Preskas Diare Anak
Transcript of Preskas Diare Anak
PRESENTASI KASUS
DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN-SEDANG
Disusun oleh :
Mahezarani Ning Anindyta
0706260465
Pembimbing :
MODUL KESEHATAN ANAK DAN REMAJADEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIARS FATMAWATIJAKARTA 2011
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I.1 IDENTITAS
Pasien
Nama : An. Saif
Usia : 8 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Palmerah, Jakarta Barat
No. RM : 366-16-77
Masuk RS : 11 Januari 2012
Pembiayaan : Umum
Orang Tua/Wali
Ayah
Nama : Hedi
Usia : 27 tahun
Alamat : Palmerah, Jakarta Barat
Pekerjaan : Pegawai Konveksi
Penghasilan : < 3.000.000 per bulan
Ibu
Nama : Ny.
Alamat : Palmerah, Jakarta Barat
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan : -
I.2 ANAMNESIS
(Anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis dengan ayah
dan ibu pasien di IGD RSCM pada tanggal 11 Januari
2012)
Keluhan Utama
Diare sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 3 hari SMRS pasien diare lebih dari 10 kali
per hari. BAB encer, disertai sedikit ampas, berwarna
coklat kekuningan, nampak terlihat lendir, tidak ada
darah, tidak berbau busuk dan tidak keruh seperti air
cucian beras. Ibu pasien mengganti popok lebih dari 4
kali dan popok selalu penuh dengan BAB encer. Ibu
pasien mengatakan mata anaknya nampak cekung, lebih
haus dari biasanya, dan lebih rewel. Perut kembung
disangkal, tidak demam, tidak ada muntah, dan tidak
nampak pucat. BAK dapat keluar namun sedikit dan warna
lebih pekat. Pasien juga sulit untuk diberi makan. Saat
itu orang tua pasien langsung membawa ke Puskesmas
dekat rumahnya dan diberikan obat puyer dan oralit.
Menurut Ibu pasien, keadaan pasien tidak membaik.
Delapan jam SMRS pasien dibawa oleh orang tuanya
ke RS Patria Ika. Disana pasien sempat kejang selama
kurang lebih 5 menit. Saat itu tiba-tiba bola mata
pasien mendelik ke atas, tubuhnya kaku, tidak ada
kelojotan, tidak merespon jika dipanggil, mulut tidak
berbusa dan tidak ada kebiruan. Kejang hanya
berlangsung satu kali. Pasien tidak ada demam.
Sebelumnya pasien hanya tidur. Kejang ini merupakan
kejadian yang pertama kali. Selama disana pasien
dipasang infus dan diberikan obat, namun pasien tidak
mengetahui nama obat yg diberikan. Pasien dianjurkan
untuk dirawat. Namun dikarenakan masalah administrasi
pasien pulang paksa.
Tujuh jam SMRS pasien ke RS Harapan Kita, saat
disana pasien sempat muntah. Pasien muntah setiap kali
makanan masuk, muntah berisi makanan berwarna sedikit
kuning, tidak ada darah, tidak berwarna hijau. Saat
disana pasien dipasang infus. Namun dikarenakan masalah
pembiayaan, pasien dirujuk ke RS Ciptomangunkusumo.
Saat ini, menurut orang tua pasien keadaannya
lebih membaik, anak nampak lebih tenang, sudah tidak
muntah, nafsu makan membaik, diare hanya 1 kali, lebih
berbentuk, namun masih nampak encer, berwarna coklat
kekuningan. BAK dapat keluar, kurang lebih sebanyak
setengah gelas aqua, warna lebih muda dibandingkan
dengan sebelumnya. Demam tidak ada, keluhan batuk pilek
tidak ada. Berat badan turun dari 8,1 kg menjadi 6,4
kg.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
Pasien sesekali batuk dan pilek namun sembuh dengan
obat dari Puskesmas dan diare hanya sekali sebanyak
kurang dari 4 kali per hari dan tidak pernah lebih dari
3 hari. Tidak ada riwayat alergi.
Riwayat Penyakit Keluarga/Lingkungan Sekitar
Saat ini tidak ada keluarga yang sedang diare. Orang
tua pasien mengatakan disekitar lingkungan tempat
tinggalnya banyak anak-anak yang sedang mengalami
diare.
Riwayat Kehamilan/Kelahiran
Merupakan kehamilan dan kelahiran pertama dengan usia
saat melahirkan 24 tahun.
Ibu pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit karena
penyakit tertentu selama masa kehamilan.
Riwayat demam atau panas tinggi, bengkak di kaki,
tangan, atau wajah diserati sakit kepala atau kejang,
batuk lama, keputihan, bercak-bercak merah di tubuh,
kontak dengan hewan peliharaan dan kotoran hewan
semua disangkal. Jarang makan sayur lalapan, sate,
dan makanan yang dibakar atau dipanggang. Konsumsi
obat-obatan dan jamu-jamuan selama kehamilan
disangkal.
Ibu pasien tidak memiliki tekanan darah tinggi dan
diabetes mellitus.
Ibu pasien rajin memeriksakan kehamilannya ke
Puskesmas atau bidan.
Pasien lahir rumah bersalin dibantu oleh bidan.
Lahir spontan, cukup bulan, langsung menangis, pucat
(-), biru (-), kuning (-), kejang (-), BL 3600 gr, PL
49 cm.
Riwayat Perkembangan
Saat ini pasien sudah dapat mengangkat kepala dan
dadanya tegak, sudah dapat merangkak, dapat berubah
posisi dari tengkurap ke telentang, dan sudah dapat
duduk dengan dibantu.
Kesan : Tidak ada gangguan perkembangan
Riwayat Makanan
ASI : diberikan sejak lahir dan lanjut hingga saat
ini
Susu formula : diberikan sejak lahir, dikarenakan
saat awal ASI tidak keluar. Saat ini susu formula
sudah tidak diberikan.
Pisang : mulai diberikan saat pasien berusia 1 bulan
pada pagi dan sore hari.
Bubur susu : mulai diberikan saat pasien berusia 4
bulan, sebanyak 2-3 kali sehari.
Nasi tim lembek : mulai diberikan saat pasien berusia
5 bulan, sebanyak 3 kali sehari.
Pasien tidak ada kesulitan makan.
Riwayat Imunisasi
Menurut keterangan dari ibu pasien, pasien mendapatkan
imunisasi lengkap sesuai dengan jadwal di Puskesmas.
Saat lahir pasien langsung di imunisasi di rumah
bersalin dan imunisasi berikutnya selalu dilakukan di
Puskesmas.
I.3 PEMERIKSAAN FISIK
(Pemeriksaan fisik dilakukan di IGD RSCM pada tanggal
11 Januari 2012)
Keadaan umum :tampak sakit sedang
Kesadaran :compos mentis
Tekanan darah :tidak diukur
Frekuensi nadi : 112x/menit, reguler, isi cukup,
ekual di keempat ekstremitas
Frekuensi nafas : 25x/menit, ireguler, kedalaman
cukup, tipe abdominal,
cuping hidung (-), penggunaan otot bantu
napas (-)
Suhu :35,9ºC aksila
Status gizi : kesan gizi cukup
Kepala : normosefal, deformitas (-), fotanel
tertutup
Rambut : hitam, penyebaran merata, tidak mudah
dicabut
Mata : pupil bulat, isokor, refleks cahaya
langsung
(+/+), refleks cahaya tidak langsung
(+/+), konjungtiva
pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
cekung (-/-)
THT : Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-),
sekret dari telinga (-),
nyeri tekan sinus (-), septum deviasi
(-), terpasang NGT
Mulut :oral hygiene baik, mukosa basah
Leher :kuduk kaku (-), kaku kuduk (-), KGB
tidak teraba
membesar
Thorax :
Paru : I : ekspansi dada simetris statis-
dinamis, retraksi dinding
dada (-), retraksi epigastrium (-),
retraksi suprasternal (-),
penggunaan otot bantu napas (-),
venektasi (-)
P : ekspansi dada simetris, fremitus
kanan-kiri sama
P : -
A: vesikular +/+, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung : I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis teraba di sela iga 5
linea midklavikula kiri
P: -
A: bunyi jantung I-II normal, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen : I : pot belly, lemas, distensi
(-), venektasi (-), dam contour
(-), jaringan parut
P : supel, hati dan limpa tidak teraba,
nyeri tekan (-), turgor
baik, massa (-)
P : -
A: bising usus (+) normal
Genitalia : tidak diperiksa
Anus : eritema natum (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, parut BCG
(+), edema (-),
pitting edema (-), wasting (-), baggy
pants (-)
Status Neurologi
Motorik :5555 5555
5555 5555
Spasme (-), klonus (-),refleks fisiologis (+), refleks
patologis (-)
Antropometri
Berat badan (BB) : 6,4 kg
Tinggi badan (TB) : 69 cm
Lingkar kepala (LK): 44 cm
Lingkar lengan atas : 12 cm
BB/U : 6,4 kg/8,6 kg = 74%
TB/U : 69 cm/71 cm = 97%
BB/TB : 6,4 kg/8,2 kg = 78%
Kesan gizi klinis : gizi kurang
I.4 LABORATORIUM
Pemeriksaan Darah
Tepi
Nilai Nilai
NormalGDS 87 mg/dlNa 126 mEq/L 135-145
mEq/LK 3,19 mEq/L 3,5-5,5
mEq/LCl 99,8 mEq/L 120-130
mEq/L
I.5 DAFTAR MASALAH
1. Diare akut dehidrasi ringan-sedang
2. Riwayat kejang ec. gangguan metabolik
I.6 TATALAKSANA IGD
- Tatalaksana dehidrasi ringan sedang dengan oralit
sesuai protokol WHO
o CHO 75 ml/kgBB 480 ml selama 3 jam (per
oral)
o Lakukan penilaian dan klasifikasi kembali
derajat dehidrasi
- Hitung diuresis
- Zinc 1x10 mg
- Koreksi elektrolit
Hiponatremia (Na 126 mEq/L) :
Kebutuhan cairan per hari = 100 ml/kgBb = 640 ml
Koreksi Na: (135-Na) x 0,6 x kgBB
(135-126) x 0,6 x 6,4 = 34,56 mEq
Kebutuhan Na/hari = 3 mEq x 6,4 = 19,2 mEq
Total Na yang dibutuhkan = 34,56 + 19,2 = 53,76 mEq
Konsentrasi Na yang diperlukan 53,76/0,64 = 84
mEq/L
KaEn3A (60 mEq/L) 60 mEq/L sebanyak 640 ml 38,4
mEq
Kekurangan Na = 53,76 – 38,4 = 15,36 mEq
Nacl 3% (513 mEq/L) 15,36/513 x 1000 ml = 29,94 ~
30 ml
640 ml KaEn3A + 30 ml NaCl 3% per 24 jam
Hipokalemia (K 3,19 mEq/L) :
Berikan KCl p.o 75 mg/kgBB/hari ( dibagi dalam 3
dosis) = 480 mg/hari 160 mg per 3 kali
- Lanjutkan pemberian ASI dan MPASI
Tatalaksana Lanjutan
- Hitung jumlah cairan rumatan
- Nutrition Management
o BB (actual weight): 6,4 kg
o Ideal body weight : 8,2 kg
o TB : 69 cm
Status Gizi
o WHO Z score : -2 s/d -3 SD (wasted)
o IBW : 6,4/8,2 x 100% = 78% (moderate
malnutrition)
Kebutuhan Kalori
Kcal = RDA (kcal/kg) for height age x Ideal weight
body (kg)
= (110-120 kkal/kg) x BB ideal
= (110-120 kkal/kg) x 8,2 kg
= 902-984 kkal ~ 920 kkal
Rute pemberian : oral
Pemilihan jenis makanan
ASI (67 kkal/100 ml) memenuhi kebetuhan 50%
dari kalori = 455 kkal
Bubur susu (160 kkal/sajian) 3 x 160 kkal =
480 kkal
Pisang (40 kkal) 1 x 40 kkal = 40 kkal
Total kalori per hari = 975 kkal
- Pemberian zinc selama 10 hari
I.7 PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sacntionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DIARE
Diare adalah penyebab utama kedua kematian pada
anak di bawah lima tahun di dunia, dan bertanggung
jawab dalam kematian 1,5 juta anak setiap tahun, yang
hampir sama dengan satu dari lima kematian anak secara
global.1,2 Diare membunuh lebih banyak anak-anak
dibandingkan dengan AIDS, malaria dan campak
digabungkan.2 Indonesia juga menempatkan diare sebagai
penyebab kedua kematian di kalangan anak-anak di negara
ini. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan di
Indonesia (SDKI 1997) prevalensi diare di Indonesia
adalah 10,4% dan merupakan penyebab tertinggi kedua
kematian pada anak.3
Kebanyakan anak yang meninggal akibat diare
sebenarnya meninggal karena dehidrasi yang parah dan
kehilangan cairan, terutama pada anak balita (di bawah
5 tahun) dan anak-anak kurang gizi atau anak-anak
dengan gangguan kekebalan tubuh. 2, 4
Definisi
Diare didefinisikan sebagai keadaan berubahnya
konsistensi tinja menjadi lebih lembek/ cair dan
disertai frekuensi defekasi yang meningkat. Buang air
besar tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1,2
WHO mendefinisikan diare sebagai keluarnya tinja encer
(yang mengikuti bentuk bejana) dengan frekuensi 3 atau
lebih dalam periode 24 jam.5 Episode diare dibedakan
menjadi akut dan persisten berdasarkan durasinya. Diare
akut terjadi secara mendadak dan tidak lebih dari 14
hari. Diare persisten didefinisikan sebagai episode
diare yang terjadi lebih dari 14 hari.
Untuk bayi dan anak, jumlah keluaran tinja lebih
besar daripada 10g/kg/24 jam atau lebih dari batas
dewasa yaitu 200g/24 jam. Diare merupakan akibat dari
terganggunya transport cairan usus dan elektrolit.3
Etiologi
Penyebab paling umum adalah agen-agen infeksius,
namun penyebab-penyebab lainnya yang menyebabkan
manifestasi klinis yang sama tidak boleh diabaikan.
Penyebab diare akut meliputi.3,4
Tabel 1. Etiologi Penyebab Diare Akut3,4
Infeksi Infeksi usus (termasuk keracunan
makanan)Infeksi ekstra intestinal
(otitis media akut, infeksi
saluran kemih, pneumonia)Obat-obatan Antibiotika
Pencahar
Antasida yang mengandung
magnesiumWithdrawal opiatObat-obatan lainnya
Alergi makanan atau
intoleransi
Cow’s milk protein allergy
(CMPA)Alergi protein kedelaiAlergi makanan multipelMetilxantin (kafein, teobromin,
teofilin)Kelainan proses
cerna/absorpsi
Defisiensi enzim sukrase-
isomaltaseHipolaktase awitan lambat (atau
tipe dewasa)Defisiensi vitamin Defisiensi niasin
Defisiensi folatTertelan logam berat Co, Zn, catKemoterapi atau
radiasi yang
menginduksi
enteritis
Anatomi fungsional dari mukosa usus halus2,6
Villus, unit fungsional dari usus halus,
memperbanyak permukaan cerna dan penyerapan dari mukosa
usus halus. Enzyme pencernaan dan protein transpor
bertanggung jawab dalam pergerakan elektrolit di mukosa
usus halus terletak di brush border membrane sel villi.
Epitel saluran gastrointestinal adalah epithel yang
dapat mengatur muatan osmotik ke dalam usus halus. Taut
erat, struktur dinamis yang terjadi antara sel epitel,
berkontribusi pada pergerakan air dan elektrolit secara
keseluruhan.
Transpor elektrolit melalui sel epitel usus halus
terjadi melalui beberapa mekanisme, termasuk glucose-
sodium co-transporter. Transpor protein ini membutuhkan
keberadaan gradien natrium sepanjang brush border
membrane yang dipertahankan oleh pompa Na, K+ ATPase
pada membran basolateral enterosit.
Mekanisme kedua adalah jalur electroneutral NaCl-coupled
yang melibatkan mekanisme pertukaran dobel oleh Na-H+
exchanger dan Cl-HCO3- exchanger.
Patofisiologi
Diare terjadi akibat ketidakseimbangan antara
absorpsi air dan elektrolit dengan sekresi. Perubahan
ini dapat terjadi baik akibat adanya gaya osmotik di
lumen yang menarik air atau hasil dari induksi status
sekresi aktif pada enterosit.3
Diare osmotik
Diare osmotik disebabkan karena adanya substrat
yang tidak dapat diserap di saluran gastrointestinal
dan secara umum berhubungan dengan kerusakan usus
halus.2,6 Contoh klasik diare osmotik adalah intoleransi
laktosa disebabkan karena defisiensi enzim sehingga
laktosa tidak dapat diserap di usus halus dan mencapai
kolon dalam keadaan intak. Bakteri kolon kemudian
memfermentasi laktosa yang tidak terserap tersebut
menjadi asam organik rantai pendek, membangkitan
osmosis sehingga air disekresikan ke lumen. Contoh lain
adalah konsumsi minuman berkarbonasi yang mengandung
gula dalam jumlah berlebihan melampaui kapasitas
transpor, terutama pada balita, dan konsumsi sorbitol
serta garam magnesium yang keduanya tidak diabsorbsi.
Secara umum, diare osmotic terjadi saat pencernaan
dan/atau penyerapan bermasalah. Diare osmotik berhenti
dengan puasa dan memiliki pH asam.6
Diare sekretorik
Mekanisme diare sekretorik terdapat aktivasi
mediator intraselular seperti cAMP, cGMP, dan Ca2+
intraselular, yang menstimulasi sekresi Cl- aktif dari
sel kripta dan menginhibisi absorbsi natrium klorida
coupled netral. Mediator ini mengganggu ion flux
paraselular karena cedera akibat toxin yang terjadi di
tight junction.6 Contoh klasik diare sekretorik yang
ditimbulkan oleh kolera dan enterotoksin Escherichia coli
yang berikatan dengan reseptor permukaan enterosit
(monosialoganglioside GM1). Fragmen dari toksin kolera
kemudian akan masuk ke dalam sel dan mengaktivasi
adenilat siklase pada membran basolateral melalui
interaksi dengan protein G. Kejadian ini meningkatkan
cAMP intraselular yang mengaktivasi protein spesifik
yang kemudian membangkitkan pembukaan kanal klorida.6
E. coli akan memediasi diare sekretorik dengan
menghasilkan heat-labile toxin (LT) dan heat-stable toxin (ST) di
usus halus. Aksi LT serupa dengan toksin kolera dan
berikatan dengan reseptor permukaan yang sama. Penyebab
lain diare sekretorik adalah peptida vasoaktif yang
mengaktivasi reseptor G protein-coupled menyebabkan
peningkatan mediator intraseluler.2
Diare sekretorik biasanya memiliki volume yang
banyak, tinja mengandung banyak sekali air. Analisis
feses menunjukkan natrium dan klorida yang tinggi (> 70
mEq/L). Diare sekretorik terus berlanjut dengan puasa.6
Konsep klasik bahwa diare sekretorik hanya
diinduksi oleh bakteri mulai mendapat tantangan dengan
adanya bukti bahwa jalur sekresi ion serupa diinduksi
oleh agen virus dan protozoa.6 Rotavirus menghasilkan
protein nonstruktural (NSP4) yang dapat menstimulasi
sekresi klorida dimediasi kalsium. Diare sekretorik
juga dapat muncul melalui proses noninfeksi. Beberapa
hormon dan neurotransmitter diketahui terlibat dalam
sekresi intestinal sebagai bagian dari system
neuroendokrin yang terintegrasi dalam respon intestinal
terhadap stimulus luar.
Diare akut, terutama yang disebabkan karena
infeksi, dipengaruhi oleh faktor pejamu dan faktor
kausal. Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat
menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor
pencegah atau lingkungan internal saluran cerna antara
lain keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan
lingkungan mikroflora usus. Faktor kausal yaitu daya
penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan
memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan
usus halus serta daya lekat kuman.1
Diare infeksi dibagi menjadi:1
1. non-invasif (enterotoksigenik): bakteri yang tidak
merusak mukosa, misalnya Vibrio cholerae Eltor,
Enterotoxigenic E.coli (ETEC), dan Clostridium perfringens.
V.cholerae eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada
mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi.
Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan
nikotinamid adenin dinukleotid pada dinding sel
usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin 3’,5’cAMP
dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion
klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air,
ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.
2. invasif (enterovasif): bakteri yang merusak mukosa
misalnya Enteroinvasive E.coli (EIEC), Salmonella, Shigella,
Yersinia, C.perfringens tipe C. Diare disebabkan oleh
kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi.
Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare
dapat tercampur lendir dan darah. Penyebab parasit
yang sering yaitu E.histolytica dan G.lamblia.
Patogenesis
Virus
Beberapa jenis virus seperti rotavirus, berkembang
biak dalam epitel vili usus halus, menyebabkan
kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya
sel-sel vili yang secara normal mempunyai fungsi
absorpsi dan penggantian sementara oleh sel epitel
berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus
mensekresi air dan elektrolit. Kerusakan vili dapat
juga dihubungkan dengan hilangnya enzim disakaridase,
menyebabkan berkurangnya absorpsi disakarida terutama
laktosa. Penyembuhan terjadi bila vili mengalami
regenerasi dan epitel vilinya menjadi matang.1
Bakteri Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak
dalam usus halus pertama-tama harus menempel mukosa
untuk menghindarkan diri dari penyapuan. Penempelan
terjadi melalui pili yang melekat pada reseptor di
permukaan usus. Hal ini terjadi misalnya pada E.coli
enterotoksigenik dan V. Cholera 01. Pada beberapa keadaan,
penempelan mukosa dihubungkan dengan perubahan
epitel usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas
penyerapan atau menyebabkan sekresi cairan.1
Toksin yang menyebabkan sekresi . E. Coli enterotoksigenik,
V. Cholerae 01 dan beberapa bakteri lain mengeluarkan
toksin yang menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini
mengurangi absorpsi natrium melalui vili dan mungkin
meningkatkan sekresi klorida dari kripta, yang
menyebabkan sekresi air dan elektrolit. Penyembuhan
terjadi bila sel yang sakit diganti dengan sel yang
sehat setelah 2-4 hari.1
Invasi mukosa. Shigella, C jejuni, E coli enteroinvasife dan
Salmonella dapat menyebabkan diare berdarah melalui
invasi dan perusakan sel epitel mukosa. Ini terjadi
sebagian besar di kolon dan bagian distal ileum.
Invasi mungkin diikuti dengan pembentukan mikroabses
dan ulkus superfisial yang menyebabkan adanya sel
darah merah dan sel darah putih atau terlihat adanya
darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan oleh kuman
ini menyebabkan kerusakan jaringan dan kemungkinan
juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa.1
Protozoa Penempelan mukosa . G.lamblia dan Cryptosporidium
menempel pada epitel usus halus dan menyebabkan
pemendekan vili, yang kemungkinan menyebabkan diare. Invasi mukosa. E. Histolitica menyebabkan diare dengan
cara menginvasi epitel mukosa di kolon (atau ileum)
yang menyebabkan mikroabses dan ulkus. Namun
keadaaan ini terjadi bila strainnya sangat ganas.
Pada manusia, 90% infeksi terjadi oleh strain yang
tidak ganas. Dalam hal ini tidak ada invasi ke
mukosa dan tidak timbul gejala/tanda-tanda, meskipun
kista amoeba dan trofozoit mungkin ada di dalam
tinja.1
II.2 DEHIDRASI
Diare berat dan asupan oral terbatas dapat
menyebabkan dehidrasi. Manifestasi dari dehidrasi
antara lain rasa haus meningkat, berkurangnya jumlah
buang air kecil, urin berwarna gelap, tidak mampu
berkeringat dan perubahan ortostatik. Pada keadaan
diare berat dapat terjadi gagal ginjal akut dan
perubahan status mental (bingung dan pusing). Pada
semua anak dengan diare, status hidrasi
diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat, sedang, atau
tanpa dehidrasi.7
Tabel 2. Klasifikasi keparahan dehidrasi pada anak
dengan diare menurut WHO7
Klasifikasi Gejala atau tandaDehidrasi
berat
Dua atau lebih dari:
Lethargi/tidak sadar
Mata cekung
Tidak dapat minum atau minum
sedikit
Cubitan pada kulit kembali sangat
lambat (≥2 detik)Dehidrasi
ringan sedang
Dua atau lebih dari:
Gelisah, iritabilitas
Mata cekung
Minum seperti kehausan
Cubitan kulit kembali dengan lambatTanpa
dehidrasi
Tidak cukup tanda untuk memenuhi
klasifikasi dehidrasi berat dan sedang
Dehidrasi menurut klinisnya dibagi menjadi 3
tingkatan:1
1. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): turgor
berkurang, suara serak (vox cholerica), pasien belum
jatuh dalam presyok
2. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor
buruk, suara serak, pasien presyok atau syok, nadi
cepat, napas cepat dan dalam
3. Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB): tanda
dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis
sampai koma), otot-otot kaku, sianosis.
Penatalaksanaan diare menurut WHO7
Plan A
Diare tanpa dehidrasi
Lebih banyak cairan diberikan pada anak untuk
mencegah dehidrasi. Cairan rumah seperti air tajin,
air kelapa, sup sayur atau yoghurt dapat diberikan.
Cairan bersoda, cairan buah dengan pemanis buatan,
dan glukosa tinggi dihindari karena dapat
menyebabkan diare osmotik. Selama tidak ada tanda
dan gejala malabsorpsi selama penanganan,
penghentian susu dan dairy product tidak
direkomendasikan. Pemakaian rutin formula bebas
laktosa tidak mengurangi masa penyembuhan.
Cairan rehidrasi oral WHO (Oral Rehydration Solution /
ORS) mengandung NaCl 3,5 g, NaCO3 2,5 g, KCl 1,5 g,
glukosa 20 g dalam 1 liter air (Oralyte, Ottolite).
Ibu dapat diajarkan cara menyiapkan cairan garam-
gula, 3 jumput garam ditambahkan dengan sekitar
segenggam gula, dicampur dengan ½ liter air. Pada
diare yang memanjang atau berat, ORS yang mengandung
beras dapat dicoba. Cairan ini dapat diterima dan
meningkatkan nutrisi anak.
Restriksi atau penghentian makanan tidak dianjurkan.
Anak tetap harus diberi makan dengan nutrien dan
kalori tinggi untuk mencegah malnutrisi. ASI tetap
dilanjutkan. Campuran sereal dan kacang, jus buah
segar dan pisang dapat diberikan. Saat diare
berhenti, anak diberikan makanan ekstra setiap hari
selama satu minggu untuk mencapai berat badan
sebelum sakit.
Tanda bahaya harus dijelaskan kepada ibu dan harus
segera dilaporkan, rasa haus berlebihan, mata
cekung, demam, menolak makan atau minum, disentri,
pengurangan buang air kecil, kejang.
Plan B
Diare dengan dehidrasi ringan-sedang
Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
Jumlah oralit yang diperlukan= 75ml/kg BB
Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari
pedoman di atas, berikan sesuai kehilangan cairan
yang sedang berlangsung
Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak
menyusui, beri juga 100-200 ml air matang selama
periode ini
Mulai memberi makan segera setelah anak ingin makan
Lanjutkan pemberian ASI
Berikan tablet zink selama 10 hari
Tunjukkan kepada ibu cara memberikan larutan oralit:
- Minumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari cangkir/
mangkok/ gelas
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian
lanjutkan lagi dengan lebih lambat
- Lanjutkan ASI selama anak mau
Setelah 3 jam:
- Ulangi penilaian dan klasifikasi kembali derajat
dehidrasinya
- Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan
pengobatan
Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai:
- Tunjukkan cara menyiapkan larutan oralit di rumah
- Tunjukkan beberapa banyak larutan oralit yang harus
diberikan dirumah untuk menyelesaikan 3 jam
pengobatan
- Jelaskan 4 aturan perawatan:
1. Beri cairan tambahan
2. Lanjutkan pemberian makan
3. Beri tablet zink selama 10 hari
4. Kapan harus kembali
Plan C
Diare dengan dehidrasi berat
Harus ditangani cepat dengan cairan intravena
karena keadaan emergensi, Ringer Laktat atau
Normal Saline 0,9% diberikan 100 ml/kg yang dibagi
sebagai berikut:
- <12 bulan pemberian pertama 30 ml/kg selama 1
jam, dilanjutkan pemberian 70mg/kg selama 5 jam
- 12 bulan – 5 tahun pemberian pertama 30 ml/kg
selama 30 menit, dilanjutkan pemberian 70 mg/kg
selama 2 setengah jam.
Antibiotik tidak rutin diberikan. Antiemetik,
antidiare dan antimotilitas tidak digunakan.
Tinjau ulang setiap 1 jam, jika tidak membaik,
dipercepat. Cairan dengan dextrose jangan
digunakan untuk rehidrasi inisial karena dapat
memperparah. Jika anak dapat minum ORS secara oral
saat cairan infus disiapkan, berikan 5ml/kg
secepatnya.
Tinjau ulang setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam
(anak) untuk status hidrasi dan pilih plan A, B, C
untuk selanjutnya. Jika akses intravena tidak bisa
secara cepat, pikirkan pemberian ORS dengan NGT.
Anak sadar dan tidak terdapat ileus, 20 ml/kg/jam.
Jika diharuskan, akses intraosseus dapat
dikerjakan pada anak di bawah 6 tahun.
Penatalaksanaan Lain4
Antibiotik
o Digunakan atas indikasi tertentu yaitu
infeksi bakteri spesifik atau protozoa,
kolera, Shigella, Giardia. Pada pasien dengan
diare berat dan persisten, dengan penyakit
lain seperti gagal jantung, penyakit paru,
dan AIDS.
Kolera – tetrasiklin 12,5 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis.
Shigella disentri – cefixime 8
mg/kgBB/hari dibagi dalam 5 dosis.
Amoebiasis – Metronidazole 30-40
mg/kgBB/hari dibagi dalam 7-10 dosis.
Giardiasis – Metronidazole
30-40mg/kgBB/hari dibagi dalam 10 dosis
Adsorbents (kaolin, pektin, arang aktif)
o Hanya sedikit mengubah konsistensi tinja,
namun tidak mengurangi kehilangan cairan dan
garam.
Antimotilitas (difenoksilat, tingtura opium atau
loperamide)
o Memperlambat eliminasi organisme penyebab
diare dan dapat memperpanjang penyakit.
Probiotik
o Beberapa strain probiotik (bakteri asam
laktat atau mycetes) ditemukan efektif
sebagai adjuvan dalam menangani anak dengan
diare akut. Data dari randomized controlled trial
yang didesain dengan baik menunjukkan
keuntungan yang secara statistik signifikan
dalam hal memperpendek masa sakit. Saat ini
strain probiotik (terbanyak Lactobacillus
GG dan Saccharomyces boulardii) banyak digunakan
pada tatalaksana diare cair akut pada bayi
dan anak di negara berkembang.
Zinc
o Pada anak umur 2 bualn ke atas, tablet zinc
diberikan selama 10 hari dengan dosis ½
tablet (10)/hari untuk yang berusia <6 bulan,
dan 1 tablet (20 mg)/ hari untuk yang berusia
> 6 bulan.
II.3 KEJANG
Kejang adalah tanda dan/atau gejala yang terjadi
secara transien yang disebabkan karena adanya aktivitas
abnormal atau adanya ketidaksinkronan pada neuron di
otak. International Classification of Epileptic Seizures (ICES)
membagi kejang epilepsi menjadi 2 kategori: fokal
(parsial) dan generalisata. Pada kejang fokal terjadi
aktivitas abnormal hanya pada salah satu hemisfer otak,
sedangkan pada tipe generalisata terjadi pada kedua
hemisfer. Sekitar 30% pasien dengan kejang pertama akan
terjadi epilepsi dikemudian hari; risiko terjadinya
sekitar 20% pada pasien dengan hasil pemeriksaan
neurologis, EEG, dan neuroimaging normal.2
Kejang demam merupakan katogori khusus. Sedangkan
acute symptomatic seizure terjadi pada keadaan gangguan akut
yang mengganggu eksitabilitas otak seperti
ketidakseimbangan elektrolit atau meningitis. Sebagian
besar anak dengan tipe kejang tersebut prognosisnya
baik, tetapi terkadang pada kejang yang melibatkan
struktur mayor pada otak, inflamasi, atau gangguan
metabolik pada otak, seperti meningitis, ensefalitis,
stroke akut, atau tumor otak, prognosis tergantung pada
penyebab yang mendasarinya. Unprovoked seizure bukan
merupakan acute symptomatic seizure. Remote symptomatic seizure
merupakan kejang yang disebabkan karena adanya
kerusakan pada otak sebelumnya seperti stroke lama.
Seizure disorder merupakan istilah umum yang biasa
digunakan untuk menyebutkan salah satu dari beberapa
gangguan tersebut, termasuk epilepsi, kejang demam, dan
kejang yang disebabkan karena infeksi, gangguan
metabolik, atau penyebab lain (mis. hipokalsemia,
meningitis).2
Hubungan Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
dengan terjadinya kejang8
Air dan elektrolit secara konstan berpindah
melalui pembuluh darah dan membran sel, untuk
mempertahankan keseimbangan. Cairan dan elektrolit
homeostasis diregulasi oleh interaksi dari ginjal,
kulit, paru, kelenjar adrenal, dan otak. Adanya
gangguan fungsi pada salah satu organ tersebut dapat
menyebabkan adanya gangguan keseimbangan cairan atau
elektrolit. Diare atau muntah persisten yang berat
dengan konsumsi cairan yang buruk dapat menyebabkan
deplesi berlebihan air di dalam tubuh atau dehidrasi.
Penyebab lain dari dehidrasi yaitu keringat yang
berlebih, poliuria, diabetes mellitus, dan diabetes
insipidus. Pada bayi dan anak dehidrasi sering terjadi
bersamaan dengan ketidakseimbangan elektrolit.
Kehilangan cairan yang berlebihan sedangkan garam
banyak di dalam tubuh menyebabkan dehidrasi hipertonik.
Kehilangan garam yang berlebih akan menyebabkan keadaan
yang hipotonik. Kedua kondisi tersebut dapat menganggu
perkembangan otak. Pada dehidrasi hipertonik, terjadi
kebocoran sel sehingga dapat terjadi trombosis vena.
Koreksi yang terlalu cepat pada keadaan hipertonik
dapat menyebabkan edema cerebri. Pada hipotonik, air
berpindah ke dalam set otak, sehingga dapat terjadi
edema cerebri dengan pembengkakan intraseluler.
Manifestasi klinis dari dehidrasi tergantung dari
kecepatan perubahan dari cairan dan elektrolit,
termasuk derajat dari hipo atau hipernatremia. Letargi
dan confusion terjadi pada keadaan acute isotonic dehydration.
Jika keadaan tersebut berlangsung lama, dapat terjadi
hipotensi dan akan menyebabkan iskemia cerebri hingga
terjadi koma. Pada perubahan status mental, dehidrasi
hipotonik dapat disertai dengan kejang. Pada keadaan
hipertonik akut dapat terlihat iritabel, peningkatan
tonus otot, hiperrefleks, kejang, dan perubahan status
mental. Rehidrasi yang terlalu cepat dan berlebihan dan
reduksi natrium pada kondisi ini dapat menyebabkan
perdarahan intraparenkim otak dengan koma, adanya
abnormalitas multifokal pada pemeriksaan, dan kejang.
Riwayat muntah dan/atau diare, dan masukanya
cairan yang tidak adekuat, bersamaan dengan turgor
kulit yang buruk, mukosa kering, mata cekung, dan
sedikitnya produksi air mata membuat diagnosis
dehidrasi lebih mudah. Namun, penemuan tersebut akan
menjadi sulit terlihat ada keadaan dehidrasi
hipertonik, dikarenakan volume cairan ekstraselular
relatif dipertahankan.
Penggantian cairan intravena merupakan tatalaksana
utama. Inisiasi penggantian cairan dan elektrolit
secara cepat dibutuhkan untuk mempertahankan dan
mengembalikan fungsi kardiovaskular, ginjal, dan
perfusi organ. Setelah itu, penggantian cairan dan
elektrolit dilakukan secara perlahan untuk menggantikan
kekurangannya secara maksimal dan untuk mempertahankan
volume cairan yang adekuat.
Parameter yang spesifik pada penggantian cairan
dan elektrolit harus berdasarkan kasus per kasus,
dengan melihat usia, status neurologis dan
kardiovaskular, derajat gangguan keseimbangan
elektrolit, dan faktor-faktor lain. Pengawasan terhadap
elektrolit dan fungsi ginjal penting untuk menentukan
terapi selanjutnya. Jika terjadi asidosis berat,
pemberian bikarbonat dapat dilakukan. pada dehidrasi
hipernatremia, cairan hipotonik dapat digunakan sebagai
terapi penggantian cairan, tetapi penting untuk
menurunkan level dari natrium secara bertahap selama 72
jam, untuk meminimalisasikan terjadinya komplikasi yang
dapat terjadi dengan koreksi yang terlalu cepat. Pada
keadaan koreksi yang terlalu cepat, yang menjadi
perhatian khusus adalah terjadiya edema cerebri dengan
potensi terjadinya ensefalopati bahkan herniasi. Kejang
biasanya merespon pada koreksi dari dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit dan tidak dibutuhkan
antikonvulsan. Hasil akhir secara umum bervariasi
meskipun edema cerebral berat atau perdarahan
intraparenkim telah terjadi.
Tabel 3. Perbedaan Gejala Klinis Pada Dehidrasi
Gejala
Dehidrasi
Hipotonik Isotonik Hipertonik
Rasa haus - + +Berat badan turun
sekali
turun turun
Turgor kulit buruk turun tidak jelasMukosa basah kering kering
sekaliSSP apatis koma iritabel,
kejang,
refleks
meningkatSirkulasi sangat
buruk
buruk relatif baik
Nadi sangat
lemah
cepat-lemah cepat-keras
Tekanan darah sangat
rendah
rendah rendah
Gangguan Keseimbangan Elektrolit9
Hiponatremia (Na <135 mEq/L)
a. Hiponatremia hipertonik (POsm > 295)
Etiologi :
- hiperglikemia, co. DKA
- mannitol, glycerol
b. Pseudohiponatremia isotonik (POsm 280-295)
Etiologi
- hiperproteinemia
- hiperlipidemia
c. Hipotonik hiponatremia (POsm < 280)
1) Hipovolemik (penurunan jumlah Na total dan
air)
Etiologi :
- Renal losses : diuretic excess, osmotic diuresis,
obstructive uropathy, insufisiensi adrenal,
sindrom Fanconi, pseudohypoaldosteronism,
sindrom Bartter’s, nefritis intersisial
- GI losses : muntah, diare, fistula, post-op
tubes, gastrocystoplasty
- Keringat, heat stroke
- Third space : efusi, asites, luka bakar, trauma
otot, pankreatitis, peritonitis
2) Euvolemik (+ jumlah Na total dan peningkatan
total air dalam tubuh)
Etiologi :
- intoksikasi air
- excess ADH
- defisiensi glukokortikoid
- hipotiroid
- reset osmotat : CVA, infeksi TB, malnutrisi
3) Hipervolemik (peningkatan Na total dalam
tubuh dan air)
Etiologi :
- edema : GJK, sirosis, sindrom nefrotik, too
much free water khusunya pada neonatus
- gagal ginjal (akut, kronik)
Manifestasi Klinis
Apatis, agitasi, anorexia, mual, muntah, diare, lemah,
perubahan status mental, koma, hipotensi, kejang.
Tatalaksana
1. Tatalaksana tergantung penyebab yang mendasarinya.
2. Pada euvolemik dan hipervolemik ditatalaksana
dengan restriksi cairan, sedangkan pada hipovolemik
perlu restriksi Na.
3. Pada hipovolemik dilakukan koreksi syok dengan
penggantian cairan menggunakan normal saline.
4. Hiponatremia simtomatik
a. Pada penurunan Na akut < 120 mEq/L sering terjadi
kejang atau koma
b. Gejala biasanya dapat teratasi dengan peningkatan
Na 3 mEq/L
c. Na yang dibutuhkan = (Na target – Na sewaktu) x
0,6 x BB
NaCl 3% = 513 mEq/L (0,5 mEq/cc) diberikan
selama 1-2 jam (dapat diberikan cepat selama
15 menit)
5. Koreksi Na tidak boleh lebih cepat dari 0,5
mEq/L/jam.
6. Pantau Na setiap 4 jam hingga stabil.
7. Atasi etiologi yang mendasari.
* POsm = 2Na + (glukosa/18) + (BUN/2.8); will be similar to
measured osmolality in the absence of alcohols, mannitol, glycerol,
or sorbitol
Hipokalemia (K+ < 3.5 mEq/L)
Etiologi
1. Intake kurang : muntah, kelaparan, malnutrisi,
kwashiorkor, anorexia nervosa
2. GI losses : diare kronik, fistula, penggunaan
laksativ berlebihan, kolostomi, nasogastric drainage,
ureterosigmoidostomy
3. Renal losses : tubular diseases, sindrom Cushing,
hipomagnesemia, hiperaldosteron, obat-obatan
(aminoglikosida, amfotericin, ticarcillin, NSAID,
diuretik), nefritis, licorice ingestion, sindrom
Fanconi, distal RTA, toluene sniffing, sindrom
Bartter, sindrom Gitelman, sindrom Liddle
4. Skin losses : kista fibrosis, luka bakar
5. Redistribution : alkalosis metabolik, insulin, ß2
agonists (terutama albuterol), hipotermia
6. Alkalosis respiratorik
Manifestasi Klinis
1. Lemah, paralisis, hiporefleks, ileus
2. Atrial and ventricular premature contractions, depresi ST,
flattened T wave, U wave, prolonged q-u interval
3. Toksisitas digitalis
Tatalaksana
1. Atasi kelainan yang mendasari.
2. Pemberian oral lebih disarankan : 1-3 mEq/kg/hari,
koreksi membutuhkan 5-7 hari
3. Jika K < 2,5 diberikan melalui intravena 0,5
mEq/kg selama 1 jam
4. Kecepatan pemberian 0,25-0,5 mEq/kg/jam dan
konsentrasi IVF < 40 mEq/L merupakan batas aman
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien adalah anak laki-laki berusia 8 bulan,
datang dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan diare
sejak 3 hari SMRS. Berdasarkan allo-anamnesis yang
dilakukan dengan orang tua pasien, pasien diare lebih
dari 10 kali per hari. BAB encer, sedikit ampas,
berwarna coklat kekuningan, lendir (+), darah (-),
tidak berbau busuk dan tidak keruh seperti air cucian
beras. Ibu pasien mengganti popok lebih dari 4 kali dan
popok selalu penuh dengan BAB encer. Mata nampak cekung
(+), lebih haus dari biasanya (+), dan rewel (+). Perut
kembung (-), demam (-), muntah (-), dan pucat (-). BAK
dapat keluar namun sedikit dan warna lebih pekat.
Pasien juga sulit untuk diberi makan. Delapan jam SMRS
pasien dibawa oleh orang tuanya ke RS Patria Ika.
Pasien sempat kejang selama kurang lebih 5 menit. Bola
mata pasien mendelik ke atas, tubuhnya kaku, kelojotan
(-), tidak merespon jika dipanggil, mulut berbusa (-),
biru (-). Kejang hanya berlangsung satu kali.
Sebelumnya pasien tidak ada demam. Kejang ini merupakan
kejadian yang pertama kali. Tujuh jam SMRS pasien ke RS
Harapan Kita, pasien sempat muntah. Muntah setiap kali
masuk makanan, muntah berisi makanan berwarna sedikit
kuning, darah (-), muntah hijau (-). Saat ini,
keadaannya lebih membaik, anak nampak lebih tenang,
sudah tidak muntah, nafsu makan membaik, diare hanya 1
kali, cairan > ampas, berwarna coklat kekuningan. BAK
dapat keluar, kurang lebih sebanyak setengah gelas
aqua, warna lebih muda dibandingkan dengan sebelumnya.
Demam (-), batuk pilek (-). Berat badan turun dari 8,1
kg menjadi 6,4 kg.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang
dan letargi dengan kesadaran compos mentis. Pemeriksaan
tanda vital dalam batas normal. Kesan status gizi
cukup. Status generalis dan neurologis tidak ditemukan
adanya abnormalitas. Pada pemeriksaan antropometri, BB
6,4 kg, TB 69 cm, LK 44 cm, LILA 12 cm, dilakukan
plotting ke dalam curva WHO dan didapatkan hasil
sebagai berikut:
BB/U : 6,4 kg/8,6 kg = 74%
TB/U : 69 cm/71 cm = 97%
BB/TB : 6,4 kg/8,2 kg = 78%
Kesan gizi klinis : gizi kurang
Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan adanya
hiponatremia (126 mEq/L) dan hipokalemia (3,19 mEq/L).
Atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan ditetapkan masalah
pada pasien ini adalah diare akut dengan dehidrasi
ringan-sedang dan riwayat kejang ec. gangguan
metabolik.
Masalah pertama, yaitu diare akut dehidrasi
ringan-sedang ditegakkan atas dasar; definisi dari
diare itu sendiri yaitu keadaan berubahnya konsistensi
tinja menjadi lebih lembek/cair dan disertai frekuensi
defekasi yang meningkat yang dapat/tanpa disertai
lendir dan darah. Menurut WHO, keluarnya tinja encer
(yang mengikuti bentuk bejana) dengan frekuensi 3 atau
lebih dalam periode 24 jam. Sedangkan periode akut
berdasarkan lama waktu terjadinya diare. Dikatakan akut
dikarenakan diare terjadi kurang dari 14 hari. Keadaan
dehidrasi ringan-sedang diklasifikasikan menurut WHO
atas dasar gejala dan tanda yang terlihat, yaitu
ditemukan adanya 2 atau lebih tanda dan gejala berikut,
antara lain gelisah, iritabilitas, mata cekung, minum
seperti kehausan, dan cubitan kulit kembali lambat.
Dikarenakan pada pasien memenuhi 3 kriteria tersebut
maka pasien dapat diklasifikasikan sebagai dehidrasi
ringan-sedang.
Masalah kedua, yaitu riwayat kejang ec. gangguan
metabolik ditegakkan atas dasar; riwayat kejang
didapatkan dari anamnesis dengan ibu pasien. Pada
pasien dicurigai adanya kejang dikarenakan adanya
gangguan keseimbangan elektrolit yaitu hiponatremia (Na
<135 mEq/L) dan hipokalemia (K < 3,5 mEq/L). Pada bayi
dan anak dehidrasi sering terjadi bersamaan dengan
ketidakseimbangan elektrolit sehingga dapat menyebabkan
acute symptomatic seizure yaitu gangguan akut yang
mengganggu eksitabilitas otak, yang salah satunya dapat
diakibatkan oleh ketidakseimbangan elektrolit. Pada
keadaan dehidrasi tipe hipotonik, terjadi perpindahan
air ke dalam sel otak, sehingga dapat terjadi edema
cerebri dengan pembengkakan intraseluler dan dapat
terjadi kejang. Oleh karena itu dapat terjadi gangguan
di otak. Banyak etiologi yang dapat menyebabkan
hiponatremia dan hipokalemia, salah satunya akibat GI
losses yang pada kasus ini disebabkan oleh diare akut
dan muntah.
Pada pasien tatalaksana yang diberikan sesuai
rencana terapi B menurut WHO, yaitu memberikan oralit
untuk 3 jam pertama dengan perhitungan 75 ml/kgBB,
yaitu 480 ml selama 3 jam. Diberikan pula zinc 1x10 mg.
Selanjutnya 3 jam lakukan penilaian dan klasifikasi
kembali derajat dari dehidrasi. Disamping itu pemberian
makan dapat segera diberikan dan pemberian ASI
dilanjutkan.
Untuk koreksi hiponatremia dan hipokalemia:
Nilai natrium normal 135-145 mEq/L dan kebutuhan harian
adalah 2-3 mEq/100 kkal. Nilai natrium pasien adalah
126 meq/L sehingga pasien berada dalam keadaan
hiponatremia. Manifestasi klinis yang dapat terlihat
pada keadaan hiponatremia antara lain, apatis, agitasi,
anorexia, mual, muntah, diare, lemah, perubahan status
mental, koma, hipotensi, dan kejang. Untuk tatalaksana
hiponatremia yaitu dengan mengatasi penyebab yang
mendasarinya. Pada kasus ini koreksi natrium dapat
dihitung dengan perhitungan sebagai berikut :
Hiponatremia (Na 126 mEq/L) :
- Kebutuhan cairan per hari = 100 ml/kgBb = 640 ml
- Koreksi Na: (135-Na) x 0,6 x kgBB (135-126) x 0,6
x 6,4 = 34,56 mEq
- Kebutuhan Na/hari = 3 mEq x 6,4 = 19,2 mEq
- Total Na yang dibutuhkan = 34,56 + 19,2 = 53,76 mEq
- Konsentrasi Na yang diperlukan 53,76/0,64 = 84
mEq/L
- KaEn3A (60 mEq/L) 60 mEq/L sebanyak 640 ml 38,4
mEq
- Kekurangan Na = 53,76 – 38,4 = 15,36 mEq
- Nacl 3% (513 mEq/L) 15,36/513 x 1000 ml = 29,94 ~
30 ml
- 640 ml KaEn3A + 30 ml NaCl 3% per 24 jam
Nilai kalium normal adalah 3,5-5,5 mEq/L dengan
kebutuhan harian 2 mEq/100 kkal. Dikatakan hipokalemia
jika kadar kalium < 3,5 mEq/L. Manifestasi klinis yang
dapat terlihat antara lain, otot skelet lemas,
peristaltik menurun, penurunan daya konsentrasi urin
atau dilusi urin, poliuria/polidipsia, alkalosis. Pada
kasus ini koreksi kalium dihitung dengan perhitungan
sebagai berikut:
Dikarenakan kadar K 3-3,5 mEq/L, kalium dapat diberika
per oral 75 mg/kgBB/hari ( dibagi dalam 3 dosis) =
480 mg/hari 160 mg per 3 kali.
Selanjutnya setelah elektrolit terkoreksi dan dehidrasi
telah teratasi, lakukan pediatric nutrition care dan lanjutkan
pemberian zinc 1 x 10 mg selama 10 hari.
Nutrition Management
BB (actual weight): 6,4 kg
Ideal body weight : 8,2 kg
TB : 69 cm
Penilaian Status Gizi
Penilaian nutrisi untuk anak lelaki kurang dari 36
bulan menggunakan kurva WHO, yaitu weight for length (z-
scores).
o WHO Z score : -2 s/d -3 SD (wasted)
Dalam menentukan status nutrisi digunakan rumus Actual
weight/IBW x 100%. Maka perlu diketahui Berat Badan ideal
(IBW) untuk bayi. Pada kurva WHO diatas didapatkan IBW
pada anak ini adalah 8,2 kg. Dengan demikian, status
nutrisi anak tersebut adalah:
Oleh sebab itu, berdasarkan klasifikasi Waterlow bayi
tersebut diatas masuk kedalam klasifikasi moderate
malnutrition (> 70-80%).
Actual weight/IBW x 100% = (6,4/8,2) x 100% =
Kebutuhan Kalori
Kcal = RDA (kcal/kg) for height age x Ideal weight body
(kg)
= (110-120 kkal/kg) x BB ideal
= (110-120 kkal/kg) x 8,2 kg
= 902-984 kkal ~ 920 kkal
Rute pemberian : oral
Pemilihan jenis makanan
- ASI (67 kkal/100 ml) memenuhi kebetuhan 50% dari
kalori = 455 kkal
- Bubur susu (160 kkal/sajian) 3 x 160 kkal = 480
kkal
- Pisang (40 kkal) 1 x 40 kkal = 40 kkal
Total kalori per hari = 975 kkal
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Diarrhoea Disease Fact
Sheet. Available at
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/i
ndex.html#. Geneva, 2009.
2. Kliegman RM, Behrman RE, Stanton BMD, Geme JS, Schor
N. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 19.
Saunders. 2011.
3. Guandilini S, Frye RE, Tamer MA. Diarrhea. Available
at URL http://emedicine.medscape.com/article/928598-
overview. Accessed Januari 14 2012.
4. Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Panduan
Pelayanan Medis RSCM. 2008.
5. Abba K, Sinfield R, Hart CA, Garner P. Pathogens
associated with persistent diarrhoea in children in
low and middle income countries: systematic review.
BMC Infectious Disease. 2009.
6. Walker WA, Kleinman RE, Sanderson IR, Sherman PM,
Shneider BL. Pediatric gastrointestinal disease.
Edisi 4. 2004.
7. WHO. Pocket book of hospital care for children.
Guidelines for the management of common illnesses
with limited resources. 2005.
8. Flink, Michael and Trauner, DA. Toxic and metabolic
encephalopathies. In: Ronald B. David; Clinical
Pediatric Neurology. 3rd edition. New York: Demos
Medical, 2009. p119.
9. Kirsch, Erica A.Pediatric Emergency Manual. Texas:
Department of Pediatrics San Antonio Uniformed
Services HEC Pediatric Residency. 2000.