MAKALAH KEHAMILAN PATOLOGI SIFILIS DAN HIV
Transcript of MAKALAH KEHAMILAN PATOLOGI SIFILIS DAN HIV
MAKALAH KEHAMILAN PATOLOGI
SIFILIS DAN HIV
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Persalinan
Normal
Disusun oleh :
Kelompok 4
1. Yuni Wiwid Resti Roliyah (120166)
2. Elani Wibowo (120173)
3. Theresia Rambu Leki (120194)
4. Eka Ria Novita (120200)
5. Dyah Laela Nuraeni (120204)
6. Rizki Amalia Widayanti (120211)
7. Izza Mufida (120224)
8. Dewa Ayu Putu A.S.P (120234)
9. Pramisti Tiara Maulidina (120248)
10. Indah Widi Astutik (120257)
Kelas IV C
AKADEMI KEBIDANAN YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan Karunia yang
luar biasa sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Kehamilan Patologi yang berjudul “Sifilis dan HIV”.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada
pembimbing kami Ibu Christina Pernatun K, S.SiT, MPH
yang telah membimbing kami serta kepada teman-teman
yang telah memberikan dukungan dan masukan kepada kami
sehingga tugas makalah ini dapat selesai dengan baik.
Tidak lupa ucapan terimakasih kami berikan kepada
orang tua kami yang telah memberikan dukungan dan
motivasi kepada kami putri-putrinya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Tentu banyak kekurangan yang masih luput dari
pencermatan kami, semata-mata kekurangmampuan kami
dalam hal bahasa ataupun penguasaan materi. Kritik,
masukan, dan saran yang membangun sangat diharapkan
oleh kami demi perbaikan makalah ini.
Yogyakarta, 8 Maret 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sifilis adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh kuman tryphonema pallydum, yang
menyerang manusia bersifat kronis, sistemik, dan
dapat mengenai semua bagian tubuh, dapat bersifat
laten, selama bertahun tahun, menular, serta dapat
diobati. Sifilis congenital adalah sifilis yang
ditularkan oleh ibu kepada bayinya secara
intrauterine.
Insiden sifilis congenital di amerika serikat
dan eropa pada tahun 1970 sampai awal tahun 1980
mulai menurun, namun dalam beberapa tahun
terakhir, tampak adanya penigkatan insiden sifilis
congenital. Peningkatan ini diduga berkaitan
dnegan peningkatan insiden primer dan sekunder
pada wanita usia subur yang berumur 15-29 tahun.
Sebuah penelitian di Zambia bahkan menyatakan
bahwa hamppir 1% dari bayi yang dilahirkan
memiliki tanda sifilis congenital dan 6,5%
seroreaktif pada saat lahir, sekita 2,9 %
seroaktif pada usia dibawah 6 bulan. Disamping
itu, sifilis congenital merupakan penyebab 20-30%
kematia perinatal.
Gambaran klinis sifilis congenital merupakan
bentuk penyakit sifilis yang berat. Infeksi pada
janin dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan,
dengan derajat resiko infeksi yang teragantung
jumlah treponema di dalam darah ibu. Secara umum,
bahwa sifilis mempunyai pengaruh buruk pada janin
dan partus prematurus.
Kami mengankat masalah AIDS dalam Makalahini
kami ingin mengetahui lebih jauh tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan masalah AIDS
tersebut. Seperti yang kita ketahui bersama, AIDS
adalah suatu penyakit yang belum ada obatnya dan
belum ada vaksin yang bisa mencegah serangan virus
HIV, sehingga penyakit ini merupakan salah satu
penyakit yang sangat berbahaya bagi kehidupan
manusia baik sekarang maupun waktu yang datang.
Selain itu AIDS juga dapat menimbulkan
penderitaan, baik dari segi fisik maupun dari segi
mental. Mungkin kita sering mendapat informasi
melalui media cetak, elektronik, ataupun seminar-
seminar, tentang betapa menderitanya seseorang
yang mengidap penyakit AIDS. Dari segi fisik,
penderitaan itu mungkin, tidak terlihat secara
langsung karena gejalanya baru dapat kita lihat
setelah beberapa bulan. Tapi dari segi mental,
orang yang mengetahui dirinya mengidap penyakit
AIDS akan merasakan penderitaan batin yang
berkepanjangan. Semua itu menunjukkan bahwa
masalah AIDS adalah suatu masalah besar dari
kehidupan kita semua.
Dengan pertimbangan-pertimbangan dan alasan itulah
kami sebagai pelajar, sebagai bagian dari anggota
masyarakat dan sebagai generasi penerus bangsa,
merasa perlu memperhatikan hal tersebut. Oleh
karena itu kami membahasnya dalam makalah ini.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui tentang penyakit
sifilis dan HIV yang terjadi pada ibu hamil.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui definisi tentang
HIV dan sifilis
b. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi HIV dan
sifilis
c. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi HIV
dan sifilis
C. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat
dijadikan tambahan referensi belajar mengenai
sifilis dan HIV.
2. Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa
mengerti tentang HIV dan sifilis serta
penanganan yang dilakukan.
3. Bagi Masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat dijadikan media
penambah wawasan dan pengetahuan mengenai
sifilis dan HIV.
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. SIFILIS
A. Pengertian
Penyakit sifilis atau raja singa adalah
penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Treponema Pallidu. Bakteri Treponema Pallidum masuk ke
dalam tubuh manusia melalui selaput lendir,
seperi selaput lendir di vagina atau mulut dengan
melalui kulit. Penyakit ini ditularkan dengan
melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti
pasangan.
Infeksi sifilis (lues) yang disebabkan oleh
Treponema Pallidum, baik yang sudah lama maupun yang
baru diderita oleh ibu dapat ditularkan kepada
janin. Sifilis kongenita merupakan bentuk
penyakit sifilis yang terberat. Infeksi pada
janin dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan,
dengan derajat resiko infeksi yang tergantung
jumlah spiroketa (treponema) di dalam darah ibu,
lamanya infeksi tersebut terjadi, dan
pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik,
maka ibu akan melahirkan bayinya dengan sehat.
Namun, jika penyakit sifilis pada ibu tidak
segera diobati akan menyebabkan abortus, bayi
meninggal di dalam rahim, ataupun kelainan
kongenita pada bayi.
Apabila infeksi sifilis terjadi pada
kehamilan tua, maka plasenta akan memberi
perlindungan terhadap janinnya agar janin tetap
sehat. Namun, jika infeksi sifilis terjadi
sebelum pembentukan plasenta maka harus segera
mendapat pengobatan agar infeksi akibat penyakit
sifilis dapat dicegah.
B. Etiologi
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema
pallidum. Treponema pallidum merupakan salah satu
bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk
spiral.
Sifilis yang ditularkan dari ibu ke janin
yang dikandungangnya melalui plasenta. Transmisi
sifilis vertikal (dari ibu ke janin) mungkin
terjadi pada setiap fase penyakit sifilis.
Spiroketa (treponema) mampu menembus membran
mokusa utuh atau ganguan kulit. Oleh karena itu
sifilis juga dapat ditularkan
melalui mencium area di dekat lesi, serta seks
oral, vaginal, dan anal.
Treponema Pallidum dapat menimbulkan kelainan
dan melewati plasenta sehingga menyebabkan
plasenta menjadi lebih besar, pucat, tidak segar,
keabu-abuaan, dan licin.
.
C. Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan
bersifat sistemik. Hampir semua alat tubuh dapat
diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan
saraf. Jika cepat terdeteksi dan diobati, sifilis
dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika
tidak diobati, sifilis dapat berkembang ke fase
selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di
luar alat kelamin.
Pada kehamilan kurang dari 16 minggu sifilis
dapat menyebabkan kematian janin (sifilis
fetalis), pada kehamilan lanjut menyebabkan
kelahiran prematur atau ganguan pertumbuhan
intrauterin ataupun dapat menimbulakan cacat
berat (pneumonia alba Virchow, sirosis hepatis,
splenomegali, pankreatitis kongenital, kelainan
kulit, dan osteokordritis).
D. Tanda dan Gejala
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13
minggu setelah terinfeksi. Infeksi bisa menetap
selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan
kerusakan jantung, kerusakan otak maupun
kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum
berkembang melalui 4 tahapan.
1. Fase Primer
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri
(cangker) pada tempat yang terinfeksi, yang
tersering adalah pada penis, vulva atau vagina.
Biasanya penderita hanya memiliki1 ulkus,
tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus.
Cangker berawal sebagai suatu daerah penonjolan
kecil yang dengan segera akan berubah menjadi
suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai
nyeri. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah,
tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan
jernih. Kelenjar getah bening terdekat biasanya
akan membesar, juga tanpa disertai nyeri.
2. Fase Sekunder
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu
ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-12 minggu
setelah terinfeksi. Meskipun tidak diobati,
ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa
minggu atau bulan kemudian akan muncul ruam
yang baru. Pada fase sekunder sering ditemukan
luka di mulut. Sebagian penderita mengalami
pembesaran kelenjar getah bening, peradangan
mata dan pembangkakan saraf mata, serta
peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya
protein ke dalam air kemih. Peradangan hati
bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice).
Sejumlah kecil penderita mengalami peradangan
pada selaput otak (meningitis sifilitik akut),
yang menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan
ketulian.
3. Fase Laten
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder,
penyakit akan memasuki fase laten dimana tidak
nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa
berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh
tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita.
Pada awal fase laten kadang luka yang infeksi
kembali muncul.
4. Fase Tersier
Pada fase tersier penderita tidak lagi
menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai
ringan sampai sangat parah. Gejala ini terbagi
menjadi 3 kelompok utama:
a. Sifilis tersier jinak
Benjolan yang disebut gumma muncul di
berbagai organ; tumbuhnya perlahan, sembuh
secara bertahap dan meninggalkan jaringan
parut. Benjolan ini bisa ditemukan di hampir
semua bagian tubuh, tetapi yang paling
sering adalah pada kaki dibawah lutut,
batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit
kepala. Tulang juga bisa terkena,
menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam
yang biasanya semakin memburuk di malam
hari.
b. Sifilis kardiovaskuler
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi
awal. Bisa terjadi aneurisma aorta atau
kebocoran katup aorta. Hal ini bisa
menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau
kematian.
c. Neurosifilis
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada
sekitar 5% penderita yang tidak diobati.
E. Penatalaksanaan dan Terapi
Untuk sifilis primer, sekunder, dan laten
(kurang dari 1 tahun) dianjurkan mendapat
Benzathine penicillin G dengan dosis 2,4 juta
satuan IM sekali suntik (separuh di kanan,
separuh di kiri). Untuk sifilis lama (sifilis
laten) diperlukan dosis yang lebih tinggi yaitu
7,2 satuan Im dibagi dalam 3 dosis masim\ng-
masing 2,4 juta satuan IM perminggu dalam 3
minggu.
Dosis tunggal penicilline di atas umumnya
sudah cukup untuk melindungi janin dari infeksi
sifilis. Abortus atau kematian janin selama atau
tidak lama setelah pengobatan biasanya tidak
disebabkan oleh gagalnya pengobatan, namun karena
pengobatannya terlambat diberikan. Suami juga
harus diperikasa darahnya dan jika perlu
dilakukan pengobatan juga.
Untuk lues kongienta pada neonatus dianjurkan
pengobatan dengan diberikan 100.000-150.000
satuan/kb BB aquaeous crystalline penicilline G
perhari (diberikan 50.000 satuan/kg BB secara IV
8-12 jam) atau 50.000/kg BB procain penicilline
perhari diberikan 1x IM selama 10-14 hari.
II.HIV/AIDS
A. Pengertian HIV/AIDS
HIV adalah penyakit yang menyerangi sistem
kekebalan tubuh, dan AIDS adalah kumpulan gejala
akibat kelemahan atau kekurangan sistem kekebalan
tubuh yang dibentuk setelah lahir. (Sarwono, Ilmu
Kebidanan). AIDS merupakan singkatan dari
Acquired Immunodeficiency Syndrome. AIDS adalah
penyekit yang disebabkan oleh virus yang merusak
kekebalan tubuh, sehingga tubuh mudah diserang
oleh penyakit-penyakit lain yang dapat berakibat
fatal seperti infeksi. Selain penyakit infeksi,
penderita AIDS mudah terkena kanker, dengan
demikian gejala AIDS sangat bervariasi. (Sumber:
Lembaran Informasi Spiritia LI610). Virus yang
menyebabkan penyakit ini adalah HIV (Human
Immunodeficiency Virus).
B. Etiologi
Dengan melihat tempat hidup HIV, tentunya
bisa diketahui penularan HIV terjadi kalau ada
cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti
hubungan seks dengan pasangan yang mengidap HIV,
jarum suntik dan alat-alat penusuk (tato,
penindik, dan alat cukur) yang tercemar HIV dan
ibu hamil yang mengidap HIV kepada janin atau
disusui oleh wanita yang mengidap HIV. Bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi HIV lebih
mungkin tertular. Walaupun janin dalam kandungan
dapat terinfeksi, sebagian besar penularan
terjadi waktu melahirkan atau menyusui, bayi
lebih mungkin tertular jika persalinan berlanjut
lama.
C. Patofisiologi
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus
yang hanya dapat hidup dalam sel atau media
hidup. Virus ini “senang” hidup dan berkembang
biak dalam sel darah putih manusia. HIV akan ada
pada cairan tubuh yang mengandung banyak sel
darah putih, seperti darah, cairan plasenta,
cairan sperma, cairan sumsum tulang, cairan
vagina, air susu ibu maupun cairan otak. (Ditulis
oleh: Dr. Edi Patmini SS. Desember, 2000).
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel
darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel
darah putih tersebut termasuk limfosit yang
disebut “sel T-4” atau disebut juga sel “CD-4”.
Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan
mengalami gejala yang disebut sindrom HIV akut.
Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus
pada umumnya yaitu berupa demam, sakit kepala,
sakit tenggorokan, miagia (pegal-pegal di
ekstremitas bawah) pembesaran kelenjar dan rasa
lemah. Pada sebagian orang, infeksi berat dapat
disertai kesadaran menurun. Sindrom ini biasanya
akan menghilang dalam beberapa minggu. Dalam
waktu 3-6 bulan kemudian, tes serologi baru akan
positif, karena telah terbentuk anti bodi. Masa
3-6 bulan ini disebut window periode, dimana
penderita dapat menularkan namun secara
laboratorium hasil tes HIVnya masih negatif.
(sumber: Lembaran Informasi Spiritia L1610).
D. Pencegahan
Cara mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi.
Caranya dengan melakukan screening yang baik.
Cara lain dengan pemberian obat antiretroviral
pada ibu positif. Selain itu dengan melakukan
asuhan yang aman saat kehamilan, persalinan, dan
setelah persalinan. Pencegahan penularan HIV dari
ibu kepada bayinya dilakukan dengan cara
memberikan obat anti-HIV. Kepada ibu hamil yang
terinfeksi HIV, pada trimester kedua dan ketiga
(6 bulan terakhir) diberikan AZT per oral,
sedangkan pada saat persalinan diberikan AZT
melalui infus.
Kepada bayi baru lahir diberikan AZT selama 6
minggu. Tindakan tersebut telah berhasil
menurunkan angka penularan HIV dari ibu ke
bayinya dari 25% menjadi 8%. Pada persalinan
normal, kemungkinan penularan HIV lebih besar,
karena itu pada ibu hamil yang terinfeksi HIV
kadang dianjurkan untuk menjalani operasi sesar.
Imunisasi juga harus diberikan pada anak yang
terlahir dari ibu dengan HIV (+). WHO dan UNICEF
menganjurkan agar semua bayi dengan infeksi HIV
simptomatik diberikan imunisasi dasar menurut
program nasional (BCG, DPT, OPV, Campak). Pada
ibu yang telah bersalin, diharapkan dalam waktu
kurang dari 4 minggu harus sudah menggunakan alat
kontrasepsi dan tidak diperkenankan menggunakan
alat kontrasepsi dalam rahim seperti IUD karena
kekebalan tubuh ibu sudah menurun dan akan
memperbesar resiko infeksi yang terjadi pada
rahim akibat benda asing di dalam tubuh. (Sumber:
Lembaran Informasi Spiritia L1610).
Penderita dengan limfosit CD4+ kurang dari
100 sel/mL darah mendapatkan azitromisin seminggu
sekali atau klaritromisin atau rifabutin setiap
hari untuk mencegah infeksi Mycobacterium avium.
Penderita yang bisa sembuh dari meningitis
kriptokokal atau terinfeksi candida mendapatkan
flukonazol jangka panjang. Penderita dengan
infeksi herpes simpleks berulang mungkin
memerlukan pengobatan asiklovir jangka panjang.
E. Konseling Pra dan Pasca Tes HIV
Konseling pra dan pasca tes bagi perempuan
hamil menyangkut beberapa hal yaitu:
1. Konseling Pra Tes
Informasi mengenai penularan HIV melalui
hubungan seksual dan bagaimana cara
mencegahnya. Informasi mengenai penularan HIV
dari ibu ke bayi dan bagaimana
penanggulangannya, informasi mengenai proses
dan prosedur tes HIV, jaminan kerahasiaan dan
bagaimana mendiskusikan kerahasiaan dan
kemungkinan adanya konseling bagi pasangan,
Implikasi dari tes negatif termasuk promosi
menyusui bayi dengan ASI, implikasi dari tes
positif: keuntungan dan kerugiannya ,
intervensi yang dipilih serta kemungkinan
adanya stigma, konseling yang menggali dan
mengarah pada penilaian resiko.
2. Konseling Pasca Tes
a. Jika hasil tes negatif informasi yang
diberikan mengenai pencegahan penularan di
masa depan , jika masih dalam masa jendela
(window period), maka dianjurkan untuk
melakukan tes kembali, promosi ASI ekslusif
kepada ibu hamil yang tidak terdeteksi HIV.
b. Jika hasil tes positif yang harus dilakukan
adalah informasi mengenai pilihan-pilihan
untuk terapi, termasuk pengobatan ARV bagi
dirinya dan/atau untuk pencegahan penularan
ke bayi. Perlu juga dibahas mengenai kondisi
keuangan dan harga terapi ARV. Konseling yang
menyangkut pemberian susu bayi, resiko
menyusui dengan ASI, dukungan finansial untuk
susu formula, adanya stigma dari keluarga dan
masyarakat, informasi dan konseling mengenai
KB dan kemungkinan kehamilan di masa depan,
konseling pemberitahuan kepada pasangan dan
kerahasiaan, informasi dan layanan rujukan
untuk dukungan, perawatan, pengobatan, dan
juga persalinan (Artikel peran konseling dan tes HIV
bagi ibu hamil, Dra. Siti Chasanah Agoes Machdi, M.Si)
DAFTAR PUSTAKA
http://odhaindonesia.org/trackback/43Manuaba, Ida Bagus. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Syaifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarata : Yayasan Bina Pustaka