Bank dan Lembaga Keuangan - Penghimpun dan Penyaluran Dana dan Kredit Bank
Transcript of Bank dan Lembaga Keuangan - Penghimpun dan Penyaluran Dana dan Kredit Bank
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagaimana diketahui, dewasa ini, keberadaan bank
yang merupakan salah satu lembaga yang menyediakan
fasilitas jasa baik dalam hal penyimpanan, penukaran,
penyaluran, hingga jasa perantara terlihat terus
mengembangkan penyediaan jasa-jasa tersebut guna
mengikuti tuntunan kemajuan perekonomian yang begitu
pesat baik dalam cara bertransaksi, cara penukaran,
hingga pengambilan dana yang semakin modern. Dari
beberapa jasa di atas, peran serta bank di dalam
penghimpunan dana (funding) yang ada di masyarakat
menjadikannya sebagai salah satu indikator inflasi
penting dan bersama pemerintah dapat bekerja sama untuk
menjaga tingkat inflasi serta meningkatkan
kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia. Kemampuan
bank untuk menghimpun dana dalam lingkup besar serta
luas menjadikannya sangat efektif untuk menjalankan
tugas keduanya yaitu penyaluran dana dari masyarakat
tersebut kembali kepada masyarakat yang tujuannya tiada
lain untuk terus meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga
penyalur dana kepada masyarakat, bank memiliki salah
satu kegiatan penyaluran dana tersebut melalui kegiatan
pemberian kredit. Jika dilihat dari skema penghimpunan
dana hingga penyaluran dana tersebut, untuk bank
konvensional dalam penghimpunan dana, penabung
diberikan jasa dalam bentuk bunga simpanan. Sementara
dalam pemberian kredit, penerima kredit (debitur)
dikenakan jasa pinjaman dalam bentuk bunga dan biaya
administrasi.
Dari beberapa penjelasan dan perkembangan di
bidang perbankan tersebut timbullah suatu masalah yang
cukup rumit dikarenakan begitu pesatnya pertumbuhan dan
perkembangan perbankan di negara Indonesia ini. Masalah
tersebut berkutat pada beberapa masalah dasar yang
tidak diketahui masyarakat awam pada umumnya. Jika
masalah ini dibiarkan maka tujuan awal bank didirikan
sebagai salah satu lembaga keuangan yang bertujuan
untuk mensejahterakan rakyat dapat meleset karena tidak
seluruh masyarakatnya mengetahui mekanisme yang berlaku
dan keuntungan serta hal-hal apa saja yang harus
diperhatikan apabila mereka menggunakan jasa perbankan
ini. Masalah tersebut di antaranya: cara-cara yang
dilakukan oleh bank di dalam menghimpun dana dari
masyarakat luas, produk-produk dari perbankan, serta
bagaimana tujuan serta mekanisme dari kredit yang
diberikan oleh bank. Melihat permasalahan tersebut,
penulis ingin membahasnya di dalam makalah ini untuk
memberikan penjelasan lebih rinci bagi para pembaca
akan pentingnya perihal-perihal di atas di dalam
kehidupan perekonomian di Indonesia.
1.2 Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini ialah sebagai
persyaratan untuk memenuhi nilai mata kuliah Bank dan
Lembaga Keuangan. Tujuan lainnya ialah sebagai bentuk
dari kepedulian penulis terhadap permasalahan-
permasalahan tentang tersendatnya arus informasi
mengenai perbankan di Indonesia yang membuat masyarakat
belum mengetahui secara jelas mengenai cara
penghimpunan, penyaluran dana dan kredit perbankan.
1.3 Rumusan Masalah
Dengan tujuan penulisan makalah di atas
maka penulis ingin memberikan informasi tentang
penghimpunan, penyaluran dana dan kredit perbankan
kepada pembaca. Agar makalah ini memiliki kepaduan
informasi yang baik maka penulis membuat rumusan
masalah di dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Bagaimanakah proses penghimpunan dana oleh bank
konvensional dan dengan cara apa melakukannya?
2. Produk-produk seperti apakah yang ditawarkan oleh
bank konvensional?
3. Seperti apakah penyaluran dana yang dilakukan oleh
bank konvensional kepada masyarakat Indonesia?
4. Bagaimanakah deskripsi tentang kredit perbankan di
Indonesia?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sumber Dana Bank
Sumber dana bank adalah suatu usaha yang dilakukan
oleh bank untuk mencari atau menghimpun dana untuk
digunakan sebagai biaya operasi dan pengelolaan bank.
Dana yang dihimpun dapat berasal dari dalam perusahaan
maupun lembaga lain di luar perusahaan dan juga dan
dapat diperoleh dari masyarakat.
2.2 Pengertian Penyaluran Dana
Definisi penyaluran dana adalah menjual kembali
dana yang diperoleh dari penghimpunan dana dalam bentuk
simpanan. Dalam penyaluran dana ini, pihak bank harus
memiliki strategi yang mumpuni untuk menyalurkan
dananya ke masyarakat melalui alokasi yang strategis
sehingga keuntungan yang didapat bisa dimaksimalkan.
Tujuan bank dari pengalokasian dana adalah memperoleh
keuntungan semaksimal mungkin. Dalam mengalokasikan
dana, pihak perbankan membaginya ke dalam prosentase-
prosentase tertentu sesuai dengan kondisi yang terjadi
di dalam perekonomian pada saat sekarang ini, misalnya
untuk bidang pertanian diberikan 20 % sedangkan untuk
bidang industri diberikan 40%. Dalam hal penyaluran
dananya ke masyarakat pihak perbankan membebankan bunga
dengan prosentasi tertentu sesuai dengan penetapan
harga bunga oleh BI. Untuk saat tahun 2007 BI
menetapkan suku bunga untuk pengalokasian dana
kemasyarakat berkisar 1% per bulan.
2.3 Pengertian Kredit dan Pembiayaan
Menurut Undang-Undang perbankan No 10 tahun
1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga. Sedangkan pengertian pembiayaan adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan
atau bagi hasil.
Dalam pemberian kredit pihak perbankkan akan
mengadakan perjanjian terlebih dahulu dengan pihak
peminjam, namun sebelum hal terjadi pihak peminjam
mengajukan proposal terlebih dahulu kepada pihak
perbankan untuk dianalisa dalam hal latar belakang
nasabah atau perusahaan, prospek usahanya, jaminan yang
diberikan. Hal ini dilakukan agar pihak perbankan
menjadi yakin serta bahwa nasabah adalah orang yang
tepat untuk diberikan pinjaman. Pemberian kredit yang
tanpa melalui tahap analisis akan dapat menyebabkan
kerugian bagi pihak perbankan itu sendiri karena akan
dapat menimbulkan kredit macet di kemudian hari, hal
inilah yang terjadi di banyak tubuh perbakkan pada
tahun 1997 dimana banyak bank umum yang dilikuidasi
oleh BI dikarenakan likuiditasnya berada dibawah
standar BI.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Penghimpunan Dana Bank
Untuk menopang kegiatan bank sebagai penjual uang
(memberikan pinjaman), bank harus lebih dahulu membeli
uang (menghimpun dana) sehingga dari selisih bunga yang
didapat maka bank mendapat keuntungan. Penghimpunan
dana ini terdapat pada sumber-sumber dana bank. Sumber
dana ini merupakan sumber dana dari modal sendiri.
Modal sendiri maksudnya adalah modal setoran dari para
pemegang sahamnya. Apabila saham dalam portepel belum
habis terjual, sedangkan kebutuhan dana masih perlu,
maka pencariannya dapat dilakukan dengan menjual saham
kepada pemegang saham lama. Akan tetapi jika tujuan
perusahaan untuk melakukan ekspansi, maka perusahaan
dapat mengeluarkan saham baru dan menjual saham baru
tersebut di pasar modal. Di samping itu, pihak
perbankan dapat pula menggunakan cadangan-cadangan laba
yang belum digunakan. Secara garis besar dapat
disimpulkan pencarian dana sendiri terdiri dari :
a. Setoran modal dari pemegang saham, maksudnya
adalah setoran para pemegang saham lama.
b. Cadangan-cadangan bank, maksudnya adalah
cadangan-cadangan laba pada tahun lalu yang
tidak dibagi kepada para pemegang sahamnya.
Cadangan ini sengaja disediakan untuk
mengantisipasi laba tahun yang akan datang.
c. Laba bank yang belum dibagi, merupakan laba
yang memang belum dibagikan pada tahun yang
bersangkutan sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai modal untuk sementara waktu.
Keuntungan dari sumber dana sendiri adalah tidak
perlu membayar bunga yang relatif lebih besar daripada
jika meminjam ke lembaga lain. Sumber yang kedua adalah
dana yang berasal dari masyarakat Sumber dana ini
merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi
bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu
membiayai operasinya dari sumber dana ini. Pencarian
dana dari sumber ini relatif paling mudah jika
dibandingkan dengan sumber lainnya dan pencarian dana
dari sumber dana ini paling dominan, asalkan bank dapat
memberikan bunga dan fasilitas menarik lainnya. Akan
tetapi pencarian sumber dana dari sumber ini relatif
lebih mahal jika dibandingkan dari dana sendiri. Adapun
sumber dana dari masyarakat luas dapat dilakukan dalam
bentuk :
1. Rekening giro (demand deposit) yaitu simpanan
yang penarikannya setiap saat dengan cek,
bilyet giro atau tunai.
2. Rekening tabungan (saving deposit) dana yang
penarikannya dengan syarat tertentu ( buku
tabungan, atm, dll) dan tidak dengan cek atau
bilyet giro.
3. Rekening deposito (time deposit) yaitu simpanan
yang penarikannya hanya saat jatuh tempo sesuai
kesepakatan, yang berasal dari nasabah atau
perorangan.
4. Deposito yang tidak ditransaksikan merupakan
sumber utama pendanaan bank. Pemilik tidak
dapat menuliskan cek pada deposito yang tidak
ditransaksikan. Ada dua jenis deposito yang
tidak dapat ditransaksikan yaitu tabungan dan
deposito berjangka
Di mana rekening giro merupakan dana murah bagi
bank karena bunga atau balas jasa yang dibayar paling
murah jika dibandingkan rekening tabungan dan rekening
deposito yang ditanggung oleh bank dengan bunga dan
pengembalian yang cukup tinggi. Dana-dana seperti
inilah yang ditargetkan oleh bank harus lebih tinggi
daripada beberapa sumber dana yang lain agar keuntungan
bank dapat dimaksimalkan tanpa mengecewakan nasabah.
Sumber dan yang ketiga adalah dana yang bersumber
dari lembaga lainnya. Sumber dana yang ketiga ini
merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam
pencarian sumber dana pertama dan kedua di atas.
Pencarian dari sumber dana ini relatif mahal dan
sifatnya hanya sementara waktu saja. Kemudian dana yang
diperoleh dari sumber ini digunakan untuk membiayai
atau membayar transaksi-transaksi tertentu. Perolehan
dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari :
a. Kredit likuiditas dari Bank Indonesia
Merupakan kredit yang diberikan bank Indonesia
kepada bank-bank yang mengalami kesulitan
likuiditasnya. Kredit likuiditas ini juga
diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor
tertentu.
b. Pinjaman antar bank (call money)
Biasanya pinjaman ini diberikan kepada bank-
bank yang kalah kliring sehingga membutuhkan
dana yang cukup besar dalam tempo yang mendesak
sehingga mengharuskan bank meminjam kepada bank
lain dengan jangka waktu pengembalian yang
pendek serta tingkat pengembalian bunga yang
cukup tinggi.
c. Pinjaman antar bank melalui interbank call money
market
Pinjaman ini bersifat jangka pendek berupa
pinjaman dari bank lain melalui interbank call money
market dengan bunga yang relatif tinggi.
Pinjaman antar bank ini berbeda dengan call
moneykarena pinjaman ini dilakukan bukan untuk
memenuhi kebutuhan dana mendesak dalam jangka
pendek, melainkan untuk memenuhi suatu
kebutuhan dana yang lebih terencana dalam
rangka pengembangan usaha atau meningkatkan
penerimaan bank.
d. Pinjaman dari luar negeri
Merupakan pinjaman yang diperoleh oleh
perbankkan dari pihak luar negeri. Sebagai
contoh: Bank mendapatkan dana dari meminjam
kepada the Federal Reserve System (Bank Sentral AS), the
Federal Home Loan Bank, atau bank lain dan
perusahaan.
e. Surat berharga pasar uang (SBPU)
Dalam hal ini pihak perbankan menerbitkan SBPU
kemudian diperjualkan kepada pihak yang
berminat, baik perusahaan keuangan maupun
nonkeuangan.
3.2 Penyaluran Dana Bank
Dana yang berhasil dihimpun oleh bank akan menjadi
beban apabila dibiarkan saja tanpa ada alokasi
penggunaan dana tersebut yang produktif. Bank berusaha
mengalokasikan dananya dalam bentuk beberapa aktiva
dengan berbagai macam pertimbangan.
Ada 3 hal yang yang selalu diperhatikan bank yaitu
; Resiko, hasil , jangka waktu dan likuiditas.Secara
lebih rinci alokasi dana yang telah berhasil dihimpun
oleh bank didapat dalam bentuk:
1. Cadangan Likuiditas yaitu aktiva yang ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka
pendek dan resiko dari aktiva ini tergolong
rendah bahkan terkadang aktiva ini disebut
aktiva yang tidak produktif (idle fund). Cadangan
likuiditas terdiri dari 2 kategori yaitu :
cadangan primer (primary reserves) dan cadangan
sekunder.
2. Penyaluran kredit merupakan salah satu dari
cara bank menyalurkan dana yang didapatnya.
Penyaluran kredit ini tergolong aktiva
produktif atau tingkat penerimaannya tinggi
tetapi resiko dari pernyaluran kredit ini juga
tergolong tinggi dibanding yang lain.
3. Investasi yang dilakukan bank termasuk ke dalam
cara bank menyalurkan dananya ke beberapa
bidang atau proyek yang sedang berjalan maupun
yang akan dilakukan melalui keikutsertaan bank
di dalam kepemilikan saham. Investasi ini dapat
berupa penerimaan dana dalam bentuk surat-surat
berharga jangka pendek dan panjang, atau berupa
penyertaan langsung pada badan usaha lain
(saham). Bentuk surat berharga berupa saham dan
obligasi. Tentang penyertaan langsung
berdasarkan UU no 7 tahun 1992 bank hanya boleh
melakukan penyertaan pada dua jenis badan usaha
yaitu lembaga keuangan dan debitor yang
kreditnya macet dan penyertaannya bersifat
sementara. Resiko investasi tergolong tinggi
karena aktiva ini termasuk aktiva yang
produktif.
4. Bank dapat menyalurkan dananya untuk aktiva
tetap dan inventaris. Aktiva ini tergolong
aktiva yang tidak produktif tetapi beresiko
sangat tinggi namun bank harus tetap
mengalokasikan dananya pada aktiva ini karena
bank harus mempunyain inventaris kantor dan
dengan mengalokasikannya diharapkan gambaran
masyarakat terhadap bank dapat lebih baik.
Produk-Produk Bank Dalam Penyediaan Jasa
Dalam rangka menambah sumber-sumber penerimaan
bagi bank serta untuk memberikan pelayanan kepada
nasabahnya, bank menyediakan berbagai bentuk jasa.
Penerimaan atau income yang berasal dari pemberian
jasa-jasa ini desebut fee-based income.
Bentuk- bentuk jasa yang ditawarkan bank antara
lain adalah :
1. Pengiriman uang,
2. Letter of credit,
3. Surat kredit yang diberikan kepada para
eksportir dan importir yang digunakan untuk
melakukan pembayaran atas transaksi ekspor-
impor yang mereka lakukan,
4. Bank garansi, jaminan bank yang diberikan
kepada nasabah dalam rangka membiayai suatu
usaha,
5. Kliring dan inkaso, penagihan warkat atau surat
berharga yang berasal dari dalam kota sedangkan
inkaso penagihan warkat dari luar kota,
6. Kartu kredit dan Kartu Debet(ATM),
7. Money changer
8. Traveller’s check, cek perjalanan yang biasa
digunakan oleh turis atau wisatawan. Cek wisata
ini dapat digunakan untuk pembayaran ditempat-
tempat tertentu seperi hotel, supermarket, dll.
9. Telebanking,
10. Custodian,
11. Wali amanat,
12. Standing order, dan
13. Safe deposit box, pemberian pelayanan
penyewaan box atau kotak pengaman tempat
penyimpanan surat-surat berharga milik nasabah.
3.3 Kredit Bank Di Indonesia
1. Kredit Bank Masa Kolonial Hingga Masa Kemerdekaan
Pada perkembangan awal penyediaan kredit oleh
bank, sebelum lahirnya “Algemene Volkscredietbank” (“A. V.
B.”), perkreditan rakyat mencakup kelompok-kelompok
lembaga sebagai berikut: lumbung desa, bank desa dan
bank kredit rakyat (volkscredietbank). Di atasnya, “Centrale
Kas” berfungsi sebagai instansi penilik dan pembina,
serta sebagai pusat keuangan.Fungsi bank-bank rakyat
adalah menyediakan kredit untuk kebutuhan-kebutuhan
penduduk petani. Yang dimaksudkan tidaklah pertama-
pertama kredit pertanian dalam arti yang sebenarnya,
melainkan kredit yang diberikan kepada petani. Sebab,
tidaklah banyak gunanya untuk mengadakan perbedaan
antara kredit produksi dan kredit konsumsi.
Sudah tentu, sebagian dari kredit yang diberikan
itu, dengan sendirinya digunakan untuk menutup biaya
menggarap lahan, membeli bibit padi, peralatan
pertanian dan pupuk, menyewa atau membeli tanah dan
ternak—semua pengeluaran yang berkaitan dengan usaha
tani. Tetapi, sebagian besar dari kredit itu juga
digunakan untuk tujuan-tujuan yang bersifat konsumsi
semata-mata: untuk kebutuhan hidup pada masa paceklik,
membeli pakaian, perabot rumah, dan sebagainya.Selain
kredit untuk golongan petani, juga disediakan pinjaman
bagi mereka yang lebih terlibat dalam perdagangan dan
industri: baik mereka yang hidup dalam lingkungan desa
mau menyediakan apa yang dinamakan
“Middenstandscrediet” (kredit golongan menengah).
Secara relatif kredit ini lebih sering dijumpai di Luar
Jawa daripada di pulau Jawa sendiri pada masa itu.
Selanjutnya bank-bank rakyat (sesudah tahun 1934
menjadi kantor-kantor “A. V. B.” setempat) juga
menyediakan kredit bagi golongan amtenar (pegawai
negeri), kaum pensiunan, dan karyawan swasta.Bentuk-
bentuk kredit yang paling lazim diberikan oleh bank-
bank rakyat (di kemudian hari, dengan tampilnya
“A.V.B.”, bentuk-bentuk kredit itu juga menjadi lebih
beragam) adalah pinjaman musiman dan pinjaman angsuran.
Pinjaman musiman adalah pinjaman yang dibayar kembali
sesudah satu kali atau beberapa kali panen. Sebaliknya,
pinjaman angsuran pelunasannya dilakukan dalam 10
sampai 20 cicilan bulanan, Kredit yang diberikan oleh
bank rakyat pada pokoknya merupakan kredit pribadi
(persoonlijk crediet). Jaminan (agunan) hanya disyaratkan
bagi kredit-kredit yang lebih besar dengan jangka waktu
yang lebih lama.Seperti diketahui, ketika dulu orang
mendirikan lembaga-lembaga kredit desa, titik tolaknya
adalah pemikiran untuk menjadikannya sebagai lembaga-
lembaga kredit rakyat yang sesungguhnya didasarkan atas
asas-asas koperasi. Dalam pertumbuhan selanjutnya,
sifat koperatif itu harus terus dikembangkan. De Wolff
van Westerrode, Bapak dinas perkreditan rakyat, adalah
orang yang sangat mengagumi sistemRaiffeisen, dan ingin
menerapkannya dalam masyarakat Indonesia untuk
meringankan kesulitan kredit, yang jelas dirasakan oleh
penduduk. Tetapi, karena berbagai keadaan, organisasi
kredit itu telah mengalami suatu perubahan arti bagi
penduduk: badan-badan perkreditan rakyat itu lama-
kelamaan lebih merupakan “Popular banks” daripada “People’s
banks”.
Pemberian kredit murah itu dianggap sebagai suatu
cara yang ampuh untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia, dan orang ingin menerapkan cara
ini dengan segera dan pada skala yang besar. Untuk
tujuan itu maka dari pihak atas dibentuklah sebuah
organisasi perkreditan rakyat sebagai suatu lembaga
pemerintah. Keuntungannya, dengan demikian terbukalah
kemungkinan untuk memberi bantuan pada skala yang luas
dan untuk mencapai hasil-hasil yang besar (setidak-
tidaknya secara kualitatif) dalam waktu yang relatif
singkat; tetapi, di lain pihak ada hal-hal yang sangat
merugikan yang melekat pada suatu lembaga yang
dipaksakan di atas. Pimpinannya berada di tangan orang-
orang yang hidup di luar lingkungan sosial dan ekonomis
yang sebenarnya di mana organisasi itu harus bekerja;
bank-bank kredit bekerja secara massal dan kaku;
penduduk tidak merasakannya sebagai lembaga-lembaga
mereka sendiri di mana mereka dapat ikut bicara.
Cramer menutup tinjauannya dalam tahun 1929 dengan
kata-kata “Perkreditan rakyat masih jauh dari sempurna.
Dari segi kuantitatif, hasil-hasil yang telah dicapai
dapat dikatakan besar, dari segi kualitatif kita tidak
dapat mengetahuinya dengan tepat. Cita-cita yang telah
dibayangkan oleh para pendirinya, untuk meningkatkan
dengan nyata kesejahteraan penduduk melalui perkreditan
rakyat, tidak tercapai.” Memang ia menunjukkan bahwa,
bagaimanapun, kemunduran kesejahteraan telah dapat
dihindari, melalui pemberian kredit murah secara besar-
besaran. Namun demikian, ia menganggap lembaga-lembaga
kredit desa, meski bersifat lembaga pihak berwajib,
sangat penting bagi masa depan; peran badan-badan itu
akan semakin besar, dengan semakin besarnya
diferensiasi yang akan timbul nanti dalam masyarakat
Indonesia.
Dalam tahun-tahun depresi Indonesia di awal
kemerdekaan, Seorang tokoh ekonomi Indonesia, R. M.
Margono Djojohadikoesoemo dalam hubungannya dengan
bank-bank desa, menulis: “ Dari segi pemberian kredit
secara massal, organisasi yang sudah ada itu memang tak
banyak celanya, tetapi jika cara itu digunakan terus,
kita hanya akan menuju suatu perkembangan bank desa
dari segi kuantitatifnya saja, sedangkan kualitasnya,
jika tidak terdesak, akan tetap saja pada tingkat yang
sama”. Hampir dua dasawarsa setelah kata-kata itu
ditulis, dapat dilihat bahwa kualitas kredit yang
diberikan oleh bank-bank desa selama eksistensi mereka
tetap berada dalam batas-batas yang sempit dan menurut
skema-skema tertentu; kredit-kredit jangka pendek
dengan angsuran mingguan merupakan hidangan utamanya.
Dengan kata lain: kredit yang diberikan oleh bank
desa tetap saja merupakan kredit statis, artinya,
kredit yang bertujuan mempertahankan suatu tingkat
kesejahteraan yang sudah dicapai. Jadi, ia tidak
berkembang menjadi suatu kredit dinamis, artinya,
kredit yang bertujuan menaikkan tingkat kesejahteraan.
Prof. Gonggrijp merumuskannya sebagai
berikut: “Dengan pemberian kredit dalam arti statis
ini, mungkin saja lumbung-lumbung desa, bank-bank desa
yang kecil dan rumah-rumah gadai sudah merasa puas,
tetapi bank-bank rakyat tidak boleh. Mereka tidak hanya
harus memikirkan akibat-akibat dari kegiatan
perkreditannya yang aktif di dalam lingkungan pribumi
(dan Cina), tetapi juga harus berusaha menggiatkan
kehidupan ekonomi di dalam lingkungan itu, dengan kata
lain, harus bekerja dalam arti dinamis.”
Selain itu, tinjauan-tinjauan di atas mendukung
pernyataan penulis bahwa: “Kredit itu sendiri tidak
pernah menyebabkan dinamisasi kegiatan ekonomi, tetapi
kredit yang diorganisasi dengan baik memang merupakan
suatu syarat untuk itu”. Sebab, tidak dapat disangkal
lagi, bahwa dorongan yang pertama timbul dari golongan-
golongan industri yang bersangkutan itu sendiri
(walaupun dengan bantuan dan penyluhan dari dinas-dinas
pemerintah).
Akan tetapi, dari pihak lain, juga tidak dapat
disangkal bahwa perkembangan industri kerajinan dalam
berbagai cabang-cabangnya tak akan sampai mengalami
perkembangan secepat itu, seandainya “A. V. B.” dengan
seluruh organisasinya dan perlengkapan usahanya yang
baik tidak bersiap-siap untuk memberikan bantuan yang
diperlukan. Sebab, pemberian kredit untuk berbagai
tujuan yang khusus itu sering kali mempunyai sifat
eksperimental dan pada dasarnya merupakan suatu upaya
rintisan. Ia memungkinkan dinas-dinas lain melakukan
pekerjaan sosial-ekonomisnya yang penting, atau
setidak-tidaknya sangat mempermudahnya. Jelaslah bahwa
pemberian kredit seperti itu hanya dapat ditangani oleh
suatu usaha yang dipimpin secara sentral, yang dapat
mengandalkan pengalaman dalam berbagai bidang, dan
memiliki data yang lengkap untuk memilih jalan yang
tepat.
2. Kredit Bank Masa Modern
Pada dasarnya dalam lingkup makro,
penyaluran kredit yang tepat akan dapat memperkuat
struktur perekonomian nasional. Penyaluran kredit
kepada pihak-pihak yang ingin mengembangkan usahanya
seperti halnya pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) dapat menghasilkan peluang-peluang baru bagi
banyak orang. Mulai dari terbukanya lapangan kerja
sampai dengan peningkatan keuntungan yang berdampak
kepada peningkatan penghasilan karyawan. Hal-hal inilah
yang dapat mendukung peningkatan pendapatan perkapita
nasional, dan tentunya dapat memperkuat struktur
perekonomian nasional.
Kredit yang dimaksud disini adalah pemberian
fasilitas pinjaman (bukan berdasarkan prinsip syariah)
kepada nasabah, baik berupa fasilitas pinjaman tunai
(cash loan) maupun pinjaman non tunai (non cash loan).
Hal yang selalu diperhatikan oleh bank untuk memberikan
kredit kepada setiap nasabahnya di antaranya terdiri
dari beberapa aspek pertimbangan bank, seperti
perizinan dan legalitas. Contohnya : IMB (Izin
Mendirikan Bangunan), angka pengenal eksportir
terbatas, surat izin tempat usaha, surat izin usaha
jasa konstruksi, sertifikat tanah, dan tanda daftar
perusahaan.
Unsur-Unsur Kredit
Ada beberapa unsur yang terkandung dalam pemberian
suatu fasilitas kredit :
a. Kepercayaan
Dimana pihak perbankan memiliki kepercayaan
terhadap pihak peminjam, kepercayaan ini dapat
diperoleh pihak bank bila telah melakukan
analisis pada saat mengajukan proposal, sesuai
dengan prosedur terhadap pihak peminjam.
b. Kesepakatan
Pada saat proposal pengajuan kredit telah
disetujui oleh pihak bank yang bersangkutan
maka selanjutnya dilakukan kontrak kesepakatan
dan ditandatangani oleh pihak bank dan pihak
peminjam.
c. Jangka waktu
Setiap kredit yang diajukan pasti terdapat
jangka waktu tertentu, hal ini akan disesuaikan
dengan jangka waktu yang telah disepakati pada
saat kontrak kesepakatan. Jangka waktu dapat
berbentuk jangka pendek, jangka menengah
ataupun jangka panjang.
d. Resiko
Semakin panjang waktu pinjaman maka akan
membuat pengembalian pokok dan bunganya jauh
lebih besar bila kita memilih jangka pendek
karena hal ini akan berkaitan dengan resiko
tidak tertagihnya kredit. Sebab sejauh ini yang
menanggung resiko adalah pihak bank.
e. Balas jasa
Balas jasa didalam bank umum adalah berupa
bunga dan biaya administrasi. Hal ini merupakan
keuntungan yang dapat diperoleh oleh pihak
bank.
3.4 Jenis-Jenis Kredit
Ada beberapa macam kredit yang di berikan oleh
bank umum dan bank perkreditan rakyat untuk masyarakat
terdiri dari beberapa jenis :
1. Dilihat dari jenis kegunaannya
a. Kredit investasi
Kredit investasi adalah kredit yang digunakan
untuk pengadaan barang modal jangka panjang
untuk kegiatan usaha nasabah yang sifatnya
jangka panjang. Kredit ini diberikan kepada
perusahaan yang baru akan berdiri atau memulai
bisnis baru. Contoh: untuk keperluan membangun
pabrik baru, membeli tanah untuk usaha, dan
membeli alat transportas serta alat berat.
b. Kredit modal kerja (KMK)
Kredit ini diberikan kepada perusahaan yang
telah berdiri, namun membutuhkan dana unutk
meningkatkan produksi dalam operasionalnya.
Misalnya dalam hal membayar gaji pegawai atau
untuk membeli bahan baku. KMK dibagi menjadi 2
yaitu :
KMK- Revolving, yaitu fasilitas KMK yang
ditujukan kepada nasabah didalam usaha yang
jangka panjang dan berkelanjutan jadi
apabila ingin meminjam tidak perlu
permohonan baru.
KMK- Einmaleg, yaitu kredit yang digunakan
nasabah hanya sekali dan bila bank tidak
percaya kepada debitor maka fasilitas ini
yang digunakan karena apabila ingin meminjam
debitor harus membuat permohonan baru.
c. Kredit Konsumsi
Kredit Konsumsi, adalah kredit yang digunakan
dalam rangka pengadaan barang atau jasa untuk
tujuan konsumsi dan bukan sebagai barang modal
dalam kegiatan usaha nasabah.
2. Dilihat dari segi sektor usaha
a. Kredit pertanian, diberikan untuk membiayai
sektor perkebunan atau pertanian rakyat.
b. Kredit peternakan, diberikan untuk jangka
pendek misalnya untuk peternakan ayam dan
jangka panjang misalnya untuk kambing ataupun
sapi
c. Kredit industri, diberikan untuk membiayai
industri kecil, menengah atau besar.
d. Kredit perumahan, diberikan untuk membiayai
pembangunan atau pembelian rumah.
e. Kredit usaha kecil dan mikro, kredit kepada
usaha kecil dan mikro Menurut paket kebijaksaan
29 mei 1993 dan didukung dengan surat keputusan
direksi BI no 26/24 /Kep/dir tanggal 29 mei
1993 yang dimaksud kredit untuk usaha kecil
adalah kredit yang diberikan kepada nasabah
usaha kecil dengan plafon kredit maksimum Rp
250.000.000,00 untuk membiayai usaha yang
produktif. Kredit tersebut dapat berupa kredit
investasi maupun kredit modal kerja.
Karakteristik kredit kepada usaha kecil dan mikro
secara umum adalah :
1. Memerlukan persyaratan penyerahan anggunan yang
lebih lunak.
2. Memerlukan metode monitoring kredit yang
khusus.
3. Cenderung menimbulkan biaya pelayanan kredit
yang relatif lebih tinggi.
4. Memerlukan persyaratan persetujuan kredit yang
lebih sederhana.
5. Kerjasama pemberian kredit kepada usaha kecil
dan mikro.
3. Berdasarkan Jangka Waktunya
a. Kredit Jangka Pendek >> kredit yang jangka
waktunya hingga 1 tahun, atau tidak lebih dari
1 tahun.
b. Kredit Jangka Menengah >> kredit yang jangka
waktunya antara 1 tahun hingga 3 tahun.
c. Kredit Jangka Panjang > kredit yang jangka
waktunya lebih dari 3 tahun.
4. Berdasarkan Cara Penggunaan
a. Kredit Rekening Koran Bebas >> jenis kredit
ini memberikan kebebasan kepada nasabah dalam
melakukan jumlah kredit namun disesuaikan
dengan maksimum kredit yang diberikan oleh
pihak bank. Nasabah dapat melakukan kredit
selanjutnya tanpa harus menyelesaikan terlebih
dahulu kredit yang dilakukan sebelumnya.
b. Kredit Rekening Koran Terbatas >> dalam kredit
ini nasabah hanya dapat melakukan penarikan
sesuai dengan kebutuhan usahanya. Nasabah
benar-benar diawasi oleh bank, pihak bank harus
tau secara pasti tujuan dari penarikan yang
dilakukan oleh nasabah.
c. Kredit Rekening Koran Aflopend >> dalam kredit
ini penarikan dilakukan secara sekaligus dan
pembayaran dilakukan secara berangsur.
d. Kredit Revolving >> dalam kredit ini hampir
sama dengan jenis Rekening Koran Bebas, namun
dalam jenis ini nasabah harus terlebih dahulu
melunasi kredit yang sebelumnya telah dilakukan
baru ia dapat melakukan penarikan selanjutnya.
Berbagai alternatif bentuk kerjasama yang dapat
dikembangkan oleh bank dalam penyaluran kredit kepada
usaha kecil dan mikro antara lain berupa:
Pinjaman langsung dari bank umum kepada BPR
Pembiayaan bersama (joint financing). Pembiayaan
bersama adalah pemberian kredit kepada sejumlah
nasabah oleh lebih dari satu bank dan salah
satu bank tersebut bertindak sebagai bank induk
yang bertugas mengadministrasikan kredit yang
berhubungan langsung dengan debitor.
Penyaluran kredit (channeling)
Anjak piutang (factoring)
Penerbitan SBPU Pinjaman Non Tunai (non cash loan)
3.5 Permasalahan Kredit Macet dan Cara
Menanggulangi
Untuk menghadapi permasalahan kredit macet, pihak
bank dapat menggunakan prinsip kehati-hatian sesuai
pada Bab II pasal 2 UU No.10/1998 : Perbankan Indonesia
dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi Indonesia
dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
Menurut Burhanudin Harahap, Gubernur Bank
Indonesia tahun 2005 untuk meminimalisir resiko dan
kredit macet Perbankan Nasional harus mengikuti standar
prosedur operasi yang telah ditentukan, yaitu :
1. Dalam penyaluran kredit bank harus mengikuti
standar prosedur yang disepakati
2. Bank melakukan penilaian kredit operasi secara
profesional
3. Bank tidak melanggar kebijakan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia
4. Bank harus memiliki aturan internal yang baik
Beberapa hal yang dapat diterapkan oleh perbankan
nasional dalam mencapai kondisi perkreditan yang baik
dan sehat :
1. Perencanaan kredit bertujuan untuk :
Memberikan arah pertumbuhan kredit sehingga
portofolio kredit tidak terkonsentrasi pada
jenis industri, grup, geografis, atau segmen
bisnis tertentu.
Mengantisipasi kegiatan penyaluran kredit
tidak melanggar batasan-batasan yang telah
ditetapkan pemerintah dan internasional.
Dalam perencanaan kredit terdapat Hal-hal yang
harus dipersiapkan dan direncanakan :
a. Penetapan Pasar Sasaran (target market)
Pasar sasaran (target market) adalah sekelompok
nasabah dalam industri, segmen ekonomi, dan
daerah geografis tertentuu yang memiliki
karakteristik tertentu yang dinilai perlu untuk
dibiayai oleh bank. Sebelum melakukan penetapan
pasara sasaran, pihak bank perlu untuk
melakukan penelitian terhadap potensi ekonomi
kelompok nasabah tertentu yang akan dijadikan
sasaran.
b. Kriteria Resiko
Dalam perencanaan kredit salah satu hal ynag
sangat penting untuk dilakukan adalah
menetapkan resiko yang mungkin terjadi di
setiap pasar sasaran yang telah ditetapkan.
Penetapan resiko ini juga merupakan pedoman
bagi operasi bagi seluruh karyawan dalam
melaksanakan pemberian kredit.
Criteria resiko mencakup :
Aktifitas pemasaran, dengan penetapan
standar minimal nasabah.
Tanda-tanda peringatan dini atas kondisi
keuangan nasabah yang mungkin memburuk.
Seleksi awal dalam permohonan kredit.
Penyediaan standar penerimaan yang
diharapkan dari setiap nasabah.
c. Kriteria Nasabah
Dalam penerimaan permohonan kredit pihak bank
harus dapat menentukan nasabah yang dapat
diberikan kredit, hal ini sangat penting karna
pada akhirnya nasabah inilah yang akan
menghasilkan pendapatan terhadap bank. Pihak
perbankan akan melakukan penilaian pada calon
peminjam dengan kriteria 7P, berikut
penjelasannya :
1. Personality
Personality mencakup sikap, emosi, tingkah
laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi
suatu masalah.
2. Party
Menggolongkan nasabah berdasarkan
klasifikasinya masing-masing, misalnya
nasabah yang loyal secara karakter dan
memiliki modal yang tinggi untuk penjamin
pengembalian dana kredit.
3. Purpose
Hal ini untuk mengetahui tujuan nasabah dalam
mengambil kredit, tujuan pengambilan kredit
misalnya untuk modal kerja atau investasi.
4. Prospect
Pihak bank dalam hal ini akan menilai
seberapa menguntungkan prospek usaha nasabah
yang mengajukan kredit dengan
mempertimbangkan gambaran keuntungan di masa
depan dan dengan memikirkan hal-hal apa saja
yang kemungkinan dapat menghambat
pengembalian kredit.
5. Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah
mengembalikan kredit yang telah diambil atau
dari mana saja dana untuk pengembalian
kredit.
6. Profitabilitas
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan
nasabah dalam mencari laba, apakah setiap
periode mengalami peningkatan atau tidak.
7. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha
dan jaminan mendapatkan perlindungan.
Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau
jaminan asuransi.
d. Proses analisis kredit
Proses ini harus dilakukan secara menyeluruh
dan lengkap dari informasi yang nyata dan
relevan. Analisis lain yang harus dilakukan
adalah :
1. Analisis atas nasabah perorangan atau badan
usaha yaitu informasi mengenai manajemen
perusahaan, kondisi produk, kondisi
persaingan usaha sejenis, kondisi eksternal
(kebijakan pemerintah dan peraturan yang
mengikat), penilaian agunan, dan reputasi
bisnis.
2. Analisis atas kondisi keuangan yaitu
informasi mengenai neraca, laporan rugi laba,
cash flow, dan rasio-rasio keuangan lainnya.
3. Analisis resiko berupa resiko manajemen,
resiko produk dan jasa, resiko keuangan, dan
resiko eksternal.
4. Analisis kemampuan pembayaran kewajiban
kepada pihak bank berupa net operating cash,
keuntungan perusahaan, penerimaan lain-lain,
penjualan jaminan, dan asuransi.
e. Penetapan jenis dan struktur kredit
Penetapan struktur dan jenis kredit dibuat
berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik dari
internal (pihak bank sendiri) maupun pihak
eksternal (Bank Indonesia, BPK, dll).
Pada dasarnya belum ada struktur kredit yang tetap
namun pada umumnya struktur kredit mencakup beberapa
hal berikut ini :
Nama peminjam
Jumlah kredit
Jenis kredit
Tujuan pengajuan kredit
Jangka waktu
Agunan
Ketersediaan dana
Tingkat suku bunga dan denda
Provisi
Commitment fee
3.6 Syarat dan Ketentuan serta Alur Pemberian
Kredit
Syarat dan ketentuan kredit ini digunakan bank
untuk mengamankan dana yang diserahkan kepada nasabah,
dan tentu saja untuk meminimalisir resiko yang mungkin
terjadi. Umumnya syarat dan ketentuan kredit terbagi
menjadi 2, yaitu :
Sebelum Pencairan Kredit : penyerahan agunan,
asuransi, dan sebagainya
Setelah Pencairan Kredit : pengiriman laporan
keuangan, dan sebagainya.
a. Pelaksanaan perjanjian kredit
Perjanjian kredit biasa disebut juga akad
kredit yaitu merupakan bentuk kesepakatan
antara nasabah dengan pihak bank dan
dilakukan setelah terjadi keputusan pemberian
kredit. Perjanjian kredit dilakukan secara
tertulis dengan bentuk dan format sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
b. Pengawasan kredit
Pengawasan kredit selain merupakan tuntutan
bisnis, juga bertujuan untuk memenuhi
informasi kredit yang dibutuhkan oleh pihak
intern. Pihak intern adalah pihak didalam
bank itu sendiri. Pihak ekstern adalah pihak
diluar bank, seperti Bank Indonesia,
fungsinya untuk menilai tingkat kesehatan
bank dan pengawasan. Pihak ekstern lainnya
seperti Departemen Keuangan, Badan Pemeriksa
Keuangan, audit, dan pihak-pihak lain yang
berkaitan dengan perbankan.
Pengertian Pengawasan Kredit : Usaha
penjagaan dan pengamanan dalam usaha
pengelolaan kekayaan bank dalam bentuk
perkreditan yang lebih baik dan efisien,
guna menghindarkan terjadinya penyimpangan
dengan cara mematuhi kebijakan perkreditan
yang telah ditetapkan serta mengusahakan
penyusunan administrasi yang benar.
Fungsi Pengawasan Kredit : Berfungsi
mengetahui secara dini penyimpangan yang
terjadi atas pemberian kredit pada
nasabah. Dengan adanya pengawasan bank
dapat melakukan langkah-langkah yang tepat
dan cepat dalam perbaikannya.
Cara Melakukan Pengawasan :
1) Secara administratif : monitoring yang
dilakukan dengan menggunakan segala informasi
yang tersedia, baik catatan yang tersedia
maupun informasi lainnya.
2) Secara Fisik : monitoring yang dilakukan
dengan kunjungan langsung ke lokasi usaha atau
tempat lain yang berkaitan dengan fasilitas
kredit yang diberikan oleh bank. Pengawasan ini
biasanya dilakukan secara berkala.
1. Jaminan Kredit
Dalam melakukan peminjaman, pihak peminjam
dapat memberikan jaminan atau tanpa jaminan.
Namun di Indonesia pihak bank selama ini masih
memberikan pinjaman dengan jaminan sedangkan
untuk pinjaman tanpa jaminan belum lazim
diterapkan di Indonesia. Adapun jaminan yang
dapat dijadikan jaminan kredit oleh calon bank
yang akan memberikan pinjaman adalah sebagai
berikut :
a. Jaminan benda berwujud yaitu barang-barang
yang dapat dijadikan jaminan seperti :
Tanah
Bangunan
Kendaraan bermotor
Mesin-mesin
Barang dagangan
Tanaman
b. Jaminan benda tidak berwujud yaitu benda
yang merupakan surat-surat yang dijadikan
jaminan seperti :
Sertifikat Saham
Sertifikat Obligasi
Sertifikat Deposito
Wesel
c. Jaminan Orang
Orang atau lembaga yang memberikan jaminan
kepada seseorang yang akan melakukan
pinjaman. Dimana orang atau lembaga yang
memberikan jaminan memiliki nama baik atau
perusahaan yang bonafit, sehingga bank
menjadi percaya untuk memberikan pinjaman
kepada orang yang diberi jaminan tersebut.
2. Tanpa Jaminan
Kredit yang diberikan kepada perusahaan yang
telah loyal kepada bank yang akan mengeluarkan
pinjaman selain itu perusahaan tersebut adalah
perusahaan yang bonafit.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penghimpunanan dana adalah kegiatan usaha yang
utama dari suatu bank adalah penghimpunan dan
penyaluran dana. Penyaluran dana dengan tujuan untuk
memperoleh penerimaan akan dapat dilakukan apabila dana
telah dihimpun. Penghimpunan dana dari masyarakat perlu
dilakukan dengan cara-cara tertentu sehingga efisien
dan dapat disesuaikan dengan rencana penggunaan dana
tersebut.
Sedangkan definisi penyaluran dana adalah menjual
kembali dana yang diperoleh dari penghimpunan dana
dalam bentuk simpanan. Dalam penyaluran dana ini, pihak
bank harus memiliki strategi yang mumpuni untuk
menyalurkan dananya ke masyarakat melalui alokasi yang
strategis sehingga keuntungan yang didapat bisa
dimaksimalkan. Tujuan bank dari pengalokasian dana
adalah memperoleh keuntungan semaksimal mungkin.
4.2.............................................S
aran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kritik dan saran kami perlukan dari pembaca agar
makalah ini menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Arthesa, Ade dan Handiman Edia, Bank danLembaga Keuangan, Jakarta: Indeks, 2009
Djojohadikusumo, Sumitro. Kredit Rakyat Di MasaDepresi, Jakarta: LP3ES, 1989.
Kasmir. Pemasaran Bank, Edisi 2, Jakarta: Kencana,2004