PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN UNTUK PEMERINGKATAN PROSPEK HIDROKARBON

15
UNIVERSITAS DIPONEGORO PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN ESTIMASI POTENSI SUMBERDAYA UNTUK PEMERINGKATAN PROSPEK HIDROKARBON BERDASARKAN DATA WIRELINE LOGS DAN SEISMIK 2D FORMASI BATURAJA, LAPANGAN NUSA, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR AHMAD AJI SETIA PRAJA 21100110120002 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI SEMARANG MARET 2015

Transcript of PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN UNTUK PEMERINGKATAN PROSPEK HIDROKARBON

0

UNIVERSITAS DIPONEGORO

PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN ESTIMASI POTENSI SUMBERDAYA

UNTUK PEMERINGKATAN PROSPEK HIDROKARBON BERDASARKAN DATA

WIRELINE LOGS DAN SEISMIK 2D FORMASI BATURAJA, LAPANGAN NUSA,

CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

NASKAH PUBLIKASI

TUGAS AKHIR

AHMAD AJI SETIA PRAJA

21100110120002

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

SEMARANG

MARET 2015

1

PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN ESTIMASI POTENSI SUMBERDAYA

UNTUK PEMERINGKATAN PROSPEK HIDROKARBON BERDASARKAN DATA

WIRELINE LOGS DAN SEISMIK 2D FORMASI BATURAJA, LAPANGAN NUSA,

CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

Ahmad Aji Setia Praja*, Hadi Nugroho*, Fahrudin*, Swirijaya**

(corresponding email: [email protected])

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang

**KP3 Eksplorasi PPPTMGB Lemigas, Ciledug, Jakarta Selatan

ABSTRAK

Cekungan Sumatera Selatan merupakan salah satu cekungan yang dikenal sangat prospektif

dan potensial di Indonesia. Sejak ditemukannya Lapangan Babat pada tahun 1902, maka Cekungan

Sumatera Selatan diakui menjadi cekungan utama penghasil hidrokarbon di Indonesia dengan

ditemukannya lapangan-lapangan baru setelah itu. Lapangan Nusa sebagai salah satu lapangan di

Cekungan Sumatera Selatan, Subcekungan Palembang Selatan, merupakan salah satu implementasi

usaha eksplorasi di cekungan yang potensial tersebut. Seiring dengan tahap pengembangan lapangan,

maka perlu dilakukan evaluasi dan pemetaan bawah permukaan lanjutan untuk mengetahui secara

pasti nilai potensi sumberdaya hidrokarbon yang terdapat di Formasi Baturaja di Lapangan Nusa.

Pemetaan bawah permukaan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data wireline

logsdan seismik 2 dimensi dengan didukung data hasil deskripsi side wall core (SWC) dan mud log.

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi-lokasi pada Formasi Baturaja di

Lapangan Nusa yang berpotensi sebagai cebakan hidrokarbon sekaligus nilai potensi keterdapatan

hidrokarbonnya. Hasil ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemeringkatan

prospect dan simulasi produksi di Lapangan Nusa.

Dari hasil pemetaan bawah permukaan yang telah dilakukan, diketahui bahwaFormasi

Baturaja di Lapangan Nusa terdiri dari litologi batugamping dengan sisipan batupasir dan serpih. Hasil

pemetaan bawah permukaan juga menunjukkan bahwa pada Formasi Baturaja di Lapangan Nusa

terdapat sesar normal dengan trend timurlaut-baratdaya dan beberapa sesar reverse yang mempunyai

trend cenderung baratlaut-tenggara yang merupakan produk inversi, dengan closure yang berpotensi

sebagai reservoir sebanyak 2 lead dan 4 prospect. Total prospeksi sumberdaya yang dapat disimpan

pada keenamclosure tersebut adalah sejumlah6.845.084barel (6,845 MMSTB). Dari potensi masing-

masing zona lead dan prospect tersebut selanjutnya dilakukan pemeringkatan untuk menentukan

lokasi prioritas dalam tahap pengembangan eksplorasi.

Kata kunci: pemetaan bawah permukaan, Formasi Baturaja, potensi sumberdaya hidrokarbon,

………………pemeringkatan prospek.

PENDAHULUAN

Cekungan Sumatera Selatan meru-

pakan salah satu cekungan yang dikenal sangat

prospektif dan potensial di Indonesia. Sejak

ditemukannya Lapangan Babat pada tahun

1902, maka Cekungan Sumatera Selatan diakui

menjadi cekungan utama penghasil hidro-

karbon di Indonesia dengan ditemukan dan

diproduksinya lapangan-lapangan baru setelah

itu. Selain itu, petroleum system yang terdapat

di cekungan ini juga sangat potensial antara

lain dilihat dari banyaknya formasi-formasi di

2

cekungan ini yang dapat berperan sebagai

reservoir, yaitu mulai dari interval Formasi

Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi

Gumai, Formasi Air Benakat, hingga Formasi

Muara Enim, baik yang terdiri dari reservoir

batupasir maupun reservoir batugamping yang

ditemukan sama baiknya di cekungan ini. Ini

sudah lebih dari setengah jumlah dari total

delapan formasi yang ditemukan di Cekungan

Sumatera Selatan (Koesoemadinata, 1980).

Lapangan Nusa merupakan salah satu

lapangan eksplorasi di Cekungan Sumatera

Selatan, Subcekungan Palembang Selatan,

dengan peta lokasi sebagaimana pada Gambar

1. Dibangunnya lapangan inimerupakan salah

satu implementasi usaha eksplorasi di cekung-

an yang potensial tersebut. Lapangan ini turut

ditangani oleh PPPTMGB Lemigas dengan

empat sumur pengeboran, yaitu Sumur Nusa-1,

Nusa-2, Nusa-3, dan Nusa-4. Seiring dengan

tahap pengembangan lapangan, maka perlu

dilakukan evaluasi dan pemetaan bawah

permukaan lanjutan sekaligus untuk mengeta-

hui secara pasti nilai sumberdaya hidrokarbon

yang terdapat di Formasi Baturaja Lapangan

Nusa. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan dalam pemering-

katan prospect dan simulasi produksi di La-

pangan Nusa.

GEOLOGI REGIONAL

Menurut Bishop (2001), Cekungan

Sumatera Selatan secara geografis terletak di

Pulau Sumatera bagian selatan. Bagian utara

dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh, bagian

selatan dipisahkan dari Cekungan Sunda yang

terdapat di Jawa Barat Bagian Utara oleh

Tinggian Palembang atau Tinggian Lampung,

bagian barat dibatasi oleh Bukit Barisan

berumur Plio-Pleistosen.

Sejarah Tektonik

Pulonggono dkk. (1992); dalam Pratiwi

(2013), membagi pembentukan Cekungan

Sumatera Selatan menjadi empat fase, yaitu

fase kompresi atau fase rifting pada Kala Jura

Awal-Kapur yang menghasilkan sesar

mendatar dekstral berarah baratlaut-tenggara

dan trend berarah utara-selatan, fase tensional

pada Kala Kapur Akhir sampai Tersier Awal

yang menghasilkan sesar normal dan sesar

tumbuh berarah utara-selatan dan baratlaut-

tenggara, fase sagging pada Kala Miosen atau

Intra-Miosen yang menyebabkan pengangkat-

an tepi-tepi cekungan, dan fase kompresional

yang membentuk perlipatan-perlipatan, sesar-

sesar mendatar, mereaktifasi sesar-sesar

berumur Paleogen, mereaktifasi struktur

geologi yang lebih tua menjadi struktur inversi

(uplifted) dan membentuk kompleks antiklino-

rium berarah tenggara-baratlaut.

Stratigrafi Regional

Beberapa ahli mengelompokkan

stratigrafi yang terdapat di Cekungan Sumatera

Selatan berdasarkan fase regresi dan

transgresinya. Koesoemadinata (1980)

menjelaskan bahwa formasi yang terbentuk

dalam fase transgresi dikelompokkan sebagai

Kelompok Telisa atau Formasi Telisa, yang

meliputi: Formasi Talang Akar, Formasi

Baturaja, dan Formasi Gumai. Sedangkan

formasi yang terbentuk dalam fase regresi

dikelompokkan sebagai Kelompok Palembang

atau Formasi Palembang, yang meliputi

formasi-formasi yang terbentuk setelah

Formasi Telisa, yaitu: Formasi Air Benakat,

Formasi Muara Enim, dan Formasi Kasai.

Namun dalam praktik eksplorasi, seringkali

Formasi Talang Akar dan Formasi Baturaja

dijelaskan terpisah dengan tujuan

menyederhakan konsep di lapangan karena

kedua formasi tersebut seringkali menjadi

target reservoir. Hubungan posisi dan waktu

antar formasi tersebut digambarkan Ginger dan

Fielding (2005) pada Gambar 2 dalam sebuah

skema kronostratigrafi Cekungan Sumatera

Selatan yang meliputi semua formasi yang

ditemukan di cekungan tersebut

METODOLOGI DAN ANALISIS DATA

Pada penelitian ini dilakukan

tahapan analisis sebagaimana berikut:

1. Analisis Data Wireline Logs

3

Log yang digunakan untuk penelitian

dalam analisis ini adalah log gamma ray

(GR), spontaneous potential (SP), caliper

(CALI), resistivitas (ILD dan SN),

densitas bulk (RHOB), dan porositas

neutron (NPHI)). Analisis tahap awal

bertujuan untuk menentukan top dan

bottom Formasi Baturaja, tahap

selanjutnya dilakukan untuk interpretasi

litologi, korelasi sumuran, dan zonasi

reservoir.

2. Deskripsi Litologi

Deskripsi litologi dilakukan dengan

analisis kualitatif wireline logs yang

dikalibrasi dengan data sekunder berupa

data mud log dan side wall core (SWC).

3. Korelasi pada Wireline Logs

Korelasi well log yang dilakukan dengan

menghubungkan horizon top dan bottom

ekivalen Formasi Baturaja dari data log

keempat sumur dengan membuat bidang

korelasi. Interpretasi Seismik 2D dan

Pemetaan Bawah Permukaan

Pemetaan bawah permukaan bertujuan

untuk mengetahui persebaran Formasi

Baturaja di Lapangan Nusa dan

keterdapatan closure yang memung-

kinkan menjadi cebakan hidrokarbon.

Tahap pemetaan bawah permukaan

mencakup proses utama yaitu interpretasi

seismik 2D yang meliputi picking Top

BRF horizon, bottom BRF horizon, dan

picking fault. Hasil akhir pemetaan bawah

permukaan meliputipeta struktur keda-

laman (depth structure map) dan peta

persebaran ketebalan Formasi Baturaja

(isopach map).

4. Perhitungan dan Pemeringkatan

Sumberdaya Hidrokarbon

Terminologi sumberdaya yang digunakan

dalam penelitian ini merujuk kepada

cadangan di mula-mula di dalam

reservoir, atau biasa disebut dengan

Original Oil-In-Place (OOIP). Pemering-

katan prospek sumberdaya hidrokarbon

dilakukan untuk mengetahui skala

prioritas mengenai sumur mana yang akan

ditindaklanjuti dalam tahap ekplorasi

lanjutan. Pemeringkatan dilakukan

dengan mempertimbangkan validitas data

dan nilai OOIP-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Top dan Bottom Formasi Baturaja

Determinasi awal suatu lapisan termasuk

sand atau shale adalah dengan analisis kurva

gamma ray (GR) pada wirelinelogs secara

quick look denganb berpedoman pada nilai cut-

off. Nilai cut off lazimnya ditentukan sebagai

nilai tengah antara nilai Vshale yang

menunjukkan lapisan clean sand, yaitu nilai

GR minimal dan defleksi kurva GR maksimal

ke kiri, dengan nilai Vshale yang menunjukkan

lapisan clean shale dengan nilai GR maksimal

dan defleksi kurva GR maksimal ke kanan.

Setiap blok pengeboran umumnya mempunyai

standar Vshale tersendiri yang digunakan

sebagai nilai cut-off, dan pada penelitian ini

digunakan nilai 35% Vshale atau senilai 61,45

API berdasarkan pertimbangan hasil kalibrasi

dengan menggunakan data mud log terhadap

analisis kualitatif kurva GR dan rekomendasi

dari pihak Lemigas. Dalam penentuan litologi

batugamping berdasarkan data kurva GR,

litologi batugamping Formasi Baturaja

diidentifikasi dari bentukan kurva yang blocky

dan mempunyai nilai GR yang minimal.

Hasil determinasi antara lapisan sand

dan shale berdasarkan kurva GR kemudian

dikalibrasi dengan kurva Spontaneous

Potential (SP) untuk membedakan antara

lapisan yang sarang dan kedap. Pada litologi

batugamping, kurva SP bergerak lamban,

cenderung datar, dan umumnya mengalami

defleksi negatif disebabkan keberadaan air

formasi yang mengandung senyawa garam

atau bersifat saline yang terbawa saat proses

pengendapannya. Alasan keberadaan lapisan

batugamping juga diperkuat dengan karakteris-

tik kurva resistivity yang tidak rata dan berba-

lik dengan signifikan dalam interval kedalam-

an yang sedikit. Kurva yang defleksinya

negatif menunjukkan fluida air asin dan kurva

4

yang defleksinya positif menunjukkan fluida

hidrokarbon.

Salah satu ciri lain lapisan batugamping

pada kurva wirelinelogs adalah mempunyai

nilai densitas matriks (ρma) yang besar, yang

ditunjukkan dengan defleksi kurva RHOB ke

kanan. Rider (1996) menyebutkan bahwa

batugamping mempunyai nilai sekitar

ρma=2.71 gr/cm3, sedangkan yang sudah

menjadi dolomit mempunyai nilai sekitar

ρma=2.85 gr/cm3. Selain itu, lapisan batu-

gamping juga umumnya mempunyai nilai

NPHI yang tinggi karena di dalamnya terdapat

banyak atom H (hidrogen).

Dari keempat sumur, Formasi Baturaja

ditengarai mempunyai nilai GR rata-rata <40

API, nilai RHOB ρma=2.69, kurva SP yang

relatif datar dan bernilai kecil, nilai NPHI yang

kecil bahkan mendekati 0, dan kurva

resistivitas yang sangat bervariasi. Hasil

interpretasi kurva wireline logs secara quick

look kemudian divalidasi dengan data mud log

dan side wall cores dan hasilnya ditampilkan

pada Gambar 3a hingga 3d.

Dari hasil interpretasi tersebut dapat

diketahui bahwa litologi batugamping Formasi

Baturaja diperkirakan tidak menerus di semua

sumur penelitian tetapi menipis di bagian timur

daerah penelitian. Hal ini dapat diakibatkan

oleh perubahan fasies pembentukan batuan

karbonat karena pengaruh muka air laut atau

terendapkannya litologi lain yang seumur atau

ekuivalen dengan batugamping Formasi

Baturaja sehingga batugamping Formasi

Baturaja tidak terbentuk pada interval waktu

tersebut.

Korelasi Stratigrafi

Pada korelasi stratigrafi datum yang

digunakan adalah bidang atas litologi

batugamping Formasi Baturaja. Hal ini dengan

asumsi bahwa pertumbuhan batugamping

dipengaruhi oleh muka air laut pada saat

terjadinya pembentukan Formasi Baturaja.

Bidang atas (top) batugamping Formasi

Baturaja dipilih karena menurut Amboro

(2013) dapat dianggap sebagai flooding

surface yang mneyebabkan pertumbuhan

karbonat terhenti (give up).

Hasil korelasi pada Gambar 4 menun-

jukkan bahwa lapisan Formasi Baturaja yang

paling tebal ditemukan pada Sumur Nusa-1,

menipis ke arah Sumur Nusa-3, dan menebal

kembali di Sumur Nusa-4. Artinya, Formasi

Baturaja paling tebal ditemukan di bagian

barat dan paling tipis ditemukan di bagian

timur daerah penelitian. Hal ini sesuai dengan

hipotesis penelitian ini, yaitu menurut teori

yang dikemukakan oleh Ginger dan Fielding

(2005) bahwa Formasi Baturaja terendapkan

pada lingkungan laut dangkal dengan arah

pengendapan berupa timurlaut-baratdaya,

sehingga diperkirakan Formasi Baturaja di

Lapangan Nusa semakin kearah baratdaya

akan semakin menebal.

Pemetaan Bawah Permukaan

Tahap utama pemetaan bawah

permukaan meliputi picking horizon dan

picking fault terhadap 38 penampang line

seismik 2D daerah penelitianyang berarah

baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya

(Gambar 5). Hasil pemetaan menunjukkan

terdapat stuktur sesar reverse yang mempunyai

trend cenderung baratlaut-tenggara sebagai-

mana pada Gambar 6. Beberapa sesar normal

tersebut juga membentuk half graben,

sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7.

Apabila dikaitkan dengan geologi

regional pembentukan Cekungan Sumatera

Selatan, maka diperkirakan bahwa struktur

sesar normal terbentuk pada megasikuen syn-

rift. Menurut Ginger dan Fielding (2005),

terhitung sejak awal Miosen, Sumatera Selatan

terputar kira-kira sebesar 15o searah jarum jam

yang hingga saat ini memiliki graben dengan

arah timurlaut-baratdaya (Hall, 1995; dalam

Ginger dan Fielding, 2005). Sedangkan sesar

reverse yang ada diperkirakan terbentuk pada

fase kompresional sebagai fase akhir pemben-

tukan Cekungan Sumatera Selatan.

Hasil akhir dari pemetaan bawah

permukaan adalah peta struktur kedalaman

(depth structure map) dan peta isopach. Peta

struktur kedalaman sebagaimana terlihat pada

5

Gambar 8. Dari peta struktur kedalaman

diketahui bahwa bagian baratdaya hingga

tenggara dari Lapangan Penelitian merupakan

daerah rendahan dengan kedalaman antara

9600-7000 feet, sedangkan daerah tinggian

terletak di sisi timurlaut dan baratdaya dengan

kedalaman antara 2600-4500 feet. Namun

dikarenakan peta yang terbentuk merupakan

hasil interpolasi dari data seismik yang

terdapat di lokasi penelitian, maka hanya area

yang dilewati line seismik saja yang dapat

dianggap sebagai hasil pemetaan yang valid.

Meskipun demikian, peta struktur kedalaman

ini dapat bermanfaat untuk analisis petroleum

system, semisal lokasi kitchen, keberadaan

perangkap, dan jalur migrasi.Peta ketebalan

formasi atau isopach map adalah peta yang

menunjukkan persebaran ketebalan lapisan

Formasi Baturaja secara keseluruhan sebagai-

mana pada Gambar 4.9.

Hasil pemetaan menunjukkan bahwa

ketebalan Formasi Baturaja tidak merata di

semua daerah penelitian. Variasi ketebalan

sebagian besar terdapat pada bagian tengah

lapangan penelitian yang apabila dilihat dari

peta struktur kedalaman merupakan daerah

rendahan.

Perhitungan Sumberdaya Hidrokarbon

Perhitungan volume pada penelitian ini

dilakukan terhadap lead dan prospect yang

ditemukan di lapangan penelitian.

Leadmenurut Lemigas (2003) adalah daerah

tutupan (closure) yang dilalui minimal satu

line seismik, sedangkan prospect daerah

tutupan (closure) yang dilalui minimal dua line

seismik. Lead dan prospect yang diidentifikasi

pada top Formasi Baturaja ditampilkan pada

Gambar 4.10.

Perhitungan prospeksi sumberdaya

hidrokarbon di Lapangan Nusa untuk

mengetahui OOIP menggunakan Persamaan 1

menurut Jahn (2003) di bawah ini:

… (1)

Berdasarkan rumus tersebut diketahui

bahwa terdapat parameter-parameter yang

perlu diketahui, yaitu bulk reservoir

volume(BRV), faktor volume formasi, net to

gross, porositas efektif, dan saturasi air.Bulk

volume reservoir didapat dari pengukuran

volume closure pada peta struktur kedalaman

top Formasi Baturaja dan faktor volume

formasi menggunakan konstanta 1,1,

sedangkan untuk net to gross, porositas efektif,

dan saturasi air didapatkan dari simulasi

Montecarlo. Hasil akhir dari pengolahan

masing-masing parameter dan perhitungan

masing-masing lead dan prospect ditampilkan

pada Tabel 1.

KESIMPULAN

1. Formasi Baturaja di Lapangan Nusa

terdiri dari litologi batugamping dengan

sisipan batupasir dan serpih.

2. Pada Formasi Baturaja di Lapangan Nusa

terdapat sesar normal dengan trend

timurlaut-baratdaya dan beberapa sesar

reverse yang mempunyai trend cenderung

baratlaut-tenggara yang merupakan

produk inversi, dengan closure yang

berpotensi sebagai reservoir sebanyak 2

lead dan 4 prospect..

3. Hasil perhitungan terhadap masing-

masing closure menunjukkan bahwa

Formasi Baturaja di Lapangan Nusa dapat

menyimpan prospeksi sumberdaya

hidrokarbon sebanyak 6.845.084 barel

(6,845 MMSTB), dengan peringkat

prospek sebagai berikut:

a. Prospect 2 dengan prospeksi

3.609.031,150 barel.

b. Prospect 4 dengan prospeksi

1.772.126,63 barel.

c. Prospect 3 dengan prospeksi

892.874,673 barel.

d. Prospect 1 dengan prospeksi

54.959,976 barel.

e. Lead 1 dengan dengan prospeksi

359.074,37 barel.

f. Lead 2 dengan dengan prospeksi

157.018,2 barel.

( )( )( )( )( )

6

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih

kepada PPPTMGB Lemigas atas ijin yang

diberikan untuk melakukan penelitian dan

penyediaan data yang dibutuhkan. Kepada

Bapak Ir. Sriwijaya, M.T., pembimbing kantor,

serta Bapak Ir. Hadi Nugroho, Dipl.EGS.,

M.T. dan Bapak Fahrudin, S.T., M.T. selaku

pembimbing di kampus, atas arahan selama

penulisan karya ilmiah ini, serta semua pihak

yang membantu dan memberikan dukungan

kepada penulis hingga dapat menyelesaikan

karya ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amboro, Budi Malaysetia, 2013. Pemodelan

3D Reservoir Karbonat pada Formasi

Baturaja Berdasarkan Data Sumur dan

Seismik pada Lapangan “CHICO”, Cekungan

Sumatera Selatan. Skripsi Sarjana, Semarang:

Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan).

Bishop, Michele G., 2001. South Sumatra

Basin Province, Indonesia: The Lahat/Talang

Akar-Cenozoic Total Petroleum System. Open-

File Report of USGS, Colorado: U.S.

Geological Survey.

Ginger, David dan Fielding, Kevin, 2005. The

Petroleum Systems and Future Potential of

The South Sumatra Basin: Proceedings

Indonesian Petroleum Association, 30th Annual

Convention & Exhibition, Jakarta. hal. 67-89.

Jahn, F., Cook, M., dan Graham, M., 2003.

Hydrocarbon and Exploration, Amsterdam:

Elsevier.

Koesoemadinata, R.P., 1980. Geologi Minyak

dan Gas Bumi, Jilid 1 ed. 5, Bandung: Institut

Teknologi Bandung.

Lemigas, 1984. Internal Report of Oil and Gas

Field “Nusa”, Jakarta: PPPTMGB Lemigas

(tidak dipublikasikan).

Lemigas, 2003. Kamus Minyak dan Gas Bumi,

ed. 5, Jakarta: PPPTMGB Lemigas

Pratiwi, Ragil, 2013. Pengaruh Struktur dan

Tektonik dalam Prediksi Potensi Coalbed

Methane Seam Pangadang-A, di Lapangan

“Dipa”, Cekungan Sumatera Selatan,

Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi

Sumatera Selatan. Skripsi Sarjana, Semarang:

Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan).

Rider, Malcolm, 1996. The Geological

Interpretation of Well Logs, ed. 5, Caithness,

Skotlandia: Whittles.

Widodo, Robet, 2012. Integrating Wells and

3D Seismic Data to Delineate the Sandstone

Reservoir Distribution of the Talang Akar

Formation, South Sumatra Basin, Indonesia.

Search and Discovery Article #50748, San

Diego: San Diego State University.

7

Gambar 1. Lokasi penelitian yang terletak di Lapangan “Nusa”, Subcekungan Palembang

Selatan, Cekungan Sumatera Selatan (Lemigas, 1984)

Gambar 2.3 Skema kronostratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (Ginger dan Fielding,

2005)

8

Gambar 3a Hasil interpretasi litologi dan deskripsi data side wall core Sumur Nusa-1

Gambar 3b Hasil interpretasi litologi dan deskripsi data side wall core Sumur Nusa-2

= Limestone

= Shale

= Limestone

= Shale

= Sand

Legenda:

Legenda:

a.

b.

9

= Shale

= Sand

= Limestone

Legenda:

c.

d.

Gambar 3d Hasil interpretasi litologi dan deskripsi data side wall core Sumur Nusa-4

Gambar 3c Hasil interpretasi litologi dan deskripsi data side wall core Sumur Nusa-3

= Limestone

= Shale

Legenda:

= Sand

10

Gambar 4 Korelasi stratigrafi berdasarkan data wireline logs dan mud log di Lapangan Nusa

11

Gambar 5 Line seismik 2D yang digunakan dalam penelitian

Gambar 6Salah satu reverse fault yang terdapat di Lapangan Nusa

N

12

Gambar 7Normal fault yang membentuk half graben di Lapangan Nusa

Gambar 8 Peta struktur kedalaman top Formasi Baturaja Lapangan Nusa

13

Gambar 9 Isopach map Formasi Baturaja Lapangan Nusa

Gambar 10 Peta lead dan prospectdi Formasi Baturaja Lapangan Nusa

14

Tabel 1 Hasil perhitungan sumberdaya hidrokarbon di Lapangan Nusa

Zona

Bulk Volume

(acre-feet) ф Swi N/G Boi OOIP (Barel)

Lead 1 2929,57 16,9% 42,87% 0,18 1,1 359.074,37

Lead 2 1281,06 16,9% 42,87% 0,18 1,1 157.018,2

Prospect 1 1174,99 13,1% 42,69% 0,09 1,1 54.959,98

Prospect 2 20998,9 12,5% 48,48% 0,38 1,1 3.609.031,15

Prospect 3 2044,1 24,2% 45,89% 0,47 1,1 892.874,67

Prospect 4 14458,2 16,9% 42,87% 0,18 1,1 1.772.126,63

Total 6.845.084