Perancangan iklan layanan masyarakat anjuran untuk tidak ...

43
Universitas Kristen Petra 14 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISA DATA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Iklan Periklanan bukan lagi sebuah dunia baru di Indonesia. Eksistensinya telah lama menjadi tonggak sejarah perkembangan sosial ekonomi di negeri ini. Namun belum banyak orang yang memahami tentang bagaimana periklanan bekerja. Belum banyak pula yang meyakini “keajaiban” iklan. Dan bagaimana sesungguhnya iklan dapat melanjutkan upaya-upaya komunikasi. Pada kenyataannya hanya segelintir orang yang menyadari pentingnya keberadaan iklan. Semua kembali kepada prinsip dagang jaman dulu ketika pengeluaran yang dilakukan harus bisa menghasilkan pendapatan yang lebih, memang tidak pernah ada jaminan pasti dari periklanan untuk membantu mendapatkan pemasukan atau setidaknya tidak langsung dan instan. Memakan waktu dan membutuhkan kesabaran untuk merasakan hasilnya secara signifikan. Di Surabaya khusunya periklanan masih dipandang sebelah mata oleh para usahawan atau singkat kata saja komunikan yang merasa perlu mengkomunikasikan pesan mereka. Meski sesungguhnya periklanan sudah bermula sejak awal kehidupan manusia. Perjalanan panjang iklan ini tak lain merupakan sebuah petualangan untuk mencapai kesempurnaan. Kesempurnaan dalam hubungan-hubungan kemanusiaan. Kesempurnaan dalam berkomunikasi dan menyampaikan pesan. Manusia dilahirkan untuk berkomunikasi, dan tidak akan pernah berhenti melakukannya. Sejak semula, manusia telah berusaha untuk menemukan berbagai cara dalam berkomunikasi, dan terus melakukan improvisasi terhadap cara-cara tersebut. Komunikasi sudah menjadi dasar kehidupan, sudah menjadi sebuah kebutuhan, bukan lagi kebiasaan. Kebutuhan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan, kebutuhan untuk diperhatikan, serta kebutuhan untuk menyampaikan informasi, adalah kebutuhan untuk berkomunikasi.

Transcript of Perancangan iklan layanan masyarakat anjuran untuk tidak ...

Universitas Kristen Petra

14

2. IDENTIFIKASI DAN ANALISA DATA

2.1. Sejarah dan Perkembangan Iklan

Periklanan bukan lagi sebuah dunia baru di Indonesia. Eksistensinya telah

lama menjadi tonggak sejarah perkembangan sosial ekonomi di negeri ini. Namun

belum banyak orang yang memahami tentang bagaimana periklanan bekerja.

Belum banyak pula yang meyakini “keajaiban” iklan. Dan bagaimana

sesungguhnya iklan dapat melanjutkan upaya-upaya komunikasi. Pada

kenyataannya hanya segelintir orang yang menyadari pentingnya keberadaan

iklan. Semua kembali kepada prinsip dagang jaman dulu ketika pengeluaran yang

dilakukan harus bisa menghasilkan pendapatan yang lebih, memang tidak pernah

ada jaminan pasti dari periklanan untuk membantu mendapatkan pemasukan atau

setidaknya tidak langsung dan instan. Memakan waktu dan membutuhkan

kesabaran untuk merasakan hasilnya secara signifikan. Di Surabaya khusunya

periklanan masih dipandang sebelah mata oleh para usahawan atau singkat kata

saja komunikan yang merasa perlu mengkomunikasikan pesan mereka. Meski

sesungguhnya periklanan sudah bermula sejak awal kehidupan manusia.

Perjalanan panjang iklan ini tak lain merupakan sebuah petualangan untuk

mencapai kesempurnaan. Kesempurnaan dalam hubungan-hubungan

kemanusiaan. Kesempurnaan dalam berkomunikasi dan menyampaikan pesan.

Manusia dilahirkan untuk berkomunikasi, dan tidak akan pernah berhenti

melakukannya. Sejak semula, manusia telah berusaha untuk menemukan berbagai

cara dalam berkomunikasi, dan terus melakukan improvisasi terhadap cara-cara

tersebut. Komunikasi sudah menjadi dasar kehidupan, sudah menjadi sebuah

kebutuhan, bukan lagi kebiasaan. Kebutuhan untuk mengekspresikan pikiran dan

perasaan, kebutuhan untuk diperhatikan, serta kebutuhan untuk menyampaikan

informasi, adalah kebutuhan untuk berkomunikasi.

Universitas Kristen Petra

15

Komunikasi berasal dari kata dalam bahasa Latin communis yang berarti

bersama (C. Northcote Parkinson, MK. Rustomji, dan Walter R. Vieira, 1991)7,

atau dengan kata lain, komunikasi sejatinya dilakukan dalam kebersamaan atau

lebih dari satu orang. Sehingga secara sederhana dapat diartikan bahwa

komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan atau informasi dari seorang

komunikator (pengirim pesan) kepada komunikan (penerima pesan) dalam upaya

untuk menciptakan kesatuan pemikiran dan pengetahuan agar dapat saling

memahami.8

Dalam kegiatannya berkomunikasi, manusia telah menemukan berbagai

terobosan yang dapat mempermudah terjadinya hubungan-hubungan komunikasi

yang efektif, antara lain dengan menciptakan beragam jenis media dan cara-cara

yang dapat menyalurkan informasi secara cepat, aktual, faktual dan efisien.

Iklan mungkin termasuk cara berkomunikasi yang paling digemari

sekarang ini. Baik karena efektifitasnya, ataupun hanya oleh sebuah trend yang

sedang berlaku dalam masyarakat, yang jelas iklan termasuk salah satu solusi

utama bagi problem-problem pelik di dunia pemasaran. Orang-orang semakin

tertarik pada iklan. Di seluruh dunia, setiap tahun tidak kurang dari US$ 400 juta

dibelanjakan untuk periklanan.9 Para pemasar menggandrungi iklan. Akademisi

dan kaum muda mempelajari seluk beluk iklan. Nampaknya hanya konsumen

yang belum terlalu mencintai iklan. Padahal sesungguhnya iklan diciptakan untuk

memancing perhatian konsumen. Terbukti, lebih banyak terjadi pergantian saluran

televisi saat iklan. Konsumen lebih suka melewatkan iklan. Paling tidak itulah

yang sedang terjadi di negara ini. Iklan-iklan padat informasi saling bertabrakan

dan berdesak-desakan memperebutkan ruang alam pikiran konsumen. Cukup sulit

bagi sebuah iklan untuk muncul ke permukaan dan menjadi yang paling

diperhatikan. Ketidakpahaman akan iklan juga seringkali menjadi penyebab

kegagalan sistem pemasaran. Sebagian iklan berbicara terlalu banyak. Sebagian

lagi malah tidak berani berbicara. Tak ada tujuan yang jelas, apalagi kreativitas.

Padahal, kreativitaslah jantung periklanan. Kreativitas menghasilkan keunikan,

7 C. Northcote Parkinson, MK. Rustomji, dan Walter R. Vieira, Manajemen Untuk Semua Orang: Jurus-jurus Pemasaran, Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo, 1991, p. 138 8 Ibid. 9 Max Sutherland dan Alice K. Sylvester, Advertising and The Mind Of Consumer: Iklan Yang Berhasil, Yang Gagal, dan Penyebabnya, Jakarta: Penerbit PPM, 2004, p. 4

Universitas Kristen Petra

16

dan keunikan membuat iklan diperhatikan. Perhatian lebih konsumen inilah yang

akan mengundang masuknya pesan ke sistem pikiran mereka. Dengan demikian,

tercapailah tujuan pemasaran. Akan tetapi hanya segelintir iklan yang dapat

melakukannya. Untuk dapat berhasil di tengah ketatnya persaingan iklan memang

tidaklah mudah. Butuh suatu pemahaman yang mendalam terhadap iklan untuk

dapat membuatnya berhasil. Harus sepenuhnya mengenal iklan, sebelum

memutuskan untuk bergelut di dalam dunia periklanan. Jauh sebelum itu, penting

untuk dimengerti tentang apakah sebenarnya iklan, sehingga akan dapat

mempermudah pemahaman terhadap berbagai aktivitas yang berlangsung di

dalamnya.

Tom Brannan (2004) mendefinisikan iklan sebagai “Sebuah pengiriman

pesan melalui suatu media yang dibayar sendiri oleh pemasang iklan.” (p. 51).10

Uyung Sulaksana (2003) mendefinisikan iklan sebagai “semua bentuk presentasi

non personal yang mempromosikan gagasan, barang, atau jasa yang dibiayai

pihak sponsor tertentu.” (p. 90).11 Karena definisi yang cukup longgar di atas,

sponsor iklan tidak terbatas pada perusahaan, namun juga mencakup semua pihak

yang menyebarkan pesannya kepada publik sasaran termasuk sekolah, organisasi

amal, dan lembaga pemerintah. Iklan merupakan cara yang efektif untuk

menyebarkan pesan, baik itu untuk tujuan membangun preferensi merek, ataupun

untuk mengedukasi masyarakat tentang suatu permasalahan. Sedangkan menurut

Institut Periklanan Inggris sebagaimana dikutip oleh Frank Jefkins (1995),

Periklanan merupakan “pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang

diarahkan kepada para calon pembeli yang paling potensial atas produk barang

atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah-murahnya.” (p. 5)12 Rhenald Kasali

(1992) menjelaskan bahwa iklan adalah “pesan yang menawarkan suatu produk

atau jasa kepada masyarakat lewat suatu media, dan berusaha membujuk orang

untuk membeli produk atau jasa tersebut.” (p. 9)13

Sementara itu, Buku Pedoman Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia

menjelaskan bahwa iklan adalah “Segala bentuk pesan tentang suatu produk yang

10 Tom Brannan, Integrated Marketing Communications, Jakarta: Penerbit PPM, 2004, p. 51 11 Uyung Sulaksana, Tomato: Integrated Merketing Communication, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2003, p.90. 12 Frank Jefkins, Periklanan, Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995, p. 5 13 Rhenald Kasali, Manajemen Periklanan, Jakarta: Penerbit Erlangga, 1992, p.9.

Universitas Kristen Petra

17

disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta

ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.”(PPPI, 2003)14

Pemerintah, dalam kenyataannya turut memperhatikan perkembangan

iklan. Melalui Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun

1982 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 Tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1967, pemerintah mendefinisikan sebagai berikut:

Periklanan merupakan usaha jasa yang di satu pihak menghubungkan produsen barang dan jasa dengan konsumen, dan di lain pihak menghubungkan pencetus gagasan dengan penerima gagasan. Dalam hubungan ini kecuali mengandung unsur pemasaran barang dan jasa, periklanan juga mengandung unsur komunikasi yang bersifat idiil. Periklanan barang dan jasa atau gagasan dilakukan melalui media dengan dapat menggunakan jasa-jasa perusahaan iklan atas pesanan dari produsen barang dan jasa atau pencetus gagasan yang bersangkutan. Oleh karena itu ruang lingkup periklanan mencakup unsur-unsur produsen barang, jasa dan gagasan, perusahaan iklan dan media termasuk pers. Peranan iklan besar sekali artinya bagi kelangsungan hidup pers. Oleh karena itu organisasi perusahaan periklanan dimasukkan dalam “keluarga” pers. 15 Tentang kapan sebenarnya iklan mulai mendominasi kehidupan manusia,

tidak banyak yang tahu. Tapi sejarah membuktikan, iklan bermula dari sekedar

desas-desus (buzz). Emanuel Rosen (2004) mengartikannya sebagai obrolan

menular yang berlangsung antar manusia, sebuah pertukaran komentar yang dapat

mengubah pandangan-pandangan.16 Meskipun pesan berantai, atau yang lebih

dikenal dengan the word of mouth ini termasuk gaya periklanan konvensional

yang sepantasnya terjadi sebelum masuknya teknologi ke dalam kehidupan

manusia, namun ternyata desas-desus tetap merupakan salah satu strategi

periklanan yang cukup efektif menangkap konsumen. Tidak seperti kebanyakan

iklan yang hanya mampu memancing perhatian masyarakat, tetapi gagal justru

dalam penyampaian pesan. Berikut adalah beberapa kenyataan ajaib tentang the

word of mouth:

14 http://www.pppi.or.id/id/pppi/tentang/tentang_pppi.html 15 Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 21 Tahun 1982, Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1967, Pasal I, Angka 2, dipublikasikan oleh www.pppi.or.id 16 Rosen, Emanuel, Kiat Pemasaran Dari Mulut Ke Mulut: The Anatomy Of Buzz, Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo-Kelompok Gramedia, 2004, p. 8

Universitas Kristen Petra

18

� 45% dari pelanggan yang membeli organiser Palm menceritakan kepada

produsen alat tersebut bahwa mereka mendengar tentang Palm dari orang lain.

� Menurut The Travel Industry Association, teman dan kerabat merupakan

sumber nomor satu untuk informasi mengenai tempat-tempat yang akan

dikunjungi atau mengenai pesawat, hotel, atau mobil sewaan. Dari orang-

orang yang disurvey, 43% menyebutkan teman dan keluarga sebagai sumber

informasi.

� Menurut studi yang dilakukan Maritz Marketing Research, 53% dari

penggemar film mengandalkan anjuran dari seseorang yang mereka kenal.

Berapa pun besarnya uang yang dicurahkan Hollywood ke periklanan, orang-

orang seringkali berkonsultasi satu sama lain mengenai film apa yang akan

ditonton.

� Menurut studi yang sama di Amerika, 70% dari orang Amerika mengandalkan

nasihat orang lain sewaktu memilih dokter. 63% dari wanita yang disurvey

oleh majalah Self menyebutkan bahwa referensi teman, keluarga, atau teman

sekerja adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pembelian obat-obatan

yang dijual bebas.17

Selangkah lebih maju dari peradaban lisan, manusia mulai menggunakan

sarana tulisan sebagai alat penyampaian pesan. Ini berarti pesan iklan sudah dapat

dibaca berulang-ulang dan disimpan. Iklan pertama pada jaman ini dibuat 3000

tahun yang lalu dan berisi pengumuman tentang budak yang lari dari tuannya.

Sementara itu dalam masyarakat Yunani dan Romawi, iklan pada terakota dan

perkamen digunakan untuk kepentingan lost and found.

Beberapa masa setelah itu, bentuk iklan mengalami perkembangan

menjadi relief yang diukir pada dinding-dinding. Penggalian puing-puing

Herculaneum membuktikan hal itu, yakni ketika ditemukannya gambar dinding

yang mengumumkan rencana penyelenggaraan pesta pertarungan gladiator. Pada

zaman Caesar, banyak toko di kota-kota besar yang telah memulai memakai tanda

dan simbol atau papan nama. Itulah media utama dalam beriklan yang digunakan

olah masyarakat Romawi pada saat itu. Setelah ditemukannya sistem percetakan

17 Ibid., p. 6

Universitas Kristen Petra

19

oleh Guttenberg pada tahun 1450 dan muncul sejumlah surat kabar mingguan,

iklan semakin sering digunakan untuk kepentingan komersial.

Melalui iklan orang dapat mempelajari sejarah peradaban manusia. Pada

awal abad ke-16 dan 17, yang banyak ditampilkan adalah iklan tentang budak

belian, kuda (sebelum ditemukan mobil), serta produk-produk baru seperti buku

dan obat-obatan. Munculnya iklan buku dan obat-obatan ketika itu menunjukkan

bahwa waktu itu orang sudah memperhatikan kesehatan dan pendidikan.

Amerika Serikat, negara yang kerap kali menjadi pelopor periklanan

modern, malah baru mengenal iklan pada awal abad ke-18. Iklan-iklan media

cetak di Amerika Serikat ketika itu ditujukan pada sasaran pembaca di Eropa yang

menyebutkan adanya tanah-tanah garapan yang menantang untuk masa depan di

Amerika.

Salah satu contoh iklan terbaik yang merupakan bukti sejarah Amerika

Serikat adalah iklan yang dimuat di Pennsylvania Evening Post edisi 6 Juli 1776.

Pesan yang disampaikan tidak lain adalah Proklamasi Kemerdekaan Amerika

Serikat. Demikian dapat disimpulkan bahwa media cetak merupakan salah satu

perintis periklanan modern, sebelum kemudian muncul alat komunikasi lain

seperti televisi dan radio.

2.1.1. Sejarah periklanan Indonesia

Metode persuasi periklanan dan penggunaan teknologi mesin cetak oleh

surat kabar, ternyata telah mengubah wajah Eropa dan Amerika pada awal abad

ke-20. Utamanya, dalam menggeser sebagian fungsi juru-jual (salesman), yang

menawarkan produk dari rumah ke rumah. Bahkan perusahaan periklanan kian

kukuh tempatnya dalam keseluruhan sistem produksi dam pemasaran. Hal ini

bukan saja telah, dan terus berlangsung di Eropa dan Amerika, tetapi juga di Asia,

termasuk Indonesia. Meskipun demikian, pertumbuhan dan perkembangan

perusahaan periklanan di Indonesia dari kolportir, biro reklame, biro iklan hingga

perusahaan periklanan, mempunyai perjalanan sejarah yang sangat panjang pula.

Untuk melacak kiprahnya kita perlu menggali pula setiap periode sejarah

masyarakat Indonesia. Perkembangan sejarah periklanan, memang tidak lepas dari

perkembangan masyarakatnya.

Universitas Kristen Petra

20

Perintis tumbuhnya iklan di Indonesia adalah Jan Pieterzoen Coen. Dia

pendiri Batavia dan Gubernur Jenderal Indonesia tahun 1619-1629. Dalam masa

pemerintahannya, ia mengirim berita ke pemerintah setempat di Ambon dengan

judul ”Memorie De Nouvelles”, yang mana salinannya ditulis tangan pada tahun

1621. Tulisan tangan Coen yang indah ternyata merupakan refleksi pula dari

naluri bersaing antara pemerintah Indonesia dengan Portugis. Pada kenyataannya,

Negeri Belanda memang sejak abad ke-16 merupakan pusat penulisan silografi

(tulisan tangan indah) di Eropa. Tulisan ini digunakan juga pada iklan poster.

Pada saat itu, antara Indonesia dan Portugis terlibat dalam perebutan hasil

rempah-rempah dari kepulauan Ambon, dan Jan Pieterzoen Coen "menulis" iklan

untuk melawan aktivitas perdagangan oleh Portugis. Lebih dari satu abad

kemudian, setelah Jan Pieterzoen Coen meninggal tulisan tangannya diterbitkan

kembali di surat kabar ”Bataviaasche Nouvelles” pada tanggal 17 Agustus 1744,

atas prakarsa karyawan sekretariat dari kantor Gubernur Jenderal Gustaaf Willem

Baron Van Imhoff, Jan Erdman Jourdans. ”Bataviaasche Nouvelles” merupakan

surat kabar pertama di Indonesia, dan meski usianya tak lebih dari dua tahun, surat

kabar ini sangat berjasa dalam meletakkan dasar bagi periklanan dan pers

Indonesia. Dengan demikian, iklan yang dimuat ”Bataviaasche Nouvelles”

merupakan iklan pertama di Indonesia. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa surat

kabar dan iklan lahir tepat bersamaan di negeri ini. Sejak saat itu, hampir seluruh

halaman surat kabar ”Bataviaasche Nouvelles” dipenuhi oleh iklan.

Pemanfaatan iklan untuk menunjang pemasaran, juga sudah lama dikenal

para pengelola suratkabar. Surat kabar Indonesia ”Tjahaja Siang”, terbit di

Minahasa tahun 1825, telah mengiklankan produk obat-obat tradisional. ”Tjahaja

Siang” adalah suratkabar pribumi yang pertama kali memanfaatkan iklan sebagai

penunjang pemasaran, dan iklannya disebarluaskan hingga ke Eropa. Kemudian

disusul oleh ”Soerabaja Advertentie Blad”, Surabaya, yang terbit pertama kali

tahun 1836. Surat kabar “Bientang Timoor”, Surabaya, bahkan telah

menggunakan iklan untuk meluncurkan produknya.

Sampai memasuki abad ke-20, kegunaan iklan masih terbatas pada

memberikan informasi secara ringkas dan jelas tentang suatu produk kepada

konsumen. Di tahap ini, para pengiklan belum memikirkan dan menggunakan

Universitas Kristen Petra

21

unsur persuasi dalam iklan-iklan mereka. Dari sisi kreativitas, desain iklan

terbatas pada deretan tulisan tangan indah (silografi) dengan tipografi yang

sederhana (iklan baris).Baru pada tahun 1870-an desain iklan mulai menampilkan

unsur-unsur naskah atau teks dan ilustrasi dalam suatu penataan komposisi layout

yang artistik (iklan display). Menurut Bedjo Riyanto dalam Iklan Surat Kabar dan

Perubahan Masyarakat di Jawa Masa Kolonial (1870-1915), sebagaimana dikutip

oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (2004), bentuk pribumisasi dalam

desain grafis iklan surat kabar dimulai pada abad ke-20, yakni dengan tampilnya

rancangan iklan yang mengangkat khazanah visual kehidupan masyarakat lokal.

Pengaruh perupaan Barat, yakni sentuhan gaya Art Nouveau dan Art Deco, juga

kian tampak.

Hingga periode antara tahun 1900-1928 belum ditemui artikel atau tulisan

yang membahas tentang peran dan fungsi iklan yang sebenarnya. Pada masa itu,

iklan masih semata-mata, dimanfaatkan untuk menjual produk oleh para produsen,

dan untuk menunjang kehidupan surat kabar. Pada periode tahun 1920-an sampai

1930-an, terlihat juga adanya kecenderungan iklan-iklan menggunakan model

wanita. Padahal, banyak di antara produk-produk yang diiklankan tidak melulu

ditujukan untuk wanita.

Depresi ekonomi dunia tahun 1929-1930 mempunyai dampak sangat luas,

termasuk terhadap industri periklanan di Hindia Belanda. Banyak perusahaan

asing terpaksa menghentikan kampanye periklanannya. Utamanya, karena

merosotnya pemasaran produk-produk mereka. Meskipun demikian, perusahaan-

perusahaan periklanan kecil masih dapat bertahan, karena klien-klien merekapun

umumnya adalah dari industri kecil, seperti rokok, sabun dan bedak. Periode ini

juga ditandai dengan dimulai munculnya tulisan-tulisan tentang periklanan dan

tentang perlunya ditingkatkannya efisiensi dalam pemasaran. Banyak pula jurnal

atau suratkabar yang meliput keberhasilan pengusaha-pengusaha terkenal dalam

mengelola perusahaanya berkat periklanan.

Tahun 1930, beberapa iklan dari jenis "baru" mulai dikenal. Antara lain,

iklan pencari kerja, pernikahan, kematian dan iklan travel (perjalanan). Sejak

tahun itu pula menjamur kembali tumbuhnya perusahaan-perusahaan periklanan

baru.

Universitas Kristen Petra

22

Periode 1930-1942 juga merupakan awal pulihnya perekonomian Hindia

Belanda dari akibat pengaruh depresi ekonomi dunia. Perusahaan-perusahaan

periklanan pun mulai bergairah kembali, bahkan mulai terlihat kecanggihan

teknologi periklanan. Meskipun istilah "memposisikan produk/merk" itu sendiri

mungkin belum dikenal, namun dalam praktekya, sudah ada yang melakukannya.

Beberapa perusahaan periklanan telah menerapkan product/ brand positioning

pada iklan-iklan yang mereka ciptakan, dengan tujuan untuk memposisikan

produk/merk agar dipersepsi-kan secara unik dan khas di benak khalayak

sasarannya. Perusahaan periklanan Succes misalnya, memposisikan kliennya,

Philips, sebagai merek untuk produk-produk yang sangat ekonomis. Ia

mengungkapkannya dalam slogan yang terkenal, “Menjimpen banjak oeang ataoe

pembajaran stroom”18.

Hingga tahun 1940-an pasar Hindia Belanda pada umumnya sangat

didominasi oleh produk-produk manufaktur. Baik yang diimpor dari Eropa,

Jepang atau Amerika Serikat,maupun produksi Hindia Belanda. Kategori produk-

produk ini berinti pada jenis kebutuhan sehari-hari atau industri perumahan,

seperti batik dan rokok kretek.

Adapun kecenderungan periklanan pada era 1930-an, antara lain:

a. Single minded

Pada tahun 1930-an juga berkembang tuntutan klien pada perusahaan

periklanan untuk menciptakan pesan-pesan iklan yang lebih terfokus dan

efisien. Dalam pengertian, para perusahaan periklanan dituntut untuk

menyederhanakan iklan- iklan yang mereka ciptakan. Baik itu dalam bentuk

verbal maupun yang dengan ilustrasi.

b. Memperhatikan aspek-aspek penting iklan

Kalau kita simak, contoh-contoh iklan masa itu, cenderung

menampilkan tiga aspek penting yang tetap relevan sampai sekarang, yaitu,

pertama, periklanan saat itu sudah dituntut untuk memilih kata-kata yang

sederhana dan langsung, sehingga maknanya dapat lebih cepat ditangkap oleh

calon konsumennya. Kedua, kata-kata yang dipilih harus pula punya kaitan

dengan produk yang diiklankan. Ketiga, iklan harus mampu secara cepat

18 http://www.pppi.or.id/id/pppi/tentang/tentang_pppi.html

Universitas Kristen Petra

23

diidentifikasikan oleh khalayak sasarannya sebagai produk khusus untuk

mereka.

c. Belajar dari pengalaman bangsa lain

Diperkenalkannya metode dan teknik baru periklanan di Indonesia,

telah menyebabkan banyak perusahaan kecil dan menengah tumbuh menjadi

perusahaan besar. Mereka umumnya mempelajari teknik-teknik baru

periklanan dari negara-negara maju.

Dunia Periklanan Indonesia mengalami kemunduran ketika Jepang

mengambil alih Indonesia pada tahun 1942 setelah menang dalam Perang Dunia I.

Bahkan segala kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi masyarakat,

dialihkan ke ekonomi untuk pemerintah, atau ekonomi perang. Kebijaksanaan

ekonomi ini bertumpu pada prioritas pembangunan fasilitas-fasilitas strategis

untuk pertahanan dan keamanan. Misalnya, pembangunan jalan raya, kereta api,

dan pemindahan romusha (pekerja paksa). Kampanye-kampanye periklanan pun

yang semula bertujuan komersial, berubah menjadi propaganda politik, atau untuk

mendukung kepentingan militer pihak Jepang.

Iklan-iklan yang masih bertahan pada masa pendudukan Jepang adalah

dari perusahaan-perusahaan batik, rokok kretek, percetakan dan bidang profesi

seperti dokter atau medis lainnya. Sedangkan perusahaan-perusahaan besar

(utamanya perkebunan dan mobil) yang berkembang pada masa Belanda, telah

terlanjur hancur pada saat pendudukan Jepang. Masa-masa awal pendudukan

Jepang juga ditandai dengan banyaknya iklan untuk mencari tenaga kerja, serta

munculnya banyak perusahaan periklanan yang dimiliki oleh orang-orang Arab.

Iklan-iklan lainnya cukup menonjol dan mendominasi suratkabar-suratkabar

adalah iklan bioskop yang banyak menayangkan film-film Jepang seperti Sekai

Tsugu dan Yukino Shigun.

Dibandingkan dengan periklanan zaman Hindia Belanda, iklan pada masa

pendudukan Jepang justru cenderung lebih sederhana. Kebanyakan menggunakan

pesan verbal tanpa gambar. Hal ini mungkin merupakan dampak lain dari

kebijaksanaan politik Jepang yang lebih mementingkan industri-industri alat

perang serta yang langsung untuk kepentingan tanah airnya sendiri. Meskipun

Universitas Kristen Petra

24

demikian, banyak kasus yang membuktikan, bahwa Jepang menjadikan

propaganda dan iklan, juga sebagai wahan untuk melakukan invasi kebudayaan.

Untungnya, Jepang hanya bertahan seumur jagung di Indonesia. Pada

tanggal 17 Agustus 1945, setelah Jepang kalah dari Sekutu dalam Perang Dunia

II, Soekarno-Hatta pun memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pemerintahan

baru dibentuk. Segala kebijakan negara dibuat. Sayangnya dalam masa transisi ini,

Belanda masih berusaha menguasai kembali Indonesia. Maka pecahlah perang

revolusi kemerdekaan. Masa revolusi kemerdekaan inilah yang disebut sebagai

awal kemunculan Iklan layanan masyarakat di Indonesia.

Beberapa iklan pertama yang muncul di suratkabar memuat himbauan

yang mengajak warga melanjutkan perjuangan, mempertahankan kemerdekaan,

serta mengumpulkan dana untuk perang dan membantu korban perang. Ada pula

iklan ucapan bela sungkawa atau ucapan terima kasih yang digunakan sebagai

upaya mengangkat solidaritas rakyat dalam perjuangan.

Iklan-iklan tersebut tercatat sebagai jenis iklan-iklan layanan masyarakat

pertama dalam sejarah periklanan Indonesia. Perjuangan memenangkan perang

sebagai pemicu lahirnya layanan masyarakat di Indonesia itu, ternyata mirip

dengan yang terjadi di Amerika Serikat tahun 1939. Hanya saja, praktisi

periklanan Amerika menggunakan iklan layanan masyarakat ini lebih untuk

membantu para korban bangsa Amerika dalam Perang Dunia I. Selain iklan - iklan

penghimpun dana, di Indonesia saat itu praktis hanya terdapat iklan-iklan yang

menawarkan jasa perbaikan radio dan alat-alat kantor. Memang banyak sekali

barang-barang yang rusak akibat peperangan atau perebutan kembali oleh anggota

masyarakat terhadap barang-barang yang dikuasai anggota tentara Jepang.

Ciri lain dari periklanan di masa awal kemerdekaan adalah banyaknya

iklan ucapan belasungkawa atau ucapan terima kasih dari keluarga yang

kehilangan sanak saudaranya. Dari sisi lain, banyaknya iklan belasungkawa ini

juga telah ikut mengangkat solidaritas rakyat untuk mempertahankan

kemerdekaan. Sementara itu, iklan pertama yang menawarkan produk pada masa

ini adalah untuk bahan kebutuhan pokok masyarakat, seperti kain dan sabun.

Meskipun demikian, penggarapan pesannya masih meniru pola masa pendudukan

Universitas Kristen Petra

25

Jepang, yang hanya memanfaatkan unsur verbal, dan kurang memikirkan aspek

persuasinya.

Praktis pada saat itu iklan-iklan komersial tidak terlalu banyak. Kondisi

ekonomi nasional masih terpuruk, dan ini berpengaruh pada kemampuan para

pengusaha untuk beriklan. Mereka sangat selektif mengeluarkan biaya. Hal ini

disebabkan pula oleh belum begitu banyaknya variasi produk di pasar, sehingga

fenomena yang terjadi adalah pembeli mencari barang (sellers market), bukan

sebaliknya. Hal ini memang di satu sisi sangat menguntungkan bagi para penjual,

karena mereka tak perlu beriklan untuk mempromosikan barang, tetapi pembeli

pasti akan datang membeli, karena tuntutan kebutuhan.

Setelah perjanjian Konferensi Meja Bundar pada 27 Desember 1949,

sebagian besar perusahaan, seperti perusahaan minyak, pengangkutan perkapalan

dan perbankan masih menggunakan modal dan pengelolaan Belanda. Sedangkan

usaha-usaha kecil, termasuk biro-biro iklan, masih belum pula bersatu. Padahal

jumlah perusahaan-perusahaan periklanan ini cukup banyak. Misalnya, di Jakarta

saja pada saat itu terdapat 21 perusahaan periklanan, sementara di Bandung

terdapat 7. Di luar Jawa (Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan) terdapat sekitar 20

perusahaan periklanan. Sebaliknya perkembangan media-cetak hingga tahun 1958

masih terbelakang, hal ini disebabkan oleh banyaknya perusahaan percetakan

yang masih dikuasai oleh Belanda.

Untungnya secara perlahan, keadaan pasar mulai membaik. Produk-produk

baru bermunculan, berbagai produk industri seperti minyak goreng, bir kalengan,

dan papan tripleks diiklankan di surat kabar. Yang menonjol adalah iklan obat-

obatan, yang kemunculannya sempat membuat pemerintah merasa perlu untuk

menetapkan suatu peraturan khusus untuk mentertibkannya. Ini tak lain karena

obat-obatan tersebut umumnya diragukan kegunaannya bagi konsumen. Iklan lain

yang cukup menonjol adalah produk otomotif. “Shell” giat beriklan produk

minyak. “General Motors” mengiklankan mobil, dan “Goodyears” mengiklankan

ban. Ketiganya merupakan perusahaan-perusahaan yang rela menghabiskan

banyak dana untuk beriklan.

Tren kreativitas periklanan di era ini ditandai dengan terfokusnya inti

pesan iklan pada kebutuhan untuk mengumumkan keberadaan atau ketersediaan

Universitas Kristen Petra

26

produk di pasar. Di sisi lain, kunci sukses pemasaran terletak pada kemampuan

produsen untuk menciptakan produk baru, bukan pada kebolehan perusahaan

menggali ide atau membuat eksekusi pesan iklan yang unik. Tetapi ada satu

perkembangan menarik yang terjadi di era ini. Yakni mulai dipergunakannya logo

dan gambar dalam berbagai iklan. Model iklan yang menonjolkan pesan-pesan

verbal mulai bergeser. Para pengiklan menyadari pentingnya logo dan gambar

dalam produk yang ditawarkan ke pasar. Penggunaan logo dan gambar juga

mendatangkan bisnis baru bagi biro-biro reklame, yaitu merancangkan logo yang

sesuai dengan citra perusahaan.

Pada periode 1960-1972, perkembangan dunia usaha sudah jauh berbeda

dengan situasi zaman kolonial. Organisasi dan pengelolaan perusahaan-

perusahaan yang semula kecil dan sederhana, telah berkembang menjadi besar dan

kompleks. Termasuk yang terdapat pada perusahaan-perusahaan periklanan. Telah

mulai pula diakui peran dan fungsinya sebagai kepanjangan (extension) dari

bagian pemasaran di perusahaan-perusahaan pengiklan. Bahkan seorang praktisi

Pemasaran berani menyatakan, bahwa sukses pengelolaan suatu perusahaan besar

dalam iklim ekonomi saat itu, meletakkan manajemen periklanan sebagai

pemegang tanggung jawab terberat. Bahwa dengan menajemen periklanan yang

baik, sebuah perusahaan akan mampu beradaptasi lebih jauh ke depan. Karena

manajemen periklanan membuat perusahaan bukan saja akan menguasai

perencanaan dan organisasinya namun juga pelaksanaan tugas dan

pengendaliannya.

Sementara itu, perusahaan-perusahaan periklanan lainnya pun mulai

berkembang. Beberapa perusahaan baru yang cukup besar ikut pula meramaikan

periklanan di Indonesia. Produk-produk impor meskipun tidak cukup banyak

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang meningkat, tetapi masih lebih

banyak dibandingkan situasi sebelum tahin 1960.

Situasi ini tidak bertahan lama, karena sejak tahun 1963 perekonomian

Indonesia ternyata semakin parah. Produk-produk impor pun menurun tajam

terjadinya konfrontasi politik dengan negara-negara industri utama saat itu,

khususnya dengan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Konfrontasi ini

berdampak langsung terhadap perekonomian negara. Hutang luar negeri relatif

Universitas Kristen Petra

27

sangat tinggi dan inflasi pun merajalela hingga ke puncaknya ketika mencapai

sekitar 65%. Dalam situasi seperti itu, tentu sulit bagi sesuatu perusahaan untuk

dapat berkembang. Begitu pula yang terjadi dengan perusahaan-perusahaan

periklanan. Kalau terjadi peningkatan, namun dengan situasi moneter yang sangat

buruk, tentu saja setiap perkembangan yang terjadi di suatu perusahaan menjadi

semu sifatnya. Situasi ini berjalan terus hingga tahin 1966, awal munculnya

pemerintah Orde Baru di bawah pimpinan Jenderal Soeharto.

Orde Baru ternyata cukup sigap mengembalikan kestabilan politik dan

ekonomi dalam negeri. Selain berupaya keras mengendalikan inflasi, Pemerintah

juga membuka peluang sebesar-besarnya bagi investasi baru. Konfrontasi dengan

negara-negara liberal pun lambat-laun dihapuskan dan membuka lagi peluang bagi

perdagangan luar-negeri yang lebih terbuka dan dinamis. Lebih lagi setelah

Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) disahkan, telah sangat

merangsang investasi dalam negeri dan menjamin adanya kepastian berusaha.

Di tahun 1967, tahun yang sama dengan dikeluarkannya Undang-undang

PMDN tersebut, di Jakarta lahir perusahaan periklanan ”InterVista Ltd. Inc”.,

yang didirikan dan dikelola oleh Nuradi. ”InterVista” dianggap sebagai perintis

periklanan modern di Indonesia. ”InterVista” pula yang dianggap menjadi

perusahaan periklanan pertama yang beroperasi dalam kapasitas pelayanan

periklanan menyeluruh (full service advertising agency).

Sebagai perusahaan periklanan modern. ”InterVista” juga tercatat aktif

dalam membantu kampanye-kampanye pemasaran sosial (social marketing) atau

periklanan layanan masyarakat (Public Service Advertising). Kampanye-

kampanye ini merupakan sesuatu yang baru bagi masyarakat Indonesia di masa

itu. Salah satu karya besar ”InterVista” yang bahkan tetap digunakan hingga saat

ini adalah Kartu Menuju Sehat. Sebuah petunjuk sangat praktis bagi para ibu

untuk memeriksa dan merawat kesehatan bayinya.

Setahun setelah diundangkannya Undang-undang PMDN, dikeluarkan

pula Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) yang mengatur tata cara

penanaman modal asing di Indonesia. Undang-undang ini bukan saja memberi

jiwa keterbukaan pada masuknya modal asing, tetapi juga telah lebih merangsang

lagi peningkatan investasi di Indonesia. Undang-undang PMA ini bahkan

Universitas Kristen Petra

28

memberi dampak langsung pada peningkatan tajam bisnis periklanan. Investasi

oleh para pemodal asing rupanya membawa konsekuensi lain bagi periklanan.

Para pemodal ini yang umumnya sudah terbiasa dengan sistem perekonomian dan

perdagangan liberal, rupanya menuntut adanya pula sarana promosi dan

periklanan yang baik di Indonesia.

Kebijakan ekonomi orde baru itu juga dimanfaatkan oleh biro reklame

asing. Sejumlah biro reklame asing mulaiberoperasi di Indonesia. Pada tahun

1969 berdiri pula ”Benson SH Ltd”., perusahaan periklanan pertama yang

berafiliasi dengan perusahaan periklanan asing di Indonesia. Perusahaan

periklanan ini tadinya sekedar merupakan afilasi dari perusahaan yang sama di

Singapura, tetapi kemudian dikembangkan menjadi afiliasi langsung dengan

perusahaan periklanan induknya di New York dan berubah nama menjadi ”Ogilvy

Benson & Mather” Indonesia. Selanjutnya karena ada peraturan yang tidak

mengizinkan perusahaan periklanan asing Indonesia, perusahaan ini mengubah

statusnya menjadi perusahaan Indonesia, sekaligus mengganti namanya menjadi

”PT Indo Ad. Ogilvy Benson & Mather” Internasional kemudian berubah nama

menjadi “Ogilvy & Mather”. Saat terbentuknya “Indo Ad, Ogilvy & Mather”

merupakan perusahaan intrenasional dengan kantor afiliasi terbanyak di dunia dan

dalam hal omset, merupakan nomor 6 terbesar di luar Jepang.

Pada masa-masa selanjutnya, periklanan pun berkembang semakin pesat

seiring dengan kemajuan teknologi dan daya pikir masyarakat. Mulai tahun 1970-

an, periklanan mulai diwarnai oleh munculnya media-media baru yang dapat

mendukung penyampaian pesan iklan, seperti televisi, internet, ponsel, dan masih

terus berkembang hingga saat ini.

2.1.2. Tujuan iklan

Tujuan iklan pada umumnya adalah menjual atau bisa dibilang berjualan.

Namun seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya masyarakat serta

kepentingannya maka iklan pun berkembang atau bisa dibilang berevolusi. Iklan

menjadi sebuah media untuk berkomunikasi menyampaikan suatu informasi

tertentu atau mempengaruhi target dengan suatu kepentingan tertentu dari suatu

pihak yang berkepentingan kepada targetnya. Dalam kepentingan yang masih ada

Universitas Kristen Petra

29

hubungannya dengan berjualan atau menyampaikan suatu informasi tertentu

banyak bentuk yang dapat digunakan demi memenuhi kepentingan itu. Seperti

halnya untuk mencuri perhatian atau membangun kesetiaan konsumen melalui

iklan yang menunjukkan betapa besar hatinya sebuah perusahaan, namun apa

yang dilakukan sebenarnya bertujuan untuk berjualan atau meningkatkan

pemasukan melalui penjualan produk. Sebab dengan cara yang beragam

konsumen dapat dicapai perhatian dan hatinya.

Menurut Uyung Sulaksana (2003), sebuah tujuan yang spesifik akan

sangat menentukan keberhasilan iklan. Berikut beberapa tujuan yang mendasari

sebuah perancangan iklan:

� Informatif, di mana iklan bertujuan untuk merangsang permintaan awal,

dengan cara memberikan informasi tentang benefit suatu produk atau jasa bagi

masyarakat.

� Persuasif, di mana iklan bertujuan untuk membangun preferensi pada suatu

produk tertentu, serta kelebihannya jika dibandingkan dengan pesaing.

� Reminder Advertising, yang umumnya lebih cocok diterapkan pada produk-

produk yang sudah memasuki tahap kedewasaan. Berbagai perusahaan

membuat iklan dengan tujuan untuk mengingatkan konsumen agar terus

membeli produknya. Dan kebanyakan masih terus berusaha meyakinkan

konsumen bahwa mereka memilih produk yang tepat.19

2.1.3. Kekuatan dan Kelemahan Iklan

� Kekuatan Iklan

Iklan mampu mengatasi pesan dan preposisi paling kompleks sekalipun.

Berbagai argumen dan konsep yang rumit dapat disederhanakan penyampaiannya

melalui iklan. Kekuatan iklan yang lain terletak pada fakta bahwa iklan dibayar

untuk publisitas. Artinya, melalui pemilihan media yang tepat akan mengirim

pesan kepada sasaran yang tepat pula. Iklan dapat menjadi kuat ketika diletakkan

pada media yang tepat untuk mencapai para targetnya. Di dalam kesempatan yang

tepat maka ia dapat mempengaruhi bahkan mengubah persepsi dari target yang

bersangkutan. Memang tidak semua target dapat berubah persepsinya dengan

19 Uyung Sulaksana, op.cit., p. 91

Universitas Kristen Petra

30

begitu mudahnya, namun hal itu tetap saja dapat terjadi. Iklan yang dimaksud

bukanlah yang semata-mata terkunci pada satu media saja. Dengan penjelasan ini

yang ingin dimaksudkan adalah sebuah kampanye perikalanan terpadu dimana

berbagai media yang terpilih untuk memuat iklan telah dipertimbangkan timing

dan posisinya dalam menyerang target dengan informasi yang dimuat.

Iklan bisa menjadi terlalu kuat bahkan menyebalkan, seperti di beberapa

kota besar di Pulau Jawa misalnya dimana banyak sekali didapati billboard di

jalan-jalan. Dimana hal itu menjadi kuat dalam menyampaikan pesan kepada

target yang sering menggunakan jalan atau sering bepergian, akan tetapi hal itu

kemudian berkembang menjadi semacam polusi baik visual maupun informasi.

Kekuatan iklan juga tergantung dari unsur kreativitasnya serta

kemampuannya untuk menjangkau dan mengunci perhatian dari targetnya. Tidak

mungkin sebuah iklan bisa dikatakan berhasil atau kuat tanpa bisa menapai atau

setidaknya mencuri perhatian dari targetnya.

Singkatnya kekuatan iklan sangat tergantung dari kreativitas cara bertutur

iklan itu dan bagaimana caranya mencuri perhatian dari tergetnya, serta yang

kedua adalah unsur ketepatan media yang dipilih dalam menjangkau target yang

bersangkutan.

� Kelemahan Iklan

Iklan akhir-akhir ini menjadi sangat banyak dan beragam, selanjutnya

keadaan ini akan disingkat dengan kata – kata clutter (kekusutan, kekacauan. -kkt.

mengusutkan, mengacaukan.). Dalam keadaan clutter ini iklan yang tadinya

bertujuan baik untuk mempengaruhi target atau sekedar mennyampaikan

informasi dari pihak-pihak yang bersangkutan kepada target spesifik menjadi

lemah atau terancam kegunaannya. Karena semakin banyak dan beragamnya iklan

yang beredar maka target pada khususnya dan masyarakat pada umumnya

semakin bosan dan lelah dengan adanya semua iklan. Bahkan seorang praktisi

periklanan ternama pernah mengatakan bahwa hidup iklan tergantung hanya dari

3 detik pertama hidupnya di tangan target, maksudnya untuk iklan televisi atau

radio ketika 3 detik pertama tidak bias menarik perhatian dari targetnya maka

channel akan dirubah demi kepentingan menghidnari iklan yang bersangkutan itu,

Universitas Kristen Petra

31

atau bisa juga iklan itu diacuhkanbegitu saja. Pada iklan cetak 3 detik pertama

menjadi begitu krusialnya jika tidak bisa mencuri perhatian dari pembacanya

maka ia akan diacuhkan atau dilewati ke halaman lainnya. Maka seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya bagaimana kreativitas sangatlah berpengaruh kepada

hidup iklan dan menentukan bagaimana kekuatan iklan itu.

Unsur penempatan media yang tepat juga berpengaruh, seperti sebuah

kata- kata yang telah kuno dalam film action namun masih terasa nyata “kekuatan

yang besar pada tangan yang salah akan membawa petaka”. Dimana iklan yang

baik namun berada dalam pemasangan media yang salah akan menjadi begitu

lemahnya dalam berkomunikasi dengan targetnya.

Tidak semua teknik periklanan berhasil, karena dalam lingkup yang luas,

iklan hanya mampu mendekatkan produsen dan konsumen, tetapi tidak

meningkatkan penjualan. (Tom Brannan, 2004)20

2.2. Iklan Layanan Masyarakat

Iklan bukan semata-mata pesan bisnis yang menyangkut usaha mencari

keuntungan secara sepihak. Iklan juga mempunyai peran yang penting bagi

berbagai kegiatan non-bisnis. Di negara-negara maju, iklan telah dirasakan

manfaatnya dalam menggerakkan solidaritas masyarakat dalam menghadapi suatu

masalah sosial. Dalam iklan tersebut diutarakan pesan-pesan sosial yang

dimaksudkan untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap sejumlah

masalah publik, berupa kondisi-kondisi yang dapat mengancam keserasian dan

kehidupan umum.

Iklan semacam ini disebut Iklan layanan masyarakat (ILM) atau Public

Service Advertisement (PSA). Menurut Crompton dan Lamb, sebagaimana dikutip

oleh Rhenald Kasali (1992), definisi ILM adalah sebagai berikut:

“An announcement for which no charge is made and which promotes programs, activities, or services of federal, state; or local government or the programs, activities; or services of non profit organization and other announcement regarded as serving community interest, excluding tune signals, routine weather announcement, and promotional announcement.” (p. 201)21

20 Tom Brannan, op.cit., p. 52 21 Rhenald Kasali, op.cit., p. 201

Universitas Kristen Petra

32

Sedangkan menurut Kamus Istilah Periklanan Indonesia Iklan Layanan

Masyarakat adalah jenis periklanan yang dilakukan oleh suatu organisasi

komersial maupun nonkomersial (sering juga dilakukan oleh pemerintah) untuk

mencapai tujuan sosial atau sosio-ekonomis (terutama untuk meningkatkan

kesadaran masyarakat).22

Sebuah ILM disumbangkan oleh media untuk kepentingan masyarakat

tanpa menuntut timbal balik dalam bentuk pembayaran, ataupun keuntungan

materiil. Akan tetapi lebih mementingkan pada reaksi positif masyarakat dalam

meresponi masalah-masalah sosial yang diiklankan. Menurut Ad Council, sebuah

dewan periklanan di Amerika Serikat yang mempelopori munculnya ILM,

beberapa kriteria yang dipakai untuk menentukan suatu kampanye pelayanan

masyarakat adalah sebagai berikut:

� Non komersial

� Tidak bersifat keagamaan

� Non politik

� Berwawasan nasional

� Diperuntukkan bagi semua lapisan masyarakat

� Diajukan oleh organisasi yang telah diakui atau diterima

� Dapat diiklankan

� Mempunyai dampak dan kepentingan tinggi sehingga patut memperoleh

dukungan media lokal maupun nasional. (Rhenald Kasali, 1992, p. 202)23

Iklan layanan masyarakat sesungguhnya sudah ada sejak tahun 31 SM,

meskipun masih dalam bentuk yang sederhana. Bahkan Iklan layanan masyarakat

justru lebih dulu ada, dibanding iklan komersial. Awalnya bentuk publikasi seperti

ini berasal dari gereja, yang isinya berupa anjuran kepada umat Kristiani untuk

cinta damai, mengasihi sesama, dan sebagainya. Publikasi ini pun tidak dicetak di

atas kertas, tetapi dipahatkan pada sekeping batu kisva (semacam batu karang),

atau ditorehkan di atas kulit binatang. Selanjutnya, ILM mula-mula ini dipasang di

tempat-tempat umum. Terkadang, secara atraktif kulit binatang yang sudah ditulisi

22 Matari Advertising, Kamus Istilah Periklanan Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996, p. 136 23 Ibid., p. 202

Universitas Kristen Petra

33

digantung di leher seorang punggawa kerajaan dan berkeliling pasar, diikuti oleh

punggawa lain yang menabuh benda keras untuk menarik perhatian masyarakat.

Di Amerika, ILM mulai dikenal ketika tahun 1942 berdiri The Advertising

Council, beberapa hari setelah tragedi Pearl Harbour. Situasi pada saat itu

mendorong para ahli komunikasi untuk merancang suatu media yang dapat

memotivasi masyarakat untuk ikut mengambil bagian dalam menyikapi berbagai

permasalahan yang sedang menimpa bangsa dan negaranya saat itu. Ad Council

banyak menciptakan ILM yang mendorong penghematan bahan, mengajak kaum

muda untuk menjadi sukarelawan perang, menghimpun dana untuk membiayai

perang, merekrut perawat, dan menerangkan tentang pentingnya menjaga

informasi rahasia.

Di Indonesia, ILM pertama juga muncul pada situasi yang tak jauh

berbeda, yakni ketika bangsa dan negara Indonesia dalam keadaan terpuruk akibat

perang. Beberapa iklan pertama yang muncul di suratkabar memuat himbauan

yang mengajak warga melanjutkan perjuangan, mempertahankan kemerdekaan,

serta mengumpulkan dana untuk perang dan membantu korban perang. Ada pula

iklan ucapan bela sungkawa atau ucapan terima kasih yang digunakan sebagai

upaya mengangkat solidaritas rakyat dalam perjuangan.

Selanjutnya, Iklan layanan masyarakat berkembang semakin pesat sejalan

dengan bertambahnya berbagai masalah sosial yang berkembang di dalam

masyarakat umum. Masalah-masalah tersebut menuntut sebuah penyelesaian, atau

paling tidak sikap yang jelas dari masyarakat. ILM adalah media yang ampuh

memancing masyarakat untuk keluar dari zona aman dan bersama-sama dengan

pemerintah mencari jalan keluar yang terbaik dari berbagai permasalahan tersebut.

Bahkan sejak krisis moneter menimpa negeri ini pada tahun 1997, lebih banyak

lagi ILM dibuat dan disebarluaskan. Selain tema yang diangkat cukup mendalam,

kreativitasnya pun mengalami kemajuan yang signifikan. Sejak saat itu ILM

semakin mendapat perhatian. Pada tanggal 2 November 1990 berdiri Yayasan

Pariwara Sosial atau The Indonesian Ad Council yang mengkoordinasikan iklan-

iklan layanan masyarakat, terutama untuk kampanye-kampanye kesehatan.

Keberadaan ILM juga patut diakui kemampuannya mencetuskan ide. Iklan hak

cipta (Gesang) memenangkan Adhi Citra Pariwara 1995, sementara iklan

Universitas Kristen Petra

34

lingkungan hidup oleh Matari Advertising menjadi finalis Clio Award. Di masa

krisis industri periklanan sudah seharusnya tidak tinggal diam, malah harus

berbuat sesuatu demi kemajuan bangsa.

Rhenald Kasali menambahkan bahwa ada beberapa langkah penting dalam

perancangan ILM, yang pada umumnya tidak jauh berbeda dengan perancangan

iklan komersial. Adapun langkah-langkah tersebut, antara lain:

a. Identifikasi masalah, dilanjutkan dengan pemilihan dan analisa kelompok

sasaran. Kelompok ini dianalisis kebutuhannya, suasana psikologis dan

sosiologis yang melingkupi, bahasa, jalan pikiran, serta simbol-simbol yang

dekat dengannya.

b. Menentukan tujuan khusus iklan tentang apa yang diharapkan dapat dicapai

melalui kampanye tersebut.

c. Menentukan tema iklan. Tema iklan adalah topik pokok atau selling points

yang ingin dituju oleh iklan.

d. Menentukan anggaran iklan yang diperlukan untuk suatu kampanye selama

periode tertentu.

e. Perencanaan media. Tahap ini meliputi tiga hal, yakni identifikasi media yang

ada dan tersedia, memilih media yang tepat, serta menentukan waktu dan

frekuensi penyiaran.

f. Menciptakan pesan-pesan iklan yang tercermin dalam keseluruhan tampilan

iklan, baik itu headline, sub headline, body copy, artwork, dan logo, yang

secara bersama-sama menarik dan memelihara perhatian masyarakat.

Menilai keberhasilan kampanye ILM tersebut melalui serangkaian

evaluasi. Evaluasi ini sebaiknya dilakukan sebelum, selama, dan sesudah

kampanye berlangsung. (1992, p. 206)24

Namun seiring dengan perkembangan jaman dan pemikiran dari manusia –

manusianya Iklan Layanan Masyarakat yang memiliki tujuan yang mulia

sekalipun semakin berkembang. Sayangnya ke arah yang agak miring. Dengan

adanya simpati yang begitu tercurah dari masyarakat bagi para penyampai atau

pihak sponsor dari Iklan Layanan Masyarakat, maka menggunakannya banyak

pihak yang menggunakan Iklan Layanan Masyarakat ini sebagai penarik simpati

24 Ibid., p. 206

Universitas Kristen Petra

35

masyarakat. Dengan cara memamerkan dengan cara meluas bahwa sebuah

institusi atau pihak tertentu peduli pada sebuah masalah sosial yang diangkat

maka secara otomatis pihak yang bersangkutan ingin mendapat pandangan yang

berbeda dari masyarakat, yakni bahwa pihak yang bersangkutan tersebut baik dan

bersahaja. Walaupun bukan ini tujuan asli dari Iklan Layanan Masyarakat namun

hal ini semakin marak dilakukan semata-mata sebagai usaha membangun

kepercayaan dan loyalitas publik terhadap suatu pihak atau brand tertentu.

2.3. Perkembangan Media Periklanan di Indonesia Hingga Dewasa Ini

2.3.1 Media Cetak dan Iklan Cetak

Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, surat kabar merupakan

pelopor iklan cetak di Indonesia, sebab keberadaannya menjadi medium bagi

penempatan iklan cetak. Popularitas iklan cetak di surat kabar ini sempat

memuncak kembali pada tahun 1980-an, setelah pada tanggal 5 Januari 1981

Presiden Soeharto mengumumkan larangan terhadap siaran niaga di televisi yang

akan segera diberlakukan pada tanggal 1 April 1981. Alasan utama yang

melatarbelakangi larangan tersebut adalah demi terciptanya suatu pemerataan

iklan, terutama di media cetak. Sejak saat itu, surat kabar menjadi pemain tunggal

yang paling sering dipakai sebagai medium beriklan. Dunia iklan Indonesia mulai

diwarnai oleh aktivitas kreatif iklan cetak dengan bentuk dan naskah yang

menarik.

Dominasi media cetak dalam meraih iklan kemudian surut ketika

pemerintah mengizinkan kelahiran televisi-televisi swasta. Sejak saat itu para

pengiklan lebih tertarik mempromosikan produknya di televisi.

Untung saja kondisi ekonomi Indonesia yang semakin membaik memasuki

tahun 1990-an tak hanya meningkatkan pamor dunia periklanan di media televisi.

Media cetak surat kabar, majalah, dan tabloid turut berkembang dengan pesatnya.

Media-media ini sudah mulai tersegmentasi, sehingga memudahkan para

pengiklan untuk memilih mana yang paling tepat bagi produk mereka.

Sayangnya situasi ini tak berlangsung lama. Pada tahun 1997, berbagai

persoalan ekonomi mulai membelit bangsa Indonesia. Negara dilanda krisis

moneter yang berkepanjangan. Tidak mudah bagi periklanan untuk bertahan, atau

Universitas Kristen Petra

36

bahkan selamat dalam bencana ini. Namun dapat dikatakan bahwa media cetak

termasuk media yang dapat bertahan menghadapi krisis. Meskipun beberapa

penerbitan koran harus melakukan efisiensi dalam hal tenaga kerja, ukuran dan

tiras, atau bahkan ada pula yang sampai gulung tikar. Namun banyak pula yang

selamat dan dapat terus berkarya. Salah satu alasan, menurut pengamatan penulis

hal ini kemungkinan disebabkan karena biaya iklan di media cetak masih jauh

lebih murah jika dibandingkan dengan televisi. Sehingga ketika mencari alternatif

untuk tetap beriklan, para produsen akan menjatuhkan pilihannya pada media

cetak yang dinilai cukup murah dan masih termasuk efektif dalam menyampaikan

pesan kepada masyarakat luas. Terbukti, hingga saat ini media cetak tetap menjadi

pilihan utama bagi para pengiklan dalam menyampaikan pesan dan

mempromosikan produk. Sayangnya masih ada satu keterbatasan media cetak

yang belum teratasi, yakni keberadaannya yang dua dimensi, terkadang

menghalangi kreativitas penyampaian pesan. Keterbatasan inilah yang juga

menjadi alasan bagi para praktisi periklanan untuk mulai beralih ke media-media

baru yang lebih memenuhi tuntutan masyarakat akan sesuatu yang baru dan segar,

meski pesan disampaikan mungkin masih sama seperti dulu. Satu hal yang agak

melegakan adalah bahwa pada tahun 2005 ini dinilai sebagai awal kembalinya

popularitas iklan cetak. Meski televisi memang masih menjadi andalan utama bagi

pengiklan, namun media cetak merupakan pilihan yang tidak boleh dilewatkan

begitu saja. Menurut Ranjana Singgih, Technical Advisor Group M seperti tertulis

dalam majalah MIX edisi November 2004, spending iklan di media cetak masih

berada di urutan kedua (32%) setelah iklan televisi (65%).25 Karena dengan

bertambahnya pemasang iklan, televisi tidak akan bisa menyerap semuanya.

Triawan Munaf, Chairman Creative Advisor Adwork! Euro RSCG menuturkan

sebagaimana dikutip oleh majalah Marketing edisi Desmeber 2004, bahwa tahun

2005 boleh jadi merupakan turning point media cetak. Asalkan bisa menjaga

kualitasnya, media cetak akan meraup lebih banyak revenue dari iklan. (David S.

Simatupang dan Noor Yanto, 2004)26

25 Ranjana Singh, Tren Media Placement 2005, Majalah MIX, 09 (19 Oktober-19 November 2004), p. 22-23 26 David S. Simatupang dan Noor Yanto, Print Ad dan Internet Meningkat: Trend Media Placement 2005, Majalah Marketing, 12/IV/Desember/2004, p.21

Universitas Kristen Petra

37

2.3.2 Radio Swasta

Radio dapat berfungsi sebagai media lokal, regional, dan nasional. Dengan

munculnya banyak channel baru pada tahun 1980-an dan 1990-an, radio

menawarkan banyak peluang untuk iklan. Kini radio menawarkan tantangan

kreatif yang menarik di mana iklan harus mengundang para pendengar untuk

menciptakan image. Dengan radio, biaya iklan dapat ditekan serendah mungkin.

Dewasa ini, media radio swasta mulai mengalami perubahan yang

signifikan. Jumlahnya membengkak, tersegmentasi, dan digarap dengan serius dan

profesional. Perubahan ini termasuk penyajian format berita, yang sekarang

menjadi news and talk seperti di Amerika Serikat. Muncul pula radio spesialis

(Segmented) dan radio komunitas. Radio dengan segmen pasar tertentu jauh lebih

potensial dalam meraup iklan dibanding radio siaran umum, karena pendengarnya

lebih khusus. Memasang iklan di stasiun radio sempat menjadi tren karena tarif

iklannya yang lebih murah dibanding media-media lain. Tetapi tren ini tak

berlangsung lama. Stasiun radio kehilangan pamor dalam dua tahun terakhir

sebagai media iklan dan tidak diperhitungkan perusahaan pengiklan sejak televisi

swasta baru mulai bermunculan. Data PPPI bahkan menyebutkan angka belanja

iklan selama tahun 2001 untuk media radio masih paling kecil dibandingkan

media lain, kendatipun masih di atas tabloid. Spending iklan untuk radio malah

termasuk yang paling kecil, yakni hanya 3% untuk tahun 2005, dan berada di

urutan ketiga setelah televisi dan media cetak. (Ranjana Singh, 2004)27 Salah satu

kelemahan radio adalah fungsinya yang hanya sebagai media audio, yang tidak

dilengkapi dengan tampilan visual seperti televisi. Dan meskipun media ini kerap

dianggap sebagai sahabat oleh para pendengarnya, radio kurang efektif dalam

menyampaikan pesan karena hanya didengar selintas lalu oleh para audience-nya.

Karena radio merupakan background medium, artinya orang mendengarkan radio

sambil melakukan serangkaian tugas lainnya. Sehingga iklan di radio perlu

diulang sesering mungkin untuk membuatnya menjadi efektif.

27 Ranjana Singh, op.cit.

Universitas Kristen Petra

38

Dari survey yang dilakukan oleh Nielsen Media Research, pendengar radio

di Indonesia hanya sekitar 40% pada tahun 2003 dari total responden 7.386 yang

mewakili 36.358.000 orang dalam populasi.

Namun ada suatu perkembangan yang baik bagi media radio, yaitu dengan

munculnya berbagai alat yang dapat mengakses radio memungkinkan radio untuk

tampil lebih fleksibel bagi pendengarnya, juga lebih mudah dan cepat dalam

menyampaikan pesan, dibanding dengan media lain. Kini radio dapat diakses

melalui ponsel, PDA (Personal Digital Assistant), internet, radio mobil, dan

sebagainya.

2.3.3 Internet

Internet merupakan media yang boleh dibilang cukup baru di Indonesia.

Keberadaannya pun belum begitu dikenal oleh masyarakat luas. Terutama

golongan menengah ke bawah. Namun demikian media internet turut meramaikan

arena periklanan Indonesia, karena sebagai media baru, coverage area dan

kecepatan internet dalam menyampaikan informasi sangat luar biasa. Kelebihan

utama media ini terletak pada kemampuannya membawa Indonesia ke luar negeri,

dan memasarkan Indonesia di sana, dengan biaya yang sangat terjangkau jika

dibandingkan dengan biaya beriklan di media lain.

Di Indonesia cukup banyak dimanfaatkan untuk membuat situs berita,

seperti Tempo Interaktif dan Detik.com. kedua situs ini sukses dengan ulasan

berita-berita politiknya yang up to date, menggoda beberapa investor untuk ikut

bergelut di bidang ini.Munculnya situs-situs milik Indonesia ini semula sangat

diharapkan agar dapat mengumpulkan laba dari hasil penjualan iklan. Sayangnya

popularitas internet akhirnya meredup juga karena bisnis ini ternyata lebih banyak

merugi. Hal itu disebabkan karena pengakses internet masih minim, sehingga

pemasang iklan pun enggan memasang iklan di cyber media. Hingga saat ini,

hanya beberapa situs yang masih dapat dibilang eksis dan up to date. Sedangkan

yang lain lebih memilih untuk mundur dan beralih ke bisnis yang lain.

Meski kenyataannya demikian, Triawan Munaf berpendapat lain.

Menurutnya pada tahun 2005 media internet sudah punya dasar berpijak. Alat-alat

untuk mengakses internet sudah semakin murah. Kemudahan-kemudahan yang

Universitas Kristen Petra

39

ditawarkan turut mendorong perannya sebagai media iklan. Ia menegaskan bahwa

di tahun 2005 internet akan mengalami pertumbuhan yang cukup dramatis. (David

S. Simatupang dan Noor Yanto, 2004)28

Sama seperti media cetak, media internet juga seringkali memiliki

segmentasi yang jelas dan terarah, bahkan pada media ini segmentasi lebih jelas

dan lebih terfokus. Satu hal yang membuatnya menjadi terkadang bias dalam

segmentasinya yakni karena seringkali situs-situs pada dunia cyberspace ini gratis

untuk dicapai, dan dengan kemudahan semacam itulah maka pengunjung situs

semakin banyak dan kurang tersaring.

2.3.4 Media Luar Ruang

Media luar ruang sebagai salah satu media konvensional juga ikut

mengalami pembaharuan. Dibanding dengan negara-negara di eropa, kreativitas

media luar ruang di Indonesia masih tertinggal beberapa langkah. Namun bukan

berarti tidak ada upaya untuk mengejar ketinggalan tersebut. Transit Ad, salah

satu jenis iklan luar ruang, juga berkembang cukup pesat. Bahkan di mata

produsen, iklan-iklan di badan kendaraan umum ini dinilai lebih efektif dibanding

billboard. Meski di satu sisi media luar ruang memiliki kelemahan tersendiri

karena hanya mampu menyampaikan pesan secara sekilas, namun bagaimanapun

juga, media luar ruang tetap memberikan kontribusi yang cukup besar bagi

belanja iklan nasional melalui perannya sebagai reminder terhadap produk, demi

mencapai brand awareness masyarakat.

Beberapa media luar ruang konvensional saat ini telah mengalami sebuah

pengembangan yakni menjadi Ambient media yang merupakan sebuah inovasi

baru dalam dunia periklanan, dimana awalnya mulai dari penempatan medianya

yang unik sehingga berkembang ke arah bentukkannya yang unik. Walaupun

tanpa kepastian yang jelah Ambient media ini adalah media yang penempatannya

di luar atau dalam sebuah ruangan namun ada sebuah garisan yang bisa ditarik

dilihat dari bentuk dan fungsinya sebagai sebuah media yakni media ini tidaklah

lekang atau terikat pada sebuah teknik tertentu, dalam maksud bisa jadi sebuah

patung atau sekedar selembar kertas cetakan masal, selain itu media ini juga tidak

28 David S. Simatupang dan Noor Yanto, op.cit.

Universitas Kristen Petra

40

terikat pada pakem media cetak (statis) ataupun elektronik (dinamis). Dan juga

bahwa penempatannya yang sangat-sangat beragam tergantung kemampuan dari

bentuk serta fungsi pesan dan khalayak sasaran yang ingin dituju. Maka seringkali

media ini dimasukkan ke dalam kategori media luar ruang.

2.4 Target Audience

Berasal dari keluarga yang berada dengan SES A, B+, dan B yang secara

garis besar memiliki uang dan dengan tidak segan menggunakannya. Hampir

semua dari mereka memperoleh SIM A untuk mengemudi mobil sebelum umur 17

atau yang telah ditentukan karena bisa mendapatkannya dengan jalan melalui calo.

Hampir semua dari mereka disediakan sebuah mobil pribadi. Menyukai kegiatan

keluar rumah dan nongkrong, membicarakan hal-hal yang tidak perlu dan

melakukan kegiatan yang sifatnya seringkali hanya membuang-buang uang saja.

Selanjutnya akan dijelaskan faktor psikologis kisaran usia 18-21 tahun

Dengan “selesainya” masa pubertas (awal), masuklah anak ke dalam

periode kelanjutannya, yaitu masa pubertas akhir atau adolesen. Masa adolesen ini

oleh Sigmund Freud disebut sebagai “Edisi kedua dari situasi Oedipus”. Sebab,

relasi anak muda pada usia ini masih mengandung banyak unsure rumit dan belum

terselesaikan. Yaitu banyak konflik antara isi psikhis yang kontradiktif; terutama

sekali pada relasi anak muda dengan orang tua dan obyek cintanya.

Pada masa adolesen ini terjadi proses pematangan fungsi-fungsi psikhis

dan fisis, yang berlangsung secara berangsur-angsur teratur. Masa ini merupakan

kunci penutup dari perkembangan anak. Pada periode ini, anak muda banyak

melakukan introspeksi (mawas diri) dan merenungi diri sendiri. Akhirnya anak

bisa menemukan AKU-nya. Dalam artian: dia mampu menemukan keseimbangan

dan harmoni atau kesalarasan baru di antara sikap ke dalam diri dengan sikap

keluar.

Pada masa adolesen anak muda mulai merasa mantap stabil. Dia mulai

mengenal AKU-nya, dan ingin hidup dengan itikad keberanian. Dia mulai

memahami arah hidangan itikad keberanian. Dia mulai memahami arah hidupnya,

dan menyadari tujuan hidupnya. Ia mempunyai pendirian tertentu berdasarkan

satu pola hidup yang jelas.

Universitas Kristen Petra

41

Pada masa adolesen ini anak muda mulai menemukan nilai-nilai hidup

baru, sehingga makin jelaslah pemahaman tentang keadaan dirinya. Ia mulai

bersikap kritis terhadap obyek-obyek diluar dirinya; dan ia mampu mengambil

synthese di antara tanggapan tentang dunia luar dengan dunia intern (kehidupan

psikhis sendiri). Sesudah dia mengenal AKU-nya sendiri, secara aktif dan

obyektif ia melibatkan diri dalam macam-macam kegiatan-kegiatan di dunia luar.

Sekarang dia mencoba “mendidik diri sendiri”, dengan memberikan isi

arah arti pada kehidupannya. Pada periode adolesen tersebut dibangunkan dasar-

dasar yang definitive (menentukan, esensiil), bagi proses pembentukan

kepribadiannya. Sehubungan dengan peristiwa ini, bisa dinyatakan bahwa

kepribadian dan nasib orang dewasa itu banyak dipengaruhi oleh peristiwa-

peristiwa dan pengalaman pada masa adolesen, yang diberi latar belakang oleh

pengalaman-pengalaman pada masa pra-pubertas. Maka masa adolesen itu

merupakan perjuangan terakhir bagi anak remaja, dan definitive menentukan

corak bentuk kedewasaannya.

Masa adolesen, sementara ada yang menyamakan dengan masa dewasa.

Dalam bab ini penulis berpendapat masa ini tidak sama dengan pendapat di atas.

Masa adolesen adalah masa peralihan dari masa remaja atau masa pemuda ke

masa dewasa. Jadi merupakan masa penutup darimana masa pemuda. Masa ini

tidak berlangsung lama oleh karena dengan tercapainya masa ini, seseorang dalam

waktu yang relative singkat sekali telah sampai ke masa dewasa. Bahkan

gejalanya atau sifat-sifatnya yang nampak dalam sikapnya menyerupai sifat dan

sikap orang dewasa. Karena itu dalam pembicaraan tentang sifat dan sikap

adolesen nanti akan sering dipakai kata-kata mulai dapat. Bedanya dengan

pembicaraan tentang sifat dan sikap orang dewasa, ialah bahwa untuk yang

terakhir ini sifat dan sikap itu dimulai dengan kata sudah dapat.

Ditinjau dari proses belajar/mengajar, anak-anak yang duduk di kelas

tertinggi SMU, tentu saja sudah tidak lagi seperti adik-adiknya. Melainkan sudah

mulai menggunakan pikirannya yang kritis, logis, dan rational, sekalipun

tanggung jawab kebenaran materialnya masih dibebankan kepada guru-gurunya.

Lain halnya bila (k.l. setahun lagi) ia telah menjadi mahasiswa, yang mereka para

mahasiswa sendiri yang harus bertanggung jawab atas kebenaran materi studinya.

Universitas Kristen Petra

42

Sebab para mahasiswa sudah dapat berlaku dewasa. Kepadanya sudah dibebani

kewajiban untuk mencari kebenaran terakhir, tentang masalah, pengetahuan,

pengertian, dan kecakapan yang sesuai dengan jalan hidup dan cita-citanya

sebagai isi hidupnya sendiri. Mereka para mahasiswa telah dibebani untuk dapat

menseleksi pengaruh-pengaruh dari luar. Mereka telah dibebani untuk menyaring

dan menentukan ilmu yang mana dan yang dari mana yang dibawakan oleh siapa

yang akan diikutinya. Jadi dengan kata lain mereka harus dapat hidup sendiri atas

kreasinya sendiri.

Diukur dengan berkehidupan social, terdapat perbedaan pula antara

mereka anak-anak tingkat tertinggi SMU dengan para mahasiswa. Yaitu bahwa

pada yang pertama, belum diperkenankan untuk kawin, tetapi untuk para

mahasiswa peraturan semacam itu tidak ada lagi.

2.4.1 Sifat dan Sikap Adolesen.

Seperti diatas dikatakan bahwa menginjak masa adolesen, maka sikap

pada umumnya, ialah bahwa mereka telah mulai dapat:

a. Menemukan pribadinya. Yang dimaksud dengan mulai dapat menemukan

pribadinya, ialah bahwa ia mulai menyadari kemampuannya, menyadari

kelebihan dan kekurangannya sendiri, mulai dapat menempatkan diri di tengah

masyarakat dengan jalan menyesuaikan diri dengan masyarakat tetapi tiada

tenggelam di dalam masyarakat. Ia mulai dapat menggunakan haknya dan

mulai mengerti kewajiban-kewajibannya sebagai anggota masyarakat, demi

perkembangan kemajuan dan pertumbuhan masyarakatnya. Ia telah mulai ikut

aktif kreatif di dalam kehidupan di dalam masyarakat, dengan jalan

musyawarah. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa ia mulai dapat

membawakan dirinya masuk ke dalam masyarakat.

b. Menentukan cita-citanya. Yang dimaksud dengan mulai dapat menentukan

cita-citanya ialah bahwa sebagai kelanjutan daripada kemampuannya untuk

menyadari kemampuan, menyadari kelebihan-kelebihannya itu sebagai

himpunan kekuatan-kekuatan yang dipergunakan sebagai sarana untuk

kehidupan selanjutnya agar dengan sarana itu ia tidak akan kehilangan haknya

Universitas Kristen Petra

43

untuk ikut serta bersama-sama dengan anggota masyarakat yang lain

mengolah isi alam raya ini untuk kehidupannya.

Dengan himpunan kemampuan dan kelebihan dan kekuatannya yang nyata

dan disadarinya itu dicarikan bentuknya yang tertinggi yang seimbang dengan

daya juangnya, untuk dipergunakan sebagai pedoman hidupnya. Inilah cita-

cita itu.

Jadi cita-cita itu bagi seseorang harus jelas. Ia harus yakin bahwa ia akan

dapat mencapainya. Ia harus siap dengan perlengkapannya dan mengetahui

cara-cara mencapainya dan mengetahui jalannya

c. Menggariskan jalan hidupnya. Yang dimaksudkan dengan mulai dapat

menggariskan jalan hidupnya, ialah bahwa jalan yang akan dilalui di dalam

perjuangannya mencapai cita-citanya itu. Sebenarnya penemuan jalan ini

bersama-sama dengan terbentuknya cita-cita itu. Jalan ini adalah merupakan

garis-garis proyeksi yang ditarik dari himpunan kemampuan dan kelebihan

dan kekuatan itu kea rah cita-cita.

Jadi garis ini adalah garis lurus. Seperti halnya sesuatu jalan selalu dalam

kelurusan, menurut satuan pengukuran yang sesuai dengan kondisi tertentu.

Kesetiaan untuk melewati jalan yang lurus yang ditentukan sendiri itu akan

merupakan jaminan keselamatan seseorang di dalam perjuangan untuk

mencapai cita-cita yang telah ditentukan sendiri tadi.

Ia harus yakin seyakin-yakinnya, bahwa cita-citanya akan tercapai bila jalan

itu dilalui dengan penuh kesetiaan. Apapun yang akan terjadi. Kalaupun ia

harus mati karena bertekad untuk melewatinya jalannya itu, maka

kematiannya bukanlah kematian yang konyol, melainkan kematian yang

terhormat. Tentu ia akan terus berjalan itu sekalipun ia telah berpindah alam

kehidupannya.

d. Bertanggung jawab. Dan yang dimaksud dengan ia telah mulai dapat

bertanggung jawab, ialah bahwa ia telah mengerti tentang perbedaan antara

yang benar dan yang salah, yang boleh dan yang dilarang, yang dianjurkan

dan yang dicegah, yang baik dan yang buruk, dan ia sadar bahwa ia harus

menjauhi segala yang bersifat negative dan mencoba membina diri untuk

selalu menggunakan hal-hal yang positif. Jadi sejak itu ia mulai dapat

Universitas Kristen Petra

44

melakukan apa yang dimengertikannya itu tadi. Ia tidak lagi tergoda untuk

harus berbuat sama dengan orang lain, sekalipun orang lain itu berjumlah

banyak, bersikeras untuk dianut, dan ditantang dengan ancaman ataupun

hukuman. Bila suatu ketika bahwa ia berbuat salah, serta ia sendiri berhenti

dari kesalahannya itu dan segera kembali ke jalan yang semestinya. Kadang-

kadang untuk menyadarkan seseorang yang telah sesat dari jalan yang harus

dilalui itu, perlu dilaluinya jalan yang lain, yang lazimnya disebut hukuman.

Jadi asas menghukum seseorang yang bersalah ialah mengusahakan agar

orang itu berbuat salah atau menyadarkan bahwa orang itu telah sesat dari

jalannya yang benar dan diminta untuk bersedia melewati jalan lain agar dapat

kembali ke jalannya yang benar yang ia sendiri telah gariskan tadi. Hanya

proses hokum yang semacam inilah yang dikatakan benar. Pihak penghukum

harus mengerti bagaimana agar si terhukum menyadari bahwa ia telah sesat

dan pihak terhukum harus mampu pula menunjukkan apakah benar jalan yang

dilaluinya itu bukan jalan yang digariskan sendiri di dalam menentukan cita-

citanya tadi. Dia harus mampu menanyakan kepada dirinya sendiri benarkah ia

telah sesat? Untuk dapat menjawab itu ia harus melihat kepada himpunan

kekuatan kemampuan dan kelebihannya tadi ke arah cita-citanya. Apakah dari

keduanya nampak garisnya masih lurus atau sudah tidak lurus lagi. Dan

masihkah jalan itu nampak cita-citanya itu atau sudah tidak nampak lagi?

e. Menghimpun norma-norma sendiri. Yang dimaksud dengan ia telah mulai

dapat menghimpun norma-norma sendiri, ialah bahwa ia telah mulai dapat

menentukan sendiri hal-hal yang berguna, dan menunjang usahanya untuk

mencapai cita-citanya itu, sejauh norma-norma itu tidak bertentangan dengan

apa yang menjadi tuntutan masyarakatnya, apa yang menjadi tuntutan Negara,

bangsa dan kemanusiaan pada umumnya.

Norma-norma atau nilai-nilai itu dihimpunnya menjadi satu dan dijadikan

bekal, sarana atau senjata untuk melindungi dirinya demi keselamatannya

selama berusaha untuk mencapai cita-citanya.29

29 Sutanto, Hartono, Psikologi Perkembangan (edisi 2), Bandung: Armico Press, 2002, p. 91-96

Universitas Kristen Petra

45

2.5 Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Surabaya

2.5.1 Data Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah

Jawa Timur Sepanjang Tahun 2004 dan Bulan Januari – November Tahun

2005

2.5.1.1 Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Di Jawa Timur

Tabel 2.1. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas di Jawa Timur pada Tahun 2004

NO KESATUAN JUMLAH PELANGGARAN

1 POLWILTABES SURABAYA 330.019 2 POLWIL MALANG 137.865 3 POLWIL BESUKI 42.057 4 POLWIL KEDIRI 107.529 5 POLWIL MADIUN 59.344 6 POLWIL BOJONEGORO 94.555 7 POLWIL MADURA 55.596 8 PJR 60.845

JUMLAH 887.810 Sumber: Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Tabel 2.2. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas di Jawa Timur

Bulan Januari - November Tahun 2005

NO KESATUAN JUMLAH PELANGGARAN

1 POLWILTABES SURABAYA 293.756 2 POLWIL MALANG 112.281 3 POLWIL BESUKI 41.987 4 POLWIL KEDIRI 126.851 5 POLWIL MADIUN 56.876 6 POLWIL BOJONEGORO 91.116 7 POLWIL MADURA 49.732 8 POLWIL SURABAYA 43.574 9 PRC PATWAL / PAM TOL 198

JUMLAH 816.371 Sumber: Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Asumsi:

Jumlah pelanggaran lalu lintas di Surabaya adalah yang terbanyak di Jawa Timur.

Hal ini dapat disebabkan oleh keberadaan Surabaya sendiri sebagai kota besar

dengan jumlah penduduk yang memang cukup banyak jika dibandingkan dengan

daerah-daerah lain di Jawa Timur. Tetapi banyaknya pelanggaran yang terjadi

juga membuktikan sangat kurangnya kesadaran masyarakat Surabaya akan

Universitas Kristen Petra

46

pentingnya menaati peraturan lalu lintas demi mencapai keamanan, ketertiban,

dan kelancaran berlalu lintas di kota ini.

2.5.1.2. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau Dari Jenis Profesi

Tabel 2.3. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau dari Segi Profesi

Tahun 2004

POLWILTABES SURABAYA PROFESI PELANGGAR LALU LINTAS

NO JUMLAH PELANGGARAN PNS KARYAWAN

SWASTA MAHASISWA PELAJAR PENGEMUDI

KEND. UMUM

PEDAGANG TANI/ NELAYAN BURUH LAIN-

LAIN

1 330.019 6.769 227.296 17.795 31.863 27.636 7.276 4.329 3.526 3.529 Sumber: Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Tabel 2.4. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau dari Segi Profesi

Bulan Januari - November Tahun 2005

POLWILTABES SURABAYA PROFESI PELANGGAR LALU LINTAS

NO JUMLAH PELANGGARAN PNS KARYAWAN

SWASTA MAHASISWA PELAJAR PENGEMUDI

KEND. UMUM

PEDAGANG TANI/ NELAYAN BURUH LAIN-

LAIN

1 293.756 7.795 189.932 17.980 39.112 23.528 6.737 1.824 1.736 5.112 Sumber: Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Asumsi:

Pelanggar lalu lintas terbanyak pada tahun 2004 datang dari kalangan swasta.

Sebanyak 227.296 orang dari jumlah total pelanggar 330.019 di Surabaya

merupakan karyawan swasta. Hal tersebut masih berlanjut pada awal tahun 2005

dengan jumlah pelanggar 189.932 orang dari total pelanggar 293.756 orang.

Profesi lain yang banyak melakukan pelanggaran lalu lintas adalah pelajar,

mahasiswa dan pengemudi umum.

2.5.1.3. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau Dari Segi Pendidikan

Pelanggar

Universitas Kristen Petra

47

Tabel 2.5. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau dari Segi Pendidikan

Pelanggar pada Tahun 2004

POLWILTABES SURABAYA PENDIDIKAN PELANGGAR LALU LINTAS

NO JUMLAH PELANGGARAN SD SLTP SLTA PERGURUAN

TINGGI LAIN-LAIN

1 330.019 30.028 65.686 177.714 43.152 13.439 Sumber: Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Tabel 2.6. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau dari Segi Pendidikan

Pelanggar pada Bulan Januari - November Tahun 2005

POLWILTABES SURABAYA PENDIDIKAN PELANGGAR LALU LINTAS

NO JUMLAH PELANGGARAN SD SLTP SLTA PERGURUAN

TINGGI LAIN-LAIN

1 293.756 24.578 64.622 162.671 26.299 15.586 Sumber: Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Asumsi:

Pelanggar Lalu Lintas kebanyakan berlatar pendidikan SLTA. Mungkin

rendahnya tingkat pendidikan masyarakat juga memperkuat potensi seseorang

untuk melanggar suatu peraturan atau menaatinya. Terbukti bahwa orang-orang

yang sempat mengenyam pedidikan di perguruan tinggi lebih kecil potensinya

untuk melanggar lalu lintas dibanding orang-orang yang hanya tamat SLTA dan

SLTP.

2.5.1.5. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau Dari Segi Usia Pelanggar

Tabel 2.7. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau dari Segi Usia Pelanggar

Tahun 2004

POLWILTABES SURABAYA USIA PELANGGAR LALU LINTAS

NO JUMLAH PELANGGARAN 0-15 15-21 22-30 31-40 41-50 51-

1 330.019 13.242 64.780 99.331 84.253 51.407 17.006 Sumber: Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Universitas Kristen Petra

48

Tabel 2.8. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau dari Segi Usia Pelanggar

Pada Bulan Januari - November Tahun 2005

POLWILTABES SURABAYA USIA PELANGGAR LALU LINTAS

NO JUMLAH PELANGGARAN 0-15 15-21 22-30 31-40 41-50 51-

1 293.756 15.526 64.411 83.805 72.598 42.705 14.711 Sumber: Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Asumsi:

Pelanggar terbanyak berusia antara 22 sampai 30 tahun. Orang-orang yang berusia

31 sampai 40 tahun juga cukup berpotensi untuk melakukan pelanggaran lalu

lintas. Namun pelanggaran lalu lintas pada bulan Januari 2005 juga diwarnai oleh

meningkatnya pelanggar berusia 16 sampai 21 tahun.

2.5.1.6. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau Dari Jenis Kendaraan Yang

Digunakan

Tabel 2.9. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau dari Jenis Kendaraan Yang

Digunakan pada Tahun 2004

POLWILTABES SURABAYA JENIS KENDARAAN

NO JUMLAH PELANGGARAN BUS TRUK ANGKOT PRIBADI TAXI R2 PICK

UP JUMLAH RANMOR

1 330.019 1.310 11.276 15.309 33.629 4.400 254.616 9.479 330.019 Sumber: Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Tabel 2.10. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau dari Jenis Kendaraan Yang

Digunakan pada Bulan Januari – November Tahun 2005

POLWILTABES SURABAYA JENIS KENDARAAN

NO JUMLAH PELANGGARAN BUS TRUK ANGKOT PRIBADI TAXI R2 PICK

UP JUMLAH RANMOR

1 293.756 1501 10.359 11.393 34.561 3.599 225.965 6.378 293.756 Sumber: Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Asumsi:

Kendaraan roda dua merupakan pelaku pelanggaran lalu lintas terbanyak di

Surabaya. Sebanyak 254.616 dari jumlah total 330.019 pelanggar adalah

Universitas Kristen Petra

49

pengendara roda dua. Demikian pula pada permulaan tahun 2005, roda dua masih

tercatat sebagai pelanggar terbanyak.

2.5.1.7. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau Dari Jenis Pelanggarannya

Tabel 2.11. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau dari Jenis Pelanggarannya

Tahun 2004

POLWILTABES SURABAYA JENIS PELANGGARAN

NO JUMLAH PELANGGARAN MUATAN KECEPATAN

MARKA JALAN/ RAMBU

SURAT-SURAT

SYARAT KELENGKAPAN

LAIN-LAIN

1 330.019 5.969 713 110.612 129.286 42.910 40.529 Sumber: Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Tabel 2.12. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau dari Jenis Pelanggarannya

Bulan Januari - November Tahun 2005

POLWILTABES SURABAYA JENIS PELANGGARAN

NO JUMLAH PELANGGARAN MUATAN KECEPATAN

MARKA JALAN/ RAMBU

SURAT-SURAT

SYARAT KELENGKAPAN

LAIN-LAIN

1 293.756 7.153 406 102.448 130.753 21.729 31.267 Sumber: Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Asumsi:

Jenis pelanggaran yang paling banyak dilakukan di Surabaya adalah pelanggaran

terhadap kelengkapan surat-surat yang diwajibkan. Selain itu, pelanggaran

terhadap rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan juga masih marak terjadi di

kota Surabaya.

2.5.1.8. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau Dari Jenis Kelamin

Tabel 2.13 Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau dari Jenis Kelamin

Tahun 2004

POLWILTABES SURABAYA JENIS KELAMIN NO JUMLAH

PELANGGARAN WANITA PRIA 1 330.019 25.593 304.426

Sumber: Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Universitas Kristen Petra

50

Tabel 2.14. Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Ditinjau dari Jenis Kelamin

Bulan Januari –November Tahun 2005

POLWILTABES SURABAYA JENIS KELAMIN NO JUMLAH

PELANGGARAN WANITA PRIA 1 293.756 30.093 293.663

Sumber: Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Asumsi:

Para pelanggar lalu lintas kebanyakan adalah laki-laki. hal ini dapat disebabkan

pula oleh sifat dasar laki-laki yang secara psikologis cenderung suka dan tidak

takut melanggar peraturan. Sebaliknya wanita malah berusaha menghindari

pelanggaran karena takut akan akibat yang dapat ditimbulkan oleh pelanggaran

tersebut.

2.6 Institusi Pendukung

2.6.1 Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Alamat : Jl. Ahmad Yani 116 Surabaya

Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur merupakan suatu

bagian khusus dalam Kepolisian Daerah Jawa Timur yang bertugas untuk

menjaga dan meningkatkan keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di

Jawa Timur, terutama di kota Surabaya yang demikian padat lalu lintasnya.

Direktorat Lalu Lintas dan segenap direktorat lainnya di Kepolisian Derah Jawa

Timur merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tubuh POLRI (Kepolisian

Republik Indonesia) yang berdiri pada tanggal 1 Juli 1946.

2.6.1.1. Visi Dan Misi Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Timur

Visi

Menjadi direktorat yang mampu menempatkan diri sebagai pelindung,

pengayom, pelayan masyarakat yang handal dan dapat dipercaya serta

sebagai aparat penegak hukum yang profesional dan proporsional dan

selalu menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia yang

Universitas Kristen Petra

51

mendedikasikan seluruh kemampuan untuk memelihara keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas.

Misi

a. Memberi perlindungan, pengayoman, dan pelayanan para pemakai

jalan sehingga para pemakai jalan merasa aman, selamat dalam

perjalanan dan selamat sampai tujuan

b. Memberi bimbingan kepada masyarakat tentang lalu lintas melalui

upaya precentif dan preventif untuk meningkatkan kesadaran dan

ketaatan serta kepatuhan terhadap ketentuan peraturan lalu lintas dan

tata cara berlalu lintas.

c. Memberikan pelayanan prima SSB kepada masyarakat melalui

jaringan kerja SAMSAT (STNK)-SATPAS (SIM) dan BPKB yang

terintegrasi yang didukung oleh sistem dan sumber daya manusia

yang profesional dengan melaksanakan praktek good corporate

government.

d. Melakukan penegakkan hukum di bidang lalu lintas secara

profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi

hukum dan hak asasi manusia dalam rangka memelihara keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas.

2.6.1.2. Sub Direktorat Bidang Pendidikan dan Rekayasa

Sub Direktorat Penegakkan Hukum (SUBDIT BIN GAKKUM)

merupakan suatu bagian khusus di bawah Direktorat Lalu Lintas Kepolisian

Daerah Jawa Timur. Sesuai keputusan Kapolri No. 54/ 2003 tentang validasi

POLRI sebagai sebuah lembaga yang terpisah dari TNI. Tugas dan kegiatan yang

dilakukan oleh badan yang dikepalai oleh AKBP Drs. Ari Subiyanto. M.Si ini

berkaitan dengan upaya-upaya penengakkan hukum dalam berlalu lintas.

a. Tugas Pokok Sub Direktorat Penegakkan Hukum

Diatur oleh keputusan Kapolri Nopol Kep/ 54/ X/ 2002 tanggal 17 Oktober

2002 maka tugas pokok Sub Direktorat bidang Pendidikan dan Rekayasa adalah

Universitas Kristen Petra

52

menyelenggarakan dan membina pelaksanaan kerjasama lintas sektoral

pendidikan masyarakat dan rekayasa di bidang lalu lintas,

Penjabaran:

a. Melaksanakan penindakkan pelanggaran peraturan lalu lintas berupa tilang

dan non tilang.

b. Sebagai pembina fungsi satuan lalu lintas di bidang penegakkan hukum

memberikan pelatihan – pelatihan kepada anggota satuan unit lalu lintas ntuk

meningkatkan sumber daya manusia anggota satuan lalu lintas dalam hal

penegakkan hukun lalu lintas di lapangan.

c. Memberikan petunjuk dan arahan secara teknis kepada jajaran dalam rangka

meningkatkan profesionalisme anggota satuan lalu lintas sehubungan dengan

penegakkan hukum lalu lintas.

d. Menganalisa dan menevaluasi kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Jawa

Timur bersama instansi terkait mengupayakan peningkatan sarana dan

prasarana jalan untuk meminimalkan terjadinya kecelakaan lalu lintas.

e. Memberikan petunjuk dan arahan mengenai masalah kecelakaan lalu lintas.

f. Mendukung satuan bawah atau jajaran apabila dibutuhkan.

b. Organisasi

Di bawah SUBDIT BIN GAKKUM bernaung tiga seksi, yakni

a. Seksi Kecelakaan (LAKA)

b. Seksi Pelanggaran (GAR)

c. Seksi Pengaturan penjagaan pengawalan dan patroli (TURJAWALI)

Universitas Kristen Petra

53

Gambar 2.1. Susunan Organisasi Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah

Jawa Timur

2.6.2 Universitas Kristen Petra

Alamat : Jl. Siwalankerto 121 – 131

Surabaya 60236

Telepon : (031) 8439040, 8494830, 8494831

Fax : (031) 8436418

Website : www.petra.ac.id

''Caring and Global University'' adalah motto yang dimiliki oleh

Universitas Kristen Petra dan motto ini dipegang teguh serta dilaksanakan

sebenar-benarnya dengan jalan melakukan kegiatan-kegiatan sosial serta

mendekatkan diri dengan pihak-pihak yang membutuhkan. Dalam hal ini bukan

sekedar berbagi dan menolong warga dan masyarakat sekitar Universitas Kristen

Petra saja tapi juga dengan semua lapisan masyarakt yang bisa dijangkau. Seperti

kegiatan COP yang serius dan ditekuni sejak dahulu sebagai salah satu realisasi

dari motto yang ditetapkan. Membantu membenahi beberapa desa yang

membutuhkan di daerah Jawa Tengah bersama dengan beberapa kampus dari

Korea, Jepang dan Belanda adalah kegiatan rutin Petra yang dilakukan setiap

tahunnya sebagai program COP. Selain itu pihak Universitas Kristen Petra juga

tidak pernah henti-hentinya merespon keadaan di seluruh Indonesia, seperti

DITLANTAS POLDA JATIM

WADIR LANTAS

KASUBDIT BIN GAKKUM

KASI LAKA KASI GAR KASI TURJAWALI

1 PAMA 1 BA 1 PNS

1 PAMA 1 BA 1 PNS

1 PAMA 1 BA 1 PNS

Universitas Kristen Petra

54

memberi bantuan kepada korban-korban bencana alam di manapun bencana itu

melanda. Selain itu juga adanya beasiswa khusus bagi warga daerah timur

Indonesia

Selain itu Universitas Kristen Petra juga memberikan beberapa fasilitas

khusus bagi warga sekitar Siwalankerto dimana gedung Universitas ini berdiri.

Seperti bakti sosial yang diadakan pada event-event tertentu, selain itu juga

adanya poliklinik dan penyedia pengobatan gratis di dalam Universitas.

Menjadi salah satu pendukung iklan masyarakat yang dirancang ini selain

sesuai dengan motto dari Universitas Kristen Petra, juga memeberikan satu

perhatian khusus bagi remaja yang notabene adalah khalayak sasaran Universitas

Kristen Petra dalam hal pendidikan. Selain mengukuhkan posisi Universitas

Kristen Petra di mata masyarakat, dengan partisipasinya mendukung iklan layanan

masyarakat ini akan memberikan publikasi yang baik bagi pihak Universitas.

Untuk menunjukkan kepedulian terhadap warga dan masyarakat Surabaya pada

umumnya, dan remaja Surabaya pada khususnya. Bukan hanya itu saja, tetapi

dengan turut menyukseskan kampanye iklan layanan masyarakat yang dirancang

ini berarti partisipasi Universtitas dalam membantu terselenggaranya keadaan dan

situasi kota Surabaya yang aman, tentram dan nyaman untuk ditinggali juga

terpraktekkan secara lebih nyata lagi. Mengingat di kota inilah Universitas Kristen

Petra berdiri dan berjaya sejak dahulu.

2.6.2.1 Visi dan Misi Universitas Kristen Petra

Visi

Alkitab adalah firman Allah dalam firman adalah hidup dan hidup itu

adalah terang manusia (Yoh 1:1-4) Firman Allah mewajibkan untuk

mengaktualisasikan kasih, kebenaran, kedamaian, kebebasan sebagai

perwujudan pelaksanaan kasih Tuhan Yesus Kristus.

Misi

Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak

ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”

(Yoh 14:6) Maka dalam semangat spiritual Kristiani Universitas Kristen

Petra memajukan dan mengaktualisasikan perkembangan masyarakat

Universitas Kristen Petra

55

sipil (civil society) demi menyediakan para ahli yang kreatif, yang

memiliki kepakaran dalam bidangnya dan membina kehidupan bersama

dalam kebersamaan dalam suatu masyarakat yang pluralistic.

2.6.2.2. Sejarah dan Perkembangan Universitas Kristen Petra

Universitas Kristen Petra berdiri pada tanggal 22 September 1961

didukung oleh enam gereja Kristen Protestan terbesar di Surabaya. Universitas

Kristen Petra mengawali kariernya dalam pendidikan dengan jurusan Sastra

Inggris yang memiliki mahasiswa pertama sebanyak 60 orang.

Pendirian Universitas Kristen Petra akan selalu diasosiasikan dengan

Yayasan Pendidikan dan Pengajatan Kristen Petra atau yang disingkat PPPK

Petra. PPPK Petra adalah sebuah yayasan Kristiani yang didirikan pada 12 April

1951, dengan tujuan utamanya untuk memberikan dan menyediakan pendidikan

dari tingkat taman kanak-kanak hingga sekolah menengah umum.

Pada tahun 1956 tercetuslah ide untuk membangun sebuah universitas

adalah dengan tujuan untuk memberikan pendidikan yang lebih tinggi kepada

alumni dari sekolah menengah umum Petra.

Maka pada 21 September 1960 dibentuklah sebuah Panitia dengan nama

Komite Perencanaan Pendirian Univesitas, dengan tugas untuk mendirikan sebuah

Universitas. Anggota dari komite ini adalah drg. Tan Tjiaw Yong, Gouw Loe

Liong, drg. Tan Gie Djien, Tjoa Siok Tjoen, Lie Ping Lioe dan Kwee Djien Kian.

Setelah itu pada 8 Agustus 1961 para koordinator dari komite ini memutuskan

untuk mendirikan Universitas Kristen Petra dengan jurusan pertamanya yakni

jurusan Sastra Inggris.

Tepat pada tanggal 22 September 1961, yang bertepatan dengan hari

ulang tahun PPPK Petra yang ke 10, Universitas Kristen Petra diperkenalkan dan

dipublikasikan kepada masyarakat luas. Beberapa hari kemudian tepatnya pada 28

September 1961, para koordinator komite pendirian membentuk Direktorat

Kepengurusan Universitas. Yang mengemban tugas untuk memanajemeni

universitas dan sementara waktu menjadi anggota dewan pengurus sponsor.

Anggota dari diretktorat ini adalan drg. Tan Tjiaw Yong, Ir. O. F. Patty, dr.

Universitas Kristen Petra

56

Mesakh Wignjohoesodo, Gouw Lie Liong dan J.A. Sereh. Setahun setelah itu

jurusan kedua didirikan, yakni jurusan Teknik Sipil.

Menyadari pertumbuhan Universitas Kristen Petra yang pesat, para

koordinator komite pendirian mengevaluasi ulang keputusan PPPK Petra. Dan

pada 18 Juli 1964 sebuah komite untuk membentuk Yayasan Perguruan Tinggi

Kristen Petra dibentuk dengan anggota: J.E. Sahetapy SH. Drg. Tan Tjiaw Yong,

dr. M. Wignjohoesodo, Kho Hong Pie, R.M.S. Kertonadi, dan P.H. Saroinsong.

Konsep dari pembentukan Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Petra ini diterima

pada 22 Oktober 1964 dan diresmikan keberadaannya pada 7 Januari 1965 dan

sejak itu Universitas Kristen Petra terus berkembang dan berkarya hingga saat ini.

Saat ini Universitas Kristen Petra telah memiliki 6 fakultas dan 17

jurusan, serta lebih dari ribuan alumni dan mahasiswa.