Perubahan Sistem Internasional pada Abad ke-21 dan Keberpihakan Politik Luar Negeri “Poros Maritim”
PANCASILA PANCASILA DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of PANCASILA PANCASILA DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA
PANCASILAPANCASILA DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA
LUKAS LOGHE KAKA
1815145756
KELAS : C / 2014
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR PGSD
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA1
2014
KATA PENGANTAR
Segala pujian bagi Allah,yang berkuasa oleh Rahmat-Nya,saya
di mampukan untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Terimahkasih kepada Dra. Nina Nurhasanah M.Pd sebagai dosen
pembimbing dalam menyelesaikan makalah yang berjudul ‘’ pancasila
dalam sitem politik Indonesia ‘’ sebagai Tugas Akhir semester.
Didalam makalah ini, saya akan membahas tentang Pancasila
dalam Sistem Politik di Indonesia yang mencakup: system,
politik, sejarah dan pemerintahan yang sedang berjalan di
Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran
dari semua teman-teman khususnya dari Dosen pembimbing Dra.
Nina Nurhasanah M.Pd yang bersifat membangun sangat saya
harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kiranya pembahasan dalam topik ini menambah
khasana ilmu pengetahuan secara khusus mata kulia pancasila.
Jakarta, 28 November 2014
2
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………...……………………………………………………....1BAB I..........................................................1PENDAHULUAN....................................................1A. LATAR BELAKANG………………………………………………………………...………1
BAB II.........................................................2PERMASALAHAN...................................................2BAB III........................................................3PEMBAHASAN.....................................................3A. PENGERTIAN TENTANG SISTEM DAN POLITIK.......................3
1. PENGERTIAN SISTEM......................................32. PENGERTIAN TENTANG POLITIK.............................4
B. PENGERTIAN SISTEM POLITIK...................................71. SISTEM POLITIK..........................................72. PENGERTIAN SISTEM POLITIK INDONESIA.....................8
C. PROSES POLITIK DI INDONESIA................................91. RISET OPERASIONAL.......................................10
3
2. ILMU-ILMU SOSIAL........................................10D. PROSES PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA.................11
1. MASA PRAKOLONIAL (KERAJAAN)...........................112. MASA KOLONIAL (PENJAJAHAN)...........................123. MASA DEMOKRASI LIBERAL................................124. MASA DEMOKRASI TERPIMPIN..............................135. MASA DEMOKRASI PANCASILA..............................136. MASA REFORMASI........................................14
BAB IV........................................................15KESIMPULAN....................................................15DAFTAR PUSTAKA................................................16
BAB I
PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG
Sistem politik pada suatu negara terkadang bersifat relatif.
Hal ini dipengaruhi oleh elemen-elemen dan faktor sejarah dalam
perpolitikan yang membentuk sistem tersebut. Pengaruh sistem
politik Negara lain juga turut memberi kontribusi pada
pembentukan sistem politik di suatu Negara. Seiring dengan waktu,
sistem politik di Indonesia selalu mengalami perubahan.
4
Perkembangan politik di Indonesia dewasa ini mengalami kemajuan
yang siknifikan ditandai dengan perubahan sistem politik yang
semakin stabil.
Indonesia sendiri menganut sistem politik demokrasi yang
menjunjung tinggi kebebasan setiap warga Negaranya. Tetapi pada
kenyataannya dalam praktek pemerintahan Indonesia tidak sungguh-
sungguh menerapakan system demokrasi seperti negara lain yang
juga menganut sistem demokrasi. System demokrasi Indonesia
disebut demokrasi pancasila. Pada perkembangan terkini Sistem
Politik Indonesia mengalami kemajuan yang pesat ditandai adanya
reformasi di berbagai bidang pemerintahan.
Menurut Dardji Darmadiharjo, demokrasi pancasila merupakan
paham demokrasi yang bersumber pada kepribadian dan falsafah
hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945.1
1 Dalam Buku.Pendidikan dan Piagam Madinah,Konsep, Teori, dan Analisis Mewujudkan Masyarakat Madani di Dra. Ngudi Astuti, M.Si Indonesia, ( Jakarta: Media Bangsa,2012,hal 107
5
BAB II
PERMASALAHAN
Di dalam Bab ini akan membahas beberapa pengertian dari
istilah-istilah : "sistem", dan "politik". Disamping itu akan
membahas pengertian tentang sistem politik itu sendiri serta
asal-usul pendekatan sistem dalam memahami fenomena-fenomena
politik.
6
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tentang Sistem dan Politik
1. Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks
dan terorganisasi. Menurut "Webster's New Collegiate Dictionary" seperti
dikutip oleh Sukarna dalam bukunya yang berjudul Sistem Politik
(1990)
kata 'system' berasal dari kata syn' dan 'histanai' yang artinya "toplace together" (menempatkan bersama-sama). Sistem diartikansebagai "a complex of ideas, principles, etc., forming a coherent whole, as theAmerican system of government" (suatu kompleks gagasan, prinsip danlain sebagainya, yang membentuk suatu keseluruhan yangberhubung-hubungan, seperti misalnya sistem pemerintahanAmerika). Lebih lanjut sukarna mengatakan sistem sebagai "agroup of facts, ideas, beliefs, etc. arranged in an orderly way, as a systemofphilosophy" (sekelompok fakta, gagasan, kepercayaan dan lainsebagainya yang ditata dengan secara rapi, seperti suatusistem filsafat) 2
2 Seperti yang di kutip oleh sukarna dalam bukunya, Advanced Learners Dictionary, Sukarna, 1990: 13
7
Dari dua pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
sistem adalah sesuatu yang berhubung-hubungan satu sama lain
sehingga membentuk suatu kesatuan. Dengan demikian, system pasti
mempunyai struktur yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang
satu sama lain saling berjalinan, dan tidak dapat dipisahkan satu
dari yang lain sehingga membentuk suatu kesatuan yang bulat.
Dalam kaitannya dengan pengertian ini maka Almond dan Powell,
sebagaimana dikutip oleh Rusadi Kantaprawira,mengatakan bahwa:
"system implies the interdependence of parts,and a boundary between it and itsenvironment. By 'interdependence' we mean that when thecharacteristics of onepart in a system change, all the other parts and the system as a whole areaffected"(sistem menunjukkan saling ketergantungan dari bagian-bagian,dan perbatasan antara sistem dengan lingkungannya. Yangdimaksud dengan 'saling ketergantungan' adalah bahwa bilaciri-ciri dari salah satu bagian dalam suatu sistem ituberubah, maka semua bagian yang lain dan sistem itu secarakeseluruhan akan terpengaruh).3
Jadi dapat di simpulkan bahwa system memiliki keterkaitan dengan
keteraturan dimana satu dengan yang lain memiliki keterkaitan
sehingga membutuh satu kesatuan.
2. Pengertian Tentang Politik
Politik berasal dari bahasa Yunani yaitu “polis” yang artinya
Negara/kota. Pada awalnya politik berhubungan dengan berbagai
macam kegiatan dalam negara/kehidupan negara. Istilah politik
dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan,
dasar-dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan negara.
Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan3 Rusadi Kata Prawira, Sistem Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar, 1988.hal.4
8
tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai
politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.
Politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat
dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang
mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam
suatu wilayah tertentu. Politik sering diartikan sama dengan
pemerintahan (government), pemerintahan atas dasar hukum (legal
government), atau negara (state).Selain itu politik juga sering
diartikan sama dengan kekuasaan power), kewenangan (authority) dan
atau perselisihan (conflict)4.
Bagi mereka yang mengartikan politik sama dengan
pemerintahan akan melihat politik sebagai apa yang terjadi di
dalam badan pembuat undang-undang negara, atau kantor Walikota.
Alfred de Grazia menyatakan bahwa politik (politics atau
political) "meliputi peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar
pusat-pusat pembuatan keputusan pemerintah".5 Charles Hyneman
sebagaimana dikutip oleh Alan C. Isaak mengartikan politik
sebagai "pemerintahan atas dasar hukum". ‘’Titik pusat perhatian
ilmu politik Amerika adalah bagian dari masalah-masalah
kenegaraan yang berpusat di pemerintahan, dan macam atau bagian
pemerintahan yang berbicara melalui undang-undang’’.
Dengan demikian ada dua versi yang mendefinisikan politik
sama dengan pemerintahan: versi pertama hanya membicarakan
4 Alan C. Isaak, Scope and Methods of Political Science (1975), hal.155 Ibid, hal.16
9
tentang pemerintahan, sedangkan versi kedua yang dibicarakan
tidak hanya pemerintahan akan tetapi juga undang-undang.
Sekarang apa yang dimaksud dengan pemerintahan (government)
itu? Alan C. Isaak mengartikan pemerintahan sebagai "lembaga dari
suatu masyarakat yang didasarkan pada hukum atau undang-undang
yang bertugas untuk membuat keputusan yamg mengikat secara hukum"
(the legally based institutions of a society which make legally binding decisions)6.
Apakah politik diartikan sebagai “pemerintahan” atau
“pemerintahan yang berdasar hukum” yang jelas. Keduanya
memusatkan perhatiannya pada lembaga-lembaga formal.
Definisi yang mempersamakan politik dengan pemerintahan
menurut banyak ilmuwan politik dikatakan sebagai memiliki
keterbatasan dalam penerapannya atau secara tidak realistik
bersifat terbatas. Sebagai contoh apakah keputusan yang mengikat
masyarakat yang dibuat oleh pemimpin-pemimpin atau ketua-ketua
suku diklasifikasikan sebagai bersifat non-politik dan oleh
karena itu berada di luar ruang lingkup ilmuwan politik?
Ilmuwan politik yang mengritik definisi politik sebagai sama
dengan pemerintahan memformulasikan suatu definisi alternatif
yang mempersamakan politik dengan "kekuasaan" (power), "kewenangan"
(authority) atau "perselisihan/pertikaian" (conflict). William Bluhm
sebagaimana dikutip oleh Alan C. Isaak menyatakan bahwa "politik
merupakan proses sosial yang diikuti oleh kegiatan yang
melibatkan permusuhan dan kerjasama dalam menjalankan kekuasaan,
6 Ibid, hal, 16
10
dan mencapai puncaknya pada pembuatan keputusan bagi suatu
kelompok"7.
Politik dijumpai dimanapun hubungan kekuasaan ataupun
situasi konflik terjadi. Ini artinya ilmuwan politik dapat juga
dengan secara sah mempelajari politik dari serikat buruh,
perusahaan atau suku-suku di Afrika, dan juga apa saja yang
terjadi di dalam badan pembuat undang-undang atau administrasi.
Definisi ini lebih menekankan pada jenis kegiatan (action) atau
perilaku (behaviour) daripada jenis kelembagaan (institution) tertentu.
Definisi politik yang didasarkan pada pemerintahan
sesungguhnya merupakan versi definisi yang didasarkan pada
kekuasaan (power), yaitu kekuasaan atau power yang dijalankan di
dalam dan oleh lembaga pemerintahan. Dengan demikian,
sesungguhnya semua definisi tentang politik didasarkan pada
gagasan tentang proses atau konflik. Max Weber mengartikan
politik sebagai "usaha untuk membagi kekuasaan atau usaha untuk
mempengaruhi distribusi kekuasaan, baik di antara negara-negara
ataupun di antara kelompok-kelompok yang ada di dalam negara"8.
Definisi berikutnya mempersamakan politik atau sistem
politik sebagai" penjatahan nilai-nilai bagi suatu masyarakat
dengan secara sah" (the authoritative allocation of societal values). Defenisi
ini dikemukakan oleh David Easton dan lebih menekankan pada
aktivitas atau kegiatan daripada lembaga. Menurut Easton
7 Ibid, hal, 188 Ibid, hal, 18
11
"penjatahan nilai-nilai secara sah" merupakan jenis kegiatanyang menarik bagi kita dengan alasan karena setiap nilaimasyarakat dibutuhkan oleh setiap orang, bahwa orang-orangmemiliki kepentingan atau tujuan yang berbeda-beda dankepentingan atau tujuan yang berbeda-beda ini harusdialokasikan, dibagi-bagikan oleh seseorang atau olehsesuatu, dan inilah yang disebut situasi power ataukonflik".9
Setiap masyarakat, kata Easton, memiliki sistem politik yang
didefenisikan sebagai suatu system yang secara sah menjatahkan
atau mengalokasikan nilai-nilai, tetapi sistem-sistem ini
memiliki bentuk yang berbeda-beda.
Dengan demikian, defenisi ini tidaklah membatasi kita hanya
pada mempelajari pemerintahan yang sah (atau atas dasar hukum),
akan tetapi kita juga dapat mempelajari sistem politik atau
kebudayaan lainnya secara obyektif tanpa pandangan-pandangan
tentang struktur dan perilaku politik yang dipertimbangkan
sebelumnya. Selain itu, ketika kita mempelajari sistem politik
pada lembaga formal pemerintahan, seperti kongres atau parlemen,
kita dapat memasukkan juga kelompok-kelompok kepentingan, partai
politik, dan pengaruh-pengaruh lainnya yang kurang begitu jelas
terhadap keputusan-keputusan yang sah.
Meskipun demikian defenisi Easton tidaklah meliputi semua
situasi kekuasaan atau pemilihan keputusan, akan tetapi hanya
keputusan-keputusan yang mengikat masyarakat saja yang relevan
bagi ilmuwan politik. Menurut Easton "suatu kebijakan itu sah
(authoritative) apabila rakyat yang dikenai kebijakan itu atau mereka
9 Ibid, hal, 20
12
yang dipengaruhi oleh kebijakan itu menganggap bahwa mereka harus
atau seharusnya mematuhinya" atau dengan kata lain kebijakan itu
dianggap mengikat mereka. Perbedaan antara Harold Laswell yang
mendefinisikan politik sebagai "Who Gets What When How?" dengan
Easton adalah bahwa apabila Laswell menekankan pada peranan power
dalam proses distribusi, maka Easton menekankan pada hubungan
antara apa yang masih ada di dalam sistem dan apa yang keluar
dari sistem (keputusan). Atau dengan kata lain Easton memusatkan
perhatiannya pada keseluruhan sistem politik, sementara Laswell
memusatkan perhatiannya hanya pada individu yang memiliki
pengaruh paling besar pada proses distribusi, yaitu mereka yang
memiliki power.
B. Pengertian Sistem Politik
1. Sistem Politik
Menurut Ir. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan
pendapat, prinsip, yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan
satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan
mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau
kelompok individu satu sama lain atau dengan negara dan hubungan
negara dengan negara.
Sistem Politik menurut Rusadi Karta prawira adalah Mekanisme
atau cara kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur
politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu
proses yang langggeng.
13
Mohtar mas’oed mengatakan bahwa Sistem politik adalah
"sistem pengambilan keputusan yang mengikat masyarakat" atau"sistem pengalokasian nilai-nilai kemasyarakatan dengansecara sah kepada masyarakat". Kehidupan politik dapatdilibatkan dengan melihat segi-seginya satu persatu, sepertimenyelidiki berfungsinya lembaga-lembaga politik (partaipolitik, kelompok kepentingan, pemerintahan, dan voting),juga mempelajari sifat-sifat dan akibat-akibat dari praktek-praktek politik (propaganda, manipulasi, kekerasan), ataujuga meneliti struktur tempat terjadinya praktek-praktekseperti tersebut di atas.10
Dengan menggabungkan hasil-hasil penyelidikan itu kita dapat
mempersoalkan suatu gambaran kasar tentang apa yang terjadi dalam
setiap unit politik. Akan tetapi perlu disadari bahwa masing-
masing bagian dan arena politik yang lebih besar itu tidaklah
berdiri sendiri. Akan tetapi saling berkaitan satu dengan yang
lain; atau dengan kata lain, berfungsinya satu bagian tidak akan
dapat dipahami tanpa memperhatikan cara berfungsinya keseluruhan
bagian-bagian itu sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
sangat penting memandang kehidupan politik sebagai suatu sistem
kegiatan yang satu sama lain saling berkait-kaitan.
‘’Sifat saling berkaitan atau ikatan-ikatan sistemis darikegiatan-kegiatan ini berasal dari fakta bahwa semua kegiatanitu mempengaruhi cara pembuatan dan pelaksanaan keputusan-keputusan otoritatif itu dalam masyarakat’’.11 Ide utamatentang suatu sistem, menurut Easton, adalah bahwa kita dapatmemisahkan kehidupan politik dari kegiatan sosial lainnya,paling tidak dari analisa, dan melihatnya seolah-olah sebagaisuatu kumpulan tersendiri yang dikelilingi oleh, tetapi dapatdibedakan dengan mudah dari lingkungan di mana sistem itubekerja.
10 Mohtar Mas'oed, 1985, hal,411 Ibid, hal, 4
14
2. Pengertian Sistem Politik Indonesia
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau
keseluruhan berbagai kegiatan dalam negara Indonesia yang
berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan
tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan,
seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di
dalam konstitusi negara (termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan
yudikatif). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan
diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya
kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur
politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-
tujuan masyarakat/negara. Dalam hal ini yang dimaksud
suprastruktur politik adalah lembaga-lembaga negara. Lembaga-
lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR,
DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan
membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan
umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti parpol, ormas, media
massa, kelompok kepentingan (Interest Group), kelompok penekan
(Presure Group), alat/media komunikasi politik, tokoh politik
(Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan
infrastruktur politik. Melalui badan-badan inilah masyarakat
dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai
15
input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi
masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai
dengan aspirasi dan kehendak rakyat.
C. Proses Politik Di Indonesia
Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses
politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam menguraikannya
tidak cukup sekedar melihat sejarah bangsa Indonesia tapi
diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Konsepsi sistem
untuk memahami kehidupan politik telah lama digunakan.Weber,
misalnya, telah mencari kualitas dari stabilitas dalam suatu
masyarakat modern yang produktif. Ia melihat perubahan sejarah
sebagai seorang gradualis dan mencatat bahwa kemajuan
evolusionernya tergantung pada kondisi mendasar dari setiap
masyarakat. Weber kemudian mengklafisikasikan masyarakat ke dalam
sistem kekuasaan tradisional, kharismatik dan legal rasional.
Karl Marx, sebaliknya, menganggap bahwa tertib dan stabilitas
dalam masyarakat dirusak oleh adanya kontradiksi yang ada dalam
masyarakat. Marx mengklasifikasikan masyarakat ke dalam sistem
ekonomi yang berdasarkan pada "mode of productions" (cara
berproduksi) dan "relations of production" (hubungan produksi)
yang dimanifestasikan melalui kelas-kelas sosial, seperti kelas
feodal, kelas borjuis dan kelas proletar.
16
Perubahan dalam basis ekonomi, itensifikasi kontradiktif dan
perjuangan kelas yang tidak pernah berhenti akan akhirnya membawa
perubahan dalam masyarakat (Chilcotte, 1981: 139).
Terminologi sistem digunakan untuk memahami ”gejala politikdalam suatu masyarakat dengan keyakinan bahwa masyarakat itumerupakan kesatuan yang paling inklusif dimana sistem-sistemyang ada bisa dievaluasi. Sistem merupakan abstraksi darimasyarakat nyata. Setiap gejala masyarakat dapat dipandangsebagai suatu sistem atau sistem-sistem. Di dalamkenyataannya semua gejala kemasyarakatan itu berhubung-hubungan satu dengan yang lain, walaupun secara teoritisgaris batas bisa dibuat untuk memisah-misahkan sistem yangberbeda-beda, seperti sistem politik ekonomi, sosial danpsikologi kebudayaan. Dari suatu masyarakat keseluruhan bisadiperoleh abstraksi yang berupa elemen-elemen yang nampak kepentas dengan terasa dekat kepada yang lain, dan elemen-elemen yang demikian ini yang kemudian disebut sebagaisistem12.
Biasanya elemen-elemen ini ada dalam jumlah yang secara
konseptual dapat diukur dan disebut sebagai variabel-variabel.
Elemen-elemen dari variabel yang bersifat konstan karena mereka
dipisahkan dari perubahan di dalam masyarakat disebut sebagai
parameter.
Lebih lanjut Chilcotte mengatakan bahwa ‘’bila kita
berbicara tentang sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial,
dan sistem psikologi kebudayaan, yang kita maksudkan di sini
adalah semua variabel yang disekutukan atau berkaitan dengan
kehidupan politik, kehidupan ekonomi, kehidupan sosial atau
kehidupan psikologi kebudayaan. Variabel-variabel dari suatu
12 Chilcotte, 146, hal, 141
17
sistem bisa meliputi struktur, fungsi, aktor, nilai-nilai, norma-
norma tujuan, input (masukan), output (keluaran), response
(tanggapan), dan feedback (umpan balik)’’13.
1. Riset operasional
Riset operasi merupakan perkembangan dari usaha untuk
menerapkan pendekatan sistem bagi penggunaan korelasi radar
semasa Perang Dunia II. Riset operasi dimanfaatkan untuk
meramalkan hasil-hasil militer atas dasar rancangan
persenjataan dan pelaksanaan taktik dan strategi. ”Riset
operasi mencari suatu sistem penghambur-hamburan sumber daya
yang minimal. Teknik statistik dan kuantitatif masa perang,
kemudian menjadi bermanfaat dalam industri seperti
perminyakan, kimia, dan elektronika.Pendirian suatu profesi
baru ini ditandai oleh berdirinya federasi masyarakat riset
operasi instruksional (1957).Segera sesudah itu riset operasi
diterapkan untuk pemecahan persoalan-persoalan sosial,
terutama pendidikan, daerah perkotaan, dan jasa-jasa
kesehatan.Dengan perubahan dari pemusatan militer ke sipil,
riset operasi akhirnya menjadi terkenal sebagai analisis
sistem.
2. Ilmu-ilmu Sosial
Di antara ilmu-ilmu sosial, ilmu ekonomilah yang pertama kali
memberikan sumbangan pada teori sistem. Walaupun pada
pemecahan masalah ekonomi sekarang ini masih didominasi oleh
13 Ibid, hal, 141
18
skema-skema yang sifatnya satu demi satu (piecemeal) dan
inkrementalis, teknik-teknik ekonomi telah lama digunakan
untuk menentukan hubungan sebab dan akibat yang
linier.Teknik-teknik ini bagaimanapun cenderung terbatas pada
sistem yang mekanistis yang tidak memperhatikan proses-proses
perubahan dan kehilangan sentuhan dengan realitas sosial.
J. David Singer (1971) mensintesakan kecenderungan dan
pengaruh biologi, cybernetik, dan riset operasi dan analisis
sistem ini ke dalam dikotomi orientasi ilmu sosial yang terdiri
dari analisis sistem dan sistem umum (general systems).Analisis
sistem menderita abstraksi dari kekurangan pandangan pengembangan
dan sejarah.Ia menyukai penggunaan general system dan studi
keajegan-keajegan dalam berbagai macam sistem.
D. Proses Perkembangan Politik di Indonesia
Sistem politik di Indonesia mengalami pasang surut sejak
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah Sistem
politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat
dari masa-masa berikut ini:
1. Masa prakolonial
2. Masa kolonial (penjajahan)
3. Masa Demokrasi Liberal
4. Masa Demokrasi terpimpin
5. Masa Demokrasi Pancasila
6. Masa Reformasi
19
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara
sistematis dari aspek :
- Penyaluran tuntutan
- Pemeliharaan nilai
- Kapabilitas
- Integrasi vertikal
- Integrasi horizontal
- Gaya politik
- Kepemimpinan
- Partisipasi massa
- Keterlibatan militer
- Aparat negara
- Stabilitas
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai
berikut:
1. Masa Prakolonial (Kerajaan)
- Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi
- Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa
- Kapabilitas – SDA melimpah
- Integrasi vertikal – atas bawah
- Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa
kerajaan
- Gaya politik – kerajaan
- Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan
- Partisipasi massa – sangat rendah
20
- Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan
dengan perang
- Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang
memerintah
- Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa
perang
2. Masa Kolonial (Penjajahan)
- Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi
- Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran ham
- Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan
penjajah
- Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis
- Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama
penjajah atau elit pribumi
- Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu
(memecah belah)
- Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang
diperalat
- Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada
- Keterlibatan militer – sangat besar
- Aparat negara – loyal kepada penjajah
- Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3. Masa Demokrasi Liberal
- Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum
21
memadani
- Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi
- Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan,
kebanyakan masih potensial
- Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah
atas
- Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity
makers dan administrator
- Gaya politik – ideologis
- Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928
- Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul
kudeta
- Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil
- Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok
atau partai
- Stabilitas – instabilitas
4. Masa Demokrasi Terpimpin
- Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan
karena adanya Front nas
- Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah
- Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik,
ekonomi tidak maju
- Integrasi vertikal – atas bawah
- Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,
22
- Gaya politik – ideolog, nasakom
- Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik
- Partisipasi massa – dibatasi
- Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan
- Aparat negara – loyal kepada negara
- Stabilitas – stabil
5. Masa Demokrasi Pancasila
- Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak
terpenuhi karena fusi
- Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada
pengakuan HAM
- Kapabilitas – sistem terbuka
- Integrasi vertikal – atas bawah
- Integrasi horizontal – nampak
- Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
- Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI
- Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian
lebih banyak dibatasi
- Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep
dwifungsi ABRI
- Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
- Stabilitas stabil
6. Masa Reformasi
- Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
- Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
23
- Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
- Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah
atas
- Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan
(euforia)
- Gaya politik – pragmatik
- Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
- Partisipasi massa – tinggi
- Keterlibatan militer – dibatasi
- Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan
pemerintah
- Stabilitas – instabil
Di Indonesia sendiri memakai sistem politik demokrasi yang
didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang
demokratis. Adapun sendi-sendi pokok dari sistem politik
demokrasi di Indonesia adalah:
1. Ide kedaulatan rakyat
2. Negara berdasarkan atas hukum
3. Bentuk Republik
4. Pemerintahan berdasarkan konstitusi
5. Pemerintahan yang bertanggung jawab
6. Sistem Pemilihan langsung
7. Sistem pemerintahan presidensiil.
24
BAB IV
KESIMPULAN
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau
keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang
berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan
tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan,
seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, dengan
memakai system demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan
rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Indonesia menganut sistem
pemerintahan presidensil, dimana Presiden berkedudukan sebagai
kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Para Bapak Bangsa
yang meletakkan dasar pembentukan Negara Indonesia, setelah
tercapainya kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 menetapkan
bahwa pancasila merupakan dasar Negara Indonesia dan sekaligus
menjadi patokan dalam system politik Indonesia. Oleh karena itu
nilai-nilai pancasila harus dijiwai setiap keputusan dalam
menjalankan roda pemerintahan Negara Indonesia. Setiap kebijakan
pemerintah akan dikontrol langsung oleh rakyat melalui perwakilan
di DPR dan MPR.
25
DAFTAR PUSTAKA
Dr.H. Syahrial Syarbini, ‘’ Hgalia Indonesia 2011
Revisi Ke Iv
Sistem Politik Indonesia I Oleh: Prof. Drs. Totok Sarsito, SU,
MA, Ph.D.
Mariam Budiarjo, dkk, “Dasar-dasar ilmu Politik”, Gramedia, 2003
Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia”, Balai Pustaka,
2008
Nazaruddin, “Profil Budaya Politik Indonesia”, Pustaka Utama, 1991
Nazaruddin Sjamsuddin, “Dinamika Politik Indonesia”, Gramedia Pustaka
26