Prospek Peningkatan Kualitas dan Pengurangan Kehilangan ...

13
Prospek Peningkatan Kualitas dan Pengurangan Kehilangan Hasil Tanaman Pangan lzzuddin Noor dan Hidayat Dj. Noor Pendahuluan Pengembangan pertanian di lahan pasang surut merupakan altematif strategis untuk mengimbangi penciutan lahan produktif yang telah beralih fungsi menjadi lahan non-pertanian, terutama untuk meningkatkan produksi dan melestarikan swasembada pangan khususnya beras (Alihamsyah dan Ananto, 1998). Pengembangan pertanian di lahan pasang surut mempunyai prospek, baik dalam peningkatan produksi tanaman, pen gem bang an agribisnis dan pembangunan wilayah maupun dalam meningkatkan taraf hidup dan kesempatan kerja (Ismail, et at. 1993). Selain melalui teknologi prapanen, peningkatan produksi tanaman pangan juga harus didukung dengan penanganan pascapanen yang tepat yaitu untuk meningkatkan kualitas hasil dan menekan kehilangan hasil. Tingkat produksi yang dicapai akan terbuang jika dalam proses pascapanen terjadi kehilangan dan kerusakan hasil. Teknologi pascapanen yang telah ada tidak selalu dapat dimanfaatkan di tingkat petani karena tidak semua petani mampu menerapkan inovasi teknologi baru dan mampu merubah kultur sosial yang sudah berkembang di masyarakat. Kondisi usahatani, tingkat pendidikan dan keterampilan petani, ketersediaan dana dan alat serta budaya masyarakat , sangat menentukan adopsi teknologi pascapanen tersebut. Adopsi teknologi prapanen dan pascapanen juga saling berkaitan. Petani yang menanam padi varietas unggul baru juga akan mengadopsi penggunaan alat panen sabit dan mesin perontok. Penggalian masalah pascapanen tanaman pangan yang spesifik lokasi di lahan pasang surut perlu dilakukan sehingga teknologi yang ada dapat disesuaikan. Diharapkan dengan teknologi pascapanen yang spesifik, kuantitas dan kualitas hasil. tanaman pangan di lahan pasang surut dapat dipertahankan, sehingga upaya peningkatan hasil yang dilakukan melalui teknologi prapanen tidak terbuang percuma. Pada tulisan ini akan dibahas prospek peningkatan kualitas hasil dan pengurangan kehilangan hasil tanaman pangan di lahan pasang surut. . I Prospek Peningkatan Kualitas dan Pengurangan Kehilangan Hasil Tanaman Pangan

Transcript of Prospek Peningkatan Kualitas dan Pengurangan Kehilangan ...

Prospek Peningkatan Kualitas dan Pengurangan Kehilangan HasilTanaman Pangan

lzzuddin Noor dan Hidayat Dj. Noor

Pendahuluan

Pengembangan pertanian di lahan pasang surut merupakan altematifstrategis untuk mengimbangi penciutan lahan produktif yang telah beralih fungsimenjadi lahan non-pertanian, terutama untuk meningkatkan produksi danmelestarikan swasembada pangan khususnya beras (Alihamsyah dan Ananto,1998). Pengembangan pertanian di lahan pasang surut mempunyai prospek, baikdalam peningkatan produksi tanaman, pen gem bang an agribisnis danpembangunan wilayah maupun dalam meningkatkan taraf hidup dan kesempatankerja (Ismail, et at. 1993).

Selain melalui teknologi prapanen, peningkatan produksi tanaman panganjuga harus didukung dengan penanganan pascapanen yang tepat yaitu untukmeningkatkan kualitas hasil dan menekan kehilangan hasil. Tingkat produksiyang dicapai akan terbuang jika dalam proses pascapanen terjadi kehilangan dankerusakan hasil.

Teknologi pascapanen yang telah ada tidak selalu dapat dimanfaatkan ditingkat petani karena tidak semua petani mampu menerapkan inovasi teknologibaru dan mampu merubah kultur sosial yang sudah berkembang di masyarakat.Kondisi usahatani, tingkat pendidikan dan keterampilan petani, ketersediaan danadan alat serta budaya masyarakat , sangat menentukan adopsi teknologipascapanen tersebut. Adopsi teknologi prapanen dan pascapanen juga salingberkaitan. Petani yang menanam padi varietas unggul baru juga akan mengadopsipenggunaan alat panen sabit dan mesin perontok.

Penggalian masalah pascapanen tanaman pangan yang spesifik lokasi dilahan pasang surut perlu dilakukan sehingga teknologi yang ada dapatdisesuaikan. Diharapkan dengan teknologi pascapanen yang spesifik, kuantitasdan kualitas hasil. tanaman pangan di lahan pasang surut dapat dipertahankan,sehingga upaya peningkatan hasil yang dilakukan melalui teknologi prapanentidak terbuang percuma.

Pada tulisan ini akan dibahas prospek peningkatan kualitas hasil danpengurangan kehilangan hasil tanaman pangan di lahan pasang surut.

.I

Prospek Peningkatan Kualitas dan Pengurangan Kehilangan Hasil Tanaman Pangan

Potensi Lahan Pasang Surut untuk Tanaman Pangan

Dari sekitar 20.1 juta hektar lahan pasang surut yang ada, lebih dari satujuta hektar telah direklamasi selama P1P I untuk berbagai penggunaan, terutamasebagai daerah transmigrasi dan produksi pertanian (Widjaja-Adhi et ai. 1992).Lahan pasang surut makin penting peranannya dalam upaya mempertahankanswasembada beras dan mencapai swasembada bahan pangan lainnya sebagaikonsekuensi menciutnya lahan subur di lawa akibat penggunaannya untukkeperluan nonpertanian. Peningkatan produktivitas tanaman pangan di lahanpasang surut dapat dilakukan dengan pemberian pupuk anorganik, bahanamelioran dan pemanfaatan mikroorganisme tanah (Sabran et al. 1998).

Lahan pasang surut berpotensi cukup besar untuk penanaman komoditastanaman pang an, baik padi maupun palawija. Kegiatan penanaman padi di lahanpasang surut dapat disesuaikan dengan kondisi kedalaman air di sawah Palawijadapat ditanam di lahan yang tidak terluapi air pasang, biasanya di tipe C dan D.

Selain eara ekstensifikasi, peningkatan produksi tanaman pangan di lahanpasang surut juga diupayakan melalui perbaikan teknik budidaya. Adanya padivarietas ungguI baru yang adaptif dan sesuai di lahan pasang surut telahmemungkin untuk peningkatan intensitas tanam padi. Sejak dilepasnya padivarietas unggul baru PB5 dan PB8 yang berumur pendek, sawah pasang surutdapat ditanami padi dua kali setahun dengan pola varietas unggul-unggul atauunggul-lokal (Noorsjamsi, 1970).

Usaha perbaikan varietas tanaman untuk lahan pasang surut terusdilakukan, baik melalui varietas adaptif maupun pembentukan varietas unggulbaru lahan pasang surut. Pada tahun 2000 Balittra telah melepas dua varietasunggul padi pasang surut, yaitu varietas Martapura dan Margasari. Selain itu, darihasil pengujian juga didapatkan varietas unggul nasional yang adaptif lahanpasang surut (Khairullah dan Sulaiman. 2002). Untuk palawija telah dilepasjagung lahan pasang surut, yaitu varietas Sukmaraga di samping varietas nasionalyang adaptif (Nurtirtayani, 2002). Varietas kedelai lahan pasang surut yang telahdilepas adalah varietas Lawit dan Menyapa (William et al. 2002). Untuk kacangtanah didapatkan varietas nasional yang adaptif lahan pasang surut yaitu Gajah,Pelanduk dan Kelinci (Koesrini et af. 2002).

Tersedianya varietas tanaman pangan lahan pasang surut yang didukungdengan komponen teknologi budidaya lainnya akan memberikan jalan untukpemanfaatan potensi lahan pasang surut dalam memproduksi tanaman pangan.Intensitas tanam padi dapat ditingkatkan menjadi dua kali setahun dengan adanyavarietas ungguI yang berumur pendek. Demikian juga budidaya palawija menjadimakin luas dengan adanya varietas adaptif.

lzzuddin Noor don Hidayat OJ. N..0or

Kehilangan Hasil Tanaman

Keberhasilan peningkatan produksi tanaman pangan harus didukungdengan penanganan pascapanen yang baik. Secara umum kegiatan dalampenanganan pascapanen padi adalah pemanenan, perontokan, pengangkutan,pengeringan, penyimpanan dan penggilingan. Masalah yang terjadi dalampenanganan pascapanen adalah terjadinya kehilangan hasil, baik kuantitasmaupun kualitas, yang banyaknya bervariasi pada setiap kegiatan dan carapenanganannya. Kehilangan hasil padi secara nasional mencapai 21% (BiroPusat Statistik, 1988). Pada kegiatan pemanenan dan perontokan di tingkat petanikehilangan hasil padi mencapai 19% (Setyono et. al. 1992). Kehilangan hasilpadi di Kalimantan Selatan mencapai 12,8%, di antaranya pada kegiatan panensebesar 3)7% dan perontokan 6,9% (Biro Pusat Statistik, 1988).

Di lahan pasang surut, kehilangan hasil padi pada proses pascapanenadalah sekitar 14,4-19,8% yang terdiri dari panen dengan sabit biasa 8,41 %perontokan dengan cara banting 6,40%, pengangkutan dari sawah ke rumah0.84%, penjemuran di halaman rumah 1,76%, pembersihan 0,10% danpenggilingan 2.18% (Sarwani et. al. 1996). Di Kalimantan Tengah (wilayahpasang surut Kabupaten Kapuas), susut hasil padi sekitar 22,94%, antara lainpada penggunaan sabit biasa 7,98% dan perontokan cara banting 3,68% (Galib.1994). Susut panen padi disebabkan oleh: (a) cara dan peralatan yang digunakansangat sederhana. (b) kurangnya kesadaran dan motivasi petani terhadapkehilangan hasil, (c) kondisi iklim dan lahan 'yang kurang mendukung, (d)hamparan panen yang luas dan serentak, (e) tingkat kematangan panen yanglewat matang penuh, (f) penggunaan varietas lokal, serta (g) sistem upah dalamproses pascapanen (Sarwani et al. 1996).

Proses pascapanen kedelai meliputi pemanenan, perawatan berangkasan,pembijian, pengeringan, pernbersihan, pengangkutan dan penyimpanan.Kehilangan hasil kedelai pascapanen dapat terjadi karena tercecer dan penurunanmutu. Secara umum perkiraan kehilangan hasil kedelai adalah sekitar 6,5% jikadipanen pada kadar air rendah (17-20%) dan dapat mencapai 13% jika dipanenpada kadar air' tinggi (30·0.40%) (Purwadaria, 1988). Di Jawa Tengah, tingkatkehilangan hasil kedelai mencapai 13,42% terjadi pada saat pengeringan(Setyono dan Soemardi. 1992). Di Kalimantan Selatan diperkirakan kehilanganhasil pascapanen mencapai 15% (Ramli et al. 1996). Di lahan pasang surutKalimantan Tengah kehilangan hasil kedelai pascapanen adalah sekitar 14,5-26.5%. yaitu pada saat panen 3-6%, penjemuran 4,5-8%, pembijian 4-6.5%.pengangkutan 3-6.5% (Ramli et af. 1994) .

.I

Prospek Peningkatan Kualitas dan Pengurangan Kehilangan Hasil Tanaman Pangan 3

Proses pascapanen jagung meliputi pemanenan, pengangkutan tongkol,pengeringan tongkol, pemipilan, pengeringan jagung pipilan, pembersihan,penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan. Kehilangan hasil jagung,pascapanen dapat terjadi karena tercecer dan penurunan mutu. Secara umumperkiraan kehilangan hasil jagung dapat mencapai 13,5% jika dipanen pada kadarair rendah (17-20%) dan dapat mencapai 15,2% jika dipanen pada kadar airtinggi (35-40%) (Purwadaria, J 989a). Di Kalimantan Selatan, tingkat kehilanganhasil jagung yang tinggi adalah pada saat penyimpanan akibat adanya seranganserangga hama gudang (Hairunsyah, et al. 1996).

Proses pascapanen kacang tanah meliputi pemanenan, pengennganbrangkasan, perontokan polong dari batang, pengangkutan, penjemuran,pengupasan polong dan penyimpanan. Secara umum kehilangan hasil terjadikarena susut tercecer dan penurunan mutu. Susut tercecer mencapai 12,2% dansusut mutu 8,3% pada penanganan pascapanen secara tradisional untuk kacangtanah yang dipanen pada kadar air rendah (20-24%) dan masing-rnasingmeningkat menjadi 13.7% dan 12.3% jika dipanen pada kadar air tinggi (28-34%) (Purwadaria, 1989b).

Masalah Penanganan Pascapanen

Padi

PemanenanPada pola tanam padi dua kali setahun di sawah pasang surut, panen

pertanaman pertama padi unggul bertepatan dengan musim hujan (Pebruari-Maret) dengan kondisi sawah tergenang air. Masalah dalam panen pertanamanpertama ini adalah terbatasnya waktu, kurangnya tenaga kerja pernanen,kematangan padi serta perlunya dipergunakan alat dan cara panen yang khusus.Masa panen pertanaman padi pertama sangat dibatasi oleh waktu, karena lahansawah harus segera dipersiapkan untuk penanaman padi kedua. Jika panenterlambat, maka persiapan tanam kedua juga menjadi mundur dengan risiko padipertanaman kedua menghadapi kekeringan. Kurangnya tenaga keluarga untukmelakukan panen dengan segera, mengharuskan petani menambah tenaga panendari luar. namun untuk itu hams tersedia dana untuk upah tenaga luar keluargaterse but.

Penentuan umur panen yang paling mudah dilaksanakan petani adalahdari penampakan kondisi padi di sawah yaitu 95% gabah menguning dengankadar air gabah 21-26% pada umur 30-35 hari setelah berbunga (Damardjati etal. 1982). Akan tetapi dalam keadaan sawah berair pematangan gabah menjadi

4 lzzuddin Noor dan Hidayat Dj. !;Iaor

lambat dan tidak serempak. Walaupun demikian, petani harus segera memanenzabah yang belum serempak matangnya sehingga banyak mengandung gabahhampa, gabah hijau dan butir mengapur. Selain itu, petani harus menggunakanwadah yang terapung atau perahu keeil untuk menampung dan mengangkut hasilpanen dari sawah.

Pada pertanaman kedua, padi yang ditanam umumnya varietas lokal yangtanamannya tinggi dan mudah rontok dibanding varietas unggul baru. Panen rayahampir terjadi bersamaan dalam hamparan yang luas. Kurangnya tenaga keluargadan tenaga pemanen setempat menyebabkan tertundanya panen, sehingga padilokal yang tanamannya tinggi menjadi rebah. Keadaan ini menyebabkankehilangan hasil yang tinggi karena rontoknya gabah di lapang.

Selain faktor teknis, faktor sosial seperti kebiasaan pemanen dan sistemupah pa!)en juga akan menentukan alat panen dan prosesing serta earapenggunaannya.

Penumpukan hasil panenPetani biasanya mengangkut malai hasil panen dan menumpuknya di

halaman rumah. Setelah semua padi di sawah selesai dipotong, barulah petanimerontok gabahnya dengan eara irik. Petani bisa juga menumpuk hasil panen disawah jika perontokan dilakukan dengan eara gebot atau dengan power thresher.

Untuk panen padi pertanaman pertama yang bertepatan dengan musimhujan, hasil panen harus diangkut ke rumah atau di halaman yang tidak terendam.Terkadang, pengeringan juga sulit dilakukan karena hanya mengharapkan sinarmatahari sehingga gabah berkeeambah sebelum dikeringkan. Penundaanpengeringan ini mengakibatkan penurunan hasil dan mutunya. Selanjutnya,penundaan pengeringan dapat menurunkan kualitas beras yaitu denganmeningkatnya butir rusak, butir kuning dan butir patah (Noor dan .Muhammad1994).

PerontokanCara perontokan berhubungan erat dengan eara panen, varietas dan sistem

upah panen. Untuk perontokan hasil panen padi unggul pertanaman pertama disawah pasang surut petani umumnya sudah menggunakan power thresher.Karena kondisi sawah yang berair, maka hasil panen harus diangkut danditumpuk di halaman atau di rumah. Kadang-kadang karena tidak dapatmenjemur, perontokan harus dilakukan walaupun kondisi kadar air gabah masihtinggi. Kondisi ini dapat menyebabkan menurunnya mutu gabah.

Pada panen pertanaman kedua yang umumnya varietas lokal, perontokanbiasanya dilakukan dengan eara irik. Petani yang sudah menggunakan power

Prospek Peningkatan Kualitas dan Pengurangan Kehilangan Hasil Tanaman Pangan 5

thresher untuk perontokan varietas unggul, biasanya juga menggunakannyauntuk perontokan varietas lokal. Sebagian petani belum mau menggunakanpower thresher untuk merontok padi lokal karena beranggapan bahwa gabahhasil rontokan power thresher jika digiling akan tinggi beras patahnya. Selain itu,para tengkulak juga akan memberikan harga yang lebih murah terhadap gabahlokal hasil thresher ini.

Sistem upah panen juga berpengaruh terhadap penggunaan alat perontok.Petani yang mempunyai tenaga keluarga yang cukup akan memanen padinyasendiri dengan sabit dan merontoknya dengan thresher, baik dengan thresherkepunyaan sendiri maupun dengan sistem sewa. Jika panen dilakukan dengantenaga upahan, maka perontokan gabah menjadi tugas tenaga pemanen. Biayaperontokan gabah dengan thresher akan menjadi tanggungan tenaga pemanen.Bagi pemanen yang ingin menghemat biaya, perontokan akan dilakukannyadengan cara tradisional. Upah pan en akan dibayar berdasarkan hasil gabahrontokan kotor, yang ditakar dalam ukuran blek. Gabah hasil rontokan denganpower thresher lebih bersih daripada hasil rontokan dengan irik atau gebot. Jikaditakar dalam ukuran blek, gabah yang bersih akan lebih sedikit takarannyadibanding gabah yang kotor, sehingga upah yang didapat pemanen juga relatiflebih kecil.

Tenaga pemanen yang datang dari luar daerah akan ditampung dandijamin makannya oleh petani pemilik sawah. Oleh karena itu, petani pemanenmerasa tidak perlu mengejar waktu dalam menyelesaikan pekerjaan, karenamereka tidak mengeluarkan biaya makan selama mereka bekerja di tempat itu.Selain itu, sebagian pemanen beralasan bahwa padi varietas lokal cukup mudahdirontok dengan cara irik atau gebot sehingga tidak perlu menggunakan powerthresher dan disamping itu dapat menghemat biaya perontokan.

PengeringanPengeringan gabah yang paling mudah dan murah adalah menggunakan

sinar matahari. Tetapi pada musim hujan cara itu sulit dilaksanakan seperti padapanen padi unggul pertama. Lantai jemur terbatas ditingkat KUD. Padi unggulyang dipanen di sawah yang tergenang air harus langsung diangkut dan ditumpukdi halaman atau di rumah. Jika cuaca baik, malai dapat dijemur sebelumperontokan gabah. Jika curah hujan tinggi, tumpukan malai tidak dapat dijemurdan harus ditutupi dengan plastik agar tidak kehujanan. Kehilangan hasil terjadikarena menurunnya mutu atau gabah berkecambah sebelum dirontok.Penjemuran gabah setelah dirontok juga agak sulit dilakukan karena sangattergantung dengan cuaca. Di tingkat petani belum ada yang menggunakan alatpengenng.

6 Izzuddin Noor dan Hidayat Dj. Noor

Pada panen padi lokal yang bertepatan dengan musim kernarau,pengeringan gabah dapat dilakukan dengan mudah. Setelah dirontok, gabahdijemur lagi dan dibersihkan untuk disimpan. Petani di Kalimantan Selatanterbiasa menjemur gabah dengan alas tikar, sehingga gabahnya bersih danpengumpulannya lebih mudah.

PenyimpananPenyimpanan benih bertujuan untuk mempertahankan rnutu bahan atau

mengawetkan benih untuk tanam berikutnya (Justice dan Bass, 1978) serta untukpersediaan bahan pangan. Petani selalu menyimpan hasil panennya untukkeperluan benih dan sumber dana kehidupannya. Lamanya penyimpananditingkat petani tergantung dari jumlah bahan, kondisi bahan dan kesediaan dana.

Masalah pada penyimpanan terjadi untuk hasil panen padi unggul musimtanam pertama yang bertepatan dengan musim hujan. Untuk rnenghindarikerusakan lebih lanjut karena pengeringan yang tidak sempuma, maka petanisegera menjual hasil panennya walaupun harganya relatif rendah. Disampingmasalah mutu, petani juga membutuhkan dana untuk panen dan persiapan tanamberikutnya.

Panen padi lokal bertepatan dengan musim kernarau, sehinggapengeringan gabah dengan sinar matahari dapat dilakukan dengan mudah.Karena kualitasnya baik, maka gabah varietas lokal dapat disimpan sampai lebihdari satu tahun, terutama bagi petani yang persediaan gabahnya banyak. Selaindisimpan sendiri di rumah, ada juga petani yang menyimpan gabah digudangpenggilingan padi. Sewaktu-waktu penggilingan dapat membeli gabah tersebutsesuai dengan harga yang bcrIaku.

Kedelai

PemanenanPalawija pada umumnya ditanam dilahan pasang surut tipe C dan D.

kedelai dapat ditanam sampai tiga kali dalam satu tahun. Tanam pertama di awalmusim hujan yaitu bulan Oktober-Nopernber, tanam kedua bulan Pebruari-Maretdan tanam ketiga diakhir musim hujan yaitu bulan Mei-Juni. Kedelai yangditanam pada awal musim hujan akan mendapat curah hujan yang ban yak sampaipada saat panennya. Akibatnya mutu hasil menjadi rendah. Noor (1993)melaporkan bahwa kedelai di lahan pasang surut yang dipanen pada bulan Maretdengan curah hujan 269 mm hasilnya hanya sekitar 0,5 t/ha dengan kadar airpanen 38%, biji rusak mencapai 16 % dan biji keriput 25%. Menurut Nugraha(1993). untuk mendapatkan hasil yang bermutu. tanaman kedelai harus mendapat

.!

Prospek Peningkatan Kualitas dan Pengurangan Kehilangan Hasil Tanaman Pangan 7

curah hujan rendah pada periode matang fisiologi (1-2 minggu sebelum panen).Keadaan cuaca yang ideal untuk tanaman kedelai di lahan pasang surut

sulit didapatkan. Sebagian besar panen kedelai jatuh pada bulan basah dengancurah hujan tinggi. Usaha untuk mengurangi kerusakan mutu benih kedelai yangdipanen pada musim hujan sulit dilakukan. Penanaman kedelai pada musimketiga, yaitu bulai Mei - Juni, sering mengalami kekeringan. Panen di musimkemarau menyebabkan ban yak polong yang pecah akibat sinar matahari yangtinggi (Ramli et al., J 996).

Penumpukan hasil pan enPerawatan berangkasan kedelai merupakan tahapan yang sangat

menentukan untuk mendapatkan vigor benih yang tinggi. Berangkasan kedelaiharus dikeringkan hingga meneapai kadar air biji perontokan yaitu 17-18%.Akan tetapi pada panen musim hujan, berangkasan kedelai sering tidak dapatlangsung dijemur dan terpaksa ditumpuk. Penumpukan yang lama akanmenurunkan kualitas benih dan hasil kedelai. Penundaan pengeringan sampai 3hari mengakibatkan tidak ada lagi benih yang dapat berkeeambah normal.Dengan penumpukan hasil panen sampai 8 hari kerusakan biji kedelai dapatmeneapai 53% (Noor et al., 1993).

PerontokanPerontokan berangkasan kedelai umumnya masih dilakukan dengan eara

tradisional yaitu dipukul dengan tongkat kayu. Karena hasil kedelai di lahanpasang surut relatif masih sedikit, maka penggunaan power thresher belumdilakukan petani.

PengeringanBerangkasan kedelai perlu dikeringkan sebelum dirontok. Setelah

perontokan, biji kedelai perlu dikeringkan lagi. Petani di lahan pasang surutmenjemur berangkasan kedelai di halaman rumah. Jika hujan turun, jemuranberangkasan kedelai langsung ditutupi dengan plastik tanpa diangkut. _

Ada juga petani yang menunda waktu panennya agar berangkasan sudahlebih kering, sehingga penjemurannya tidak lama dan perontokan dapat segeradilakukan. Pada musim hujan dengan kondisi lingkungan yang lembab.penundaan panen malah akan menurunkan mutu benih.

PenyimpananPetani menyimpan hasil palawija di dalam karung plastik, sehingga

penyimpanan tidak dapat bertahan lama karena kondisi kelembaban udara dantemperatur yang tinggi. Ketahanan simpan benih palawija ini juga tidak

8 lzzuddin Noor dan Hidayat Dj. ~oDr

didukung oleh cuaca saat proses pematangan biji dan proses pascapanennya.Menurut Sudaryono dan Setyono (1990), pengeringan yang terlambat akanmenurunkan daya kecambah benih dengan cepat.

Masalah lain dalam penyimpanan ini adalah cepatnya serangan seranggahama gudang. Kondisi kelembaban dan temperatur yang tinggi sangatmendukung perkembangan serangga hama gudang. Infeksi serangga hamagudang dapat terjadi sejak di pertanaman, sehingga hasil panen cepat terserang.Untuk mempertahankan kadar air yang aman selama penyimpanan di tingkatpetani juga sulit dilakukan.

Peluang Peningkatan Hasil dan Kualitas Hasil

Peningkatan hasil tanaman pangan di lahan pasang surut dapat dilakukandengan penerapan komponen teknologi prapanen. Berbagai upaya telahdilakukan, seperti melalui perbaikan varietas, pengelolaan tanah dan air, sertapengendalian hama dan penyakit. Penerapan teknologi prapanen terse but hamsdidukung dengan penerapan teknologi pascapanen yang tepat, sehinggapeningkatan hasil yang diperoleh dapat dipertahankan.

Pada tanaman padi, penggunaan alat panen ani-ani dapat digantikandengan penggunaan sabit, atau alat panen mekanis lainnya seperti reaper danstripper sehingga susut hasil dan susut kualitas akibat keterlambatan panen dapatteratasi. Penggunaan power thresher dapat mernpercepat proses perontokan padi.Penggunaan alat pengering dapat mengatasi masalah pengeringan gabah padasaat panen musim hujan. Adanya varietas unggul yang adaptif lahan pasangsurut, memungkinkan petani untuk meningkatkan indeks pertanaman padi,sehingga dukungan penggunaan alat pascapanen makin besar untukmeningkatkan hasil padi dan kualitasnya.

Budidaya tanaman palawija seperti kedelai, jagung dan kacang tanah dilahan pasang surut, makin meluas dengan adanya varietas-varietas yang adaptifdan teknologi budidaya yang tepat untuk lahan pasang surut, Hal ini memberikanpeluang untuk peningkatan hasil dan kualitasnya melalui teknologi penangananpascapanen yang tepat. Alat penanganan pascapanen untuk palawija yang dapatdigunakan ditingkat petani juga sudah tersedia seperti alat perontok kedelai,pemipil jagung, perontok kacang tanah, pengupas kacang tanah dan alatpengermg.

Dibandingkan dengan teknologi prapanen, penerapan teknologipascapanen dapat dilihat langsung peningkatannya, misalnya penggunaan powerthresher pada perontokan padi dapat dilihat langsung pada peningkatan kapasitaskerja perontokan- Akan tetapi, pada penerapan teknologi prapanen

".,.Prospek Peningkatan Kualitas dan Pengurangan Kehilangan Hasil Tanaman Pangan 9

Penutup

peningkatannya akan terlihat setelah ada proses dan waktu, misalnya pengaruhpengolahan tanah akan terlihat setelah adanya proses pertumbuhan tanaman dan

. panen. Oleh karena itu pada dasarnya teknologi pascapanen akan lebih cepatditerima petani dibanding dengan teknologi prapanen. :.

Agar teknologi pascapanen terse but dapat diadopsi oleh petani makateknologi tersebut harus dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungannya, baikdari segi teknis, ekonomis maupun sosial. Untuk itu diperIukan teknologipascapanen yang spesifik, sederhana dan dapat diterapkan oleh petani baik dariteknis, ekonomis dan sosial.

Masalah dan kendala pengembangan tanaman pangan di lahan pasangsurut yang bersifat agro-fisik sebagian besar sudah dapat diatasi. Upayapeningkatan kualitas hasil dan pengurangan kehilangan hasil tanaman panganperIu mendapat perhatian dengan makin besarnya usaha peningkatan produksitanaman pangan di lahan pasang surut. Hal terse but dilakukan dengan penerapanteknologi pascapanen yang sudah ada. Akan tetapi, agar teknologi pascapanenterse but dapat diadopsi dengan cepat, maka harus disesuaikan dengan kondisilingkungan setempat, baik dari segi teknis, ekonomis dan sosial. Teknologipascapanen yang sederhana, sesuai dengan kondisi setempat akan cepat diterimaoleh petani. Penerapan teknologi pascapanen akan memberikan peluang yangtinggi bagi peningkatan kualitas hasil tanaman pangan di lahan pasang surut.

Daftar Pustaka

Alihamsyah, T. dan E.E. Ananto. 1998. Sintesis hasil penelitian budidayatanaman dan alsintan pada lahan pasang surut. Prosiding Seminar NasionalHasil Penelitian Menunjang Akselerasi Pengembangan Lahan PasangSurut. Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa.

Biro Pusat Statistik. 1988. Survei susut pascapanen musim tanam 1986/1987.Kerjasama Biro Pusat Statistik, Ditjen Pertanian Tanaman Pangan, BadanPengendali Bimas, Bulog, Bapenas, IPB dan Badan Litbang Pertanian.

Damardjati, D.S., R. Mujisihono, G. Suwargadi dan B.H. Siwi. 1982. Evaluasimutu beras dalam hubungannya dengan keragaman varietas, sifat fisikokimia dan tingkat kematangan biji, Risalah Lokakarya PascapanenTanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.5-6 April 1982. Cibogo. Bogor. P.59-82.

10 Izzuddin Noor dan Hidayat Dj. Noor

Galib. R., M. Noor, I. Ar-Riza, M. Hamda, K. Anwar dan M. Djamhuri. 1994.Sumber pertumbuhan produksi padi di Kalimantan Tengah. BalaiPenelitian Tanaman Pangan Banjarbaru.

Hairunsyah, R. Galib, M. Noor, Nurtirtayani dan Rismarini. 1996. Sumberpertumbuhan produksi jagung di Kalimantan Selatan. Balai PenelitianTanaman Pangan Lahan Rawa.

Ismail. I.G.. T. Alihamsyah, I.P.G.Widjaja-Adhi, Suwarno, T.Herawati, R.Thahirdan D.E. Sianturi. 1993. Sewindu penelitian di lahan rawa; Kontribusi danprospek pengembangan. Proyek Penelitian Pertanian Lahan Pasang Surutdan Rawa. SWAMPS II. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Justice, O.L. dan L.N. Bass, 1978. Principles and practices of seed storage.Agric. Handbook.

Khairullah, I., dan S. Sulaiman. 2002. Varietas unggul dan galur harapan padiadaptif lahan pasang surut. Dalam T. Alihamsyah dan A. Jumberi (Eds.)Varietas tanaman pangan adaptif lahan pasang surut. Balai PenelitianPertanian Lahan Rawa.

Koesrini, E. William dan K. Anwar. 2002. Varietas unggul dan galur harapankacang tanah adaptif lahan pasang surut. Dalam T. Alihamsyah dan A.Jumberi (Eds.) Varietas tanaman pangan adaptif lahan pasang surut. BalaiPenelitian Pertanian Lahan Rawa.

Noor, H.Dj., 1993. Pengaruh waktu tanam dan umur panen terhadap hasil danmutu hasil kedelai di lahan pasang surut sulfat masam. P.119-126 dalamHasil penelitian Kedelai di Lahan Pasang Surut. Balai Penelitian TanamanPangan Banjarbaru.

Noor, H.Dj .. dan Muhammad. 1994. pengaruh cara panen dan penundaanprosessing terhadap mutu beras di Lahan lebak. P.243-248 dalam BudidayaPadi Lahan Pasang Surut dan Lebak. Serealea I. Balai Penelitian TanamanPangan Banjarbaru.

Noor, H.Dj., Muhammad dan S, Umar. I 993a. Pemeliharaan kualitas hasil danbenih serta evaluasi peralatan mekanis untuk produksi padi di lahan pasangsurut dan kedelai di lahan Kering. Laporan Hasil Penelitian. BalaiPenelitian Tanaman Pangan Banjarbaru.

Noorsjamsi, 1970. Tanam padi duakali setahun di sawah pasang surutKalimantan Selatan. Makalah Seminar Dinas Pertanian Rakyat, FakultasPertanian dan SPMA di Banjarbaru, 1 Djuli 1970. Lembaga PusatPenelitian Pertanian Perwakilan Kalimantan .

.,Prospek Peningkatan Kualitas dan Pengurangan Kehilangan Hasil Tanaman Pangan 11

Nugraha, U.S., 1993. Penyimpanan benih kedelai: Masalah dan penanggulangan-nya. Makalah Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Pusat Penelitiandan pengembangan Tanaman Pangan. Jakarta/Bogor, 23-25 Agustus 1993.

,Nurtirtayani. 2002. Varietas unggul dan galur harapan jagung adaptif lahan

pasang surut. Dalam T. Alihamsyah dan A. Jiimberi (Eds.) Varietastanaman pangan adaptif lahan pasang surut. Balai Penelitian PertanianLahan Rawa.

Purwadaria, H.K., 1988. Teknologi penanganan pasca panen kedelai. Edisikedua. Deptan-FAO, UNDP. Development and Utilization of Post HarvestTools and Equipment, INS/088/007.

Purwadaria, H.K., 1989a. Teknologi penanganan pasca panen jagung. Edisikedua. Deptan-FAO, UNDP. Developmentand Utilization of Post HarvestTools and Equipment, INS/088/007.

Purwadaria, H.K., 1989b. Teknologi penanganan pasca panen kacang tanah.Deptan-FAO, UNDP. Development and Utilization of Post Harvest Toolsand Equipment, INS/088/007.

Ramli, R., A. Supriyo, DJ. Saderi, H.Dj. Noor, S. Asikin, 1994. Sumberpertumbuhan produksi kedelai di Kalimantan Tengah. Balai PenelitianTanaman Pangan Banjarbaru.

Ramli. R., A. Supriyo, M. Thamrin, H.Dj. Noor, H.R. ltjin, M. Wilis. 1996.Sumber pertumbuhan produksi kedelai di Kalimantan Selatan. BalaiPenelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa.

Sabran, M., M.Y. Maamun, Sjachrani A., B. Prayudi, I. Noor dan S. Sulaiman(Eds.). 1998. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian MenunjangAkselerasi Pengembangan Lahan Pasang Surut. Balai Penelitian TanamanPangan Lahan Rawa.

Sarwani, M., B. Prayudi, M. Djamhuri, A. Jumberi dan D.l. Saderi. 1996.Sumber pertumbuhan produksi padi di Kalimantan Selatan. BalaiPenelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa.

Setyono, A., dan Soemardi. 1992. Langkah strategis dan program penelitianpasca panen tanaman pangan. Makalah Rapat Kerja Pusat Penelitian danPengembangan Tanaman Pangan. Banjarbaru 21-25 Oktober 1992.

Setyono, A., Sudaryono, U.S. Nugraha, Soehardmadi dan Y. Setyawati, 1992.Study sistem pemanenan padi di Kabupaten Kerawang, Purbalingga danKlaten. Makalah Seminar pada Balai Penelitian Tanaman PanganSukamandi.

12 lzzuddin Noor dan Hidayat OJ.JVoor

Sudaryono dan A. Setyono, 1990. Pengaruh cara perawatan kedelai brangkasanhasil panen musim hujan terhadap butir rusak dan daya kecambah.Prosiding Hasil Penelitian Pascapanen. Laboratorium PascapanenKarawang. p.93-104.

Widjaja-Adhi, LG.P., K. Nugroho, D.S. Ardi dan A.S. Karama. 1992. Sumberdaya lahan pasang surut, rawa dan pantai: Potensi, keterbatasan danpemanfaatan. Risalah Pertemuan Nasional Pengembangan Rawa PasangSurut dan Lebak. Cisarua, 3-4 Maret 1992.

William, E., Koesrini dan M. Sabran. 2002. Varietas unggul dan galur harapankedelai adaptif lahan pasang surut. Dalam T. Alihamsyah dan A. Jumberi(Eds.) Varietas tanaman pangan adaptif lahan pasang surut. BalaiPenelitian Pertanian Lahan Rawa.

'.

.,Prospek Peningkatan Kualitas dan Pengurangan Kehilangan Hasil Tanaman Pangan 13