Presentasi Diri Gay (Kajian Dramaturgi Mengenai Bentuk Presentasi Diri dalam Komunikasi...

42
PRESENTASI DIRI GAY (Kajian Dramaturgi Mengenai Bentuk Presentasi Diri dalam Komunikasi Interpersonal Gay di Kota Malang) SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan minat utama Komunikasi Massa Disusun oleh: Wahyu Khairul Anshari 0811223065 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

Transcript of Presentasi Diri Gay (Kajian Dramaturgi Mengenai Bentuk Presentasi Diri dalam Komunikasi...

PRESENTASI DIRI GAY (Kajian Dramaturgi Mengenai Bentuk Presentasi Diri dalam Komunikasi

Interpersonal Gay di Kota Malang)

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

dengan minat utama Komunikasi Massa

Disusun oleh:

Wahyu Khairul Anshari

0811223065

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Wahyu Khairul Anshari. 2014. Presentasi Diri Gay (Kajian Dramaturgi

Mengenai Bentuk Presentasi Diri dalam Komunikasi Interpersonal Gay di

Kota Malang). Akhmad Muwafik Saleh, S.Sos., M.Si dan Yuyun Agus Riani, S.

Pd., M.Sc

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Presentasi Diri Gay (Kajian Dramaturgi Mengenai

Bentuk Presentasi Diri dalam Komunikasi Interpersonal Gay di Kota Malang).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk kesan yang ditampilkan

dari presentasi diri yang dilakukan oleh seorang gay di kota Malang.

Gay di Malang mempresentasikan diri sebagai sosok-sosok tertentu saat

berada di komunitas gay dan di lingkungan masyarakat dalam rangka memenuhi

presentasi diri yang mereka lakukan. Sehingga untuk mengetahui bentuk kesan

dari presentasi diri gay diketahui dari proses komunikasi interpersonal yang

mereka lakukan saat berada di lingkungan teman dan di lingkungan gay. Adapun

dimensi presentasi diri yang dilakukan oleh gay juga dipahami dengan kajian

dramaturgi agar dapat diketahui kesan yang mereka kelola saat di front stage.

Penelitian ini menggunakan pendekatan interpretatif. Adapun metode

penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan tataran deskriptif.

Oleh karena itu untuk memenuhi data yang ada, peneliti memilih informan dalam

penelitian ini adalah gay yang berdomisili di Kota Malang. Pemilihan

informannya dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Sedangkan teknik

pengumpulan data melalui wawancara dan observasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal yang

dilakukan oleh gay merujuk pada kesan yang berbeda saat berada di front stage

yaitu lingkungan teman dengan membentuk sosok pria heteroseksual dan saat di

back stage yaitu lingkungan gay dengan menampilkan dirinya yang

sesungguhnya. Sehingga kesan yang terbentuk dari presentasi diri yang dilakukan

oleh gay tersebut berbeda saat di front stage yaitu lingkungan teman dengan

bentuk kesan seorang pria heteroseksual dan saat di back stage yaitu komunitas

dengan menampilkan jati diri mereka yang gay.

Kata Kunci: Komunikasi Interpersonal, Dramaturgi, Presentasi Diri

Wahyu Khairul Anshari. 2014. Gay Self-Presentation (Dramaturgy Study of

the Self-Presentation Form on Gay Interpersonal Communication in

Malang). Mr.Akhmad Muwafik Saleh, S.Sos., M.Si dan Mrs. Yuyun Agus Riani,

S. Pd., M.Sc

ABSTRACT

This research entitled “Gay Self-Presentation (Dramaturgy Study of the Self-

Presentation Form on Gay Interpersonal Communication in Malang)”. This

research is aimed to know how gay people presented the impression form of their

self-presentation in Malang.

Gay self-presentation in Malang will show certain figures when someone is in the

gay community and in the social environment in order to fulfill their self-

presentation. So that to know the impression form of self-presentation, it should

be known from the interpersonal communication process that they do when they in

the gay community and in the social environment. The dimension of the self-

presentation that done by gay people also being understood with dramaturgy

study in order to know the impression they managed in the front stage and the

back stage.

This research is using interpretative approach. The method used in this research

is qualitative method in descriptive way. Therefore, to fill the existing data,

researcher chose to use gay in Malang as informant of this research. For the

selections of the informants, researcher used Purposive Sampling technique,

whereas for the data collection technique going through interview and

observation.

The result of this research showed the interpersonal communication done by the

gay reference to different impression when they in the front stage, which is social

fellow environment with the impression form as heterosexual man and in the back

stage, which is the gay fellow environment with the impression form as a gay.

Therefore, the impression built from the self-presentation done by the gay is

different when they in the front stage, which is social fellow environment with the

impression form as heterosexual man and in the back stage, which is the gay

fellow environment with the impression form as a gay.

Keywords: Interpersonal Communication, Dramaturgy, Self Presentation

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelompok homoseksual dibedakan menjadi empat golongan, yaitu

kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender atau biasa disingkat menjadi

LGBT (GAYa Nusantara, 2014). Kelompok yang menjadi fokus penelitian yang

dilakukan peneliti adalah kelompok gay (pria homoseksual), kelompok ini

memiliki kebiasaan dan ciri khas yaitu mengenakan pakaian yang stylish dan

trendy dan merupakan ciri yang tercermin dari kelompok gay tersebut. Hampir

sebagian besar dari mereka, sangat memperhatikan penampilanya untuk tetap rapi

dan modis.

Munculnya fenomena gay memang tidak lepas dari konteks kebudayaan.

Kebiasaan-kebiasaan pada masa anak-anak ketika mereka dibesarkan di dalam

keluarga, kemudian mendapat penegasan pada masa remaja menjadi penyumbang

terciptanya gay. Tidak satu pun gay yang “menjadi gay” karena proses mendadak

(Budirahayu 2011, h. 52). Kesimpulannya bahwa tidak ada seorang gay yang lahir

ke dunia ini lalu kemudian murni menjadi gay tanpa adanya proses sosialisasi di

dalamnya, sehingga dalam tahap sosialisasi ini seorang gay bisa berperilaku

tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.

Menurut salah satu pengurus divisi lapangan yayasan IGAMA (IKATAN

GAY MALANG), Rama kepada peneliti pada tanggal 21 Mei 2014, menyatakan

bahwa data terakhir yang dilansir pada tahun 2012 jumlah gay di Kota Malang

mencapai 7600 jiwa. Kelompok gay ini tergabung dalam komunitas gay di bawah

naungan yayasan IGAMA Malang. Komunitas gay tersebut berasal dari gabungan

beberapa komunitas seperti: komunitas dance, kelompok arisan yang biasa

diadakan yayasan IGAMA setiap bulan, dan LSL (konsumen laki-laki penikmat

waria).

Rama juga menambahkan bahwa yayasan IGAMA merupakan lembaga

sosial non-profit oriented yang bertugas mengumpulkan para gay (pria

homoseksual) yang tersebar di Malang Raya untuk mengadakan kegiatan arisan

rutin setiap bulannya. Kegiatan ini bertemakan Edutaiment (Edukasi dan

Entertaiment) yang di dalamnya berisi kegiatan seminar mengenai HIV/AIDS,

lipsinc competition, pemilihan pasangan serasi, dll.

Tidak semua gay di Indonesia secara terbuka dan berani menyatakan

bahwa dirinya adalah seorang gay dengan alasan demi menjaga nama baik mereka

maupun keluarga. Sehingga hal inilah yang menyebabkan seorang gay lebih

memilih untuk menutupi identitas seksualnya dibandingkan harus membuka

dirinya sebagai seorang gay (Boellstorf 2005, h. 47). Sehingga kaum gay tampil

selayaknya kaum heteroseksual untuk menutupi identitas sebenarnya dalam

masyarakat. Kalaupun mereka menampilkan diri sebagai seorang gay biasanya

hanya kepada orang-orang tertentu yang memang sudah mengenal mereka

sebelumnya.

Peneliti memilih mengangkat fenomena tersebut karena masalah yang

harus dihadapi oleh gay di Kota Malang yaitu bagaimana dia bisa mengenalkan

dirinya dengan baik dalam pergaulannya saat berada di lingkungan teman dari

identitasnya sebagai gay. Di samping itu, bagaimana gay tersebut saat berada di

lingkungan gay dalam memenuhi kebutuhan sosial pada sesamanya.

Fenomena ini menjadi semakin menarik untuk diteliti karena seorang pria

yang selayaknya dituntut untuk selayaknya pria heteroseksual, akan tetapi mereka

memilih orientasi menjadi gay. Mereka harus menyembunyikan identitas dan

mengelola kesan tersebut untuk mendapat penerimaan masyarakat, karena

masyarakat mempunyai ekspektasi tertentu pada peran gay sebagai seorang pria.

Sehingga muncul dualisme lingkungan yang harus dihadapi oleh gay ini yaitu

lingkungan teman dan lingkungan gay.

Adapun lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti yaitu Kota Malang

karena merupakan kota besar kedua Jawa Timur serta banyak masyarakat

pendatang yang membuat heterogenitas budaya yang membuat kaum gay tidak

asing lagi (malang-post.com, 2014).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti akan menganalisa bentuk

tampilan kesan dari presentasi diri gay di kota Malang dengan melihat dari proses

komunikasi interpersonal bersama teman-temannya dalam rangka sebagai seorang

pria heteroseksual dan juga komunikasi interpersonal dengan komunitas gay

sebagai seorang gay. Peneliti memilih untuk mengkaji komunikasi interpersonal

adalah untuk mengetahui tujuan tertentu terhadap pesan yang disampaikan oleh

gay tersebut kepada orang lain. Sehingga gay ini akan memperlihatkan sosok-

sosok tertentu yang dapat dipahami oleh orang lain yang melihatnya.

Sebagaimana layaknya konsep-konsep dalam ilmu sosial, komunikasi

interpersonal juga mempunyai banyak definisi sesuai dengan persepsi ahli-ahli

komunikasi yang memberikan batasan pengertian. Seperti littlejohn (1999) dalam

Suranto (2011, h. 3) memberikan definisi komunikasi antarpribadi (interpersonal

communication) adalah komunikasi antara individu-individu.

Adapun proses komunikasi interpersonal akan terjadi apabila ada pengirim

menyampaikan informasi berupa pesan verbal maupun simbol nonverbal kepada

penerima dengan menggunakan medium suara manusia (human voice), maupun

dengan medium tulisan (Suranto 2011, h. 11). Oleh karena itu peneliti ingin

mengetahui proses komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh gay dari segi

komunikasi verbal dan nonverbal yang mereka tampilkan.

Komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh gay di kota Malang

merujuk pada dua lingkungan yang harus dihadapi, yaitu lingkungan teman dan

lingkungan gay. Hal tersebut dikaji oleh peneliti melalui teori dramaturgi dari

Erving Goffman. Peneliti menggunakan kajian dramaturgi karena untuk

mengungkapkan perbedaan proses komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh

gay tersebut saat di lingkungan teman dan di lingkungan gay.

Goffman (1959) yang dikutip oleh Mulyana (2006, h. 107)

memperkenalkan dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial psikologis dan

sosiologi melalui bukunya, The Presentation of Self In Everyday Life. Goffman

menyatakan:

Perspektif yang digunakan dalam laporan ini adalah perspektif

pertunjukan teater; prinsip-prinsipnya bersifat dramaturgis. Saya akan

membahas cara individu... menampilkan dirinya sendiri dan

aktivitasnya kepada orang lain, cara ia memandu dan mengendalikan

kesan yang dibentuk orang lain terhadapnya, dan segala hal yang

mungkin atau tidak mungkin ia lakukan untuk menopang

pertunjukannya di hadapan orang lain.

Lebih lanjut menurut Goffman (1959) mengenai kajian dramaturgi ini

yang dikutip oleh Mulyana (2006, h. 114) yaitu,

Kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi “wilayah depan” (front

region) dan “wilayah belakang” (back region). Wilayah depan

merujuk kepada peristiwa sosial yang menunjukan bahwa individu

bergaya atau menampilkan peran formalnya. Mereka sedang

memainkan perannya di atas panggung sandiwara di hadapan

khalayak penonton. Sebaliknya wilayah belakang merujuk kepada

tempat dan peristiwa yang yang memungkinkannya mempersiapkan

peran di wilayah depan. Wilayah depan ibarat panggung sandiwara

bagian depan (front stage) yang ditonton khalayak penonton, sedang

wilayah belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang (back

stage) atau kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai,

mempersiapkan diri, atau berlatih untuk memainkan perannya di

panggung depan.

Adapun kajian mengenai dramaturgi yang dikemukakan oleh Goffman

(1959) yang dikutip oleh Mulyana (2006, h. 114) ini juga memperhatikan aspek

front stage dan back stage. Sehingga upaya peneliti untuk menganalisa proses

komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh gay saat berada di lingkungan

teman dan lingkungan gay dapat semakin mudah untuk dikaji dengan perspektif

dramaturgi.

Dari kajian dramaturgi tersebut peneliti ingin melihat bagaimana seorang

gay pada akhirnya dapat melakukan proses komunikasi interpersonal saat berada

di lingkungan teman dari akitifitasnya tersebut pada waktu berinteraksi dengan

teman-temannya. Sehingga dapat diketahui peran yang dimainkan oleh gay di

lingkungan temannya.

Adapun peran sebagai pria heteroseksual saat berada di lingkungan teman

tidak terlepas dari persiapan yang dilakukan oleh gay saat berada di lingkungan

gaynya. Oleh karena itu peneliti juga melihat proses komunikasi interpersonal gay

ini ketika berada di tengah-tengah lingkungan gay.

Berdasarkan proses komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh gay saat

berada di lingkungan teman dan didukung dengan proses komunikasi

interpersonal yang dilakukan mereka saat berada di lingkungan gay akan

membentuk kesan tertentu pada diri gay. Kesan ini sebagai wujud dari presentasi

diri yang mereka lakukan.

Adapun presentasi diri atau self presentation, yakni keinginan untuk

membangun citra diri atau kesan yang positif terhadap orang lain, sehingga

seseorang akan selalu berusaha tampil baik dalam pertemuan yang pertama

dengan orang lain (Baron dan Byrne 2004, h. 69).

Fokus self presentation pada gay tersebut yaitu pada tampilan dirinya

untuk selalu memberikan kesan dengan baik di hadapan orang lain baik itu teman-

teman kerja, atau kampus dan juga komunitasnya. Sehingga untuk memperoleh

presentasi diri yang baik, gay tersebut mengelola impresi (kesan) diri.

Goffman dalam Mulyana (2003, h. 96) menambahkan bahwa Impresi

(kesan) diri tersebut bersifat temporer dalam arti berjangka pendek, dan bermain

peran, karena selalu dituntut oleh peran-peran sosial yang berlainan. Sehingga gay

tersebut bisa membentuk kesan yang berbeda antara di lingkungan teman dan di

lingkungan gay.

Penelitian dengan tema presentasi diri juga banyak dilakukan oleh para

peneliti dalam bidang ilmu komunikasi. Contoh dalam riset yang ditulis oleh

Mutia (2009) yang berjudul “Presentasi Diri Dosen Lajang” yaitu tentang

presentasi diri secara verbal dan nonverbal seorang tenaga pendidik yang

berprofesi sebagai dosen yang dalam hal ini tidak terikat dengan status pernikahan

dalam aktivitas di dalam dan di luar lingkungan kampus.

Penelitian lain juga melakukan riset yang ditulis oleh Luik (2011) dengan

judul “Media Sosial dan Presentasi diri”, dimana pada riset ini membahas

mengenai langkah-langkah khusus seseorang dalam mempresentasikan dirinya

kepada orang lain. Apalagi, jika kesempatan mempresentasikan diri ini berada

pada konteks media sosial. Sekilas terlihat bahwa kehadiran media sosial seperti

Facebook, Twitter, Blog dan LinkedIn memberikan ruang yang seluas-luasnya

bagi setiap individu (user) untuk berkreasi, khususnya dalam menampilkan

dirinya masing-masing.

Sesuai dengan penjelasan yang sudah dijabarkan diatas, yaitu mengenai

gay dalam melakukan proses komunikasi interpersonal saat berada di lingkungan

teman dan dan didukung dengan proses komunikasi interpersonal di lingkungan

gay, untuk mengetahui bentuk tampilan kesan dari wujud presentasi diri yang

mereka lakukan saat berada di lingkungan teman.

Maka dengan penjabaran tersebut peneliti mengambil judul yaitu

“Presentasi Diri Gay (Kajian Dramaturgi Mengenai Bentuk Presentasi Diri dalam

Komunikasi Interpersonal Gay di Kota Malang)”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu “Bagaimana bentuk kesan yang muncul dari presentasi diri

yang dilakukan gay di Kota Malang pada proses komunikasi interpersonalnya

dengan masyarakat maupun sesama Gay?”

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bentuk kesan dari presentasi diri gay di kota Malang

pada proses komunikasi interpersonal yang dilakukannya yang dikaitkan dengan

teori dramaturgi untuk menjawab fenomena tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan kesan yang terbentuk

oleh gay di kota Malang dari presentasi diri yang dilakukannya. Adapun

presentasi diri yang mereka lakukan dilihat dari proses komunikasi

interpersonal yang dikaitkan dengan teori dramaturgi untuk menjawab

fenomena itu. Penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi perkembangan dan

pendalaman studi komunikasi khususnya bagi peminat kajian teori dramaturgi,

sehingga mampu menjadi referensi bagi penelitian serupa dimasa yang akan

datang.

1.4.2 Manfaat Praktis

Tujuan praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

menyeluruh tentang presentasi diri seorang gay di kota Malang saat

melakukan proses komunikasi interpersonal di lingkungan teman.

Selanjutnya juga bagaimana identitas asli serta persiapan seorang gay

berada di lingkungan teman yang dilihat dari proses komunikasi interpersonal

yang akan memainkan perannya kembali saat dengan lingkungan gaynya.

Sehingga proyeksi kesan dari presentasi diri gay tersebut dapat dilakukan oleh

mereka secara maksimal.

1.5. Etika Penelitan

Penelitian ini tidak menggunakan foto dan menyebutkan nama informan

dalam penyajian data karena penelitian ini bersifat pribadi menyangkut

kepribadian dan permasalahan yang pernah dialami oleh informan dalam

penelitian ini. Sebelum penelitian dilaksanakan peneliti telah memberikan form

kesediaan untuk menjadi informan dan disertakan dalam lampiran penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Homoseksual dan Gay

Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual dan/atau romantis antara

pribadi yang berjenis kelamin sama misalnya lelaki dan lelaki secara situasional

atau berkelanjutan. Kata sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim

dan/atau hubungan seksual di antara orang-orang berjenis kelamin yang sama.

Istilah gay adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk merujuk kepada pria

homoseksual.

Gay merupakan salah satu jenis dari homoseksual, adapun pengertian dari

homoseksual adalah suatu kondisi ketika penderita memiliki ketertarikan erotik

terhadap jenis kelamin yang sama (Sadarjoen, 2005, h. 15). Definisi lain mengenai

homoseksual adalah orientasi atau pilihan seks yang diarahkan kepada seseorang

atau orang-orang dari jenis kelamin yang sama. Pada gay tidak memiliki

keinginan untuk menggunakan pakaian wanita dan menampilkan diri sebagai

wanita. (Oetomo, 2003, h.15)

Dalam dunia gay juga ada istilah top, bottom, dan versatile yang

menjelaskan peran selama hubungan percintaan. Top adalah istilah “pria” yang

melakukan penetrasi, bottom adalah “wanita” yang menerima penetrasi, dan

versatile melibatkan orang tersebut dalam kedua kegiatan itu. Istilah-istilah ini

mungkin mengandung unsur identitas diri yang menunjukkan preferensi yang

biasa dari individu tersebut, tetapi juga mungkin menggambarkan identitas yang

lebih luas secara sosial, psikologis, dan/atau seksual. (Gregory, 2003, h. 255).

2.2 Komunikasi Interpersonal

Manusia membutuhkan komunikasi dengan orang lain karena manusia

merupakan makhluk sosial yang harus berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena

itu peneliti memilih untuk mengkaji komunikasi interpersonal terhadap presentasi

diri gay di kota Malang adalah untuk mengetahui tujuan tertentu terhadap pesan

yang disampaikan oleh gay tersebut kepada orang lain. Sehingga seorang gay

akan memperlihatkan sosok-sosok tertentu yang akan dipahami oleh orang yang

melihatnya dari proses komunikasi interpersonal tersebut.

Sebagaimana layaknya konsep-konsep dalam ilmu sosial, komunikasi

interpersonal juga mempunyai banyak definisi sesuai dengan persepsi ahli-ahli

komunikasi yang memberikan batasan pengertian. Seperti Little John (1999)

dalam Suranto (2011, h. 3) memberikan definisi komunikasi antarpribadi

(interpersonal communication) adalah komunikasi antara individu-individu.

Komunikasi Interpersonal atau Komunikasi antar pribadi adalah sebuah

komunikasi yang dilakukan orang-orang secara tatap muka (face to face) yang

memungkinkan untuk mendapatkan respon secara langsung baik verbal maupun

non-verbal (Mulyana, 2008, h.81). Komunikasi interpersonal adalah penyampaian

pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok

kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan

umpan balik segera (Devito 1989 dalam Effendy 2003, h. 30).

Proses komunikasi interpersonal akan terjadi apabila ada pengirim menyampaikan

informasi berupa lambang verbal maupun nonverbal kepada penerima dengan

menggunakan medium suara manusia (human voice), maupun dengan medium

tulisan. Berdasarkan asumsi tersebut maka dapat dikatakan bahwa dalam proses

komunikasi interpersonal terdapat komponen-komponen komunikasi yang secara

intergratif saling berperan sesuai dengan karakteristik komponen itu sendiri.

2.3 Friendship

Persahabatan (friendship) timbul karena kecederungan adanya persamaan. Dua

orang yang semua berhubungan sebagai teman biasa berkembang menjadi

friendship karena adanya persamaan diantara keduanya. Persamaan ini dapat

berupa persamaan kesengan atau hobby, berfikir, keinginan atau cita-cita, nasib,

dll. Pengertian dari friendship adalah suatu hubungan interpersonal antara dua

orang yang saling bergantung, dimana satu sama lain saling produktif dan

mempunyai karakteristik saling memberikan pengaruh positif satu sama lain.

(DeVito, 1997, h. 260). Sedangkan pengertian lain dari persahabatan adalah suatu

hubungan antar pribadi yang akrab atau intim yang melibatkan setiap individu

sebagai suatu kesatuan (Ahmadi, 2002, h. 232).

2.4 Dramaturgi

Peneliti menggunakan kajian dramaturgi karena untuk mengungkapkan

perbedaan proses komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh seorang gay dari

dua lingkungan yang dihadapinya. Yaitu di area lingkungan teman dan juga

perannya di lingkungan gay. Sehingga gay tersebut bisa dengan mudah

menyesuaikan diri dan diterima oleh orang-orang yang berada di lingkungan

teman dan juga lingkungan gaynya.

Goffman (1959) yang dikutip oleh Basrowi (2002, h. 60) memperkenalkan

dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial psikologis dan sosiologi melalui

bukunya, The Presentation of Self In Everyday Life. Buku tersebut menggali

segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan

kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan

cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan

drama. Adapun pertunjukan yang terjadi di masyarakat yaitu untuk memberi

kesan yang baik dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

2.5 Presentasi Diri

Peneliti menggunakan kajian presentasi diri pada penelitian ini untuk

mengetahui bagaimana proyeksi kesan gay ini dalam proses komunikasi

interpersonal guna mencapai tujuan yang diinginkannya dengan menggunakan

kajian impression management.

Impression management atau bisa disebut juga self presentation, yakni

keinginan untuk membangun citra diri atau kesan yang positif terhadap orang lain,

sehingga kita selalu berusaha tampil baik dalam pertemuan kita yang pertama

dengan seseorang (Baron dan Byrne 2004, h. 69). Sehingga dengan teknik

impression management ini diharapkan bisa membantu peneliti untuk mengetahui

bentuk presentasi diri dari peran yang ditampilkan guna mencapai harapan yang

diinginkan oleh gay tersebut.

Menurut Goffman yang dikutip Mulyana (2006, h. 110), presentasi diri

merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu tertentu yang bertujuan

untuk memproduksi definisi situasi dan identitas sosial bagi para aktor dan

definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak layak

bagi para aktor dalam situasi yang ada.

2.7 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2: Penelitian Terdahulu

Judul

Penelitian

Tujuan

Penelitian

Metode

Penelitian

Teknik

Pengumpulan

Data

Hasil Penelitian

Self Disclosure

oleh Gay di

Surabaya

(Penggambaran

Self Disclosure

tentang

Homoseksual

kepada Teman

yang Dilakukan

oleh Gay di

Surabaya)

Untuk

menggambarkan

Self Disclosure

tentang

homoseksualitas

yang dilakukan

oleh gay di

Surabaya kepada

temannya

Kualitatif

deskriptif

dalam

studi

kasus

- Observasi

- Wawancara

- Dokumentasi

- Pengalaman

individu

Gay yang melakukan

self disclosure justru

dapat diterima dan

tidak mempengaruhi

pertemanan mereka.

Sehingga mereka tidak

perlu canggung untuk

melakukan self

disclosure.

Presentasi Diri

Dosen Lajang

(Sebuah Studi

Dramaturgi

Tentang

Komunikasi

Untuk

mengetahui lebih

mendalam

mengenai

presentasi diri

verbal dan

Metode

kualitatif

dengan

paradigma

interpretif.

- Observasi

- Wawancara

- Dokumentasi

Presentasi diri yang

berbeda tidak

bergantung pada

tempat melainkan,

ruang-ruang dengan

konteks formal dan

Verbal Dan

Nonverbal

Dosen Lajang Di

Kota Pekanbaru)

nonverbal dosen

yang tidak

terikat status

pernikahan dari

aktivitas dalam

dan luar kampus

informal dosen lajang

tersebut.

Jika dilihat dari tabel penelitian terdahulu diatas, dapat dilihat perbedaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Terletak pada tujuan penelitian ini

adalah Untuk mengetahui bentuk kesan dari presentasi diri gay di kota Malang

pada proses komunikasi interpersonal yang dilakukannya yang dikaitkan dengan

teori dramaturgi.

Kemudian pada metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan

tataran deskriptif. Terakhir, fokus penelitian ini lebih pada bagaimana bentuk

kesan dari presentasi diri gay pada proses komunikasi interpersonal yang

dilakukan di lingkungan teman dan di lingkungan gay.

2.8 Kerangka Pemikiran

2.8.1 Deskripsi Alur Pemikiran

Peneliti mengemukakan alur pemikiran seperti bagan di atas dimana

peneliti memulai penelitian dari informan gay di kota Malang. Selanjutnya

peneliti melakukan wawancara mendalam disertai observasi mengenai proses

komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh gay tersebut.

Peneliti juga akan mengkaji komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh

gay dengan teori dramaturgi, sehingga dari komunikasi teori dramaturgi tersebut

dapat diketahui perbedaan proses komunikasi interpersonal saat berada di front

Gay

Proses Komunikasi

interpersonal yang

dilakukan

Presentasi diri yang

ditampilkan

Konsep

Teori Dramaturgi

Lingkungan

Teman

(Front Stage)

Lingkungan Gay

(Back Stage)

stage dan back stage yang akan menampilkan sosok tertentu dalam permainan

drama mereka.

Dari itu semua akan diketahui kesan apa yang terbentuk dari peran yang

dimainkan oleh gay tersebut saat berada di dalam panggung depan yaitu

lingkungan teman. Dan juga kesan yang ditampilkan dari identitas aslinya saat

berada di panggung belakang yaitu di lingkungan gay, sehingga dapat diketahui

bagaimana gay tersebut akan mempersiapkan diri saat akan tampil kembali di

panggung depan yaitu lingkungan teman.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Pada penelitian kali ini untuk mengkaji presentasi diri gay di kota Malang ini

adalah penelitian kualitatif dengan tataran analisis deskriptif. Peneliti memilih

pendekatan interpretatif (subjektif) karena untuk mencari penjelasan tentang

peristiwa-peristiwa sosial atau budaya yang didasarkan pada perspektif dan

pengalaman orang yang diteliti. Secara umum pendekatan interpretif merupakan

sebuah sistem sosial yang memaknai perilaku secara detail langsung dengan cara

mengobservasi (Moleong 2001, h. 5).

3.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan judul penelitian “Presentasi Diri Gay (Kajian Dramaturgi

Mengenai Bentuk Presentasi Diri dalam Komunikasi Interpersonal Gay di Kota

Malang)”, maka penelitian ini terfokus pada:

1. Bagaimana bentuk kesan dari presentasi diri gay pada proses komunikasi

interpersonal yang dilakukan di lingkungan teman (front stage)?

2. Bagaimana bentuk kesan dari presentasi diri gay pada proses komunikasi

interpersonal yang dilakukan di lingkungan gay (back stage)?

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di kota Malang, mengingat kota Malang merupakan

kota pendidikan dan budaya, banyaknya perantau yang datang membuat budaya di

malang menjadi beragam, juga mempunyai komunitas gay yang besar bernama

IGAMA (Ikatan Gay Malang) sehingga membuat keberadaan kaum homoseksual

merupakan hal yang tidak asing lagi (malang-post.com, 2014). Selain itu dalam

kehidupan gay di kota Malang bisa diketahui melalui mulut ke mulut atau

informasi dari teman terdekat. Sehingga akan sangat mudah untuk diketahui

dimana lokasi-lokasi tempat berkumpulnya para gay.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat

digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Kriyantono 2006, h. 95).

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui wawancara

mendalam, selebihnya melalui observasi.

1. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan tanya

jawab secara langsung kepada narasumber. Tanya jawab tersebut dilakukan oleh

dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut

(Moleong 2012, h. 186).

Peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam (depth interview),

dimana wawancara mendalam merupakan suatu cara pengumpulan data atau

informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar

mendapatkan data lengkap dan mendalam (Kriyantono 2006, h. 102).

Peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam yang dilakukan secara

intensif yang selanjutnya peneliti akan memilah narasumber yang akan

diwawancarai hanya sekali dengan narasumber yang diwawancarai berulang kali

sebagai informan kunci (key informan), agar mendapatkan data yang benar-benar

akurat tanpa ada yang ditutupi oleh narasumber.

Sehingga hasil dari wawancara tersebut bisa menjadi acuan dari

penyusunan hasil penelitian dan pembahasan penelitian. Maka wawancara yang

menjadi salah satu dari teknik pengumpulan data yang tepat untuk penelitian ini.

Dalam proses wawancara ini peneliti berhubungan langsung dengan sumber

responden langsung dengan cara depth interview (wawancara mendalam).

Wawancara mendalam ini dilakukan dalam hal mendapatkan informasi

mengenai bagaimana proses komunikasi interpersonal gay di kota Malang

tersebut saat berada di lingkungan teman dan saat berada di lingkungan gay, serta

dikaji menggunakan teori dramaturgi untuk mengetahui proyeksi kesan yang

ditampilkan dari presentasi diri gay di kota Malang.

2. Observasi

Observasi adalah proses pengumpulan data dengan cara peneliti turun

langsung ke lapangan untuk mengamati apa saja yang terjadi di lapangan. Teknik

observasi juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian

mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan

sebenarnya (Moleong 2012, h. 174).

Adapun jenis observasi yang dipilih oleh peneliti adalah observer sebagai

partisipan. Di mana peneliti adalah orang luar yang netral (outsider) yang

mempunyai kesempatan untuk bergabung dalam kelompok dan berpartisipasi

dalam kegiatan dan pola hidup kelompok tersebut sambil melakukan pengamatan

(Kriyantono 2006, h. 113).

3.6 Teknik Pemilihan Informan

Teknik sampling yang digunakan purposive sampling adalah teknik

pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2004,

h. 218). Karena peneliti menganggap orang yang dipilih tersebut memliki

informasi yang diperlukan terkait penelitian terhadap komunitas gay khususnya

komunikasi verbal dan non verbal, dan ahli dalam bidang tersebut. Sehingga

dalam pemilihan informan dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a. Secara tegas menyatakan bahwa dirinya seorang gay dan bukan

biseksual maupun heteroseksual.

b. Saat ini berdomisili di Malang.

c. Bersedia untuk dijadikan informan.

d. Memberikan izin kepada peneliti untuk menulis dan meneliti informasi

yang diambil.

3.7 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data secara kualitatif artinya data yang

diperoleh dalam penelitian dilaporkan apa adanya kemudian dianalisis secara

deskriptif untuk mendapatkan gambaran mengenai gambaran fakta yang ada serta

mampu menjelaskan secara detail hal apa saja yang ditemui peneliti selama proses

pengumpulan data. Secara umum Miles dan Hubermen (1984) dikutip oleh Rohidi

(1992, h. 20) membuatan diagram interaktif seperti berikut ini:

Bagan 3.1. Diagram Model Interaktif

Sumber: Miles dan Hubermen (1984) dikutip oleh Rohidi (1992, h. 20)

Menurut diagram hubungan antar komponen model interaktif, analisis data

kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus-menerus. Masalah

reduksi data penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi menjadi

gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang

saling susul menyusul (Miles dan Hubermen (1984) dikutip Rohidi 1992, h. 20).

3.8 Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, teknik pemeriksaan terhadap keabsahan data

pada dasarnya selain digunakan untuk menyanggah balik apa yang dituduhkan

kepada penelitian kualitatif yang mengatakan tidak ilmiah (Moleong, 2002, h.

170). Penetapan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan

teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu yang dipilih oleh

peneliti.

Dalam penelitian ini, peneliti dalam menguji keabsahan data dengan

menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut, yaitu dengan

pengecekan data melalui sumber yang lain (Moleong 2012, h. 330).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karateristik Informan

Dalam bab ini, peneliti akan mendeskripsikan tentang profil masing-

masing informan. Hal ini ditujukan agar dapat memberikan pemahaman yang

lebih mendalam terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu

Presentasi Diri Gay (Kajian Dramaturgi Mengenai Bentuk Presentasi Diri dalam

Komunikasi Interpersonal Gay di Kota Malang). Oleh karena itu peneliti

mengambil informan kunci sebanyak 3 orang. Dimana orang-orang tersebut telah

memenuhi kriteria khusus yang ditetapkan oleh peneliti sebelumnya.

Adapun informan yang telah dipilih, antara lain Rama (bukan nama

sebenarnya) 27 tahun, Bian (bukan nama sebenarnya) 26 tahun, Tama (bukan

nama sebenarnya) 23 tahun. Penggunaan nama samaran terhadap terhadap para

informan dimaksudkan untuk merahasiakan identitas asli mereka agar tidak

diketahui oleh pihak lain karena ini menyangkut privasi dan tidak semua orang

dapat menerimanya.

4.1.1 Profil Rama

Rama terlahir sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara. Pria kelahiran

Kediri adalah seorang gay yang tertutup, karena Rama tidak membuka

identitasnya sebagai gay di masyarakat luas dan hanya membuka identitasnya

pada orang-orang tertentu saja. Saat ini Rama hidup terpisah dengan keluarga,

dimana ayah dan ibunya menetap dikediri sedangkan dia tinggal di Kota Malang.

Kesibukannya yaitu bekerja mengajar tari sekaligus penari di Budi Ayuga Dancer

dan juga aktif sebagai anggota di komunitas IGAMA di Kota Malang.

Berkenan dengan orientasi seksualnya, pria kulit sawo matang, berbadan

tambun ini mengaku sempat menjalin hubungan dengan lawan jenis. Hubungan

ini berlangsung ketika dia sekolah SMA kelas 2. Namun, hubungan ini tersebut

kandas hingga kemudian Rama menyadari orientasi seksualnya cenderung

menjadi gay ketika dia menginjak lulus SMA. Menyadari akan dirinya adalah

seorang gay, Rama bingung karena tidak mungkin dia menceritakan hal ini

kepada siapapun termasuk teman dekatnya karena saat itu dia baru lulus sekolah.

Memasuki dunia perkuliahan dia mulai membuka dengan identitasnya

hanya kepada orang-orang terdekat yang bisa dipercaya. Selama menjalani

kehidupannya menjadi gay, Rama telah menjalani komitmen dengan sesama jenis

sebanyak 4 kali dimulai tahun 2007. Hubungan yang dimiliki sebelumnya tidaklah

selalu bertahan lama, dapat dihitung berdasarkan bulan saja. Sedangkan saat ini

dia tidak menjalin hubungan dengan siapapun.

Menjalani kehidupan sebagai gay, tentu saja kebiasaan Rama tidak

berbeda dengan heteroseksual lainnya. Baik itu dari cara berpakaian, penampilan,

cara berjalan, maupun cara bicara juga sama dengan heteroseksual lainnya. Hal

yang membedakan adalah Rama lebih nyaman berteman dengan perempuan.

Dimana Rama memiliki pekerjaan mengajar menari atau dance yang sekaligus

hobinya, cenderung cocok jika bergaul dengan perempuan sedangkan untuk laki-

laki memiliki kecenderungan orientasi yang sama dengannya. Dia juga senang

menghabiskan waktu di kantor IGAMA untuk melakukan kegiatan-kegiatan

positif dari komunitas tersebut. Adapun alasan dan melatarbelakangi Rama

menjadi seorang gay adalah kecenderungan orientasi seksual yang ke arah gay

dibandingkan pria yang heteroseksual.

4.1.2 Profil Bian

Bian adalah pria asli Malang dan merupakan anak sulung dari tiga

bersaudara yang mempunya dua adik perempuan. Pria berusia 26 tahun ini,

mengaku gemar clubbing dan bekerja di salah satu event organizer di kota

Malang. Saat ini Bian tinggal bersama kedua orang tuanya dan kedua adiknya.

Untuk orientasi seksual, Bian merupakan seorang gay tertutup.

Dimana dia tidak mengungkapkan perihal identitasnya sebagai gay kepada

masyarakat luas. Awalnya, pria penggemar artis korea ini mengaku sebagai

heteroseksual. Hal ini didapat ketika Bian menjalani komitmen dengan perempuan

saat dia kelas 3 SMA. Akan tetapi dikarenakan orientasi seksualnya yang rupanya

menyukai sesama jenis, membuat hubungan yang dibina kandas dalam waktu

yang singkat.

Setelah lulus SMA, Pria berkulit putih ini mulai ada ketertarikan sesama

jenis dengan pria yang baru dia kenal saat itu. Proses ini mengalir begitu saja,

hingga akhirnya dia meyakinkan dirinya sebagai seorang gay yang berkomitmen

dengan sesama jenis. Hubungan yang dibina Bian dan kekasihnya hanya bertahan

3 bulan saja. Karena kekasihnya terlalu kasar dan terlalu mengatur. Selama ini

Bian telah menjalani hubungan sesama jenis sebanyak 5 kali setelah lulus SMA.

Semua hubungan itu hanya bertahan beberapa bula saja, dan sekarang Bian tidak

menjalani hubungan khusus dengan siapapun.

Dalam kesehariannya, Bian menghabiskan waktu dengan bekerja dan

bergaul dengan teman-teman gaynya. Tidak ada perbedaan signifikan dengan pria

heteroseksual lainnya, baik itu pemilihan pakaian, cara bicara, maupun cara

berjalan. Mungkin yang sedikit membedakan dengan pria heteroseksual adalah

penampilan Bian yang lebih metroseksual dan wangi. Adapun alasan dan

melatarbelakangi Bian menjadi seorang gay adalah orientasi seksualnya yang

menyukai sesama jenis dan akibat sering kandasnya hubungan percintaanya.

4.1.3 Profil Tama

Tama adalah pria asli Malang dan merupakan anak sulung dari empat

bersaudara yang mempunya dua adik perempuan. Pria berusia 23 tahun ini masih

kuliah di Universitas Brawijaya Malang. Saat ini Tama tinggal bersama kedua

orang tuanya dan ketiga adiknya. Untuk orientasi seksual, Tama merupakan

seorang gay tertutup. Dia tidak mengungkapkan perihal identitasnya sebagai gay

kepada masyarakat luas.

Pria penggemar game online ini mengaku sebagai homoseksual. Hal ini

didapat ketika Tama menjalani komitmen dengan dengan laki-laki setelah lulus

dari SMA. Proses ini mengalir begitu saja, hingga akhirnya dia meyakinkan

dirinya sebagai seorang gay yang berkomitmen dengan sesama jenis. Hubungan

yang dibina Tama dan kekasihnya hanya bertahan 4 bulan saja. Karena

kekasihnya terlalu menuntut dan tidak perhatian. Selama ini Tama telah menjalani

hubungan sesama jenis sebanyak 2 kali setelah lulus SMA. Semua hubungan itu

hanya berjalan dengan singkat dan sekarang Tama tidak menjalani hubungan

khusus dengan siapapun.

Dalam kesehariannya, Tama menghabiskan waktu dengan kuliah tidak ada

perbedaan signifikan dengan pria heteroseksual lainnya, baik itu pemilihan

pakaian, cara bicara, maupun cara berjalan. Mungkin yang sedikit membedakan

dengan pria heteroseksual adalah penampilan dari cara bicara Tama yang lebih

lemah lembut. Adapaun yang melatarbelakangi Tama menjadi seorang gay

kecenderungan menjadi homoseksual yang mengalir begitu saja sehingga dia

menjalin komitmen sesama jenis.

4.2 Penyajian Data Fokus Penelitian

4.2.1 Proses Komunikasi Interpersonal yang Dilakukan Gay Kota Malang

di Lingkungan Teman

Berdasarkan pernyataan ketiga informan yang telah diwawancarai oleh

peneliti dan dari hasil observasinya dapat diketahui bahwa kesemua informan

tersebut melakukan komunikasi verbal sebagai unsur dari komunikasi

interpersonal bersama dengan teman-temanya seperti halnya seorang pria yang

tidak pernah menyinggung masalah pribadi. Sehingga kesan yang terbentuk dari

komunikasi verbal yang diproduksi oleh tiap-tiap informan membentuk kesan

seperti seorang pria heteroseksual.

Hal tersebut juga diperkuat dengan pernyataan teman-teman informan

yang melihat komunikasi verbal yang ditunjukkan oleh gay tersebut merujuk pada

kesan pria heteroseksual tanpa harus menunjukkan identitasnya yang lain sebagai

gay. Proses komunikasi interpersonal yang ditampilkan oleh gay tersebut juga

akan memerlukan simbol nonverbal agar dapat berjalan dengan baik.

4.2.2 Proses Komunikasi Interpersonal yang Dilakukan Gay Kota Malang

di Lingkungan Gay

Berdasarkan pernyataan ketiga informan yang telah diwawancarai oleh

peneliti dan dari hasil observasinya dapat diketahui bahwa dua informan

menggunakan komunikasi nonverbal saat di lingkungan gay seperti halnya

seorang gay, dari cara berdandan sampai pada bentuk busana yang dipakai. Hal

tersebut juga terlihat oleh teman mereka yang juga gay.

Adapun satu informan membentuk kesan dari komunikasi nonverbalnya

yang merujuk sebagai seorang pria heteroseksual. Sehingga dari bentuk busana

informan ini memperlihatkan kesan sebagai seorang pria ala kadarnya. Hal

tersebut juga terlihat oleh teman gaynya juga.

4.3 Pembahasan Data Fokus Penelitian

4.3.1 Komunikasi Interpersonal dan Permainan Peran yang Akan

Membentuk Kesan dari Presentasi Diri yang Dilakukan di Lingkungan

Teman

Berdasarkan proses komunikasi interpersonal serta permainan peran saat

berada di panggung depan yang dilakukan oleh gay, akan membentuk kesan

tersendiri dari presentasi diri yang mereka tampilkan saat berada di lingkungan

teman. Adapun definisi presentasi diri dari Goffman yang dikutip Mulyana (2006,

h. 110) yaitu, merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu tertentu

untuk memproduksi definisi situasi dan identitas sosial bagi para aktor dan

definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak layak

bagi para aktor dalam situasi yang ada.

Sehingga kesan yang terbentuk dari presentasi diri ketiga informan

tersebut lewat kemampuan komunikasi interpersonal saat berinteraksi dengan

teman-teman mereka dengan memproduksi definisi situasi dan identitas sosial

selayaknya seperti seorang pria heteroseksual tanpa harus menunjukkan identitas

mereka yang gay. Contohnya yaitu Rama yang melakukan proses komunikasi

interpersonal dengan Nadia sebagai temannya saat berada di lingkungan teman

yang hanya membicarakan permasalahan kerjaan tanpa menyinggung

permasalahan identitas. Dan Nadia sendiri juga melihat kesan dari Rama saat

berada di lingkungan teman seperti sosok pria heteroseksual lainnya.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Bian dalam proses komunikasi

interpersonal serta peran yang dimainkan saat berada di lingkungan teman. Bian

tidak pernah mengungkapkan permasalahan identitasnya kepada Andine sebagai

temannya, Bian sendiri hanya senang bergaul dan bergurau dengan teman-

temannya. Adapun Andine sebagai temannya juga mendapatkan kesan bahwa

Bian seperti pria heteroseksual lainnya tanpa memandang identitas dia sebagai

gay.

Informan lain yaitu Tama juga sama, di mana dalam proses komunikasi

interpersonal yang dia lakukan dan juga peran yang dimainkan oleh Tama saat

berada di lingkungan teman. Tama tidak pernah mengungkapkan permasalahan

identitasnya kepada Mario sebagai temannya, Tama sendiri hanya

mengungkapkan permasalahan skripsi dengan teman-temannya. Mario juga

mendapatkan kesan bahwa Tama seperti pria heteroseksual lainnya tanpa

memandang identitas dia sebagai gay.

Mereka melakukan permainan peran dari identitasnya sebagai pria

heteroseksual dan juga gay. Mereka melakukan permainan peran sedemikian rupa

dengan melakukan proses komunikasi interpersonalnya yang tidak menunjukkan

identitas gay serta lebih mengarah kepada seorang pria heteroseksual saat berada

di lingkungan teman.

Oleh karena itu berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan ketiga

informan tersebut, bahwa mereka menginginkan identitas sosial yang dimaknai

oleh teman-temannya tidak berubah saat menjadi seorang pria heteroseksual.

Sehingga yang terjadi kesan yang terbentuk dari presentasi diri gay tersebut

merujuk pada seorang pria heteroseksual.

4.3.2 Komunikasi Interpersonal dan Permainan Peran yang Akan

Membentuk Kesan dari Presentasi Diri yang Dilakukan di Lingkungan Gay

Berdasarkan proses komunikasi interpersonal serta persiapan kembali

untuk memainkan peran saat berada di panggung depan yang dilakukan oleh gay,

akan membentuk kesan tersendiri dari presentasi diri yang mereka tampilkan saat

berada di lingkungan gay. Adapun definisi presentasi diri dari Goffman yang

dikutip Mulyana (2006, h. 110) yaitu, merupakan suatu kegiatan yang dilakukan

oleh individu tertentu untuk memproduksi definisi situasi dan identitas sosial bagi

para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak

dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada.

Sehingga kesan yang terbentuk dari presentasi diri ketiga informan

tersebut lewat kemampuan komunikasi interpersonal saat berinteraksi di

lingkungan teman dengan memproduksi definisi situasi dan identitas sosial

selayaknya gay yang juga mempunyai tanggung jawab sebagai pria heteroseksual

untuk bekerja dan menuntut ilmu. Contohnya yaitu Tama yang melakukan proses

komunikasi interpersonal dengan Irul sebagai teman gay saat berada di

lingkungan gay yang juga membicarakan permasalahan kampus. Sehingga Irul

melihat kesan dari Tama saat berada di lingkungan gay sebagai seorang gay, dan

juga seorang pria heteroseksual.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Bian dalam proses komunikasi

interpersonal serta peran yang dimainkan saat berada di lingkungan gay. Bian

mengungkapkan permasalahan kerjaannya dengan segala bentuk tugas yang harus

diselesaikan kepada Faris sebagai teman gaynya. Faris mendapatkan kesan bahwa

Bian saat berada di lingkungan gay seperti seorang gay yang juga mempunyai

tanggung jawab sebagai seorang pria heteroseksual.

Informan lain yaitu Rama juga sama, di mana dalam proses komunikasi

interpersonal yang dia lakukan dan juga peran yang dimainkan oleh Rama saat

berada di lingkungan gay. Rama juga mengungkapkan permasalahan pekerjaanya

kepada Febri sebagai teman gaynya. Febri mendapatkan kesan bahwa Rama

seperti seorang gay yang juga mengurus organisasi IGAMA saat berada di

lingkungan gay dan juga sebagai seorang pria heteroseksual yang mempunyai

tanggung jawab pekerjaan tari.

Gay di kota Malang juga melakukan permainan peran dari idenitasnya

sebagai gay dan juga pria heteroseksual. Oleh karena itu saat berada di

lingkungan gay, ketiga gay tersebut menunjukkan identitas aslinya sebagai gay

serta mempersiapkan kembali dalam permainan perannya kembali sebagai

seorang pria heteroseksual saat akan beraktifitas ke lingkungan teman.

Berdasarkan kesemua hasil wawancara dan observasi dengan ketiga

informan tersebut, bahwa mereka menginginkan identitas sosial yang dimaknai

oleh gay di lingkungan gay seperti halnya idenitas aslinya sebagai seorang gay,

akan tetapi identitas sebagai seorang pria heteroseksual tetap melekat di diri tiap-

tiap informan.

Adapun identitas sebagai seorang pria heteroseksual untuk menutupi

identitasnya tidak dapat dipungkiri, karena gay tersebut juga mempunyai

tanggung jawab mencari nafkah dan menuntut ilmu. Oleh karena itu mereka

memerlukan ruang untuk latihan dan persiapan kembali yaitu saat berada di

lingkungan gay dalam menampilkan kesan yang akan dimainkan saat berada di

lingkungan teman sebagai seorang pria heterosesual yang bekerja dan menuntut

ilmu.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai bentuk kesan dalam presentasi diri

gay pada proses komunikasi interpersonal yang mereka lakukan dan telah

difokuskan berdasarkan kata, kalimat, isi pernyataan, dan dikaji dengan teori

dramaturgi, maka ditarik kesimpulan berikut:

a. Adapun dimensi panggung depan dari dramaturgi yang informan mainkan

dapat dipahami dari proses saat dia berkomunikasi di lingkungan temannya.

Di dalam panggung depan terdapat personal front seperti membicarakan

masalah pekerjaan dan perkuliahan kepada teman-temannya. Informan juga

tidak membicarakan permasalahan identitasnya saat berada di lingkungan

teman. Di panggung ini terdapat setting yakni tempat berkerja dan tempat

kuliah informan dimana mereka secara sengaja membentuk kesan seperti

seorang pria heteroseksual, seperti berbusana berbicara layaknya pria

heteroseksual tanpa harus menunjukkan identitas aslinya sebagai gay.

Berdasarkan proses komunikasi interpersonal serta permainan peran saat

berada di panggung depan yang dilakukan oleh gay, akan membentuk

kesan dan sosok tersendiri dari presentasi diri yang mereka tampilkan saat

berada di lingkungan teman. Sehingga kesan yang terbentuk dari presentasi

diri ketiga informan tersebut lewat proses komunikasi interpersonal saat

berinteraksi dengan teman-teman kerja atau kampus dengan memproduksi

definisi situasi dan identitas sosial selayaknya seorang pria heteroseksual

tanpa harus menunjukkan identitas gay.

b. Adapun dimensi panggung belakang dari dramaturgi yang informan

mainkan dapat dipahami dari proses saat dia berkomunikasi di lingkungan

gaynya. Di dalam panggung belakang memungkinkan gay tersebut

mempersiapkan dirinya kembali, dengan cara membicarakan permasalahan

Gay tersebut yang ada di front stage kepada sesamanya untuk membentuk

sosok pria heteroseksual saat berada di panggung depannya. Mereka juga

secara sengaja berbusana yang benar-benar pantas saat akan bersiap ke

lingkungan teman.

Berdasarkan proses komunikasi interpersonal serta permainan peran saat

berada di panggung belakang yang dilakukan oleh gay, akan membentuk

kesan aslinya saat berada di lingkungan gay yaitu sebagai seorang gay.

Lewat proses komunikasi interpersonal yang mereka lakukan saat

berinteraksi dengan teman sesama gay yaitu dengan memproduksi definisi

situasi dan identitas sosial selayaknya menjadi seorang gay meskipun

mereka juga mempunyai identitas lain sebagai pria heteroseksual.

5.2 Saran

1. Dalam memproduksi kesan dari presentasi diri gay tersebut harus bisa

mengelola proses komunikasi interpersonalnya saat berada di dua

lingkungan yang berbeda.

2. Permainan peran dari seorang gay memang diperlukan agar intensitas

interaksi, dalam artian komunikasi interpersonal dengan teman-temannya

bisa tetap terbuka.

3. Sebagai acuan untuk peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian

dengan tema yang sama, sehingga penelitian ini akan terus berkembang dan

menjadi semakin baik

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta

Baron & Byrne. 2004. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.

Basrowi, Sudikin. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya:

Cendikia.

Budirahayu, Tuti. 2011. Sosiologi Perilaku Menyimpang. Surabaya: Revka Petra

Media.

Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Books

Devito, Joseph A. 2007. The Interpersonal Communication Book 11-th Edition.

USA: Pearson Educations

Giles, Judy & Middleton, Tim. 1999. Studying Culture: A Practical Introduction.

Oxford: Blackwell Publishers

Giles, Judy & Middleton, Tim. 1999. “Identity and Difference.” Studying culture:

A Practical Introduction. Oxford: Blackwell Publisher

Gregory Underwood, Steven. 2003. Gay men and anal eroticism: tops, bottoms,

and versatiles. Psychology Press

Harymawan, RMA. 1986. Dramaturgi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kountur, R. 2003. Metode penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta:

PPM.

Kriyantono, Rachmad. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group

Kriyantono, Rakhmat. 2012. Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group

Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman. 1984. Analisis Data Qualitatif,

terjemahan Tjetjep Rohindi Rohidi, UI-Press 1992

Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:

Remaja Rosdakarya

Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif: Peradigma Beru Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

Mulyana, Deddy dan Solatun, (ed.), 2008. Metode Penelitian Komunikasi; Contoh-

contoh Penelitian Kualitatif dengan Pendekatan Praktis. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Oetomo, Dede. 2003. Memberi Suara Pada Yang Bisu. Yogyakarta: Pustaka

Marwa

Rakhmat, Jalaludin. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sadarjoen, Sawitri Supardi. 2005. Bunga Rampai: Kasus Gangguan Psikoseksual.

Bandung: Refika Aditama

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta

Sugiyono. 2008. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta. Graha Ilmu

Internet:

http://malang-post.com/tribunngalam/lebih-banyakjumlah-pendatang-ke-malang

diakses pada tanggal 24 November 2014

http://gayanusantara.or.id/sejarah.html diakses tanggal 16 September 2014

Jurnal Skripsi:

Luik, Jandy E., 2011. Media Sosial dan Presentasi diri. Skripsi. Fakultas Ilmu

Komunikasi. Universitas Kristen Petra. Surabaya

Mutia, K., 2009. Presentasi Diri Dosen Lajang (Sebuah Studi Dramaturgi Tentang

Komunikasi Verbal Dan Nonverbal Dosen Lajang Di Kota Pekanbaru). Skripsi.

Fakultas Ilmu Komunikasi. Universitas Riau. Pekanbaru

Aranda, Bunga., 2006. Self Disclosure oleh Gay di Surabaya (Penggambaran Self-

Disclosure Tentang Homoseksualitas Kepada Teman yang Dilakukan oleh Gay di

Surabaya). Skripsi. Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra. Surabaya