HAKIKAT EKONOMI SYARIAH (LANDASAN, PENGERTIAN DAN TUJUAN) Sumber Dan Norma Ekonomi Syariah Pada...

16
HAKIKAT EKONOMI SYARIAH (LANDASAN, PENGERTIAN DAN TUJUAN) Sumber Dan Norma Ekonomi Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah (Bank, Non-Bank) Oleh: Firdauska Darya Satria 1 Email: [email protected] ABSTRAK Sistem ekonomi syariah hadir dengan mengedepankan prinsip Islam yang segala jenis aturan dan praktiknya terikat dengan hukum-hukum syariah. Dengan hadirnya lembaga keuangan syariah (bank dan non-bank), lembaga tersebut memiliki tugas untuk menjadi role model dalam membentuk sistem perekonomian syariah yang memiliki nilai lebih dan mampu bersaing dengan sistem perekonomian konvensional. Untuk membedakan ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional, diperlukan penjelasan dan pemahaman tentang hakikat ekonomi tersebut melalui landasan, pengertian, dan tujuan dari ekonomi syariah. Tidak hanya sebagai ilmu ekonomi secara praktis, ekonomi syariah secara moral juga memiliki sumber dan norma yang berdimensi keagamaan dalam pengelolaan berbagai transaksi, sumber daya, maupun distribusi penghasilan diantara masyarakat yang tercermin dalam produk-produk ekonomi yang dijalankan melalui lembaga syariah. Kata kunci: ekonomi, syariah, hakikat, norma, lembaga keuangan syariah A. PENDAHULUAN Mengutip dari pendapat Sayyid Qutub mengenai sistem perekonomian yang berkembang di dunia barat (Amerika Serikat); this country of mass production, immense wealth and easy pleasures. I have seen them [Americans] a helpless prey in the clutches of nervous diseases in spite of all their grand appearances . . . They are like machines swirling round madly, aimlessly into the unknown . . . That they produce a lot there is no doubt. But to what aim is this mad rush? For the mere aim of gaining and production. The human element has no place if their life is neglected . . . Their life is an everlasting windmill which grinds all in its way: men, things, places and time . . . What is the medicine to all this imbroglio? A peaceful heart, a serene soul, the pleasure which follows strenuous work, the relation of affection between men, the cooperation of friends. 2 Sayyid Qutub berpendapat bahwa pada sistem perekonomian negara tersebut, para pelaku industri berlomba untuk mengumpulkan aset dan melahirkan hasil produksi sebanyak-banyaknya. Masyarakat mulai bergerak secara sporadis untuk memenuhi 1 Mahasiswa Magister Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, 2015. 2 Trip, Charles. 2006. Islam and the Moral Economy. USA: Cambridge University Press, hal 48.

Transcript of HAKIKAT EKONOMI SYARIAH (LANDASAN, PENGERTIAN DAN TUJUAN) Sumber Dan Norma Ekonomi Syariah Pada...

HAKIKAT EKONOMI SYARIAH (LANDASAN, PENGERTIAN DAN TUJUAN)

Sumber Dan Norma Ekonomi Syariah

Pada Lembaga Keuangan Syariah (Bank, Non-Bank)

Oleh: Firdauska Darya Satria1

Email: [email protected]

ABSTRAK

Sistem ekonomi syariah hadir dengan mengedepankan prinsip Islam yang segala jenis

aturan dan praktiknya terikat dengan hukum-hukum syariah. Dengan hadirnya lembaga

keuangan syariah (bank dan non-bank), lembaga tersebut memiliki tugas untuk menjadi

role model dalam membentuk sistem perekonomian syariah yang memiliki nilai lebih dan

mampu bersaing dengan sistem perekonomian konvensional. Untuk membedakan

ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional, diperlukan penjelasan dan pemahaman

tentang hakikat ekonomi tersebut melalui landasan, pengertian, dan tujuan dari ekonomi

syariah. Tidak hanya sebagai ilmu ekonomi secara praktis, ekonomi syariah secara

moral juga memiliki sumber dan norma yang berdimensi keagamaan dalam pengelolaan

berbagai transaksi, sumber daya, maupun distribusi penghasilan diantara masyarakat

yang tercermin dalam produk-produk ekonomi yang dijalankan melalui lembaga

syariah.

Kata kunci: ekonomi, syariah, hakikat, norma, lembaga keuangan syariah

A. PENDAHULUAN

Mengutip dari pendapat Sayyid Qutub mengenai sistem perekonomian yang

berkembang di dunia barat (Amerika Serikat);

this country of mass production, immense wealth and easy pleasures. I

have seen them [Americans] a helpless prey in the clutches of nervous

diseases in spite of all their grand appearances . . . They are like

machines swirling round madly, aimlessly into the unknown . . . That

they produce a lot there is no doubt. But to what aim is this mad rush?

For the mere aim of gaining and production. The human element has no

place if their life is neglected . . . Their life is an everlasting windmill

which grinds all in its way: men, things, places and time . . . What is the

medicine to all this imbroglio? A peaceful heart, a serene soul, the

pleasure which follows strenuous work, the relation of affection between

men, the cooperation of friends. 2

Sayyid Qutub berpendapat bahwa pada sistem perekonomian negara tersebut, para

pelaku industri berlomba untuk mengumpulkan aset dan melahirkan hasil produksi

sebanyak-banyaknya. Masyarakat mulai bergerak secara sporadis untuk memenuhi

1 Mahasiswa Magister Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, 2015. 2 Trip, Charles. 2006. Islam and the Moral Economy. USA: Cambridge University Press, hal 48.

2

kebutuhan hidup individu masing-masing yang kemudian mengakibatkan terjadinya

suatu kekacauan moral akibat dari pemenuhan hajat hidupnya masing-masing. Harta dan

kekayaan tidak lagi menjadi sumber kedamaian, melainkan berbalik menjadi sumber

penyakit moral yang perlu untuk ditanggulangi.

Gambaran perilaku masyarakat diatas adalah merupakan fenomena yang

terdapat pada masyarakat dunia Barat yang menerapkan sistem ekonomi

konvensional, lebih detailnya ialah sistem ekonomi kapitalis. Suatu sistem

ekonomi yang secara teoritis dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi

masyarakat, tetapi pada fakta yang terjadi di lapangan bermunculan dampak buruk

dari sistem tersebut.

Sedangkan pada konsep syariah, harta dan kekayaan dipandang bukanlah

sebagai suatu tujuan dari upaya aktifitas kehidupan manusia (tasharruf),

melainkan sebagai suatu bentuk titipan dari Tuhan, dan manusia hanya

bertanggung jawab dalam pengelolaan segala bentuk sumber daya (asset) dan

keuntungan (profit) dalam rangka beribadah dan menjalankan syariah secara

menyeluruh pada sendi-sendi kehidupan manusia.

Oleh karena itu, Islam memandang kekayaan tidak hanya sebagai

pemenuhan kebutuhan manusia secara individu semata, melainkan juga

mengharuskan adanya distribusi pendapatan secara adil bagi setiap orang sebagai

bentuk tanggung jawab moral antara sesama manusia.

Berbeda dengan paradigma ekonomi kapitalis dan sosialis, kemunculan

ekonomi Syariah seolah tampak sebagai suatu bentuk kombinasi yang

menggabungkan keunggulan antara ekonomi kapitalis dan sosialis lalu

menghindarkan sisi negatif yang ditimbulkan dari kedua sistem ekonomi tersebut.

Ekonomi Syariah seolah muncul sebagai sistem ekonomi hybrid, yang memiliki

dimensi tersendiri yang tidak dimiliki oleh ekonomi kapitalis maupun ekonomi

sosialis, yaitu dimensi ketuhanan. Dimana setiap aktivitas perekonomian

senantiasa dikaitkan dengan aspek-aspek keimanan dan ketakwaan yang

bersumber dari wahyu Tuhan.

B. PEMBAHASAN

1. Hakikat ekonomi syariah (landasan, pengertian dan tujuan)

3

Sebagai upaya dalam mengungkap hakikat dari ekonomi syariah, maka dilakukan

pendekatan dengan cara menelaah landasan, pengertian dan tujuan dari ekonomi syariah.

a. Landasan ekonomi syariah

Landasan merupakan hal yang menjadi tempat darimana sesuatu berangkat.

Sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan (sains) modern, maka ilmu ekonomi syariah

merupakan suatu kebangkitan (emergence) dalam dunia sains Islam di abad ke-20 oleh

para intelektual muslim guna melawan hegemoni perekonomian konvensional ala Barat.

Kebangkitan tersebut sebagai upaya umat muslim untuk terlepas dari sistem

perekonomian yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang terdapat pada

negara-negara Islam.

Sebagai produk pemikiran warisan keilmuan pemikir dan filsuf muslim pada

zaman kejayaan Islam (abad ke-7 s/d ke-13 Masehi), maka ekonomi syariah merupakan

suatu bentuk aplikasi nilai-nilai syariah dalam interaksi masyarakat terkait kepemilikan

dan pemerataan harta benda berdasarkan Quran dan Hadits sebagai bentuk ketakwaan dan

keimanan. Para ulama dan fuqaha mentransformasikan kaidah-kaidah fiqhiyyah ke dalam

sendi-sendi ilmu sosial masyarakat yang berkembang mengikuti perubahan zaman. Hal

ini terjadi karena Islam tidak mengenal adanya sistem yang tidak memiliki landasan

hukum3. Sistem ekonomi yang dikembangkan oleh para filsuf muslim ketika itu juga

merupakan penjabaran dari ilmu fiqh yang berkaitan dengan interaksi antar individu

(muamalah).

Pemikiran mengenai administrasi sistem khilafah tersebut berimbas juga pada

pemikiran mengenai pengaturan sumber negara. Sehingga lahirlah suatu pemikiran dalam

pengaturan sumber daya yang bersumber dari ajaran-ajaran Islam, sebagaimana

pemerintahan pada era tersebut yang melandaskan hukumnya pada hukum syariah. Dari

berbagai konsep pemikiran tersebut, maka pengaturan sumber daya, aset, kepemilikan

harta benda, hingga aktivitas ekonomi senantiasa berlandaskan syariah yang kemudian

memunculkan konsep yang dapat digeneralisir sebagai suatu bentuk perekonomian

syariah. Sehingga secara tidak langsung, landasan yang mendasari ekonomi syariah ialah

produk pemikiran dari hukum-hukum fiqh yang berkaitan dengan muamalah.

3 Ahmad, Hadrat Mirza Bashiruddin Mahmu. 2013. The Economic System of Islam. Islamabad: Islam

International Publication Ltd, Raqeem Press, hal 77.

4

.

Gambar : Islam, syariah, keuangan dan perbankan4

b. Pengertian ekonomi syariah

Pengertian ekonomi secara etimologis sebagaimana yang telah diungkapkan pada

latar belakang makalah ini adalah berasal dari bahasa Yunani oikos (rumah tangga) dan

nomos (peraturan atau hukum), sedangkan syariah merupakan istilah yang digunakan

untuk aturan-aturan yang berlandaskan hukum Islam. Sedangkan pengertian dari ekonomi

4 Lewis, Mervyn K. 2007. Handbook of Islamic Banking. USA. Edward Elgar Publishing, Inc, hal 81.

5

syariah merupakan pembahasan kaitan antara aturan-aturan dalam aktivitas pemenuhan

kebutuhan manusia dengan aturan yang bersumber dari wahyu Ilahi.

Pengertian dari ekonomi syariah akan membantu dalam memahami hakikat dari

ekonomi syariah. Mengutip dari pemikiran Taqiyudin Al-Nabhani, bahwa ilmu ekonomi

Syariah dibagi kedalam dua buah bagian5. Bagian pertama ialah bagian keilmuan yang

mempelajari tentang konsep-konsep Islam secara komprehensif yang berkaitan dengan

kepemilikan dan harta dalam kegiatan produksi barang dan jasa. Bagian ini merupakan

bagian yang universal yang diperoleh melalui pengalaman dan fakta empirik yang dapat

digeneralisasi, yaitu bagian yang tidak selalu memiliki dasar aturan yang berasal dari

wahyu Ilahi, namun dapat dilakukan selama tidak bertentangan dengan aturan yang

terdapat dalam sumber hukum Islam dan dapat diimplementasikan sebagai produk

ekonomi. Bagian ini disebut sebagai ilmu ekonomi Syariah (al-‘ilmu al-iqtishādi fi al-

islām).

Sedangkan bagian yang kedua ialah keilmuan yang mempelajari tentang hukum-

hukum syariah yang berlaku dalam masyarakat selama proses interaksi dalam perkara

kepemilikan dan harta benda. Bagian ini merupakan bagian yang terikat dengan nilai

karena diperoleh dari sumber nilai Islam, yang diperoleh dari metode deduksi hukum

syariah sebagai hukum ekonomi. Bagian ini disebut sebagai sistem ekonomi Syariah (an-

nizhām al-iqtishādi fi al-Islām)

Guna pemahaman lebih mendalam tentang pengertian ekonomi syariah, berikut

ini akan disertakan beberapa definisi ekonomi dalam Islam menurut berbagai sumber6:

1. S.M. Hasanuzzaman, “ilmu ekonomi Syariah adalah pengetahuan dan aplikasi

ajaran-ajaran dan aturan-aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam

pencarian dan eksplorasi berbagai macam sumber daya, untuk memberikan kepuasan

(satisfaction) lahir dan batin bagi manusia serta memungkinkan mereka

melaksanakan seluruh kewajiban mereka terhadap Sang Kholiq dan masyarakat

(Rahardjo, 1999: 10).”

2. M.A. Mannan, “ilmu ekonomi Syariah adalah suatu ilmu pengetahuan sosial yang

mempelajari permasalahan ekonomi dari orang-orang yang memiliki nilai-nilai

Islam. (Mannan, 1993: 19)”

5 Adinugraha, Hendri Hermawan. 2013. Norma Dan Nilai Dalam Ilmu Ekonomi Syariah, dalam Jurnal

Media Ekonomi & Teknologi Informasi Vol. 2 No.1, hal 56. 6 Ibid, hal 50.

6

3. Khursid Ahmad, “ilmu ekonomi Syariah adalah suatu upaya sistematis untuk

mencoba memahami permasalahan ekonomi dan perilaku manusia dalam

hubungannya dengan permasalahan tersebut dari sudut pandang Islam (Chapra,

2001: 121).”

4. M.N. Siddiqi, “ilmu ekonomi Syariah merupakan respon para pemikir muslim

terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada masa hidup mereka. Yang sumber

utamanya al-Qur’an dan as-Sunnah maupun akal dan pengalaman (Chapra, 2001:

121).”

5. M. Akram Khan, “ilmu ekonomi Syariah bertujuan mempelajari kesejahteraan

manusia (falah) yang dicapai dengan mengorganisir sumber-sumber daya bumi atas

dasar kerjasama dan partisipasi (Chapra, 2001: 121).”

6. Louis Cantori, “ilmu ekonomi Syariah tidak lain merupakan upaya untuk

merumuskan ilmu ekonomi yang berorientasi manusia dan berorientasi masyarakat

yang menolak ekses individualisme dalam ilmu ekonomi klasik (Chapra, 2001:

121).”

7. Munawar Iqbal, “ekonomi Syariah adalah sebuah disiplin ilmu yang menjadi cabang

dari syariat Islam. Dalam perspektif Islam, wahyu dipandang sebagai sumber utama

IPTEK (mamba’ul’ilmi). Kemudian al-Qur’an dan al-hadits dijadikan sebagai

sumber rujukan untuk menilai teori-teori baru berdasarkan doktrin-doktrin ekonomi

Syariah (Sudarsono, 2002: 12).”

Dari beberapa pengertian dan gagasan yang disebutkan oleh beberapa sumber

tersebut, masih banyak definisi lainnya yang dipaparkan oleh para pemikir dan ulama

muslim. Meskipun demikian, dari beberapa definisi yang sudah disebutkan, definisi-

definisi tersebut dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk menemukan hakikat dari

pengertian ekonomi Syariah itu sendiri. Dari definisi-definisi yang diungkapkan diatas,

dapat ditarik gagasan umum mengenai pengertian ekonomi syariah dengan ciri khas

tersendiri berupa tata-cara pemenuhan kebutuhan, tujuan dari pemenuhan kebutuhan, dan

aturan dalam pemenuhan kebutuhan yang sesuai dengan syariah.

Yakni ekonomi syariah merupakan kegiatan maupun praktek ekonomi yang

dilakukan sebagai upaya dalam pemenuhan hajat hidup masyarakat sebagai sarana

mencapai kebahagiaan (falah) di dunia dan akhirat berdasarkan syariah Islam.

7

c. Tujuan ekonomi syariah

Masyarakat hidup terdiri dari kumpulan individu yang saling bekerjasama.

Manusia senantiasa dan harus hidup berdampingan dengan manusia yang lainnya. Hal ini

disebabkan manusia tidak dapat mencukupi segala macam kebutuhan yang kompleks

dengan usaha sendiri, melainkan juga membutuhkan campur tangan orang lain dalam

memenuhi hajat hidupnya7. Sehingga upaya-upaya pemenuhan hajat tersebut menjadi

motif ekonomi yang mendasari berbagai perubahan perilaku pada masyarakat.

Tujuan dari pemenuhan hajat hidup manusia ialah untuk mencapai kebahagiaan

(Al Farabi)8, namun guna menjamin tercapainya kebahagiaan masing-masing individu

tanpa memberikan gangguan bagi individu yang lain, perlu adanya suatu tatanan

masyarakat. Tatanan masyarakat tersebut harus sesuai dan berasal dari aturan Prima

Causa yang dianggap sebagai sumber asal dari seluruh alam semesta beserta segala

hukum yang terdapat didalamnya. Sebagaimana alam semesta diatur secara hirarkis oleh

Prima Causa, maka masyarakat pun membutuhkan pengaturan yang sejenis, mengangkat

orang-orang berdasarkan posisi mereka dalam masyarakat.

Dalam pandangan dunia Islam, kebahagiaan hidup yang hendaknya dicapai oleh

manusia ialah kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Motif ekonomi yang digunakan

dalam ekonomi Syariah juga merupakan tatanan guna meraih kebahagiaan di dunia dan

akhirat. Oleh karena itu, dalam pelaksanaanya sistem ekonomi Syariah senantiasa

berlandaskan wahyu dan memiliki keterkaitan dengan hukum-hukum fiqh. Sistem

ekonomi yang dikembangkan oleh para filsuf muslim juga merupakan penjabaran dari

ilmu fiqh yang berkaitan dalam muamalah.

Berbeda dengan ilmu ekonomi konvensional yang berdasar pada tindakan

individu dengan rasionalitas yang bertujuan untuk mencapai kepuasan atau keuntungan,

ilmu ekonomi Syariah mendasarkan tindakan individu sebagai bentuk ibadah, hubungan

vertikal antara manusia dengan Sang Pencipta sebagai bentuk ketakwaan terhadap ajaran-

ajaran religius. Dalam agama Islam, ajaran yang terkandung dalam ilmu ekonomi harus

berdasarkan nilai tauhid, khilafah, dan keadilan yang dianggap sebagai nilai-nilai Islam.

7 Poli, W.I.M. 2010. Tonggak-Tonggak Sejarah Pemikiran Ekonomi. Surabaya: Brilian Internasional, hal

19. 8 Ibid.

8

Oleh Sardar, ketiga nilai tersebut didefinisikan sebagai paradigma dasar pembentuk

kerangka epistemologi nilai sains Islam9.

Dalam Economic System of Islam karangan Hadrat Mirza, sistem ekonomi

Syariah cenderung didefinisikan sebagai suatu upaya dalam pemenuhan keadilan. Dalam

konteks ekonomi, keadilan tersebut ialah pemerataan aset dan sumber daya yang ada, baik

dalam bentuk pendapatan maupun konsumsi.

Berdasarkan beberapa pendapat, ada yang beranggapan bahwa ekonomi Syariah

muncul sebagai reaksi atas sistem ekonomi konvensional yang merajalela di berbagai

negara Islam. Adapula yang berpendapat bahwa ekonomi Syariah merupakan suatu

produk pemikiran dari para cendekiawan dan pemikir muslim yang merumuskan tentang

tata cara ber-muamalah pada bidang ekonomi sesuai dengan prinsip syariah. Sedangkan

pada pandangan sejarah, ekonomi Syariah merupakan sebuah efek samping daripada

upaya para filsuf, fuqaha, dan ulama yang berupaya memberi kontribusi pemikiran dalam

mengatur tatanan masyarakat dari segi pemerintahan, sosial dan etika yang berlandaskan

dengan tuntunan syariah10. Yang dikehendaki dari tatanan tersebut ialah agar terwujudnya

pemenuhan keadilan antar anggota masyarakat secara utuh baik itu hak maupun

kewajiban sesuai dengan ajaran Islam.

Sistem ekonomi Syariah bukanlah benar-benar murni muncul sebagai sistem yang

bertujuan mengatur pengelolaan harta semata, melainkan juga sebagai suatu sistem yang

mengatur hubungan sosial antar individu dalam upaya pemenuhan hajat hidupnya.

…that property must be used for a higher end, suchas the sustenance and

support of those in a less fortunate position than yourself; the idea of mutual

social responsibility which ensures the ‘integration of the individual into a

truly Islamic society11.

Berdasarkan tujuan sosial tersebut, kepemilikan kekayaan dalam Islam

hanya ditujukan sebagai suatu kepentingan individu. Terdapat nilai luhur yang

terkandung dari kepemilikan harta antar inidividu. Harta, aset dan sumberdaya

dimiliki manusia haruslah digunakan untuk tujan menjaga, bukan hanya menjaga

9 Athoillah, Anton dan Bambang Q Anees. 2013. Filsafat Ekonomi Syariah. Bandung : Sahifa, hal 237. 10 El-Ashker, Ahmed and Rodney Wilson. 2006. Islamic Eceonomics: A Short History. Netherland: Brill,

hal 134. 11 Trip, Charles. 2006. Islam and the Moral Economy. USA: Cambridge University Press, hal 125.

9

pemilik harta itu secara pribadi, tapi juga untuk mengamankan stabilitas dan integritas

sosial dalam masyarakat. Itulah sebabnya harta tidak hanya dipandang sebagai objek

pemenuhan kebutuhan, skala pengukur kepuasan dan kebahagiaan. Harta juga dipandang

sebagai subjek dalam menentukan hubungan sosial yang penuh rasa tanggung jawab.

Lebih lanjutnya, konsep ini dianggap sebagai bentuk social security system. Konsep

tersebut digunakan dalam ekonomi syariah dengan tujuan menjamin kesejahteraan

masyarakat melalui rasa tanggung jawab dan keseimbangan sosial (social balance)12.

2. Sumber dan norma pada lembaga keuangan syariah (bank & non bank)

Seiring dengan kebangkitan ilmu ekonomi syariah, mengakibatkan kemunculan

lembaga keuangan syariah. Dalam lembaga keuangan syariah, berbeda dengan lembaga

keuangan konvensional, maka pada umumnya lembaga keuangan syariah modern

berbicara mengenai mark-up instrument (ex. murobahah dan ijarah) dan Profit and Loss

Sharing (ex. Mudhorobah dan musyarokah)13 yang merupakan konsep dasar dari produk-

produk ekonomi yang dikelola oleh lembaga keuangan syariah. Konsep dasar yang

yang melandasi kemunculan produk-produk ekonomi pada lembaga keuangan syariah

syariah (bank dan non-bank) harus selalu dilandasi oleh sumber dan norma syariah yang

syariah yang terdapat pada ajaran Islam. Acuan transaksi yang menjadi akar praktek

praktek transaksi di keuangan syariah ialah ba’i, ijarah, hibah, dan ariyah.

The basic principles of the law are laid down in the four root transactions of

(1) sales (bay), transfer of the ownership or corpus of property for a

consideration; (2) hire (ijâra), transfer of the usufruct (right to use) of

property for a consideration; (3) gift (hiba), gratuitous transfer of the corpus

of property; and (4) loan (ariyah), gratuitous transfer of the usufruct of

property. These basic principles are then applied to the various specific

transactions of, for example, pledge, deposit, guarantee, agency, assignment,

land tenancy, waqf foundations (religious or charitable bodies) and

12 As-Shadr, Muhammad Baqir. 1982 Iqtishaduna (Our Economics). Teheran: World Organization for

Islamic Service. Jilid II, hal 70. 13 Sramek, Ondrej. 2009. Islamic Economics: New Economic Paradigm, or Political Agenda?. Jurnal

dalam New Perspective on Political Economy Vol 5, Pp 137-167.

10

partnerships, which play an important role in Islamic financing and form the

backbone of Islamic banking practices14.

Praktek ekonomi yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah merupakan

sebagian dari praktek yang terdapat pada sistem ekonomi Syariah yang lebih menyeluruh.

Tidak hanya bertumpu pada profit oriented, namun lembaga keuangan syariah juga

memiliki peranan sebagai social security system.

Sumber dan norma haruslah berlaku pada segala jenis transaksi oleh lembaga

keuangan syariah (bank dan non-bank) dan diterapkan pada produk-produk finansial yang

dikeluarkan oleh lembaga keuangan syariah tersebut beserta dengan mekanisme

pelaksanaannya. Sumber dan norma yang terdapat pada lembaga keuangan syariah

tentunya harus selaras dengan sumber dan norma yang terdapat pada sistem ekonomi

syariah.

a. Sumber ekonomi syariah

Sumber hukum dalam Islam merupakan suatu panduan way of life bagi setiap

muslim semenjak kemunculan Islam hingga zaman modern, ajaran-ajaran tersebut tidak

serta merta menghilangkan sistem pranata sosial ekonomi yang berkembang di

masyarakat, melainkan lebih bersifat memandu dan mengarahkan. Sehingga fenomena-

fenomena sosial ekonomi yang sudah terjadi di masyarakat dapat ditangkap dan disaring

dengan ajaran Islam. Menjaga hal-hal baik yang sudah ada pada masyarakat dan

menangkal hal-hal yang memiliki potensi keburukan.

Sumber pemikiran ekonomi dalam Islam senantiasa dilandaskan pada wahyu Ilahi

yang menjadi pedoman hidup setiap muslim. Lebih jauh, wahyu tersebut mengandung

hukum-hukum yang disebut dengan syariah. Hukum syariah ini pula yang menjadi aturan

hidup (way of life) bagi setiap muslim dalam segi ekonomi, sosial, dan religi.

Dalam pandangan sejarah, hukum syariah dapat dikategorikan kedalam dua

sumber utama, yang pertama ialah yang dibentuk pada masa kehidupan Nabi Muhammad

saw, sedangkan yang kedua ialah hukum syariah yang ‘diturunkan’ dari Quran dan Hadits

oleh para umat Islam setelah kematian Nabi Muhammad saw.15

14 Lewis, Mervyn K. 2007. Handbook of Islamic Banking. USA. Edward Elgar Publishing, Inc, hal 38. 15 El-Ashker, Ahmed and Rodney Wilson. 2006. Islamic Eceonomics: A Short History. Netherland:

Brill,hal 32.

11

As a rule, the definition of ‘Islamic economics’ begins with the assertion of

the sources from which the principles and the particulars of the doctrine are

to be derived: the Qur’an, the sunnah and interpretative reason (al-ijtihad bi-

l-ra’i), found in both the legacy of the jurists and in the efforts of those

engaged in thinking this through in the present. These are to be used, in

conjunction with the example of the companions of the Prophet, the rightly

guided Caliphs and the authoritative interpretations of the jurists, to establish

the means by which these principles are to be realised. As in other fields of

Islamic knowledge and prescription, various writers differ about the degree

of latitude allowed to reasoned interpretation through ijtihad, as well as about

the selection of jurists to be cited as authoritative sources for understanding

the rules of an Islamic economy.16

Dalam kaidah ilmu syariah, terdapat beberapa pendapat yang menyebutkan

tentang sumber yang melandasi perkembangan ilmu-ilmu syariah. Dua sumber utama dari

syariah ialah Qur’an dan Hadits. Namun pada implementasinya, sumber yang mendasari

setiap pemikiran dalam agama Islam ialah Qur’an sebagai wahyu suci dari Allah, Sunnah

sebagai sumber sekunder yang berasal dari perilaku maupun perkataan Nabi, dan terdapat

tambahan sumber ketiga yaitu Ijtihad yang merupakan sumber hukum yang berasal dari

pemikiran filsuf muslim setelah era Nabi. Sumber hukum yang melandasi setiap

pemikiran dalam syariah Islam selalu bersumber dari wahyu Ilahi yang diperjelas melalui

Sunnah Nabi dan diinterpretasikan secara lebih lanjut oleh para pemikir dan filsuf muslim

sepeninggal masa Nabi melalui metode Ijtihad yang merupakan derivasi dari dua sumber

utama agama Islam, yakni Qur’an dan Sunnah.

Oleh karena itu, dalam aturan perekonomian Islam pun sumber pemikiran yang

melandasi praktek-praktek ekonomi ialah selalu berasal dari sumber-sumber hukum

tersebut. Pada faktanya, dari tiga sumber tersebut muncul berbagai macam metode yang

dapat digunakan oleh para filsuf dan pemikir muslim untuk mengatasi problematika sosial

dan ekonomi yang berkembang di masyarakat yang tidak ditemukan secara tekstual pada

Quran maupun Hadits.

16 Trip, Charles. 2006. Islam and the Moral Economy. USA: Cambridge University Press, hal 111.

12

Perkembangan keilmuan Islam memungkinkan terjadinya ekspansi terhadap hal-

hal baru yang perlu disesuaikan seiring dengan perkembangan zaman, tempat dan

kebutuhan masyarakat selama hal tersebut tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran yang

terdapat pada sumber hukum Islam. Begitu pula dalam perkembangan ekonomi Syariah

yang bersumber dari dasar hukum Islam, ilmu dan aplikasi dalam ekonomi syariah dapat

berkembang menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan mampu beradaptasi

dengan sistem ekonomi yang sudah ada dalam masyarakat dan kemudian diadopsi

menjadi suatu sistem ekonomi yang berlandaskan syariah.

b. Norma ekonomi syariah

Menurut John J. Macionis, norma adalah aturan-aturan dan harapan-harapan

masyarakat untuk memandu perilaku anggota-anggotanya. Sedangkan menurut Soerjono

Soekano adalah suatu perangkat agar hubungan antar masyarakat terjalin dengan baik17.

Norma dalam sosiologi adalah seluruh kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui

lingkungan sosialnya.18. sehingga dapat diambil kesimpulan secara umun bahwa norma

dianggap sebagai suatu aturan yang mengikat pada suatu komunitas tertentu guna

mencapai keteraturan.

Teori ekonomi Syariah dibangun dari realitas empirik dan masalah faktual,

sehingga terdapat kaitan hubungan teori ekonomi Syariah dengan teori lain dan juga

terdapat hubungan antara teori ekonomi Syariah dengan praktek ekonomi di masyarakat.

Eksistensi ekonomi Syariah bukan berlandaskan perspektif bahwa manusia sebagai

human of economic semata, tetapi berdasarkan perspektif bahwasanya manusia sebagai

hamba Allah yang dilahirkan di dunia secara fitrah (suci), dan didasarkan juga kepada 4

(empat) aksioma yaitu; equilibrium (keseimbangan), free-will (kebebsan berkehendak),

unity (kesatuan), dan responbility (pertanggungjawaban) (Alwi, 2010: 2).19

Pada ilmu ekonomi Syariah, terdapat nilai-nilai dan moralitas yang terkandung di

dalamnya. Sehingga dari nilai-nilai tersebut muncul norma secara eksplisit maupun

implisit yang mengatur segala bentuk aktivitas perekonomian yang sesuai dengan prinsip

syariah. Ekonomi Syariah secara normatif ialah perwujudan nilai-nilai keislaman dalam

aktivitas ekonomi. Didalamnya mengandung idealisme maupun dogma yang mengatur

17 http://www.artikelsiana.com/2015/07/norma-pengertian-macam-macam-contoh-contohnya.html#_ 18 https://id.wikipedia.org/wiki/Norma_(sosiologi) 19 Syafaruddin Alwi. ”Islamic Economic Thinking”. makalah disampaikan pada Perkuliah Mata Kuliah

Filsafat Ekonomi Syariah. Yogyakarta, 29 Mei 2011

13

segala bentuk aplikasi dari ekonomi syariah. Menurut Adiwarman Karim, nilai-nilai

dalam Ekonomi Syariah haruslah memiliki nilai Iman dan Islam. Menurut Lewis, norma

pada sistem ekonomi Syariah yang tidak bisa dilepaskan dari lembaga keuangan syariah

ialah sebagai berikut20:

1) Riba dilarang dalam segala bentuk transaksi

Dalam sistem ekonomi Syariah, terdapat satu aspek yang masih sangat

kontroversial bertentangan dengan sudut pandang barat. Aspek tersebut adalah

pelarangan riba (bunga). Pembayaran dan penggunaan riba yang berlaku dalam sistem

perbankan konvensional sudah jelas larangannya. Hal ini jelas tercantum dalam Quran.

2) Bisnis dan investasi ditangani berdasarkan pada kegiatan yang halal (legal, berizin)

Aktivitas finansial syariah memiliki aturan yang ketat. Oleh sebab itu, bank

syariah tidak dapat melalukan transaksi yang diharamkan dalam Islam (seperti, penjualan

minuman beralkohol, daging babi, dll). Secara lebih lanjut, dalam memenuhi kebutuhan

umat islam, lembaga keuangan dituntut untuk memprioritaskan produksi kebutuhan

pokok kelompok Islam pada umumnya. Sebagaimana juga dalam tuntunan syariah,

semisal berpartisipasi dalam produksi dan pemasaran barang mewah merupakan hal yang

kurang diterima dalam pandangan agama ketika kelompok muslim dalam keadaan serba

kekurangan kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan, kesehatan dan pendidikan).

3) Menghindari maysir (gambling) dan harus terbebas dari unsur gharar (spekulasi

atau analisa yang tidak tentu)

Larangan dalam mengadu keuntungan secara eksplisit tercantum dalam Quran

(Al-Maidah:90-91). Dalam ayat tersebut digunakan istilah maysir yang berarti permainan

berbahaya, berasal dari kata yusr, bermakna bahwa pelaku maysir berpacu untuk

mendapatkan harta tanpa upaya kerja keras, dan istilah tersebut berlaku pada setiap

praktik judi (gambling). Perjudian dalam segala bentuknya merupakan hal yang terlarang

dalam hukum Islam. Secara eksplisit, hukum Islam juga melarang segala jenis aktivitas

ekonomi yang mengandung elemen gambling tersebut. Memperkaya diri melalui judi dan

mengadu nasib merupkan hal terlarang berdasarkan syariah.

20 Lewis, Mervyn K. 2007. Handbook of Islamic Banking. USA. Edward Elgar Publishing, Inc, hal 38.

14

Elemen lain yang dihindari dalam Islam ialah segala jenis transaksi yang

melibatkan unsur spekulasi (gharar). Hukum riba dan maysir tercantum/diatur dalam

Quran, sedangkan larangan gharar tercantum dalam Hadist. Dalam istilah

perdagangan/jual beli, gharar adalah kegiatan transaksi berupa tindakan spekulasi yang

sangat beresiko, meskipun unsur keragu-raguan dapat diperbolehkan pada kondisi

darurat. Dalam konteks umum, pengambilan keputusan dengan mengabaikan aturan-

aturan hukum dasar yang berkaitan dengan pertimbangan suatu objek sama saja turut serta

dalam mengambil resiko ketidakpastian. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang diterima dan

serupa dengan spekulasi karena ketidakpastian. Transaksi spekulatif seperti inilah yang

pada dasarnya dilarang.

4) Zakat harus disalurkan oleh lembaga keuangan sebagai social benefit

Berdasarkan Quran, Allah memiliki semua kekayaan dan sumberdaya dimuka

bumi dan alam semesta. Kepemilikan/hak milik memiliki fungsi sosial dalam islam yang

harus digunakan untuk kepentingan sosial/umat. Keadilan sosial merupakan hasil dari

pengaturan masyarakat dalam pranata sosial dan sudut pandang hukum Islam (hal ini

termasuk menggunakan tolak ukur produktivitas dan pemberian kesempatan yang sama

dalam bekerja, tidak ada perbedaan kaya dan miskin). Keadilan dan kesetaraan dalam

Islam bermakna bahawa orang-orang harus memiliki kesempatan yang yang sama tanpa

memandang perbedaan status sosial (Chapra, 1985). Bagaimanapun, sangatlah penting

dalam sebuah pemerintahan Islam unutk menjamin level substansial di masyarakat

(makanan, pakaian, perawatan kesehatan, dan pendidikan).

5) Segala aktivitas harus sesuai dengan prinsip agama Islam, dengan Dewan Syariah

khusus sebagai supervisor atau penasehat terhadap kelayakan bentuk

transaksi/produk ekonomi.

Dalam rangka mengawasi kinerja dan aktivitas bank syariah agar tidak

bertentangan dengan nlai-nilai Islam, maka bank syariah perlu membentuk dewan

pengawas syariah. Dewan ini terdiri dari para ahli di bidang hukum Islam yang bertindak

sebagai auditor syariah dan penasihat lembaga keuangan. Dewan tersebut berperan serta

dalam menata kontrak/aturan baru, mengaudit aturan yang telah ada, dan menyetujui

pengembangan produk yang baru. Dewan syariah juga mengawasi pengumpulan dan

penyaluran zakat.

15

C. KESIMPULAN

Sistem ekonomi syariah merupakan suatu kegiatan yang mengatur hubungan antar

masyarakat dalam upaya pemenuhan hajat hidupnya dan pengaturan harta benda maupun

kepemilikan barang demi mencapai kebagaiaan dunia dan akhirat dengan tata cara yang

sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Landasan ekonomi syariah ialah produk pemikiran

dari hukum-hukum fiqh yang berkaitan dengan muamalah. Dengan tujuan untuk

terciptanya keadilan dan pemerataan kesejahteraan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat

sesuai dengan kemampuan dan proporsi masing-masing individu.

Sumber dan norma ekonomi syariah yang berlaku pada lembaga keuangan Islam

(bank dan non-bank) merupakan suatu aturan etik yang mengatur pelaksanaan praktik

transaksi maupun produk ekonomi yang terdapat pada lembaga keuangan Islam. Sumber

tersebut merupakan sumber yang sama sebagaimana yang sudah terdapat pada sumber-

sumber syariah, dan norma yang harus terwujud sebagai cerminan nilai-nilai ekonomi

Islam pada lembaga keuangan syariah adalah:

a. Pelarangan unsur Riba dalam segala bentuk transaksi

b. Bisnis dan investasi ditangani berdasarkan pada kegiatan yang halal (legal,

berizin)

c. Menghindari maysir (gambling) dan harus terbebas dari unsur gharar (spekulasi

atau analisa yang tidak tentu)

d. Zakat harus disalurkan oleh lembaga keuangan sebagai social benefit

e. Terdapat Dewan Syariah tertentu sebagai supervisor atau penasehat terhadap

kelayakan bentuk transaksi ataupun produk ekonomi

DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha, Hendri Hermawan. 2013. Norma Dan Nilai Dalam Ilmu Ekonomi Syariah,

dalam Jurnal Media Ekonomi & Teknologi Informasi Vol. 2 No.1.

Ahmad, Hadrat Mirza Bashiruddin Mahmu. 2013. The Economic System of Islam.

Islamabad: Islam International Publication Ltd, Raqeem Press.

Alwi, Syafaruddin. 2011. ”Islamic Economic Thinking”. makalah disampaikan pada

Perkuliah Mata Kuliah Filsafat Ekonomi Syariah. Yogyakarta, 29 Mei 2011

As-Shadr, Muhammad Baqir. 1982. Iqtishaduna (Our Economics). Teheran: World

Organization for Islamic Service.

Athoillah, Anton dan Bambang Q Anees. 2013. Filsafat Ekonomi Syariah. Bandung :

Sahifa.

El-Ashker, Ahmed and Rodney Wilson. 2006. Islamic Eceonomics: A Short History.

Netherland: Brill.

http://www.artikelsiana.com/2015/07/norma-pengertian-macam-macam-contoh-

contohnya.html#_ diakses pada 1 Oktober 2015.

https://id.wikipedia.org/wiki/Norma_(sosiologi) diakses pada 1 Oktober 2015.

Lewis, Mervyn K. 2007. Handbook of Islamic Banking. USA. Edward Elgar Publishing,

Inc.

Poli, W.I.M. 2010. Tonggak-Tonggak Sejarah Pemikiran Ekonomi. Surabaya: Brilian

Internasional.

Soemitra, Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Sramek, Ondrej. 2009. Islamic Economics: New Economic Paradigm, or Political

Agenda?. Jurnal dalam New Perspective on Political Economy Vol 5, Pp 137-

167.

Trip, Charles. 2006. Islam and the Moral Economy. USA: Cambridge University Press.