PATOLOGI SOSIAL (Studi Kasus pada Siswa SMPN 5 ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of PATOLOGI SOSIAL (Studi Kasus pada Siswa SMPN 5 ...
PATOLOGI SOSIAL
(Studi Kasus pada Siswa SMPN 5 Pattallassang Kab. Gowa)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar
Oleh
RESTU DWI PUTRA
NIM.10538335615
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI
2021
vi
MOTTO
Jangan menyerah, ingatlah wajah yang ingin engkau
bahagiakan Ibu dan Bapakmu.
Jangan menyerah, karena sesungguhnya pertolongan Allah
Swt. akan selalu ada bagi orang-orang yang ingin berusaha,
tetap semangat dan terus berdoa.
“Hasbunallah wanikmal wakil nikmal
maula wanuikman nasir” (QS. ALI IMRAN
AYAT 173)
vii
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmanirrahim
Kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang tuaku yang selalu
mencintai dan menyayangiku dengan setulus hati. Mama, terima kasih atas
semua cinta, saying, doa, dan bimbingannya selama ini. Bapak, terima kasih
atas doa, perjuangan, tanggung jawab, serta kerja keras yang engkau
curahkan demi masa depan anakmu. Doa, restu, dan bimbinganmu selalu aku
butuhkan sekarang dan selamanya.
Kakakku satu-satunya Musnia Firda Yani, terima kasih atas kasih sayang
dan canda tawa serta doa dan dukungannya selama ini.
Dosen pembimbing dan penguji, terima kasih telah mendampingi dan
mengarahkanku dengan penuh kesabaran.
Untuk keluarga, sahabat, dan teman-teman, terima kasih telah
mendukungku.
Semoga kita selalu dalam lindungan Allah Swt.
Amin.
viii
ABSTRAK
Restu Dwi Putra. 2020. “Patologi Sosial ( Studi Kasus pada Siswa di SMPN 5
Pattallassang”. Dibimbing oleh Jaelani Usman dan Lukman Ismail.
Penelitian ini mengamati dan mendeskripsikan patologi sosial dalam
kehidupan generasi muda khususnya Siswa-siswi di SMPN 5 Pattallassang serta
menjelaskan penyebab yang memengaruhi terjadinya paologi sosial. Masalah
patologi sosial yang dilakukan oleh kalangan siswa saat ini khususnya diusia sekolah,
bukan hanya masalah besar bagi tenaga pendidik akan tetapi orangtua dan para
masyarakat juga. Maka dari itu penelitian ini meneliti tentang patologi sosial siswa
di SMP Negeri 5 Pattallassang.
Penelitian ini bertujuan (1) Untuk mengetahui pengaruh patologi sosial pada
siswa di SMP Negeri 5 Pattallassang., (2) Untuk mengetahui dampak patologi
sosial yang terjadi di SMP Negeri 5 Pattallassang., (3) Untuk mengetahui upaya
dalam mengatasi patologi sosial di SMPN 5 Pattallassang. Penelitian menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan
studi kasus yang bertujuan mengetahuipenyebab terjadinya patologisosialpada siswadi
SMPN 5 Pattallassang. Informan di tentukan secara purposive sampling berdasarkan
karasteristik informan yang telah ditetapkan yaitu orang yangOrang yang berada dalam
lingkungan sekolah, Orang yang berstatus siswa. Orang yang menjadi salah satu
penanggung jawab sekolah. Teknik pengumpulan data yaitu dengan cara observasi,
wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya patologi social pada siswa di
SMPN 5 Pattallassang di sebabkan oleh beberapa factor di antaranya pengaruh
lingkungan bermain, permasalahan ekonomi, perkembangan zaman semakin moderen,
dan rendahnya peran keluarga dan agama sehingga penyimpangan-penyimpangan terjadi
dalam lingkungan para siswa dan berdampak kepada siswa itu sendiri. Dampak negatif
patologi sosial pada siswa yaitu berkurangnya nilai dan moral pada siswa. Akan tetapi
dalam hal ini usaha pihak sekolah dalam penanganannya sudah sangat baik dilihat dari
usaha para tenaga pendidik dalam melakukan pendekatan-pendekatan khusus kepada
siswa yang melakukan pelanggaran dan penerapan tata tertib lebih dipertegas sehingga
berdampak positif bagi sekolah itu sendiri meskipun belum efektif secara keseluruhan ,
serta penanganan yang terbaik ada pada pribadi siswa sendiri untuk mampu membedakan
yang baik dan buruk untuk diri mereka sendiri.
Kata kunci: PatologiSosial, Siswa, Guru
ix
ABSTRACT
Restu Dwi Putra. 2020. "Social pathology (case study of students at SMPN
5 Pattallassang"). Accompanied by Jaelani Usman and Lukman Ismail.
This study observes and describes the social pathology in the life of the
younger generation, in particular the students of SMPN 5 Pattallassang, and
explains the causes that influence the occurrence of social pathology. The problem
of social pathology that students face today, especially of school age, is a major
problem not only for educators but also for parents and the community. Therefore,
this study examines the social pathology of students at SMP Negeri 5
Pattallassang.
This study aims to (1) determine the effects of social pathology on the
students of SMP Negeri 5 Pattallassang. (2) Assess the effects of social pathology
that occurred in SMP Negeri 5 Pattallassang. (3) the efforts to be overcome to
determine social pathology in SMPN 5 Pattallassang.
This research uses descriptive qualitative research with a case study
approach aimed at determining the causes of social pathology in SMPN 5
Pattallassang students. Informants are identified through targeted random
sampling based on the identified informant characteristics, namely people who are
in the school environment, people who are school children. The person in charge
of the school. Data collection techniques are done through observation, interviews
and documentation.
The results showed that the incidence of social pathology among students of
SMPN 5 Pattallassang was caused by several factors including the influence of the
gaming environment, economic problems, increasingly modern times and the
small role played by family and religion, so there was variation among students
and had an impact on the students themselves. The negative effects of social
pathology on the students are diminished values and morals on the students. In
this case, the school's efforts to deal with it have been very good. This is
evidenced by the efforts of teachers to deal with students who commit violations
in a special way, and there is more emphasis on the implementation of rules so
that this has a positive effect on the school itself, although it is not yet effective as
a whole and the best treatment is that the students can distinguish between good
and bad for themselves.
Keywords: Social Pathology, Students, Teachers
x
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur atas ke hadirat Allah SWT. dengan segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salam dan shalawat
senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW juga kepada seluruh
ummat beliau yang tetap istiqamah di jalan-Nya dalam mengarungi bahtera kehidupan
dan melaksanakan tugas kemanusiaan ini hingga akhir.
Skripsi ini berjudul “Patologi Sosial (Studi Kasus pada Siswa SMPN 5
Pattallassang Kab. Gowa)” yang diajukan sebagai syarat memperoleh gelar
sarjana pendidikan pada program studi pendidikan sosiologi fakultas keguruan
dan ilmu pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak
mengalami kendala, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
serta dukungan dan doa dari keluarga dan teman-teman penulis, sehingga
kendala-kendala tersebut dapat diatasi.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua
orang tua bapak Mustamin Abubaedah dan Ibu Suriyanti yang telah berjuang,
berdo’a, mengasuh, membesarkan, mendidik dan membiayai penulis dalam
proses pencarian ilmu. Tidak lupa pula penulis sampaikan terima kasih kepada
xi
adik-adik dan keluarga yang selalu memberikan motivasi. Selain itu, penulis
ucapkan terima kasih juga kepada:
1. Prof Dr H Ambo Asse M.Ag sebagai rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar.
2. Erwin Akib, M.Pd., Ph.D. sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Drs. H. Nurdin, M.Pd. sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi FKIP
Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Dr. Jaelani Usman, M.Si., dan Lukman Ismail, S.Pd., M.Pd., yang dengan
segala kesediaan, perhatian dan keilkhlasan meluangkan waktunya untuk
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi.
5. Suardi, S.Pd.,M.Pd., sebagai Penasehat Akademik atas nasihat dan
bimbingan pengetahuan selama penulis menuntut ilmu di Universitas
Muhammadiyah Makassar.
6. Dosen serta Staf Prodi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bekal ilmu
pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan studinya.
7. Haeruddin, S.Pd., sebagai Kepala SMP Negeri 5 Pattallassang Kabupaten
Gowa yang telah menerima dan memberi kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian.
8. Hasniah, S.Pd. selaku guru dan tata usaha di SMP Negeri 5 Pattallassang
Kabupaten Gowa yang senantiasa membimbing penulis selama proses
xii
pengambilan data di sekolah.
9. Siswa-siswi SMP Negeri 5 Pattallassang Kabupaten Gowa atas segala
bantuan dan kerja sama yang baik selama penulis melaksanakan penelitian.
10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi angkatan 15
khususnya kelas Sosiologi E tanpa terkecuali terima kasih atas kebersamaan,
kerja sama, bantuan, dan motivasi yang diberikan. Semua perjalanan kita
selama menjadi mahasiswa tak akan terlupakan.
11. Sahabatku Nur Amal, Yusran, S.Saleh, Nanda, Arfandi, dan Asrar Asran
yang telah memberikan semangat, motivasi dan perhatian. Terima kasih atas
segala kebersamaan dan waktu yang telah kalian berikan kepada penulis
selama ini.
12. Semua pihak yang tak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu. Hal
ini tidak mengurangi rasa terima kasihku atas segala bantuannya.
Akhirnya semoga Allah SWT menerima dan membalas segala amal
perbuatan pihak- pihak yang telah membantu penulis. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun. Semoga kekurangan yang ada pada skripsi ini dapat
dijadikan bahan pembelajaran untuk penelitian yang lebih baik di masa yang
akan datang dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak. Amin.
Makassar, Juli 2021
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
LEMBAR PENGESAHAN iii I
PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
SURAT PERNYATAAN v
SURAT PERJANJIAN vi
MOTO vii
PERSEMBAHAN viii
ABSTRAK BAHASA INDONESIA ix
ABSTRAK BAHASA INGGRIS x
KATA PENGANTAR xi
DAFTAR ISI xii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 7
E. Definisi Operasional…………………………………………. 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 9
A. Kajian Konsep ....................................................................................... 9
1. Definisi Patologi Sosial ................................................................... 9
2. Perilaku Menyimpang ...................................................................... 15
3. Penelitian Relevan ........................................................................... 21
4. Landasan Teori ................................................................................ 24
B. Kerangka Pikir ....................................................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 31
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ............................................................ 31
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 31
C. Informan Penelitian ................................................................................ 32
D. Fokus Penelitian ..................................................................................... 33
E. Instrumen Penelitian ............................................................................... 34
F. Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 36
x
G. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 36
H. Teknik Analisis Data ............................................................................ 39
I. Teknik Keabsahan Data ......................................................................... 40
J. Etika Penelitian ............................................................................... 40
BAB IV GAMBARAN HISTORIS LOKASI PENELITIAN .............................. 42
A. Sejarah SMP Negeri 5 Patallasang ..................................................... 42
B. Lokasi Geografis ............................................................................... 43
C. Keadaan Sosial .................................................................................. 44
D. Visi dan Misi .................................................................................. 47
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 49
A. Hasil Penelitian ..................................................................................... 49
1. Faktor terjadinya Patologi Sosial pada Siswa di SMP Negeri
5 Patalassang ................................................................................. 49
2. Dampak Patologi Sosial pada dii SMP Negeri 5 Patalassang ....... 56
3. Upaya Dalam Mengatasi Patologi Sosial di SMP Negeri 5
Patalassang…………………………………………………. 59
B. Pembahasan .......................................................................................... 63
1. Patologi Sosial pada Siswa di SMP Negeri 5 Patalassang ............ 63
2. Dampak Patologi Sosial pada dii SMP Negeri 5 Patalassang ....... 64
3. Upaya Dalam Mengatasi Patologi Sosial di SMP Negeri 5
Patalassang……………………………………………………..65
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 67
A. Simpulan............................................................................................. 67
B. Saran ................................................................................................. 68
1. Saran bagi guru .............................................................................. 68
2. Saran bagi orang tua ...................................................................... 68
3. Saran bagi peserta didik ................................................................. 68
4. Saran bagi peneliti selanjutnya ...................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 69
LAMPIRAN .................................................................................................................... 79
xi
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL
4.1 Jumlah Data Siswa SMP Negeri 5 Pattallassang 41
4.2 Jumlah Data dan Guru atau Tenaga Pengajar SMP Negeri 5 Pattallassang 41
4.3 Jumlah Data Staf SMP Negeri 5 Pattallassang 42
4.4 Sarana Pendidikan Umum yang Ada di SMP Negeri 5 Pattallassang 42
DAFTAR GAMBAR
2.1 Bagan Kerangka Pikir vii
DAFTAR LAMPIRAN
1 Pedoman Observasi untuk Guru 63
2 Pedoman Observasi untuk Siswa 64
3 Pedoman Wawancara 65
4 Dokumentasi 67
5 Daftar Informan 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Era globalisasi artinya dunia berada pada posisi yang segala sesuatunya
menjadi terbuka, ikatan nilai-nilai moral mulai melemah. Terutama bagi golongan
usia sekolah yang kini mengalami multikrisis yang dimensional, dan krisis yang
dirasakan sangat parah bukanlah mengenai intelektual, melainkan krisis nilai-nilai
moral atau degradasi moral yang begitu jauh dari budaya dan kepribadian bangsa.
Globalisasi yang mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia yang menyapa
remaja diusia sekolah namun tanpa pengawasan dari orang dewasa akan
berdampak pada penurunan bahkan perusakan moralnya.
Sejarah mencatat bahwa orang menyebut suatu peristiwa sebagai penyakit
sosial murni dengan ukuran moralistic. Sehiongga apa yang dinamakan dengan
kemiskinan, pelacuran, alkoholisme, perjudian, dsb adalah sebagai gejala
penyuakit sosial yang harus segera dihilangkan dimuka bumi(Hendra Prijatna
2019).
Kita dapat meninjau kembali masalah ini secara mendalam dari beberapa
point yang disebutkan oleh Kartini Kartono dalam bukunya yang berjuduk
Patologi sosial, sebagai berikut:
1. ilmu pongetahuan itu sendiri selalu mengandung nilai-nilai tertentu. Hal ini
dikarenakan ilmu pengetahuan menyangkut masalah mempertanyakan dan
memecahkan lesulitan hidup secara sistematis selalu dengan jalan
1
2
menggunakan metode dan teknik-teknik yang berguna dan bernilai. Disebut
bernilai karena dapat memenuhi kebutuhan manusiawi yang universal ini,
baik yang individual maupun sosial sifatnya, selalu diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan yang bernilai.
2. ada keyakinan etis pada diri manusia bahwa penggunaan teknologi dan ilmu
pengetahuan modern untuk menguasai alam (kosmos,jagad) sangatlah
diperlukan demi kesejahteraan dan pemuasan kebutuhan hidup pada
umumnya. Jadi ilmu pengetahuan dengan sendirinya memiliki system nilai.
Lagi pula kaum ilmuan selalu saja memilih dan mengembangkan
usaha/aktivitas yang menyangkut kepentingan orang banyak. jadi memilih
masalah dan usaha yang mempunyai nilai praktis.
3. falsafah yuang demokratis sebagaimana tercantum dalam pancasila
menyatakan bahwa baik individu maupun kelompok dalam masyarakat
Indonesia, pasti mampu memformulasikan serta menentukan system nilai
masing-masing dan sanggup menentukan tujuan serta sasaran yang bernilai
bagi hidupnya.
Pada usia sekolah merupakan saat-saat pembentukan karakter dalam diri yang
akan diaplikasikan melalui sikap moralnya. Moral seorang siswa seharusnya
diselaraskan dan diarahkan kepada tujuan yang lebih layak bagi dirinya
berdasarkan cita-cita masyarakat untuk diterapkan dalam hidup sehingga menjadi
kebiasaan sehari-hari. Keterlibatan kemampuan berfikir siswa dalam menafsirkan
kondisi lingkungan yang berubah-ubah dikarenakan berbagai faktor yang timbul
disekitarnya akan membentuk kesadaran siswa yang mengikuti pengalaman baru
3
yang dialaminya tersebut. Kebanyakan remaja usia sekolah masih memiliki sifat
cenderung labil ataucenderung mengikuti perkembangan disekitarnya dan
cenderung mempengaruhi perubahan moralnya.
Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah dalam bidang pendidikan
yang harus segera diselesaikan atau dicarikan solusinya oleh pemerintah terutama
dinas pendidikan dengan sikap dukungan dari lembaga pendidikan, masyarakat
dan keluarga. Kenakalan remaja yang terjadi di lingkungan masyarakat khususnya
lingkungan sekolah banyak dialami oleh pelajar remaja. Kenakalan remaja pada
usia sekolah sangat rentan terjadi karena para siswa masih mencari jati dirinya dan
sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan keluarga di rumah atau lingkungan
masyarakat serta pengaruh teman sebaya di rumah maupun di sekolah.
Salah satu upaya untuk meminimalisir kenakalan remaja yang terjadi pada
usia sekolah adalah dengan pembinaan moral yang baik kepada para siswa di
sekolah karena dengan adanya pembinaan moral tersebut, para siswa akan lebih
memahami pentingnya moral dalam melaksanakan hubungan sosial yang baik di
lingkungan sekolah dan masyarakat. Wujud adanya moral dalam kehidupan sosial
masyarakat adalah dipatuhinya suatu peraturan yang timbul dan berlaku dalam
kehidupan sosial agar tujuan hidup bersama dapat tercapai.
Semakin banyaknya keprihatinan terhadap perubahan moral pada anak usia
sekolah dari masa ke masa menjadikan lembaga pendidikan bukan hanya
dijadikan tempat belajar mengembangkan pola pikir kognitif tetapi juga dituntut
dalam aspek pengembangan aspek moralitas. Terlebih apabila lembaga
4
pendidikan terdiri dari siswa yang berdomisili dalam lingkungan yang rendah
tingkat pendidikan moral masyarakatnya, dengan berbagai kasus yang telah
ditemui semakin kedepannya semakin kompleks.
Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa sekolah berbasis agama
sudah pasti terlepas dari kasus-kasus degradasi moral pada perilaku dan diri
siswanya. Namun, pada kenyataannya tidaklah semudah itu. Berbagai faktor-
faktor yang semakin kompleks telah merubah pola berfikir, pola sikap dan
bertindak anak-anak usia sekolah saat ini, terlebih lagi jika suatu lembaga
pendidikan berada dalam lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga siswa
yang bisa dikatakan rendah pendidikan akademik serta kurang dalam kesadaran
pendidikan moralnya. Sehingga tidaklah secepat pandangan masyarakat yang
beranggapan tidak akan ada degradasi moral jika siswa terdaftar sebagai siswa di
sekolah yang berbasis agama, sedangkan diketahui bahwa masalah semakin
kompleks dan globalisasi pun telah menembus segala aspek kehidupan manusia.
Berdasarkan dari tujuan pendidikan sendiri yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa, maka tentunya harapan semua pihak, baik itu pemerintah, masyarakat
maupun penulis. Harapan untuk generasi penerus (remaja) tentunya sangat besar
melihat perkembangan zaman yang saat sekarang ini sudah sangat berkembang.
Peran remaja sendiri tetunya yaitu memberikan perubahan yang baik dalam suatu
Negara agar terjadinya suatu kemajuan dalam Negara. Akan tetapi berdasarakan
kenyataan yang terjadi saat sekarang ini justru malah para generasi peneruslah
yang banyak melakukan suatu pelanggaran atau terjadi patologi sosial (penyakit
5
sosial) tentu ini sangat merugikan Negara terutama dalam menghasilakan bibit-
bibit generasi yang berkualitas.
Berdasarkan data yang di peroleh untuk sementara di sekolah tertera bahwa
hampir setiap waktu para siswa di SMPN 5 Pattallassang melakukan pelanggaran
sosial. Dari data yang di dapat dari tahun 2016-2019 tertera bahwa para siswa
kerap kali melakukan suatu pelanggaran yang tidak sesuai dengan nilai dan norma
yang berlaku di masyarakat. Perilaku para pelajar ini tentunya membuat keresahan
untuk masyarakat setempat dan juga dapat merusak nama baik sekolah karena
dianggap lalai dalam pengawasannya. Pelanggaran yang sering dilakukan siswa
menurut data yang di dapat yaitu melakukan perkelahian, bolos pada saat jam
pelajaran, menghisap lem, merokok disekolah, bahkan siswa bertidak tidak sopan
kepada gurunya, seperti pada data yang di dapat seorang siswa bernama Agung
saat mata pelajaran berlangsung yang oleh gurunya (Ibu Suny) membanting kursi
dan sang guru tidak terima perbuatan tersebut dikarenakan tidak menghargai guru
yang sedang mengajar.
Sehingga dari beberapa fenomena yang terjadi saat sekarang ini membuat
peneliti fokus pada salah satu sekolah di Sulawesi Selatan, Kabupaten Gowa,
Kecamatan Pattallassang, Desa Paccellekang, Dusun Moncongloe tepatnya di
SMPN 5 Pattallassang. SMPN 5 Pattallassang menurut hasil pengamatan peneliti
juga termasuk salah satu sekolah yang pendidikan moralnya kurang perihal masih
banyaknya pelanggaran nilai dan norma sosial meskipun setiap lembaga sekolah
tak lepas dari pelanggaran-pelanggaran nilai dan norma yang menyebabkan
terjadinya degradasi moral pada remaja. Sebagai salah satu sekolah satap yang
6
jumlah siswanya bisa dikatakan masih kurang sehingga peneliti menjadikan tolak
ukur dalam peran tenaga pendidik dalam pelanggaran-pelanggaran tersebut,
seharusnya dengan jumlah siswa yang tidak terlalu banyak tentulah lebih
mempermudah tenaga pendidik dalam mengawasi serta mengontrol segala
tindakan para siswa.
Berdasarkan konsep tersebut mendorong peneliti melakukan penelitian
tentang “Patologi Sosial (Studi Kasus pada Siswa SMPN 5 Pattallassang Kab.
Gowa)”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka di peroleh rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Mengapa patologi sosial dapat terjadi pada siswa di SMPN 5 Pattallassang?
2. Bagaimana dampak patologi sosial terhadap siswa di SMPN 5 Pattallassang?
3. Bagaimana upaya dalam mengatasi patologi sosial pada siswa di SMP Negeri 5
Pattallassang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan
untuk :
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya patologi sosial pada siswa di SMP
Negeri 5 Pattallassang.
2. Untuk mengetahui dampak patologi sosial yang terjadi di SMP Negeri 5
Pattallassang.
7
3. Untuk mengetahui upaya dalam mengatasi patologi sosial di SMPN 5
Pattallassang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
Untuk memberi sumbangan pada dunia pengetahuan pada umumnya dan dunia
pendidikan pada khususnya, terkait dengan pengembangan teori penyimpangan
sosial.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusipositif dalam
lembaga pendidikan khususnya SMP Negeri 5 Pattallassang dan lembaga
pendidikan pemerintah dalam mengatasi kenakalan remaja, selainitu juga dapat
dibuat sebagai masukan untuk lembaga sekolah dalammeningkatkan pendidikan
karakter sesuai ketetapan kurikulum yang berlaku, agar tidak terjadi degradasi
moral.
E. Defenisi Operasional
Patologi Sosial adalah semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma
kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas
kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal.
Perilaku yang bertentangan ini dianggap sebagai sumber masalah karena bisa
berdampak pada kehidupan masyarakat. Contoh yang banyak terjadi yaitu
kenakalan remaja. Perkembangan zaman dan majunya teknologi informasi
menyebabkan sebahagian kalangan remaja sudah tidak peduli akan norma-norma
8
yang telah berlaku dalam pergaulan kehidupan masyarakat, mereka cenderung
bertindak semaunya tanpa memikirkan tindakan yang diperbuatnya.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Konsep
1. Konsep Patologi Sosial
a. Definisi Patoligi Sosial
Menurut Departemen Pendidikan Nasioanal 2000 “Patologi berasal dari kata
pathos, yaitu penderitaan atau penyakit, sedangkan logos berarti ilmu”. ”Jadi,
patologi berarti ilmu tentang penyakit. Sementara itu, sosial adalah tempat atau
wadah pergaulan hidup antarmanusia yang perwujudannya berupa kelompok
manusia atau organisasi, yakni individu atau manusia yang berinteraksi atau
berhubungan secara timbal balik, bukan manusia dalam arti fisik. Oleh karena itu,
pengertian patologi sosial adalah ilmu tentang gejala-gejala sosial yang dianggap
“sakit”, disebabkan oleh faktor sosial atau ilmu tentang asal usul dan sifat-
sifatnya, penyakit yang berhubungan dengan hakikat adanya manusia dalam hidup
masyarakat. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Kartini Kartono
bahwa patologi sosial adalah semua tingkah laku yang bertentangan dengan
norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas
keluarga, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal” Kartini,
Kartono (1992)
Di era globalisasi dan informasi ini, perubahan masyarakat lebih cepat jika
dibandingkan dengan pemecahan permasalahan masyarakat. Manusia sekarang ini
tengah disibukkan dengan kebutuhan untuk semakin bersaing kompetitif dalam
aneka ragam tantangan, bahkan sampai berkorban jiwa dan raga. Perkembangan
9
10
ilmu pengetahuan juga melahirkan berbagai macam penemuan dan pembaruan di
bidang teknologi dan informasi yang nantinya akan mengajak manusia berubah
untuk mengikuti kepentingan diri sendiri.
Dalam ilmu sosial, perubahan yang terjadi dalam masyarakat inilah yang
disebut dengan perubahan sosial. Perubahan sosial dapat berupa perubahan sosial
ke arah positif dan negatif. Kedua bentuk perubahan ini sangat rentan terjadi di
masyarakat. Perubahan sosial yang cenderung ke positif adalah suatu hal yang
harus dimiliki oleh setiap masyarakat, namun perubahan sosial yang mengarah ke
negatif seperti penyakit masyarakat adalah suatu masalah yang harus dihindari.
Dalam hal ini, Simuh mengatakan bahwa perubahan sosial yang bersifat negatif
ini timbul dari kenyataan akan adanya unsur-unsur yang saling bertentangan di
dalam kehidupan bermasyarakat Simuh (2002).
Semakin meningkatnya gejala patologi sosial di suatu masyarakat, kondisi
masyarakat akan semakin tidak stabil. Berbagai macam permasalahan sosial yang
kita baca di media cetak dan disaksikan di media elektronik seakan-akan
mengancam ketenteraman kita bersama.
Hassan Shadily (1984) “mengatakan bahwa gangguan masyarakat ini
merupakan kejahatan. Kenakalan remaja, kemiskinan, dan lain sebagainya
merupakan hal yang harus dicarikan solusinya”. Gillin dan Gillin sebagaimana
yang diungkapkan oleh Salmadanis, memberikan batasan tentang patologi sosial,
yaitu pertama, patologi sosial adalah salah satu kajian tentang disorganisasi sosial
atau maladjustment yang dibahas dalam arti luas, sebab, hasil, dan usaha
perbaikan atau faktor-faktor yang dapat mengganggu atau mengurangi
11
penyesuaian sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, lanjut usia, penyakit
rakyat, lemah ingatan atau pikiran, kegilaan, kejahatan, perceraian, pelacuran,
ketegangan-ketegangan dalam keluarga, dan lain sebagainya. Kedua, patologi
sosial berarti penyakit-penyakit masyarakat atau keadaan abnormal pada suatu
masyarakat Salmadanis (2009).
Kenakalan remaja seperti perkelahian, pencurian dan mabok-mabokan yang
ada di daerah saya biasanya dilakukan oleh anak-anak yang kurang mendapat
perhatian dari orang tua (latar belakang orang tua yang kurang baik), terpengaruh
oleh lingkungan yang buruk dan kurangnya pendidikan yang mereka miliki.
Banyaknya anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah (hanya lulus SD/SMP),
tidak bekerja dan ditinggal oleh orang tua di daerah saya, memberikan penyataan
bahwa sebagian besar remaja di daerah saya telah terjerumus ke dalam pentayit-
penyakit masyarakat.
Kenakala remaja atau juvenile deliquncy ialah perilaku jahat/dursila, atau
kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara
sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian
soail, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkahn laku yang
menyimpang (Kartono, 2002 ).
Juvenile berasal dari bahas latin juvenilis, artinya anak-anak, anak muda, ciri
karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja.
Deliquent berasal dari kata latin delinquere yang berarti terabaikan,
mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, asosial, kriminal,
pelanggaran aturan, pembuat ribut, pengacu, peneror, tidak dapat di perbaiki lagi,
12
durjana, dursila, dan lain-lain.
Dari beberapa defenisi di atas sudah dapat ditarik kesimpulan bahwa kenakalan
remaja itu ialah tindak perbuatan sebahagian para remaja yang bertentangan
dengan hukum, agama, dan norma-norma masyarakat sehingga akibanya dapat
merugikan orang lain, menggangg ketentraman umum dan juga merusak dirinya
sendiri. Apabila tindakan yang sama dilakukan oleh orang dewasa, hal itu disebut
kejahatan (kiminal), seperti membunuh, merampok, memperkosa, menodong, dan
lain-lain, tindakan-tindakan mana dapat dituntut di “meja hijau”, dan jika si
pelaku ternyata bersalah maka ia akan dijatuhi hukuman sesuai dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Tetapi apabila tindakan yang melawan hukum
itu dlakukan oleh anak-anak dan remaja yang usianya dibawah enam belas tahun,
maka kepada anak tersebut tidak dikenakan hukuman seperti orang dewasa.
b. Penyebab Patologi Sosial
Banyak faktor penyebab penyakit di masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan
hasil penelitian yang menetapkan bahwa gangguan jiwa memiliki kontribusi yang
signifikan terhadap waktu produktif dan ekonomi. Patologi sosial mempunyai dua
arti. Pertama, patologi sosial berarti suatu penyelidikan disiplin ilmu pengetahuan
tentang disorganisasi sosial dan social maladjustment, yang di dalamnya
membahas tentang arti, eksistensi, sebab, hasil, maupun tindakan perbaikan
(treatment) terhadap faktor-faktor yang mengganggu atau mengurangi penyesuaian
sosial (social adjustment). Kedua, patologi sosial berarti keadaan sosial yang sakit atau
abnormal pada suatu masyarakat.
Pada dasarnya permasalahan penyakit masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain :
13
1) Faktor Keluarga
Keluarga merupakan cermin utama bagi seorang anak, faktor keluarga disini meliputi
bagaimana orangtua dalam mendidik seorang anak, perhatian orang tua terhadap anak,
interaksi orang tua dengan anak, keadaan ekonomi keluarga serta kepedulian orang tua
terhadap anak tersebut. Disini oeang tua sangat berperan penting dalam mendidik
seorang anak untuk menjadikan anak tumbuh dengan baik dan tidak terjerumus
kedalam penyakit-penyakit masyarakat. Oleh karena itu sangat dianjurkan kepada
semua orang tua untuk mendidik anak-anaknya dengan baik dengan ememberikan
perhatian yang penuh terhadap anak.
2) Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor kedua yang berpengaruh terhadap munculnya penyakit-
penyakit masyarakat. Misalnya seseorang yang berada dilingkungan yang tidak baik
seperti lingkungan orang-orang pemabuk, suka main judi dan senang berkelah, maka
seseorang tersebut cepat atau lambat akan mudah terjerumus ke dalam kumpulan
orang-orang tidak baik itu. Norma-norma (aturan-aturan) yang tidak ditegakkan di
dalam masyarakat juga ikut menyumbang akan munculnya penyakit-penyakit sosial.
3) Faktor pendidikan
Pendidikan merupakan modal utama yang sangat diperlukan bagi seseorang untuk
menjalankan hidupnya dengan baik. Baik itu pendidikan formal
(pendidikan disekolah) maupun non formal (pendidikan dalam keluarga, lingkungan
masyarakat dan pergaulan) dengan pendidikan seseorang mengetahui mana yang baik
dan mana yang buruk, mengetahui mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak
seharusnya dilakukan. Sehingga dengan pendidikan yang baik seseorang tidak akan
terjerumus ke dalam permasalahan penyakit-penyakit sosial.
14
c. Bentuk Patologi Sosial
Masyarakat modern yang kompleks sebagai hasil dari kemajuan Teknologi,
mekanisasi, industrialisasi, dan urbanisasi dapat menciptakan masalah Sosial.
Kesulitan penyesuaian menyebabkan baik yang terbuka maupun konflik dan
lahiriah di alam, serta tersembunyi dan batiniah dalam pikiran sendiri. Oleh
karena itu, membuat orang menyimpang dari norma Publik, melakukan apa yang
mereka inginkan, untuk kepentingan mereka sendiri dan atau campur tangan
merugikan orang lain. Perilaku menyimpang di zaman modern disebabkan oleh
berbagai ketimpangan sosial yang disebut penyakit sosial atau patologi sosial.
Patologi sosial yaitu ilmu tentang gejala-gejala sosial yang dianggap “sakit”,
disebabkan oleh faktor-faktor sosial (KBBI, 1989:736). Menurut sosiolog,
patologi sosial didefinisikan sebagai semua tingkah laku yang bertentangan
dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik,
solidaritas, kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum
formal (dalam Kartono, 1981:1).
Bentuk-bentuk patologi sosial menurut pendapat Kartono (2011:57) antara
lain: 1) perjudian, 2) korupsi, 3) kriminalitas, 4) pelacuran. Terdapat empat jenis
patologi sosial yang terefleksi dalam album Plur yaitu perjudian, korupsi,
kriminalitas, pelacuran.
d. Dampak Patologi Sosial
Segala sesuatu yang terjadi dilingkungan masyarakat khususnya di
lingkungan tempat berkembangnya para remaja mulai dari siswa sekolah dasar
sampai menengah atas. Dalam hal ini patologi sosial yang terjadi dikalangan para
15
remaja tentunya memberikan dampak tersendiri terhadap lingkungan maupun
dampak untuk pekembangan nilai dan moral mareka. Pelanggaran-pelanggaran
yang kerap dilakukan para remaja tentunya meresahkan lingkungan sekitarnya
seperti ketika terjadi pelanggaran pencurian dilungkungan sekolah tentunya
membuat para siswa maupn orangtua siswa sendiri.
e. Upaya mengatasi patologi sosial
Starategi dalam mengatasi patologi sosial di lingkungan para remaja tentunya
melakukan pendekatan dengan pelaku pelanggar. Dalam hal ini lebih
mempedulikan perkembangan nilai dan moral serta memeperhatiakan lingkungan
bermainnya. Peter L Berger mengatakan pengendalian sosial adalah berbagai cara
yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang menyimpang.
Hal tersebut tentunya merupakan salah satu bentuk pencegahan terhadap dampak
patologi sosial
2. Perilaku Menyimpang
a. Defenisi perilaku menyimpang
Dalam kenyataan sehari-hari, tidak semua orang bertindak berdasaran norma-
norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Tindakan yang tidak
sesuai dengan norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat dinamakan
perilaku menyimpang. Penyimpangan terjadi apabila seseorang atau sekelompok
orang yang tidak mematuhi norma atau patokan dan nilai yang sudah berlaku di
masyarakat. Penyimpangan terhadap norma-norma atau niai-nilai masyarakat
disebut deviasi, sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan
ini disebut dengan devian.
16
Menurut Paul B. Horton Penyimpangan adalah setiap perilaku yang
dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau
masyarakat.
b. Ciri-ciri perilaku menyimpang
1) Penyimpangan harus dapa didefinisikan
2) Penyimpangan bisa diterima bisa juga ditolak
3) Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak
4) Penyimpangan terhadap budaya nyata ataukah budaya ideal
5) Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan
6) Penyimpangan sosial bersifat adaptif (menyesuaikan)
c. Jenis-jenis perilaku menyimpang
1) Penyimpangan Primer
Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang bersifat sementara
(temporer). Orang yang melakukan penyimpangan primer tetap dapat diterima
oleh kelompok sosialnya karena tidak secara terus-menerus melanggar norma-
norma umum. Misalnya, pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas atau
meminum minuman keras di suatu pesta. Seseorang yang melakukan
penyimpangan seperti contoh diatas pada umumnya masih dapat diterima dengan
tangan terbuka oleh msyarakat. Alasannya, penyimpangan yang dilakukan bersifat
sementara, pada kesempatan lain tidak akan dilakukannya lagi.
2) Penyimpangan Sekunder
Penyimpangan sosial sekunder adalah penyimpangan sosial yang
dilakukan secara terus-menerus meskipun sanksi telah diberikan kepadanya
17
sehingga para pelakunya secara umum dienal sebagai orang yang berilaku
menyimpang. Misalnya, seseorang yang meminum minuman keras dan mabuk
terus-menerus di manapun dia berada. Atau, seseorang siswa SMA yang terus-
menerus menyontek pekerjaan teman sekelasnya. Seseorang yang telah
dikategorikan berperilaku menyimpang sekunder tidak diinginkan kehadirannya
ditengah-tengah masyarakat (dibenci).
3. Kenakalan Remaja
Sebenarnya istilah remaja tidaklah mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak
dapat dimasukkan ke dalam golongan anak, tetapi ia tidak pula termasuk golongan
orang dewasa atau golongan tua. Remaja ada di antara anak dan orang dewasa.
Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun
psikisnya (Knoers,2002 : 259).
Status orang dewasa sebagai status primer, artinya status itu diperoleh
berdasarkan kemampun dan usaha sendiri. Status anak adalah status diperoleh
(derived), artinya tergantung daripada apa yang diberikan orang tua dan
masyarakat. Remaja ada dalam bentuk interim sebagai akibat daripada posisi yang
sebagian diberikan oleh orang tua dan sebagian diperoleh melalui usaha sendiri
yang selanjutnya memberikan prestise tertentu padanya. Status internim
berhubungan dengan masa peralihan yang timbul sesudah pemsakan seksual
(pubertas) (Knoers, 2002:260). Masa pubertas berlangsung selama 2 tahun,
dinamakan pubertas (Inggris = puberty), yang dalam bahasa latin berarti usia
kedewasaan (the age of monhord) dan yang berkaitan dengan kata lain lainnya
pubescre, yang berarti masa pertumbuhan rambut di daerah tulang pusic (di
18
wilayah kemaluan) (Sarwono, 1991:7).
Umumnya ahli-ahli Eropa menggunakan istila “puber” untuk menyatakan
masa di mana kemasakan awal seksual tercapai, yang berlangsung kira-kira dari
umur 12-18 tahun. Sedangkan perkataan adolescent dipakai untuk menyatakan
“masa peralihan ke matrity”, yang berlangsung antara umur 18-20 tahun
(Simandjuntak, 1984:83).
Menurut Bakolak inpres (Badan Koordinasi Pelaksanaan Instruksi presiden)
No.6/1971 Pedoman 8, tentang Pola Penanggulangan Kenakalan Remaja. Di
dalam pedoman itu diungkapkan mengenai pengertian kenakalan remaja sebagai
berikut (Willis, 2008 : 88-89) “kenakalan remaja ialah kelainan tingkah laku,
perbuatan atau tindakan remaja yang bersifat asosial bahkan anti sosial yang
melanggar norma-norma sosial, agama serta ketntuan hukum yang berlaku dalam
masyarakat”.
Menurut Sarwono (1991 : 197) semua tingkah laku yang menyimpang dari
ketentuan yang berlaku dalam masyarakat (norma, agama, etika, peaturan sekolah,
dan keluarga) dapat disebut sebagai perilaku menyimpang. Tetapi jika
penyimpangan itu terjadi terhadap norma-norma hukum pidana barulah disebut
kenakalan.
Berikut jenis kenakalan yang dikumpulkan oleh pemerintah melalui Bakolak
Inpres 6/1971 ialah sebagai berikut :
1. Pencurian
2. Penipuan
3. Perkelahian
19
4. Perusakan
5. Penganiayaan
6. Prampokan
7. Narkotika
8. Pelanggaran Asusila
9. Pelanggaran
10. Pembunuhan
11. Kejahatan lain
Kartasaputra mendefinisikan bahwa perilaku penyimpangan adalah suatu
tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, yang tidak sesuai
atau tidak menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat,
baik yang dilakukan secara sadar ataupun tidak. Bentuk-bentuk penyimpangan
tersebut, apabila terus berkembang akan menyebabkan timbulnya penyakit sosial
dalam masyarakat. Dengan kata lain, penyakit sosial adalah bentuk penyimpangan
terhadap norma masyarakat yang dilakukan secara terus-menerus.
Sama halnya dengan penyakit-penyakit fisik pada umumnya, penyakit sosial
pun tidak muncul secara seketika. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
timbulnya penyakit sosial di masyarakat kita. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Tidak adanya figur yang bisa dijadikan teladan dalam memahami dan
menerapkan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian, apa
yang dirasa benar, akan dilakukan terus-menerus tanpa memedulikan apakah
hal itu melanggar norma atau tidak.
20
2. Pengaruh lingkungan kehidupan sosial yang tidak baik. Lingkungan yang
sebagian besar masyarakatnya sering melakukan tindak penyimpangan, seperti
prostitusi, perjudian, dan mabuk-mabukan, bisa memengaruhi kondisi
masyarakat yang tinggal di daerah itu, sehingga warganya ikut terjangkit
penyakit sosial serupa.
3. Proses sosialisasi yang negatif. Seseorang yang bergaul dengan para pelaku
penyimpangan sosial, seperti kelompok preman, pemabuk, penjudi, dan
sebagainya, lambat laun akan menjadi sama dengan teman-teman sekelompok
dengannya.
4. Ketidakadilan. Seseorang yang mendapatkan perlakuan tidak adil, bisa
memicunya untuk melakukan protes, unjuk rasa, bahkan bisa menjurus ke
tindakan anarkis.
Penyakit masyarakat disini diartikan sebagai semua tingkah laku yang
melanggar norma-norma dalam masyarakat dan dianggap menganggu, merugikan
serta tidak dikehendaki oleh masyarakat. Penyakit masyarakat yang sering muncul
di daerah saya antara lain yaitu kenakalan remaja seperti mencuri, mabok-
mabokan dan berkelahi. Hal-hal tersebut biasanya banyak dilakukan oleh anak-
anak muda yang tidak sekolah dan hanya menjadi pengangguran di rumah saja.
21
4. Penelitian Relevan
Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan dan berkaitan dengan penelitian yang
penulis lakukan, baik yang dituangkan ke dalam skripsi maupun jurnal diantaranya
sebagai berikut:
Nuqul (2008) dengan judul “Pesantren Sebagai Bengkel Moral, Optimalisasi
Sumber Daya Pesantren untuk Menanggulangi Kenakalan Remaja”. Penelitian
tersebut berfokus pada kenakalan remaja dari sudut pandang psikologi dan
moralitas. Kesimpulannya, kenakalan remaja telah menjadi masalah serius.
Pesantren merupakan ujung tombak pendidikan yang menuntun kehidupan di
dunia dan akhirat. Untuk mencapai tujuan tersebut pesantren mempunyai sumber
daya yang meliputi tradisi dan sumber daya manusia yang membuktikan bahwa
pesantren merupakan bengkel moral yang bisa diandalkan. Persamaan penelitian
ini dengan penelitian penulis yaitu sama sama membahas tentang kenakalan
remaja dan memiliki perbedaan pada fokus serta lokasi penelitiannya.
Aroma, I. S., & Suminar, D. R. (2012) dengan judul “Hubungan antara
tingkat kontrol diri dengan kecenderungan perilaku kenakalan remaja”. Tujuan
penelitian ini adalah menguji secara empiris apakah terdapat hubungan negatif
antara kontrol diri dengan kecenderungan perilaku kenakalan pada remaja. Subjek
penelitian ini berjumlah 265 remaja dengan rentang usia 14-19 tahun yang
bersekolah di SMK X Kediri. Alat pengumpulan data pada penelitian ini berupa
skala psikologi. Alat ukur variabel kontrol diri terdiri dari 36 butir yang diadaptasi
dari Self Control Scale milik Tangney dkk, (2004) dan alat ukur kecenderungan
perilaku kenakalan remaja terdiri dari 31 butir yang disusun sendiri oleh peneliti.
22
Analisis data dilakukan dengan teknik korelasi Product Moment dengan bantuan
program statistic SPSS versi 16 for windows.Hasil analisis data penelitian
menunjukkan nilai korelasi antara variabel kontrol diri dengan kecenderungan
perilaku kenakalan remaja sebesar - 0,318 dengan p sebesar 0,000. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara tingkat
kontrol diri dengan kecenderungan perilaku kenakalan remaja.
Nasikhah, D., & Prihastuti, S. U. (2013) dengna judul “Hubungan antara
tingkat religiusitas dengan perilaku kenakalan remaja pada masa remaja awal”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara
tingkat religiusitas dengan perilaku kenakalan remaja pada masa remaja awal.
Religiusitas adalah suatu bentuk kepercayaan adi kodrati yang di dalamnya
terdapat penghayatan dalam kehidupannya dengan menginternalisasikannya ke
dalam kehidupan seharihari (Glock & Stark, 1986). Religiusitas dikarakteristikan
dengan lima dimensi antara lain dimensi keyakinan, dimensi peribadatan atau
praktek agama, dimensi feeling atau penghayatan, dimensi pengetahuan agama,
dimensi effect atau pengalaman.. Santrock (2006) menyatakan bahwa kenakalan
remaja adalah rentang perilaku yang dilakukan remaja berupa tindakan yang tidak
dapat diterima secara sosial seperti pelanggaran status hingga tindak kriminal.
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Kerek
dengan responden sebanyak 31 orang yang terdiri dari kelas 1 dan kelas 3 SMP.
Alat pengumpul data berupa kuisioner tingkat religiusitas dan perilaku kenakalan
remaja yang telah diujicobakan terlebih dahulu pada 34 siswa Sekolah Menengah
Pertama. Reliabilitas skala tingkat religiusitas sebesar 0,832 dan skala kenakalan
23
remaja sebesar 0,900 yang berarti alat ukur ini reliabel untuk digunakan dalam
penelitian. Analisis data dilakukan dengan tehnik statistik korelasi pearsons
product moment, dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows. Hasil
pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat
religiusitas dengan perilaku kenakalan remaja. Nilai taraf signifikansinya adalah
0,001 yang berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik. Besar nilai uji
korelasi pearsons product moment adalah -0,588 yang berarti effect size hubungan
yang ditimbulkan besar.
Arifah (2012) denganrjudul “Pengaruh internet terhadap kenakalan remaja”
Internet adalah jaringan global antar komputer untuk berkomunikasi dari suatu
wilayah ke wilayah lain di belahan dunia. Dalam internet terdapat berbagai
macam informasi, baik yang memberikan manfaat maupun berdampak negatif.
Semua informasi itu dapat diakses lewat internet.. Berdasarkan hasil survey yang
diadakan oleh Spire Research & Consulting bekerja sama dengan Majalah
Marketing (2008) (http://marketing.co.id) mengenai trend dan kesukaan remaja
Indonesia terhadap berbagai jenis kategori media, menunjukkan bahwa para
remaja sudah mengerti dan menggunakan internet dalam kegiatan sehari-hari.
Yang menjadi permasalahan bahwa para remaja sebagai salah satu pengguna
internet mereka belum mampu memilah aktivitas internet yang bermanfaat, dan
cenderung mudah terpengaruh oleh lingkungan sosial tanpa mempertimbangkan
terlebih dahulu efek positif atau negatif yang akan diterima saat melakukan
aktivitas internet tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari
informasi, mengetahui dan memahami pengaruh internet terhadap kenakalan
24
remaja. Jenis penelitian ini adalah library research (penelitian kepustakaan) dan
sifat penelitianya diskriptif-analisis, analisis datanya menggunakan conten
analysis dengan menggunakan metode Induktif, deduktif, dan komparatif. Dari
hasil analisis data menunjukkan bahwa media internet mempunyai peranan yang
sangat berpengaruh terhadap kenakalan remaja, dan dapat memicu timbulnya
perilaku dursila. Terjadinya kenakalan remaja disebabkan dua faktor: faktor
internal, dan faktor eksternal. Selain itu juga disebabkan adanya konflik-konflik
mental, rasa tidak terpenuhinya kebutuhan pokok, kemiskinan, dan ketidaksamaan
sosial-ekonomi yang merugikan dan bertentangan. Solusi mengatasi kenakalan
pada remaja dapat ditempuh melalui tiga upaya, yaitu tindakan preventif, tindakan
kuratif, dan pembinaan agama yang difokuskan pada ketaatan menjalankan ibadah
shalat. Perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian saya yaitu
penelitian Arifah lebih kepada bagaimana pengaruh internet dalam tindak
kenakalan remaja. Sedangkan penelitian saya lebih fokus kepada bagaimana
penyakit sosial yang terjadi pada peserta didik khususnya para remaja.
5. Landasan Teori
Teori yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu, Teori perilaku
menyimpang, menurut Paul B Horton (2006:23) penyimpangan adalah setiap
perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok
atau masyarakat. Sedangkan menurut teori penyimpangan pergaulan berbeda oleh
Edwin H. Sutherland (dalam Elly M.Setiadi & Usman Kolip,2011:238). Menurut
teori pergaulan berbeda, bahwa penyimpangan bersumber dari pergaulan dengan
kelompok yang telah menyimpang. Penyimpangan diperoleh melalui proses alih
25
budaya (cultural transmission). Melalui proses tersebut seseorang mempelajari
penyimpangan, maka lamakelamaan ia pun akan tertarik dan mengikuti pola
perilaku yang menyimpang tersebut.
Dalam kenyataan sehari-hari, tidak semua orang bertindak berdasarkan
norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Tindakan
yang tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam
masyarakat dinamakan perilaku menyimpang. Penyimpangan terjadi apabila
seorang atau sekelompok orang tidak mematuhi norma atau nilai-nilai masyarakat
disebut deviasi (deviaton), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan
penyimpangan ini disebut dengan devian (deviant).
Terdapat dua sifat-sifat penyimpangan sosial yatu penyimpangan yang
bersifat positif dan penyimpangan yang bersifat negatif. Penyimpangan positif
yaitu peyimpangan yang tidak sesuai dengan aturan-aturan atau norma-norma
yang berlaku, tetapi mempunyai dampak positif terhadap sistem sosial. Misalnya,
dalam masyarakat tradisional, wanita yang melakukan kegiatan tertentu (berkarir)
dianggap tabu. Pelakunya dianggap melakukan penyimpangan. Namun, ada
dampak positif dari perilaku tersebut yaitu emansipasi. Sedangkan penyimpangan
yang bersifat negatig yaitu pelaku bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang
dipandang rendah dan berakibat buruk, yang dapat mengganggu sistem sosial itu.
Tindakan semacam ini akan dicela oleh masyarakat. Pelakunya dapat dikucilkan
dari masyarakat. Bobot penyimpangan negatif dapat di ukur menurut kaidah sosial
yang dilanggar. Pelanggaran terhadap kaidah susila dan adat-istiadat biasanya
26
dinilai lebih berat daripada pelanggaran terhadap tata cara dan sopan santun.
Contohnya perampokan, pemerkosaan, pelacuran, dan pembunuhan.
Adapun teori pendukung dalam penelitian ini yaitu teori pendekatan Max
Weber. Weber melihat sosiologi sebagai sebuah studi tentang tindakan sosial antar
hubungan sosial dan itulah yang dimaksudkan dengan pengertian paradigma
definisi sosial dan itulah yang di maksudkan dengan pengertian paradigma
definisi atau ilmu sosial itu. Tindakan manusia dianggap sebagai sebuah bentuk
tindakan sosial manakala tindakan itu ditujukan pada orang lain (Hotman 1989).
Teori tindakan sosial Max Weber berorientasi pada motif dan tujuan pelaku.
Dengan menggunakan teori ini kita dapat memahami perilaku setiap individu
maupun kelompok bahwa masing-masing memiliki motif dan tujuan yang berbeda
terhadap sebuah tindakan yang dilakukan. Teori ini bisa digunakan untuk
memahami tipe-tipe perilaku tindakan setiap individumaupun kelompok. Dengan
memahami perilaku setiap individu maupunkelompok, sama halnya kita telah
menghargai dan memahami alasan-alasanmereka dalam melakukan suatu
tindakan. Sebagaimana diungkapkan olehWeber, cara terbaik untuk memahami
berbagai kelompok adalah menghargaibentuk-bentuk tipikal tindakan yang
menjadi ciri khasnya. Sehingga kitadapat memahami alasan-alasan mengapa
warga masyarakat tersebut bertindak Pip Jones (2003).
Menurut Weber terjadi suatu pergeseran tekanan ke arah keyakinan, motivasi,
dan tujuan pada diri anggota masyarakat, yang semuanya memberi isi dan bentuk
kepada kelakuannya. Kata perikelakuan dipakai oleh Weber untuk perbuatan-
perbuatan yang bagi si pelaku mempunyai arti subyektif. Pelaku hendak mencapai
27
suatu tujuan atau ia didorong oleh motivasi. Perikelakuan menjadi sosial menurut
Weber terjadi hanya kalau dan sejauh mana arti maksud subyektif dari
tingkahlaku membuat individu memikirkan dan menunjukan suatu keseragaman
yang kurang lebih tetap.
”Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan
keharusan untuk menjamin keberadaan manusia. Sebagai bukti bahwa manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat melakukannya
sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain. Ada ikatan saling
ketergantungan diantara satu oarang dengan yang lainnya. Artinya bahwa
kelangsungan hidup manusia berlangsung dalam suasana saling mendukung
dalam kebersamaan. Untuk itu manusia dituntut mampu bekerjasama, saling
menghormati, tidak mengganggu hak orang lain, toleran dalam hidup
bermasyarakat.” Rusli Ibrahim (2001).
B. Kerangka Pikir
Kerangka pikir tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut bahwasanya patologi
sosial dalam kenakalan remaja di SMP Negeri 5 Pattallassang yang menurunkan
akhlak dan moral para siswa atau remaja.
Penyebab utama terjadinya kenakalan remaja di sekolah yaitu kurangnya
pembinaan karakter terhadap siswa, sehingga memberikan dampak yang buruk
bagi diri mereka sendiri dan lingkungan sekolah menjadi tidak nyaman akibat ulah
remaja yang sering bertindak melanggar aturan-aturan sekolah.
Dalam hal mengatasi permasalahan siswa tersebut tentulah tidak lepas dari
peran serta upaya pihak lembaga sekolah yang melibatkan kepala sekolah yang
28
harus turun langsung dalam hal tersebut, keberhasilan suatu lembaga sekolah
dalam menerapkan pendidikan karakter pada siswa membuat kondisi sekolah dan
kondisi belajar menjadi efektif meskipun jauh dari kata sempurna.
Peran lembaga sekolah sendiri yang di bantu oleh orang tua siswa maupun
masyarakat setempat agar menciptakan kenyamanan siswa dalam menempuh
pendidikan dan kepercayaan orang tua siswa kepada pihak sekolah meskipun
peran orang tua tidak sepenuhnya di sekolah tetapi di rumah pun orang tua harus
memberikan penanaman moral yang baik begitupun di lingkungan masyarakat
hendaklah membatu pihak sekolah dalam mengawasi tindakan-tindakan para
remaja ini agar terciptanya generasi muda yang berakhlak dan bermoral.
Terciptanya generasi muda yang berakhlak dan bermoral tentunya memberikan
sumbansi sendiri bagi Negara terutama di bidang IPTEK karena dalam bidang ini
tentunya kaum muda harus lebih bisa membedakan baik dan buruk dalam
perkembangan IPTEK dan juga generasi yang berakhlak dan bermoral tentunya
memberikan kenyamanan sendiri bagi masyarakat karena tidak adalagi degradasi
moral dalam lingkungan.
Berdasarkan pengembangan konsep dan kajian teori yang telah di kembangkan
dalam bab sebelumnya maka dapat dibangun kerangka pikir sebagai berikut :
29
Bagan Kerangka Pikir
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
Dampak terjadinya patologi sosial
Peyebab terjadinya patologi sosial
1. Pengaruh lingkungan bermain
2. Permasalahan ekonomi
3. Perkembangan zaman
semakin modern
4. Rendahnya peran keluarga
Patologi Sosial
Upaya mengatasi patologi sosial
1. Memberikan pendekatan khusus
terhadap siswa yang melanggar
2. Menekankan untuh senantiasa
mematuhi tata tertib yang berlaku
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan
metodekualitatifsebagaiprosedurpenelitian yang menghasilkan data
deskriptifberupa kata-kata tertulisataulisandari orang-orang danprilaku yang
dapatdiamati.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan studi kasus.
Alasan peneliti menggukan pendekatan studi kasus. Studi kasus merupakan
metode pengumpulan data secara komprehensif yang meliputi aspek fisik dan
psikologis individu, dengan tujuan memperoleh pemahaman secara mendalam dan
komprehensif yaitu untuk mendalami dan menggambarkan berbagai kasus terkait
dengan patologi sosial dalam kenakalan remaja yang saat ini masih menjadi
persoalan dan perbincangan dikalangn masyarakat untuk melahirkan konsep atau
pemecahan terkait fenomena yang terjadi di SMP Negeri 5 Pattallassang Kab.
Gowa.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 5 Pattallassang tepatnya di Kabupaten
Gowa. Sekolah tersebutmerupakansalahsatu sekolah yang telah menerapkan
31
31
pendidikan karakter dalam pendidikan sehari-hari. Selainitu, lokasi wilayah
tersebut di Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Gowa, Kecamatan Pattallassang,
Desa Paccellekang, Dusun Moncongloe.
2. Waktu penelitian
Penelitian di laksanakan selama kurang lebih 2 bulan yaitu dari tanggal 12
Oktober 2019 sampai dengan 12 Desember 2019
C. Informan Penelitian
Informan adalah orang-orang yang dapat dijadikan sebagai sumber data atau
informasi yang dapat memberikan data sesuai dengan permasalahan yang diteliti,
informan masih terikat secara penuh serta aktif pada lingkungan dan kegiatan
kemasyarakatan menjadi sasaran atau penelitian, informan mempunyai banyak
waktu dan kesempatan untuk diminta informasi. Dengan demikian informan
peneliti sebagai sumber utama informasi dalam mencri data untu menyesuaikan
masalah dalam penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan purposive
sampling karena tidak semua staf sekolah dan masyarakat yang ada di lingkungan
SMP Negeri 5 Pattallasangdigunakan melainkan hanya pada yang memenuhi
kriteria atau dengan pertimbangan tertentu.
Informannya adalah orang-orang yang dapat memberikan informasi untuk
menjawab segala permasalahan dalam penelitian dan memenuhi persyaratan untuk
menjadi informan sehingga tidak semua staf sekolah dijadikan informan
penelitian.
Adapun criteria dan informan yang ditunjuk atau dipilih dalam penelitian ini
adalah informan yang paham tentang struktur dan tata tertib sekolah yang
32
diterapkan dikesehariannya. Kriteria-kriteria informan dalam penelitian ini antara
lain :
1. Informan kunci adalah Orang yang berstatus sebagai peserta didik yaitu siswa
dengan jumlah 4 orang.
2. Informan ahli adalah Orang yang menjadi salah satu penanggung jawab
sekolah yaitu kepala sekolah dengan jumlah 1 orang
3. Informan tambahan adalah Orang yang berada dalam lingkungan sekolah
yaitu staf sekolah dengan jumlah 2 orang
D. Fokus Penelitian
Adapun fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana patologi sosial di SMP
Negeri 5 Pattallassang Kabupaten Gowa.
1. Penyebab terjadinya patologi sosial pada siswa di SMP Negeri 5
Pattallassang seperti membolos, mencuri, menghisap lem dan lain
sebagainya.
2. Dampak patologi sosial yang terjadi di SMP Negeri 5 Pattalassang seperti
berkurangnya minat belajar siswa serta membuat keresahan dilingkungan
sekolah.
3. Upaya dalam mengatasi patologi sosial di SMP Negeri 5 Pattallassang
seperti melakukan penanganan dengan memberi sanksi dan melakukan
pendekatan khusus.
Fokus tersebut memproyeksikan perilaku siswa kedalam aktifitas kehidupan
sehari-hari di sekolah maupun di luar sekolah kedalam aktivitas kehidupan sehari-
hari masyarakat khususnya siswa yang berstatus pelajar di SMP Negeri 5
33
Pattallassang. Dimana terjadinya pelanggaran sosial, sehingga terjadinya
degradasi moral pada siswa. Sehingga peneliti memfokuskan bagaimana upaya
pihak sekolah dalam patologi sosial yang terjadi pada siswa.
E. Instrument Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah berupa kamera atau handphone (dokumentasi), perekam
suara dan alat tulis menulis (lembar observasi dan wawancara). Untuk
memperoleh data dalam peneltian ini, maka digunakanlah instrumen penelitian
berupa lembar observasi, panduan wawancara, serta catatan dokumentasi sebagai
pendukung penelitian ini.
Adapun instrument yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pada saat
pengumpulan data di SMP Negeri 5 Pattallassang telah dipersiapkan alat-alat
yang digunakan sebelumnya, antara lain yang dipersiapkan dalah:
1. Lembar observasi berisi catatan-catatan yang diperoleh peneliti pada saat
melakukan pengamatan langsung di lapangan.
2. Panduan wawancara merupakan seperangkat daftar pertanyaan yang sudah
disiapkan oleh peneliti sesuai dengan rumusan masalah dari pertanyaan
peneliti yang akan dijawab melalui proses wawancara.
3. Catatan dokumentasi adalah data pendukung yang dikumpulkan sebagai
penguatan data observasi dan wawancara yang berupa gambar, grafik data,
angka, sesuai dengan kebutuhan peneliti.
34
4. Rekaman suara merupakan hasil rekaman wawanacara yang dilalakukan
dengan informan dengan menggunakan smartphone atau alat perekam
lainya.
5. Informan itu sendiri yang merupakan pusat informasin langsung dalam
menemukan data-data yang di perlukan.
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri atau human
instrument karena perasaan keingintahuan dan kemampuan untuk menggali
informasi atau data yang terkait dengan masalah penelitian hanya dimiliki oleh
peneliti. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus di validasi
maksudnya seberapa jauh peneliti siap melakukan penelitian di lapangan. Validasi
terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemehaman
metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti,
kesiapan peneliti memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun
logistik. Selanjutnya yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui
evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan
teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta bekal memasuki lapangan.
(Sugiono, 2009) “peneliti kualitatif sebagai human instrumen berfungsi dalam
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan
membuat kesimpualan”.
F. Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang di kumpulkan ada dua macam yaitu:
35
1. Data Primer
Data ini bersumber dari responden secara langsung dalam prakteknya
diperoleh dari wawancara. Selain dari pengamatan langsung terhadap situasi
lokasi penelitian.
2. Data Sekunder
Data skunder diperoleh dari sumber-sumber pendukung lokasi penelitian yaitu
dokumen-dokumen dan statistik, buku-buku, majalah, Koran dan keterangan
lainnya yang ada kaitannya dengan objek penelitian.
G. Teknik Pengumpulan Data
Penentuan metode pengumpulan data tergantung pada jenis dan sumber data
yang diperlukan. Pada umumnya, pengumpulan data dapat dilakukan dengan
beberapa metode, baik secara alternative maupun komulatif. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini dilaksanakan sesuai fokus penelitian. Adapun secara
ringkas pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu:
1. Observasi
Observasi penelitian adalah metode penelitian yang menggunakan cara
pengamatan terhadap objek yang menjadi pusat perhatian penelitian. Metode
observasi umumnya ditujukan untuk jenis penelitian yang berusaha memberikan
gambaran mengenai peristiwa apa yang terjadi di lapangan.
Observasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pengamatan atau
observasi yang dilakukan akan memakan waktu yang lebih lama apabila ingin
melihat suatu proses perubahan dan pengamatan. Observasi merupakan
pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis, mengenal fenomena social
36
dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Dimana
dilakukan pengamatan atau pemusatan perhatian terhadap objek yang akan
digunakan untuk mengetahui tentang patologi sosial di SMP Negeri 5
Pattallassang. Dalam penelitian ini menggunakan alat bantu buku catatan, telpon
genggam (untuk merekam suara dan mengambil gambar) yang nantinya
digunakan untuk mencari dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan.
Dalam penelitian ini, metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data,
anatara lain:
a. Mengamati segala aktifitas sehari-hari lingkungan sekolah SMP Negeri 5
Pattallasang.
b. Mengamati sikap dan prilaku dalam bertindak dan berinteraksi antar siswa.
c. Mengamati cara bergaul siswa laki-laki dan siswa perempuan.
2. Wawancara
Yang dimaksud dengan wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan
pada suatu masalah tertentu dan merupakan proses Tanya jawab lisan dimana dua
orang atau lebih berhadapan secara fisik
Wawancara memerankan peranan penting dalam pengumpulan data.Pada
instrument ini digunakan untuk mendasarkan diri pada pengetahuan dan atau
keyakinan pribadi. Jadi dengan wawancara, maka akan mengetahui hal-hal yang
mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena
yang terjadi.
37
Metode ini digunakan untuk menggali data yang berkaitan dengan patologi
sosial. Sedangkan objek yang menjadi sumber informasi dan juga yang akan
diwawancarai adalah:
a. Kepala sekolah dan Kecamatan untuk mendapatkan profil tentangSMP Negeri
5 Pattallassang.
b. Siswa, untuk mendapatkan keterangan mengenai hubungan interaksi siswa
dengan teman sebayanya dan cara bergaul di lingkungannya.
c. Pihak-pihak lain yang berkaitan dengan perolehan data dalam penelitian ini.
3. Dokumentasi
Dokumentasi dari adalah dokumen yang berarti barang-barang tertulis. Di
dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda
tertulis seperti buku-buku, dokumen, peraturan-peraturan dan sebagainya. Dalam
penelitian kualitatif, teknik ini merupakan alat mengumpulkan data yang utama,
karena pengujian datanya yang diajukan secara logis dan rasional melalui
pendapat ataupun teori yang diterima. Cara mengumpulkan data melalui arsip
tertulis.
Metode dokumentasi digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data-data
yang akurat mengenai data-data yang terkait makna agama bagi generasi milenial.
Seperti peraturan, tata tertib, dan juga data terkait sejarah serta perkembangan
kelembagaan.
38
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisi data yang digunakan oleh peneliti adalah mengacu pada konsep
Miles dan Huberman dalam Hariyati (2015) yaitu interactive model yang
mengklasifikasikan analisis data menjadi tiga bagian yaitu:
1. Data Reduction (Reduksi Data), semua data yang diperoleh dilapangan
akan ditulis dalam bentuk uraian secara lengkap dan banyak. Kemudian data
tersebut direduksi yaitu data dirangkum, membuat kategori, memilih hal-hal
yang pokok dan penting yang berkaitan dengan masalah. Data yang telah
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dari hasil wawancara
dan observasi.
2. Data Display (Penyajian Data), setelah melakukan reduksi data, peneliti
selanjutnya melakukan tahap kedua yakni penyajian data dimana data dan
informasi yang sudah diperoleh dilapangan dimasukkan kedalam suatu bentuk
tabel.
Conclusion drawing/verification (menarik kesimpulan/verifikasi) setelah
penyajian data, peneliti kemudian menginterpretasi atau menyimpulkan data-
data atau informasi yang telah diperoleh dan disajikan.Dari penjelasan dapat
ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari analisis data untuk menganalisis hal-hal
yang masih perlu diketahui mengenai data-data yang telah diperoleh di
lapangan, informasi yang perlu dicari dan kesalahan yang harus diperbaiki.
39
I. Teknik Keabsahan Data
Untuk mengembangkan validitas data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
maka teknik pengembangan yang digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu
tekniktriagulasi. Dalam teknik pengumpulan data, triagulasi diartikan sebagai
teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan bersumber data yang telah ada. Teknik yang menggunakan
pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang
sama. Triagulasi dilakukan dengan tiga strategi yaitu:
1. Sumber: penulis mengambil dan mencari informasi tentang topic yang
dikaji dari beberapa sumber.
2. Teknik penelitian: peneliti melaksanakan pengecekan kembali dengan
lebih dari satu teknik.
3. Waktu: pemeriksaanpadawaktuataupunkesempatan yang berbeda. Cara ini
memiliki potensi untuk meningkatkan akurasi, keterpercayaan, kerincian
serta kedalaman data.
J. EtikaPeneliti
Dalam penelitian ini, peneliti sudah mendapatkan rekomendasi dari lembaga
tempat penelitian. Penelitian menggunakan etika sebagai berikut.
1. Menghormati harakat dan martabat manusia(respect for human dignity)
Peneliti mempertimbangkan hal-hal subjek untuk mendapatkan informasi yang
terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan
menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan
40
penelitian. Beberapa tindakan yang berkaitan dengan prinsip menghormati harakat
dan derajat manusia, adalah: mempersiapkan formulir persetujuan subjek
(informed consent).
2. Menghormati privasi dan kerahasian subjek penelitian(respect for privacy
and confidentiality)
Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat terbukanya informasi
individu termasuk informasi yang bersifat pribadi, sehingga peneliti
memperhatikan hak-hak dasar tersebut.
3. Keadilan dan inklusitivitas (respeck for justice and inclusiveness)
Penelitian dilakukan secara jujur, hati-hati, professional berperikemanusian,
dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas,
psikologis serta perasaan religious subjek penelitian. Menekankan kebijakan
penelitian, membagikan beban dan keuntungan secara merata menurut kebutuhan,
kemampuan, konstribusi dan pilihan bebas informan. Peneliti mempertimbangkan
aspek keadilan dan subjek untuk mendapatkan perlakuan yang sama baik sebelum,
selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan(blancing harms
and benefits)
Peneliti melaksanakan penelitian berdasarkan prosedur penelitian guna
mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subjek penelitian
dan dapat digeneralisasikan dampak yang merugikan bagi subjek.
42
BAB IV
GAMBARAN HISTORIS LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah SMP Negeri 5 Pattallassang
SMP Negeri 5 Pattallassang didirikan pada tahun 2010 dengan SK Nomor
01/SMPN-STP/MCL/I/2010 yang dipimpin oleh Amaluddin, S.Pd.,M.Pd. (1
Januari 2010– 9 September 2016). Pada tanggal 9 september 2016 kepala sekolah
digantikan oleh Mustamin, S.Pd. Kemudian pada tanggal 19 Maret hingga
sekarang di pimpin oleh Haeruddin.
Realisasi dan pelaksanaan SK tersebut, sesuai data dan potensi yang dimiliki
sekolah maka SMP Negeri 5 Pattallassang dengan status tipe ‘‘B’’ sesuai dengan
perkembangannya. Berbagai macam hambatan dan tantangan yang dialami,
banyak kenangan manis maupun pahit yang telah dirasakan oleh warga SMP
Negeri 5 Pattallassang.
Kepala Sekolah yang telah memimpin yakni:
1. Kepala sekolah pertama : Amaluddin, S.Pd., M.Si.
Tahun 2010 – 2016
2. Kepala Sekolah kedua : Mustamin, S.Pd.
Tahun 2016 – 2018
3. Kepala sekolah ketiga : Haeruddin, S.Pd.
Tahun 2018 – sekarang.
42
43
B. Letak Geografis
Kabupaten Gowa adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi
Selatan Indonesia. Ibu kota kabupaten gowa terletak di Kota Sungguminasa.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.883,32 km² atau sama dengan 3,1% dari
luas wilyah Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Gowa berada pada 12º38.16’
Bujur Timur dari Jakarta dan 5º34.7’ Lintang Selatan dari Jakarta.
Kabupaten yang berada pada bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan
berbatasan dengan 7 kabupaten/kota lain, yaitu disebelah Utara berbatasan dengan
Kota Makassar dan Kabupaten Maros, di sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Sinjai, Bulukumba, dan Bantaeng. Di sebelah Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Takalar dan Jeneponto sedangkan di bagian Barat berbatasan
dengan Kota Makassar dan Takalar.
Wilayah Kabupaten Gowa terbagi dalam 18 Kecamatan dengan jumlah
Desa/Kelurahan definitif sebanyak 169 dan 726 Dusun/Lingkungan. Wilayah
Kabupaten Gowa sebagian besar berupa dataran tinggi berbukit-bukit, yaitu
sekitar 72,26% yang meliputi 9 kecamatan yakni Kecamatan Parangloe, Manuju,
Tinggimoncong, Tombolo Pao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan, Tompobulu
dan Biringbulu. Selebihnhya 27,74% berupa dataran rendah dengan topografi
tanah yang datar meliputi 9 Kecamatan yakni Kecamatan Somba Opu,
Bontomarannu, Pattallassang, Palangga, Barombong, Bajeng, Bajeng Barat,
Bontonompo dan Bontonompo Selatan.
Dari total luas Kabupaten Gowa, 35,30% mempuyai kemiringan tanah di atas
40 derajat , yaitu pada wilayah Kecamatan Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya,
44
Bontolempangan, dan Tompobulu. Dengan bentuk topografi wilayah yang
sebagian besar berupa dataran tinggi. Wilayah Kabupaten Gowa dilalui oleh 15
sungai besar dan kecil. Salah satu diantaranya sungai terbesar di Sulawesi Selatan
adalah sungai Jeneberang dengan luas 881 Km² dan panjang 90 Km.
Lokasi penelitian ini terletak di Kecamatan Pattallassang. Kecamatan
Pattallassang merupakan satu dari 18 Kecamatan di Kabupaten Gowa. SMP
Negeri 5 Pattallassang terletas di Dusun Moncongloe, Kecamatan Pattallassang,
Jalan Poros Pattallassang Kabupaten Gowa, dalam lokasi sekolah ini , luas
tanahnya 6250 M2 dan dengan luas bangunan 336 M2.
C. Keadaan Sosial
Interaksi sosial yang terbangun di SMP Negeri 5 Pattallassang sangat
harmonis dan rukun satu sama lain, saling menghargai dan menghormati sehingga
tercipta lingkungan yang kondusif, aman, tentram dengan menjunjung tinggi nilai-
nilai gotong royong. Sekolah ini menerapkan 3S kepada siswanya yaitu Senyum,
Sapa, dan Salam, kehidupan pedesaan di sekolah inipun masih sangat terasa.
SMP Negeri 5 Pattallassang sendiri memiliki kehidupan lingkungan yang
agamis, hal ini diperkuat oleh guru-guru yang menghentikan pelajaran saat waktu
shalat dan juga kepala sekolah yang memantau. Sehingga interaksi sosial yang ada
di sekolah masih terjalin dengan baik. Interaksi antara siswa dan guru sangat baik,
begitupun dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan yang lainnya
termasuk masyarakat yang ada di lingkungan SMP Negeri 5 Pattallassang.
Saat peneliti melakukan observasi awal dan saat melakukan penelitian merasa
sangat nyaman, interaksi sosial yang terjadi sangat baik dan ramah-ramah
45
penduduknya, begitupun dengan warga sekolah. Terlihat pada saat melakukan
penelitian masih menyambut dengan baik oleh warga sekolah dan penduduk yang
ada di sana. Peneliti merasa kehidupan di SMP Negeri 5 Pattallassang nyaman,
hubungan kekerabatan yang sangat erat dan saling tolong-menolong.
Tabel 4.1 Jumlah data siswa SMP Negeri 5 Pattallassang
(Sumber data: Tata Usaha SMP Negeri 5 Pattallassang 15 Oktober 2019)
Tahun
Ajaran
Jml
Pendaftar
Kelas 7
Kelas 8
Kelas 9
Jumlah
(kls 7+8+9)
(calon
Siswa
Jml
siswa
Jumlah
Jml
siswa
Jumlah
Jml
siswa
Jumlah
siswa
Rombongan
baru) romb.belajar romb.belajar romb.belajar Belajar
Tahun
2016/2017
40 Org
40
Org
1
30
Org
1
29 Org
1
99
3
Tahun
2017/2018
32 Org
32
Org
1
40
Org
1
30 Org
1
99
3
Tahun
2019/2020
26 Org
26
Org
1
20
Org
1
30 Org
1
76
3
46
Tabel 4.2 Jumlah data Guru atau tenaga pengajar SMP Negeri 5 Pattallassang
No NAMA Mata Pelajaran
1. Sitti Hasnah, S.Si. IPA
2. Suniati, S.S.,S.Pd. Bahasa Indonesia
3. Hasniah, S.Pd i Pendidikan Agama Islam
4. Sri Wahyuningsih, S.Pd i Pendidikan Agama Islam
5. Muh Irfan Ishak, S.Pd. Matematika
6. Indar, S.Pd. Bahasa Inggris Inggris
7. Ismaniar, S.Pd. Biologi
8. Kasmawati S.Pd. Bahasa Indonesia
(Sumber data: Tata Usaha SMP Negeri 5 Pattallassang, 15 Oktober 2019)
Tabel 4.3 Jumlah data Staf SMP Negeri 5 Pattallassang
No NAMA Jabatan
1. Nur Arbawati, S.Kom. Operator Sekolah
2. Rahmatia Staf
3. Abdul Kadir Satpol PP
(Sumber data: Tata Usaha SMP Negeri 5 Pattallassang,15
Oktober 2019)
47
Tabel 4.4 Sarana Pendidikan Umum yang ada di SMP
Negeri 5 Pattallassang
No Sarana Prasarana Jumlah
1. Ruang kelas 3
2. Perpustakaan 1
3. Laboratorium IPA 1
4. Wc Guru 2
5. Wc Siswa 2
6. UKS 1
7. Mushollah 1
(Sumber data: Tata Usaha SMP Negeri 5 Pattallassang, 15 Oktober 2019)
D. Visi dan Misi Sekolah
Berbicara tujuan pendidikan khususnya tujuan pendidikan di sekolah SMP
Negeri 5 Pattallassang tentu kita akan berbicara tentang visi dan misi yang
ada di SMP Negeri 5 Pattallassang. Visi misi merupakan keperluan
pemangku kepentingan dalam mengelola sekolah, dengan harapan visi misi
yang ada di sekolah dapat dijadikan sebagai panduan semua kegiatan proses
pembelajaran baik akademik atau non akademik. Sebab semua kegiatan
akademik atau non akademik bermuara dari visi misi sekolah. SMP Negeri 5
Pattallassang sendiri tentu mempunyai visi misi yang dibuat sudah sesuai
dengan tujuan pendidikan dalam undang-undang RI No.20 Tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional pada Bab 2 pasal 3 dimana visi misi SMP
Negeri 5 Pattallassang sebagai berikut:
48
Visi Misi SMP Negeri 5 Pattallassang adalah sebagai berikut:
a. Visi Sekolah
Bertekad untuk maju bersama dengan memberdayakan segala potensi yang
ada menuju terciptanya SDM yang maju mandiri dan berkualitas serta sehat
jasmani dan rohani.
b. Misi Sekolah
1) Menjalin kerjasama yang harmonis demi terciptanya kerukunan antara anggota
gugus, komite, orang tua dan masyarakat sekitarnya.
2) Mencetak anak yang cerdas.terampil mandiri dan berbudi pekerti yang luhur
berdasarkan iman dan takwa melalui pendekatan pakem dalam PBM.
3) Mengikut sertakan anak dalam setiap kegiatan perlombaan baik ditingkat
kecamatan maupun ditingkat kabupaten.
4) Memelihara hubungan baik dengan orang tua murid, Komite dan masyarakat
sekitar untuk membentuk peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap
peningkatan mutu pendidikan.
49
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Faktor Penyebab terjadinya Patologi Sosial pada Siswa di SMPN 5
Pattallassang
Berdasarkan pada perkembangan atau realita yang terjadi di SMPN 5
Pattallassang bahwa siswa SMPN 5 pattallassang belakangan ini menjadi
perhatian para guru maupun orang tua di karenakan terjadinya pelanggaran-
pelanggaran sosial oleh siswa.
Berikut tabel data siswa yang melakukan pelanggaran di sekolah tahun 2016
sampai 2019
Tabel 5.1 Data siswa yang melakukan pelanggaran
No Nama Siswa Kelas Jenis Pelanggaran
1 Muh. Arafah VII Bolos dan Isap Lem
2 Agung Gunawan VIII
Bolos , Isap Lem, Merokok dan
Berkelahi
3 Andika VII Bolos dan Isap Lem
4 Fahri VII Bolos dan Isap Lem
5 Erwin VII Bolos dan Isap Lem
6 Daniel VII Isap Lem
7 Untung VIII Bolos
8 Ilham VIII Bolos dan Isap Lem
9 Malik XI Merokok di Sekolah
10 Fikran XI Merokok di Sekolah
11 Arpah XI Merokok di Sekolah
12 Sabir VIII Isap Lem
13 Putra VIII Isap Lem
14 Syamsul VII Isap Lem
15 Akbar VIII Isap Lem
49
50
16 Supriadi VII Bolos dan Isap Lem
17 ST. Ramlah VIII Berkelahi
18 Nur Haliza IX Berkelahi
Berdasarkan tabel sebelumnya peneliti berpendapat bahwa benar adanya
patologi sosial tidak hanya terjadi diluar lingkungan sekolah, tetapi sudah
menyasar didalam lingkungan sekolah, hal ini perlu perhatian ekstra dari pihak
sekolah.
Dengan terjadinya hal tersebut maka peneliti berusaha mencari tahu faktor
penyebab terjadinya patologi sosial pada siswa di SMPN 5 Pattallassang.
Gambar 5.1 wawancara dengan siswa yang pernah melakukan pelanggaran
Setelah melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi di lokasi
penelitian maka akan disajikan data-data yang diperoleh dari penelitian tentang
bagaimanakah patologi sosial siswa di SMPN 5 pattallassang ini dilihat dari
beberapa indikator terjadinya permasalahan tersebut yaitu, pengaruh lingkungan
51
bermain, permasalahan ekonomi, perkembangan zaman semakin moderen, dan
rendahnya peran keluarga dan agama.
a. Faktor Pengaruh Lingkungan Bermain
Pengaruh lingkungan bermain menjadi salah satu faktor terpenting yang
berperan dalam perkembangan seorang anak, karena pengaruh lingkungan juga
yang mempengaruhi serta membentuk karakter dan watak anak yang tergambar
kepada sikap dan tingkah laku seseorang.
Dalam hal ini salah satu informan yang merupakan tenaga pengajar di
SMPN 5 Pattallassang K (35 Tahun), saat diwawancarai menuturkan bahwa :
“Sebenarnya kenakalan remaja sekarang ini terjadi karena pengaruh
pergaulan lingkungan yang salah, kalau para siswa mampu dalam membedakan
hal negatif maupun hal positif maka kami para tenaga pendidik akan lebih mudah
mengontrol perkembangan siswa” (Wawancara Jum’at 5 Juni 2020).
Hal yang sama pun juga di sampaikan oleh MA (14 Tahun) selaku siswa di
SMPN 5 Pattallassang bahwa:
“Kan ini sudah moderen mi kak jadi tidak mauki ketinggalan, apalagi ada
istila setiakawan” (WawancaraJum’at 5 Juni 2020).
Dari beberapa wawancara diatas bahwa patologi sosial pada siswa di SMPN
5 Pattallassang yaitu pengaruh lingkungan serta kesadaran para siswa yang masih
kurang dan juga kurangnya kontrol diri siswa terhadap perilaku.
Hal tersebut juga di sampaikan oleh MI (14 Tahun) selaku siswa di SMPN 5
Pattallassang bahwa :
”Menurut saya kak, kan di zaman sekarang mengikuti perkembangan zaman
kan harus, cuman karena mungkin salah pengaplikasian saja kak karena kan kadar
iman manusia beda-beda” (Wawancara Jum’at 5 Juni 2020).
Dari hasil wawancara diatas peneliti mendapatkan bahwa ada beberapa
52
indikator permasalah yang dapat dijelaskan bahwa pengaruh lingkungan bermain
haruslah diperhatikan karena merupakan penunjang utama perkebangan moral
siswa, kemudian kontrol sosial terhadap perilaku siswa perlu ditingkatkan dari
semua pihak dan pengarahan lingkungan bermain juga perlu di perhatikan agar
para siswa lebih terarah lagi.
“Berdasarkan dari hasil observasi yang peneliti temukan bahwa terjadinya
patologi sosial pada siswa SMPN 5 Pattallassang salah satunya kurangnya
perhatian khusus terhadap siswa khususnya mereka yang berulang kali melakukan
pelanggaran sehingga moral siswa ikut menurun dimana peneliti melihat bahwa
tata tertib disekolah sebenarnya sudah sangat baik akan tetapi kurangnya
pengawasan dan perhatian khusus terhadap lingkungan bermain siswa, sebagian
siswa hanyalah menganggap tata tertib sekedar aturan saja akan tetapi
mengabaikan nasehat-nasehat guru maupun orangtua” (Observasi Kamis 4 Juni
2020).
b. Faktor Permasalahan Ekonomi
Adapun patologi sosial pada siswa SMPN 5 Pattallassang dapat dilihat dari
permasalahan ekonomi yaitu bagaimana pelanggaran terjadi didasarkan dengan
permasalahan ekonomi.
Dapat dilihat bahwa ekonomi merupakan salah satu faktor utama yang dapat
mempengaruhi kepribadian seseorang. Seperti yang di ungkapkan oleh S (14
Tahun) selaku siswa di SMPN 5 Pattallassang bahwa :
“Sebenarnya kak kami sadar bahwa mencuri itu salah akan tetapi karena
sebagian teman ingin terlihat mampu dalam penampilan dan gaya-gaya sehingga
memaksakan diri untuk mencuri karena mungkin prekonomian yang rendah”
(Wawancara jum’at 5Juni 2020).
Siswa dalam berperilaku tentunya didasari oleh lingkungan dan
permasalahan hidup yang dihadapinya dimana mereka tumbuh dan berkembang
sebab apa yang mereka lihat dilingkungan jika hal tersebut membuatnya merasa
53
senang tentulah akan ditiru bahkan sampai menghalalkan segala cara untuk
mencapai apa yang mereka inginkan. Melihat realita yang terjadi justru para siswa
bertindak seolah tidak bersalah dan menganggapnya sebagai hal biasa.
Seperti yang tuturkan oleh SH (46Tahun) selaku wakil kepala sekolah
SMPN 5 Pattallassang beliau mengatakaan bahwa :
“Pelanggaran-pelanggaran sosial yang dilakukan beberapa siswa sebenarnya
didasari oleh perilaku menyimpan siswa, dimana sesuatu hal yang
melatarbelakangi perbuatan mereka, seperti halnya permasalah ekonomi dimana
mereka memaksakan sesuatu hal yang dapat menunjang penampilan tanpa
berpikir baik buruknya sesuatu apalagi media sosial sebagai penunjang siswa
dalam berperilaku” (Wawancara Jum’at 5 Juni 2020).
Dari hasil wawancara diatas peneliti mendapatkan bahwa ada beberapa
sebab terjadinya patologi sosial yaitu, rasa ingin dipuji dan disegani serta
penggunaan media sosial yang membawa dampak negatif.
“Berdasarkan dari hasil observasi yang peneliti temukan bahawa terjadinya
patologi sosial pada siswa di SMPN 5 Pattallassang yaitu kurangnya pendekatan-
pendekatan khusus kepada siswa serta kurangnya penanaman moral dalam
lingkungan sekolah maupun keluarga”(Observasi Kamis 4 Juni 2020).
c. Perkembangan zaman semakin moderen
Berbicara tentang perkembangan zaman moderen merupakan bagian
terdepan yang akan dihadapkan untuk genersi saat sekarang ini, dikarenakan
perkembangan zaman yang semakin canggih dan juga diera teknologi yang
menyuguhkan berbagai macam contoh, baik dalam hal positif maupun negatif.
Berdasarkan dari informasi yang diperoleh dari bapak MI (30Tahun) selaku
tenaga pendidik di SMPN 5 Pattallassang menyatakan bahwa :
“Sebenarnya pelanggaran-pelanggaran yang kerap dilanggar para siswa baik
dari zaman dulu sampai zaman sekarang ini, jadi beda masa tentu berbeda pula
bentuk atau tipe pelanggrannya. Kemampuan para siswa dalam menentukan baik
buruknya sesuatu juga masih sangat minim maka dari itu dalam berkembangan
54
moderen ini perlu adanya pengawasan khusus untuk para generasi khususnya
siswa kami di SMPN 5 Pattallassang” (wawancara Jum’at 5 Juni 2020).
Pendapat di atas pun dipertegas oleh Ibu SH (46 Tahun) selaku wakil kepala
sekolah di SMPN 5 Pattallassang menyatakan bahwa :
“gaya hidup yang serba moderen ini yang sebenarnya membuat para siswa
terlena akan hal duniawi, jangankan para siswa di SMPN 5 Pattallassang ini pasti
setiap lembaga sekolah dihadapkan dengan hal yang sama pula, apalagi di era
teknologi sekarang ini menjadi sarana dan prasarana bagi siswa dalam bertindak
dan berperilaku” (Wawancara Jum’at 5 Juni 2020).
Dari kedua wawancara di atas dapat dilihat ada dua hal yang mempengaruhi
terjadinya patologi sosial dikalangan siswa di SMPN 5 Pattallassang yaitu,
kurangnya pengawasan khusus terhadap para generasi serta belum mampunya
siswa dalam menentukan hal negatif ataupun hal positif.
Hal yang sama peneliti temukan jawabannya melalui observasi yaitu sebagai
berikut :
“Berdasarkan hasil observasi yang peneliti temukan dilapangan bahwa benar
terjadinya patologi sosial pada siswa di SMPN 5 Pattallassang disebabkan oleh
minimnya pengawasan dari semua pihak dan sansi bagi mereka yang melanggar
masih sangat lemah” (Observasi Kamis 4 Juni 2020).
d. Rendahnya peran keluarga dan agama
Berbicara tentang keluarga dan agama merupakan bagian paling awal dalam
pembinaan dan tempat pertama menentukan jatidirinya untuk diterapkaan dan
diaplikasikan di lingkungan luarnya. Keluarga juga merupakan pondasi terkuat
untuk mengatasi patologi sosial dikalangan siswa apalagi dibarengi dengan
agama.
Berdasarkan dari informasi yang diperoleh dari Ibu K (35 Tahun) selaku
tenaga pengajar di SMPN 5 Pattallassang menyatakan bahwa :
55
“Pelanggaran-pelanggaran yang kerap dilakukan para siswa sebenaranya
tidak jauh dari kurangnya perhatian keluarga terdekat dan juga kurangnya paham
agama sehingga tidak ada alat ukur yang siswa jadikan dasar untuk bertindak dan
berperilaku” (Wawancara Jum’at 5 Juni 2020).
Hal ini juga disampaikan oleh M (14 Tahun) selaku peserta didik di SMPN
5 Pattallassang menyatakan bahwa :
“Sebagaimanapun usaha yang dilakukan sekolah kak tentu tanpa bantuan
keluarga juga percuma bahkan jauh dari kata efektif dan juga kalau tidak ada
kesadaran para teman-teman untuk lebih meningkatkan paham agama tentu tidak
ada ketakutan dalam melakukan pelanggaran” (Wawancara Jum’at 5 Juni 2020).
Kedua hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa semua lembaga yang
bersangkutan haruslah saling bekerjasama dalam mengatasi patologi sosial yang
terjadi dikalangan remaja. Terlihat dari pentingnya peran agama dan keluarga
dalam membantu mengatasi hal ini agar menciptakan generasi yang berkemajuan.
Hal yang sama peneliti temukan jawabannya melalui observasi yaitu sebagai
berikut :
“Berdasarkan hasil observasi yang peneliti temukan di lapangan bahwa
benar, rendahnya paham agama dan kurangnya perhatian keluarga merupakan hal
utama yang harus di perhatikan karena kedua hal tersebut merupakan hal pertama
yang pertama dihadapkan untuk para siswa” (Observasi Kamis 4 Juni 2020).
Berdasarkan dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi diatas dapat
dikatakan bahwa SMPN 5 pattallassang merupakan sekolah satap yang terbilang
jumlah siswanya masih dalam kategori sedikit sehingga untuk mengontrol
perilaku siswa tentunya tidak cukup sulit dalam mengawasi, dan juga adanya
kerjasama antara semua pihak tentu akan lebih menunjang pecegahan patologi
sosial yang terjadi belakangan ini.
Sehingga patologi sosial pada siswa di SMPN 5 Pattallassang dalam hal ini
belum teratasi secara menyeluruh karena penyimpangan-penyimpangan sosial
56
yang masih dialami para siswa. Maka dari itu harus ada dukungan hari semua
pihak baik dari sekolah, keluarga, agama begitupun individu yang melakukan.
4. Dampak Patologi Sosial pada Siswa di SMPN 5 Pattallassang
Segala sesuatu yang terjadi dilingkungan masyarakat kahususnya
dikalangan para siswa baik itu dilakangan sekolah dasar sampai menengah atas.
Dalam hal ini patologi sosial yang terjadi dikalangan siswa di SMPN 5
Pattallassang dapat kita lihat melalui dampak yang ditimbulkannya, yaitu dampak
negatif dan dampak positif.
Dari permasalahan tersebut diatas bahwasahnya pelanggaran-pelanggaran
ini bukan saja ditimbulkan oleh siswa itu sendiri melainkan oleh beberapa faktor
yang kurang mendukung perkembangan jiwa remaja itu sendiri, sehingga
meningkatnya jumlah kenakalan yang dilakukan siswa merupakan ancaman yang
dapat menimbulkan keresahan ditengan masyarakat khususnya lingkungan
sekolah itu sendiri sehingga akan berdampak pula antara para siswa.
Berdasarkan dari hasil wawancara yang didapatkan oleh peneliti terkait
dengan dampak patologi sosial di SMPN 5 Pattallassang merupakan :
a. Dampak Negatif
1) Tindak kriminal pada siswa
Berbicara masalah perkembangan lingkungan siswa khususnya di SMPN 5
Pattallassang tentunya berakibat pada berkembangan karakter siswa pula sehingga
dampak yang di timbulkan dapat merugikan lingkungan sekitar dan diri sendiri.
Hal yang biasa terjadi di SMP Patallasang yaitu siswa melakukan
57
perkelahian, perkelahian tidak hanya pernah dilakukan oleh siswa tetapi siswi pun
memiliki jejak pelanggaran perkelahian di sekolah. Tindakan-tindakan criminal
lainya yang terjadi di sekolah seperti pemalakan, bullying, dan pencurian.
Hal ini disampaikan oleh Ibu SH (46 Tahun) selaku wakil kepala sekolah di
SMPN 5 Pattallassang menyatakan bahwa :
“Dari permasalahan-permasalahan yang di lakukan oleh siswa tentunya
sangat merugikan sekolah tentunya, karena menimbulkan keresahan untuk siswa
yang lain juga, sebab pelanggaran-pelanggaran yang kerap dilakukan siswa
terkadang membuat siswa lain merasa risih dan terkadang melibatkan pihak orang
tua merasa kesal, contohnya tindak pencurian atau pemalakan”(Wawancara
Jum’at 5 Juni 2020).
Hal serupa juga disampaikan oleh MI ( 14 Tahun ) selaku pesrta didik
SMPN 5 Pattallassang menyatakan bahwa :
“Awalnya saya ada keinginan untuk mencuri uang teman saya kak, tapi
karena ya mungkin terpengruhka dengan teman-teman diluar sekolah yang
uangnya dipake bersama nanti karena uang jajan dari orantua tidak cukup”
(Wawancara Jum’at 5 Juni 2020).
Kedua hasil wawancara menunjukkan bahwa pelanggaran-pelanggaran yang
kerap dilakukan oleh siswa didasari oleh keinginan siswa ingin mencoba dan
pengaruh dari lingkungan luar yang tidak baik dalam nilai dan moral.
2) Merusak nilai dan norma dalam lingkungan sekolah dan masyarakat
Nilai dan norma yang berlaku pada lingkungan sekolah maupun masyarakat
tentulah tidak jauh berbeda karena sama-sama menjunjung tinggi adab dan budaya
yang baik. Sehingga terjadinya patologi sosial dikalangan siswa membuat sistem
yang berlaku menjadi tidak baik.
Hal ini di sampaikan oleh Ibu K (35 Tahun) selaku tenaga pengajar di
SMPN 5 Pattallassang menyatakan bahwa :
58
“Pelanggaran-pelanggaran yang kerap terjadi di kalangan siswa sangat
merugikan sekolah maupun lingkungan masyarakat sebab dampaknya
kemasyarakat sangat buruk. Dikarenakan para orang tua berpikir seribu kali untuk
menyekolahkan anak-anak mereka sebab seringanya terjadi kasus-kasus yang
merusak moral siswa padahal pihak sekolah sudah melakukan antisipasi atau
selalu mencari solusi-solusi dalam hal ini” (Wawancara Jum’at 5 Juni 2020).
Hasil wawancara menunjukkan bahwa dampak negatif yang ditimbulkan
dari patologi social sangatlah merugikan semua kalangan. Dikarenakan rendahnya
paham agama oleh siswa itu sendiri.
b. Dampak positif
1) Usaha untuk memperbaiki
Dari dampak negatif yang terjadi dilingkungan siswa di SMPN 5
Pattallassang tidak semata-mata merugikan semua pihak akan tetapi ada hal
positif dari permasalahan tersebut yaitu adanya bahan evaluasi pihak sekolah
dalam pemperbaiki sistem disekolah.
Hal ini disampaikan oleh Ibu SH (46 Tahun) selaku wakil kepala sekolah di
SMPN 5 Pattallassang menyatakan bahwa :
“Dalam hal ini ada juga hal positif yang bias kita dapat dari permasalahan-
permasalahan yang terjadi yaitu membantu kami dalam menemukan solusidan
lebih memperhatikan moral siswa serta membarikan kesadaran terhadap siswa
yang masih dalam kategori baik perilakunya untuk tetap mengontrol diri”
(Wawancara Jum’at 5 Juni 2020).
Dari wawancara diatas terlihat bahwa dari adanya patologi sosial yang
terjadi dikalangan siswa pihak sekolah lebih memperketat lagi pengawasan dan
mecari sosuli dalam menangani hal tersebut.
2) Rasa takut atau efek jera kepada siswa
Hal positif berikutnya yang dapat dilihat dari terjadinya patologi sosial pada
siswa di SMPN 5 pattallassang yaitu timbul rasa takut dalam diri siswa untuk
59
melalukan pelanggran. Hal ini di sampaikan oleh MJ (14 Tahun) selaku peserta
didik di SMPN 5 Pattallassang menyatakan bahwa :
“Dari masalah-masalah itu kak yang sering di hukum teman-teman atau
bahkan di DO jadi takut-takut meki biasa kita melanggar, karena teman-teman
yang melanggar biasanya mau semua dibilang jago kak” (Wawancara Jum’at 5
Juni 2020).
Dari hasil wawancara di atas terlihat bahwa dampak positif dan dampak
negatif yang timbulkan oleh patologi sosial yang terjadi dikalangan siswa
memberikan masalah serta solusi dari dampak yang di hasilkan.
Hal yang sama peneliti temukan jawabannya melalui observasi yaitu sebagai
berikut :
“Berdasarkan hasil observasi yang peneliti temukan di lapangan bahwa
benar terjadinya patologi sosial di kalangan siswa di SMPN 5 Pattallassang
menimbulkan banyak keresahan akan tetapi solusi atau penanganan dalam hal ini
selalu menjadi tugas bagi para tenaga pendidik yang senang tiasa mengayomi para
siswa” (Observasi Kamis 4 Juni 2020).
Berdasarkan dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi diatas dapat
dikatakan bahwa patologisosial di SMPN 5 pattallassang membarikan dampak
yang buruk untuk semua kalangan meskipun berbaga iusaha dalam menangani hal
ini telah dilakukan akan tetapi masih tetap terjadi pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan siswa yang diakibatkan oleh penyimpangan sosial yang terjadi.
Sehingga dalam penanganan patologi sosial pada siswa di SMPN 5
Pattallassang perlu di musyawarakan untuk mencari solusi terefektif agar
mencapai generasi muda yang berakhlak.
5. Upaya Mengatasi Patologi Sosial Siswa di SMPN 5 Pattallassang
Segala sesuatu yang terjadi baik itu di lingkungan keluarga maupun
persoalan pribadi seseorang ataupun lingkungan masyarakat begitupun dengan
60
masalah yang yang terjadi di lingkungan generasi muda atau siswa pastilah akan
ada solusi dari setiap permasalah yang terjadi baik itu dari segi pendidikan
Formal, Nonformal maupun Informal. Berbicara masalah lingkungan sekolah di
SMPN 5 Pattallassang, pada dasarnya di kenal sebagai sekolah satap dengan
jumlah siswa yang tidak terlalu banyak bahakan mampu untuk dikontrol oleh
tenaga pendidik yang ada, tetapi diera perkembangan zaman yang semakin hari
semakin canggih dimana teknologi yang semakin menyajikan berbagai macam
unsur-unsur yang dapat siswa ikuti dan terapkan di kehidupan sehari-hari seperti
pola hidup atau gaya berpakaian bahkan secara tidak langsung sehingga persoalan
moral dan agama di sampingkan oleh beberapa individu terkhusus generasi muda
atau siswa sehingga terjadi penyimpangan sosial yang merugikan hamper
semuakalangan akibat patologi sosial yang terjadi.
Berdasarkan dari hasil wawancara yang di dapatkan oleh peneliti terkait
dengan upaya dalam mengatasi patologi sosial di SMPN 5 Pattallassang dapat
dilihat dari beberapa indicator yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal
dan pendidikan informal.
a. Pendidikan Formal
Berbicara masalah pendidikan tentulah tidak terlepas dari yang namanya
generasi muda. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di
sekolah-sekolah pada umumnya. Sehingga salah satu upaya yang dilakukan dalam
mengatasi patologi social siswa di SMPN 5 Pattallassang dalam membina dan
mengawasi yaitu melalui penerapan ajaran-ajaran agama di sekolah. Dan adapun
informasi yang didapatkan melalui wawancara dengan tenaga pendidik terkait
61
dengan upaya yang dilakukan dalam mengatasipatologisosial di SMPN 5
Pattallassang antara lain :
Menurut Ibu SH (46 Tahun) selaku wakil kepala sekolah di SMPN 5
Pattallassang menyatakan bahwa :
“Dalam upaya yang dilakukan pihak sekolah dalam mengatasi
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan siswa yaitu melalui penanaman
nilai-nilai agama pada setiap mata pelajaran ,serta di bantu dengan kurikulum
yang berlaku yang manamelakukan pembinaan karakter maupun dengan usaha-
uasah yang lainnya pula oleh pihak guru-guru dalam melakukan pendekatan
kepada siswa yang terlibat dalam pelanggaran-pelanggaran” (Wawancara Jum’at
5 Juni 2020).
Berdasarkan hasil wawancara di atas terlihat bahwa peran lembaga sekolah
dalam perkembangan moral siswa sangat lah penting. Begitu pun dalam pengaruh
peran lingkungan bermain dan peran keluarga dalam mengantisi upaya
penyimpangan-penyimpangan siswa.
b. Pendidikan nonformal
Berbicara masalah pendidikan keagamaan yang diterapkan di sekolah, maka
tentulah upaya selanjutnya adalah pendidikan diluar sekolah. Pendidikan
nonformal merupakan jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang
dilaksanakan secara terstruktur melalui kursus, pelatihan musik, bimbingan
belajar begitupun dibidang keagamaan.
Berbicara masalah pendidikan nonformal tentunya usaha pihak sekolah
dalam hal pengawasan terhadap siswa tidak hanya di sekolah tapi begitupun juga
diluar sekolah sebagaimana harapan yang di sampaikan oleh Ibu SH (46 Tahun)
selaku wakil kepala sekolah di SMPN 5 Pattallassang menyatakan bahwa :
”Dalam mendukung usaha mengontrol siswa dalam lingkup sekolah kami
para tenaga pendidik juga mengarahkan kepada seluruh siswa dalam mengikuti
62
kegiatan-kegiatan yang bersifat membangun dan tentunya baik untuk
perkembangan siswa di luar kegiatan disekolah serta mengajar sekiranya anggota
masyarakat dalam membantu mengawasi siswa khususnya di lingkungan SMPN 5
Pattallassang” ( Wawancara Jum’at 5 Juni 2020).
Hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa usaha pihak sekolah dalam
mendidik dan membimbing siswa tidak hanya disekolah saja akan tetapi di luar
lingkungan sekolah pun dengan serta mangajak anggota masyarakat berpartisipasi.
c. Pendidikan Informal
Dengan adanya pendidikan formal dan nonformal yang direalisasikan
selanjutnya pendidikan informal lah yang mejadi kunci pembentukan karakter
siswa. Pendidikan informal merupakan jalur pedidikan keluarga dan lingkungan
terbentuknya yaitu belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan
mandiri.
Seperti yang diutarakan oleh Ibu SH (46 Tahun) selaku wakil kepala
sekolah di SMPN 5 Pattallassang menyatakan bahwa :
“Pengaruh terbesar terhadap pembentukan karakter siswa adalah rumahnya,
maksud saya rumah yaitu dimana mereka lahir, tumbuh dan berkembang. Dari
pihak sekolah telah mengupayakan dalam lingkup sekolah maupun luar sekolah
agar tetap membantu para orangtua dalam pengawasan anak-anak, maka hal diluar
jangkauan sekolah tentulah orangtua yang mengambil alih peran dalam
pengawasan” (Wawancara Jum’at 5 juni 2020 ).
Berdasarkan hasil wawancara di atas bahwa memang sepenuhnya persoalan
pendidikan informal siswa kurang lebih diserahkan kepada masing-masing
lingkup keluarga mereka. Berbagai usaha telah pihak sekolah lakukan dan juga
kembali kepada kesadaran masing-masing individu.
Hal yang sama peneliti temukan jawabannya melalui observasi yaitu sebagai
berikut :
63
“Berdasarkan hasil observasi yang peneliti temukan di lapangan bahwa
benar upaya pihak sekolah dalam mengatasi patologi social di SMPN 5
Pattallassang selalu menjadi focus utama pihak sekolah terutama melakukan
pendekatan-pendekatan kepadasiswa yang kerap melakukan pelangggaran serta
tidak hentinya mengarahkan siswa dalam kegiatan kegamaan diluar lingkungan
sekolah dan komunikasi yang baik dengan pihak orangtua siswa sangat dijaga.”
(Observasi Kamis 4 Juni 2020).
Berdasarakan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi diatas bahwa
upaya dalam mengatasi patologi social siswa di SMPN 5 Pattallassang sudah
sangat baik, dapat dilihat dalam tata tertib sekolah serta pendekatan-pendekatan
khusus yang dilakukan tenaga pendidik kepada siswa yang kerap melakukan
pelanggaran.
B. Pembahasan
1. Patologi Sosial pada Siswa di SMPN 5 Pattallassang
patologi sosial adalah ilmu tentang gejala-gejala sosial yang dianggap
“sakit”, disebabkan oleh faktor sosial atau ilmu tentang asal usul dan sifat-
sifatnya, penyakit yang berhubungan dengan hakikat adanya manusia dalam hidup
masyarakat.
Berdasarkan pada perkembangan atau realita yang terjadi di SMPN 5
Pattallassang bahwa siswa SMPN 5 pattallassang belakangan ini menjadi
perhatian para guru maupun orang tua di karenakan terjadinya pelanggaran-
pelanggaran sosial oleh siswa. Dengan terjadinya hal tersebut maka peneliti
berusaha mencari tahu terkait dengan bagaimana patologi sosial pada siswa di
SMPN 5 Pattallassang. Patologi social yang terjadi di lingkungan belajar siswa
disebakan oleh perilaku menyimpan para siswa yang di latarbelakangi Indikator
64
terjadinya permasalahan tersebut yaitu, pengaruh lingkungan bermain,
permasalahan ekonomi, perkembangan zaman semakin moderen, dan rendahnya
peran keluarga dan agama. Sehingga dalam haliniter ciptalah perilaku-perilaku
menyimpan tersebut. Hal ini di dukung dari teori asosiasi diferensial dari Edwin H
Suterland, dimana dalam teori ini menjelaskan bahwa perbedaan asosiasi
cenderung membentuk perbedaan kepribadian manusia yang berbeda dalam
pergaulan kelompok, tumbuhnya seseorang dalam pergaulan kelompok yang
melakukan pelanggaran karena individu atau dalam hal ini remaja yang
bersangkutan menyetujui pola perilaku yang melanggar hokum dibandingkan dari
pola perilaku lain yang normal,dansikap menyetujui atau memilih salah satu pola
perilaku tertentu dalam asosiasi yang berbeda melalui proses belajar dari
pergaulan paling intim dengan komunikasi langsung, serta prioritas pada perilaku
kelompok atau individu yang diidentifikasi menjadi perilaku miliknya.
2. Dampak Patologi Sosial pada Siswa di SMPN 5 Pattallassang
Dalam hal ini patologi sosial yang terjadi dikalangan siswa di SMPN 5
Pattallassang dapat kita lihat melalui dampak yang ditimbulkannya, yaitu dampak
negatif dan dampak positif.
Dari permasalahan tersebut diatas bahwasahnya pelanggaran-pelanggaran
ini bukan saja ditimbulkan oleh siswa itu sendiri melainkan oleh beberapa faktor
yang kurang mendukung perkembangan jiwa remaja itu sendiri, sehingga
meningkatnya jumlah kenakalan yang dilakukan siswa merupakan ancaman yang
dapat menimbulkan keresahan ditengan masyarakat khususnya lingkungan
sekolah itu sendiri sehingga akan berdampak pula antara para siswa. Seperti teori
65
tindakan sosail yang dikemukakan Max Weber bahwa tindakan manusia diangap
sebagai sebuah tindakan manakala itu ditujukan pada orang lain.
Dapat dikatakan bahwa patologisosial di SMPN 5 pattallassang membarikan
dampak yang buruk untuk semua kalangan meskipun berbagai usaha dalam
menangani hal ini telah dilakukan akan tetapi masih tetap terjadi pelanggaran-
pelanggaran yang dilakukan siswa yang diakibatkan oleh penyimpangan sosial
yang terjadi.
Sehingga dalam penanganan patologi sosial pada siswa di SMPN 5
Pattallassang perlu di musyawarakan untuk mencari solusi terefektif agar
mencapai generasi muda yang berakhlak.
3. Upaya dalam Mengatasi Patologi Sosial Siswa di SMPN 5 Pattallassang
Segala sesuatu yang terjadi baik itu di lingkungan keluarga maupun
persoalan pribadi seseorang ataupun lingkungan masyarakat begitupun dengan
masalah yang terjadi di lingkungan generasi muda atau siswa pastilah akan ada
solusi dari setiap permasalah yang terjadi baik itu dari segi pendidikan Formal,
Nonformal maupun Informal.Berbicara masalah lingkungan sekolah di SMPN 5
Pattallassang, pada dasarnya di kenal sebagai sekolah satap dengan jumlah siswa
yang tidak terlalu banyak bahkan mampu untuk dikontrol oleh tenaga pendidik
yang ada, tetapi di eraper kembangan zaman yang semakin hari semakin canggih
dimana teknologi yang semakin menyajikan berbagai macam unsur-unsur yang
dapat siswai kuti dan terapkan di kehidupan sehari-hari seperti polayang tidak
terlalu hidup atau gaya berpakaian bahkan secara tidak langsung sehingga
persoalan moral danagama di sampingkan oleh beberapa individu terkhusus
66
generasi muda atau siswa sehingga terjadi penyimpangan sosial yang merugikan
banyak bahakan mampu untuk dikontrol oleh tenaga pendidik yang ada, tetapi
diera perkembangan zaman yang semakin hari semakin canggih dimana teknologi
yang semakin menyajikan berbagai macamunsur-unsur yang dapat siswa ikuti dan
terapkan di kehidupan sehari-hari seperti pola hamper semua kalangan akibat
patologisosial yang terjadi. Upaya dalam mengatasi patologi social siswa di
SMPN 5 Pattallassang sudah sangat baik, dapat di lihat dalam tata tertib sekolah
serta pendekatan-pendekatan khusus yang dilakukan tenaga pendidik kepada
siswa yang kerap melakukan pelanggaran.
67
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas terkait dengan data yang
berhasil dihimpun tentang patologi sosial pada siswa di SMP Negeri 5
Pattallassang, maka dapat diperoleh simpulan sebagai berikut :
Setelah melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi di lokasi
penelitian maka akan disajikan data-data yang diperoleh dari penelitian tentang
bagaimanakah patologi sosial siswa di SMP Negeri 5 pattallassang ini dilihat dari
beberapa indikator terjadinya permasalahan tersebut yaitu, pengaruh lingkungan
bermain, permasalahan ekonomi, perkembangan zaman semakin moderen, dan
rendahnya peran keluarga dan agama.
Segala sesuatu yang terjadi dilingkungan masyarakat kahususnya dikalangan
para siswa baik itu dilakangan sekolah dasar sampai menengah atas. Dalam hal ini
patologi sosial yang terjadi dikalangan siswa di SMP Negeri 5 Pattallassang dapat
kita lihat melalui dampak yang ditimbulkannya, yaitu dampak negatif dan dampak
positif. patologi sosial di SMP Negeri 5 pattallassang membarikan dampak yang
buruk untuk semua kalangan meskipun berbagai usaha dalam menangani hal ini
telah dilakukan akan tetapi masih tetap terjadi pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan siswa yang diakibatkan oleh penyimpangan sosial yang terjadi.
67
68
B. Saran
1. kepada lembaga sekolah agar lebih ditingkatkan kepedulian terhadap seluruh
peserta didik serta pembinaan karakter lebih ditanamkan lagi.
2. kepada peserta didik agar kiranya memerhatikan dan menanamkan nilai-nilai
moral dilingkungan sekolah maupun lingkungan luar.
3. kepada peneliti selanjutnya untuk menambah wawasan dan informasi mengenai
Patologi sosial pada siswa di SMP Negeri 5 Pattallassang. Semoga penelitian ini
menjadi langkah awal dan menjadi acuan agar kedepannya peneliti-peneliti
selanjutnya dapat melanjutkan penelitian ini dan menemukan masalah-masalah lain
dan upaya untuk mengatasinya.
69
DAFTAR PUSTAKA
Aroma, I. S., & Suminar, D. R. (2012). Hubungan antara tingkat kontrol diri
dengan kecenderungan perilaku kenakalan remaja. Jurnal Psikologi
Pendidikan dan Perkembangan, 1(2), 1-6.
Burlian, P. (2016). Patologi Sosial, Bumi Aksara.
Elly M.Setiadi da Usman kolip.2011.Pengantar Sosiologi pemaham fakta dan
gejala permasalahan sosial, teori, aplikasi dan
permasalahannya,Jakarta.Kencana Pranada Media Group,hlm194.
Daliana, R., & Rasyid, A. (2018). Implementasi Kebijakan Sekolah dalam
Menanggulangi Kenakalan Remaja di SMA Muhammadiyah 9 Rawabening
Oku Timur. JMKSP (Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi
Pendidikan), 3(1).
Departemen Pendidikan Nasional 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, hlm. 837.
Hariyati Mey 2015, Analisis data Kualitatif Miles dan Huberman, UIN MALIKI
Malang, Artikel Kompasiana.
Hassan Shadily. 1984, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta: PT Bina
Aksara, hlm. 363.
Kartini Kartono 1992, Patologi Sosial, Jakarta: Rajawali Press, hlm. 1.
Kartono, K. 2002. Patologi Sosial, Jilid I, Divisi Buku Perguruan Tinggi. Jakarta;
PT Raja Gravindo Persada.
MZ, A. B. (2012, November). Pengaruh internet terhadap kenakalan remaja.
In Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST)
Periode (Vol. 3, pp. B426-B434).
Nasikhah, D., & Prihastuti, S. U. (2013). Hubungan antara tingkat religiusitas
dengan perilaku kenakalan remaja pada masa remaja awal. Jurnal Psikologi
Pendidikan dan Perkembangan, 2(01).
Nuqul, F. L. (2008). Pesantren Sebagai Bengkel Moral, Optimalisasi Sumber
Daya Pesantren untuk Menanggulangi Kenakalan Remaja. Psikoislamika,
JPI, 5(2), 163-182.
Simuh 2002, Islam dan Hegemoni Sosial: Islam Tradisional dan Perubahan
Sosial, Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam,DepagRI,hlm.6
70
Salmadanis 2009, Patologi Sosial dalam Perspektif Dakwah Islam Studi Kasus di
KODI DKI, tt, hlm. 17.
.
63
PEDOMAN OBSERVASI
Nama : Restu Dwi Putra
NIM :10538335615
Judul Penelitian : PATOLOGI SOSIAL ( Studi Kasus
pada Siswa di SMP Negeri 5
Pattallassang)
1. Identitas observasi
a. Informan yang diamati : Guru
b. Hari, tanggal : Kamis, 04 Juni 2020
2. Aspek yang diamati
No.
Aspek yang diamati Observasi
Keterangan Ya Tidak
1. Guru melakukan pengawasan
khusus.
2. Guru menerapkan kegiatan-
kegiatan keagamaan.
3. Para guru bekerjasama dalam
hal mengatasi Patologi Sosial
Makassar, 01 Juni 2020
Restu Dwi Putra
64
PEDOMAN OBSERVASI
Nama : Restu Dwi Putra
NIM 10538335615
Judul Penelitian : PATOLOGI SOSIAL ( Studi Kasus
pada Siswa di SMP Negeri 5
Pattallassang)
1. Identitas observasi
a. Informan yang diamati : Siswa
b. Hari, tanggal : Kamis, 04 Juni 2020
Makassar, 01 Juni 2020
Restu Dwi Putra
No.
Aspek yang diamati Observasi
Keterangan Ya Tidak
1. Siswa menerapkan nilai-nilai
agama
2. Apakah Siswa melakukan
pelanggaran di lingkungan
65
PEDOMAN WAWANCARA
A. 1. Identitas
Nama :
Jabatan :
Tempat/ Lokasi :
2. Pertanyaan untuk Guru :
a. Bagaimana peendapat Bapak/Ibu melihat kenakalan remaja saat ini?
b. Menurut anda bagaimana cara mengatasi penyakit sosia terhadap
remaja saat ini?
c. Apa penyebab paologi sosial terjadi pada siswa SMP Negeri 5
Pattallassang?
d. Menurut anda factor apa yang mendorong terjadinya patologi sosial?
e. Menurut anda solusi apa yang dapat pihak sekolah lakukan agar
menciptakan remaja yang bermoral?
f. Menurut anda apakah aturan yang di terapkan di Sekolah SMP Negeri 5
Pattallassang dapat mengatasi patologi sosial?
g. Selain aturan yang ada menurut anda apa yang perlu pihak sekolah
lakukan untuk mencegah kenakalan remaja?
h. Dengan diterapkannya aturan apakah ada perubahan yang anda lihat
dari tahun sebelumnya?
i. Apakah sekolah bekerjasama dengan pihak pemerintah lembaga
masyarakat untuk memperdulikan remaja saat ini?
j. Apakah ada inisistif untuk membuat siswa jauh lebih baik?
k. Apa saran dan solusi anda untuk remaja di Indonesia khususnya di SMP
Negeri 5 Pattallassang?
l. Apa saran dan solusi anda untuk remaja di Indonesia khususnya di SMP
Negeri 5 Pattallassang?
66
B. 1. Identitas
Nama :
Jabatan :
Tempat/ Lokasi :
2. pertanyaan untuk Siswa:
a. Apa anda mengetahui apa itu patologi sosial?
b. Apakah anda pernah melakukan kenakalan remaja? Mengapa? Dan
apakah masih melakukan kenakalan remaja?
c. Jika anda pernah melakukan kenakalan remaja apa penyebab anda
melakukannya?
d. Apa yang mendorong ada melakukan kenakalan remaja?
e. Apakah ada kemauan anda untuk tidak melakukan pelanggaran lagi?
f. Sebagai seorang siswa apa yang di butuhkan dalam lingkup SMP
Negeri 5 Pattallassang agar anda tidak melakukan pelanggaran agar
menjadi siswa yang bermoral?
67
Lampiran 4
DOKUMENTASI
Keterangan: Peneliti sedang mewawancara wakil kepala sekolah
mengenai keadaan siswa di sekolah berdasarkan pedoman wawancara.
70
DAFTAR INFORMAN
Nama : Sitti Hasna, S.si
Umur : 46 Tahun
Alamat : BTN Taniaga Blok C3 No.4 Kel. Taroada
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wakil Kepala Sekolah
Nama : Kasmawati, S.Pd
Umur : 35 Tahun
Alamat : Kel. Taroada
Jenis Kelamin : Perempuan
pekerjaan : Tenaga pendidik
Nama : Muh Irfan Ishak, S.Pd
Umur : 30 Tahun
Alamat : Tanah merah
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Tenaga Pendidik
Nama : Muhammad Ilhamsyah
Umur : 14 Tahun
Alamat : Kesdam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Siswa
71
Nama : Sabir
Umur : 14 Tahun
Alamat : Padang Taring
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Siswa
Nama : Mirnayanti
Umur : 14 Tahun
Alamat : Kesdam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status :Siswa
Nama : Muh. Arafah
Umur : 14 Tahun
Alamat : Tanah merah
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Siswa
72
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Restu Dwi Putra, lahir pada tanggal 12 September 1996
di Kabupaten Gowa. Penulis adalah anak kedua dari dua
bersaudara, buah cinta dari pasangan Mustamin
Abubaedah dan Surianti.
Penulis memulai pendidikannya pada tahun 2002 di SD
Inpres No. 18 dan tamat pada tahun 2008, pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 2 Mandai dan tamat pada tahun
2011, dan pada tahun yang sama pula penulis melanjutkan pendidikannya di
SMA Negeri 18 Makassar dan tamat pada tahun 2014. Pada tahun 2015 penulis
mendaftar di Universitas Muhammadiyah Makassar (UNISMUH) Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan diterima di jurusan Pendidikan Sosilogi
pada program studi Pendidikan Strata 1 (S1).
Berkat perjuangan dan kerja keras yang disertai iringan doa dari orang
tua dan saudara, perjuangan panjang penulis dalam mengikuti pendidikan di
perguruan tinggi dapat berhasil dengan tersusunnya skripsi yang berjudul:
“Patologi Sosial (Studi Kasus pada Siswa di SMP Negeri 5 Pattallassang)”.