Potensi, Prospek dan Sumbangan Karya Sastera dalam Teknologi dan Industri Kreatif Masa Kini di Jepun

13
Potensi, Prospek dan Sumbangan Karya Sastera dalam Teknologi dan Industri Kreatif Masa Kini di Jepun Prof. Dr Mikihiro MORIYAMA Professor of Indonesian Studies Nanzan University, Nagoya, Japan [email protected]

Transcript of Potensi, Prospek dan Sumbangan Karya Sastera dalam Teknologi dan Industri Kreatif Masa Kini di Jepun

Potensi, Prospek dan Sumbangan Karya Sastera dalam Teknologi dan Industri Kreatif Masa Kini di Jepun Prof. Dr Mikihiro MORIYAMA Professor of Indonesian Studies Nanzan University, Nagoya, Japan [email protected]

2

pengantar Dalam dekade terakhir ini terasa pengaruh besar perkembangan teknologi, khususnya dalam

bidang informasi, di dunia. Tidak terkecuali pengaruh itu terasa di seluruh lapisan masyarakat

Asia dalam hal penyebaran komputer, telefon bimbit dan internet. Rupanya, sumber arus baru

ini terjadi karena segala macam informasi didigitalisasi. Teknologi digital mengubah

penyimpanan dan pemindahan informasi yang sebelumnya dilakukan secara analog.

Perubahan bentuk informasi yang dahsyat melalui alat teknologi baru ini menimbulkan

perubahan-perubahan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Gaya hidup atau lifestyle

pun sangat berubah, antara lain dalam hal membaca.

Orang tidak hanya membaca buku cetak tetapi membaca di layar komputer, telefon

bimbit atau tablet. Dampak perubahan membaca dapat didiskusikan lebih jauh lagi sebagai

diskusi lanjutan peralihan dari orality ke literacy, misalnya diskusi Walter J. Ong. Kesadaran

manusia berubah ketika manusia mendapatkan informasi dari pembacaan, yang sebelumnya

diperoleh secara lisan (Ong 1982: 117). Dapatkah diasumsikan kesadaran manusia jadi

berubah pula ketika mereka mulai membaca layar, bukan buku cetak lagi? Diskusi lanjut

perlu diteruskan dalam kesempatan lain.

Arus global yang terasa lebih dahsyat dalam dekade pertama pada abad ke-21 ini

pernah didefinisikan oleh Appadurai dengan membagi 5 scapes: yaitu ethnoscapes,

mediascapes, technoscapes, financescapes dan ideoscapes (Appadurai 1996: 33-37). Antara 5

unsur tersebut media dan teknologi yang lebih relevan untuk melihat perkembangan sastera

dalam industri kereatif. Arus informasi lewat media yang membanjiri masyarakat sampai

merasuki benak orang dan menciptakan rangsangan di segala lapisan masyarakat di seluruh

dunia. Terutama, di negara-negara berkembang luar biasa dampaknya. Alasannya ada dua.

Pertama, selama ini informasi dari luar negeri tidak mudah diperoleh karena keterbatasan

sarana dan juga biaya. Kedua, pengawasan atau sensor oleh kekuasaan tidak membatasi akses

informasi. Dengan kata lain, pengawasan kurang berarti dan pengontrolan menjadi semakin

sulit karena jaringan Internet yang meluas tanpa kenal batas dan perkembangan teknologi

yang begitu pesat.

Pada masa kini orang mudah mendapat informasi tentang gaya hidup atau pemikiran

orang di tempat lain di bumi ini asal mereka bisa menguasai bahasa tempatan. Tetapi, meski

orang tidak menguasai bahasanya pun, masih bisa ditolong dengan sarana terjemahan cuma-

cuma yang tersedia di Internet. Di depan komputer orang seolah-olah berada di negara lain

3

dan juga dapat bercakap-cakap lewat Skype dengan orang yang belum pernah dijumpainya

atau berkomunikasi secara intens lewat Face Book dan mengikuti pembicaraan atau diskusi

dan berita dengan mengikuti blog atau twitter.

Namun demikian, tidak kalah besar dampaknya arus orang yang melintas batas-batas

negara. Khususnya, arus orang dari negara berkembang didorong oleh arus informasi tersebut

dan perkembangan ekonomi. Orang lebih mudah pergi ke luar negeri dengan informasi yang

diperoleh lewat Internet. Kaum menengah di masyarakat negara berkembang meningkat

jumlahnya sehingga orang merealisasikan keinginannya pergi ke tempat lain di bumi ini.

Patut diperhatikan peningkatan arus orang di wilayah Asia dalam dekade terakhir.

Di dunia masa kini informasi membanjiri kehidupan kita lewat internet, telefon bimbit

atau tablet. Apakah ada perkembangan positif dalam kesasteraan pada zaman globalisasi

dengan penuh informasi ini? Misalnya, di Jepun kita harus mengakui kecenderungan yang

agak kurang menggembirakan. Yaitu, semakin sedikit orang membaca buku baik karya

sastera maupun non-sastera. Boleh jadi inilah arus balik atau efek samping dari inovasi

teknologi. Anak-anak lebih asyik pada game komputer atau menghabiskan waktu untuk

berkomunikasi dengan alat yang semakin canggih. Remaja pada zaman ini tidur, makan,

mandi bersama telefon bimbit. Mereka dijuluki digital native pula. Sesungguhnya perlu

diteliti digital native, orang yang mengenal sarana digital sejak lahir, untuk melihat

perkembangan lanjut berbagai hal di masyarakat ini seperti pendidikan.

Komik atau manga dan animasi sangat digemari anak-anak bahkan dewasa di Jepun.

Sebenarnya hal ini sudah menjadi budaya karena komik dan animasi sudah memasyarakat

jauh sebelum teknologi digital menyebar. Sekitar pada tahun 1950-an masyarakat Jepun

mengenal budaya manga dan pada tahun 1960-an mengenal animasi bersama penyebaran

televisi. Yang visual lebih mudah memikat perhatian anak-anak. Peranan yang dimainkan

olek manga dan animasi di masyarakat Jepun cukup berarti dan mempunyai dampak positif

walaupun ada diskusi komik menjauhi orang dari kebiasaan membaca. Kita perlu sadar akan

hal yang positif dan negatif dalam hal pendidikan dan perkembangan sastera di Jepun dan

berusaha untuk mempertahankan minat baca di antara anak-anak dan kaum remaja ataupun

masyarakat pada umumnya. Dalam usaha ini teknologi digital dan industri kereatif

memainkan peranan apa dan bagaimana? Diharapkan teknologi digital dan industri kereatif

mempunyai potensi untuk mengembangkan masyarakat membaca.

Makalah ini akan membahas perkembangan dunia media dan informasi bersama bisnis

yang berkaitan dengan alat dan sarana komunikasi baru di Jepun. Kedua, di bidang

4

kesasteraan, perkembangan teknologi tersebut, khususnya teknologi digital, sering dikatakan

mengubah kebiasaan membaca dan menulis. Sejauh manakah pengaruh perkembangan

teknologi dan industri kreatif masa kini mengubah keadaan sastera di Jepun? Kalau memang

terjadi perubahan seperti itu apakah kreasi karya sastera telah dan akan berubah baik pada

segi isi maupun pada segi bentuk dan fisik, yaitu kertas atau layar?

1.Perkembangan industi kreatif di Jepun Sekitar tahun 2000 muncul bisnis baru, yaitu bisnis buku elektronik di Jepun. Menurut suatu

laporan penelitian, tahun 2011 pasar buku elektronik mencapai sebesar 62,9 miliar yen atau

kira-kira 800 juta US dollar. Angkah ini sekitar 3,5 persen dari seluruh publikasi buku dan

majalah di Jepun. Namun besarnya pasar ini menurun dibandingkan dari tahun 2010.

Alasannya peralihan telefon bimbit ke smart phone dan tablet tidak selancar perkiraan semula

walaupun penerbitan untuk tablet dan smart phone naik 363 persen dalam waktu yang sama.

Dapat dikatakan pasar elekronik di Jepun masih kecil dibandingkan dengan negara-

negara lain, misalnya Amerika Serikat yang kira-kira 8,3 persen adalah publikasi elektronik.

Namun kebesaran pasar elektronik di Amerika adalah sebesar 441 juta dollar atau 37 miliar

yen. Artinya, pasar buku elektronik di Jepun lumayan besar juga. Tetapi tidak dapat

dibandingkan begitu saja sebagaimana akan diuraikan di bawah.

Grafik 1 menunjukkan perkembangan dan perkiraan pasar publikasi elektronik dari

tahun 2005 sampai tahun 2010. Secara garis besar pasar elekronik di Jepun diperkirakan

semakin lama semakin meningkat. Dalam pasar buku elektronik atau publikasi elektonik di

Jepun dapat dibagi 3 jenis: publikasi untuk komputer, publikasi untuk telefon bimbit,

publikasi untuk tablet dan sejenisnya. Yang menonjol adalah telefon bimbit selama ini

sebagaimana dapat dilihat di Grafik 1, tetapi ada kemungkinan tablet dan smart phone akan

menggantikan posisi telefon bimbit. Sedangkan pasar publikasi untuk komputer akan menciut.

5

Grafik 1 Pasar Elektronik

(Sumber: Denshi Shoseki Business Chosa Houkokusyo 20121)

2.Ciri khas dalam pemasaran buku elekronik di Jepun

Di masyarakat Jepun selama ini telefon bimbit mendominasi. Telefon bimbit dapat dipakai

untuk komunikasi lewat jaringan internet sejak dini, oleh karena itu sms jarang dipakai untuk

berkomunikasi melainkan e-mail yang dipakai. Dikembangkan situs-situs khusus untuk

telefon bimbit walaupun layar situsnya tidak sebesar komputer. Ibu-ibu dan remaja mudah

sekali akses ke situs-situs sehingga pemakaian komputer tidak dirasakan perlu. Mereka dapat

mengirim tekst yang cukup panjang dengan e-mail lewat jaringan internet dan mengakses

situs-situs internet tertentu. Katakanlah, telefon bimbit adalah alat ajaib di Jepun sejak sekitar

tahun 2003. Satu buku novel atau satu cerita komik dapat di-download lewat telefon bimbit

dengan cuma-cuma. Tentu ada juga situs tertentu menuntut mereka harus berlangganan.

1 http://www.impressrd.jp/news/120703/ebook2012 (accessed 9th October 2012)

6

Oleh karena dominasi telefon bimbit tersebut, penerbit pun mengincar konsumen pada

situs yang dirancang khusus telefon bimbit. Misalnya, suatu penerbit kertemuka Kadokawa

Press membuka 810 situs untuk telefon bimbit, sedangkan menyediakan untuk komputer

hanya 29 situs saja. Konten atau isi 810 situs tersebut adalah 391 situs untuk komik, 247 situs

untuk bermacam-macam buku, dan 172 situs untuk buku photo, sedangkan situs komputer

terbagi 12 situs untuk komik dan 17 situs lagi untuk buku photo (Yuasa 2010: 53).

Hal yang sama dapat dilihat layanan dari Yahoo dan juga provider telefon bimbit

terbesar Docomo2 (Yuasa 2010: 54). Yahoo menyediakan 48 situs untuk buku sastera, 106

situs untuk buku komik, 69 situs untuk buku photo pada tahun 2008. Sedangkan Docomo

menyediakan 44 situs untuk buku sastera, 79 situs untuk buku komik, 7 situs untuk anime,

dan 32 situs untuk buku photo pada tahun 2008. Situs-situs ini cukup populer dan dikunjungi

oleh pemakai telefon bimbit.

Grafik 1 di atas memperlihatkan pembagian konten situs untuk komputer, telefon

bimbit dan tablet sejenisnya dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010. Jelas sekali dominasi

situs adalah komik. Dapat disimpulkan bahwa dari segi konten komik yang mendominasi

sedangkan dari segi alat telefon bimbitlah yang mendominasi di masyarakat Jepun. Inilah

salah satu ciri khas dalam pasar publikasi elektronik di Jepun. Oleh karena itu, tidak

sesederhana analisa bandingan antara pasar di Jepun dan pasar di Amerika Serikat. Juga tidak

boleh dilupakan game atau mainan elektronik yang berkembang sejak lama di masyakarat

Jepun. Game juga sering dimainkan dengan telefon bimbit.

3.Keitai Shosetsu (novel telefon bimbit) Masyarakat Jepun sangat senang memakai situs-situs khusus pada keitai atau telefon bimbit

yang berpisah dari situs internet biasa, karena situs-situs tersebut dirancang khusus keitai

sehingga mudah diakses dan cepat muncul pada layar keitai. Katakanlah ada dunia maya

khusus untuk telefon bimbit. Yang paling populer adalah situs-situs komik atau manga

sebagaimana dilihat di Grafik 1.

Muncul suatu genre sastera baru di dalam situs-situs keitai tersebut, yaitu keitai

shosetsu atau novel telefon bimbit3. Kebanyakan novel itu bertema cinta remaja, lebih

2 Yahoo membuka situs untuk telefon bimbit sejak tahun 2002, sedangkan Docomo sejak tahun 2003 (Yuasa 2010: 54). 3 Saya ucapkan banyak terima kasih atas informasi dan masukan dari mahasiswa pada Jurusan Studi Asia, Program Kajian Indonesia, Universitas Nanzan.

7

khususnya lagi untuk anak sekolahan SMP dan SMA. Kira-kira bisa dianalogikan teenlit yang

cukup populer di negara-negara Asia termasuk Malayasia dan Indonesia. Novel-novel itu

dapat dibaca di situs tertentu dengan cuma-cuma. Keitai shosetsu ini biasanya bersambung di

situs dan pembaca boleh mengirim komentar dan tanggapan kepada pengarang, sehingga

terjadi interaksi antara pengarang dan pembaca. Pengarang pun terangsang dan terinspirasi

untuk melanjutkan ceritanya. Situs semacam itu membentuk suatu komunitas dan

mengundang banyak peminatnya. Misalnya, Maho no i-land atau i-Land Ajaib yang didirikan

pada tahun 1999 memiliki 6 juta anggota pada tahun 20084.

Dalam situs tersebut muncul juga pengarang-pengarang baru. Yang dianggap pelopor

adalah pengarang bernama samaran Yoshi yang berbakat mengarang sehingga karyanya

berjudul Deep Love yang muncul pada tahun 2000 memikat banyak penggemar (Ochiai 2012:

250). Dalam situs sastera baru ini siapa saja boleh mengarang ceritanya, misalnya setiap

anggota boleh mengarang 500 halaman cerita pada situs i-Land Ajaib tersebut. Pada akhirnya

situs i-Land Ajaib membuka ’perpustakaan’-nya sendiri, yaitu Maho no Toshokan atau

Perpustakaan Ajaib5. Perpustakaan Ajaib ini bernuansa remaja perempuan dan memikat

teenager. Buku koleksinya yang boleh dibaca secara cuma-cuma mencapai 169.517 buku

pada Oktober tahun 20126.

Genre baru ini pernah menjadi sangat populer di kalangan tertentu yaitu remaja

perempuan. Misalnya, 17 mahasiswa di antara 28 mahasiswa di kelas mengaku pernah

membaca keitai shosetsu7. Kiranya puncak genre baru itu sekitar tahun 2006. Yang menarik

adalah novel telefon bimbit ini diterbit sebagai buku cetak juga karena ada permintaan dari

pembacanya setelah cerita bersambung tamat pada layar telefon bimbit. Pada 2005 salah satu

novel terpopuler berjudul Tenshi ga kuretamono atau Hadiah Malaikat, karangan Chaco

dicetak 470 ribu buku kopinya. Lebih hebat lagi Koizora - setsunai koimonogatari atau Langit

Cinta - hikayat cinta sedih terjual 2 juta kopi pada tahun 2006. Lagi pula novel populer ini

dibuat film dan juga dibuat sinetron pada tahun berikutnya. Hampir semua remaja mengenal

judul novel ini pada masa itu. Secara total jumlah novel telefon bimbit yang diterbit dalam

bentuk buku cetak mencapai 70 judul dan 13 juta kopi terjual sampai tahun 2008 (Yuasa

2010: 58). 4 Silakan lihat situs Maho no i-Land pada http://ip.tosp.co.jp/. 5 Situs Maho no Toshokan (Perustakaan Ajaib) bisa dilihat pada http://ip.tosp.co.jp/p.asp?guid=on&I=MAHOBOOK 6 Lihat Book Navi http://ip.tosp.co.jp/bk/bknavi.asp (accessed 8 October 2012) 7 Diwawancara dengan mahasiswa tingkat pertama di kelas Bahasa Indonesia di Nanzan University di Nagoya pada tanggal 9 Oktober 2012.

8

Keitai Shosetsu atau novel telefon bimbit di Jepun memang membuat suatu masa jaya

pada pertengahan dekade pertama pada abad ke-21. Novel yang dibaca pada dunia maya

justru kembali ke dunia cetak. Rupanya, puncak popularitas keitai shosetsu-nya sudah berlalu

antara lain karena kejenuhan pada genre baru ini. Namun demikian, buku novel yang berseri

dan buku novel yang berasal dari Keitai Shosetsu masih tetap dicetak dan dibaca oleh

sekelompok pembaca, yaitu remaja perempuan. Ada hasil penelitian bahwa 51 persen

membaca keitai shosetsu dengan telefon bimbit, sedangkan 49 persen membacanya dalam

buku cetak. Boleh juga dikatakan masyarakat Jepun tetap membaca karya sastera dalam buku

cetak, walaupun mereka dapat membacanya pada layar dengan cuma-cuma.

Ada suatu analisa yang menarik. Pada layar orang membaca secara horizontal,

sedangkan bahasa Jepun biasanya dibaca secara vertikal, apalagi novel-novel pada umumnya

dibaca dari atas ke bawah serta dari kanan ke kiri8. Tetapi anehnya novel telefon bimbit yang

aslinya dibaca horizontal pada layar itu tetap dicetak horizontal pada buku cetak. Mungkin

penerbit mencoba menjaga keasliannya. Kata seorang mahasiswi, ”Tidak enak baca buku

keitai shosetsu karena bacanya horizontal”. Mungkin ini pun menjadi salah satu alasan bahwa

novel telefon bimbit tidak begitu laris lagi.

Alasan yang lebih kuat lagi adalah peralihan dari telefon bimbit ke smart phone,

khususnya di kalangan remaja. Pemakai keitai atau telepon bimbit semakin bertambah sampai

sekitar tahun 2010. Tetapi, ketika smart phone mulai menggantikan posisi keitai di

masyarakat Jepun, remaja berbondong-bondong membuang keitai dan membeli telepon baru

yang lebih canggih seperti i-Phone atau Galaxy9. Oleh karena itu, situs telefon bimbit juga

semakin berkurang pengunjungnya dan akibatnya pada situs sastera seperti keitai shosetsu

pun tidak terlalu ramai lagi dengan kaum remaja di Jepun setelah boomnya lewat.

Kelihatannya, dari tahun 2010 ke tahun 2012 ini merupakan masa peralihan dari telefon

bimbit ke smart phone, tablet dan sejenisnya di kalangan remaja. Tetapi, masyarakat Jepun

pada umumnya masih dan akan tetap memakai telefon bimbit sebagaimana dapat dilihat

dalam perkiraan pada Grafik 2.

8 Buku-buku ilmiah juga dilayout dari atas ke bawah, tidak terbatas pada karya sastera. 9 Telefon bimbit bekas tidak dapat dijualbelikan di Jepun karena tidak ada yang berminat membeli yang bekas. Telefon bimbit digonta ganti walaupun cukup mahal.

9

Grafik 2 (Ochiai 2012: 249) 4.Karya sastera dalam industri kreatif

Grafik 2 menunjuk semakin membasar pasar buku elektronik setelah tahun 2012 secara pesat.

Di antaranya, posisi smart phone, tablet dan sejenisnya akan meningkat. Boleh dikatakan

sebenarnya selama ini ada pasar yang agak unik di masyakarat Jepun, yaitu pasar telefon

bimbit atau keitai. Sejak tahun 2010 masyarakat Jepun juga ikut arus global, khususnya dalam

hal teknologi komunikasi dan informasi. Masyarakat Jepun mulai menuju ke buku elektronik

dalam arti sama dengan dunia di luar Jepun.

Namun demikian, selera orang Jepun tidak mudah berubah begitu saja. Yaitu buku

komik tetap paling laris di antara buku-buku elektronik karena manga sudah menjadi budaya.

Misalnya, 31909 buku komik dijual pada situs E-book Jepun. Di antaranya buku komik

remaja perempuan 19134 buku, teenlit 4560 buku, buku umum termasuk buku sastera 4231

buku10. Jumlah buku elektronik masih belum banyak tetapi kelihatan muncul gerakan baru.

Gerakan baru ini didorong oleh alat elektronik baru, yaitu smart phone, khususnya i-Phone,

dan i-Pad yang memikat hati orang Jepun. Juga kedatangan alat baru yang lain yaitu Nexus 7

untuk Google Play dan Kindle yang akan datang untuk Amazon. Kedua alat terakhir sudah

10 Lihat situs E-Book.jp: http//www.ebookjapan.jp/ebj/ (last accessed October 9 2012).

10

dimodifikasi untuk bahasa Jepun sehingga buku dapat dibaca dari atas ke bawah dan dari

kanan ke kiri.

Secara kasar, jumlah buku yang dapat dibaca di layar selain buku komik masih

terbatas. Karya sastera masih sangat minim. Walaupun demikian, yang perlu diperhatikan

adalah usaha Aozora Bunko atau Pustaka Langit Biru yang sifatnya tidak komersial. Boleh

dibandingkan dengan usaha Eric Eldred atau Project Gutenberg yang menyediakan buku

elektronik secara cuma-cuma. Aozora Bunko didirikan pada tahun 1997 untuk menyediakan

buku-buku yang sudah kadaluwarsa hak ciptanya yaitu 50 tahun setelah pengarangnya

meninggal di situs internet. Organisasi ini menitikberatkan karya-karya sastera Jepun yang

klasik. Oleh karena itu, masyarakat Jepun dan di luar Jepun dapat membaca karya sastera

klasik secara cuma-cuma. Kegiatan semacam ini juga akan mendorong penerbitan dan

pembacaan buku elektronik di masyarakat Jepun.

Kita perlu perhatikan budaya pop yang sudah berakar cukup lama di masyarakat Jepun

di samping budaya baca. Bentuknya baik dalam buku cetak maupun alat elektronik,

pembacaan komik di masyarakat Jepun tidak dapat diabaikan. Juga permainan Nintendo dan

sejenisnya pun sudah berakar lama di masyarakat Jepun. Dengan kata lain, kecendrungan

kaum remaja lebih dekat dengan visual. Ada pula istilah digital native, kaum yang sudah

dikelilingi telefon bimbit, tablet, komputer begitu mereka lahir. Mereka belum tentu merasa

dekat dengan buku cetak. Buku komik juga akan dibaca dengan tablet atau i-Phone sambil

mendengarkan lagu-lagu pop dengan alat yang sama. Semoga mereka akan membaca karya

sastera pada tablet atau komputer kecil.

Ada suatu situs yang digemari kaum remaja di Jepun pada masa kini, yaitu 2 channel11.

Situs ini salah satu situs yang sifatnya sangat bebas, siapa saja boleh menulis dan

mendownload secara cuma-cuma. Berita sehari-hari dapat dibaca dan bahan hiburan pun

lengkap dan siap dipakai. Katakanlah, betul-betul campur aduk yang baik dan yang buruk,

gado-gado yang sempurna. Bersyukur, di situs ini ada juga bagian sastera. Mungkin juga

kaum remaja akan tertarik pada bagian sastera kalau sudah jenuh dengan komik atau game.

Apalagi ada usul dari pemerintah bahwa buku pelajaran di sekolah akan diberikan dalam

tablet. Tetapi, ini masih pada tahap percobaan saja.

11 Lihat situs 2 channel: http://www.2ch.net.

11

Penutup

Misalnya kita masuk salah satu gerbong kereta listrik atau bawah tanah di suatu kota di Jepun.

Kita akan menjumpai beberapa orang asyik membaca buku komik, ada juga yang asyik main

game dengan berbagai alat elektronik, di samping orang yang membaca koran atau majalah

dan buku sastera di gerbong yang sama. Persentasenya berubah-rubah pada waktu ke waktu

dan juga tergantung pada hari kerja atau hari libur. Pemandangan di kereta listrik

menunjukkan keadaan industri kreatif di Jepun masa kini.

Ada kabar bahwa suatu perusahaan penerbangan menghilangkan buku manual tapi

tablet yang menggantikannya. Di suatu universitas tidak dibagikan lagi kertas pada semua

rapat, diganti dengan tablet. Majalah ilmilah di perpustakaan kebanyakan sudah dialihkan dari

kertas ke digital. Memang arus digitalisasi sudah tidak dapat dihentikan pada masyarakat

Jepun seperti di negara-negara lain. Tetapi ada perbedaan di masyarakat Jepun yaitu sistim

pemasaran buku-buku yang begitu efisien dan mapan. Di seluruh sudut negara buku apa pun

akan diperoleh dalam waktu pendek lewat pemesanan di toko buku dalam jaringan distribusi

buku yang lengkap. Juga ada perpustakaan di mana-mana di seluruh negara. Di kota kecil pun

pasti ada perpustakaan yang menyediakan segala macam buku untuk masyarakat tempatan

dan cukup ramai pengunjung, khususnya pada akhir pekan. Baru-baru ini muncul juga bisnis

jaringan buku bekas. Buku-buku disirkulasi secara efektif dalam jaringan toko buku buku

bekas. Kalau kita mencari majalah dan buku komik, kita akan mendapatkannya di konbini

atau convenience store yang berada setiap blok dalam kota. Dengan kata lain, kondisi Jepun

ini tidak sama dengan Amerika dan negara-negara lainnya (Ochiai 2012: 252).

Suatu keistimewaan dari buku elektornik adalah kita dapat memperoleh buku secara

mudah dan cepat. Tetapi di masyarakat Jepun buku cetak pun diperoleh mudah, cepat, dan

boleh murah kalau bekas. Buku elektronik tidak mudah mengalahkan buku cetak di Jepun.

Keunggulan buku elektronik yang berlaku di Amerika, misalnya, tidak mengalahkan buku

cetak di Jepun. Bertambah pula, sarana media elektronik belum cukup memadai persyaratan

buku Jepun, yaitu layout dari atas ke bawah, sehingga jumlah buku elektronik masih terbatas.

Lagipula ada kecendrungan bahwa karya sastera lebih digemari dalam buku cetak. Biasanya,

buku karya sastera ditebit 2 bentuk buku kalau cukup laris. Pertama kali bukunya diterbit

dengan hard cover, setelah 3-5 tahun buku yang sama diterbit dalam bentuk kecil dan murah

supaya mudah dibawa-bawa.

12

Sebagaimana diuraikan di bagian ke-4, digital native akan menggantikan generasi

analog dan juga penghematan kertas dan biaya administrasi menjadi isu organisasi dan

lingkungan. Alat media baru dari luar, misalnya i-Phone dan Kindle, mulai memasuki pasar

buku elektronik Jepun dengan sungguh-sungguh. Buku pelajaran di sekolah pun boleh jadi

elektronik. Rupanya, pasar buku elektronik akan naik sampai 125 miliyar yen atau 1700 juta

US dollar pada tahun 2014 menurut perkiraan dari Grafik 2. Namun, dapat diperkirakan

bahwa buku cetak pun akan bertahan pararell dengan buku elektorik di Jepun.

Dunia ini selalu berubah, tetapi digitalisasi mengubah dunia dan kehidupan kita secara

besar-besaran. Kita dikelilingi segala macam media yang visual oleh perkembangan teknologi

dan industri kreatif. Animasi, manga atau komik, dan film memudahkan penerimaan orang

terhadap ilmu pengetahuan dan karya seni termasuk karya sastera. Arus ini tidak perlu ditolak

atau dilawan. Sebaiknya kita memanfaatkan saja sarana dan media ini secara optimal. Namun

demikian, kita perlu sadar cara menerima secara visual ini tidak membutuhkan sikap yang

aktif, tetapi secara pasif saja. Kita disajikan informasi dan ilmu pengetahuan tanpa usaha

susah payah. Yang perlu diperhatikan adalah sikap aktif kita, khususnya anak-anak dan

remaja yang menjadi digital native perlu disadarkan akan hal ini. Mereka perlu dilatih untuk

memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan secara aktif. Dalam hal ini budaya membaca

tetap penting. Mereka perlu dilatih dan dibiasakan membaca. Boleh saja mereka membaca di

layar telephon bimbit atau tablet ataupun komputer. Media dan sarana apa saja boleh dipakai

asal kebiasaan membaca tetap dibina. Untuk itu, budaya visual tersebut memainkan peranan

penting untuk mengajak mereka untuk mencari ilmu. Buku cetak dan media digital

diharapkan saling menolong untuk membina budaya membaca, tidak menyingkirkan satu

sama lain. Media visual merupakan pintu masuk untuk ilmu dan seni yang perlu diapresiasi.

13

References Appadurai, Arjun, 1996. Modernity at large: cultural dimensions of globalization, Minneapolis:

University of Minnesota Press.

Mika, 2006. Koizora, Setsunai Koimonogatari, 2 vol., Tokyo: Starts Shuppan.

Noguchi, Eiji ed., 2005. Internet Toshokan Aozora Bunko, Tokyo: Haru Shobo.

Ochiai, Sanae, 2012. “Denshi syoseki towa nanika – Keitai Komik/keitai shosetsu kousatsu

(Understanding the basics of eBook – from Keitai Manga/Novels perspective)”, in

Joho no Kagaku to Gijyutsu (The Journal of Information Science and Technology

Association), Vol. 62, no. 6, pp. 248 – 253.

Ong, Walter J., 1982. Orality and Literacy. The Technologizing of the Word, London, New

York: Routledge.

Sugaya, Katsuyuki, 2012. “Denshi baitaijo no dokusyo ni kansuru ichi kosatsu”, Ibaraki

daigaku Jinbungakubu kiyo, vol. 12, pp. 137-156.

Yomiuri Shinbun, 2012. “Digital Kyokasho ni Sanpi, Kami no riten dou ikasu” 8th August

2012, pp. 12-13.

Yuasa, Toshihiko, 2010. Denshi Shuppangaku Nyumon, syuppan media no digitalka to kami

no hon no yukue, 2nd ed., Ichikawa: Shuppan media Pal.

ZU-BON, 2011. Library and Media books the SU-BON 17, Tokyo: Pot Pub. Co. Ltd.