Representasi Maskulinitas dalam Iklan

20
]urnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946 Volume 8, Nomor 1, Juli 2004 (17 - 36) Representasi Maskulinitas dalam Iklan Nooi Kurnia') Abstract The phenomenon of hegemonic masculinity haae been well understood, despite the fact that mass media in general and adaertisement in particular, is a medium for contestation between masculinity and feminity. This article shows that, neut feature of masculinity has come due to the adaptation of feminity. The new feature of masculinity has been known as metrosexual. Kata-kata kunci: gender; maskulinitas; representasi; dominasi laki-Iaki; iklan; budaya patriarkhi Wacana gender selama ini didominasi gugatan terhadap teguhnya inferioritas perempuan dibandingkan laki-laki. Konstruksi inferioritas perempuan ini dianggap iuga mencerrninkan realitas sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari, dan pemaknaan seperti ini sudah mapam dalam budaya patriarkhi. Dalam budaya patria.rkhis ini, perempuan dianggap sebagai makluk pasif dan sub-ordinat laki-laki, dan media massa memiliki sumbangan besar dalam pengukuhan stereotype ini. Piliang (dalam Ibrahim dan Suranto, 1998:xvi) melihat media massa sebagai arena'perjuangan tanda'. Media adalah arena perebutan posisi, tepatnya antara posisi 'memandang' (aktif) dan posisi 'yang dipandang' (pasif). Yang diperebutkan adalah'tanda' yang *) Noai Kurnia adalah mahasiswa Pascasa4ana Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia, fakarta. L7

Transcript of Representasi Maskulinitas dalam Iklan

]urnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,410-4946

Volume 8, Nomor 1, Juli 2004 (17 - 36)

Representasi Maskulinitas dalam Iklan

Nooi Kurnia')

Abstract

The phenomenon of hegemonic masculinity haae been wellunderstood, despite the fact that mass media in general andadaertisement in particular, is a medium for contestationbetween masculinity and feminity. This article shows that,neut feature of masculinity has come due to the adaptationof feminity. The new feature of masculinity has been knownas metrosexual.

Kata-kata kunci:gender; maskulinitas; representasi; dominasi laki-Iaki; iklan;

budaya patriarkhi

Wacana gender selama ini didominasi gugatan terhadap teguhnyainferioritas perempuan dibandingkan laki-laki. Konstruksi inferioritasperempuan ini dianggap iuga mencerrninkan realitas sebenarnya dalamkehidupan sehari-hari, dan pemaknaan seperti ini sudah mapam dalambudaya patriarkhi. Dalam budaya patria.rkhis ini, perempuan dianggapsebagai makluk pasif dan sub-ordinat laki-laki, dan media massamemiliki sumbangan besar dalam pengukuhan stereotype ini.

Piliang (dalam Ibrahim dan Suranto, 1998:xvi) melihat mediamassa sebagai arena'perjuangan tanda'. Media adalah arena perebutanposisi, tepatnya antara posisi 'memandang' (aktif) dan posisi 'yangdipandang' (pasif). Yang diperebutkan adalah'tanda' yang

*) Noai Kurnia adalah mahasiswa Pascasa4ana Program Studi Ilmu Komunikasi,Universitas Indonesia, fakarta.

L7

lurnnl Ilmu Sosial & IImu Politik, Vol. 8, No. 1, luli 2004

mencerminkan citra tertenfu. Dalam pencitraan ini nilai maskulinberada dalam posisi dominan, dan nilai feminin berada dalam posisimarjinal. Artinya, dalam media massa berlangsung perjuanganmemperebutkan'hegemoni tanda', khususnya'hegemoni gender'.

Sejalan dengan adanya stereotype sosok perempuan tersebut diatas, menarik dipertanyakan apakah di media massa berlangsung jugapeneguhan stereotype lakiJaki. Tulisan ini mengungkap hal itu. Secaralebih khusus tulisan ini berusaha'menelanjangi' lakilaki di dalam iklan.Pertanyaannya, apakah iklan di media massa membeberkanmaskulinitas. Pembahasan dimulai dari pemahaman mengenai konsepgender, yang pada gilirannya mengantar pada adanya perbedaan antaramaskulinitas dan feminitas. Setelah itu disajikan perkembangan wacanamaskulinitas di media dan dalam bahasan ini akan dikaji maskulinitaslakilaki dalam iklan. Persilangan antara maskulinitas dan feminitas inipada gilirannya melahirkan konsep maskulinitas baru, yakni konsepmetroseksual.

Feminitas vs MaskulinitasBerbicara rmengenai maskulinitas tentu saja tak bisa lepas dari

pembicara.rn mengenai gender. Secara umum, gender berbeda denganjenis kelamin. Jenis kelamin dianggap sebagai konstruksi biologis yangdibawa setiap individu sesuai dengan kodratnya sejak lahir di mukabumi ini. Konstruksi ini pada dasarnya tidak pernah berubah. Se-dangkan gender adalah kontruksi sosial dan bud aya. Konstruksi inidibentuk melalui proses panjang dalam kehidupan berbud dYa, dariwaktu ke waktu. Oleh karenan/+ gender bersifat dinamis.

Dalam memahami perbedaan gender dan jenis kelamin ini, bisadisimak pemikiran Ivan Hill melalui Budiman (1999:104). Baginya,gender adalah sebuah distingsi perilaku dalam budaya aernacular.Konsep gender ini membedakan waktu, tempaf peralatan, tugas, gerak-gerik, bentuk tuturan dan bermacam persepsi yang dikaitkan pada laki-laki atau perempuan. Perbedaan gender di antara kedua jenis kelamintersebut akan menjadi lebih lebar ketika masyarakat pun mem-

t Bi"r"r,ya ketika membicarakan jenis kelamin (sex) dan gender juga dikaitkandengan seksualitas yang dianggap sebagai preferensi seksual seseorang yangbisa terbagi atas heteroseksual, homoseksual ataupun biseksual.

18

Nooi Kurnia, Representasi lvlaskulinitas dalam lklan

Pertahankan perbedaan, yang sifatnya bukan bawaan sejak lahir. Lebihdari itu, perbedaan itu justru dipertahankan secara kultural

Perbedaan yang bukan bawaan individual ini tidak lain adalahbudaya patriarkhi. Sebagaimana tergambar dari Tabel 1 berikut ini,2pembedian secara tegas antara laki-laki (men) dan perempuan (women)adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Pemb e da n antara men (laki-kali) d eng an 7p otflefl (p erempuan)

MEN are (shouldbe) WOMEN are (shouldbe):

. masculine . ferninineo dominant o submissiaeo strone . weak. aggresstae . passtae. intellicent o intuitiaeo rational o emotionalo actiae Uo thinss) . communicatiae (talk about things)

MEN likc: WOMEN like:o carsltechnolosa . showinslmake upo getting drunk . Social drinkins with {riends. casual sex with manu partners . Conrmitted relationship

Sumber: Helen MacDonald (tt). "Magazine Advertising and Gender"d al am htpp: //www. me diated. or.uk/p osted_d ocuments/MagzineAdverts.html

Perbedaan maskulin dan feminin pun menggiring anggapanumum bahwa karakteristik maskulin lekat dengan laki-laki, dankarakter ini dikaitkan dengan tiga sifat khusus yaitu kuat, keras,

t Dimodifikasi dari tulisan Helen MacDonald mengen at "Magazrne Advertising andGender" dalamhtpp//www.mediated.or.uk/posted_documents/MagzineAdverts.htnl

19

lurnal llmu Sosial I llmu Politik, VoL 8, No. 1, luli 2004

beraroma keringat. Secara sederhana laki-laki dilabeli sifat 'macho'.Sementara itu, karakteristik perempuan diidentikkan dengan sifat yanglemah, lembut dan beraroma wans yang sekaligus dikaitkan dengansifat seorang'puhi'.

Stereotype representasi feminitas (baca:p,erempuan) danmaskulinitas (baca:laki-laki) bisa dilihat dalam tabel" berikut ini :

Tabel2

Konotasi /e minity dan mas anlinity

Feminity Masailinity

. Beau$ (within Mrrow conaentions) o Stren|th -physical and intellectual

. Sizelphysique (again, within nflrrowconaentions)

o Power

o Sexuali$ (as erpressedby the abooe). Sexual attractiaeness (which may be

based on the abwe)

. Emotional (as opposed to intellectual)dealings

. Physique

o Relationship (as opposed toin d ep en den ce I fr e edo m )

o Independence (of thought, action)

. Beingpart of a context (family,

friends, colleagues)

. Being isolated as not needing to relyon others (the lone hero)

Sumber: www.mediaknowall.com/gender.html

Berkaitan dengan sifat feminin dan maskulin tersebut di atas,terdapat dua pandangan yang berseberangan mengenai pem-bentukannya. Menurut pandangan kelomp ok pertama, perbedaanfeminitas dan maskulitas berkaitan dengan perbedaan biologis atau seks

' Diambil dari situs www.mediaknowalt.com/gender.html

20

Nooi Kurnia, Representasi Maskulinitas dalam lklan

antara laki-laki dan perempuan. Pemikiran ini terdapat dalam mazhabesensial biologis, perbedaan laki-laki dan perempuan serta perbedaanmaskulinitas dan feminitas bersifat alamiah. Pandangan ini bertolakbelakang dengan pandangan kedua, yang meyakini perbedaanmaskulinitas dan feminitas tak ada hubungannya dengan perbedaanbiologis antara laki-laki dan perempuan. Kelompok ini disebut sebagaipenganut mazhab orientasi budaya, dan pandangannya banyak dianutkaum feminis. B"gt kaum ini maskulinitas dan feminitas bukan bersifatnatural (alamiah) melainkan bersif.at nurtured (terbina) melalui prosessosialiasi yang dikonstruksi budaya.

wacana gender jelas berada dalam lingkup kelompok yang kedua.Sungguhpun demikiary perbedaan antara kedua pandangan tadi sama-sama melahirkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender inimelekat dalam kemunculan stereotype, yakni pelabelan atau penandaanterhadap kelompok tertentu. Penandaan maskulinitas dilakukanterhadp laki-laki sedangkan penandaan feminitas dilakukan terhadapPeremPuan, dan bersamaan dengan penandaan itu, maskulinitasdikonstruksikan posisinya lebih dominan dari pada posisi feminitas.

Kemenangan laki-laki ini bisa dirujuk dalam konsep budayapatriarkhi sendiri. Budaya patriarkhi merupakan sistem sosial y*gmendukung dan membenarkan dominasi laki-laki, memunculkanpemusatan pada laki-laki, pemberian hak-hak istimewa pada laki-laki,yang akhirnya rnengakibatkan kontrol terhadap perempuan sekaligutmenciptakan jurang sosial antara laki-laki dan perempuan.

Kondisi yang memenangkan laki-laki terhadap perempuan,sebetulnya bisa mengalami perubahan. Seperti terungkap dalam analisisGramscian yang diungkapkan Hanke:'

[alpparent modifications of hegemonic masculinity may representsome shifts in the cultural meaning of masculinity zoithout anaccompanying shrft in dominant social structural arrangements,thereby recupating patriarchal ideology by making it moreadaptable to contemporary social conditions and more able toaccommodate counter-hegemonic for ces.

o Dulu* Mery Masculinity and the Media yang ditulis Steve Craig dalam ntq:l/www.clu.cal-wwwpress/jrls/cjclBacklssu es I lg.2lnamaste.htmr -

2L

lunul Ilmu Sosinl S llmu Politik, Vol. 8, No. 7,luli 2004

Maskulinitas di MediaWebster's New World Dictionary mendefinisikan maskulinitas

sebagai "designating of, or belonging to the gender of worlds denoting orreferring to males, as well as many other words to which no distinction ofsex is attributed". Definisi yang terbuka ini akhirnya memunculkanberbagai karakter maskulinitas, yang menjadi wacana sehari-hari.Maskulinitas adalah imaji kejantanan, ketangkasary keperkasaan/keberanian untuk menantang bahaya keuletaru keteguhan hati, hinggakeringat yang menetes, otot laki-laki yang menyembul atau bagiantubuh' tertentu dari kekuatan daya tarik laki-laki yang terlihat secaraekstrinsik. Maskulinitas sendiri selain merupakan konseP yang terbukapada dasamya bukan merupakan identitas yang tetap dan monolitisi".g dipisahkan dari pengaruh ras, kelas dan budaya melainkan dalamsebuah jarak (range) identitas yang kontradiktif (Morgan seperti dikutipdalam ]ewitt).

Secara seksual, maskulinitas sendiri dapat dikategorikan dalambeberapa tipe kontinum maskulinitasu. Prrio*a, tipe"gtadiator-retroman: pria yang secara seksual aktif dan memegang kontrol. Kedua, tipeprotector: pria pelindung dan penjaga. Ketiga, tipe clown of boffoon: ptiayang mengutamakan Persamaan dalam menjalin hubungan danmenghormati wanita serta bersikap gentleman. Keempat, ttpe gay mnnipria yang mempunyai orientasi seksual, hornoseksual. Kelima, tipe wimp:jenis pria yang'lain' yang lemah dan pasif'. Kategori inilah yang sering

Berbicara mengenai tubuh sangatlah menarik menyimak pandangan Synott (2003)yang mengatakan bahwa apapun kontsrtuksi atas tubuh juga menjadi konstruksidiri yang bertubuh oleh karena itu pembicaraan tak lagi berkisar pada bagaimanatubuh diperlakukan tetapi juga bagaimana kehidupan berjalan di dalamnya.Beberapa orang mencintai tubutu beberapa orang membencinya beberaPa orangmenyembunyikan dan beberaPa orang lagi memamerkannya.

Jewitt C. 'Images of Men : Male Sexuality in Sexual Health Leaflets and Postersfor Young People,' dalam http://www.socreso rd;ine l2l2 I 6.htmlSecara berlawanan Jewitt juga mengkategorikan kontinum feminitas secaraseksual menjadi : vamp (wanita nakal dan penggoda), reassurer (memberikanketenangan dan menentramkan), guardian of sexual morality (kemampuanmengontrol pria), mother (penuh perhatian, terkesan lemah dan lembut),clown (konyol, panik, histeris) danoictim (korban ketidak adilan pria)

22

Noai Kurnia, Rqresantasi Mashtlinitas dnlam lHan

digunakan media untuk mengkontmksi maskulinitas meskip* yangpaling sering muncul adalah karakter gladiator sebagai pemegangkekuasaan atau dominasi.

Menurut Hanket h,rbrrr,gan antara maskulinitas dan mediamuncul pertama kali tahun 1970-an dan baru mendapatkan perhatianakhir tahun 1.980-an. Karya awal maskulinitas dan media dilakukanoleh Fejes pada tahun 1992 yang terkenal dengan konsep "masculinityas fact",. Karya ini diikuti ilmuwan lain dengan melihat representasimaskulinitas dalam berbagai media, genre, teks, ikon dalamhubungannya dengan gender, tatanan (order), perbedaan budaya,identitas, identifikasi, subyek, dan pengalaman dalam kapitalisme akhir-akhir ini. Dalam kajian media, maskulinitas kemudian dipahami sebagai"both as product and process of representation". Melalui pendekatankontruksionis yang notabene mengedepankan representasi dan makna,beberapa ilmuwan mengadopsi orientasi feminis pos-strukturalis yangmenganggap maskulinitas sebagai tanda saiah satu subyektivitas yangmemperbaiki identitas sosial.

Wacana maskulinitas sendiri menurut Hanke dipengaruhipemikiran Gramsci, Foucault dan Butler. Dia sendiri mendefinisikan"hegemonic masculinity" sebagai :

the social ascendancy of a particular aersion or model ofmasculinity that, operating on the terrain of 'common sense'and conaentional morality, defines 'what it means to be a mfrn'.This implies that one uersion mny occupy a leading position inthe media mainstream (for instance, the musch discussed hard-bodied, action heroes of HSAs)Versi maskulinitas hegemonis ini iebih diterima masyarakat

dibandingkan dengan versi lainnya yaitu maskulinitas subordinat.Maskulinitas hegemonis ini dikonstruksi dalam imaji seorang laki-lakikulit putih kelas meneng ah (tahite middle-class male) yang membuatseperangkat atribut dan aturan normatif yang bertentangan denganjenis maskulinitas lainnya.

t D"l"- Theorizing Masculinity With In the Media,'http:l/www.newcastle.edu.au/discipline/sociol-anthrop/staf f/kibbyma rjlcomtheo. html.

lurnal llmu Sosial S IImu Politik, VoL 8, No. 1, luli 2004

Sehubungan dengan fitur utama maskulinitas hegemonis ini,Trujito (seperti dikutip Hanke, tt) mengidentifikasi lima fitur yang bisadiidentifikasi dalam budaya media di Amerika. Pertama, ketikakekuasaan didefinisikan berkaitan dengan kekuatan dan kontrol fisik.Kedua, ketika kekuasaan didefinisikan melalui pencapaian profesionaldalam masyarakat industrial kapitalistik. Ketiga, ketika kekuasaandirepresentasikan ke dalam patriarkhi familial. Keempat, ketikakekuasaan disimbolkan melalui laki-taki pelindung yang romantis danpenuh kasih sayang. Kelima, ketika hetereoseksual didefinisikan dandipusatkan pada representasr phallus.

Berbeda dengan Gramsci, pemikiran Foucault jrgumempengaruhi konsep maskulinitas di media seperti yangdikemukakan Nixon dalam membah as " exhibiting masculinity" (sepertidikutip Hanke, tt). Pemikiran ini ditarik dari konsep Foucault mengenaiwacana, penempatan subyek, subyektifikasi dan teknologi. Implikasigagasan ini, sebagaimana dikatakan Hanke, membawa pemikiranmengenai maskulinitas di media ke dua arah. Pertama, maskulinitasdipahami sebagai konstruksi budaya yang spesifik secara historis tanpapemaknaan. Maskulinitas merupakan suatu atribut yang kaku logikamodernis terbuka sehingga memungkinkan kita menggambarkanperubahan pengkodean atas konsep 'maskulin' itu sendiri. Kedua,maskulinitas jrgu terbuka akan teori bahasa pos-strukturalis, teoriperbedaan seksual sehingga dekonstruksi, polisemi dan tanda yangberagam tentang maskulinitas terbuka untuk dianalisis.

Sebagaimana dikatakan lebih lanjut oleh Hanke, pemikiranmengenai maskulinitas di media juga mendapatkan Pengaruh dari]udith Butler. Tokoh ini mewarnai'konsep maskulinitas dengankentalnya teori gender sebagai corporeal style, an 'act'. Gagasan inimewarnai karya Cohan yang menyatakan bahwa potret maskulinitasdalam krisis identitas bukan hanya merupakan kecemasan kelas baruyang hanya symptomatic tetapi yang menurunkan stabilitas hubunganantara gender dan representasi sehingga maskulinitas (seperti halnyadengan feminitas) adalah " an ongoing and potentially discontinuousperformatiae masquarade." (seperti dikutip Hanke, tt).

Perkembangan selanjutnya mengenai wacana maskulinitasmembawa kita kepada pemikiran yang menggabungkan gagasan Foucault

24

Nooi Kurnia, Repraentasi Maskulinitas dalam Iklan

dan Butler. Kajian mereka memperlihatkan bagaimana konsepmaskulinitas hegemonik diperbaiki, diberdayakan kembali,dinegosiasikan ulang dan dikonstruksi ulang. Dalam konteks ini,reformasi patriarkhi mempertemukan maskulinitas pada era sejarahberikutnya untuk mendapatkan kembali kesenangan dalammeneguhkan kembali norma yang ada serta untuk menyesuaikannyadengan iklim yang baru.

Tidak mengherankan jika wacana maskulinitas membawa kitapada pemikiran tentang newly hegemonic masculinity. Pemikiran iniberusaha merespon trauma sejarah dan krisis identitas yang terjadi diera late capitalism atau post-Fordism. Dikatakan oleh Hanke: "thepostmodern condition, in turn, has precipitated a profound, unprecedented'identity crisis' particularly for masculinity identity." Krisis yang terjadi,sebagaimana dikatakan oleh Wernick (1991:50), membuat identitasmaskulin laki-laki di media terguncang, baik dalam domain privatmaupun domain publik. Laki-laki masih mendominasi ruang publik,tetapi mereka sudah mulai kehilangan hak-hak istimewa mereka. Laki-laki masih mendapatkan uang dari hasil jerih payahnya bekerj+ tetapitidak lagi menjadi satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga.

Maskulinitas dalam IklanIklan bukanlah sekedar informasi mengenai produk tertentu

melainkan sebuah media yang menawarkan ideologit gaya hidup danimaji. Wernick (1991,:32) melihat iklan sebagai media promosi buday+dan iklan sebefulny" merupaktu:r sarana ekspresi ideologi dan ekspresisimbolik budaya. Iklan dapat menjadi wacana dalam masyarakat, karenaiklan bermain dalam dunia tanda dan bahasa. Imaji menjadi mimpiyang ingin ditawarkan. Sama halnya dengan imaji, representasimaskulinitas dalam iklan dilakukan dengan menggunakan dunia tandadan bahasa. Pertanda dan bahasa untuk mengungkap maskulinitas inimudah difahami dalam kerangka berpikir ideologi dominan yangpatriarkhis. Dalam konteks ini, ideologi menjadi alat bantu kepentinganmaterial dan budaya para penciptanya.

Melalui ideologi kapitalisme, iklan tumbuh dan berkembang,muncullah stereotype imaji maskulinitas laki-laki dalam iklan.Sebagaimna dilontarkan Susan Bordo, laki-laki cenderung

lurnnl llmu Sosial €+ llmu Politik, VoI. 8, N0.1.,luli 2004

direpresentasikan sebagai makhluk yang jantan, berotot dan berkuasae.Sejalan dengan stereotype 7tu, penampakan taki-laki menurut Wood:" a.ctiue, adaenurous, polt)erful, sexuatly aggressiae and largely uninaolaedin human relationship."(Fowles,1996:208). Tak jauh berbeda dengankarakter ini, menurut Fowles (1996:201) adalah aktif, agresif, rasionaldan tidak bahagia. Aktivitas lakilaki lebih banyak berkaitan dengankegiatan fisik seperti olahraga. Keaktifan laki-laki inilah yang membawaciri yang sama pada pemilihan lokasi yang digunakan sebagai latarbelakang setting dalam iklan. Lokasi yang jarang sekali mengambtl settingrumah melainkan di tempat-tempat publik seperti kantor, gunun&sirkuit balap, bengkel, kafe, pantai dan lain-lain yang dianggap lebih'put' unfuk laki-laki.

Pembahasan mengenai representasi maskulinitas dalam iklanselain berada dalam wilayah diskusi representasi gender, juga berkenaandengan permasalahan sistem ekonomi gtobal yang ada dalamkapilahsme. Dalam konleks ini Rohlinger (2002) mengatakan bahwadaiam era post industrialto sekarang ini pi.u pengiklat tJdut g berlombauntuk mencari pasar baru. Imaji erotis laki-laki yang maskulin kemudiandijual untuk menarik konsumen laki-laki baru sekaligus menarikperhatian perempuan yang merasa dirinya 'merdeka'. Imaji erotis yangmerepresentasikan maskulinitas laki-laki melalui penamPakan fisik idealdari figur laki-laki atraktif sekaligus berotot untuk dijadikan'pajangan'dalam iklan.

Untuk memahami representasi maskulinitas dalam dunia iklanini, Rohlinger mengadakan kajian terhadap lima majalah besar yaituSport lllustrated, Men's Health, Popular Mechanics, GQ and Business Weekselama tahun 1987 hingga 7997. Adapun target pembaca yang ditelitiadalah laki-laki berumur 18 hingga 49 tahun. Temuan yang didapatmenunjukkan adanya empat kode maskulinitas dalam iklan di kelimamajalah tersebut yaitu: the erotic malellaki-laki yang erotis (37,8%), theherofiaki-laki pahlawan (21,8o/o), man at workflaki-laki pekerja (76,4o/"),

Penjelasan selengkapnya bisa dilihat dalam http://www.media-awareness.caenglish/issues/stereotyping/men_and-masculinity/masculinity-advertising.cfmMasa ketika kegiatan produksi beralih dari produksi barang berubah menjadiproduksi jasa serta pengetahuan yang berjalan dengan dukungan teknologi dansistem komputerisasi

26

l0

Nooi Kurnia, Represurtasi Maskulinitas dalam lklan

the consumerflaki-laki konsum en(1,0,5o/o), quiescentllaki-Iaki yang tak aktif(0,L%) dan family manlnuturefiaki-laki'rumahtangga' (0,04%).

Dari penelitian tersebut terlihat bahwa kode maskulinitas the eroticmale inilah yang mendominasi periklanan sekalig,.,s menjadi konsepsimaskulinitas yang menjadi mainstream selama sepuluh tahun penelitiantersebut. Dominasi kons ep the erotic male yang memposisikan laki-lakiyang dipusatkan lebih pada keberadaan dan keunikan fisiknya ini,sebenarnya merupakan respons terhadap faktor budaya yangdipengaruhi oleh gerakan pembebasan kaum gay dan tanggung jawabpara pengiklan yang disesuaikan dengan iklim politik yang ada. Bahkan,secara tegas dikatakan oleh Rohlingeg the erotic male sebenarnyamerepresentasikan peningkatan kekenyalan konsep maskulinitas dalambudaya populer sekarang.

Dalam pandangan yang kurang lebih sama, Media AzaarenessNetWork mengidentifikasi lima karakteristik maskulinitas:ll Pertama,sikap yang berperilaku baik atau sportif. Sikap ini dimasukkan dalanlpesan iklan yang berkaitan dengan sikap laki-Iaki yang menggunakanwewenang dalam melakukan dominasi yang ia punya. Kalaupunmuncul kekerasan dalam penggunaan wewenang tersebut, kekerasanitu dianggap sebagai strategi laki-laki untuk mengatasi masalah danmengatasi hidup.

Kedua, mentalitas caae man. Hal ini terlihat dari penggunaan ikonpahlawan dari sejarah populer yang mendemonstrasikan maskulinitasdalam iklan melalui simbol-simbol pahlawan seperti: pejuang romawi,bajak laut, pejuang dan bahk an cowboy. Keagresifan dan kekerasan laki-laki di sini dikesankan wajar karena dianggap sesuai dengan sifat alamimereka. Ilustrasi yang sempurna mungkin didapatkan pada karakterkuat Marlboro Man dengan segala keunikan versi iklannya melalui imajimaskulinitas yang terletak pada sikap jantan dan mandiri serta aktivitasyang dikaitkan dengan aktivitas fisik yang menantang dan mendekatibahaya. Figur laki-laki dikonstruksikan sebagai lonely hero. Laki-takidibayangkan bisa menyelesaikan semua pennasalahan sendirian denganselalu menjadi pemain tunggal dalam semua iklan rokok Marlboro.

rr Selengkapnya bisa dibaca dalam situs Media Awareness NetWork dalam htpp:llte chnotea cher. com/He al th/violadv. htm

27

lurnal llmu Sosial €s llmu Politik, VoL 8, N0.1, JuIi 2004

Ketiga, pejuang baru. Hal ini dilambangkan dengan Pemunculanpejuang baru yang biasanya dikaitkan dengan kemiliteran mauPunolahraga yang dianggap menjadi nilai maskulinitas karena memberikanimaji ikut petualangan dan kekuatan laki-laki. Berbagai iklan rokokseperti Gudang Garam ataupun Djarum 76 menggunakan ikon pendakigunung sebagai simbol maskulinitas.

Keempat, otot dan 'laki-laki ideal' dengan tubuh berotot yangmencitrakan tubuh ideal laki-laki. Sebuah bentuk fisik yang hanya bisadidapatkan dengan latihan olahraga yang memadai. Imaji seperti itubanyak muncul di iklan parfum seperti loop Home atau Preferred Stogk

atau yang terakhir ini di iklan susu L Men yang mengumbar dadatelanj anglaki-laki yang'kotak-kotak' dan seringkali dikesankan'basah' -

Tubuh yang berotot Pun diimajikan menjadi syarat buat PeremPuan(dalam kus,m iklan L Men) untuk memasuki gerbang pernikahan sepertiyang ditunjukkan lelaki bercelana panjang hitam tetap bertelanjangdadi yang dikontraskan dengan pengantin putri yang digandengnyayang menggunakan kostum dan riasan Pengantin lengkap.

Kelima,maskulinitas pahlawan. Hal ini dipengaruhi oleh film aksiHollywood. Maskulinitas lakilaki dikaitkan dengan kekuatan teknologisebagai alat bantu aksi laki-laki perkasa yang pandai olah tubuh membeladiri menangkal dan membasmi musuh. Senjata (pistol) mutakhir, jakethitam dan kaca mata hitam adalah asesoris yang sering digunakan untukmenampilkan imaji tersebut yang melekat kuat dalam sosok AmoldSchwarienegger dalam Tbrminator atau Keanu Reeves dalam Matrixyang menginspirasi beberapa iklan seperti samPo Clear misalnya.

Pandangan mengenai representasi maskulinitas lain dalam iklandilontarkan oleh Wibowo (2004:16T-1,62). Dia menaruh perhatian padaclominannya kesan maskulin pada iklan yang merajai media di Indo-nesia. Menurut dia, iklan di media massa yang ada sekarang dipenuhioleh gaya para cowok parlente yang kebanyakan berwajah bule sepetttiklan jas Cerruti 1881, iklan kemeja The Executiae hingga jacket MacGregor atau celana jeans Levi's. Alat-alat pria Pun nangkring denganmanisnya di beberapa iklan seperti iklan bank BNI yang menunjukkanperangkat cukur pria, atau Dji Sam Soe yang digunakan oleh Para lelakiberkostum silat yang tak begitu berbeda dengan iklan Bentoel yangmenampilkan model laki-laki dengan kostum off road dan mobil balap

28

Noai Kurnia, Represnttasi Maskulinitas dalam lklan

yang menunjukkan ketangguhan, keperkasaan dan kecerdikansekaligus sebagai unsur yang maskulin.

Berkaitan dengan keperkasaan tubuh laki-laki yang mendominasiimaji maskulinitas dalam iklan, Wibowo (2004:17L) menggambarkanbahwa dalam konteks penyajian iklary akar 'keperkasaan" laki-lakidapat dipulangkan jauh dengan menengok ke belakang melalui tradisiYunani yang kemudian dilanjutkan dengan tradisi Romawi untukakhirnya diserap dalam budaya kapitalistik barat modern. LJnsurrnaskulinas dalam budaya Yunani ini, dikembangkan melaluiperwujudan dewa dan tokoh mitos mereka yang tampan, gagab 'berototkawat dan bertulang besi', perkasa serta pandai. Sebuah perwujudanyang diterjemahkan kemudian ke dalam budaya Romawi melaluik"giguhan kaisar Romawi yang memunculkan heroism".tt Tuk heranjika kemudian semangat heroisme ini j.tgu dimunculkan dalam budayakapitalistik modern yang menjadikan iklan harus tampil menariksekaligus mempesona. Hal ini dipertegas Wibowo (2004:173), bahwaiklan merupakan alat sihir, yang salah satunya'" melalui ekspresimaskulinitas dalam budaya pop. OIeh karena itu iklan bisa dianggapsebagai penerus tongkat estafet semangat maskulinitas a laYunani dankemudian juga Romawi. Potret fisik laki-laki dalam iklan pun tak lagisekedar menjadi sebuah simbol dominasi pria melainkan simbolmaskulinitas kapitalistik dalam pengertian yang lebih luas. Dominasilaki-laki dewasa ini terlihat dari nilai jualnya, baik melalui ototkeperkasaannya, tubuh kekar hingga wajah indonya. Kesemuanya itumerupakan pantulan maskulinitas kapitalistik yang sangat beraksentuasibisnis.

Syar'an (2001) melihat eksploitasi maskulinitas laki-laki palingbanyak terjadi dalam iklan rokok. Perlu diingat, konsumen utama

Cerita heroisme yang menarik seputar ini adalah kisah tentang Julius Caesar,Cleopatra dan Mark Anthony yang diabadikan dengan sangat agung dalam dramakarya Shakespeare.Disemangati oleh film box-office Harry Potter, Wibowo menganggap iklanmempunyai kekuatan magis yang besar melalui kemampuan sihirnya yangterlihat dari beberapa hal berikut persepsi antar budaya, kapitalisme, penggunaanbahasa strategi iklan, unsur pemasaran, maskulinitas dan budaya pop, identitasiklan dan gaya penulisan.

29

l3

lurnnl llmu Sosial I llmu Politik, VoI. 8, No. 1, luli 2004

produk rokok sendiri adalah laki-laki. Syar'an menunjukkankarakteristik representasi maskulinitas yang muncul pada beberapaiklan rokok Gudang Garam: berkuasa atau kuat, dingrn, pelindung,berani dan problem solaer. Karakteristik ini dimunculkan melaluiberbagai tanda yang terdiri atas pilihan model, pilihan kata, jenis baju,sudut pandang kamera, jarak kamer4 arah tubuh dan pandangary jenisbaju, warna cahaya, benda yang dipegang, filter kamera, kerut di keningdan lain sebagainya. Slogan iklan Gudang Garam ini adalah "SeleraPemberani". Citra pemberani ini direpresentasikan oleh seorang laki-laki yang sedang memanjat gunung terjal. Kegiatan ini menunjukkankekuataan besar dan kesehatan pria dari pendaki gunung tersebut.

Rahayu (2003:242) melihat representasi imaji maskulinitas yangditandingkan dengan imaji femininitas dalam iklan Extra Joss.Dominannya imaji maskulinitas laki-laki dalam stereotype Perantradisional kaum lakilaki ditampilkan pada sosok laki-laki yang agresif,pemberaru, jujur, mandiri, kuat, tegar, berkuasa, pintar dan rasional.Karakter ini dimainkan dengan baik oleh Donny Kesuma, bintangsinetron Indonesia bertubuh atletis yang j,rgu pemain softball nasionalprofesional. Sosok y*g mempunyai imaji sebagai gladiator atau retroman yang memegang kontrol, dominasi dan kekuasaan baik secaraseksual maupun dalam ruang sosial. Representasi maskulinitas yangdigambarkan dalam sikap positif, pemberani, perkasa, vitalitas, logikadan aktif sebagai lawan dari representasi feminitas yang lemaku manja,emosi lebih daripada rasio, mudah panik, cerewet, pasif dan lemah.Sebagai lawan dari imaji perempuan (yang dimainkan model Cut Keke)yang selalu sebagai aamp, wanita penggoda dan penghibur laki-laki.Tesis yang dikemukakan Rahayu Pun menarik: semakin negatifpencitraan wanita, semakin positiflah pencitraan pria, dan dengandemikian semakin maskulinlah pria.

Metrosexual: Maskulinitas BaruSejalan dengan perubahan dramatis selama akhir tahun 1900-an,

hidup berubah, begitu jrgu konstruksi diri para laki-laki. Merekamelakukan adaptasi terhadap feminism dan menawarkan konsep 'neuJ

mqsculinity'. Konsep maskulinitas baru ini pada dasarnya meruPakanupaya untuk meninggalkan budaya patriarkhi yang dominan dansekaligus beranjak ke kerangka kerja sosial yang lebih inklusif.

30

Noai Kurnia, Representasi Maskulinitas dalam lklan

Laki-laki dewasa, menurut Pents memiliki empat archetypela(model) yaitu sebagai raja, pejuang, penyulap dan kekasih. Masing-masing model yang dianggap positif ini sering membawa konsekuensimunculnya sifat yang negatif. Sebagai contoh, energi kematangan rajaseringkali terbaur dengan sifat penguasa dan semena-mena, sementarakedewasaan seorang pejuang kadang bercampur sifat sadis dan kejam.

Iklan sekarang memposisikan laki-laki sebagai obyek seksual.Iklan menciptakan standar baru masyarakat untuk laki-laki, yaknisebagai sosok yang agresif sekaligus sensitif, memadukan antara unsurkekuatan dan kepekaan sekaligus. Laki-l akimacho sudah tersapu angirydan sekarang tergantikan oleh sosok laki-laki yang kuat dan tegar didalam tetapi lembut di permukaan. Ungkapan untuk karakter iniadalah laki-laki metrosexual.

Kemunculan konsep maskulinitas baru yang mendobrak konsepmaskulinitas lama seperti di-ikon-kan pada pesepakbola gantengkaliber internasional, David Beckham. Penampilan Beckham, yang j.,gukapten tim sepakbola Inggris ini, sungguh membuat dirinyamemberikan daya tarik yang baru dari sosok laki-laki. Kepandaian dankegesitannya di lapangan bola menampakkan kekuatan dankejantananya yang prima digabungkan dengan penampilannya yangdandy berhiaskan anting serta kuku kaki tangan yang rapi karenaperawatan manicure dan pedicure yang rutin. Sosok ini menyajikansebuah paduan unik dan menarik yang membuka mata dunia atasstereotype imaji maskulin yang selama ini terbentuk.

Metrosexual sendiri sebenarnya secara singkat sering didefinisikansebagai "a straight man in the feminine side" atau "a straight man whoIiaes in utho is into designer clothes, art inuseums, musicals and othernon-macho things."'u Dalam The Llrban Dictionary.com drsebutkanadanya beberapa definisi alternatif mengenai metrosexual yatu :

Menurut kamus Webster, archetype atau model merupakan pola asli dimanasesuatu dianggap sama. Berkaitan dengan individu (dalam hal ini manusia, laki-lakl), archetype iru didapatkan dari pengalaman manusia selama kurun waktu yanglama dan sekarang masih ada dalam kehidupan individu tanpa disadariLihat situs Tfte Calico Cat, a weblog about business, economicsm law, politics,and current events nothing about cat, http:l lcalicocat.com/metrosexual.htm

74

15

3T

lurnal llmu Sosial & Ilmu Politik, Vol. 8, No. 1, JuIi 2004

o A modern man who has adopted uthat was traditionally perceiaed as

feminine traitso A straight, urban male eager to embrace andlor show off his feminine

side, especially when it comes to pricy haircuts, designer suits and skincare product

o frirQ word for a guy who is actually straight, but eaeryone thinl<s heis gay because he is aery much in touch with his feminine side

o Straight guy who seems to be gay because he practices the dressingandlor grooming habits of a stereotypical homosexual

o A heterosexual man utho is aery much in touch in his feminine side andis not scared to show it. He can appreciate upscale things like Guccibags, Prada wallets etc.

Sementara itu, Flockerlu mer,definisikan metroseksual sebagailakiJaki trendsetter yang ada di abad 21. Mereka normal (tidak gay),urban, mempunyai kepekaan estetika yang tinggi, menghabiskanbanyak waktu dan uang demi penampilan dan rajin berbelanja untukitu, mempunyai keinginan untuk memunculkan sisi femininnya.Metroseksual adalah laki-laki ya,qg 'guyu', canggih, 'aman', sekuat dansepercaya diri pendahulunya." Tak heran jika kemudian Flockermengatakan dengan tegas: "He is the new male ideal: the metrosexualman."

Dari berbagai definisi metroseksual di atas terdapat kesamaandasar. Semuanya membahas penciptaan imaji baru atas laki-laki yangkarakter maskulinnya tak lagi se'garang' dulu. Mereka lebih 'lembutdart tr endy' . P emunculan femininitas pada metroseksual lebih diletakkanpada penampilan fisik yang'memperindah' penampilan laki-laki, bukanpada perubahan orientasi seksualnya. Oleh karena itu, konsep

76 The Metrosexual Guide to Style, http://www.dacapopress.com/metrosexual/17 Pendahulu yang dimaksudkan di sini adalah kontruksi sosial atas maskulinitas

laki-laki sebagai sosok yang berkarakter 'macho' seperti dalam konsepmaskulinitas sebelumnya.

32

Noai Kurnia, Representasi Maskulinitas dalam lklan

metroseksual jelas sangat berbeda dengan konsep androgynrtt yungseringkali juga muncul dalam pembahasan mengenai metroseksual.

Karakter laki-laki metroseksual pun juga menjadi wacana barusebagai counter hegemony terhad ap hegemonic masculinity yang selamaini mendominasi dunia periklanan. Contoh yang bisa dirujuk adalahiklan parfum Azzaro yang menampilkan wajah ganteng seorang modellaki-laki yang diambil fotonya setengah badan sedang mengintip dipintu. Laki-laki berkemeja biru polos ini mempunyai tatanan rambutyang rapi, wajah yang halus dan bersih. Yang paling menarik, iklansengaja memunculkan tangan berikut jari dan kukunya yang terguntingrapi dan dicat putih bersih menempel pada tepi pintu. Penampilanalternatif yang baru berbeda jika dibandingkan dengan berbagaipenampilan beberapa iklan parfum lainny+ yakni yang mengumbardada telanjang para model laki-lakinya. Visualisasi yang tak jauh bedajrrga terdapat dalam iklan parfum Dior sert Dune ytrtg menampakkanseorang laki-laki bercelana panjang dengan kemeja putih setengahterbuka sedang duduk bersimpuh di pasir. Dalam iklan ini ditampilkan

18 Androgyne sendiri menurut Piliang (2003:22a) adalah sebuah bentuk penolakanperbedaan seksual yang alamiah. Identitas yang khas dari androgyne ini adalahpengelabuan akan kebenaran seksual melalui gaya tertentu melalui penciptaan-penciptaan daya tarik seksual yang dibentuk dan direkayasa sehingga kategorinormal pun menjadi terkaburkan. "...upu yang paling indah pada diri seorangpria adalah sesuatu yang feminiry sedangkan apa yang sangat memikat pada diriseorang wanita adalah sesuatu yang paling maskulin....androgyne tidak pernahmerepresentasikan atau menjadi dirinya sendiri - ia selalu menjadi lebih daridirinya sendiri. Dikatakan lebih lanjut oleh Piliang bahwa politik pembengkokangender ini dalam masyarakat yang mapan apabila seseorang menunjukkankeartifisialan dari sifat maskulinitas dan feminitas secara berlawanan - sepertiyang dilakukan oleh androgyne dengan cara menggunakan identitas peranan seksyang berlawanan - maka keartifisialan ini dianggap menghancurkan basis budayayang berkaitan dengan peranan yang ajeg sebelumnya. Piliang membahaspermasalahan androgyne ini dikaitkan dengan konsep camp yang merupakansebuah idiom estetika yang sering diasosiasikan dengan pembentukan maknasekaligus dengan kemiskinan makna. Pengagum camp mewujudkan rasa cintanyaterhadap pendekatan budaya tinggi yang menjunjung tinggi konsep keindaharykebaruan dan keotentikan. Sebagai salah satu bentuk seni, cqmp menekankandekorasi, teksfur, permukaan sensual dan gaya dengan mengorbankan isi.Oleh karena itu camp bersifat anti alamiah sehing ga androgyne bisadianggapsebagai salah denaturalisasi bentuk dalam camp.

33

lurnnl llmu Sosinl I llmu Politik, VoL 8, No. L, luli 2004

laki-laki masa kini yang klimis, rapitr" trendi, tatanan rambut tertatarapi, lagi-lagi dengan kuku tangan yang rapi serta kulit yang bersih.Penampilan seorang metroseksual sejati.

Kemunculan sosok laki-laki metroseksual dalam iklan ini tentusaja tidak secara otomotatis mengganti dan membumihanguskan sosoklaki-laki yang macho dalam iklan. Kemunculan tipe metroseksual masihmenjadi wacana tandingan yang ada sebagai wacana alternatif daridominannya wacana reprsentasi maskulinitas a la budaya patriarkhiyang ada dalam industri periklanan. Permasalahan yang masih harusdijawab, seiring dengan dinamika budaya populer yang melingkupidunia periklanan, adalah apakah konsep metroseksual ini nantinyabenar-benar akan menggantikan kuatnya imaji maskulinitas laki-lakidalam sosok yang macho yang ada dalam budaya patriarhki kentalselama ini. Apapun jawabannya, masih jrlgu tersisa pertanyaan besartentang pemaknaan gender. Ketika laki-laki memasukkan sisi feminitasdalam dirinya, apakah berarti perempuan pun nantinya (atau sekarangmalah sudah) jng" akan dengan rela memasukkan unsur maskulin kedalam imajinya di iklan. Kalau salah satu hal ini terjadi, apakah itu berartipemaknaan gender akan mengarah pada kesetaraan representasi? Laki-laki tak lagi diidentikkan dengan maskulinitas dan sebaliknyaperempuan juga tak lagi selalu diidentikan dengan feminitas.

Konsep metroseksualitas yang masih relatif baru ini menurutpenulis masih membutuhkan banyak kajian. Sangatlah ambisius jikakonsep maskulinitas baru ini dipaksa untuk menjawab sederetanpertanyaan di atas. Agaknya pertanyaan-pertanyaan tersebut masihbelum bisa terjawab saat ini dan masih terus akan menjadi perhatianpara ilmuwan media dan kajian budaya di masa yang akan datang.

PenutupSebuah pertarungan gender yang tak ada habisnya dalam

masyarakat berbudaya yang semakin modern dan semakin kapitalistikterus berlangsung. Pertarungan tersebut mungkin tidak akanmenghasilkan pemenang sejati. Paling banter hanya ada pemenangtemporer dalam menciptakan wacana pada masa tertenfu saja. Wacanatersebut kiranya akan tergantikan oleh pemenang temporer yang laindalam wacana yang bei'beda pula. Oleh karena itu sebagai penutupsangatlah menarik jika disimak ungkapan berikut.

34

Novi Kurnia, Representasi Maskulinitas dalam lklan

Yang paling menonjol dewasa ini adalah maskulinitas yang bisadipahami dari semangat hero atau kepahlawanan a la kapltalismeduri lunak. Artinya, dimungkinkan terjadi hegemoni dan dominasinilai-nilai tertentu ke dalam gaya hidup kita. Dalam kacamata yanglebih arif, persoalan yang mesti diributkan birkan lelaki-perempuan,melainkan mau-tidaknya kita menjadi korban mimpi yangditawarkan kehidupan bisnis yang lsetatu; perruh kepalsuan itu.(Wibowo, 2004:204)

Representasai maskulinitas laki-laki dalam iklan sesungguhnyaada pada perguliran wacana mengenai konsep maskulinitas sendiri.Perguliran ini berlangsung dalam kehidupan budaya, yang sayangnya,diwarnai kentalnya materialisme dalam sistem kapitalisme yang adasekarang. Wacana maskulinitas laki-laki dalam iklan akan tetap menjadipertarungan gender. Wacana ini selalu bertanding dengan wacanafeminitas dalam iklan, sebagaimana layak yu pertarungan gender dalamkehidupan sehari-hari. ***

Daftar Pustaka

Budiman, Kris, (L999). Feminografi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Craig, Steve dalam Men, Masculinity and the Media, http:llwww.clu.ca/-wwwpress/jrls/cj c/Backlssues/1 9 .21 namaste.html

Flocker, Michael, The Metrosexual, Guide to Style, http: I Iwww.dacapopress. com/ metrosexual/

Fowles, ILb, (1996). Adaertising and Popular Culture. London: SagePublications.

Hanke, Robert, (tt)- 'Theorizing Masculinity WitlVIn the Media,' http:/lwww.newcastie.edu.au/discipline/sociol-anthro p I stafflkibbymarj /comtheo.html

35

lurnal llmu Sosial I llmu Politik, Vol. 8, No. 1, Juli 2004

Ibrahim, Idi Subandy dan Hanif Suranto, (1998). Wanita dan Media :

Kontruksi ldeologi Gender dalam Ruang Publik Orde Baru.Bandung: Remaja Rosdakarya.

Jewitt,C. (tt). 'Images of Men : Male Sexuality in Sexual Health Leafletsand Posters for Young People", http:llwww.socresonline l2l2l6.html

Piliang, Yasraf Amir, (2003). Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies AtasMatinya Makna. Yogyakarta: ]alasutra.

Piliang, Yasraf Amir, (2004). PosRealitas: Realitas Kebudayaan dalamEra P osmetafisika. Yogyakarta: falasutra.

Rahayu, M. TH. Esti, (2003). Representasi Citra Maskulin dalam IklanExtra loss, skripsi (tidak diterbitkan) pada Jurusan IlmuKomunikasi FISIPOL UGM, Yogyakarta.

Rolrlingel, Deana 4..(2004). Erotizing Men : Cultural Influences on Adaertisingand MaIe Obj ectification, htpp:l/articles. findarticles.com/p/articles/ mi-m2294lis-2002-Febl ai-90888979 l, Muy 27, 2004

Syar'an, Nasir, (2001). Maskulinitas dalam lklan Gudang Garam: AnalisisSemiotik atas lklan Gudang Garam, skripsi (tidak diterbitkan)pada jurusan Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM, Yog,vakarta.

Synnott, Anthony, (2003). Tubuh Sosial: Simbolisme, Diri dan Masyarakat.Yogyakarta: |alasutra.

Wernick, Andrery (1991). Promotional Culture: Adaertising, Ideology andSymbolic Expressioru. London: Sage Publications.

Wibowo, Wahyu, (2003). Sihir lklan : Format Komunikasi Mondial dalamKehidup an Urb an- Ko smop olit. J akarta: Gramedia Pustaka Utama.

36