritakan permasalahan yang dihadapi atau pemberi pelayanan yang

belum pernah mengkajinya.

2. Kualitas Hidup Pasien DM di RSUD Labuang Baji Makassar

Tabel 5.3 di atas menunjukkan data dari 49 responden berdasarkan

Kualitas Hidup pasien diabetes smelitus di Poli Interna RS Labuang Baji

Makassar yang memiliki distribusi tertinggi yaitu Kualitas Hidup Baik

sebanyak 26 responden (53.1%) sedangkan sisanya sebanyak 23 responden

(46.9%) memiliki kualitas hidup buruk. Sehingga dapat disimpulkan lebih

dari setengah responden memiliki kualitas hidup baik.

Penelitian ini sejalan dengan Restada (2017) dalam faktor-faktor

yang mempengaruhi kualitas hidup, didapatkan sebanyak 60 responden

(67,4%) kualitas hidup dan distribusi terendah adalah kualitas hidup kurang

baik sebanyak 29 responden (32,6%). Inipun serupa dengan penelitian yang

dilakukan Purwaningsih (2018) dalam Analisis factor-faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup, hasil penelitian menyatakan bahwa rata-rata

kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 adalah 58,60 yang dimana

keadaan rata-ratanya cukup baik.

Karakteristik responden menurut jenis Kelamin pada penelitian ini

didominasi oleh wanita sebanyak 26 orang (53.1%). Sejalan dengan

penelitian Puwaningsih (2018) sebanyak 56 orang (62.2%) adalah wanita,

berbeda dengan penelitian Rahayu dkk (2015) yang mendapatkan sebanyak

66 orang (77%) responden nya adalah Pria dengan Diabetes.

61

Umur menunjukkan distribusi tertinggi adalah umur 46 – 59 tahun

yaitu sebanyak 30 responden (61.2%). Distribusi umur responden

menunjukan sebagian besar responden merupakan kelompok Lansia.

Umur mempengaruhi resiko dan kejadian DM tipe 2. Umur sangat erat

kaitannya dengan kenaikan kadar gula darah, sehingga semakin meningkat

umur maka prevalensi DM tipe 2 dan gangguan toleransi glukosa semakin

tinggi. Menurut Smeltzer & Bare (2008), DM tipe 2 merupakan jenis DM

yang paling banyak jumlahnya yaitu sekitar 90-95% dari seluruh

penyandang DM dan banyak dialami oleh dewasa diatas 40 tahun. Hasil

Penelitian Restada (2017) mengenai Kualitas Hidup didapatkan sebanyak

52 responden (58.4%) adalah Lansia. Ini sejalan menurut WHO setelah usia

30 tahun, maka kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg/dL/tahun pada saat

puasa dan akan naik 5,6-13 mg/dL pada 2 jam setelah makan.

Tingkat pendidikan sebagian responden berada pada kategori tinggi,

yaitu SMA sebanyak 30 responden (40.8 %). Sejalan dengan studi yang

dilakukan Restada (2017), bahwa 70% responden DM tipe 2, menemukan

sebagian besar responden berpendidikan tinggi (27%). Sejalan dengan

pendapat dari Natoatmodjo (2010), tingkat pendidikan merupakan

indicator bahwa seseorang telah menempuh jenjang pendidikan formal di

bidang tertentu, namun bukan indikator bahwa seseorang telah menguasai

beberapa bidang ilmu. Seseorang dengan pendidikan yang baik, lebih

matang terhadap proses perubahan pada dirinya, sehingga lebih mudah

62

menerima pengaruh luar yang positif, obyektif dan terbuka terhadap

berbagai informasi termasuk informs tentang kesehatan.

Dalam tinjauan teori dijelaskan keterkaitan antara pendidikan

dengan penyakit Diabetes dan kualitas Hidup dimana pendidikan

merupakan faktor yang penting pada pasien DM untuk memahami dan

mengatur dirinya sendiri (Stivanovic (2002) dalam Musfirah (2017)).

peneliti berasumsi bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi prilaku

seseorang dalam mencari perawatan dan pengobatan penyakit yang

dideritanya, serta memilih dan memutuskan tindakan atau terapi yang akan

dijalani untuk mengatasi masalah kesehatannya.

Pekerjaan responden terbanyak pada penelitian ini adalah IRT (Ibu

Rumah Tangga) sebanyak 23 orang (40.3%) ini dikarenakan jenis kelamin

yang terbanyak adalah wanita. Munurut Chaveepohjkamjorn et al (2016),

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan

kualitas hidup pasien DM. begitu juga penelitian Mier et al (2017),

menyatakan bahwa status ekonomi tidak memiliki hubungan yang

signifikan dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2.

Tidak terdapat penjelasan dalam penelitian ini bahwa pekerjaan atau

status ekonomi dengan penyakit DM ataupun Kualitas Hidup, namun

peneliti berasusmi bahwa status ekonomi atau pekerjaan mempengaruhi

seseorang untuk melakukan manajemen perawatan diri DM. Keterbatasan

financial akan membatasi responden untuk mencari informasi, perawatan

63

dan pengobatan untuk dirinya sehingga berefek pada kurang puas

terhadapat dirinya sehingga dapat menurunkan kualitas hidupnya.

Lama menderita Diabetes terbanyak pada penelitian ini adalah 30

orang (61.2%) yang menederita < 5 tahun. Begitu juga penelitian Mier

(2017), menemukan pada umumnya responden menderita DM tipe 2

kurang dari 10 tahun. Berbeda dengan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Wexler.D.J (2016) tentang kualitas hidup pasien DM tipe 2 di

Amerika, dimana responden terbanyak adalah dengan lama menderita DM

lebih dari 10 tahun.

Peneliti berasumsi bahwa lama menderita yang < 5 tahun bisa jadi

menyebabkan masih kurangnya pengetahuan dan pengalaman responden

terhadap penyakitnya sehingga berdampak pada pengambilan keputusan

berobat dan bertindak sehingga dapat berakbat pada kualitas hidup yang

buruk.

Adanya penyakit lain atau komplikasi merupakan salah satu yang

berpengaruh dalam kualitas hidup seseorang pasien DM. Pada penelitian

ini terdapat 34 responden (69.4%) yang memiliki penyakit lain selain

Diabetes. Ini menunjukan bahwa lebih dari setengah responden mempunyai

penyakit lain dan berakibat pada kualitas hidup yang buruk. Sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Wibowo (2019) bahwa sebanyak 40 responden

(56,1%) dalam penelitian nya memiliki komplikasi dengan kualitas

hidupnya yang buruk.

64

Asumsi peneliti mengenai adanya penyakit lain selain Diabetes yang

diderita responden mengakibatkan beban fikiran bertambah dan membuat

responden semakin frustasi karena dengan adanya penyakit DM saja sudah

menyita waktu, tenaga dan finansial responden apalagi jika mereka

menderita penyakit lain. Jika mekanisme koping responden tidak baik

justru malah akan menambah tingkat stress dan penerimaan terhadap diri

dan keadaan yang pada akhirnya membuat kualitas hidupnya menjadi

buruk atau tidak baik.

3. Hubungan Pemenuhan kebutuhan seksual dengan kualitas hidup

pasien DM

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang Hubungan

pemenuhan kebutuhan seksual dengan kualitas hidup pasien DM di Poli

Interna RS Labuang Baji Makassar didapatkan 49 responden terbagi

menjadi 23 responden Pria dan 26 responden wanita. Hasil analisis data

hubungan pemenuhan seksual baik pada wanita maupun pria denga

kualitas hidup pasien DM secara statistic dengan menggunakan uji Chi-

Square didapatkan hasil 0 cells (0,0%) dengan expected count < 5 dan nilai

signifikan Pearson Chi Square p =0,000 yang artinya nilai p < ɑ (0.05).

Sementara nilai p value masing-masing untuk wanita p =0.001 dan untuk

pria p = 0.000 diperoleh nilai p < ɑ (0.05). Sehingga dapat disimpulkan

Hipotesis diterima yakni ada hubungan pemenuhan kebutuhan seksual

dengan kualitas hidup pada pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit

Labuang Baji Makassar. Nampak dari nilai p value yang didapatkan dari

65

penelitian ini bahwa hubungan pemenuhan kebutuhan seksual dengan

kualitas hidup pasien diabetes mellitus lebih berhubungan pada pria

dibandingkan wanita.

Adanya pemenuhan kebutuhan seksual yang semakin terpenuhi

maka dapat meningkatkan kualitas hidup yang baik pada pasien Diabetes

Melitus di RS Labuang Baji Makassar dan sebaliknya semakin tidak

terpenuhi kebutuhan seksual dapat menurunkan kualitas hidup. Hasil

penelitian ini sesuai dengan teori menurut Dr. Richard Beb (2019) yang

mengatakan bahwa aktivitas seksual adalah aktivitas normal manusia, dan

kurangnya aktivitas seksual dapat menurunkan kualitas hidup dan dapat

juga mempengaruhi kualitas dinamika hubungan dengan pasangan.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kalka (2018) di New York

dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa individu dengan diabetes

umumnya kurang puas dengan kehidupan mereka sebelumnya dan saat ini,

dan mereka kurang puas dengan seksualitas dan gairah, dibandingkan

dengan individu yang tidak menderita penyakit (Kalka, 2018).

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat 6 responden

(12.2%) yang tidak terpenuhi kebutuhan seksual nya namun memiliki

kualitas hidup baik dan terdapat 2 reponden (4.1%) yang kebutuhan

seksual terpenuhi namun memiliki kualitas hidup buruk. Hal ini bisa

disebabkan oleh karena pemenuhan kebutuhan yang mendasar terbagi

menjadi 5 (lima) yakni kebutuhan keamanan (Safety Needs), kebutuhan

ekonomi (Economical Needs), kebutuhan rohani (Spiritual Needs),

66

kebutuhan Inovasi (Innovation Needs) serta kebutuhan Sex (Sex Needs).

Sehingganya bisa jadi salah satu terpenuhi dan yang lainnya belum

terpenuhi maka dapat menyebabkan perubahan kualitas hidup pada

masing-masing individu. Maka peneliti berasumsi bahwa tidak selamanya

kebutuhan seksual mempengaruhi kualitas hidup sesorang.

Terdapat sebanyak 11 responden wanita (42.7%) yang kebutuhan

seksualnya tidak terpenuhi dan memilki kualitas hidup buruk, hasil ini

sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Celik et all (2015) menurut

penelitiannya total skor FSFI, 80,4% perempuan tidak terpenuhi

kebutuhan seskual nya karena memiliki Dysfungsi seksual. Frekuensi

Dysfungsi seksual pada wanita dengan diabetes tipe 2 (85,6%) secara

signifikan lebih tinggi dibandingkan pada wanita dengan diabetes tipe 1

(% 55,6) (p \ 0,001). Kualitas kehidupan perempuan dengan Dysfungsi

seksual (62,7 ± 21,2) secara signifikan lebih rendah daripada mereka yang

tanpa Dysfungsi seksual (89,6 ± 9,9) (p \ 0,001). Menurut hasil penelitian

ini, Disfugsi Seksual lazim pada wanita dengan diabetes, terutama mereka

dengan diabetes tipe 2 dan juga kualitas hidup seksual mereka rendah

(Celik, et al., 2015).

Hasil penelitian pada pemenuhan kebutuhan seksual Pria dengan

kualitas hidup terdapat sebanyak 43,5% yang tidak terpenuhi dan memiliki

kuliats hidup buruk. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang

dilakukan pada 47 pria dengan Diabetes Melitus di Afrika oleh Cooper et

all (2018), hasil penelitian nya menunjukan bahwa seluruh pria dalam

67

penelitian mengidentifikasi kesulitan seksual sebagai masalah utama hidup

dengan diabetes. Kesulitan-kesulitan ini melampaui masalah biomedis

disfungsi ereksi, yang terdiri dari efek psikologis dan relasional yang

kompleks. Harga diri rendah, terkait dengan rasa kehilangan maskulinitas

dan berkurangnya keintiman seksual dan emosional dalam hubungan

pasangan adalah pengalaman umum. Efek relasional negatif tertentu

termasuk kecurigaan perselingkuhan, saling tidak percaya,

ketidakbahagiaan umum, dan takut kehilangan dukungan dari mitra. Efek

ini dapat berdampak pada kemampuan pria untuk mengatasi diabetes

mereka. Stresor lebih lanjut adalah kurangnya informasi tentang alasan

kesulitan seksual mereka, persepsi kurangnya dukungan dari penyedia

layanan kesehatan dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan

mitra tentang kesulitan seksual (Cooper, et al., 2018).

Kualitas hidup pasien Diabetes Melitus di RS Labuang Baji

Makassar dapat dipengaruhi berbagai faktor seperti usia, jenis kelamian,

tingkat pendidikan, lama menderita DM dan ada tidaknya Komplikasi.

Namun pemenuhan kebutuhan seksual tidak kalah penting dalam

mengambil peranan sebagai bagian dalam peningkatan kualitas hidup

pasien diabetes mellitus Hasil penelitian membuktikan bahwa adanya

faktor pemenuhan kebutuhan seksual yang baik dapat meningkatkan

kualitas hidup pasien Diabetes Melitus.

Menurut asumsi peneliti pada responden Pria dengan kebutuhan

seksual yang terpenuhi dan kualitas hidup baik disebabkan oleh kepuasan

68

dirinya sebagai pria dapat memenuhi kebutuhan seksualnya meskipun

dalam keadaan sakit yang kronik dalam hal ini diabetes, pun bisajadi

responden banyak mendapatkan dukungan dari istri dan keluarga nya,

sementara untuk yang kebutuhan seksualnya terpenuhi namun memiliki

kualitas hidup buruk bisa jadi disebabkan oleh faktor lain seperti

kekhawatiran dalam dirinya dalam menangani sakitnya, bisa jadi

lingkungan pekerjaan, sosialnya ataupun tingkat pemahamannya yang

kurang terhadap penyakit diabetes yang dideritanya. Adapun untuk yang

kebutuhan seksualnya tidak terpenuhi dan memiliki kualitas hidup baik

dapat disebabkan keyakinan dirinya yang baik sehingga nya meskipun

mempunyai penyakit dan kebutuhan seksualnya tidak terpenuhi seperti

sebelum sakit namun responden tetap optimis dan menjalani kehidupan

seperti biasanya, sementara bagi responden yang kebutuhan seksualnya

tidak terpenuhi dan memiliki kualitas hidup buruk bisa jadi disebabkan

oleh rasa frustasi akibat dari ketidakmampuan dalam menyalurkan hasrat

seksual ataupun pasangannya akibat memiliki diabetes, sebab bagi pria

seksualitas merupakan harga diri dan identitas mereka sehingga apabila

fungsi seksualnya tidak tidak baik dan tidak terpenuhi akan berpengaruh

pada ketidakpuasan pula terhadap kebutuhan hidup yang lainnya dan

mengakibatkan kekhawatiran, cemas bahkan deperesi yang adapat

berakibat pada memburuknya kualitas hidup.

Peneliti berasumsi bahwa untuk responden wanita yang kebutuhan

seksualnya terpenuhi dan memiliki kualitas hidup baik bisa jadi

69

disebabkan oleh rasa puas secara keseluruhan dalam menjalankan

hidupnya yang mampu memenuhi kebutuhan dasarnya yakni salah satunya

adalah terpenuhinya kebutuhan seksual sehingga dapat memenuhi

kebutuhan hidup yang lainnya yang lebih tinggi dan berefek pada

keseluruhan kehidupanya dan menjadikan kualitas hidupnya baik.

Sementara untuk yang memiliki kebutuhan seksual terpenuhi namun

memiliki kualitas hidup yang buruk bisa juga disebabkan oleh beberapa

factor yang mempengaruhi hal tersebut,baik factor dari dalam diri

responden seperti adanya rasa negative atau kurang optimis terhadap

kehidupan nya maupun dari luar, seperti mungkin hubungan sosialnya

kurang mendukung yang berdampak pada penurunan kualitas hidup.

Terdapat pula responden yang tidak terpenuhi kebutuhan seksual nya

namun memiliki kualitas hidup baik, penulis berangggapan bahwa

responden tersebut mungkin merasa bahwa didampingi oleh suami atau

pasangan hidup sudah merupakan kecukupan dalam kebutuhan seksualnya

meskipu tanpa melakukan aktivitas seksual, dan juga bisa dipengaruhi rasa

positif terhadap diri bahwa apapun yang terjadi pada dirinya adalah

kehendak yang terbaik dari Tuhan. Namun bagi yang tidak terpenuhi

kebutuhan seksual dan memililki kualitas hidup buruk ini dapat

disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap kehidupan seksualnya yang

mungkin sebelum didiagnosa diabetes kehidupan seksualnya baik dan

memuaskan, namun karena menderita DM yang mengakibatkan terjadinya

beberapa komplikasi seperti kekeringan pada vagina akibat perubahan

70

hormon dan berkurangnya aliran darah ke vagina sehingga mengakibatkan

rasa nyeri ketika berhubungan. Bisa jadi itu membuat responden merasa

frustasi dan merasa kurang memuaskan pasangannya dan khawatir

terhadap kehidupan selanjutnya, baik kehidupan rumah tangganya maupun

kehidupan sehari-hari dengan keluarganya yang kesemuanya dapat

berakiat pada menurunnya kualitas hidup responden tersebut.

C. Keterbatasan penelitian

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini jauh dari kata sempurna karena

kesempurnaan dan memiliki keterbatasan. Keterbatasan-keterbatasan tersebut

antara lain :

1. Waktu yang disediakan responden terlalu singkat yaitu ketika menunggu

antrian sebelum diperiksa oleh Dokter, oleh karena itu peneliti

keterbatasan dalam melakukan penelitian

2. Terdapat beberapa responden berasal dari luar negeri yang kurang faham

bahasa inggris ataupun bahasa Indonesia sehingga kesulitan dalam

memahami kuesioner, sehingga itu menjadikan keterbatasan dalam

penelitian ini.

D. Implikasi untuk Keperawatan

Pada penelitian ini memberikan beberapa manfaat dalam dunia

keperawatan antara lain adalah :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada petugas

kesehatan khususnya perawat yang berhubungan langsung dengan pasien,

bahwa mengkaji masalah seksualitas dapat dilakukan dengan mudah jika

71

dikomunikasikan dengan baik bersama pasien, sehingganya masalh-maslah

seksualitas dapat ditangani sedini mungkin.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah masukan untuk dunia

keperawatan dan dapat dijadikan data mengenai pemenuhan kebutuhan

Seksual yang dikaitkan dengan kualitas hidup pasien Diabetes Mellitus di

wilayah Sulawesi Selatan.

3. Penelitian ini dapat menjadi salah satu penelitian yang membahas mengenai

masalah seksual yang masih jarang dibahas terkait dengan pasien Diabtes

Melitus.

E. Keaslian Penelitian

1. Sholeka Akhmad (2014) “Hubungan pemenuhan kebutuhan seksual pada

lansia laki-laki di Dukuh Ngujung Desa Gandu Kepuh Kecamatan Sukorejo

Ponorogo”. Lanjut usia masih bisa menjalankan aktivitas seksual sampai

usia yang cukup lanjut dan aktivitas tersebut hanya dibatasi oleh status

kesehatan dan ketiadaan pasangan .Memasuki usia pertengahan, yaitu

sekitar usia 40-45 tahun secara fisik manusia mengalami penurunan. Pria

sangat khawatir kehilangan kemampuan seksualnya. Karena itu, banyak

pria yang kemudian menguji kemampuan seksualnya dengan mencari

wanita lain yang jauh lebih muda.

Persamaan : persamaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah sama

sama meeliti tentang kebutuhan seksualitas.

Perbedaan : perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian diatas adalah

pada penelitian diatas meneliti terhadap pemenuhan kebutuhan seksual pada

72

lansia laki-laki, sedangkan penelitian ini meneliti kebutuhan seksual pada

laki-laki dan perempuan dari tiga rentang usia yakni dewasa awal, dewasa

akhir serta lansia.

2. Pambudi Sasmito (2015) “Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Seksual

Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Rs Pku

Muhammadiyah Unit II Yogyakarta Desa Gandu Kepuh Kecamatan

Sukorejo Ponorogo”. Penelitian ini menggunakan jenis non eksperimen

dengan kuantitatif korelasional dengan pendekatan cross sectional (point

time approach). Jumlah sampel 53 responden. Metode pengumpulan sampel

non-probability dengan teknik quota sampling. Teknik analisa uji statistik

parametrik dengan teknik uji korelasi Pearson Product Moment.

Persamaan : persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah sama-

sama meneliti kebutuhan seksual dengan kualitas hidup pada penyakit

kronis.

Perbedaan : Perbedaannya adalah penelitian diatas meneliti kebutuhan

seksual dengan kualitas hidup pada pasien Gagal ginjal, sedangkan pada

penelitian ini tentang pemenuhan kebutuhan seksual denagn kualitas hidup

pada psien Diabetes Melitus.

3. Hasbullah, Alamsyah, Syamsir (2019) “Study Fenomenologi Disfungsi

Seksual Pada Pria Diabetes Mellitus”. Desain penelitian yang digunakan

adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan study fenomenologi, sampel

dalam penelitian ini sebanyak 7 orang informan yang dipilih secara

purposive sampling Sebagai penelitian kulitatif maka hasil wawancara

73

mendalam indepth interview akan dijabarkan sebagai informasi kemudian

memberikan makna dari informasi tersebut melalui analisis data.

Persamaan : penelitian diatas sama-sama meneliti tentang fungsi seksual

pada pasien Diabetes.

Perbedaan : perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini adalah

penelitian tersebut meneliti tentang seksual pada Pria DM dengan metode

penelitian kualitatif, pada penelitian ini meneliti pemenuhan kebutuhan

seksual pada pria dan wanita DM yang dihubungkan dengan Kualitas hidup

pemnggunakan metode kuantitatif.

74

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RSUD Labuang

Baji Makassar didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemenuhan kebutuhan seksual pasien Diabetes mellitus Di RSUD

Labuang Baji Makassar terbanyak dalam kategori tidak terpenuhi 27 orang

(57,7%) dan yang distribusinya sedikit adalah kebutuhan seksual yang

terpenuhi sebanyak 22 orang (42,3%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa

pemenuhan kebutuhan seksual pasien DM di RSUD Labuang Baji

Makassar sebagian besar berada dalam kategori tidak terpenuhi

berdasarkan fungsi Seksual nya.

2. Kualitas hidup pasien Diabetes Melitus di RSUD Labuang Baji Makassar

didapatkan distribusi tertinggi yaitu Kualitas Hidup Baik sebanyak 26

responden (53.1%) sedangkan sisanya sebanyak 23 responden (46.9%)

memiliki kualitas hidup buruk. Sehingga dapat disimpulkan lebih dari

setengah responden memiliki kualitas hidup baik.

3. Hasil uji statistic Chi-Square tabel 2x2 pada hubungan antara pemenuhan

kebutuhan seksual dengan kualitas hidup pada pasien DM di Poli Interna

RS Labuang Baji Makasssar didapatkan 0 cells (0,0%) yang berarti bahwa

jika Expected Count < 5 < 20% maka nilai p yang diambil adalah dari

Pearson Chi Square yakni didapati nilai signifikansi p Value = 0,000 yang

berarti p < ɑ (0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Hipotesis

75

alternative diterima yang berarti hasil penelitian yang dilakukan terdapat

hubungan antara pemenuhan kebutuhan seksual dengan kualitas hidup

pada pasien DM di Poli Interna RS Labuang Baji Makasssar.

4. Saran

1. Bagi Praktisi Kesehatan

a. Perawat dapat memperoleh wawasan dan pengetahuan sehingga

perawat dapat mengoptimalkan dalam memberikan pelayanan berupa

tindakan keperawatan yang komprehenshif.

b. Rumah sakit dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas

pelayanan kepada pasien Diabetes Mellitus dengan memberikan

pelayanan yang menunjang intervensi untuk mempertahankan dan

meningkatkan pemenuhan kebutuhan seksual dan kualitas hidup

penderita Diabetes Mellitus

2. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti beberapa variable

penting terkait pemenuhan kebutuhan seksual berdasarkan fungsi yang

lainya, seperti dari aspek kepuasan seksual misalnya. Dan juga

digharapkan dapat menambah jumlah sampel pada penelitian berikutnya.

Diharapkan peneliti selanjutnya untuk melakukan uji coba tentang

pemahaman item terlebih dahulu terhadap beberapa orang agar peneliti

dan subjek memiliki pemahaman yang sama terhadap item yang digunakan

dalam penelitian.

76

Daftar Pustaka

Abdullah. (2014). Kebutuhan Dasar Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan.

Jakarta: Trans Info Media.

Achmad, M. R. (2016). Analisis Terjadinya penyimpangan seks pada narapidana

karena tidak terpenuhinya kebutuhan seksual. 16-17.

Agustiani, D. (2016). Gambaran Pengetahuan Wanita Penderita Diabetes Mellitus

Tentang Disfungsi Seksual Di Kelurahan Padasuka. Respitory.upi.edu, 1-6.

Retrieved Desember 4, 2019, from http://repository.upi.edu/id/eprin

t/23551

Asselstine, R. (2011, Desember). Self-care, Social support, and Quality of life in

asians and pacific islanders with type 2 diabetes. Retrieved Desember 2,

2019,fromhttps://scholarspace.manoa.hawaii.edu/bitstream/10125/101489/

Asselstine_Richelle%20Tressa_r.pdf

Bjerggaard, M. (2015, Desember). Prevalence of Sexual Concerns and Sexual

Dysfunction among Sexually Active and Inactive Men and Women with

Screen-Detected Type 2 Diabates. Sexual Medicine, 4(3), 302-310.

RetrievedJanuari23,2020,from

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2050116116300150

Bokma, A. (2019). Diabetes Dialogue. sex & Diabetes, What you need to know, 2.

Celik, Golbası, Zehra, Kelleci, Meral, Satman, & Ilhan. (2015). Sexual Dysfunction

and Sexual Quality of Life in Women with Diabetes: The Study Based on a

Diabetic Center. Sexual and Disability, 33(2), 233-241.

doi:10.1007/s11195-014-9383-3

77

Cooper, Sara, Leon, N., Namadingo, Hazel, Bobrow, . . . J, A. (2018, September).

"My wife's mistrust. That's the saddest part of being a diabetic": A

qualitative study of sexual well-being in men with Type 2 diabetes in sub-

Saharan Africa. PlosOne, 13(9). doi:10.1371/journal.pone.0202413

Dinas Kesehatan Kota Makassar. (2015). Profil Kesehatan Kota Makassar.

Makassar.

French, K. (2015). Kesehatan Seksual. Jakarta: Bumi Medika.

Hasbullah, A. S. (2019). Studi Fenomologi Disfungsi Seksual pada Pria Diabetes

Melitus. Journal Of Islamic Nursing, 4(2), 28. Retrieved Desember 1, 2019

Hidayat, M. U. (2016). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Surabaya: Salemba

Medika.

Holloway, E. (2019, Februari). Sexual Problems in Diabetes. Medicine, 47(2), 106-

109.RetrievedJanuari27,2020,fromhttps://www.sciencedirect.com/science/

article/abs/pii/S1357303918302755

Kalka, D. (2018, Maret). Sexual Satisfaction, Relationship Satisfaction, and Quality

of Life in Individuals with Type 2 Diabetes: Evidence from Poland.

Sexuality and Disability, 36(1), 69-86. doi:10.1007/s11195-017-9516-6

Kelly, K. B., Meeking, D., Cummings, M., Reidy, C., Scibilia, R., Aldred, C., &

Naronjo, D. (2019, Desember 17). Diabetes and Male Sexual Health: an

unmet Challenge. Practical Diabetes, 36(6), 201-206. Retrieved Januari 27,

2020

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Riset Kesehatan dasar

(Riskesdas). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

78

Mabsusah, M. (2016). Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus (DM)Di RSUD.

DR. H. Slamet Martodirdjo Kabupaten Pamekasan Madura.

Maliati, N. (2018, Mei 15). Retrieved from Isnet (Indonesian Scholars Network):

https://isnet.or.id/gender-dan-jenis-kelamin/

Millah, F. (2016). google. Retrieved from www.google.com:

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://dspace.

uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/1940/05.2

Mursito, T. B. (2016). Hubungan Lanjut Usia dengan Kejadian Disfungsi Ereksi di

poliklinik Geriatri RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Retrieved September

23, 2019, from https://eprints.uns.ac.id/28401/

Musfirah, N. (2017). Hubungan Self care dengan kualitas hidup pasien Diabetes

melitus Tipe II Di Ruangan Poli Penyakit Dalam RS Bhayangkara

Mappaodang Makassar. Makassar.

Muzzakir. (2016). Perilaku Hidup Kurang Sehat Memicu Penyakit

DiabetesMelitus. Makassar: PT. Isam Cahaya Indonesia.

Nall, R. B. (2019, April 5). how does diabetes affect your sex life? Medical News

Today, p. 1.

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis

(Vol. 4). (P. P. Lestari, Ed.) Jakarta, Indonesia: Salemba Medika.

PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II

Di Indonesia. In e. a. Soelistijo.S.A, Konsensus Pengelolaan Pencegahan

Diabetes Melitus Tipe II Di Indonesia (p. 6). Jakarta: PB PERKENI.

R King, K. J.-S.-C.-P.-L. (2011, June 16). Satisfaction With Sex and Erection

hardness : result of the Asia-Pacific Sexual Health and Overall Welness

79

Survey. International Journal of Impotence Research, 23, 135-141.

RetrievedDessember4,2019,from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/21677666/APSHOW

Rahayu, T. C. (2015). Gambaran Disfungsi Seksual Pada Pasien Diabetes Melitus

Tipe II Di Poli Penyakit Dalam RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar. Jurnal

Ners dan Kebidanan volume 2, 217.

Raymond C.Rosen, R. A. (1997, Juni 6). The international index of erectile function

(IIEF): a multidimensional scale for assessment of erectile dysfunction.

PubMed.gov, 49(6), 822-830. doi:10.1016/S0090-4295(97)00238-0

Rekam Medik RSUD Labuang Baji . (2019). Makassar.

Restada, E. J. (2016). Hubungan lama Menderita dan Komplikasi Diabetes Mlitus

dengan Kualitas Hidup pada penderita Dianetes mellitus Di wilayah

Puskesmas Gatak Sukoharjo. 3.

Sasmito, W. (2017). Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Seksual dengan Kualitas

Hidup Pasien gagal Ginjal Kronik Di RS PKU Muhammadiyah Unit II

Yogyakarta. Yogyakarta.

Sujarweni. (2014). Metodologi Penelitian Keperawatan . Yogyakarta: Gava

Medika.

Syaaf, S. (2019, 01 27). Retrieved Oktober 27, 2019, from South China Morning

Post: https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/lonjakan-jumlah-penderita-

diabetes-di-asia-tenggara

Syadzali, K. (2012). Seteguk Cinta Kamasutra Arab. (A. Zirzis, Ed., & M. Misbah,

Trans.) Jakarta, Jakarta, Indonesia: AMZAH.

80

Tahalele, B. I. (2018). Hubungan Kepuasan Seksual Wanita dengan Fungsi

Seksualitas pada Wanita. 1. Retrieved Oktober 7, 2019

The journal of sexual medicine. (2016, november). Sexual Satisfaction and the

Importance of Sexual Health to Quality of Life Throughout the Life Course

of U.S. Adults. the journal of sexual medicine, 1642-1650.

Wibowo, F. T. (2019). Gambaran Kualitas Hidup pada Penderita Diabetes Melitus

Di wilayah Puskesmas Kota Sukoharjo. 3,12,14.

World Health Organization (WHO) Global Report. (2016). Hari Diabetes

Seduania. WHO.