pemberian alpha lipoic acid peroral dan - Universitas Udayana
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of pemberian alpha lipoic acid peroral dan - Universitas Udayana
TESIS
PEMBERIAN ALPHA LIPOIC ACID PERORAL DAN LATIHAN FISIK INTENSITAS SEDANG
MENURUNKAN BERAT BADAN DAN LEMAK ABDOMINAL LEBIH BANYAK DARIPADA LATIHAN
FISIK INTENSITAS SEDANG SAJA PADA TIKUS WISTAR JANTAN DENGAN OBESITAS
AJI BAYU CHANDRA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2016
TESIS
PEMBERIAN ALPHA LIPOIC ACID PERORAL DAN LATIHAN FISIK INTENSITAS SEDANG
MENURUNKAN BERAT BADAN DAN LEMAK ABDOMINAL LEBIH BANYAK DARIPADA
LATIHAN FISIK INTENSITAS SEDANG SAJA PADA TIKUS WISTAR JANTAN DENGAN OBESITAS
AJI BAYU CHANDRA NIM 1490761025
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2016
i
PEMBERIAN ALPHA LIPOIC ACID PERORAL DAN LATIHAN FISIK INTENSITAS SEDANG
MENURUNKAN BERAT BADAN DAN LEMAK ABDOMINAL LEBIH BANYAK DARIPADA
LATIHAN FISIK INTENSITAS SEDANG SAJA PADA TIKUS WISTAR JANTAN DENGAN OBESITAS
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister, Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
AJI BAYU CHANDRA NIM 1490761025
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2016
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL : 22 Desember 2016
Pembimbing I
Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, MSc. SpAnd
NIP. 194402011964091001
Pembimbing II
Prof. DR. dr. Wimpie I. Pangkahila Sp.And., FAACS
NIP. 194612131971071001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana DR. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.GK Prof. Dr. Dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP.1958052119850312002 NIP.195902151985102001
iii
Penetapan Penguji
Tesis ini telah diuji pada
Tanggal 22 Desember 2016
Penguji tesis berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
No : 6356/UN14.4/HK/2016, Tanggal 19 Desember 2016
Ketua : Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, MSc. SpAnd
Sekretaris : Prof. DR. dr. Wimpie I. Pangkahila Sp.And., FAACS
Anggota : 1. DR.dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.GK
2. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK., M.Kes, M.Sc.
3. Prof. dr. I Gusti.Made Aman, Sp.FK
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis memanjatkan puji syukur yang sedalam-dalamnya
kepada Tuhan untuk kasih karunia serta penyertaan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
Tesis dan penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas
akhir studi yang telah dijalankan oleh penulis untuk memperoleh gelar Magister
pada Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti-Aging
Medicine, Pascasarjana Universitas Udayana.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor
Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD KEMD, FINASIM dan
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka
Sudewi, Sp.S (K)., atas kesempatan yang diberikan penulis untuk menjadi
mahasiswa Program Pascasarjana. Serta Dr. dr. Gde. Ngurah Indraguna Pinatih,
M.Sc, Sp.GK Ketua Program Studi Ilmu Biomedik yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Program Pascasarjana di Universitas Udayana.
Terima kasih Prof. Dr. dr. Alex J. Pangkahila, Sp.And, FAACS, selaku
Dosen dan Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu dan pemikiran untuk
membimbing, mengarahkan, mengoreksi dan memberikan tantangan serta masukan
yang berharga kepada Penulis dalam penelitian dan seluruh proses pembuatan tesis
ini.
vi
Terima kasih kepada Prof. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And., FAACS.,
selaku dosen dan pembimbing II yang telah memberikan waktu yang sangat
berharga, yang dengan sabar dan teliti memberikan koreksi, arahan serta
bimbingan dalam setiap tahap penyusunan tesis ini dan menyelesaikan studi.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan
kepada para penguji tesis ini, yaitu DR. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc.,
Sp.GK atas saran, kritikan serta bimbingannya yang sangat bermanfaat mengenai
teknis menulis ilmiah yang baku, dan memberikan motivasi selama penyusunan
tesis ini. Terima kasih kepada Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK., M.Kes, yang telah
menginspirasi penulis dalam proses penelitian ini serta koreksi dan masukan yang
sangat berharga yang berhubungan dengan hewan coba. Terima kasih sebesar-
besarnya juga untuk Prof. dr. I Gusti.Made Aman, Sp.FK yang dengan sabar dan
teliti memberikan koreksi, bimbingan dan masukan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
Hormat dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh
dosen Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti-Aging Medicine, Program
Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu pengetahuan
yang sangat berharga selama masa pendidikan yang tentunya akan bermanfaat
untuk masa depan penulis. Kepada seluruh staf biomedik Bapak Eddy Suantara,
Geg Wahyu , Geg Amie dan Geg Enni, Mba Yeti yang dengan penuh semangat
selalu membantu serta menyemangati penulis selama menjalankan studi dan
menyelesaikan tesis. Terima kasih juga untuk Bapak Gede Wiranatha selaku staf
Bagian Animal Unit Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang
vii
membantu dalam proses pemeliharaan dan pengelolaan hewan coba, membimbing
cara pengambilan darah hewan coba di dalam laboratorium, serta Drh. Ida Bagus
Oka Winaya M.Kes., dari bagian laboratorium patologi veterinaria universitas
Udayana yang sudah membantu proses pemeriksaan patologi selama berjalannya
penelitian ini.
Terima kasih kepada Ferbian Siswanto, SKH., yang telah membantu
dalam penyusunan data dalam bidang statistik.
Kepada semua teman-teman Mahasiswa Program Magister Ilmu Biomedik
AAM Angkatan IX terima kasih untuk kekompakan serta semangat bersama-sama
menyelesaikan setiap proses dalam perkuliahan, penelitian hingga penyusunan
tesis.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari
sempurna, sehingga penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang
membangun. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi
kita semua.
Denpasar, 8 November 2016
Penulis
viii
ABSTRAK
PEMBERIAN ALPHA LIPOIC ACID PER ORAL DAN LATIHAN FISIK INTENSITAS SEDANG MENURUNKAN BERAT BADAN, DAN LEMAK
ABODMINAL LEBIH BANYAK DARIPADA LATIHAN FISIK INTENSITAS SEDANG SAJA PADA TIKUS WISTAR JANTAN DENGAN OBESITAS
Kelebihan berat badan dan obesitas adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh multifaktor, diantaranya adalah akibat kelebihan konsumsi energi yang didapatkan dari makanan maupun minuman, serta kurangnya aktivitas fisik untuk menjaga keseimbangan energy. Alpha lipoic acid atau ALA merupakan senyawa antioksidan yang memiliki efek membantu menurunkan berat badan. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa pemberian ALA secara oral yang dikombinasi dengan latihan fisik intensitas sedang menurunkan berat badan, lemak subkutan abdominal dan lemak visceral abdominal lebih banyak daripada latihan fisik intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan Post-test only Control Group Design. Subjek penelitian adalah 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan, galur Wistar, sehat, umur 4-5 bulan dan obesitas dengan berat badan minimal 250 gram yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing berjumlah 10 ekor tikus, yaitu kelompok kontrol (P0) tidak mendapat perlakuan apapun, kelompok perlakuan 1 (P1) yang diberikan latihan fisik intensitas sedang (renang durasi 20 menit/hari selama 4 minggu), dan kelompok perlakuan 2 (P2) yang diberikan latihan fisik intensitas sedang dan diberikan ALA dosis 15mg/hari selama 4 minggu. Variabel yang diamati adalah berat badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat lemak viseral abdominal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata berat badan sesudah 4 minggu perlakuan pada kelompok P0 adalah 279,10±5,84 gram, pada kelompok P1 adalah 257,90±10,31 gram, dan pada kelompok P2 adalah 213,90±8,92 gram (p<0,01). Rerata berat lemak subkutan abdominal pada kelompok P0 adalah 1,99±0,49 gram, pada kelompok P1 adalah 1,46±0,31 gram, dan pada kelompok P2 adalah 0,66±0,24 gram (p<0,01). Selain itu, rerata berat lemak viseral abdominal pada kelompok P0 adalah 2,19±0,76 gram, pada kelompok P1 adalah 1,46±0,49 gram, dan pada kelompok P2 adalah 0,79±0,46 gram (p<0,01). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang dapat menurunkan berat badan, lemak subkutan abdominal dan lemak visceral abdominal lebih banyak daripada latihan fisik intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas Kata kunci: alpha lipoic acid, obesitas, berat badan, lemak abdominal
ix
ABSTRACT
ORAL ALPHA LIPOIC ACID AND MODERATE PHYSICAL EXERCISE DECREASE BODY WEIGHT AND ABODMINAL FAT MORE THAN
MODERATE PHYSICAL EXERCISE ONLY ON OBESE MALE WISTAR RATS
Obesity is a complex, chronic disorder with a multifactorial etiology, which are due to excess consumption of energy obtained from food and beverages, as well as lack of physical activity to maintain energy balance. Alpha lipoic acid (ALA) is an antioxidant that can enhancing body weight loss. The purpose of this study was to prove that the oral administration of ALA and moderate physical exercise decrease body weight and abdominal fat more than moderate physical exercise only on obese male Wistar rats. This study was a true experimental research with post-test only control group design. The subjects used were 30 rats (Rattus norvegicus), male, Wistar, healthy, aged 4-5 months, obese with minimum weight of 250 grams, divided into 3 groups which were: 1) the control group (P0) with no treatment, 2) the group P1 given moderate physical exercise (swimming for 20 minutes/day, for 4 weeks), and the group P2 moderate physical exercise and ALA dose of 15mg/day for 4 weeks. The variables measured were body weight, subcutaneous abdominal fat and visceral abdominal fat weight. The results showed that the average body weight after 4 weeks of treatment of P0 group was 279.10 ± 5.84 grams, the group P1 was 257.90 ± 10.31 grams, and the P2 group was 213.90 ± 8.92 grams (p <0.01). The mean weight of subcutaneous abdominal fat on P0 group was 1.99 ± 0.46 grams, the group P1 was 1.46 ± 0.31 grams, and the P2 group was 0.66 ± 0.24 grams (p <0.01 ). In addition, the mean weight of visceral abdominal fat on the P0 group was 2.19 ± 0.76 grams, the P1 group was 1.46 ± 0.49 grams, and the P2 group was 0.79 ± 0.46 grams (p <0 , 01). From this study it can be concluded that the oral administration of ALA and moderate physical exercise decreased body weight, subcutaneous abdominal fat, and visceral abdominal fat more than moderate physical exercise only on obese male Wistar rats. Keywords: alpha lipoic acid, obesity, body weight, abdominal fat
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PRASYARAT GELAR .................................................................................... ii
LEMBAR PERNGESAHAN ........................................................................... iii
PENETAPAN PENGUJI ................................................................................. iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ vi
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
ABSTRACT ..................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 9
2.1 Penuaan .......................................................................................... 9
2.2 Berat Badan Lebih dan Obesitas .................................................... 10
2.2.1 Epidemiologi Obesitas ......................................................... 16
2.2.2 Etiologi dan Patofisiologi Obesitas ...................................... 16
2.2.3 Hubungan Obesitas, Penuaan, dan Harapan Hidup.............. 19
2.3 Lemak Abdominal Pada Obesitas .................................................. 20
2.4 Manajemen Berat Badan dan Obesitas .......................................... 26
2.4.1 Terapi Diet............................................................................ 27
2.4.2 Latihan Fisik ......................................................................... 28
xi
2.4.3 Terapi Perilaku ..................................................................... 29
2.4.4 Terapi Medikamentosa ......................................................... 30
2.5 Latihan Fisik .................................................................................. 31
2.5.1 Jenis Latihan Fisik ................................................................ 33
2.5.1.1 Latihan Kardiorespiratori .................................................. 33
2.5.1.2 Latihan Kekuatan .............................................................. 34
2.5.1.3 Latihan Neuromotor .......................................................... 35
2.5.1.4 Latihan Fleksibilitas .......................................................... 35
2.6 Alpha Lipoic Acid ........................................................................... 36
2.6.1 Struktur Biokimia dan Fisiologis ALA ................................ 36
2.6.2 Efek ALA Terhadap Berat Badan dan Lemak ..................... 42
2.7 Hewan Coba ................................................................................... 44
2.7.1 Penggunaan Tikus (Rattus norvegicus) di Laboratorium ..... 44
2.7.2 Pemantauan Keselamatan Tikus di Laboratorium ............... 46
2.7.3 Tikus Obesitas ...................................................................... 46
2.7.4 Aktivitas Fisik Pada Tikus ................................................... 47
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS ........... 49
3.1 Kerangka Berpikir .......................................................................... 49
3.2 Konsep Penelitian........................................................................... 51
3.3 Hipotesis ......................................................................................... 52
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................... 53
4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................... 53
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 54
4.3 Populasi dan Kriteria Sampel Penelitian ........................................ 55
4.3.1 Sampel Penelitian ................................................................. 55
4.3.2 Kriteria Sampel ................................................................... 55
4.3.3 Besar Sampel ........................................................................ 55
4.4 Variabel Penelitian ......................................................................... 56
4.4.1 Klasifikasi Variabel .............................................................. 56
4.4.2 Definisi Operasional ............................................................. 56
4.5 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. 58
xii
4.6 Prosedur Penelitian......................................................................... 59
4.6.1 Sebelum Perlakuan ............................................................... 59
4.6.2 Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 60
4.7 Alur Penelitian ............................................................................... 62
4.8 Analisis Data .................................................................................. 63
BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 64
5.1 Analisis Deskriptif ............................................................................ 64
5.2 Uji Normalitas Data .......................................................................... 67
5.3 Uji Homogenitas Data antar Kelompok ........................................... 67
5.4 Uji Komparabilitas............................................................................ 68
BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................... 71
6.1 Subjek Penelitian .............................................................................. 71
6.2 Pengaruh Latihan Fisik Intensitas Sedang Terhadap Berat Badan, Berat
Lemak Subkutan Abdominal, dan Berat Lemak Viseral Abdominal .. 72
6.3 Pengaruh Pemberian ALA Terhadap Berat Badan, Berat Lemak
Subkutan Abdominal, dan Berat Lemak Viseral Abdominal............... 75
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 79
7.1 Simpulan ........................................................................................... 79
7.2 Saran ................................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 80
LAMPIRAN .................................................................................................... 87
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Chiral Aplha Lipoic Acid ................................................ 38
Gambar 2.2 Rattus norvegicus galur wistar .............................................................. 45
Gambar 3.1 Konsep Penelitian ......................................................................... 51
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ................................................................... 53
Gambar 4.2 Alur Penelitian.............................................................................. 62
Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Rerata Berat Badan Antar Kelompok ........ 65
Gambar 5.2 Grafik Perbandingan Rerata Berat Lemak Subkutan Abdominal 66
Gambar 5.3 Grafik Perbandingan Rerata Berat Lemak Viseral Abdominal .... 66
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Standar risiko penyakit degeneratif berdasarkan pengukuran WHR
pada jenis kelamin dan kelompok ................................................... 12
Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif Data ......................................................... 65
Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data Antar Kelompok .................................... 67
Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas Data Antar Kelompok ................................ 68
Tabel 5.4 Rerata Nilai Variabel Antar Kelompok Sesudah Perlakuan ............ 68
Tabel 5.5 Analisis LSD Perbandingan Rerata Variabel Antar Kelompok ....... 70
xv
DAFTAR SINGKATAN
ALA = Alpha Lipoic Acid
ROS = Reactive Oxygen Species
ACSM = American College of Sports Medicine
LA : Lipoic Acid
AMPK = AMP Activated Protein Kinase
BMI = Body Mass Index
IMT = Indeks Massa Tubuh
WHR = Waist Hip Ratio
WHO = World Health Organization
GH = Growth Hormone
HDL = High Density Lipoprotein
SCOUT = Sibutramine Cardiovascular Outcome Trial
NE = Norepinephrine
FDA = Food and Drug Adminisration
BPOM = Badan Pengawas Obat dan Makanan
CRP = C-Reactive Protein
DHLA = Dihydrolipoicacid
CHD = Chronic Heart Disease
HIV = Human Immunodeficiency Virus
LDL = Low Density Lipoprotein
HSL = Hormone Sensitive Lipase
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Ethical Clearance..................................................................... 87
Lampiran II Hasil Analisa Alpha Lipoic Acid 100mg GNC ........................ 88
Lampiran III Komposisi ALA GNC 100mg ................................................. 89
Lampiran IV Produk ALA 100mg GNC ....................................................... 90
Lampiran V Data Berat Badan Tikus .......................................................... 91
Lampiran VI Analisa Pre-Post BB ............................................................... 92
Lampiran VII Data Pemeriksaan Berat Lemak Tikus .................................... 92
Lampiran VIII Analisis Deskriptif .................................................................. 93
Lampiran IX Uji Normalitas Data ............................................................... 93
Lampiran X Uji Homogenitas Data ........................................................... 94
Lampiran XI Analisis Komparasi ............................................................... 94
Lampiran XII Uji Lanjutan dengan LSD ...................................................... 95
Lampiran XIII Foto Penelitian ....................................................................... 96
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perkembangan ilmu kedokteran semakin mengalami kemajuan, termasuk
ilmu kedokteran anti penuaan atau Anti Aging Medicine (AAM) yang membawa
paradigma baru dalam dunia kedokteran. Paradigma tersebut yakni dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini, penuaan dapat dideteksi lebih dini,
dicegah, diobati dan diperbaiki. Dengan adanya ilmu AAM, diharapkan manusia
dapat memiliki kualitas hidup yang tetap baik walaupun usia smakin bertambah.
Proses penuaan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor ini dapat
dibagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal
adalah radikal bebas, hormon yang berkurang, dan genetik. Faktor eksternal yang
utama adalah pola hidup yang tidak sehat, polusi lingkungan dan stres. Jika
faktor-faktor ini dibiarkan saja tanpa ada usaha untuk mencegah atau
menanggulanginya, maka proses penuaan akan terjadi lebih cepat, bahkan angka
morbiditas dan mortalitas akan ikut meningkat pula (Pangkahila, 2007). Gaya
hidup tak sehat seperti diet tinggi karbohidrat dan lemak, serta pola hidup
sendentari dimana aktivitas fisik sehari-hari sangat minimal, akan menyebabkan
seseorang sangat rentan terhadap obesitas (WHO, 2015).
Jumlah penderita obesitas dan berbagai kelainan yang ditimbulkannya
banyak dijumpai di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Menurut data WHO pada
tahun 2015, orang dewasa yang menderita kelebihan berat badan di dunia
1
2
mencapai 1,9 milyar orang, dan 600 juta diantaranya menderita obesitas.
Hipertensi, dislipdemia, diabetes¸ perlemakan hati, dan gangguan sendi
merupakan kelainan penyerta yang banyak dijumpai pada penderita obesitas
(Wilborn, 2005; WHO, 2015).
Obesitas disebabkan oleh karena ketidak seimbangan jumlah energi yang
dikonsumsi dibandingkan dengan jumlah energi yang dipakai. Faktor genetik,
pola makan, aktivitas fisik dan gaya hidup merupakan faktor risiko yang sangat
berperan terhadap terjadinya obesitas (WHO, 2015).
Telah diketahui bahwa pada orang yang mengalami kelebihan berat badan
dan obesitas dijumpai penumpukan lemak dalam tubuh. Lemak berlebih tersebut
melepaskan substansi bioaktif yang mencetuskan inflamasi di dalam tubuh, yang
akan mencetuskan terbentuknya reactive oxygen species (ROS) berlebihan. Proses
ini menyebabkan stress oksidatif yang akan mencetuskan terjadinya proses
penuaan dini (Sanchez, 2011).
Kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas merupakan keadaan
abnormal dimana terjadi penumpukan lemak pada jaringan adiposa yang dapat
disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut ialah faktor keturunan
(genetik), usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, makanan yang berkalori tinggi
terutama yang banyak mengandung lemak, penyakit hormonal, kurang olah raga,
penggunaan alkohol (Ikeuchi et al., 2007). Komposisi lemak dan karbohidrat yang
berlebihan dalam makanan, serta kurangnya aktivitas fisik adalah penyebab utama
dari kelebihan berat badan dan obesitas.
3
Selain masalah estetik dan berkurangnya rasa percaya diri, overweight dan
obesitas dengan penimbunan lemak visceral, ternyata merupakan sumber risiko
berbagai penyakit metabolik seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung
koroner, stroke dan dislipidemia (Burke, 2002).
Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas
menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi obesitas tubuh
bagian atas (upper body obesity) dan obesitas tubuh bagian bawah (lower body
obesity). Obesitas tubuh bagian atas merupakan dominansi penimbunan lemak
tubuh di trunkal. Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada trunkal,
yaitu trunkal subkutaneus yang merupakan kompartemen paling umum, dan
lemak visceral. Lemak visceral adalah lemak yang menyelimuti organ dalam
tubuh. Jumlah lemak visceral berkorelasi positif dengan penyakit penyerta
obesitas, seperti hipertensi, diabetes, dll (Burke, 2002).
Manajemen penurunan berat badan umumnya dilakukan dengan diet,
olahraga, perubahan tingkah laku dan terapi medikamentosa atau kombinasi
semuanya (Pestacello dan Van Heest, 2000). Latihan fisik merupakan salah satu
pilar untuk menurunkan berat badan. Latihan fisik merupakan aktivitas yang
dilakukan seseorang untuk meningkatkan dan memelihara kebugaran tubuh. Olah
raga merupakan salah satu bagian dari latihan fisik yang terstruktur, terencana,
dan bersifat repetitif (ASCM, 2001).
Latihan fisik sebaiknya dilakukan secara teratur dengan memperhatikan
beberapa komponen yaitu jenis latihan fisik, intensitas, durasi, frekuensi dan
progresivitas latihan (Astrand et al., 2003).
4
Latihan fisik atau olahraga yang dilakukan secara teratur dengan dosis
pelatihan yang tepat dapat mencapai dan mempertahankan keadaan sehat dan
kebugaran fisik. Frekuensi pelatihan yang dianjurkan adalah 3 sampai 4 kali
seminggu, dengan intensitas 72-87% dari denyut jantung maksimal (220-umur)
dengan variasi 10 denyut per menit. Tipe pelatihan yang dianjurkan merupakan
suatu kombinasi dari latihan aerobik dan pelatihan otot dalam waktu 30-60 menit,
yang mana sebelumnya didahului oleh 15 menit pemanasan dan disusul oleh 10
menit pendinginan. Latihan fisik yang baik dilakukan pada pagi hari sampai sore
hari (Pangkahila, 2009). Latihan fisik yang baik adalah latihan yang dilakukan
secara teratur dengan memperhatikan kemampuan tubuh. Latihan fisik atau
olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan
berdampak kepada kinerja fisik tubuh dan dapat mencegah penuaan dini
(Adiputra, 2008).
Selain dengan diet dan olahraga, penurunan berat badan dapat dibantu
dengan mengkonsumsi obat penurun berat badan, namun penggunaan obat-obatan
ini harus berhati-hati, mengingat kemungkinan adanya efek samping yang dapat
mengganggu kesehatan, contohnya sibutramine yang ditarik dari peredaran karena
adanya penelitian yang menunjukkan meningkatnya angka kesakitan penyakit
infark miokardial dan stroke, bila sibutramine diberikan pada penderita obesitas
dengan penyakit hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, dan riwayat stroke
(James et al., 2010; Sayburn, 2010). Orlistat juga meningkatkan risiko kerusakan
hati yang dapat berakibat fatal walaupun kasusnya sangat jarang (FDA, 2010).
Obat-obatan penurun berat badan lainnya pun memiliki masalah efek samping
5
yang tidak berbeda sesuai dengan golongannya, karena itu mungkin diperlukan
alternatif obat atau suplemen yang dapat membantu menurunkan berat badan
dengan efek samping yang minimal (Laine dan Goldman, 2008). Obat-obatan
yang membantu menurunkan berat badan tersebut biasanya diberikan jika
pengaturan diet dan aktivitas fisik kurang memberikan hasil yang nyata dalam
menurunkan berat badan.
Antioksidan Alpha Lipoic Acid (ALA) merupakan asam lemak yang berisi
komponen sulfur yang dijumpai pada setiap sel, merupakan kofaktor pada
aktivitas mitokondria dan berperan dalam metabolisme yang membantu
mengkonversi glukosa menjadi energi di dalam sel (Islam, 2009). Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan pada tikus menunjukkan bahwa antioksidan
dapat membantu proses penurunan berat badan tikus seperti dalam penelitian Kim
et al. (2004), penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian alpha lipoic acid
kepada tikus dapat menurunkan berat badan dengan jalan mengurangi nafsu
makan dan meningkatkan pemakaian energi. ALA juga diketahui meningkatkan
oksidasi asam lemak dan pembentukan mitokondria pada jaringan otot (Wang et
al., 2010). Oksidasi asam lemak dan biogenesis mitokondria pada otot skeletal
akan mengurangi lemak tubuh dan meningkatkan pemakaian energi.
Beberapa obat tablet dengan komposisi Alpha Lipoic Acid (ALA) murni,
maupun ALA yang dikombinasi dengan antioksidan lainnya telah beredar luas di
pasaran.. Dosis yang direkomendasi dengan efek samping minimal adalah 300-
600 mg, Indikasi yang direkomendasikan antara lain untuk kasus retinopati,
polineuropati akibat penyakit diabetes, sebagai antioksidan universal untuk
6
membantu mencegah kerusakan sel dan banyak indikasi lain yang sampai saat ini
masih dalam penelitian (Kim et al., 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Carbonelli et al. pada tahun 2010,
menunjukkan bahwa pemberian ALA pada subjek manusia dengan obesitas
memiliki efek yang signifikan terhadap penurunan berat badan. Efek tersebut
disebabkan melalui aktivitas ALA dalam menginhibisi aktivitas AMP kinase pada
otak sehingga mengurangi nafsu makan serta meningkatkan jumlah pemakaian
energi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang seperti dijelaskan di atas, maka dapat dibuat
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang
dapat menurunkan berat badan lebih banyak daripada latihan fisik
intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas?
2. Apakah Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang
dapat menurunkan berat lemak subkutan abdominal lebih banyak daripada
latihan fisik intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan
obesitas?
3. Apakah Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang
dapat menurunkan berat lemak visceral abdominal lebih banyak daripada
latihan fisik intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan
obesitas?
7
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian ALA secara oral yang dikombinasi
dengan latihan fisik intensitas sedang daripada latihan fisik intensitas sedang saja
terhadap berat badan, lemak subkutan abdominal dan lemak visceral abdominal
pada tikus wistar jantan dengan obesitas.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pemberian ALA secara oral yang dikombinasi dengan
latihan fisik dengan intensitas sedang menurunkan berat badan lebih
banyak dibandingkan dengan latihan fisik intensitas sedang saja pada tikus
wistar jantan dengan obesitas.
2. Untuk mengetahui pemberian ALA secara oral yang dikombinasi dengan
latihan fisik dengan intensitas sedang menurunkan berat lemak subkutan
abdominal lebih banyak dibandingkan dengan latihan fisik intensitas
sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas.
3. Untuk mengetahui pemberian ALA secara oral yang dikombinasi dengan
latihan fisik dengan intensitas sedang menurunkan berat lemak visceral
abdominal lebih banyak dibandingkan dengan latihan fisik intensitas
sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas.
8
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
Untuk memberikan tambahan ilmu pengetahuan dalam hal menurunkan berat
badan, lemak subkutan dan lemak abdominal dengan kombinasi pemberian ALA
secara oral dengan aktivitas fisik intensitas sedang.
1.4.2 Manfaat Aplikasi
Untuk memberikan arahan pada masyarakat bahwa pemberian ALA secara oral
dapat membantu menurunkan berat badan, berat lemak subkutan dan lemak
viseral pada kasus kegemukan yang disebabkan oleh asupan kalori yang
berlebihan dan diharapkan dapat membantu mengobati obesitas jika terbukti
secara uji klinis dan dapat diaplikasikan pada masyarakat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan
Setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh tidak
dapat berkembang lagi. Sebaliknya terjadi penurunan akibat proses penuaan. Pada
umumnya menjadi tua dianggap hal yang lumrah sehingga semua masalah yang
muncul dianggap memang seharusnya dialami. Padahal terdapat banyak faktor
yang berpengaruh terhadap proses penuaan. Faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi
faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas,
hormon yang berkurang, dan genetik. Faktor eksternal yang utama adalah pola
hidup yang tidak sehat, polusi lingkungan dan stres. Faktor-faktor ini dapat
dicegah, diperlambat bahkan mungkin dihambat sehingga kualitas hidup dapat
dipertahankan. Lebih jauh lagi usia harapan hidup dapat lebih panjang dengan
kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).
Usia harapan hidup yang lebih panjang disertai kualitas hidup yang
optimal inilah konsep baru dari ilmu kedokteran anti penuaan atau Anti Aging
Medicine (AAM). AAM ini didefinisikan sebagai bagian ilmu kedokteran yang
didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini
untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan
semula berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan
penuaan, yang bertujuaan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat.
Dengan definisi AAM tersebut, tampak bahwa terdapat paradigma yang baru,
manusia bukanlah orang terhukum yang terperangkap dalam takdir genetik dan
9
10
penuaan dapat dianggap sama dengan penyakit yang dapat dicegah, diobati
bahkan dikembalikan ke keadaan semula (Pangkahila, 2007).
Salah satu hal yang berkaitan dengan terjadinya proses penuaan adalah
inflamasi. Banyaknya lemak visceral yang dijumpai pada penderita obesitas dan
kelebihan berat badan diketahui akan menyebkan inflamasi, yang pada akhirnya
akan mempercepat proses penuaan. Lemak visceral merupakan sumber resiko
berbagai penyakit metabolik seperti hipertensi, diabetes melitus, stroke, dan
dislipidemia (Burke, 2002).
2.2. Berat Badan Lebih dan Obesitas
Kelebihan berat badan (Overweight) dan obesitas merupakan keadaan
yang ditandai dengan akumulasi lemak berlebihan dalam jaringan adiposa yang
dapat mengganggu kesehatan. WHO mendefinisikan kelebihan berat badan
(overweight) jika Body Mass Index (BMI) atau Indeks Masa Tubuh (IMT) lebih
dari 25, dan dikatakan obesitas jika BMI lebih besar atau sama dengan 30. Namun
untuk wilayah Asia Pasifik dianjurkan untuk menggunakan batas IMT yang
berbeda dengan IMT untuk orang kaukasia, yaitu IMT 18,5 – 22,9 sebagai IMT
normal, IMT Lebih dari 23,0 sebagai Overweight dan IMT > 25,0 sebagai obesitas
(Kanazawa et al., 2005). Revisi ini didasarkan pada kenyataan bahwa morbiditas
dan mortalitas orang Asia cenderung terjadi pada IMT yang lebih rendah
(Pangkahila, 2007).
11
Pengukuran BMI / indeks masa tubuh didapatkan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 =𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 (𝑘𝑘𝑘𝑘)𝑏𝑏𝑡𝑡𝑏𝑏𝑘𝑘𝑘𝑘𝑡𝑡 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 (𝑚𝑚)2
Adanya transisi nutrisi menyebabkan negara-negara berkembang
mengalami peningkatan prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas, dan diikuti
dengan penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan obesitas. Hal ini diakibatkan
oleh perubahan nutrisi yang dicirikan dengan diet tinggi lemak jenuh dan
karbohidrat serta pola hidup sedentari yang menyebabkan tubuh membutuhkan
lebih sedikit energi untuk aktivitas sehari-hari. Perubahan nutrisi ini terjadi oleh
karena adanya globalisasi kebudayaan dan kebiasaan dari negara-negara maju
yang masuk ke negara berkembang (Popkin, 2006).
Selain berat badan, terdapat faktor lain yang juga tidak kalah penting.
Obesitas tubuh bagian atas (kelebihan berat badan di daerah pinggang) merupakan
risiko kesehatan yang lebih besar dibandingkan obesitas tubuh bagian bawah
(lemak di paha bagian atas dan pantat) (Thierney et al., 2005). Sekarang diketahui
bahwa, dimana lemak berada lebih penting daripada berapa banyak lemak yang
terakumulasi. Obesitas sentral atau viseral, merupakan faktor risiko yang lebih
penting untuk morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan obesitas,
dibandingkan dengan lemak sub-kutan (Thierney et al., 2005; Molina, 2006).
Risiko obesitas lebih berhubungan dengan distribusi lemak tubuh,
khususnya obesitas tubuh bagian atas, dibandingkan lemak tubuh total. Obesitas
abdominal atau tubuh bagian atas direfleksikan melalui rasio pinggang-pinggul
12
yang tinggi, sebuah indeks yang digunakan untuk memprediksi risiko yang
berhubungan dengan akumulai lemak (Molina, 2006).
Tabel 2.1
Standar risiko penyakit degeneratif berdasarkan pengukuran WHR pada jenis
kelamin dan kelompok umur:
Jenis kelamin
Kelompok umur
Resiko Low Moderate High Very high
Pria 20-29 < 0,83 0,83-0,88 0,89-0,94 > 0,94 30-39 < 0,84 0,84-0,91 0,92-0,96 > 0,96 40-49 < 0,88 0,88-0,95 0,96-1,00 > 1,00
Wanita 20-29 < 0,71 0,71-0,77 0,78-0,82 > 0,82 30-39 < 0,72 0,72-0,78 0,79-0,84 > 0.84 40-49 < 0,73 0,73-0,79 0,80-0,87 > 0,87
Sumber. Sirajuddin 2012.
Pasien obesitas dengan lingkar perut yang meningkat (>102 cm pada pria
dan >88cm pada wanita) atau dengan rasio pinggang-pinggul yang tinggi (>1,0
pada pria dan >0,85 pada wanita) memiliki risiko yang lebih besar akan diabetes
mellitus, stroke, penyakit jantung koroner, kematian yang lebih dini dibandingkan
pasien obesitas dengan rasio yang lebih rendah (Thierney et al., 2005).
Rekomendasi WHO untuk daerah Asia Pasifik ialah batas atas lingkar pinggang
(waist circumference) bagi pria >90 cm dan bagi wanita >80 cm. Rekomendasi ini
dibuat karena orang Asia cenderung mengalami akumulasi lemak viseral tanpa
obesitas secara umum (Pangkahila, 2007). Diferensiasi yang lebih lanjut akan
lokasi dari kelebihan lemak menunjukkan lemak viseral dalam rongga abdomen
lebih berbahaya bagi kesehatan daripada lemak subkutan di daerah abdomen
(Thierney et al., 2005).
13
Rasio lingkar pinggang dan pinggul atau Waist to Hip circumference Ratio
(WHR) merupakan metode yang sederhana dan nyaman digunakan untuk
penelitian epidemiologis dan memberikan estimasi yang berguna akan proporsi
abdomen atau lemak tubuh bagian atas, namun WHR tidak dapat membedakan
akumulasi dari lemak abdominal viseral dengan lemak abdominal subkutan
(Wajchenberg, 2000). Lingkar pinggang diukur di indentasi terkecil lingkar perut
antara tulang rusuk dan krista iliaka, subjek berdiri dan diukur pada akhir
ekspirasi normal dengan menggunakan pitameter. Lingkar pinggul diukur dari
penonjolan terbesar bokong, biasanya di sekitar pubic symphisis, subjek berdiri
diukur menggunakan pitameter. Penanda jaringan adiposa seperti indeks massa
tubuh, lingkar pinggang, dan rasio pinggang dan pinggul secara umum mudah
untuk dilakukan namun tidak secara konkret membedakan abdomen yang besar
akibat penumpukan jaringan adiposa subkutan atau lemak visceral. Teknik
pencitraan, terutama CT Scan, yang dapat secara jelas membedakan lemak dari
jaringan lainnya, dapat digunakan untuk mengukur lemak abdominal, baik yang
viseral maupun yang subkutan (Wajchenberg, 2000).
Obesitas terjadi sebagai akibat dari pola hidup yang sedentari ditambah
dengan konsumsi kelebihan kalori dalam jangka waktu yang lama (Thierney et al.,
2005), khususnya diet tinggi lemak jenuh dan karbohidrat (Popkin, 2006).
Konsumsi yang meningkat dari makanan yang mengandung kalori tinggi, rendah
nutrisi dengan kadar gula dan lemak jenuh yang tinggi, dikombinasikan dengan
aktivitas fisik yang berkurang, mengakibatkan angka penderita obesitas meningkat
14
sampai dengan tiga kali lipat atau bahkan lebih di beberapa daerah di Amerika
Utara, Inggris, Eropa Timur, Timur Tengah, Australia dan Cina (WHO, 2015).
Obesitas merupakan hasil dari interaksi berbagai gen, faktor fisiologik,
faktor lingkungan dan kebiasaan (Thierney et al., 2005; Wilborn et al., 2005).
Walaupun faktor genetik berperan dalam menentukan kerentanan seseorang
terhadap peningkatan berat badan, keseimbangan energi ditentukan dengan
masukan kalori dan aktivitas fisik. Perubahan sosial, pertumbuhan ekonomi,
modernisasi, urbanisasi dan globalisasi merupakan beberapa hal yang mendorong
terjadinya epidemi ini (WHO, 2015; Byles, 2009).
Kelebihan masukan energi daripada pengeluaran energi akan mengarah
menjadi akumulasi lemak. Massa lemak sendiri ditentukan oleh keseimbangan
antara pemecahan (lipolisis) dan sintesis (lipogenesis). Sistem saraf simpatis
adalah perangsang utama dari lipolisis, yang akan menyebabkan berkurangnya
deposit lemak, terutama jika penggunaan energi individu meningkat. Jika
masukan melebihi penggunaan energi, akan terjadi lipogenesis di hati dan jaringan
adiposa. Lipogenesis dipengaruhi oleh diet (meningkat oleh asupan kaya
karbohidrat dan lemak) dan hormon (terutama Growth Hormone (GH), insulin
dan leptin). Hormon utama yang terlibat dalam penyimpanan lemak adalah insulin
(akan menstimulasi lipogenesis), GH dan leptin (yang akan mengurangi
lipogenesis). Hormon lain yang terlibat dalam regulasi lemak tubuh termasuk
hormon seks seperti testosteron (Molina, 2006).
Kelebihan lemak tubuh dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas
dan mortalitas. Lebih banyak kelainan muncul dengan frekuensi yang lebih besar
15
pada penderita obesitas. Yang paling penting dan umum ditemui adalah
hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, hiperlipidemia, penyakit jantung koroner,
penyakit sendi degeneratif, dan disabilitas psikososial. Sebanyak 60% individu
dengan obesitas di Amerika Serikat juga terkena sindrom metabolik. Sindrom
metabolik ini ditandai dengan adanya tiga atau lebih faktor berikut : meningkatnya
lingkar perut, tekanan darah, trigliserida darah, glukosa darah puasa, dan
rendahnya kadar kolesterol High Density Lipoprotein (HDL) (Burke, 2002).
Penurunan berat badan dan menjaga agar berat badan tidak naik kembali
dapat memperbaiki atau bahkan mencegah faktor risiko untuk penyakit
kardiovaskular dan penyakit ko-morbid lain yang berhubungan dengan obesitas.
Penurunan berat badan yang sedang (5-10% dari berat badan awal) dihubungkan
dengan perbaikan dalam beberapa faktor risiko yang telah ditetapkan untuk
penyakit kardiovaskular, seperti hipertensi, dislipidemia, dan berkurangnya
insiden diabetes mellitus tipe 2 dan perbaikan dalam kontrol diabetes. Sebuah
meta-analisis dari 25 randomized controlled trials yang memeriksa tekanan darah
pada manusia menunjukkan bahwa penurunan berat badan sebesar 5,1 kilogram
menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 4,44 mmHg dan
penurunan tekanan darah diastolik sebesar 3,57 mmHg. Penurunan yang lebih
bermakna dari tekanan darah terlihat jika rata-rata penurunan berat badan lebih
besar lagi. Meski demikian pengaruh baik dari penurunan berat badan terhadap
faktor risiko dari penyakit kardiovaskular tidak akan bertahan kecuali penurunan
berat badan dipertahankan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya untuk
16
mengurangi berat badan atau bahkan mencegah kenaikan berat badan (Turk et al.,
2009).
2.2.1 Epidemiologi Obesitas
Obesitas telah menjadi suatu masalah kesehatan global, di mana terjadi
peningkatan prevalensi obesitas yang signifikan di seluruh dunia. Di negara maju
seperti Amerika, penderita kegemukan diprediksi akan mencapai 85% pada tahun
2030, dimana 51,1% adalah obesitas (Nduhirabdani dkk., 2011). Tidak hanya di
negara-negara maju, peningkatan prevalensi obesitas bahkan juga dialami negara-
negara yang sedang berkembang.
Obesitas dapat meningkatkan risiko beragam penyakit serius baik pada
orang dewasa dan anak-anak seperti jantung koroner, stroke, tekanan darah tinggi,
diabetes melitus tipe 2, lemak darah abnormal, kanker, osteoarthritis, sleep apnea,
batu empedu, dan masalah reproduksi. Selain menimbulkan masalah kesehatan,
obesitas juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan terhadap biaya medis
dan perawatannya, baik biaya langsung maupun tidak langsung yang mencakup
biaya layanan pencegahan, diagnosis, dan pengobatan yang berkaitan dengan
obesitas (Nurmalina, 2011).
2.2.2 Etiologi dan Patofisilogi Obesitas
Berdasarkan data penelitian diketahui ada banyak faktor yang
menyebabkan obesitas seperti faktor genetik, kurangnya keseimbangan energi,
kurangnya aktivitas fisik, lingkungan, kondisi kesehatan dan hormonal, obat-
obatan dan faktor emosional (Nurmalina, 2011). Berbagai penelitian menunjukkan
17
bahwa diet tinggi lemak dan karbohidrat akan menyebabkan peningkatan berat
badan dan lemak tubuh, yang lama kelamaan dapat menimbulkan obesitas.
Beberapa faktor yang dianggap memiliki peranan dalam terjadinya
obesitas adalah sebagai berikut :
1. Faktor genetik
Faktor genetik yang diketahui mempunyai peranan kuat adalah parental
fatness, kegemukan lebih umum terjadi pada anak-anak jika orang tuanya gemuk
(anak-anak memiliki risiko 80% untuk gemuk). Penelitian terhadap anak kembar
identik yang dibesarkan pada lingkungan yang berbeda juga mengindikasikan
bahwa kegemukan memiliki akar genetik. Namun pola dan hubungannya belum
diketahui. Orang yang obesitas, makan lebih banyak dan berolahraga lebih sedikit,
dan hal yang sama berlaku pada anak mereka. Namun, dalam penelitian kembar
identik, ditemukan heritabilitas yang tinggi bagi berat dan indeks massa tubuh dan
menyimpulkan bahwa berat tubuh dan kegemukan berada dibawah kontrol genetik
yang kuat, dan bahwa lingkungan anak-anak sendiri memiliki sedikit pengaruh.
Penemuan terbaru mengenai gen, sebagian ikut mendukung alasan ini (Thierney et
al., 2005).
2. Aktivitas fisik
Terjadinya obesitas merupakan dampak dari terjadinya kelebihan asupan
energi (energy intake) dibandingkan dengan yang diperlukan (energy expenditure)
oleh tubuh sehingga kelebihan asupan energi disimpan dalam bentuk lemak.
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan
18
energi (energy expenditure), sehingga apabila aktivitas fisik rendah maka
kemung-kinan terjadinya obesitas akan meningkat (Soegih, 2009).
3. Diet tinggi karbohidrat dan lemak
Makanan merupakan sumber dari asupan energi, yang bila berlebih, maka
karbohidrat akan disimpan sebagai glikogen dan lemak; protein akan disimpan
sebagai protein tubuh; sedangkan lemak akan disimpan sebagai lemak. Tubuh
memiliki kemampuan menyimpan lemak yang tidak terbatas (Soegih, 2009).
Faktor-faktor yang berpengaruh dari asupan makanan terhadap terjadinya obesitas
adalah kuantitas, porsi sekali makan, kepadatan energi, kebiasaaan makan malam
hari, frekuensi makan dan jenis makanan (Barassi, 2009).
4. Regulasi fisiologis metabolisme
Regulasi fisiologis metabolisme tubuh terdiri dari controller (otak) dan
controlled system / nutrient partitioning yaitu organ di luar otak yang berperan
dalam menggunakan atau menyimpan energi seperti saluran cerna, liver, otot,
ginjal, dan jaringan lemak (Soegih, 2009). Otak menerima sinyal dari lingkungan
ataupun dari dalam tubuh sendiri dalam bentuk sinyal neural dan humoral yang
selanjutnya membuat otak merespon dalam bentuk menghambat atau
mengaktivasi motor system, dan memodulasi sistem saraf dan hormonal untuk
mencari atau menjauhi makanan. Hasil dari sinyal yang diterima oleh otak akan
memperngaruhi pemilihan jenis makanan, porsi makan, lama makan, proses
pencernaan, absorpsi serta metabolisme zat gizi dalam tubuh. Hasil akhirnya
19
adalah pembentukan jaringan lemak, glikogen, hormon, enzim, atau dibakarnya
zat gizi sebagai energi (Soegih, 2009).
5. Gangguan kesehatan dan ketidakseimbangan hormon
Gangguan hormon seperti Cushing syndrome, adrenocortical
hyperactivity, dan hipogonad dapat menyebabkan penimbunan lemak tubuh.
Ketidakseimbangan hormon tubuh seperti pada wanita postmenopause atau pada
pasien hipogonad juga akan memberikan gejala obesitas (Wirahadikusumah,
2000).
6. Obat-obatan
Obat yang memperlambat metabolisme atau meningkatkan nafsu makan
dapat menyebabkan kelebihan berat badan seperti kortikosteroid dan antidepresan
(Nurmalina, 2011).
7. Faktor emosi
Beberapa orang makan lebih dari biasanya ketika sedang bosan, marah,
atau sedih (Soegih, 2009).
2.2.3 Hubungan Obesitas, Penuaan dan Harapan Hidup
Overweight dan obesitas merupakan faktor risiko untuk penyakit kronis
seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, hipertensi dan stroke, dan beberapa jenis
kanker. Konsekuensi kesehatan dengan terjadinya obesitas adalah mulai dari
20
peningkatan risiko kematian dini sampai dengan kondisi peyakit kronis serius
yang dapat mengurangi kualitas hidup (WHO, 2015).
Overweight dan obesitas menyebabkan efek metabolik buruk pada tekanan
darah, kolesterol, trigliserida, dan resistensi insulin. Masalah kesehatan yang
berhubungan dengan obesitas adalah kesulitan pernafasan, muskuloskeletal
kronis, serta masalah kulit dan infertilitas. Obesitas juga meningkatkan risiko
kanker payudara, usus besar, prostat, endometrium, ginjal, dan empedu (WHO,
2015).
Kegemukan kronis dan obesitas memberikan kontribusi yang signifikan
untuk osteoarthritis, penyebab utama dari kecacatan pada orang dewasa. Dalam
analisis yang dilakukan WHO, dilaporkan bahwa sekitar 58% dari diabetes, 21%
penyakit jantung iskemik, dan 8-42% dari kanker tertentu, secara global
diakibatkan oleh BMI di atas 25 kg/m2 (WHO, 2015).
2.3 Lemak Abdominal Pada Obesitas
Jaringan adiposa abdominal adalah organ yang kompleks dan terdiri dari
beberapa kompartemen dan sub-kompartemen, termasuk lemak subkutan dan
lemak intra-abdominal, yang dapat dibagi menjadi lemak retroperitoneal dan
intraperitoneal, yang dapat dibagi lagi menjadi massa lemak mesenterik dan
omental. Lemak intraperitoneal juga dikenal sebagai jaringan adiposa viseral
(visceral adipose tissue) dianggap sebagai penanda risiko metabolik (Klein,
2010). Lemak abdominal terdiri dari lemak subkutan abdomen dan lemak
intraabdomen, yang secara jelas nampak lewat CT Scan dan MRI. Jaringan
21
adiposa intraabdomen terdiri dari lemak viseral atau intraperitoneal yang terdiri
dari lemak omental dan mesenterik dan massa lemak retroperitoneal yang dibatasi
oleh batas dorsal dari intestin dan bagian ventral dari ginjal (Wajchenberg,
2000).
Dua kompartemen intraabdominal dapat dipisahkan pada MRI
menggunakan titik anatomis, seperti kolon ascendens dan descendens, aorta dan
vena cava inferior, suatu prosedur yang telah divalidasi pada kadaver manusia.
Pada kadaver, massa jaringan adiposa intraperitoneal dan retroperitoneal yang
diukur setelah diseksi adalah 61-71% dan 29-33%, secara berurutan, dari massa
jaringan adiposa intraabdominal (Wajchenberg, 2000).
Penelitian-penelitian epidemiologis dan fisiologis menunjukkan hubungan
yang kuat antara kelebihan jaringan adiposa abdomen dengan faktor risiko
metabolik untuk penyakit jantung koroner, termasuk resistensi insulin, toleransi
glukosa terganggu, diabetes mellitus tipe 2, dislipidemia, dan meningkatnya
protein inflamasi yang bersirkulasi dalam darah (Klein, 2010). Penelitian
epidemiologis yang ada melaporkan hubungan antara obesitas yang berat dengan
mortalitas akibat meningkatnya penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular serta
diabetes mellitus. Pada obesitas tingkat sedang, distribusi regional nampaknya
merupakan indikator yang penting akan perubahan metabolik dan kardiovaskular,
terutama sejak ditemukan korelasi yang tidak konstan antara indeks massa tubuh
dan perubahan-perubahan ini. Obesitas bukanlah kondisi yang homogen, serta
distribusi regional dari jaringan adiposa penting untuk diketahui untuk memahami
22
hubungan antara obesitas dengan gangguan metabolisme glukosa dan lipid
(Wajchenberg, 2000).
Penyebab fundamental obesitas adalah ketidakseimbangan jangka panjang
akan masukan dan pengeluaran energi yang akan meningkatkan massa tubuh
termasuk akumulasi lemak subkutan dan viseral. Walaupun obesitas secara umum
adalah faktor risiko untuk berbagai penyakit, beberapa penelitian pada manusia
telah menunjukkan bahwa penumpukan lemak viseral, yakni lemak yang berlokasi
pada viseral, sebagai yang paling berpengaruh pada berbagai kondisi kesehatan
termasuk penyakit serebrovaskular, resistensi insulin dan diabetes mellitus tipe 2.
Lokasi regional dari lemak tubuh pada obesitas adalah perkiraan yang lebih baik
akan risiko kesehatan jika dibandingkan dengan total lemak tubuh
(Wajchenberg, 2000).
Walaupun hubungan sebab-akibat belum dapat ditetapkan secara pasti,
bukti-bukti yang ada mengindikasikan bahwa lemak viseral merupakan salah satu
faktor risiko yang penting akan berbagai tampilan sindrom metabolik: intoleransi
glukosa, hipertensi, dislipidemia, resistensi insulin. Namun, adanya heterogenitas
metabolik pada penderita obesitas dengan jaringan adiposa viseral yang hampir
serupa, diduga kerentanan genetik juga berperan dalam memodulasi risiko yang
diasosiasikan dengan kelebihan jaringan adiposa viseral. Dalam hal ini obesitas
viseral sebaiknya dianggap sebagai faktor yang memperparah kerentanan genetik
individual terhadap komponen sindrom metabolik (Wajchenberg, 2000).
Mekanisme yang menghubungkan lemak viseral dengan sindom metabolik
belum sepenuhnya dimengerti, namun diduga berhubungan dengan lokasi
23
anatomis yang menghasilkan efek portal dari pelepasan asam lemak bebas dan
gliserol. Bukti-bukti yang didapat dari penelitian yang baru menunjukkan
jaringan adiposa merupakan organ endokrin yang aktif, yang mampu mensekresi
berbagai macam sitokin, yang sering disebut dengan adiponektin, yang dapat
menyebabkan inflamasi dan menggangu aksi insulin. Lebih jauh lagi, penelitian
dari beberapa kelompok menunjukkan lemak viseral memiliki karakteristik pro-
inflamasi yang lebih besar dibandingkan lemak subkutan (Huffman and Barzilai,
2009).
Adanya peningkatan pada jaringan adiposa viseral, asam lemak bebas
secara mudah mengarah ke hati dan meningkatkan produksi glukosa, trigliserida
dan lipoprotein VLDL very low density lipoprotein (VLDL), serta menurunkan
kadar kolesterol HDL (Wajchenberg, 2000; Levy, 2010). Sel lemak juga
mengalami perubahan metabolik yang dapat menjelaskan efek sistemiknya.
Sebagai contoh, glucose transporters secara signifikan berkurang pada adiposit
omental manusia, yang dapat menerangkan resistensi insulin. Lebih jauh lagi
adipokin lemak viseral dari pasien-pasien obese yang sangat berat diukur sewaktu
menjalani pembedahan bariatrik, yakni pembedahan yang dilakukan pada
penderita obesitas untuk mengurangi berat badan dengan jalan mengurangi ukuran
lambung dengan implantasi alat kesehatan (gastric banding) atau lewat
pemotongan sebagian dari lambung atau penjahitan usus halus ke bagian dari
lambung (gastric bypass surgery). Konsentrasi Interleukin-6 dari Vena portal
meningkat secara substansial dan berhubungan erat dengan inflamasi sistemik,
yang diindikasikan dengan tingginya kadar C-Reactive Protein (CRP). Tidak
24
mengherankan jika infiltrasi makrofag yang merangsang molekul dan jalur
inflamasi meningkat pada lemak omental jika dibandingkan dengan lemak
subkutan pada individu obesitas (Levy,2010).
Distribusi lemak tubuh berbeda antara pria dan wanita, dimana hal ini
merupakan salah satu tanda khas maskulinitas dan femininitas. Jika dibandingkan
dengan pria, maka wanita premenopause memiliki lebih banyak lemak subkutan,
dan lemak tubuhnya cenderung diakumulasi di payudara, pinggul dan paha atas
(Pangkahila, 2007). Regio khas untuk penyimpanan lemak wanita ini umumnya
disebut sebagai gynoid (Wajchenberg, 2000). Pada pria, lemak secara dominan
berakumulasi di depot subkutan abdomen dan viseral (Pangkahila, 2007), dengan
lebih sedikit akumulasi lemak pada daerah pinggul dan paha atas jika
dibandingkan dengan wanita, dimana distribusi lemak ini disebut sebagai sentral
atau android (Wajchenberg, 2000).
Pria secara umum memiliki area lemak viseral yang lebih besar
dibandingkan wanita, dimana hal ini diduga berhubungan dengan perbedaan
faktor risiko jenis kelamin pada penyakit kardiovaskular. Oleh karena distribusi
lemak tubuh merupakan salah satu karakteristik seks sekunder, dapat dilihat
bahwa hormon seks merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan
deposisi lemak regional. Bukti-bukti menunjukkan hormon seks wanita
berhubungan dengan akumulasi lemak subkutan di regio bawah tubuh.
Penyimpanan lemak khas wanita ini penting dalam fungsi reproduksi. Obesitas
abdominal pada pria ditemukan berhubungan dengan rendahnya kadar testosteron
25
pada pria dan terapi sulih hormon testosteron menghasilkan pengurangan lemak
abdominal (Wajchenberg, 2000).
Distribusi lemak regional pada manusia secara jelas diatur oleh hormon,
walaupun faktor-faktor lain ikut berperan penting. Tidak hanya hormon steroid
seks saja yang berperan, namun kortikosteroid dari kelenjar adrenal juga
memainkan peran yang besar. Hormon peptida seperti insulin dan GH merupakan
faktor yang penting dalam distribusi jaringan adiposa (Wajchenberg, 2000).
Distribusi lemak gluteo-femoral yang tipikal untuk wanita dibedakan
dengan distribusi lemak abdominal pada pria dengan pengukuran rasio pinggang
dan pinggul dimana terdapat titik cutoff untuk pria dan wanita yang dapat diterima
(Levy, 2010). Kelebihan lemak pada tubuh bagian atas (sentral atau abdominal)
yang juga dikenal sebagai obesitas tipe pria atau android lebih sering dihubungkan
dengan meningkatnya mortalitas dan risiko akan penyakit seperti diabetes,
hiperlipidemia, hipertensi, dan aterosklerosis dari pembuluh darah koroner,
serebral dan perifer dibandingkan dengan obesitas tipe gynoid atau distribusi
lemak tipe wanita (tubuh bagian bawah atau area gluteo-femoral) (Wajchenberg,
2000).
Perbedaan antara pria dan wanita setelah pubertas tidak hanya pada
distribusi lemak, melainkan juga pada metabolisme dan ukuran sel lemak. Sel
lemak di bagian glutea dan femur lebih besar daripada di bagian abdomen.
Aktivitas lipase lipoprotein, yaitu enzim yang bertanggungjawab bagi akumulasi
trigliserida di dalam sel lemak, ternyata lebih tinggi di bagian gluteo-femoral
daripada di bagian abdomen (Pangkahila, 2007).
26
Individu dengan massa lemak viseral yang lebih besar, baik lewat
peningkatan berat badan atau penumpukan lemak pada depot viseral, akan
kehilangan lebih banyak lemak viseral jika disesuaikan dengan hilangnya lemak
tubuh, terlepas dari metode intervensi yang dilakukan (restriksi kalori, terapi
farmakologis, atau olahraga) karena adiposit viseral memiliki tingkat lipolitik
yang lebih tinggi pada keadaan tetap (steady state) (Wajchenberg, 2000).
Berkurangnya lemak abdominal akan menjadi sangat bermakna,
dikarenakan kelebihan lemak di bagian abdomen merupakan salah satu faktor
risiko dari penyakit kardiovaskular. Lemak intraabdominal (viseral) memiliki
kadar turnover trigliserida yang tertinggi dan kelebihan adiposit viseral adalah hal
yang paling berkaitan dengan gangguan metabolik terutama resistensi insulin dan
hipertrigliseridemia. Lemak subkutan pada bagian tubuh atas adalah yang
berikutnya, sedangkan lemak subkutan pada bagian tubuh bawah memiliki tingkat
turnover trigliserid yang paling rendah, sehingga kelebihan lemak subkutan pada
bagian tubuh bawah adalah yang paling kecil membawa dampak metabolik. Pada
keadaan postabsorbtive, adiposit yang teregang akan melepaskan lebih banyak
jumlah asam lemak ke dalam sirkulasi. Meningkatnya kadar asam lemak bebas
yang berada di sirkulasi akan meningkatkan sintesis hepar dan sekresi VLDL yang
kaya akan trigliserida (Maki et al., 2009).
2.4 Manajemen Berat Badan dan Obesitas
Manajemen berat badan yang efektif bagi individu dan kelompok berisiko
terkena obesitas melibatkan berbagai strategi jangka panjang. Ini termasuk
27
pencegahan, perawatan berat badan, pengelolaan ko-morbiditas dan penurunan
berat badan.
Menurut Kopelman dan Caterson, manajemen berat badan meliputi :
1. Terapi diet
2. Aktivitas fisik
3. Terapi perilaku
4. Terapi medikamentosa
2.4.1 Terapi Diet
Diet merupakan langkah awal untuk menurunkan berat badan. Pengaturan
menu diet adalah kunci keberhasilan untuk menurunkan berat badan. Menu diet
yang baik terutama terdiri dari sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan,
karbohidrat kompleks, biji-bijian, kaya serat, rendah lemak dan rendah gula. Yang
harus diingat dari diet tersebut adalah makan makanan yang bervariasi sehingga
asupan gizi terpenuhi, dan makan dengan jadwal teratur, bukan dengan jalan
melewatkan makan (skip meals) (Kopelman dan Caterson, 2005).
Diet rendah kalori adalah pilihan utama untuk penurunan berat badan pada
orang yang overweight dan obesitas. Mengurangi kalori dari lemak adalah yang
paling praktis karena lemak mengandung kalori paling tinggi. Mengurangi asupan
lemak saja tanpa menurunkan asupan kalori tidak mencukupi, jadi sebaiknya
mengurangi asupan lemak disertai pengurangan asupan karbohidrat juga
(Kopelman dan Caterson, 2005).
Diet sebaiknya diatur secara individual dengan pengurangan kalori sebesar
500 – 1000 kalori dari asupan rata-rata harian sehingga terjadi penurunan berat
28
badan sekitar 0.5 – 1.0 kg setiap minggunya, penurunan berat badan 0.5 – 1.0 kg
setiap minggu adalah penurunan berat badan yang sehat menurut WHO (WHO,
2015).
2.4.2 Latihan Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang disebabkan oleh kontraksi otot
rangka yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi (Van Baak and Saris,
2005). Latihan fisik atau olahraga adalah bagian dari aktivitas fisik, merupakan
gerakan tubuh yang terencana, terstruktur, dan berulang yang dilakukan untuk
memperbaiki atau memelihara satu atau lebih komponen kebugaran tubuh
(Pestacello, 2000). Efisiensi latihan fisik berasal dari volume (durasi, distance dan
repetisi), intensitas (beban dan kecepatan), serta densitas (frekuensi) ( Burke,
2002).
Latihan fisik/olahraga adalah bagian dari aktivitas fisik, yang dianjurkan
sebagai bagian dari terapi penurunan berat badan, karena:
- Membantu penurunan berat badan.
- Dapat menurunkan lemak abdominal.
- Meningkatkan kebugaran sistem kardiorespirasi.
- Membantu mempertahankan berat badan setelah program penurunan berat
badan.
- Anjurannya adalah dimulai dengan latihan fisik sedang selama 30 – 45
menit 3 hingga 5 kali seminggu.
29
Kebugaran tubuh adalah keadaan tubuh yang dimiliki atau dicapai individu
sehingga mampu untuk melakukan aktivitas fisik. Latihan fisik/olahraga
merupakan alternatif untuk meningkatkan derajat kebugaran seseorang termasuk
mengurangi lemak tubuh. kegunaan utama latihan fisik adalah penurunan berat
badan, perbaikan sistem fungsional paru jantung (cardiorespirasi system) yang
meliputi hipertrofi otot jantung, penurunan detak jantung istirahat, peningkatan
stroke volume, peningkatan volume darah dan hemoglobin serta menambah
jumlah pembuluh kapiler (Sharkey, 2003).
Dalam upaya untuk memperbaiki kebugaran seseorang termasuk
mengurangi lemak dan meningkatkan kebugaran atau daya tahan paru jantung,
American College of Sport Medicine atau ACSM (ACSM, 2001)
merekomendasikan untuk melakukan olahraga aerobik, seperti berjalan, berlari,
bersepeda, berenang, joging, senam aerobik dan lain-lain. Latihan hendaknya
dilakukan 3-5 kali perminggu, pada intensitas 60-90% detak jantung maksimum
selama 20-60 menit. Jenis latihan dapat dikerjakan secara teratur maupun
intermitten, resistance training yang dikerjakan secara teratur dapat juga
mengurangi lemak tubuh (Pestacello, 2000).
2.4.3 Terapi Perilaku
Obesitas dapat disebabkan oleh faktor psikologis, seperti kecemasan,
depresi, eating disorder, stress atau tekanan hidup dan efek samping obat tertentu.
Selain itu, obesitas sendiripun memiliki dampak terhadap kondisi psikologis
seseorang (Kopelman dan Caterson, 2005).
30
Terapi perilaku merupakan terapi yang baik diterapkan dalam proses
penurunan dan juga dalam fase mempertahankan berat badan (Kopelman dan
Caterson, 2005) .
Dokter sebaiknya memahami motivasi penurunan berat badan pasien,
menganalisa kesiapan pasien dalam melaksanakan program, dan mengambil
langkah-langkah tepat untuk memotivasi pasien selama terapi (Kopelman dan
Caterson, 2005).
Terapi perilaku untuk mendukung pola makan sehat dan aktivitas fisik
harus digunakan secara teratur karena bermanfaat dalam mencapai penurunan
berat badan (Kopelman dan Caterson, 2005).
2.4.4 Terapi Medikamentosa
Obat penurun berat badan dapat digunakan sebagai bagian dari program
penurunan berat badan yang juga harus melibatkan diet dan aktivitas fisik.
Umumnya terapi medikamentosa dianjurkan pada IMT lebih dari 30 atau lebih
dari 27 yang disertai penyakit penyulit obesitas (Eckel, 2008).
Salah satu terapi medikamentosa yang sempat beredar di Eropa beberapa
tahun yang lalu adalah rimonabant, tetapi rimonabant ini ditolak di Amerika
Serikat oleh FDA, namun kemudian pada tahun 2007 ditarik dari peredaran
karena terjadi peningkatan angka kejadian depresi, cemas, dan pikiran bunuh diri
pada pemakai rimonabant (Astrup, 2010). Sibutramin ditarik dari peredaran
karena adanya penelitian terbaru SCOUT (Sibutramine Cardiovascular Outcome
Trial), yang menunjukkan peningkatan angka kesakitan penyakit infark
31
miokardial dan stroke bila sibutramin diberikan pada penderita obesitas dengan
penyakit hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner dan riwayat stroke (James et
al., 2010).
Orlistat juga mendapat penambahan label peringatan dari Food and Drug
Administration (FDA) di Amerika Serikat tentang adanya risiko kerusakan hati
yang dapat berakibat fatal walaupun kasusnya sangat jarang (FDA, 2010). Di
Indonesia saat ini hanya ada dua obat penurun berat badan yang diizinkan oleh
BPOM, yaitu orlistat (Xenical®) dan diethylpropion (Apisate®). Diethylpropion
termasuk golongan simpatomimetik amin dengan efek samping yang agak mirip
dengan sibutramine namun efeknya minimal.
2.5 Latihan Fisik
Aktivitas fisik adalah pergerakan badan yang disebabkan oleh otot skeletal
yang memerlukan pemakaian energi. Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah
satu dari 10 faktor resiko utama kematian di seluruh dunia. Beberapa penyakit
yang berkorelasi dengan kurangnya aktivitas fisik adalah penyakit kardiovaskular,
kanker dan diabetes (WHO, 2015).
Aktivitas fisik dan latihan fisik (olahraga) adalah dua istilah yang berbeda.
Latihan fisik/olahraga merupakan bagian dari aktivitas fisik, terstruktur,
terencana, bersifat pengulangan/repetisi, dan bertujuan meningkatkan kebugaran
jasmani. Aktivitas fisik dapat memberikan keuntungan bagi kesehatan mahluk
hidup (ASCM, 2001).
32
Latihan fisik memiliki banyak manfaat bagi kesehatan bagi segala
kalangan baik pria maupun wanita, dewasa maupun anak-anak. Adapun beberapa
fungsi tersebut adalah (ACSM, 2001):
- Menjaga berat badan yang ideal.
- Menurunkan resiko terhadap penyakit jantung koroner, diabetes dan
kanker.
- Orang dewasa yang aktif secara fisik memiliki resiko yang lebih
rendah untuk menderita depresi dan penurunan fungsi kognitif ketika
menjadi lebih tua.
- Menjaga organ-organ tubuh berfungsi secara optimal, terutama jantung
dan paru. Ketika dilakukan secara teratur, aktivitas fisik dengan
intensitas sedang maupun keras dapat memperkuat otot jantung dan
organ paru. Kemampuan pompa jantung menjadi lebih baik sehingga
oksigenasi jaringan di seluruh tubuh menjadi lebih baik. Begitu juga
dengan proses pembuangan material toksik hasil metabolisme menjadi
lebih baik.
- Menurunkan tekanan darah, memperbaiki profil lipid darah, menjaga
kestabilan gula darah dan insulin, menurunkan kadar CRP, dan
mencegah kelebihan berat badan.
- Memperkuat struktur tubuh seperti otot dan tulang, mencegah
osteoporosis dan kehilangan masa otot.
33
2.5.1 Jenis Latihan Fisik
Menurut ACSM (American College of Sports Medicine), olah raga yang baik
harus mencakup 4 aspek, yaitu:
- Latihan kardiorespiratori
- Latihan kekuatan (resistance training)
- Latihan fleksibilitas
- Latihan neuromotor
2.5.1.1 Latihan kardiorespiratori
Latihan untuk sistem kardio dan respiratori harus teratur, memiliki tujuan,
bersifat ritmik dan continous. Latihan tersebut dapat berupa berjalan, berjalan
cepat, berlari, bersepeda, berenang, menari, dll. Latihan fisik tipe ini baik
dilakukan dengan intensitas medium 5x seminggu dengan durasi 30 menit, atau
dengan total durasi ≥ 150 menit per minggu. Jika menggunakan jenis olah raga
dengan intensitas tinggi, baiknya adalah dengan frekuensi 3x seminggu dengan
durasi minimal 20menit atau dengan jumlah total ≥ 75 menit per minggu (ACSM,
2001).
Latihan fisik dapat berupa latihan dengan intensitas medium/ sedang,
seperti berjalan, berenang, bersepeda santai, menari, berkebun, yoga, golf, dll.
Sedangkan latihan fisik dengan intensitas tinggi dapat berupa jalan cepat, berlari,
bersepeda cepat, panjat tebing, senam aerobik, olah raga bela diri (tinju, karate,
thai boxing), dan olah raga yang bersifat kompetitif (sepak bola, tennis, bola
basket, dll) (ACSM, 2001).
34
2.5.1.2 Latihan Kekuatan
Latihan kekuatan / resistance training adalah latihan fisik yang
menargetkan kekuatan otot dengan jalan memberikan beban. Latihan ini bertujuan
meningkatkan kekuatan otot skeletal dan memberikan bentuk serta definisi yang
jelas terhadap bentuk otot, mencegah osteoporosis dan kelemahan otot (ACSM,
2001).
Latihan kekuatan dapat dilakukan dengan menargetkan beberapa grup otot
seperti dada, bahu, punggung, perut, paha, kaki, dan lengan. Usahakan untuk
bergantian melatih grup otot tertentu untuk mencegah ketidakseimbangan antara
grup otot tertentu (ACSM, 2001).
Intensitas yang baik untuk melakukan latihan beban adalah 2-3x
seminggu. Berikan istirahat 48jam sebelum memulai latihan beban berikutnya.
Beban yang diberikan pada otot harus dimulai dari berat yang masih mampu
ditoleransi baru meningkat secara gradual untuk mencegah cedera otot (ACSM,
2001).
Latihan selalu dibagi dalam bentuk grup otot, misal grup otot dada, perut
dan pinggang, punggung, kaki dan lengan. Setiap grup otot dilatih dengan 2-4 set
yang terdiri dari 8-12 repetisi dalam setiap set nya. Berikan jeda 2-3menit sebelum
memulai repetisi antar set (ACSM, 2001).
Peningkatan beban dan jumlah repetisi dan set harus secara gradual ketika
tubuh sudah mampu mentoleransi beban terakhir yang digunakan, hal tersebut
berguna untuk mencegah terjadinya cedera (ACSM, 2001).
35
Pada kasus dimana kondisi fisik lemah, seperti usia yang tua, latihan
beban dapat dilakukan dengan menggunakan beban yang lebih ringan dengan
jumlah repetisi yang lebih banyak pada tiap set latihan (ACSM, 2001).
2.5.1.3 Latihan Neuromotor
Latihan neuromotor berfungsi untuk melatih kebugaran fungsional, seperti
keseimbangan, agilitas, koordinasi dan kemampuan proprioseptif. Latihan ini
baiknya dilakukan 2-3x seminggu dengan durasi 20-30menit. Latihan dapat
berupa senam taichi, yoga, tari balet (ACSM, 2001).
Latihan ini sangat memberikan manfaat bagi lansia, karena dapat
mencegah jatuh dan fraktur tulang (ACSM, 2001).
2.5.1.4 Latihan Fleksibilitas
Latihan fleksibilitas sangat berfungsi untuk menjaga kelenturan otot dan
sendi. Seperti diketahui, semakin menua manusia, semakin otot dan sendi menjadi
kaku. Selain itu latihan ini memberikan manfaat untuk kestabilan postural
(ACSM, 2001).
Latihan fleksibilitas dapat dilakukan dengan melakukan peregangan. Salah
satu olah raga yang dapat dilakukan adalah senam yoga (ACSM, 2001).
Frekuensi yang baik adalah 2-3x seminggu dengan durasi 20menit.
Peregangan baiknya dilakukan sampai otot terasa tegang atau sedikit tidak
nyaman, bukan terasa sakit. Tiap melakukan peregangan durasi yang disarankan
36
adalah 10-30 detik kemudian meningkat sesuai dengan peningkatan fleksibilitas
otot tersebut sampai maksimal 60 detik (ACSM, 2001).
2.6 Alpha-Lipoic Acid (ALA)
2.6.1 Struktur Biokimia dan Fisiologis Alpha Lipoic Acid
Alpha Lipoic Acid (ALA) dikenal sebagai thioctic acid, 1,2-dithiolane-3-
pentanoic acid, 1,2-dithiolane-3 valeric acid, dan 6,8-thioctic acid, merupakan
suatu rantai asam lemak medium dengan dua atom sulfur pada akhir cabang dan
berperan sebagai suatu coenzyme untuk berbagai reaksi redoks pada hampir
seluruh jaringan dalam tubuh (Islam, 2009). ALA dapat pula berikatan dan
menonaktifkan logam berat seperti besi, cadmium, magnesium, cobalt, nikel, zinc
dan arsenic (Hajoway, 2010). Rumus molekul ALA adalah C8H14O2S2 dengan
berat molekul 206,33 g/mol dan merupakan bahan serbuk mirip kristal yang
berwarna kekuningan yang larut dalam etanol, natrium klorida maupun air.
Apabila dikonsumsi peroral akan diabsorbsi sekitar 30% di dalam usus halus.
Absorbsi ALA akan menurun jika diberikan bersama makanan, hal ini
menunjukkan adanya potensi kompetisi antar substrat dalam makanan dengan
ALA (Islam, 2009).
Para peneliti pertama kali menemukan peranan penting ALA dalam
metabolisme tubuh manusia pada tahun 1951, sedangkan peranannya sebagai
antioksidan baru dikenal pada tahun 1988. ALA adalah asam lemak belerang,
pada awalnya diduga sebagai vitamin, akan tetapi pada kenyataannya ALA juga
diproduksi di dalam tubuh manusia. ALA merupakan kofaktor untuk
37
menghasilkan energi, sering dikenal dengan nama lipoamide yang juga disebut
sebagai lipoat dalam siklus energi di mitokondria. ALA akan mengaktifkan enzim
yang berperan pada molekul yang menghasilkan energi, seperti piruvat yang
didapat dari penghancuran produk dari asam amino. ALA juga secara natural
dapat dihasilkan dalam jumlah minimal pada tumbuhan maupun binatang
(Hajoway, 2010).
Prekursor Lipoic Acid (LA) adalah asam oktanoat, yang dibuat melalui
biosintesis asam lemak atau β-oksidasi asam lemak rantai panjang. Asam oktanoat
diperoleh dari thioester karier protein acyl menjadi amyda dari domain lipoyl
oleh enzim octanoyltransferase. Pusat-pusat sulfur di insersi pada atom karbon 6
dan ke-8 dari asam oktanoat melalui mekanisme metionin radikal s-adenocyl, oleh
enzim lipoyl sintase. Alpha-lipoic acid akan terbentuk lagi setiap kali protein
terdegradasi dari aksi enzim spesifik, yang disebut lypoamidase. Alpha-lipoic
acid bebas (free alpha lipoic acid) dapat melekat ke dalam domain lipoyl oleh
enzim protein lygase lipoate. Lygase lypoate diproduksi melalui ikatan enzim
adenylate lipoid intermediate (Hajoway, 2010).
Struktur biokimia LA terdiri dari dua thiol (sulfur), yang dapat teroksidasi
atau tereduksi. Bentuk tereduksi dikenal sebagai dihydrolipoicacid (DHLA),
sedangkan bentuk teroksidasi dikenal sebagai alpha lipoic acid. Alpha-lipoic acid
juga mengandung satu karbon asimetrik, yang berarti ada dua kemungkinan
isomer optik yang identik seperti bayangan cermin satu sama lain (R-LA dan S-
LA). Hanya R-isomer yang di sintesis dalam tubuh dan terikat pada protein.
38
Alpha-lipoic acid yang terikat protein dalam bentuk suplemen mungkin berisi baik
R-LA atau 50/50 (rasemat), campuran R-LA dan S-LA (Higdon, 2006).
Gambar 2.1 Struktur Chiral Alpha Lipoic Acid
(Sumber: Islam,2009)
ALA memiliki pusat chiral yang berarti dapat dijumpai dalam bentuk
imajinasi bayangan cermin (S- dan R-alpha-lipoic acid) yang tidak dapat
bersentuhan satu sama lainnya (Hajoway, 2010).
ALA akan bersifat sebagai antioksidan apabila ada kelebihan ALA dalam
sirkulasi tubuh dan dalam keadaan tidak terikat protein, akan tetapi pada
kenyataannya jumlahnya sangat sedikit. ALA juga secara alamiah dapat
dihasilkan dalam jumlah minimal pada tumbuhan maupun binatang kecuali sudah
diproses dalam bentuk suplemen secara oral maupun injeksi (Hajoway, 2010).
Apabila suplemen yang berisi free ALA diberikan pada tubuh maka akan
berfungsi sebagai antioksidan. Free ALA segera ditangkap oleh sel, dan di dalam
39
sel akan direduksi menjadi dihydrolipoic acid (DHLA). Hanya DHLA yang secara
langsung berefek sebagai antioksidan, sedangkan ALA diduga mempunyai efek
sebagai antioksidan secara tidak langsung (Higdon, 2006).
ALA adalah anti oksidan yang dapat bekerja baik di dalam sel (watery
part) maupun di luar sel (fatty part), bekerja dengan melindungi mitokondria dari
efek buruk radikal bebas. ALA dapat ditemukan di beberapa jenis makanan
seperti bayam, brokoli, tomat, peas, brewer’s yeast, brussel sprout, rice bran,
kentang, daging ginjal, daging liver, dan daging jantung. Sebenarnya tubuh
memproduksi asam lipoat untuk memenuhi fungsi metabolik dasar dengan cara
mengubah glukosa menjadi energi pada siklus krebs. (Winarsi, 2007). ALA
adalah kofaktor enzim dari beberapa kompleks enzim di dalam mitokondria yang
dapat mengkatalisis beberapa reaksi yang berhubungan dengan produksi energi,
misalnya mengkatalisis perubahan piruvat menjadi asetil koenzim A pada
kompleks enzim Pyruvat dehidrogenase. Sejak empat puluh tahun lalu, ahli
biologi menemukan bahwa ALA adalah antioksidan kuat yang dapat melawan
efek buruk dari radikal bebas pada berbagai penyakit, seperti penyakit jantung dan
liver, kanker, penuaan sel, dan lainnya (Berkson, 2007).
Lipoat atau bentuk dihidrolipoat dapat bereaksi dengan senyawa oksigen
reaktif seperti radikal superoksida (O2-), radikal hidroksil (-OH), HOCL, radikal
peroksil, dan oksigen singlet. Asam lipoat melindungi membran dengan cara
berinteraksi dengan vitamin C dan glutation, serta memanfaatkan kembali radikal
vitamin E. Di sisi lain, senyawa hidroksi lipoat ini juga menunjukkan aktivitas
prooksidan, yaitu dengan cara mereduksi Fe (Winarsi, 2007).
40
Fe3+ DHLA Fe2+
Fe2+ + H2O2 Fe3+ + OH- + HO.
Fe3+ + H2O2 Fe2+ + OOH. + OH-
ALA meregenerasi vitamin C dengan cara mereduksi bentuk
teroksidasinya menjadi bentuk tereduksi, begitu juga dengan radikal vitamin E
yang dapat diregenerasi secara langsung dengan cara mereduksinya atau secara
tidak langsung melalui bentuk tereduksi vitamin C. ALA meregenerasi glutation
dengan dua cara, yakni melalui peningkatan sistein uptake dari makanan, dan
melalui ekspresi enzim Gamma-Glutamyl Cystein Ligase (GCL) yang berperan
pada sintesa glutation (Hagen, 2012). Glutation dapat menstabilkan struktur
membran dengan cara menghilangkan atau meminimalkan pembentukan asil
peroksida dalam reaksi peroksidasi lipid. Glutation dalam sel eritrosit berperan
sebagai antioksidan untuk mencegah terjadinya oksidasi hemoglobin menjadi
methemoglobin (Winarsi, 2007).
Efek farmakologi ALA, terutama potensinya sebagai antioksidan, ketika
diaplikasikan ke dalam tubuh, ALA akan menampakkan efek seperti obat yang
berefek pada aktivitas antioksidan, misalnya saja dalam menurunkan kadar gula
darah. Secara in vitro, puncak aktivitas antioksidan ALA ditentukan oleh kadar
dan sifat-sifatnya. Dalam hal ini, ada empat sifat antioksidan ALA, yaitu sebagai
pengkelat logam, ROS scavenger, meregenerasi antioksidan endogen, dan
memperbaiki kerusakan oksidatif. ALA memiliki sifat-sifat unik, yaitu mampu
mencegah berkembangnya penyakit. Sebagai contoh, ALA dapat melindungi
hepar dari kerusakan yang disebabkan oleh alkohol, melindungi paru-paru dari
41
paparan asap rokok, memperbaiki penggunaan glukosa pada penderita diabetes
tipe 2, serta menekan neuropati dan katarak (Andreassen, 2001). Beberapa studi
yang dilakukan di Eropa menyatakan bahwa efek anti oksidan ALA dapat dipakai
sebagai suplemen untuk mengatasi berbagai penyakit, seperti hipertensi, CHD,
sindroma metabolik, diabetes, kanker pankreas, penyakit degeneratif, kerusakan
fungsi otak, glaukoma, dan katarak (Berkson, 2007).
ALA dipakai untuk pengobatan penyakit liver yang disebabkan oleh
keracunan jamur, alcohol-induced damage, intoksikasi metal, dan keracunan CCl4
. ALA sangat penting pada jalur metabolik sel hati (termasuk dalam
menghancurkan zat beracun), bekerja dengan cara mengikat radikal bebas dan
meningkatkan sintesa glutation yang merupakan antioksidan utama pada hati.
ALA juga dapat mengaktivasi pembentukan Protein Kinase B (PKB) yang dapat
mencegah apoptosis sel hati akibat kerusakan oksidatif (Hagen, 2012). Berbagai
pakar naturopatik di Jerman berpendapat bahwa ALA merupakan nutrisi penting
untuk hati. Dosis yang dipakai untuk mengatasi kerusakan hati adalah 200-400
mg/ 70 kgbb, tiga kali per hari, dan dikonsumsi pada saat perut kosong. ALA
sebaiknya dikonsumsi 1-2 jam sebelum makan, sebab jika tercampur dengan
makanan, puncak konsentrasi di plasma akan menurun sekitar 20-30% (Hagen,
2012).
ALA juga bermanfaat dalam sejumlah model stres oksidatif seperti injury
ischemia reperfusion, diabetes, pembentukan katarak, aktivasi HIV,
neurodegenerasi, dan injuri radiasi. ALA menghambat transkripsi redox-sensitive
42
transcription factors, yakni NF-kappa B yang berperan pada proses inflamasi
(Hagen, 2012).
Banyak bukti bahwa suplementasi ALA secara oral memicu suatu
kesatuan aktivitas biokimiawi yang unik dengan nilai farmakoterapeutik potensial
untuk mengatasi gangguan-gangguan patofisiologis. Konsumsi ALA dari
makanan belum ditemukan dapat menyebabkan peningkatan free-ALA dalam
plasma atau sel-sel manusia. Sebaliknya, pemberian suplemen ALA oral dapat
diabsorpsi lebih baik dan cepat, sehingga menyebabkan peningkatan kadar free-
ALA dalam plasma dan sel yang signifikan. Penelitian farmakokinetik pada
manusia menemukan bahwa sekitar 30%-40% dosis oral ALA (campuran 50/50
R-LA dan S-LA) diabsorpsi tubuh. Kadar ALA dalam plasma biasanya
memuncak dalam waktu satu jam atau kurang. ALA serta metabolitnya
dieksresikan terutama dalam urin (Higdon, 2006).
2.6.2 Efek ALA Terhadap Berat Badan dan Lemak
Walaupun mekanisme pasti masih belum dapat diketahui, ALA diketahui
memiliki efek yang signifikan terhadap penurunan berat badan dan mencegah
kenaikan berat badan. Dari penelitian yang dilakukan oleh Butler et al., pada
tahun 2009, didapatkan korelasi positif antara dosis ALA dengan efek penurunan
berat badan. Penurunan berat badan ini kemungkinan besar disebabkan adanya
efek anoreksia dari terapi ALA. (Seo et al., 2012). Efek penurunan nafsu makan
tersebut terutama dijumpai pada 2 minggu awal pemberian ALA dan akan
menghilang secara gradual (Butler et al., 2009). Supplementasi ALA juga
43
diketahui dapat menurunkan berat lemak viseral (Timmers et al., 2010). Wang et
al., mendapati adanya peningkatan biogenesis mitokondria dan oksidasi asam
lemak pada otot skeletal. Oksidasi asam lemak akan menyebabkan penggunaan
lemak sebagai energi dalam bentuk ATP, sehingga berat lemak tubuh baik
subkutan maupun viseral dapat bekurang.
Koh et al. (2011) melakukan penelitian terhadap 360 penderita obesitas
dan mendapati efek signifikan terhadap penurunan berat badan pada grup yang
diberikan suplementasi ALA dengan dosis 600mg dan 1200mg dibandingkan
dengan kontrol. Penurunan berat badan berkorelasi positif dengan dosis ALA
yang diberikan.
Carbonelli et al. (2010) mendapatkan penurunan masa lemak tubuh,
penurunan IMT dan lingkar perut pada penderita overweight yang diberikan ALA
dengan dosis 800 mg selama 4 bulan.
Selain efek terhadap penurunan berat badan, diketahui juga bahwa ALA
mampu memperbaiki profil lipid, termasuk penurunan total kolesterol, trigliserida,
LDL, dan meningkatkan HDL (Zhang et al., 2011).
Efek penurunan berat badan dari ALA disebabkan oleh hambatan pada
aktivitas AMP kinase pada hypothalamus. (Kim et al., 2004). AMP kinase
(AMPK) adalah pengatur utama pada metabolisme glukosa dan lipid pada sel.
AMPK akan diaktivasi ketika energi seluler habis. Aktivasi AMPK pada otot
skeletal akan meningkatkan pengambilan glukosa (Hayasi et al., 2000). Aktivasi
AMPK juga akan meningkatkan oksidasi asam lemak bebas melalui hambatan
pada acetyl-coenzyme A carboxylase.
44
AMPK yang teraktivasi akan memberikan sinyal rasa lapar, dan membuat
subjek memiliki rasa ingin makan. Pemberian ALA diketahui akan menghambat
aktivasi AMP kinase pada hipotalamus sehingga menghambat rasa lapar (Kola,
2008). ALA dapat menstimulasi transport glukosa dan sintesa ATP pada jaringan
perifer, dan dapat menghambat aktivasi AMP kinase melalui peningkatan
pengambilan glukosa oleh sel hipotalamus (Kim et al., 2004).
ALA juga diketahui memiliki efek lipolisis. Hormone sensitive lipase
(HSL) adalah lipase intraseluler yang mampu menghidrolisis triasilgliserol,
diasilgliserol, monoasilgliserol, dan kolesterol-ester. Enzim ini berfungsi untuk
memobilisasi cadangan lemak menjadi energi (Kolehmainen et al., 2002). ALA
mampu meningkatkan fosforilasi HSL yang akan memecah lemak menjadi energi
dan mengurangi masa lemak subkutan maupun viseral (Watt et al., 2006;
Fernandez et al., 2012).
2.7 Hewan Coba
2.7.1 Penggunaan tikus ( Rattus Norvegicus) di laboratorium
Penggunaan tikus atau rat ( Rattus Norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya
dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan
cocok untuk berbagai macam penelitian. Terdapat beberapa galur atau varietas
tikus yang memiliki kekhususan tertentu antara lain galur Sprague-dawley yang
berwarna albino putih berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada
badannya dan galur Wistar yang ditandai dengan kepala besar dan ekor
lebih pendek (Malole dan Pramono, 1989).
45
Gambar 2.2 Rattus norvegicus galur wistar
Tikus ( Rattus norvegicus ) galur wistar lebih besar dari famili tikus
umumnya dimana tikus ini dapat mencapai 40 cm diukur dari hidung sampai
ujung ekor dan berat 140-500 gram. Tikus betina biasanya memiliki ukuran lebih
kecil dari tikus jantan dan memiliki kematangan seksual pada umur 4 bulan dan
dapat hidup selama 4 tahun ( Kusumawati, 2004)
Dibandingkan dengan tikus liar, tikus laboratorium lebih cepat menjadi
dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih mudah
berkembang biak. Jika tikus liar dapat hidup dapat hidup 4-5 tahun, tikus
laboratorium jarang hidup lebih dari 3 tahun (Smith and Mangkoewidjojo, 1988).
Umumnya berat tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat tikus
liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 gram, dan berat dewasa
rata-rata 200-250 gram, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Tikus jantan tua
dapat mencapai 500 gram, tetapi tikus betina jarang lebih dari 350 gram. Tikus
putih (Rattus norvegicus) galur Wistar merupakan salah satu hewan percobaan
yang biasa digunakan dalam berbagai penelitian. Hewan ini telah banyak
diketahui baik sifat, karakteristik, serta struktur anatominya dan zat gizi yang
diperlukannya hampir sama dengan manusia (Smith and Mangkoewidjojo, 1988).
46
Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain. Tikus
tidak dapat muntah, karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus
bermuara ke dalam lambung dan tikus tidak mempunyai kandung empedu (Smith
and Mangkoewidjojo, 1988).
2.7.2 Pemantauan Keselamatan Tikus di Laboratorium
Pemantauan keselamatan tikus di laboratorium (Smith and
Mangkoewidjojo, 1988; Ngatidjan, 2006 ) antara lain :
a. Kandang tikus harus cukup kuat tidak mudah rusak, mudah dibersihkan
(satu kali seminggu), mudah dipasang lagi, hewan tidak mudah lepas, harus
tahan gigitan dan hewan tampak jelas dari luar. Alas tempat tidur harus
mudah menyerap air pada umumnya dipakai serbuk gergaji atau sekam padi.
b. Menciptakan suasana lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan
fisiologi tikus.(suhu, kelembaban dan kecepatan pertukaran udara yang
ekstrim harus dihindari).
c. Untuk tikus dengan berat badan 200-300 gram luas lantai tiap ekor tikus
adalah 600 cm2, tinggi 20,0 cm.
d. Tikus harus diperlakukan dengan kasih saying
2.7.3 Tikus Obesitas
Kriteria obesitas pada tikus bisa didapatkan dengan perhitungan :
47
- Indeks Massa Tubuh
BB (gram) IMT = ___________________________________________
Panjang nasoanal (cm) x Panjang nasoanal (cm)
Tikus dinyatakan obesitas jika nilai IMT > 0,68 (Novelli et al., 2007)
- Kriteria Lee
Indeks Obesitas Lee = √Berat Badan (gram) x 10 ─────────────── Panjang naso anal (mm)
Tikus dinyatakan obesitas jika nilai indeks obesitas Lee > 0,3 (Campos et
al., 2008). Untuk penelitian ini dipakai kriteria obesitas menurut Lee. Dengan
perhitungan menggunakan indeks obesitas Lee, berat badan tikus dewasa usia 4-5
bulan rata-rata yang dinyatakan sebagai obesitas adalah lebih dari 250 gram.
Semua subjek penelitian diinduksi menjadi obesitas dengan diet tinggi kalori
(tinggi karbohidrat dan tinggi lemak) ad libitum selama delapan minggu. Berat
badan tikus diukur dengan timbangan dan untuk panjang naso anal tikus diukur
dengan sentimeter dimana tikus ditenangkan terlebih dahulu, dalam keadaan
punggung tikus lurus kemudian diukur panjang naso anal.
2.7.4 Aktivitas Fisik Pada Tikus
Berdasarkan penelitian, waktu latihan intensitas berat pada tikus sehingga
timbul kelelahan (tenggelam) didapatkan lama waktunya 60 menit (Jawi, 2002).
Menurut Pangkahila (2009), latihan intensitas sedang adalah 30% dari intensitas
berat. Jadi 30% x 60 menit = 18 menit. Sehingga diperlukan sekitar 18 menit (di-
bulatkan 20 menit). Vitariana (2010) melakukan penelitian untuk mencari waktu
48
yang tepat dalam menentukan waktu latihan untuk intensitas sedang. Dalam
percobaan tersebut didapatkan waktu latihan selama 60 menit tikus tampak
mengalami kelelahan dan mau tenggelam; dalam waktu 30 menit tikus tampak
mengalami kelelahan; dalam waktu 20 menit tikus masih bisa berenang tapi tidak
mengalami kelelahan.
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTHESIS
3.1 Kerangka Berpikir
Berdasarkan teori yang dikemukakan diatas, salah satu penyebab dari
obesitas adalah karena adanya ketidakseimbangan energi, antara energi yang
dikonsumsi dengan energi yang dipakai. Energi yang dikonsumsi didapatkan dari
makanan yang masuk ke dalam tubuh, dapat berupa karbohidrat, protein, maupun
lemak. Sedangkan pemakaian energi (energy expenditure) bergantung pada energi
untuk fungsi fisiologis dasar, energi untuk memproses makanan dan aktivitas
fisik.
Kelebihan berat badan dan obesitas adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh multifaktor, diantaranya adalah akibat kelebihan konsumsi energi yang
didapatkan dari makanan maupun minuman, serta kurangnya aktivitas fisik untuk
menjaga keseimbangan energi.
WHO menyatakan definisi kelebihan berat badan jika IMT ≥ 25, dan
dinyatakan obesitas jika IMT ≥ 30. Sedangkan pedoman di Asia pasifik, dikatakan
kelebihan berat badan jika IMT ≥ 23 dan obesitas jika ≥ 25.
Aktivitas fisik sangat berperan dalam menjaga keseimbangan energi di
dalam tubuh kita. Olah raga merupakan salah satu bagian dari aktivitas fisik. Olah
raga maupun aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur memiliki banyak
manfaat seperti menjaga kesehatan jantung dan organ tubuh lainnya, namun juga
memiliki dampak yang sangat besar dalam menjaga dan menurunkan berat badan.
49
50
Selain aktivitas fisik, diketahui pemberian supplementasi dengan zat
tertentu maupun dengan pengobatan medikamentosa dapat membantu
menurunkan berat badan. Alpha lipoic acid atau ALA merupakan senyawa
antioksidan yang memiliki efek membantu menurunkan berat badan.
Efek penurunan berat badan dari ALA disebabkan oleh hambatan pada
aktivitas AMP kinase pada hypothalamus. AMP kinase (AMPK) adalah pengatur
utama pada metabolisme glukosa dan lipid pada sel. AMPK akan diaktivasi ketika
energi seluler habis. Aktivasi AMPK pada otot skeletal akan meningkatkan
pengambilan glukosa. Aktivasi AMPK juga akan meningkatkan oksidasi asam
lemak bebas melalui hambatan pada acetyl-coenzyme A carboxylase.
AMPK yang teraktivasi akan memberikan sinyal rasa lapar, dan membuat
subjek memiliki rasa ingin makan. Pemberian ALA diketahui akan menghambat
aktivasi AMP kinase pada hipotalamus sehingga menghambat rasa lapar. ALA
dapat menstimulasi transport glukosa dan sintesa ATP pada jaringan perifer, dan
dapat menghambat aktivasi AMP kinase melalui peningkatan pengambilan
glukosa oleh sel hipotalamus.
ALA juga diketahui memiliki efek lipolisis. Hormone sensitive lipase
(HSL) adalah lipase intraseluler yang mampu menghidrolisis triasilgliserol,
diasilgliserol, monoasilgliserol, dan kolesterol-ester. Enzim ini berfungsi untuk
memobilisasi cadangan lemak menjadi energi (Kolehmainen et al., 2002). ALA
mampu meningkatkan fosforilasi HSL yang akan memecah lemak menjadi energi
dan mengurangi masa lemak subkutan maupun viseral (Watt et al., 2006;
Fernandez et al., 2012).
51
3.2 Konsep Penelitian
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
.
Faktor Eksternal:
- Gaya Hidup
- Konsumsi
makanan
- Aktivitas Fisik
- Lingkungan
-Pemberian Alpha Lipoic Acid
-Latihan Intensitas Sedang
Faktor Internal:
- Umur - Jenis kelamin - IMT - Kebugaran Fisik - Genetik - Hormonal
Tikus Wistar Jantan Obesitas
- Penurunan berat badan
- Penurunan lemak subkutan abdominal
- Penurunan lemak i l bd i l
52
3.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir dan kerangka konsep diatas, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
1. Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang dapat
menurunkan berat badan lebih banyak daripada latihan fisik intensitas
sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas.
2. Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang dapat
menurunkan berat lemak subkutan abdominal lebih banyak daripada
latihan fisik intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan
obesitas.
3. Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang dapat
menurunkan berat lemak visceral abdominal lebih banyak daripada latihan
fisik intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan Penelitian merupakan penelitian eksperimental dengan
rancangan post test only control group design (Federer, 2008). Skema penelitian
digambarkan sebagai berikut : P0
P1
P2
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Keterangan:
P : Populasi
S : Sampel
R : Randomisasi Sampel
P0 : Perlakuan kelompok kontrol dengan makanan standard setelah tikus
menjadi obesitas
P1 : Perlakuan kelompok perlakuan dengan makanan standard dan latihan
fisik intensitas sedang setelah tikus menjadi obesitas
P S R
O1
O2
O3
53
54
P2 : Perlakuan kelompok perlakuan dengan makanan standard dan latihan
fisik intensitas sedang dan pemberian ALA setelah tikus menjadi obesitas
O1 : Observasi berat badan, lemak subkutan abdominal dan lemak viseral
abdominal kelompok kontrol post test
O2 : Observasi berat badan, lemak subkutan abdominal dan lemak viseral
abdominal kelompok perlakuan 1 post test
O3 : Observasi berat badan, lemak subkutan abdominal dan lemak viseral
abdominal kelompok perlakuan 2 post test
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. Penelitian dilaksanakan dalam waktu
13 minggu, yang terdiri dari :
Minggu 1 : adaptasi tikus dan persiapan
Minggu 2 – 9 : perlakuan tikus sehingga menjadi obesitas
Minggu 10 – 13 : perlakuan pada tikus dan pengukuran berat badan tiap minggu
Minggu 14 : satu hari untuk penimbangan berat badan, berat lemak subkutan dan
viseral abdominal post perlakuan.
55
4.3 Populasi dan Kriteria Sampel Penelitian
4.3.1 Sampel penelitian
Dalam penelitian ini digunakan tikus dengan kriteria sebagai berikut :
tikus putih (Rattus Norvegicus) galur Wistar, jantan, dewasa yang sehat, obesitas
(berat lebih dari 250 gram) , berumur 4-5 bulan.
4.3.2 Kriteria Sampel
1. Kriteria inklusi
Kriterian inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tikus putih (
Rattus Norvegicus) galur Wistar , jantan, sehat, umur 4-5 bulan dan obesitas
dengan berat badan minimal 250 gram .
2. Kriteria drop out
Tikus putih sakit atau mati.
4.3.3 Besar Sampel
Pada penelitian ini perhitungan jumlah sampel dihitung dengan
menggunakan rumus Federer (2008)
Keterangan :
n = jumlah sampel
t = jumlah perlakuan
Perhitungan :
(n – 1) x (3 – 1) ≥15
(n – 1) x 2 ≥15
(n – 1) x (t – 1) ≥15
56
2n – 2 ≥15
2n ≥17
n ≥ 8.5
Untuk mengantisipasi adanya sampel yang drop out maka ditambah 10%,
sehingga jumlah cadangan tikus = 10% x 8.5 = 0.85 ≈ 1 ekor. Jadi sampel yang
diperlukan adalah 10 ekor per kelompok, sehingga jumlah sampel yang diperlukan
untuk 3 kelompok perlakuan adalah 30 ekor.
4.4. Variabel Penelitian
4.4.1. Klasifikasi Variabel
1. Variabel bebas : ALA dan latihan fisik intensitas sedang.
2. Variabel tergantung: berat badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat
lemak viseral abdominal.
3. Variabel kendali : diet tinggi kalori , jenis tikus, umur tikus, galur Wistar, berat
badan tikus, panjang naso-anal tikus, jenis kelamin tikus putih .
4.4.2 Definisi Operasional
1. ALA 100 mg adalah dosis antioksidan Alpha Lipoic Acid dengan merk dagang
Alpha Lipoic Acid® dari GNC dalam bentuk tereduksinya yakni Dihidro
Lipoic Acid (DHLA) dengan sisi R-Isomer yang dapat mereduksi radikal
bebas dalam darah. Dosis yang diberikan mengikuti penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Seo et al. (2012) yaitu 0.5% wt./wt. berat badan. Dengan
perhitungan dari indeks Lee didapatkan berat badan tikus yang obesitas
adalah kira-kira 250 gram. Dengan demikian, dosis yang diberikan adalah
57
0.5% wt./wt. ALA x 250 gram = 15 mg perhari. ALA diberikan per sonde
(force feeding) satu kali sehari.
2. Latihan Intensitas sedang Latihan intensitas sedang meliputi;
a. Renang di dalam ember berdiameter 35 cm, dengan kedalaman air
20 cm.
b. Frekuensi : setiap hari.
c. Durasi : selama 20 menit. Berdasarkan penelitian waktu latihan
intensitas berat pada tikus sehingga timbul kelelahan (tenggelam) didapatkan
lama waktunya 60 menit (Jawi, 2002). Untuk latihan intensitas sedang; 30%
dari intensitas berat. Jadi 30% x 60 menit = 18 menit. Sehingga diperlukan
sekitar 18 menit (dibulatkan 20 menit) (Pangkahila, 2009). Pada Penelitian
pendahuluan untuk mencari waktu yang tepat dalam menentukan waktu latihan
untuk intensitas sedang dalam percobaan mencit direnangkan didapatkan
bahwa waktu latihan selama 60 menit tikus tampak mengalami kelelahan dan
mau tenggelam; dalam waktu 30 menit tikus tampak mengalami kelelahan;
dalam waktu 20 menit tikus masih bisa berenang tapi tidak mengalami
kelelahan (Vitariana, 2010).
3. Berat badan, diukur dengan timbangan tikus merk Tanita.
4. Berat lemak abdomen adalah berat lemak viseral dan berat lemak subkutan
abdomen.
5. Berat lemak viseral abdomen adalah lemak yang terdapat di daerah
intraperitoneal, mencakup lemak omental dan mesenterik, diukur dengan
timbangan merk Sartorius yang memiliki kepekaan sampai dengan 0,0001.
58
6. Berat lemak subkutan abdomen adalah lemak yang terdapat di lapisan subkutan
di daerah di antara ruas tulang punggung thoracalis dan ruas tulang punggung
coccygeal, diukur dengan timbangan merk Sartorius yang memiliki kepekaan
sampai dengan 0,0001.
7. Tikus wistar jantan adalah hewan percobaan tikus jenis Rattus norvegicus, galur
wistar, jenis kelamin jantan, yang sehat, berusia 4-5 bulan dengan berat kira-
kira 250 gram (kriteria indeks Lee >0.3).
8. Diet tinggi karbohidrat dan lemak adalah diet yang terdiri dari karbohidrat 55%,
lemak 35%, protein 10% yang didapat dari Laboratorium Farmakologi
Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
4.5 Alat dan Bahan Penelitian
1. ALA dengan merk dagang Alpha Lipoic Acid ® 100mg GNC
2. Gliserin
3. Diet tinggi karbohidrat dan lemak yang terdiri dari: karbohidrat 55%, lemak
35%, protein 10% yang didapat dari Laboratorium Farmakologi Universitas
Udayana, Denpasar, Bali.
4. Sonde
5. Timbangan tikus merk Tanita
6. Timbangan merk Sartorius
7. Buku untuk mencatat data
8. Ember dan air
59
4.6 Prosedur Penelitian
4.6.1 Sebelum Perlakuan
1. Dari populasi tikus Wistar, dipilih 30 ekor tikus yang sesuai dengan kriteria
inklusi untuk dijadikan sampel. Tikus sampel ini diadaptasikan terlebih dahulu
selama 7 hari.
2. Kandang yang digunakan untuk memelihara tikus percobaan berupa bak plastik
berukuran 50x40x20 cm dan pada bagian atas diberi penutup kawat, di dalam
kandang terdapat tempat makanan dan botol minuman, serta pada dasar bak
diberikan sekam padi untuk menyerap kotoran tikus. Setiap kandang berisi satu
ekor tikus.
3. Semua tikus percobaan diaklimatisasi di Laboratorium Patologi Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Tikus di kandangkan dan diberikan
makanan tinggi kalori sehari dua kali selama 60 hari, dan diberi minum secara ad
libitum juga.
4. Tikus ditempatkan pada kondisi 12 jam pada pagi hari tanpa lampu, sedangkan
pada 12 jam berikutnya (malam hari) diberi penerangan berupa lampu kuning 10
watt. Suhu kandang dijaga pada kisaran suhu 25°C dan kelembaban 70%,
kebersihan dan kenyamanan kandang harus selalu dijaga dan tikus diperlakukan
dengan kasih sayang.
5. Selama 8 minggu, ketiga kelompok tikus akan diberikan diet tinggi lemak
tinggi karbohidrat dengan komposisi karbohidrat 55%, lemak 35%, protein 10%
60
yang didapat dari Laboratorium Farmakologi Universitas Udayana, Denpasar,
Bali.
4.6.2 Pelaksanaan Penelitian
1. Setelah 8 minggu, akan didapatkan tikus obese dengan berat badan lebih dari
250 gram. Kemudian tikus dibagi menjadi 3 kelompok (masing-masing 10 ekor
tikus) secara random dan makanan ketiga kelompok tikus tersebut diganti
menjadi makanan standar.
P0 (kelompok kontrol) : tidak mendapat perlakuan apapun selama 4 minggu.
P1 (kelompok 1) : tikus melakukan latihan fisik intensitas sedang berupa
renang di dalam ember berisi air dengan durasi 20 menit setiap hari selama 4
minggu.
P2 (kelompok 2) : tikus melakukan latihan fisik intensitas sedang berupa
renang di dalam ember berisi air dengan durasi 20 menit setiap hari dan
diberikan ALA personde satu kali sehari dengan dosis 15mg setiap hari selama
4 minggu.
2. Setelah 4 minggu pada ketiga kelompok dilakukan penimbangan berat badan
dengan menggunakan timbangan Taniata. Setelah dilakukan penimbangan,
ketiga kelompok tikus dibunuh dengan cara dianestesi secara inhalasi dengan
chloroform. Setelah itu dilakukan pembedahan, dimana rongga abdomen
dibuka, dicari, dan dipisahkan lemak subkutan abdominal yang terdapat di
lapisan subkutan di daerah di antara ruas tulang punggung thoracalis dan ruas
61
tulang punggung coccygeal, kemudian diukur dengan timbangan merek
Sartorius. Untuk lemak viseral abdominal diambil lemak yang terdapat di
daerah intraperitoneal, mencakup lemak omentum dan mesenterik, diukur
dengan timbangan merk Sartorius.
62
4.7 Alur Penelitian
Gambar 4.2 Alur Penelitian
Adaptasi selama tujuh hari
Kontrol
Kelompok 1
Tikus diberi diet standar setiap hari selama 28 hari
Tikus diberi diet standar dan latihan fisik intensitas sedang selama 28 hari
Berat badan Berat Lemak Subkutan Abdominal Berat Lemak Viseral Abdominal
Analisis Data
Tikus diberi diet tinggi kalori selama 8 minggu
Pemilihan tikus yang memenuhi syarat obesitas
Tikus Wistar
(Hewan Coba)
Tikus diberi diet standar, latihan fisik intensitas sedang dan ALA selama 28 hari
Kelompok 2
63
4.8. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah sebagai berikut:
Data yang diperoleh dari penelitian akan dianalisis dan diolah dengan
langkah – langkah sebagai berikut :
1. Analisis deskriptif
Semua data dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan
sebagai dasar untuk statistik analistik ( uji hipotesis ) untuk mengetahui
karakteristik data yang dimiliki.
2. Analisis normalitas
Data uji normalitas dengan menggunakan Shaphiro – wilk karena sampel
yang digunakan kurang dari 30 sampel. Data berdistribusi normal
(p>0,05).
3. Uji homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan homogenity of variance test dengan
Lavene’s test dan bersifat homogen (nilai p>0,05).
4. Uji komparasi untuk mengetahui perbedaan rerata berat badan, berat
lemak subkutan dan lemak viseral abdominal antar kelompok sesudah
perlakuan dengan ketentuan sebagai berikut :
Data berdistribusi normal (p>0,05) dan homogen kemudian dilakukan
analisis komparabilitas dengan T-independence test, analisi kemaknaan
dengan one way Annova test dan dilanjutkan dengan LSD untuk
mengetahui perbedaan individual antar kelompok
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan
completely randomized menggunakan Post-test only Control Group Design yang
menggunakan 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan, galur Wistar, sehat,
umur 4-5 bulan dan obesitas dengan berat badan minimal 250 gram yang terbagi
menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing berjumlah 10 ekor tikus, yaitu
kelompok kontrol (P0) tidak mendapat perlakuan apapun, kelompok perlakuan 1
(P1) yang diberikan latihan fisik intensitas sedang berupa renang di dalam ember
berisi air dengan durasi 20 menit setiap hari selama 4 minggu, dan kelompok
perlakuan 2 (P2) yang diberikan latihan fisik intensitas sedang berupa renang di
dalam ember berisi air dengan durasi 20 menit setiap hari dan diberikan ALA
personde satu kali sehari dengan dosis 15 mg setiap hari selama 4 minggu. Hasil
penelitian ini kemudian dianalisis dan disajikan menggunakan hasil analisis
deskriptif, normalitas data, homogenitas data, dan uji komparabilitas.
5.1 Analisis Deskriptif
Rerata berat badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat lemak
viseral abdominal setelah 4 minggu perlakuan (posttest). Hasil analisis deskriptif
berat badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat lemak viseral abdominal
pada masing-masing kelompok disajikan pada Tabel 5.1.
64
65
Tabel 5.1
Hasil Analisis Deskriptif Data
Variabel Kelompok
Subjek N
Rerata
(gram) SB
Minimum
(gram)
Maksimum
(gram)
Berat badan
P0 10 279,10 5,84 269 286 P1 10 257,90 10,31 243 279 P2 10 213,90 8,92 201 231
Berat lemak subkutan
abdominal
P0 10 1,99 0,49 1,3 2,9 P1 10 1,46 0,31 1,0 2,0 P2 10 0,66 0,24 0,3 0,9
Berat lemak viseral
abdominal
P0 10 2,19 0,76 1,1 3,2 P1 10 1,46 0,49 0,9 2,4 P2 10 0,79 0,46 0,3 1,6
Gambar 5.1
Perbandingan Rerata Berat Badan antar Kelompok
66
Gambar 5.2
Perbandingan Rerata berat Lemak Subkutan Abdominal antar Kelompok
Gambar 5.3
Perbandingan Rerata Berat Lemak Viseral Abdominal antar Kelompok
67
5.2 Uji Normalitas Data
Rerata berat badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat lemak
viseral abdominal setelah 4 minggu perlakuan (posttest) diuji normalitasnya
dengan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data berdistribusi normal
(p>0,05) (Tabel 5.2).
Tabel 5.2
Hasil Uji Normalitas Data Antar Kelompok
Variabel Kelompok
Subjek N p Keterangan
Berat badan
P0 10 0,309 Normal
P1 10 0,429 Normal
P2 10 0,871 Normal
Berat lemak subkutan
abdominal
P0 10 0,713 Normal
P1 10 0,940 Normal
P2 10 0,068 Normal
Berat lemak viseral
abdominal
P0 10 0,464 Normal
P1 10 0,341 Normal
P2 10 0,061 Normal
n = jumlah sampel; p = taraf signifikansi
5.3 Uji Homogenitas Data antar Kelompok
Rerata berat badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat lemak
viseral abdominal setelah 4 minggu perlakuan (posttest) diuji homogenitasnya
dengan menggunakan uji Lavene’s test. Hasil menunjukkan bahwa varian data
hasil penelitian adalah homogen (p>0,05). Data disajikan pada Tabel 5.3.
68
Tabel 5.3
Hasil Uji Homogenitas Data Antar Kelompok
Variabel N p Keterangan
Berat badan 30 0,576 Homogen
Berat lemak subkutan abdominal 30 0,094 Homogen
Berat lemak viseral abdominal 30 0,072 Homogen
N = jumlah sampel; p = taraf signifikansi
5.4 Uji Komparabilitas
Analisis komparabilitas ini bertujuan untuk membandingkan rerata berat
badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat lemak viseral abdominal
setelah 4 minggu perlakuan (posttest). Hasil analisis kemaknaan diuji dengan uji t-
independence pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4
Rerata Nilai Variabel antar Kelompok Sesudah Perlakuan
Variabel Kelompok Subjek N Rerata
(gram) SB F p
Berat badan P0 10 279,10 5,84 P1 10 257,90 10,31 150,776 0,000 P2 10 213,90 8,92
Berat lemak subkutan abdominal
P0 10 1,99 0,49 P1 10 1,46 0,31 34,029 0,000 P2 10 0,66 0,24
Berat lemak viseral abdominal
P0 10 2,19 0,76 P1 10 1,46 0,49 14,110 0,000 P2 10 0,79 0,46
SB = Simpangan Baku; F = F-test; p = signifikansi
Tabel 5.4 menunjukkan rerata berat badan sesudah 4 minggu perlakuan
kelompok kontrol (P0) adalah 279,10±5,84 gram, pada kelompok P1 adalah
69
257,90±10,31 gram, dan pada kelompok P2 adalah 213,90±8,92 gram. Analisis
kemaknaan dengan One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F= 150,776 dan
nilai p= 0,000. Rerata berat lemak subkutan abdominal sesudah 4 minggu
perlakuan kelompok kontrol (P0) adalah 1,99±0,49 gram, pada kelompok P1
adalah 1,46±0,31 gram, dan pada kelompok P2 adalah 0,66±0,24 gram. Analisis
kemaknaan dengan One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F= 34,029 dan
nilai p= 0,000. Rerata berat lemak viseral abdominal sesudah 4 minggu perlakuan
kelompok kontrol (P0) adalah 2,19±0,76 gram, pada kelompok P1 adalah
1,46±0,49 gram, dan pada kelompok P2 adalah 0,79±0,46. Analisis kemaknaan
dengan One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F= 14,110 dan nilai p= 0,000.
Hal ini berarti rerata berat badan, berat lemak subkutan abdominal, dan
berat lemak viseral abdominal setelah 4 minggu perlakuan (posttest) antar
kelompok kontrol (P0), kelompok perlakuan 1 (P1) dan kelompok perlakuan 2
(P2) berbeda sangat bermakna (p<0,01). Uji lanjutan untuk mengetahui perbedaan
individual antar kelompok dengan menggunakan Least Significance Difference
(LSD) test (Tabel 5.5).
70
Tabel 5.5
Analisis LSD Perbandingan Rerata Variabel antar Kelompok
Variabel Kelompok I Kelompok II Rerata Perbedaan p
Berat badan
P0 P1 21,200* 0,000 P2 65,200* 0,000
P1 P0 -21,200* 0,000 P2 44,000* 0,000
P2 P0 -65,200* 0,000 P1 -44,000* 0,000
Berat lemak subkutan abdominal
P0 P1 0,5300* 0,003 P2 1,3300* 0,000
P1 P0 -0,5300* 0,003 P2 0,8000* 0,000
P2 P0 -1,3300* 0,000 P1 -0,8000* 0,000
Berat lemak viseral abdominal
P0 P1 0,7300* 0,010 P2 1,4000* 0,000
P1 P0 -0,7300* 0,010 P2 0,6700* 0,017
P2 P0 -1,4000* 0,000 P1 -,6700* 0,017
*Berbeda bermakna (p<0,05) secara statistik diuji menggunakan Least Significaance Difference Test (LSD)
Hasil analisis lanjutan menggunakan LSD menunjukkan bahwa ketiga
kelompok memiliki rerata berat badan, berat lemak subkutan abdominal dan berat
lemak viseral abdominal yang berbeda setelah 4 minggu perlakuan (p<0,05). Hasil
ini menunjukkan bahwa rerata berat badan dan berat lemak viseral abdominal
pada kelompok P0 adalah yang paling tinggi, disusul oleh kelompok P1 dan
kelompok P2 memiliki rerata berat badan dan berat lemak viseral abdominal yang
paling rendah.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Subyek Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan metode
Posttest Only Control Group Design. Data dikumpulkan dari 30 ekor tikus putih
(Rattus norvegicus) jantan, galur Wistar, sehat, umur 4-5 bulan dan obesitas
dengan berat badan minimal 250 gram. Penelitian dilakukan di Laboratory
Animal Unit Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Semua tikus yang memenuhi kriteria obesitas sebanyak 30 ekor tikus dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol (P0) tidak mendapat perlakuan
apapun, kelompok perlakuan 1 (P1) yang diberikan latihan fisik intensitas sedang
berupa renang di dalam ember berisi air dengan durasi 20 menit setiap hari selama
4 minggu, dan kelompok perlakuan 2 (P2) yang diberikan latihan fisik intensitas
sedang berupa renang di dalam ember berisi air dengan durasi 20 menit setiap hari
dan diberikan ALA personde satu kali sehari dengan dosis 15 mg setiap hari
selama 4 minggu. Setelah 4 minggu perlakuan dilakukan pemeriksaan berat
badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat lemak viseral abdominal.
Penggunaan tikus sebagai subjek disebabkan karena tikus merupakan
hewan yang memiliki banyak persamaan secara biologis terhadap manusia. Tikus
merupakan salah satu hewan coba dalam penelitian berbasis percobaan nutrisi.
Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain, yaitu bahwa
tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat
71
72
esofagus yang bermuara ke dalam lambung, serta tidak memiliki kantong empedu.
Karakteristik tikus yaitu tidak memiliki kantung empedu, tidak dapat
memuntahkan kembali isi perutnya, tidak pernah berhenti tumbuh, namun
kecepatannya akan menurun setelah berumur 100 hari. Penggunaan tikus Wistar
(Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna mudah
dipelihara dan cocok untuk berbagai macam penelitian. Sedangkan penggunaan
tikus Wistar berjenis kelamin jantan dikarenakan tikus jantan tidak terpengaruh
oleh siklus menstruasi seperti pada tikus Wistar betina, dimana pada tikus yang
menstruasi akan terjadi perubahan hormonal yang akan memberi efek pada berat
badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat lemak viseral abdominal
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
6.2 Pengaruh Latihan Fisik Intensitas Sedang Terhadap Berat Badan,
Berat Lemak Subkutan Abdominal, dan Berat Lemak Viseral Abdominal
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan berat badan yang
signifikan sesudah 4 minggu perlakuan yaitu pada kelompok kontrol (P0) adalah
279,10±5,84 gram dan pada kelompok P1 adalah 257,90±10,31 gram (p<0,01).
Selain itu, rerata berat lemak subkutan abdominal juga mengalami penurunan
sesudah 4 minggu perlakuan jika dibandingkan pada kelompok kontrol (P0)
adalah 1,99±0,49 gram dan pada kelompok P1 adalah 1,46±0,31 gram (p<0,01).
Rerata berat lemak viseral abdominal sesudah 4 minggu perlakuan kelompok
kontrol (P0) adalah 2,19±0,76 gram dan pada kelompok P1 adalah 1,46±0,49
gram (p<0,01).
73
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya oleh Amalia (2005) yang menunjukkan bahwa latihan fisik secara
teratur yang dilakukan minimal 6 sampai 8 minggu dengan durasi latihan minimal
30 menit akan menyebabkan penurunan berat badan dengan rerata 1,8 kg. Selain
itu, penelitian lain menunjukkan hasil yang serupa bahwa ada hubungan antara
aktivitas fisik dengan penurunan berat badan (p=0,000) (Febrina, 2007).
Perlakuan latihan fisik (renang) selama 18 minggu pada tikus menunjukkan
bahwa latihan lebih banyak menyebabkan penurunan berat badan. Penurunan
berat badan sebagai pengaruh dari olahraga bersamaan dengan penurunan massa
lemak, lingkar perut, dan kadar kolesterol (Sudibjo, 2009). Purwanto (2011)
menyatakan bahwa dalam kurun waktu 12 minggu setelah melakukan senam
aerobik, persentase lemak badan menurun secara bermakna sebesar 3,42%.
Aktivitas otot merupakan salah satu jalan untuk memindahkan lemak dari
jaringan adipose kemudian membakarnya menjadi energi di otot (Irving et al.,
2008). Pelatihan fisik dapat mengurangi presentasi lemak tubuh dan
meningkatkan massa otot, serta meningkatkan presentasi jaringan non-lemak.
Selain itu disebutkan pula bahwa program olahraga aerob dapat mengurangi risiko
penyakit yang dihubungkan dengan obesistas (Sheerwood, 2012).
Aktivitas fisik memfasilitasi mobilisasi dan oksidasi lemak terutama pada
jaringan adipose viseral yang akan menyebabkan penurunan kadar lemak tubuh
karena meningkatnya metabolisme basal pada sel-sel tubuh (Dewi et al., 2015).
Individu yang terlatih memiliki otot yang berkapiler dan bermitokondria lebih
banyak serta dapat meningkatkan kapasitas untuk menyimpan karbohidrat dan
74
mengoksidasi lemak (Psilander, 2014). Peningkatan penggunaan lemak sebagai
energi pada latihan endurance terjadi selama latihan submaksimal (Gropper et al.,
2009). Faktor lain yang berperan pada oksidasi lemak adalah proliferasi kapiler
otot skelet yang meningkatkan pelepasan asam lemak ke otot, peningkatan
karnitin transferase yang memudahkan transportasi asam lemak melewati
membran mitokondria, dan peningkatan asam lemak pengikat protein yang
mengatur transportasi asam lemak miosit (Horowitz dan Klein, 2000).
Oksidasi asam lemak menghalangi penggunaan glukosa dan glikolisis di
dalam otot skelet. Kebanyakan asam lemak yang dioksidasi selama latihan dengan
intensitas rendah (25% VO2 max) berasal dari asam lemak plasma. Seiring
peningkatan intensitas latihan, terjadi peningkatan intramuscular triasilgliserol
mencapai sekitar setengah total lemak yang teroksidasi. Total lemak yang
teroksidasi selama latihan dengan intensitas tinggi (> 70% VO2 max) lebih rendah
dibandingkan saat latihan dengan intensitas menengah meskipun pengeluaran
energi selama latihan tersebut tergolong tinggi (Horowitz dan Klein, 2000). Selain
pengaruh intensitas latihan, kecepatan oksidasi lemak juga dipengaruhi oleh
durasi latihan yang dilakukan pada setiap intensitas. Perubahan lemak menjadi
energi meningkat ketika latihan dilakukan pada periode waktu yang lama (Achten
et al., 2002).
Menurut Maughan et al. (2007) kehilangan berat badan dapat berasal dari
oksidasi substrat dalam tubuh, oksidasi air, dan hilangnya air akibat pelepasan
glikogen. Oksidasi substrat dalam tubuh adalah oksidasi bahan bakar metabolik
(karbohidrat, lemak, dan protein) saat latihan. Oksidasi tersebut menghasilkan
75
karbondioksida yang hilang saat bernapas dan menyisakan air yang terhitung
sebagai berat badan. Oksidasi substrat yang terjadi kemudian menghasilkan
oksidasi air. Air dapat hilang akibat pelepasan glikogen. Glikogen dalam jaringan
berkaitan dengan sejumlah air, ketika glikogen otot banyak berkurang selama
latihan maka beberapa air tidak akan berikatan dengan glikogen dan menyebabkan
perubahan berat badan.
6.3 Pengaruh Pemberian ALA Terhadap Berat Badan, Berat Lemak
Subkutan Abdominal, dan Berat Lemak Viseral Abdominal
Antioksidan Alpha Lipoic Acid (ALA) merupakan asam lemak yang berisi
komponen sulfur yang dijumpai pada setiap sel, merupakan kofaktor pada
aktivitas mitokondria dan berperan dalam metabolisme yang membantu
mengkonversi glukosa menjadi energi di dalam sel. Beberapa penelitian yang
pernah dilakukan pada tikus menunjukkan bahwa antioksidan dapat membantu
proses penurunan berat badan tikus.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian ini. Dalam penelitian
ini pemberian ALA pada kelompok P2 terbukti dapat memperkuat efek pelatihan
fisik intensitas sedang dalam menurunkan berat badan, berat lemak subkutan
abdominal, dan berat lemak viseral abdominal. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sesudah 4 minggu perlakuan rerata berat badan kelompok kontrol (P0)
adalah 279,10±5,84 gram, pada kelompok P1 adalah 257,90±10,31 gram, dan
pada kelompok P2 adalah 213,90±8,92 gram (p<0,01). Selain itu, rerata berat
lemak subkutan abdominal juga mengalami penurunan sesudah 4 minggu
perlakuan jika dibandingkan pada kelompok kontrol (P0) adalah 1,99±0,49 gram,
76
pada kelompok P1 adalah 1,46±0,31 gram, dan pada kelompok P2 adalah
0,66±0,24 gram. (p<0,01). Rerata berat lemak viseral abdominal sesudah 4
minggu perlakuan kelompok kontrol (P0) adalah 2,19±0,76 gram, pada kelompok
P1 adalah 1,46±0,49 gram, dan pada kelompok P2 adalah 0,79±0,46 (p<0,01).
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Kim et al. (2004), yang
menunjukkan bahwa pemberian alpha lipoic acid kepada tikus dapat menurunkan
berat badan dengan jalan mengurangi nafsu makan dan meningkatkan pemakaian
energi. Selain itu Butler et al. (2009) menemukan korelasi positif antara dosis
ALA dengan efek penurunan berat badan. Penurunan berat badan ini
kemungkinan besar disebabkan adanya efek anoreksia dari terapi ALA. (Seo et
al., 2012). Efek penurunan nafsu makan tersebut terutama dijumpai pada 2
minggu awal pemberian ALA dan akan menghilang secara gradual (Butler et al.,
2009). Supplementasi ALA juga diketahui dapat menurunkan berat lemak viseral
(Timmers et al., 2010).
Koh et al. (2011) melakukan penelitian terhadap 360 penderita obesitas
dan mendapati efek signifikan terhadap penurunan berat badan pada grup yang
diberikan suplementasi ALA dengan dosis 600 mg dan 1200 mg dibandingkan
dengan kontrol. Penurunan berat badan berkorelasi positif dengan dosis ALA
yang diberikan. Carbonelli et al. (2010) mendapatkan penurunan masa lemak
tubuh, penurunan IMT dan lingkar perut pada penderita overweight yang
diberikan ALA dengan dosis 800 mg selama 4 bulan.
Selain efek terhadap penurunan berat badan, diketahui juga bahwa ALA
mampu memperbaiki profil lipid, termasuk penurunan total kolesterol, trigliserida,
77
LDL, dan meningkatkan HDL (Zhang et al., 2011). Pemberian ALA dosis kisaran
50-1800 mg memberikan hasil yang bermakna dalam menurunkan kadar
kolesterol total, trigliserida, LDL dan meningkatkan HDL (Carrier et al., 2014).
Dosis ALA yang dapat memberikan efek perbaikan lipid darah adalah 300 mg
(Hussein et al, 2015). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2016)
pemberian ALA dosis 5,8 mg dan 10,8 mg selama 14 hari secara per sonde pada
tikus dislipidemia dapat memperbaiki profil lipid pada tikus.
Efek penurunan berat badan dari ALA disebabkan oleh hambatan pada
aktivitas AMP kinase pada hypothalamus. (Kim et al., 2004). AMP kinase
(AMPK) adalah pengatur utama pada metabolisme glukosa dan lipid pada sel.
AMPK akan diaktivasi ketika energi seluler habis. Aktivasi AMPK pada otot
skeletal akan meningkatkan pengambilan glukosa (Hayasi et al., 2000). Aktivasi
AMPK juga akan meningkatkan oksidasi asam lemak bebas melalui hambatan
pada acetyl-coenzyme A carboxylase.
AMPK yang teraktivasi akan memberikan sinyal rasa lapar, dan membuat
subjek memiliki rasa ingin makan. Pemberian ALA diketahui akan menghambat
aktivasi AMP kinase pada hipotalamus sehingga menghambat rasa lapar (Kola,
2008). ALA dapat menstimulasi transport glukosa dan sintesa ATP pada jaringan
perifer, dan dapat menghambat aktivasi AMP kinase melalui peningkatan
pengambilan glukosa oleh sel hipotalamus (Kim et al., 2004).
ALA juga diketahui memiliki efek lipolisis. Hormone sensitive lipase
(HSL) adalah lipase intraseluler yang mampu menghidrolisis triasilgliserol,
diasilgliserol, monoasilgliserol, dan kolesterol-ester. Enzim ini berfungsi untuk
78
memobilisasi cadangan lemak menjadi energi (Kolehmainen et al., 2002). ALA
mampu meningkatkan fosforilasi HSL yang akan memecah lemak menjadi energi
dan mengurangi masa lemak subkutan maupun viseral (Watt et al., 2006;
Fernandez et al., 2012).
Dalam penelitian ini ALA terbukti memiliki efek yang signifikan terhadap
penurunan berat badan, mencegah kenaikan berat badan, mengurangi lemak
subkutan dan viseral.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang dapat
menurunkan berat badan lebih banyak daripada latihan fisik intensitas sedang
saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas.
2. Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang dapat
menurunkan berat lemak subkutan abdominal lebih banyak daripada latihan
fisik intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas.
3. Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang dapat
menurunkan berat lemak viseral abdominal lebih banyak daripada latihan fisik
intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas.
7.2 Saran
Sebagai saran dalam penelitian ini adalah.
1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis optimal
pemberian ALA terhadap berat badan, berat lemak subkutan abdominal dan
berat lemak viseral abdominal.
2. Perlu dilakukan uji klinik terhadap kombinasi ALA dan latihan fisik intensitas
sedang pada manusia dalam mencegah dan mengobati obesitas.
79
DAFTAR PUSTAKA
Achten, Juul, Michael G., Asker E. Jeunkendrup.2002. Determination of the
ExerciseIntensity that Elicit Maximal Maximal Fat Oxidation. American College of SportsMedicine Journal.
Adiputra, N. 2008. Kesehatan Olah Raga. Available from :
http://www.balihesg.org/index.php?option=com content&task=view&id= 360& itemid=28. Accessed on 11/15/2015.
Amalia A. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penurunan berat badan
pada peserta klub kebugaran (studi kasus di klub kebugaran indah dan jennifer) [skiripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2005
American College of Sports Medicine. 2001. Appropriate intervention Strategies for
Weight Loss and Prevention of Weight Regain for Adults. Medical Science Sports Exercise. 33(12):2145-2156.
Andreassen, E. 2001. Lipoic Acid Improves Survival In Transgenic Mouse Model’s
Of Huntington’s Disease. In Neuroreport. Volume 12. P: 3371-3373. Astrand, P.O. Rodahl, K., Dahl, H.A., Stromme, S.B. 2003. Physiological Bases of
Exercise. Textbook of Work Physiology Fourth Edition.Champaign: Human Kinetics.
Astrup, A. 2010. Drug Management in Obesity-Efficacy Versus Safety. New England
Journal of Medicine. 363;3, 288-290. Barassi, M., 2009. At A Glance Ilmu Gizi: EMS. hal: 32-35, 102-104. Berkson, B.M. 2007. Alpha Lipoic Acid and Liver Disease. Townsend Letter.
Available From: www.townsendletter.com/Dec2007/alphalipo1207.htm. accessed on 12/11/2015.
Burke, L., Deakin, V. 2002. Clinical Sports Nutrition. NSW, McGraw Hill Book Co,
Australia. Butler, J.A., Hagen, T.M., Moreau, R. 2009. Lipoic Acid Improves
Hypertriglyceridemia By Stimulating Triacylglycerol Clearance And Downregulating Liver Triacylglycerol Secretion. Arch Biochem Biophys. 485(1):63-71. doi: 10.1016/j.abb.2009.01.024.
80
81
Byles, J. 2009. Obesity: The New Global Threat to Healthy Ageing and Longevity. Volume: 18, Issue: 4 Ageing, Anti-ageing and Globalization: Transitions and limits in the governance of ageing. Available from : http://hsr.e-contentmanagement.com/archives/vol/18/issue/4/article/3200/obesity. Accessed on 01/17/2011
Campos, K.E., Volpato GT, Calderon IMP, Rudge MVC, Damasceno DC. 2008.
Effect of Obesity on Rat Reproduction and On The Development Of Their Adult Offspring. Braz J Med Biol Res. 41(2):122–5.
Carbonelli, M.G., Di Renzo, L., Bigioni, M., Di Daniele, N., De Lorenzo, A., Fusco,
M.A. 2010. Alpha Lipoic Acid Supplementation : A Tool For Obesity Therapy?.Current Pharmaceutical Design, 16: 840-846.
Carrier B, Wen S, Zigouras S, Browne RW, Li Z, Patel MS, Williamson DL, Rideout
TC. 2014. Alpha-lipoic acid reduces LDL-particle number and PCSK9 concentrations in high-fat fed obese Zucker rats.PLoS One. 2014 Mar 4;9(3):e90863.
Dewi, P.K, Ieva B. A, Yulianti A.B. 2015. Hubungan KebugaranJasmani dan Lemak
Tubuh pada Kelompok Senam dan Kelompok Tidak Senam.Prosiding Penelitian Sivitas Akademika, Universitas Islam Bandung
Eckel, R.H. 2008. Nonsurgical Management of Obesity in Adults. New England
Journal of Medicine. 358; 18: 1941-50. FDA. 2015. Orlistat (marketed as Alli and Xenical) Information.
http://www.fda.gov/Safety/MedWatch/SafetyInformation/SafetyAlertsforHumanMedicalProducts/ucm228830.htm accessed n 11/15/2015
Febrina. Hubungan antara asupan makan dan aktivitas fisik dengan penurunan berat
badan wanita obes penerima farmakoterapi di klinik obesitas [Karya Tulis Ilmiah]. Semarang: Universitas Diponegoro;2007.
Febrina. Hubungan antara asupan makan dan aktivitas fisik dengan penurunan berat
badan wanita obes penerima farmakoterapi di klinik obesitas [Karya Tulis Ilmiah]. Semarang: Universitas Diponegoro;2007.
Federer, W. 2008. Statistic and Society, Data Collection and Interpretation. 2nd
Edition. New York: Marcel Dekker. Gropper, Sareen S, Jack L. Smith, James L. Groff. 2009. Advance Nutrition and
HumanMetabolism, Fifth Edition. Wadsworth: Cengage Learning
82
Hagen, T.M. 2012. Lipoic Acid. Available From: www.lpi.oregonstate.edu/infocenter/othernuts/la/#metabolism. Accessed at 10/05/2015
Hajoway, M. 2010. Alpha Lipoic Acid, A True Antioksidant. Available from: URL:
http://www.bodybuilding.com/fun/ala2.htm1 12. Accessed on 11/12/2015 Hayashi T. 2000. Metabolic stress and altered glucose transport: activation of AMP-
activated protein kinase as a unifying coupling mechanism. Diabetes 49, 527-531.
Higdon,.J. 2006. Lipoic acid. Available from:URL:http://oregonstate
edu/infocenter/othernut/la/. Accessed on 12/12/2015. Horowitz, J.F dan Klein, S. 2000. Lipid Metabolism During EnduranceExercise.
American Journal Of Clinical Nutrition, 72(suppl):558S-63S Huffman, D.M and Barzilai, N. 2009. Role of Visceral Adipose Tissue in Aging.
Biochim Biophys Acta1790(10): 1117–1123. Hussein, S.A., Abdel-mageid, A.D., Abu-ghazalla, A.M. 2015. Biochemical Study
On The Effect Of Alpha-Lipoic Acid On Lipid Metabolism Of Rats Fed High Fat Diet. Benha Vet Med J. 28(1):109-119.
Ikeuchi, M., Koyama, T., Takahashi, J., Yazawa, K. 2007. Effects of Astaxanthin in
Obese Mice Fed a Hight-Fat Diet. Jurnal Biosci, Biotechnol, Biochem. 71(4): 893-899
Irving BA, Davis CK, Brock DW. 2008. Effect of exercise training intensity on
abdominal visceral fat and body composition. Medicine and science in sports and exercise. 40(11):1863-1872.
Islam, M.T. 2009. Antioxidant Activities of Dithiol Alpha Lipoic Acid. J.
Med.Science. Vol8: 254-265 James, W.P.T. 2010, Effects of Sibutramine on Cardiovascular Outcome in
Overweight and Obese Subjects, New England Journal Medicine 363(10): 905-17.
Jawi, M. 2002. “ Waktu Pemulihan Tiga Hari setelah Pemberian Beban Aktivitas
Fisik Maksimal Dapat mengembalikan Keadaan Normal dari Gambaran Histologis Lien dan Limfosit Darah pada Tikus Putih” (Tesis). Denpasar; Universitas Udayana.
83
Kanazawa, M., Yoshiike, N., Osaka, T., Numba, Y., Zimmet, P., Inoue, S. 2005. Criteria and Classification Of Obesity In Japan and Asian Oceania. World Rev Nutr Diet. 94:1-12.
Kim, M. S., Park, J.Y., Namkoong C., Jang, P.G., Ryu, J.W., Song, H.S., Yun,J.Y.,
NAmgoong, I.S., Ha, J., Park, I.S., Lee, I.K., Viollet, B., Youn, J.H., Lee, H.K., Lee, K.U. 2004. Antiobesity Effects of Alpha Lipoic Acid Mediated by Suppresion of Hypothalamic AMP Activated Protein Kinase. Nature, doi:10.1038./nm1061
Klein, S. 2010. Is Visceral Fat Responsible for the Metabolic Abnormalities
Associated With Obesity? Implications of omentectomy. Diabetes Care Vol. 33 No. 7:1693-1694.
Koh, E.H., Lee, W.J., Lee, S.A., Kim, E.H., Cho, E.H., Jeong E., Kim, D.W., Kim,
M.S., Park, J.Y., Park, K.G., Lee, H.J., Lee, I.K., Lim, S., Jang, h.K., Lee, K.H., Lee, K.U. 2011. Effects of alpha-lipoic Acid on body weight in obese subjects. Am J Med. 124: 85.
Kola B. 2008. Role of AMP-activated protein kinase in the control of appetite. J
Neuroendocrinol. 2008 Jul; 20(7): 942–951. doi: 10.1111/j.1365-2826.2008.01745.x
Kopelman, P.G., Caterson, I.D. 2005. An Overview of Obesity Management in
Clinical Obesity in Adults and Childhood. Kopelman PG, CatersonID, Dietz WH (Eds), Blackwell Publishing pp. 319-326.
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press. Levy, Y. 2010. It's not only the Overweight: It's the Visceral Fat. IMAJ Vol 12. Maki, K.C., Reeves, M.S., Farmer, M., Yasunaga, K., Matsuo, N., Katsuragi, Y.,
Komikado, M., Tokimitsu, I., Wilder, D., Jones, F., Blumberg, J.B., Cartwright, Y. 2009. Green Tea Catechin Consumption Enhances Exercise-Induced Abdominal Fat Loss in Overweight and Obese Adults. Journal of Nutrition. 139(2): 264-270.
Malole, Sri Utami Pramono, C. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan
DiLaboratorium. Jawa Barat: Institut Pertanian Bogor. Hal : 104 – 112. Maughan, R.J., Susan M. S, John B. L. 2007. Errors in Estimation ofHydration Status
from Changes in Body Mass. Journal of Sport Sciences, 25(7), 797-804
84
McPhee, S.J and Ganong, W.F. 2005. Pathophysiology of diseases : An introduction to Clinical Medicine 5th edition. International ed. Lange. Halaman 391-408,554-556.
Molina, P.E. 2006. Lange physiology series, endocrine physiology. International
edition. 2nd edition. McGraw Hill. 247-262. Nduhirabandi, F., Du Toit, E.F., Blackhurst, D., Marais, D., Lochner, A. 2010.
Chronic melatonin consumption prevents obesity-related metabolic abnormalities and protect the heart against myocardial ischemia and reperfusion injury in a pre-diabetic model of diet-induced obesity. J.Pineal Res 50 : 171-182.
Ngatidjan, 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Cetakan -1. Yogyakarta :
Bagian Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran UGM. hal : 116, 136. Novelli, E.L.B., Diniz, Y., Galhardi, C.M., Ebaid, G. 2007. Anthropometrical
Parameters and Markers of Obesity in Rats. J. RSM. 41:111-119. Nurmalina, R. 2011. Pencegahan Dan Manajemen Obesitas. Jakarta: Elex Media
Komputindo. Hal : 29-32. Pangkahila, A. 2009. Pelatihan Fisik Menurunkan Proses Penuaan. Naskah Lengkap
Seminar Nasional Anti Aging Medicine. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Februari, 24th 2009.
Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan Meningkatkan
Kualitas Hidup. Penerbit buku Kompas. Halaman 94-99. Pestacello, L.S., Van Heest, J.L. 2003. Physical activity mediates a healthier body
weight in the present of obesity. Br. J. Sport Med. 34:86-93 Popkin, B.M. 2005. Global Nutrition Dynamics: The World is Shifting Rapidly
Toward a Diet Linked With Noncommunicable Diseases.American Journal of Clinical Nutrition, 84(2): 289-298.
Psilander, Niklas. (2014). The Effect of Different Exercise Regimens on
MitocondrialBiogenesis and Performance. Thesis for Doctoral Degree, Stockholm KarolinskaInstitutet
Purwanto, 2011. Dampak senam aerobik terhadap daya tahan tubuh dan penyakit.
Sport Sci J. 1(1): 1-9
85
Sanchez, A. F. Inflammation, oxidative stress and obesity. Int. J. Mol. Sci. 2011, 12, 3117-3132; doi:10.3390/ijms12053117
Sayburn, A. 2010. Withdrawal of sibutramine leaves European doctors with just one
obesity drug. BMJ; 340:c477. Seo E.Y., Ha A.W., Kim W.K. 2012. Alpha lipoic acid reduced weight gain and
improved the lipid profile in rats fed with high fat diet. Nutr Res Pract. 2012; 6: 195-200.
Sharkey, B. J. 2003. Kebugaran dan Kesehatan. PT Rajagrafindo Persada.2003: 23. Sheerwood. 2012. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC Sirajuddin, Saifuddin. 2011. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi Secara
Biokimia dan Antropometri. Makassar: Universitas Hasanuddin. Smith , J. B. , Soesanto Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia ( UI Press). h. 30 – 32 , 43-44, 54,57.
Soegih, R. 2009. Obesitas Permasalahan dan Terapi Praktis. Cetakan-1.
Jakarta:Sagung Seto. h. 5-8, 17-20, 87, 101 Sudibjo Prijo. (2009). Beberapa Pertimbangan dalam Pemilihan Metode untuk
MengestimasiLemak Badan. Jurnal Universitas Sumatera Utara Sudrajat J. 2008. Prifil Lemak, Kolesterol Darah, Dan Respon Fisiologi Tikus Wistar
Yang Diberi Ransum Mengandung Gulai Daging Sapi Lean [skripsi]. IPB. Bogor.
Thierney Jr, L.M., McPhee, S.J., Papadakis, M.A. 2005. Obesity. 2005 Lange Current
Medical Diagnosis and Treatment. 44th Edition. McGraw Hill Timmers S, de Vogel-van den Bosch J, Towler MC, Schaart G, Moonen-Kornips E,
Mensink RP. 2010. Prevention of high fat diet-induced muscular lipid accumulation in rats by alpha lipoic acid is not mediated by AMPK activation. J Lipid Res. 2010; 51: 352-359.
Turk, M.W., Yang, K., Hravnak, M., Sereika, S.M., Ewing, L.J., Burke, L.E. 2009.
Randomized Clinical Trials of Weight-Loss Maintenance: A Review. J Cardiovasc Nurs. 24(1): 58–80.
86
Van Baak, M.A., Saris, V.H.M. 2005. Exercise and Obesity in Clinical Obesity in Adults and children. Editor: Kopelman, Catrerson, andDietz. Published by Backwell, N. Pp. 363-379.
Vitariana. 2010. Pemberian Ekstrak Daun Kayu Manis (Sauropus
Androgynus(L)Merr.) Menurunkan Kadar Isoporostane Dalam Urin Tikus WistarYang Diberikan Beban Aktivitas Berlebih Maksimal. Denpasar, Universitas Udayana.
Wajchenberg, B.L., 2000. Subcutaneous and Visceral Adipose Tissue: Their Relation
to the Metabolic Syndrome. Endocrine Reviews. 21 (6):697-738.
Wang Y., Li X., Guo Y., Chan L., Guan X. Alpha Lipoic Acid Increases Energy Expenditure By Enhancing AMPK-PGC-1α Signalling In The Skeletal Muscle of Aged Mice. Metabolism. 2010 July ; 59(7): 967–976.
WHO.2015. Obesity and Overweight. http://www.who.int/mediacentre/factsheets
/fs311/en/. Accesed on 12/12/2015.
Wilborn C. 2005. Obesity : Prevalence, Medical Consequences, Management, and Research Directions. Journal of the International Society of Sports Nutrition. 2(2):4-31, 2005
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami & Radikal Bebas. Potensi dan Aplikasinya
dalam Kesehatan. Penerbit Kanisius. Jogjakarta. Hal: 191-196. Wirahadikusumah, M. 2001. Biokimia Protein, Enzim, dan Asam Nukleat. Bandung.
Penerbit ITB Bandung. 53-54. Zhang Y., Han P., Wu N., He B., Lu Y., Li S. 2011. Amelioration of lipid
abnormalities by alpha-lipoic acid through antioxidative and anti-inflammatory effects. Obesity (Silver Spring). 19: 1647-1653.
88
Lampiran II Hasil analisa Alpha Lipoic Acid 100mg GNC
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
UPT. LAB. ANALITIK
Kampus Bukit Jimbaran, Telp. 0361701954, HP.081803134550
Lampiran 1
No Kode Sampel Alpha Lipoic Acid (%)
METODE
1
Sampel 1
100
HPLC
Bukit Jimbaran, 29 Maret 2016 Kepala UPT Laboratorium Analitik
Universitas Udayana
IDA BAGUS PUTRA MANUABA
89
Lampiran III KOMPOSISI ALA GNC 100MG
Kegunaan: Dapat digunakan untuk penderita diabetes.
Petunjuk Penggunaan: Minum satu atau dua kapsul lunak sehari. Directions: Take one or two softgel capsules daily.
Other Ingredients: Soybean oil, Gelatin from bovine, Glycerin (from Vegetable), Riboflavin, Titanium Dioxide (Natural Mineral Whitener). Potency verified by GNC procedure#5275. Conforms to USP <2091> for weight. Meets USP <2040> disintegration. Peringatan & Perhatian: - Hanya untuk penderita kencing manis yan g telah ditetapkan oleh dokter. - Selama penggunaan, konsultasikan pada dokter secara berkala. - Penggunaan dosis tinggi sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan hipoglikemia (sakit kepala, dizziness, fatigue) yang biasanya dihubungkan dengan kadar gula darah rendah. - Apabila gejala berlanjut konsultasikan kepada tenaga medis/dokter. Penyimpanan di luar jangkauan anak-anak KEEP OUT OF REACH OF CHILDREN Simpan di tempat sejuk dan kering Store in a cool, dry place.
Komposisi
Tiap kapsul lunak mengandung:
Alpha Lipoic Acid (from Thioctic Acid) 100mg
91
Lampiran V Data Berat Badan Tikus
No BB Awal Panjang dalam cm BB 4 mg Kontrol 1 269 19 280 2 280 20 285 3 274 19.5 281 4 284 19 285 5 270 19.6 286 6 288 18 269 7 272 18.5 271 8 291 19 275 9 276 19.6 280 10 291 19.4 279 P1 1 281 19.5 266 2 283 19.5 257 3 279 19 261 4 280 19.2 279 5 284 19.3 243 6 285 20 258 7 286 19.7 257 8 281 19.4 244 9 283 19.4 260 10 285 19.7 254 P2 1 280 19.2 215 2 283 19.5 213 3 285 19.5 209 4 287 19.9 201 5 286 19.8 205 6 289 20 219 7 280 19 213 8 287 19.8 231 9 279 19 224 10 281 19 209
Kontrol : Pakan normal
P1 : Pakan Normal + Aktivitas Fisik (renang)
P2 : Pakan Normal + Aktivitas Fisik (renang) + ALA per-oral
92
Lampiran VI Analisa pre-post BB
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
95% Confidence Interval of the
Difference
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean Lower Upper
Pair 1 P0pre - P0post .400 11.683 3.694 -7.957 8.757 .108 9 .916
Pair 2 P1pre - P1post 24.800 11.478 3.630 16.589 33.011 6.833 9 .000
Pair 3 P2pre - P2post 69.800 9.841 3.112 62.760 76.840 22.429 9 .000
Lampiran VII Data Pemeriksaan Berat Lemak
N0
PENGUKURAN LEMAK SUB KUTAN, ABDOMEN DAN VISCERAL PADA TIKUS PUTIH
Kontrol Pakan normal, renang sedang
Pakan normal, renang sedang dan ALA
SC Visc SC visc SC visc 1 2,0 1,6 1,3 0,9 0,9 0,6 2 1,7 1,8 1,4 1,2 0,3 0,4 3 1,6 1,1 1,5 0,9 0,4 0,6 4 2,9 3,3 1,3 1,1 0,8 0,5 5 1,4 1,1 2,0 1,3 0,4 0,5 6 2,2 2,6 1,1 1,9 0,7 0,7 7 1,3 1,9 1,5 2,4 0,5 0,3 8 2,2 3 1,8 1,9 0,8 1,4 9 2,4 3,2 1,0 1,3 0,9 1,6 10 2,2 3,1 1,7 1,7 0,9 1,3
93
Lampiran VIII Analisis Deskriptif
Berat Badan (gram)
Kelompok N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Kelompok P0 10 279.10 5.840 269 286 Kelompok P1 10 257.90 10.311 243 279 Kelompok P2 10 213.90 8.925 201 231 Total 30 250.30 28.829 201 286 Berat Lemak Subkutan Abdominal (gram)
Kelompok N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Kelompok P0 10 1.990 .4932 1.3 2.9 Kelompok P1 10 1.460 .3098 1.0 2.0 Kelompok P2 10 .660 .2366 .3 .9 Total 30 1.370 .6571 .3 2.9 Berat Lemak Visceral Abdominal (gram)
Kelompok N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Kelompok P0 10 2.190 .7637 1.1 3.2 Kelompok P1 10 1.460 .4949 .9 2.4 Kelompok P2 10 .790 .4630 .3 1.6 Total 30 1.480 .8134 .3 3.2
Lampiran IX Uji Normalitas Data
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Berat Badan (gram) Kelompok P0 .193 10 .200* .914 10 .309
Kelompok P1 .182 10 .200* .928 10 .429
Kelompok P2 .151 10 .200* .968 10 .871 Berat Lemak Subkutan Abdominal (gram)
Kelompok P0 .165 10 .200* .954 10 .713 Kelompok P1 .149 10 .200* .976 10 .940 Kelompok P2 .223 10 .173 .856 10 .068
Berat Lemak Visceral Abdominal (gram)
Kelompok P0 .156 10 .200* .932 10 .464 Kelompok P1 .227 10 .156 .918 10 .341 Kelompok P2 .277 10 .028 .837 10 .061
94
Lampiran X Uji Homogenitas Data
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Berat Badan (gram) Based on Mean .564 2 27 .576
Based on Median .578 2 27 .568
Based on Median and with adjusted df
.578 2 22.088 .569
Based on trimmed mean
.564 2 27 .576
Berat Lemak Subkutan Abdominal (gram)
Based on Mean 2.579 2 27 .094 Based on Median 2.145 2 27 .137 Based on Median and with adjusted df
2.145 2 19.394 .144
Based on trimmed mean
2.710 2 27 .085
Berat Lemak Visceral Abdominal (gram)
Based on Mean 2.902 2 27 .072 Based on Median 2.408 2 27 .109 Based on Median and with adjusted df
2.408 2 26.875 .109
Based on trimmed mean
2.896 2 27 .073
Lampiran XI Analisis Komparasi
ANOVA
Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Berat Badan (gram) Between Groups 22121.600 2 11060.800 150.776 .000
Within Groups 1980.700 27 73.359 Total 24102.300 29
Berat Lemak Subkutan Abdominal (gram)
Between Groups 8.966 2 4.483 34.029 .000 Within Groups 3.557 27 .132 Total 12.523 29
Berat Lemak Visceral Abdominal (gram)
Between Groups 9.806 2 4.903 14.110 .000 Within Groups 9.382 27 .347 Total 19.188 29
95
Lampiran XII Uji Lanjutan dengan LSD
Multiple Comparisons LSD
Dependent
Variable (I) Kelompok (J) Kelompok
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Berat Badan
(gram)
Kelompok P0 Kelompok P1 21.200* 3.830 .000 13.34 29.06
Kelompok P2 65.200* 3.830 .000 57.34 73.06
Kelompok P1 Kelompok P0 -21.200* 3.830 .000 -29.06 -13.34
Kelompok P2 44.000* 3.830 .000 36.14 51.86
Kelompok P2 Kelompok P0 -65.200* 3.830 .000 -73.06 -57.34
Kelompok P1 -44.000* 3.830 .000 -51.86 -36.14
Berat Lemak
Subkutan
Abdominal
(gram)
Kelompok P0 Kelompok P1 .5300* .1623 .003 .197 .863
Kelompok P2 1.3300* .1623 .000 .997 1.663
Kelompok P1 Kelompok P0 -.5300* .1623 .003 -.863 -.197
Kelompok P2 .8000* .1623 .000 .467 1.133
Kelompok P2 Kelompok P0 -1.3300* .1623 .000 -1.663 -.997
Kelompok P1 -.8000* .1623 .000 -1.133 -.467
Berat Lemak
Visceral
Abdominal
(gram)
Kelompok P0 Kelompok P1 .7300* .2636 .010 .189 1.271
Kelompok P2 1.4000* .2636 .000 .859 1.941
Kelompok P1 Kelompok P0 -.7300* .2636 .010 -1.271 -.189
Kelompok P2 .6700* .2636 .017 .129 1.211
Kelompok P2 Kelompok P0 -1.4000* .2636 .000 -1.941 -.859
Kelompok P1 -.6700* .2636 .017 -1.211 -.129
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.