ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISET BIDANG GEOLOGI DAN GEOFISIKA GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI JENDELA PROSES...

75
ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISET BIDANG GEOLOGI DAN GEOFISIKA GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI JENDELA PROSES GEOLOGI MASA LALU DAN LENTERA PEMANDU PENEMUAN ENDAPAN LOGAM OLEH: ISKANDAR ZULKARNAIN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA JAKARTA, 21 AGUSTUS 2013 ISBN:

Transcript of ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISET BIDANG GEOLOGI DAN GEOFISIKA GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI JENDELA PROSES...

ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISET

BIDANG GEOLOGI DAN GEOFISIKA

GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI JENDELA PROSES GEOLOGI MASA LALU DAN LENTERA

PEMANDU PENEMUAN ENDAPAN LOGAM

OLEH: ISKANDAR ZULKARNAIN

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

JAKARTA, 21 AGUSTUS 2013

ISBN:  

GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI JENDELA PROSES GEOLOGI MASA LALU DAN LENTERA

PEMANDU PENEMUAN ENDAPAN LOGAM

ORASI PENGUKUHAN

PROFESOR RISET BIDANG GEOLOGI DAN GEOFISIKA

GEOKIMIA BATUAN SEBAGAI JENDELA PROSES GEOLOGI MASA LALU DAN LENTERA

PEMANDU PENEMUAN ENDAPAN LOGAM

OLEH: ISKANDAR ZULKARNAIN

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

JAKARTA, 21 AGUSTUS 2013

ISBN:  

© 2013 Indonesian Institute of Sciences - LIPI Pusat Penelitian Geoteknologi

Katalog dalam Terbitan

Geokimia Batuan sebagai Jendela Proses Geologi Masa Lalu dan Lentera Pemandu Penemuan Endapan Logam. Orasi Pengukuhan Profesor Riset/Iskandar Zulkarnain – Jakarta: LIPI Press, 2013

xiii + 63 ; 14,5 x 20,2 cm

ISBN 978-979-799- 1. Geokimia Batuan 2. Lingkungan Tektonik 3. Endapan Logam

551.2 Copyeditor : Layouter : Cover Design :

Diterbitkan oleh: LIPI Press, anggota Ikapi Jl. Gondangdia Lama 39, Menteng, Jakarta 10350 Telp. (021) 314 0228, 314 6942. Fax. (021) 314 4591 E-mail: [email protected]

[email protected] [email protected]

“Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi dan di dalam pergantian siang dan malam, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi

orang-orang yang berfikir” (Qur’an: 3; 190)

Untuk Ayahanda Mampir Loebis dan Ibunda Nurbaya

Isteriku Eliza Mery Anak-anakku Brian, Sarah dan Bram

  viii  

RIWAYAT  HIDUP  

Iskandar Zulkarnain dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat, pada tanggal 14 April 1959, sebagai putra tunggal dari pasangan almarhum Bapak Mampir Loebis (wafat tahun 2002) dan Ibu Nurbaya Nasution, yang keduanya berasal dari Kenagarian Simpang Tonang, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Menikah dengan Eliza Mery, pada tanggal 26 Juli 1981 dan dikaruniai dua orang putra dan satu orang putri, yakni: Brian Zagala Zulkarnain, Sarah Fitria Zulkarnain dan Bram Agusta Zulkarnain.

Jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan Menengah Pertama ditempuhnya di Kota Padang dan setelah menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Don Bosko di Kota Padang pada tahun 1979, ia melanjutkan pendidikannya di Jurusan Geologi, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan memperoleh gelar Insinyur Geologi pada Maret 1985. Menjadi peneliti adalah alasan utamanya ketika memilih bergabung dengan Lembaga Geologi dan Pertambangan Nasional (LGPN) LIPI pada bulan April tahun 1985. Setahun kemudian, ia melanjutkan studinya ke Jerman dengan beasiswa dari Pemerintah Indonesia dalam Program Overseas Fellowship Program (OFP) dan berhasil meraih gelar Doktor reralium naturalium (Dr. rer. nat.) di bidang mineralogi dari Johannes Guetenberg Universitaet di kota Mainz, pada tahun 1991. Kompetensi mineralogi inilah yang kemudian menjadi dasar kiprahnya dalam bidang geokimia batuan yang menyatu dengan disiplin ilmu petrologi yang difokuskannya pada proses mineralisasi dan lingkungan tektonik.

Sepulang dari Jerman pada tahun 1991, ia terlibat dalam berbagai penelitian dan tugas-tugas struktural di LGPN, institusi yang kemudian berubah nama menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Geoteknologi

  ix  

LIPI pada tahun 1986 dan menjadi Pusat Penelitian (Puslit) Geoteknologi LIPI sejak tahun 2001. Puslit ini pernah dipimpinnya dari tahun 2006 hingga 2011, sebelum ia kemudian diangkat menjadi Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI sejak bulan April 2011.

Sejumlah kerjasama penelitian dilakoninya dengan institusi riset dan universitas di Jepang (Geological Survey of Japan dan Kyoto University) dalam bidang tektonik dan magmatik, termasuk dengan CSIRO, Australia, dalam melakukan eksplorasi potensi mineralisasi bawah laut di Laut Sulawesi dan Selat Sunda. Semua itu merupakan upayanya dalam menerapkan prinsip-prinsip geokimia batuan untuk mengembangkan konsep eksplorasi mineral logam dan pemahaman tektonik. Upaya tersebut dilakukannya lebih intensif dan terfokus, terutama sejak tahun 2003 dengan melakukan penelitian yang terus menerus terhadap batuan-batuan volkanik di Pulau Sumatera, mulai dari Provinsi Lampung hingga ke wilayah sekitar Danau Toba di Sumatera Utara.

Sebagai peneliti bidang geokimia batuan yang masih tergolong jarang, ia juga sering diminta untuk membimbing mahasiswa S1 dan S2 serta menjadi penguji dalam sidang disertasi mahasiswa S3 di Institut Teknologi Bandung. Di samping itu, sejak tahun 2003, ia juga terlibat dalam penelitian Kompetitif LIPI tentang konflik di kawasan pertambangan, sebagai koordinator. Kiprahnya dalam kegiatan ini telah membangun jejaring yang luas dengan pemangku kepentingan terkait, seperti perusahaan pertambangan, Masyarakat Pertambangan Indonesia, Pemerintah Daerah serta Kementerian yang terkait.

Selama karirnya, sekitar 97 publikasi telah dihasilkan, baik yang ditulis sendiri maupun bersama orang lainnya dan 36 diantaranya ditulis dalam bahasa Inggeris.

  x  

DAFTAR  ISI  

RIWAYAT  HIDUP  .............................................................................  VIII  

DAFTAR  ISI  .............................................................................................  X  I.   PENDAHULUAN  ..............................................................................  2  II.   MENGENAL  PRINSIP-­‐PRINSIP  GEOKIMIA  BATUAN  ...........  5  2.1.  UNSUR-­‐UNSUR  PEMBENTUK  BATUAN  ........................................................  5  2.2.  PRINSIP-­‐PRINSIP  GEOKIMIA  BATUAN  .........................................................  7  III.   GEOKIMIA  BATUAN  SEBAGAI  JENDELA  PROSES  GEOLOGI  MASA  LALU  ...........................................................................  9  IV.   GEOKIMIA  BATUAN  SEBAGAI  LENTERA  PEMANDU  PENEMUAN  ENDAPAN  LOGAM  ......................................................  16  V.   KESIMPULAN  ..............................................................................  19  VI.   PENUTUP  ....................................................................................  20  

UCAPAN  TERIMA  KASIH  ..................................................................  21  

DAFTAR  PUSTAKA  ............................................................................  25  

LAMPIRAN  GAMBAR  .........................................................................  33  

DAFTAR  KARYA  TULIS  ILMIAH  .....................................................  43  

DAFTAR  RIWAYAT  HIDUP  ..............................................................  58    

  1  

ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISET

BIDANG GEOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKATA PENGUKUHAN Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh, Salam sejahtera untuk kita semua, Selamat siang, Yang terhormat,

Ketua Majelis Pengukuhan Profesor Riset Sekretaris dan Para Anggota Majelis Pengukuhan Profesor Riset, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Sekretaris Utama dan Para Deputi di lingkungan LIPI Para Kepala Pusat, Kepala Biro dan Pejabat lainnya, Rekan-rekan Peneliti, Para Undangan dan Hadirin sekalian yang saya muliakan,

Marilah kita bersama memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt., yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua sehingga pada saat ini, kita dapat berkumpul di tempat ini, dalam rangka melaksanakan Orasi Pengukuhan Profesor Riset. Pada kesempatan yang berbahagia ini, perkenankanlah saya untuk menyampaikan pidato orasi saya yang berjudul:

Geokimia Batuan sebagai Jendela Proses Geologi Masa Lalu dan Lentera Pemandu Penemuan Endapan

Logam

  2  

I. PENDAHULUAN  

Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan hadirin yang saya hormati, Bumi adalah salah satu dari delapan planet yang membentuk tata surya Bimasakti (sebelumnya, Pluto dianggap sebagai planet ke sembilan dalam tata surya ini) yang telah berumur lebih dari 4.3 milyar tahun berdasarkan pengukuran pada batuan tertua di bumi.1 Dengan usia yang sudah sedemikian tua, dapat dipastikan bahwa bumi telah mengalami berbagai proses geologi yang rumit dan kompleks selaras dengan dinamika alami yang terus berlangsung.

Walaupun di permukaannya, bumi dapat dibedakan hanya menjadi daratan dan lautan, namun sesungguhnya bumi memiliki dimensi fisika dan kimia yang cukup kompleks, baik dalam hal komposisi kimia dari bagian-bagian pembentuknya, maupun dari struktur dan proses-proses dinamis yang terjadi dan mempengaruhinya sejak ratusan juta tahun yang lalu. Permukaan bumi tidak dibentuk oleh sebuah lempeng batuan tunggal yang mendasari lautan dan benua, melainkan terdiri dari banyak lempeng-lempeng yang saling berinteraksi satu sama lain.2 Berdasarkan komposisi unsur-unsur pembentuknya, maka lempeng-lempeng tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yakni lempeng benua atau disebut juga kerak benua (continental crust) yang memiliki densitas lebih rendah dan lempeng samudera atau kerak samudera (oceanic crust) yang mempunyai rapat massa yang lebih besar (Gambar 1).3 Kedua jenis lempeng tersebut yang merupakan bagian terluar dari kerak bumi, disebut kulitbumi (lithosphere).

  3  

Kerak-kerak bumi tersebut mengambang di atas material silikat cair bertemperatur tinggi yang naik dari batas antara inti bumi (core) dan selubung/mantel bumi (mantle) yang dikenal dengan zona Core Mantle Boundary (CMB) (Gambar 2). Cairan silikat sangat panas dengan luas dimensi bagian atasnya mencapai ratusan kilometer dan bagian bawahnya berbentuk ekor yang mengecil tersebut (hingga hanya beberapa kilometer) dikenal sebagai superplumes.4,5,6 Di bawah lempeng Pasifik Selatan ditemukan adanya wilayah yang sangat luas dengan kecepatan gelombang seismik yang rendah, sementara itu di bawah lempeng Asia terdapat wilayah yang luas dengan kecepatan gelombang seismik yang tinggi.7 Gejala yang pertama mengindikasikan adanya material mantel bumi yang naik ke atas (hot superplumes), sedangkan fenomena kedua menunjukkan adanya material mantel yang tengah tenggelam (cold superplumes).5

Interaksi antar lempeng-lempeng bumi tersebut akan terjadi dalam tiga pola yang berbeda, yakni mereka akan saling menjauh, saling bertumbukan dan/atau saling bergesekan (Gambar 3). Interaksi antar lempeng tersebut akan menghasilkan tatanan geologi yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain. Indonesia adalah salah satu contoh unik tempat empat lempeng saling bertumbukan. Di utara terdapat lempeng Eurasia, dari selatan lempeng India-Australia bergerak ke utara dan dari sebelah timur lempeng Pasifik dan lempeng Filipina bergerak ke arah barat. Tumbukan yang telah berjalan jutaan tahun tersebut menghasilkan deformasi kerakbumi yang dimanifestasikan dalam berbagai fenomena geologi seperti untaian gunungapi dan kegiatan magmatik, struktur patahan, gerak-gerak vertikal dan horizontal hingga gempabumi.

  4  

Deformasi kerak bumi yang terjadi akan terekam dalam formasi geologi yang terbentuk. Rekam jejak proses-proses geologi yang dialami oleh suatu wilayah di permukaan bumi, akan tersimpan di dalam pola komposisi kimia batuan gunung api maupun batuan magmatik lainnya yang terbentuk pada lingkungan tersebut. Pola geokimia batuan magmatik yang terbentuk pada zona penunjaman antar kerak samudera (Island-arc) akan berbeda dengan pola geokimia batuan yang terbentuk pada zona penunjaman antara kerak samudera dengan kerak benua (Active Continental Margin/ACM). Dengan demikian, peran pendekatan geokimia batuan ini tak ubahnya seperti jendela untuk melihat proses-proses geologi masa lalu yang pernah terjadi di suatu wilayah. Di samping merekam jejak proses-proses geologi yang pernah terjadi, pola geokimia batuan magmatik juga mengandung indikator-indikator yang dapat digunakan sebagai pemandu untuk menemukan cadangan atau endapan mineral-mineral logam yang bernilai ekonomis, seperti emas, perak dan logam dasar (tembaga, besi, Zn, mangan, timbal).

Dalam orasi ini akan diuraikan bagaimana penggunaan data-data geokimia batuan magmatik di Pulau Sumatera telah memberikan bukti dan pemahaman baru tentang sejarah geologi dan proses-proses geologi masa lalu yang terjadi pada pulau tersebut. Bukti-bukti dan pemahaman ini memberikan koreksi terhadap pemahaman geologi Pulau Sumatera yang masih diyakini sampai saat ini. Selain itu, pola konsentrasi unsur jejak terpilih (selected Trace Elements) dan unsur jarang (Rare Earth Elements/REE) dari batuan magmatik yang berasosiasi

  5  

dengan endapan emas dan logam dasar di Pulau Sumatera, menunjukkan suatu pola yang khas dan berbeda dari pola unsur jejak terpilih dan REE pada batuan magmatik yang tidak terkait dengan endapan logam apapun. Dengan demikian, pendekatan geokimia ini juga dapat menjadi basis untuk pengembangan konsep eksplorasi baru yang lebih fokus, ekonomis dan berpeluang lebih besar dalam menemukan endapan logam.

II. MENGENAL  PRINSIP-­‐PRINSIP  GEOKIMIA  BATUAN  

Majelis Pengukuhan dan hadirin yang berbahagia,

Geokimia batuan adalah sebuah pendekatan yang banyak digunakan untuk mengetahui jenis suatu batuan, proses serta lingkungan pembentukannya berdasarkan komposisi unsur-unsur kimia yang dimiliki batuan tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan pola geokimianya akan dapat diketahui apa jenis batuan tersebut, pada lingkungan bagaimana batuan tersebut terbentuk dan proses apa saja yang pernah terjadi pada saat pembentukannya. Dalam konteks ini, akan diuraikan terlebih dahulu secara garis besar tentang unsur-unsur yang diacu dalam geokimia batuan serta prinsip-prinsip penggunaannya.

2.1. Unsur-unsur Pembentuk Batuan Dalam perspektif geologi, batuan yang paling banyak tersingkap di permukaan bumi dibedakan atas tiga jenis batuan, yakni batuan beku (batuan magmatik), batuan sedimen dan batuan malihan atau batuan metamorfosis. Namun demikian, sebenarnya batuan asal atau sumber dari semua batuan tersebut adalah batuan beku yang terbentuk dari proses pembekuan magma, baik ketika ia membeku di dalam ataupun di permukaan bumi.

  6  

Sedangkan batuan sedimen dan batuan malihan adalah batuan-batuan yang berasal dari batuan beku yang karena proses-proses eksogen (pelapukan, dekomposisi, transportasi oleh air atau angin, kenaikan temperatur dan tekanan) kemudian berubah menjadi batuan lain dengan komposisi mineral dan struktur yang berbeda dengan batuan beku asalnya. Oleh karena itu, pendekatan geokimia batuan selalu berbasis pada komposisi kimia batuan beku, walaupun kemudian bisa dikembangkan penggunaannya pada kedua jenis batuan lainnya. Pembahasan tentang geokimia batuan selanjutnya hanya dibatasi pada batuan beku. Komposisi kimia batuan pada umumnya ditentukan oleh konsentrasi unsur-unsur utama (Major Elements), unsur jejak (Trace Elements) dan unsur jarang (Rare Earth Elements/REE). Unsur-unsur utama yang terdapat dalam jumlah besar di dalam suatu batuan, umumnya diwakili oleh SiO2, TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O dan P2O5. Selain unsur-unsur tersebut, konsentrasi Lost on Ignition (LoI) yang merupakan jumlah unsur-unsur yang menguap ketika sampel batuan itu dipanaskan sampai 600oC, juga turut disertakan dalam analisis unsur-unsur utama. Sementara itu, unsur-unsur jejak adalah unsur-unsur yang terdapat dalam kuantitas yang sedikit dan terdiri dari banyak unsur, antara lain: Sc, Be, V, Ba, Sr, Y, Zr, Cr, Co, Ni, Cu, Zn, Ga, Ge, As, Rb, Nb, Ag, Mo, In, Sn, Sb, Cs, Hf, Ta, W, Tl, Pb, Bi, Th dan U. Sedangkan yang digolongkan sebagai unsur REE terdiri dari La,

  7  

Ce, Pr, Nd, Sm, Eu, Gd, Tb, Dy, Ho, Er, Tm, Yb dan Lu. Secara teoritis, unsur utama umumnya digunakan untuk menentukan jenis batuan dalam suatu diagram klasifikasi. Karena kehadirannya yang berlimpah dalam batuan, maka pola yang ditunjukkannya tidak dapat secara spesifik menunjukkan lingkungan asal tempat ia terbentuk. Sebaliknya, unsur jejak dan REE terdapat dalam jumlah yang sangat terbatas dan sifatnya yang lebih immobile menyebabkan pola geokimia yang ditunjukkannya (pola geokimia adalah pola grafis yang ditunjukkan oleh variasi konsentrasi unsur-unsur terpilih di dalam suatu batuan yang ditampilkan dalam diagram garis) tidak mudah berubah dari pola asalnya walaupun berbagai proses geologi telah mempengaruhinya. Dengan demikian pola-pola geokimia tersebut akan memberikan pola tertentu untuk suatu lingkungan pembentukan batuan tertentu, yang berbeda dengan pola lain yang mencerminkan lingkungan pembentukan batuan yang lain pula.

2.2. Prinsip-prinsip Geokimia Batuan Magma yang memiliki komposisi tertentu, akan dapat menghasilkan batuan beku dengan tekstur dan struktur yang berbeda bila ia pada suatu saat membeku di dalam bumi dan pada saat yang lain di permukaan bumi. Kondisi lingkungan pembekuan yang berbeda itu, akan menghasilkan sifat fisik yang berbeda pula sehingga nama batuan yang diberikan kepadanyapun menjadi berbeda pula. Namun demikian, dalam prinsip geokimia, batuan-batuan yang memiliki rentang komposisi kimia yang sama, walaupun secara fisik dan

  8  

mineralogi mereka berbeda, mereka diklasifikasikan sebagai batuan yang sama. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan pengklasifikasian terhadap batuan-batuan magmatik atau batuan gunung api berdasarkan rentang konsentrasi SiO2-nya, menjadi batuan basal (SiO2 antara 45-52%), andesit (52-63%), dasit (63-77%) dan riolit dengan SiO2 lebih besar dari 77%.8 Klasifikasi ini menjadi lebih lengkap ketika terdapat sejumlah batuan yang memiliki rentang SiO2 yang sama tetapi berbeda dalam kandungan K2O-nya 9 atau dalam Total Alkali-nya atau total K2O+Na2O.8,10,11,12

Berbeda dengan unsur utama, unsur jejak maupun REE memiliki sifat yang immobile sehingga memberikan pola geokimia yang khas untuk setiap jenis batuan dengan lingkungan pembentukan batuan yang tertentu. Dengan kata lain, walaupun dua batuan memiliki rentang SiO2 yang sama, namun bila mereka terbentuk pada lingkungan yang berbeda, maka pola geokimia unsur jejak dan REE yang ditunjukkannya akan berbeda pula. Hal ini terjadi karena setiap lingkungan pembentukan batuan memiliki konsentrasi unsur jejak dan REE yang tertentu dan cenderung berbeda dari satu lingkungan ke lingkungan yang lainnya.13 Sejumlah unsur jejak seperti Rb, Sr, Ba, Y, Nb, Zr, Ta, Ce, Hf, Sm dan Yb dapat digunakan untuk menentukan, apakah suatu batuan magmatik terbentuk pada suatu lingkungan tepian benua (continental margin), atau pada busur kepulauan (island-arc) atau pada cekungan busur belakang (back-arc basin).

Prinsip-prinsip di atas akan digunakan untuk menunjukkan, bagaimana geokimia batuan-batuan

  9  

magmatik yang tersebar dari Provinsi Lampung di bagian selatan Pulau Sumatera, hingga Kabupaten Madina di Provinsi Sumatera Utara dapat menjadi jendela untuk melihat proses geologi apa saja yang sudah dialami pulau tersebut. Proses penelitian geokimia yang ditekuni selama ini, hampir dua puluh tahun, telah memberikan data dan informasi baru yang melahirkan sebuah preposisi atau pemahaman baru yang mengoreksi pandangan tentang tatanan geologi Pulau Sumatera yang masih dianut hingga saat ini.

III. GEOKIMIA  BATUAN  SEBAGAI  JENDELA  PROSES  GEOLOGI  MASA  LALU  

Majelis Pengukuhan dan hadirin yang saya hormati,

Secara regional, Pulau Sumatera bersama dengan Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaysia, Indochina, Thailand serta laut dangkal diantaranya yang dikenal dengan sebutan Sunda Shelf, merupakan daratan yang membentuk Blok Paparan Sunda (Sundaland Block). Paparan Sunda ini merupakan tepian tenggara Benua Eurasia yang dibatasi oleh zona penunjaman, tempat Lempeng Australia menunjam secara miring ke bawah Pulau Sumatera.14,15,16 Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera di dalamnya) terletak pada zona konvergensi (zone of convergences) antara Lempeng India-Australia, Filipina dan Eurasia (Gambar 4).17 Ketiga lempeng tersebut saling bertumbukan pada bagian tepinya dan zona tumbukan di sebelah barat Pulau Sumatera adalah tempat pertemuan antara Lempeng India-Australia dengan Eurasia. Tumbukan tersebut menghasilkan zona penunjaman dan

  10  

palung di sepanjang sisi barat Pulau Sumatera (Gambar 5) yang merupakan sumber gempa yang sangat aktif dan diyakini juga telah melahirkan Patahan Sumatera di daratan pulau.18,19 Secara umum, Asia Timur dan Asia Tenggara (termasuk Paparan Sunda) dibentuk oleh sejumlah blok benua (continental blocks), busur volkanik dan zona-zona pergerakan aktif (suture zones) yang merepresentasikan sisa-sisa cekungan lautan yang sudah tertutup, termasuk cekungan busur belakang.20,21,22,23,24,25 Pendapat di atas selaras dengan hasil penelitian Honza dan Fujioka,26 berdasarkan survey geologi dan geofisika di punggungan dan cekungan Daito di Cekungan Filipina Barat, yang menyatakan bahwa sejumlah cekungan tepian benua (marginal basin) dan cekungan busur belakang (back-arc basin) telah terbentuk di Asia Tenggara sejak Zaman Kapur Akhir (sekitar 80 juta tahun yang lalu) hingga Tersier Awal (sekitar 60 juta tahun yang lalu). Sementara itu, Tamaki dan Honza27 menyatakan bahwa sebagian besar cekungan tepian benua di Asia Tenggara terbentuk pada Masa Kenozoikum (sejak 70 juta tahun yang lalu). Hubungan tersebut di atas, juga terekam dengan baik pada cekungan busur belakang dari rantai busur berumur Tersier di sepanjang bagian tengah dan baratdaya Lempeng Pasifik.27 Berdasarkan fakta tersebut, maka dapat dikatakan bahwa selama Masa Kenozoikum sejumlah wilayah busur (arc regions) telah berada pada kondisi gaya regangan (tensional forces) yang menyebabkan terbentuknya cekungan busur belakang.26 Kondisi ini sangat kontras dengan Periode Mesozoikum (240-70 juta

  11  

tahun yang lalu) di wilayah Asia Tenggara ini, yang didominasi oleh gaya-gaya kompresi/tekanan (compressional forces) yang membentuk busur-busur kepulauan. Lebih jauh, mereka menyatakan, bahwa sebagian besar busur (arcs) dan cekungan busur belakang di Asia Tenggara terbentuk dalam Zaman Tersier. Sementara itu, sejumlah busur telah mulai terbentuk pada Masa Mesozoikum Akhir, termasuk busur di Jepang, Cina Selatan, Sunda dan Papua New Guinea.

Pembentukan cekungan busur belakang di Asia Tenggara dipicu oleh peristiwa tumbukan (collision), seperti tumbukan antara Lempeng Filipina Barat dengan Busur Daito yang membentuk Cekungan Filipina Barat pada Eosen Awal, Sangihe yang menumbuk Sulawesi Barat dan membentuk Cekungan Sunda pada Miosen Awal, serta Busur Palawan Utara yang menumbuk Borneo Utara yang membuka Cekungan Sulu pada Miosen Akhir hingga Pliosen Awal.26 Hasil penelitian mereka juga menyimpulkan, bahwa pembukaan cekungan busur belakang tersebut dapat diakselerasi oleh subduksi miring pada palung, dan cekungan akan terbentuk di sisi belakang dari busur, sebagai cekungan busur belakang dengan posisi relatif terhadap gerakan lempeng samudera.

Sementara itu, bila kita melihat Pulau Sumatera dalam kerangka regional, maka Pulau Sumatera diyakini oleh banyak kalangan dibentuk oleh dua komponen blok benua yang berbeda, yaitu Blok Sibumasu (Sina, Burma, Malaysia, Sumatera) yang membentuk bagian timur pulau, sedangkan bagian baratnya dibentuk oleh Blok Sumatera Barat (Gambar 6). Keduanya diinterpretasikan berasal dari Benua Gondwana, namun terpisah dari induknya pada

  12  

waktu yang berbeda.25 Blok Benua Sibumasu diinterpretasikan terpisah dari Benua Gondwana pada Zaman Perm Awal (sekitar 290 juta tahun yang lalu), sedangkan Blok Sumatera Barat, bersama dengan Burma Barat, Malaya Timur, Indochina dan Blok China Selatan telah terpisah dari Benua Gondwana semenjak Zaman Devon (sekitar 400-350 juta tahun yang lalu).

Berdasarkan uraian di atas, walaupun pembentukan busur kepulauan dan cekungan busur belakang telah terjadi di wilayah Asia Tenggara, namun belum ada bukti yang menyatakan bahwa busur kepulauan dan cekungan busur belakang teridentifikasi di Pulau Sumatera, sehingga sampai saat ini Pulau Sumatera masih dianggap sebagai segmen homogen tepian Benua Eurasia.25,28,29,30 Penelitian geokimia batuan magmatik di Pulau Sumatera telah mulai dilakukan penulis sejak tahun 1994 di daerah Bengkulu, namun penelitian secara intensif dan terus menerus pada batuan-batuan volkanik atau gunung api di pulau ini baru dilaksanakan sejak lebih dari sembilan tahun yang lalu. Secara umum, batuan-batuan magmatik atau batuan gunung api tersebut terkonsentrasi di sisi barat pulau, di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan mulai dari Provinsi Lampung sampai ke Kabupaten Madina, Provinsi Sumatera Utara.31,32,33,34 Namun di sekitar danau Toba, konsentrasi batuan volkanik tersebut bergeser ke arah timur sekitar beberapa puluh kilometer. Fenomena ini sebelumnya ditafsirkan akibat adanya patahan geser yang disebut tear fault,35 namun penelitian geofisika tentang Investigator Fracture Zone atau IFZ36 yang dianggap menunjam di ujung selatan kaldera Toba37 menunjukkan bahwa patahan tersebut tidak terbukti eksistensinya.31

  13  

Batuan-batuan volkanik yang tersebar dari Provinsi Lampung hingga ke Sumatera Utara tersebut didominasi oleh jenis andesit dengan variasi basaltik andesit dan dasit dalam jumlah kecil.32,33,34,35,36,37,40,41,42,43 Dominasi batuan andesit ini merupakan ciri batuan magmatik yang terbentuk pada zona subduksi/penunjaman, karena komposisi magma yang intermediate (magma dibedakan menjadi magma yang bersifat basa, intermediate dan asam berdasarkan pada kandungan SiO2nya. Magma basa memiliki kandungan SiO2 terendah ~45%-51%, intermediate ~52-67% dan asam ~>67%) dihasilkan melalui magma yang terkontaminasi ketika menerobos kerak yang tertunjam dalam perjalanannya menuju ke permukaan. Hal ini selaras dengan adanya zona subduksi di sisi barat Pulau Sumatera, tempat kerak Samudera Hinda menunjam ke bawah pulau tersebut. Namun demikian, komposisi magma tersebut tidak memberikan perbedaan, apakah subduksi terjadi akibat tumbukan antara kerak samudera dengan benua ataukah antar dua kerak samudera, sehingga anggapan bahwa Pulau Sumatera adalah bagian tepi dari Benua Eurasia mendapatkan pembenaran. Akan tetapi, analisis geokimia yang dilakukan terhadap sejumlah conto batuan atau sampel yang dikumpulkan di wilayah Lampung, Bengkulu, Painan, Pasaman dan Madina, memberikan pola-pola unsur jejak terpilih (selected Trace Elements) dan unsur-unsur jarang (Rare Earth Elements/REE) yang mengoreksi anggapan di atas. Pola-pola geokimia tersebut yang ditampilkan dalam diagram laba-laba atau spider diagram (spider diagram adalah diagram garis yang menunjukkan hubungan konsentrasi antar unsur-unsur jejak terpilih pada satu batuan setelah mereka dibagi terlebih dahulu dengan konsentrasi unsur itu sendiri yang terdapat dalam batuan basal dari punggung tengah samudera atau Mid-oceanic ridge basalt/MORB, yang dianggap mewakili komposisi magma asal atau

  14  

selubung/mantel bumi) menunjukkan, bahwa wilayah dari zona Patahan Sumatera ke arah barat (western volcanics) didominasi oleh karakter busur kepulauan (island-arc), sedangkan dari Patahan Sumatera ke arah timur (eastern volcanics) didominasi oleh karakter benua atau kontinen (Gambar 7,8,9).41,42,43 Pola ini menerus ke utara dan masih dikenali hingga ke wilayah Bengkulu. Namun demikian, pola busur kepulauan ini bukan menjadi satu-satunya pola yang teridentifikasi di sisi barat Pulau Sumatera, mulai dari daerah Painan ke utara, yakni di wilayah Pasaman hingga ke Madina. Di wilayah-wilayah tersebut, batuan magmatiknya menunjukkan adanya pola cekungan busur belakang (back-arc basin), di samping pola busur kepulauan (Gambar 10).41,44 Kondisi ini mengindikasikan bahwa Patahan Sumatera merupakan zona subduksi purba (paleo subduction) tempat terjadinya tumbukan antara kerak samudera dengan tepian benua Eurasia. Hal ini menempatkan zona Patahan Sumatera sebagai sebuah crustal border yang memungkinkan pergerakannya sebagai sebuah patahan geser ketika didorong oleh gaya kompresi yang berasal dari penunjaman miring dari sistem subduksi yang sekarang. Temuan-temuan berbasis analisis geokimia di atas menunjukkan keselarasan dan sekaligus mengkonfirmasi hasil-hasil penelitian regional oleh MetCalfe20,21,22,23, dan Honza27 serta Honza & Fujioka26 yang menyatakan bahwa wilayah Asia Tenggara telah dipengaruhi oleh proses-proses geologi masa lalu yang menghasilkan busur kepulauan dan cekungan busur belakang. Temuan-temuan tersebut juga mengungkap bahwa sejarah geologi Pulau Sumatera bukan sebuah proses sederhana yang dicirikan oleh penunjaman lempeng Samudera Hindia ke bawah

  15  

tepian Benua Eurasia semata, tetapi menyimpan sejarah rangkaian proses geologi yang kompleks dan rumit. Data tersebut merepresentasikan bahwa Pulau Sumatera dibentuk oleh dua bagian yang berbeda, yaitu bagian timur yang merupakan tepian Benua Eurasia, sedangkan bagian baratnya merupakan segmen busur kepulauan (island-arc) yang menabraknya bersama sistem subduksi yang aktif sekarang ini. Garis batas imajiner yang memisahkan dua segmen yang berbeda karakter tersebut, sepertinya berada di sepanjang zona Patahan Sumatera, sehingga mengindikasikan bahwa Patahan Sumatera tersebut adalah zona subduksi purba, tempat kerak samudera menunjam ke bawah tepian benua Eurasia, yang umurnya diperkirakan lebih tua dari Miosen. Hal ini didasarkan pada umur batuan volkanik tertua di sisi barat Pulau Sumatera yang berumur Miosen. Data tersebut juga menunjukkan bahwa segmen utara dari busur kepulauan ini menyimpan sejarah proses yang lebih kompleks karena segmen ini, di samping menunjukkan karakter busur kepulauan, ia juga pernah mengalami proses bukaan (tension) yang menyebabkan terbentuknya cekungan busur belakang (back-arc basin), sebelum cekungan tersebut kemudian tertutup karena perubahan gaya-gaya regangan regional menjadi gaya kompresi.30 Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan bahwa seluruh segmen bagian barat pulau ini memiliki sejarah geologi yang sama yang dicirikan oleh pembentukan busur kepulauan dan cekungan busur belakang, akan tetapi bukti tentang pernah adanya cekungan busur belakang di bagian selatan segmen barat ini belum ditemukan.

  16  

IV. GEOKIMIA  BATUAN  SEBAGAI  LENTERA  PEMANDU  PENEMUAN  ENDAPAN  LOGAM  

Majelis Pengukuhan dan hadirin yang berbahagia,

Mineral logam, di samping kayu, batu mulia dan berbagai bahan lainnya, merupakan material yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Walaupun kemajuan teknologi sudah mampu menghasilkan beberapa material substitusi yang dapat menggantikan peran dan fungsi mineral logam, seperti penggunaan fiber glass ataupun serat optik, namun sebagian besar peran tersebut masih belum tergantikan. Sebagai ilustrasi, peran logam timah (Sn) sebagai bahan solder pada industri elektronika, sampai sekarang masih belum tergantikan. Demikian juga dengan emas, perak, platina, tembaga dan logam-logam lainnya yang perannya dalam memenuhi kebutuhan manusia masih sangat dominan. Oleh karena itu, kegiatan eksplorasi untuk menemukan berbagai mineral logam yang dibutuhkan terus dilakukan. Mencari dan menemukan endapan logam merupakan proses panjang yang mahal dan melelahkan, serta sangat tinggi resiko kegagalannya. Data yang dikutip dari http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1905429/biaya-eksplorasi-freeport-senilai-us-80-juta yang dilansir di media massa menyatakan bahwa PT Freeport akan menghabiskan dana sampai 80 juta dolar AS untuk eksplorasi sampai tahun 2041. Oleh karena itu, kegiatan eksplorasi haruslah didasarkan pada konsep yang kuat dan analisis yang tajam sehingga menjadi lebih efektif, efisien dan ekonomis serta berpeluang besar untuk menemukan endapan logam yang dicari.

  17  

Keberadaan endapan logam di alam hampir selalu ditemukan berasosiasi dengan batuan magmatik atau volkanik, karena semua unsur logam tersebut memang bersumber dari magma. Semua tambang, mulai dari yang berukuran relatif kecil (seperti Pongkor) hingga yang berukuran raksasa (seperti Chuquicamata di Chili), selalu digali dari batuan magmatik atau batuan lain yang dipengaruhi oleh proses-proses magmatik. Akan tetapi, tidak semua batuan magmatik membawa endapan logam, sehingga tidak semua wilayah yang memiliki batuan magmatik kemudian dapat berkembang menjadi wilayah pertambangan. Kondisi ini berdampak pada meningkatnya biaya eksplorasi, karena semua wilayah yang memiliki batuan magmatik harus dieksplorasi untuk mengetahui apakah di sana terdapat endapan logam atau tidak.

Dari perspektif geokimia, seharusnya terdapat perbedaan komposisi kimia yang tertentu antara magma yang membawa endapan logam (mineralized type) dengan yang tidak (barren type). Perbedaan ini akan sulit untuk terlihat pada unsur-unsur utama karena konsentrasinya yang besar, tetapi akan sangat mungkin dapat ditemukan pada unsur-unsur jejak atau REE, karena mereka cenderung mewakili komposisi awal magmanya.34,44,45,46,47,48,49

Hasil penelitian di wilayah Pulau Sumatera, menunjukkan bahwa terdapat pola yang khas pada unsur-unsur REE dari batuan-batuan magmatik yang membawa endapan emas, seperti di daerah Lebong Tandai, Muara Aman (Bengkulu) serta di Mangani, Bonjol dan Simpang Dingin (Sumatera Barat), dan pola ini berbeda dengan pola yang ditunjukkan oleh batuan magmatik yang tidak membawa endapan emas, seperti di Painan dan Madina.40,44,45,46,47,48,49 Pola ini

  18  

dicirikan oleh adanya deplesi yang signifikan dari unsur-unsur HREE (Heavy Rare Earth Elements) untuk batuan magmatik yang membawa endapan emas (Gambar 11),45 sedangkan pada batuan magmatik yang barren type, pola tersebut tidak ditemukan (Gambar 12)41.

Analisis geokimia pada semua sampel batuan volkanik di Pulau Sumatera menunjukkan, bahwa pola deplesi yang signifikan pada unsur HREE itu, hampir selalu berasosiasi dengan batuan volkanik/ magmatik berkomposisi intermediate, namun tidak semua batuan berkomposisi intermediate memiliki pola tersebut. Pola ini muncul pada batuan volkanik yang berkarakter busur kepulauan maupun benua, namun tidak ditemukan pada batuan volkanik berkarakter cekungan busur belakang. Temuan di atas menunjukkan, bahwa pendekatan geokimia akan dapat menjadi lentera pemandu yang ekonomis dan efektif dalam menggiring para eksplorer ke arah penemuan endapan logam di masa depan. Walaupun pendekatan geokimia umumnya digunakan pada batuan magmatik, namun tidak tertutup kemungkinannya untuk dipakai pada batuan malihan yang berasal dari batuan magmatik, karena proses malihan tidak menghilangkan finger print batuan asalnya. Penelitian geokimia pada batuan malihan yang pernah dilakukan di daerah Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan, 50,51,52,53,54 ternyata mampu untuk mengungkap genesa batuan tersebut. Pengembangan konsep ini di masa depan diyakini akan dapat menjadi tools yang efektif dalam menemukan cadangan logam pada batuan malihan.

Adalah sebuah tantangan untuk mengembangkan penerapan geokimia batuan ini di masa depan, untuk

  19  

mengungkap berbagai fenomena geologi yang terkait dengan aktifitas tektonik dan magmatik serta potensi sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. LIPI sebagai sebuah institusi keilmuan yang terkemuka di Indonesia selayaknya mengambil peran yang lebih, dalam mengembangkan disiplin ilmu ini di Indonesia, karena sampai saat ini masih sangat sedikit peneliti yang bergerak dalam bidang ini.

V. KESIMPULAN  

Majelis Pengukuhan dan hadirin yang berbahagia,

Penggunaan pendekatan geokimia batuan untuk menentukan lingkungan tektonik suatu wilayah, ternyata dapat memberikan data dan informasi baru sehingga memberikan pemahaman berbeda dalam melihat sejarah geologi sebuah wilayah, baik dalam skala lokal maupun regional.

Pulau Sumatera yang selama ini diyakini dibentuk oleh komponen blok benua dan merupakan bagian dari benua Eurasia, ternyata terbukti bukan merupakan sebuah segmen yang homogen dari tepian benua tersebut. Data geokimia terpilih dari batuan-batuan volkanik yang tersebar di sepanjang pantai barat pulau tersebut, mulai dari Provinsi Lampung di selatan hingga Provinsi Sumatera Utara menunjukkan, bahwa wilayah dari Zona Patahan Sumatera ke arah barat dibentuk oleh komponen busur kepulauan (island-arc), sedangkan komponen benua terbukti berada di wilayah dari Zona Patahan Sumatera ke arah timur. Tidak cukup sampai disitu, data geokimia batuan tersebut juga menunjukkan bahwa komponen busur kepulauan ini, di daerah Sumatera Tengah hingga Utara, juga terbukti pernah

  20  

berkembang menjadi lingkungan cekungan busur belakang (back-arc basin). Bukti-bukti tersebut mengindikasikan bahwa zona Patahan Sumatera sepertinya merupakan sebuah zona subduksi purba, yang berumur lebih tua dari Miosen, tempat kerak samudera menunjam ke bawah tepian benua Eurasia. Hal ini juga berarti bahwa Patahan Sumatera juga tidak lain adalah sebuah crustal border yang menyebabkan ia mudah bergerak sebagai sebuah patahan geser ketika ia didorong oleh gaya kompresi dari sistem subduksi yang sekarang. Dengan demikian, pemahaman sejarah geologi Pulau Sumatera, terbuka untuk direvisi dan diperbaharui yang juga pasti berdampak pada pemahaman akan potensi endapan mineral di pulau tersebut. Analisis geokimia batuan dari perspektif eksplorasi, juga terbukti mampu memberikan panduan yang efektif, ketika pola geokimia batuan yang membawa mineralisasi menunjukkan adanya deplesi pada unsur-unsur HREE-nya yang tidak ditemukan pada batuan yang barren. Dengan pendekatan ini, maka rantai panjang proses eksplorasi yang mahal dan memakan waktu lama dapat dipangkas, sehingga kegiatan eksplorasi akan dapat menjadi lebih ekonomis dan efisien serta berpeluang besar dalam menemukan endapan logam yang baru.

VI. PENUTUP  

Sebagai penutup dapat saya sampaikan bahwa, walaupun pada saat ini, umumnya pendekatan geokimia batuan lebih banyak digunakan untuk tujuan-tujuan keilmuan yang relatif sempit, seperti mengetahui komposisi kimia suatu batuan yang kemudian menjadi dasar untuk penamaan

  21  

batuan tersebut, namun sesungguhnya penggunaan pendekatan ini dari perspektif yang berbeda akan dapat memberikan hasil yang lebih luas dan bermanfaat. Diperlukan kajian-kajian dan analisis-analisis geokimia batuan dengan cara berfikir out of the box untuk mengungkap sejarah geologi dari bagian-bagian bumi ini dan sekaligus melahirkan konsep-konsep eksplorasi mineral yang handal, efisien dan efektif untuk memperbesar peluang dalam menemukan cadangan-cadangan mineral baru di tengah tantangan eksplorasi yang semakin rumit dan kompleks. Hampir semua cadangan yang terbentuk dan dikontrol oleh struktur geologi yang sederhana sudah ditemukan dan dieksploitasi. Yang tersisa adalah cadangan yang sulit untuk ditemukan dengan metode-metode konvensional. Oleh karena itu, sudah saatnya juga, sektor industri pertambangan untuk membuka diri lebih luas dan menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan lembaga-lembaga riset, karena penggunaan konsep-konsep eksplorasi konvensional dapat dipastikan akan menuju kepada pemborosan sumber daya dan sangat besar kemungkinannya untuk berujung pada kegagalan dan kerugian. Sebaliknya, pengembangan konsep eksplorasi di lembaga-lembaga riset dan pengujiannya di lapangan dalam kegiatan eksplorasi yang nyata melalui kemitraan dengan sektor industri pertambangan, tidak diragukan lagi akan memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak, baik secara keilmuan maupun secara sosial ekonomi.

UCAPAN  TERIMA  KASIH  

Majelis Pengukuhan dan hadirin yang berbahagia,

  22  

Pada akhir pidato pengukuhan ini, maka perkenankanlah saya untuk memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt., Tuhan penguasa langit dan bumi serta segala yang ada diantaranya, karena hanya dengan iradatNya lah pada hari ini, saya bisa berdiri di hadapan para hadirin sekalian untuk menyampaikan pidato orasi ini. Kemudian, saya ingin mempersembahkan ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat tinggi kepada kedua orang tua saya, kepada almarhum ayahanda saya yang tidak bisa lagi hadir disini, serta kepada ibunda saya, atas semua doa dan limpahan kasih sayang mereka yang tulus dan tak bertepi, yang dengan itu mereka telah membesarkan dan mengajarkan tentang nilai hidup dan kebaikan kepada saya, sehingga saya bisa sampai ke anak tangga yang terpenting pada hari ini. Rasa terima kasih yang dalam juga saya sampaikan kepada almarhum dan almarhumah Bapak-Ibu mertua saya, yang banyak mengajarkan kesederhanaan dan kesabaran kepada saya.

Ucapan terima kasih dan apresiasi yang tulus, juga saya haturkan kepada seluruh Pimpinan LIPI, terutama kepada Bapak Kepala LIPI, Prof. Dr. Lukman Hakim M.Sc., selaku Ketua Majelis Pengukuhan Profesor Riset, Prof Dr. Endang Sukara, selaku Sekretaris Majelis, Prof. Dr. Jan Sopaheluwakan, Prof. Dr. Hery Harjono dan Prof. Dr. Udi Hartono sebagai penilai naskah orasi, serta Kepala Pusbindiklat Peneliti LIPI dan seluruh anggota Majelis, atas segala dorongan, bantuan dan kerjasamanya yang telah memungkinkan saya untuk menyampaikan orasi pada hari ini.

Perjalanan panjang ini tentu tidak akan bisa saya lalui, tanpa peran dan jasa para guru-guru saya, terutama kepada almarhum Prof. Dr. Rubini Soeria Atmadja, dan Prof. Made Emmy Suparka yang telah membimbing dan memotivasi saya dalam

  23  

menyelesaikan studi saya di Jurusan Geologi ITB. Untuk mereka, saya sampaikan terima kasih yang tulus. Kepada semua rekan-rekan peneliti di Puslit Geoteknologi, baik yang senior maupun yang yunior, terutama kepada Prof. Dr. Jan Sopaheluwakan M.Sc. yang telah membimbing, mengajak serta membukakan pintu bagi saya untuk memasuki dunia penelitian di LIPI. Kepada Prof. Dr. Suparka, Prof. Dr. Hery Harjono, Ir. Suwijanto, Prof. Dr. Wahyoe Hantoro dan Prof. Dr. Sapri Hadi Wisastra yang banyak memberikan perhatian dan kesempatan kepada saya untuk mengembangkan diri, saya sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi. Selanjutnya, kepada semua teman-teman peneliti di Puslit Geoteknologi, khususnya kepada Ir. Eko Tri Sumarnadi MT, Ir. Sudaryanto MT, Ir. Kamtono M.Si, Ir. Yugo Kumoro, Ir. Igna Hadi Suparyanto, Drs. Torus Parundian Harahap, Ir. Sunarya Wibowo MT, Prof. Dr. Robert Delinom, Dr. Haryadi Permana, Prof. Dr. Edi Prasetyo Utomo, Dr. Herryal Zulkarnaen, Ir. M. Ulum A. Gani M.Sc., Ir. Sri Indarto, Ir. Sudarsono, dan Ir. Iwan Setiawan MT serta para teknisi di laboratorium, saya sampaikan terima kasih atas kerjasama dan bantuannya dalam kegiatan penelitian selama ini. Tak lupa ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Dr. Zainal Arifin, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi beserta jajarannya, Dr. Tri Widiyanto, Kepala Pusat Penelitian Limnologi beserta jajarannya serta Dr. Andika W. Pramono, Kepala Pusat Penelitian Metalurgi beserta jajarannya juga, atas semua kerjasama keilmuan yang produktif, yang memperluas wawasan saya sebagai peneliti.

Saya juga ingin menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang dalam kepada semua teman-teman peneliti yang pernah

  24  

bergabung dalam Kelompok Kajian Konflik Pertambangan LIPI, atas kerjasama dan komitmennya yang tinggi dalam mengukuhkan eksistensi kelompok serta membangun jejaring yang kuat dengan semua stakeholder. Akhirnya, saya ingin berbagi kebahagiaan dan menyampaikan rasa terima kasih saya yang tulus kepada isteri saya, Eliza Mery, anak-anak saya, Brian, Sarah dan Bram atas semua untaian doa yang mereka panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, atas semua kesabaran dan ketabahan yang mereka persembahkan dalam mendampingi saya melalui liku-liku kehidupan yang tidak mudah ini. Karena merekalah pada hari ini saya dapat berdiri disini. Kepada semuanya, yang turut berperan dalam mengantarkan saya sampai pada kondisi hari ini, namun tidak dapat saya sebutkan satu per satu, dengan tulus saya ucapkan terima kasih.

Wa Allahu al-Muwafiq ila Aqwami at-Tariq Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh…

  25  

DAFTAR  PUSTAKA  

 1 Dalrymple, G.B., 1991, The Age of the Earth, Stanford

University Press, California, 492p. 2 Frisch, W., Meschede, M. and Blakey, R., 2011, Plate

Tectonics: Continental Drift and Mountain Building, Springer Verlag, Heidelberg, 212p.

3 Skinner, B.J. and Porter, S.C., 1995, The Dinamic Earth, Wiley.

4 Maruyama, S., 1994, Plume tectonics, J. Geol. Soc. Japan, 100, 24–49.

5 Ishida, M., Maruyama, S., Suetsugu, D., Matsuzaka, S., and Eguchi, T., 1999, Superplume Project: Towards a new view of whole Earth dynamics, Earth Planets Space, 51(1), i–v.

6 Isozaki, Y., Kawahata, H., Minoshima, K., 2007, The Capitanian (Permian) Kamura cooling event: the beginning of the Paleozoic-Mesozoic transition, Palaeoworld, 16, 16-30.

7 Inoue, H., Fukao, Y., Tanabe, K., and Ogata, Y., 1990, Whole mantle P-wave travel time tomography, Phys. Earth Planet. Inter., 59, 294–328.

8 Le Maitre, R.W. (editor), A. Streckeisen, B. Zanettin, M. J. Le Bas, B. Bonin, P. Bateman, G. Bellieni, A. Dudek, S. Efremova, J. Keller, J. Lamere, P. A. Sabine, R. Schmid, H. Sorensen, and A. R. Woolley, 2002, Igneous Rocks: A Classification and Glossary of Terms, Recommendations of the International Union of Geological Sciences,

  26  

Subcommission of the Systematics of Igneous Rocks. Cambridge University Press, ISBN 0-521-66215-X

9 Peccerillo, A. & Taylor, S. R., 1976, Geochemistry of Eocene calc-alkaline volcanic rocks from the Kastamonu area, Northern Turkey, Contributions to Mineralogy and Petrology, 58:63–81.

10 Le Bas, M. J., Le Maitre, R. W., Streckeisen, A. and Zanettin, B., 1986, A chemical classification of volcanic rocks based on the total alkali–silica diagram, Journal of Petrology, 27:745–750.

11 Le Bas, M.J & Streckeisen, A.L., 1991. The IUGS systematics of igneous rocks, J. Geol. Soc. London, 148:825-833.

12 Le Maitre, R.W., Bateman, P., Dudek, A., Keller, J., Lameyre, J.. Le Bas, M.J., Sabine, P.A., Schmid, R., Sorensen, H., Streckeisen, A., Woolley, A.R. & Zanettin, B., 1989, A Classification of Igneous Rocks and Glossary of terms: Recommendations of the International Union of Geological Sciences Subcommission on the Systematics of Igneous Rocks, Blackwell Scientific Publications, Oxford, U.K.

13 Wilson, M., 1989, Igneous Petrogenesis; A Global Tectonic Approach, Unwin Hyman Ltd., London, 466pp, ISBN 0-04-552024-0

14 Fitch TJ., 1972, Plate convergence, transcurrent faults and internal deformation adjacent to southeast Asia and the western Pacific, J. Geophys. Res., 77:4432–60.

15 Hamilton W., 1974, Earthquake map of the Indonesian region, USGS Misc. Invest. Ser. Map I-875C

  27  

16 Hamilton W., 1979, Tectonics of the Indonesian Region, U.S. Geol. Surv. Prof. Pap., 1078:345.

17 Simons, W.J.F., Socquet, A., Vigny, C., Ambrosius, B.A.C., Haji Abu, S., Promthong, Chaiwat, Subarya, C., Sarsito, D.A., Matheussen, S., Morgan, P., Spackman, W., 2007, A decade of GPS in Southeast Asia: resolving Sundaland motion and boundaries, J. Geophys.Res.,112,B06420.doi:10.1029/2005JB003868

18 McCaffrey, R., 2009, The Tectonic Framework of The Sumatran Subduction Zone, Annu. Rev. Earth Planet. Sci., 37:345–66

19 Sieh, K. & Natawidjaja, D., 2000, Neotectonics of the Sumatran Fault, Indonesia, Jour. Geophy. Res., 105, B12, 295-326

20 Metcalfe, I., 1990, Allochthonous terrane processes in Southeast Asia, Phil. Trans. Roy. Soc. London, A331, 625–640.

21 Metcalfe, I., 1996, Gondwanaland dispersion, Asian accretion and evolution of Eastern Tethys, Aust. J. Earth Sci., 43, 605–623.

22 Metcalfe, I., 1998, Palaeozoic and Mesozoic geological evolution of the SE Asian region: multidisciplinary constraints and implications for biogeography, In: Hall, R., Holloway, J.D. (Eds.), Biogeography and Geological Evolution of SE Asia, 25-41. Backhuys Publishers, Amsterdam, The Netherlands.

23 Metcalfe, I., 2002, Permian tectonic framework and palaeogeography of SE Asia, J. Asian Earth Sci., 20, 551–566.

  28  

24 Metcalfe, I., 2006, Palaeozoic and Mesozoic tectonic evolution and palaeogeography of East Asian crustal fragments: the Korean Peninsula in context, Gondwana Res., 9, 24–46.

25 Metcalfe, I., 2011, Tectonic framework and Phanerozoic evolution of Sundaland, Gondwana Res., 19, 3-21.

26 Honza, E., and Fujioka, K., 2004, Formation of arcs and backarc basins inferred from the tectonic evolution of Southeast Asia since the Late Cretaceous, Tectonophysics, 384:23-53.

27 Honza, E., 1991, The Tertiary arc chain in the Western Pacific, Tectonophysics, 187: 285–303.

28 Hall, R., 1997, Cenozoic plate tectonic reconstruction of SE Asia, in Fraser, A.J., Matthews, S.J. & Murphy, R.W. (eds), Petroleum geology of Southeast Asia, Geol. Soc. of London Spec. Publ., 126:11-23.

29 Hall, R. 2002, Cenozoic geological and plate tectonic evolution of SE Asia and the SW Pacific: computer-based reconstructions, model and animations, Journal of Asian Earth Sciences, 20: 353–434.

30 Hall, R., and C. K. Morley, 2004, Sundaland basins, in Continent-ocean interactions within the East Asian marginal seas in P. Clift, P. Wang, W. Kuhnt, and D. E. Hayes, eds. American Geophysical Union, Geophysical Monograph, 149: 55–85.

31 Fauzi, McCaffrey, R., Wark, D., Sunaryo and Haryadi, Y.P., 1996, Lateral variation in slab orientation beneath Toba Caldera, northern Sumatra, Geophy. Res. Letter, 23:443-446.

  29  

32 Zulkarnain, Iskandar, 2007a, Variasi Geokimia Batuan Volkanik Daerah Bengkulu di Sabuk Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera dan Implikasi Tektoniknya, JTM, vol. XIV, No.2, 89-102.

33 Zulkarnain, Iskandar, 2007b, Geochemical Character of Hulusimpang Formation Volcanics, Around Kota Agung Area and their Genetic Implication, JTM international edition, vol. XIV, no.3, 156-167.

34 Zulkarnain, Iskandar, 2008, Petrogenesis batuan volkanik daerah tambang emas Lebong Tandai, Provinsi Bengkulu, berdasarkan karakter geokimianya, Jurnal Geologi Indonesia, vol.3, no.2, 57-73

35 Page, B.G.N., Bennet, J.D., Cameron, N.R., Bridge, D.M., Jeffery, D.H., Keats, W., and Thaib, J., 1979, A review of the main structural and magmatic features of northern Sumatra, J. Geol. Soc. London, 136, 569-579.

36 Liu, C. S., J. R. Curray, and J. M. McDonald, 1983, New constraints on the tectonic evolution of the eastern Indian Ocean, Earth Planet. Sci. Lett., 65:331– 342.

37 Chesner, C.A., W.I. Rose., A., R. Drake., J.A. Westgate, 1991, Eruptive history of Earth’s largest quaternary (Toba, Indonesia) clarified, Geology, 19:200-203

38 Neumann van Padang M, 1951, Indonesia: Catalog of Active Volcanoes of the World and Solfatara Fields, Rome: IAVCEI, 1: 1-271.

39 Zulkarnain, I. and Ryanto, A.M., 1993, Mineralisasi Emas di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, Laporan Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI.

40 Zulkarnain, Iskandar, 1994, Eksplorasi endapan emas

  30  

epithermal di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, Prosiding Geoteknologi LIPI.

41 Zulkarnain, Iskandar, 2009, Geochemical Signature of Mesozoic Volcanic and Granitic Rocks in Madina Regency Area, North Sumatera, Indonesia, and its Tectonic Implication, Jurnal Geologi Indonesia, vol.4, no. 2, 117-131.

42 Zulkarnain, Iskandar, 2011, Geochemical Evidence of Island-Arc Origin for Sumatera Island; A New Perspective based on Volcanic Rocks in Lampung Province, Indonesia, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 6, No. 4, 213-225.

43 Zulkarnain, Iskandar, 2012, New Geochemical Data of Island-Arc Origin for Sumatera: The Bengkulu Case, RISET Geologi dan Pertambangan, Vol. 22, No. 1, 11-23.

44 Zulkarnain, Iskandar, New Geochemical Data of Volcanic Rocks from Painan Area, West Sumatera as Evidence for New Perspective of Sumatera Tectonic History, in preparation submitted to Jurnal Geologi Indonesia.

45 Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Kuswandi, Trisuksmono, J., 2003, Genesa dan Potensi Emas dan Logam Dasar di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera Barat, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

46 Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., Kuswandi, 2004, Genesa dan Potensi Mineralisasi Emas dan Logam Dasar di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan; Kasus Daerah Kabupaten Rejang, Lebong dan Sekitarnya, Provinsi Bengkulu, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

  31  

47 Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., Kuswandi, 2005, Genesa dan Potensi Mineralisasi Emas dan Logam Dasar di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan; Kasus Daerah Kabupaten Mandailing Natal dan Sekitarnya, Propinsi Sumatera Utara, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

48 Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., 2006a, Pengembangan Konsep Eksplorasi Mineralisasi Emas dan Logam Dasar Berdasarkan Karakter Geokimia Batuan Volkanik dan Plutonik di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

49 Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., Kuswandi, 2006b, Karakter Geokimia Batuan Volkanik Pembawa Mineralisasi Di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan Sumatera, Kasus: Daerah Painan Dan Sekitarnya, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

50 Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Miyazaki, K., Wakita, K., 1995, Elements transfer during basalt metamorphism; the case of Bantimala Eclogite, Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, (1) : 42-55

51 Miyazaki, K., Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Wakita, K., 1996, Pressure-temperature conditions and retrograde paths of eclogites, garnet-glaucophane rocks and schists from South Sulawesi, Indonesia, Journal Metamohic of Geology, 14: 549-563

52 Wakita, K., Miyazaki, K., Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Sanyoto, P., 1998, Tectonic implications of new age data for Meratus Complex of South Kalimantan,

  32  

Indonesia, The Island Arc, 7: 202-222 53 Zulkarnain, Iskandar, 1999, Cretaceous Tectonic Events of

the Bantimala Area, South Sulawesi, Indonesia; Evidence from Rock Chemistry, Jurnal Teknologi Mineral, 6 (2) :

54 Miyazaki, K., Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Wakita, K., 1996, Pressure-temperature conditions and retrograde paths of eclogites, garnet-glaucophane rocks and schists from South Sulawesi, Indonesia, Journal Metamohic of Geology, 14: 549-563

  33  

LAMPIRAN  GAMBAR  

   

 

 Gambar  1.  Lapisan  pembentuk  bumi  dengan  bagian  terluarnya  adalah  material  padat   yang   disebut   dengan   lithosphere   dan   mencakup   kerak  samudera  dan  benua  (Skinner  &  Potter,  1995).

  34  

Gambar 2. Konsep plumes tectonic yang menggambarkan bahwa kerak benua

(supercontinent Pangea) dan kerak samudera mengambang di atas material mantel (mantle) yang menjadi dinamis karena adanya intrusi material super plumes yang naik dari zona batas antara inti bumi dan mantel bumi (CMB) (Isozaki et al., 2007)

  35  

 

 Gambar   3.   Fenomena   yang   terjadi   bila   tumbukan   berlangsung   antara   kerak  

samudera-­‐kerak   samudera,   kerak   samudera-­‐kerak   benua   dan  kerak   benua-­‐kerak   benua   (diunduh   dari:  http://pubs.usgs.gov/gip/dynamic/understanding.html#anchor15039288l)

  36  

Gambar   4.   Pulau   Sumatera   sebagai   daratan   yang   membentuk   Blok   Paparan  Sunda   yang   bagian   selatannya   dibatasi   oleh   zona   penunjaman  tempat   Lempeng   Australia   menunjam   ke   bawah   Paparan   Sunda  (dari  Simons  et  al.,  2007).  

  37  

60  mm/th  

57  mm/th  52

 mm/th  

Gambar   5.   Zona   subduksi   di   sisi   barat   Pulau   Sumatera   yang   menghasilkan  Palung   Sunda   akibat   gerakan   Lempeng   India-­‐Australia   ke   utara  (McCaffrey,  2009).  (Kecepatan  Lempeng  Samudera  Hindia  dari  Sieh  dan  Natawidjaja,  2000)

  38  

Gambar  6.  Paparan  Sunda  yang  dibentuk  oleh  sejumlah  blok  benua  berukuran  besar   (China   Selatan,   Indochina,   Malaya   Timur,   Sibumasu,   Burma  Barat,   Sumatera   Barat,   Borneo   Barat   Daya)   dan   yang   berukuran  kecil  (dalam  angka)  (Metcalfe,  2011).  

  39  

0.1$

1$

10$

100$

Sr# K# Rb#Ba#Th###Ta##Nb#Ce##P# Zr#Hf#Sm#Ti# Y# Yb#

ROCK

/MORB

#

TS803#A#UK801#B#UK802#B#Wilson#ACM#UK803#A#

Eastern#Volcanic#

0.1$

1$

10$

100$

Sr# K# Rb#Ba#Th###Ta##Nb#Ce##P# Zr#Hf#Sm#Ti# Y# Yb#

ROCK

/MORB

#

KT8O1A#KPG#01#LK801#B#Wilson#IAB#

Western#Volcanic#

Gambar  7.  Diagram  laba-­‐laba  unsur  jejak  terpilih  dari  batuan  volkanik  di  wilayah  Bengkulu  yang  menunjukkan  karakter  kontinen  di  sisi  timur  dan  busur  kepulauan  di  sisi  barat  (Zulkarnain,  2012).  ACM=Active  Continental  Margin;  IAB=  Island  Arc  basalt.  (Wilson  IAB=  Island  Arc  Basalt  menurut  Wilson,  1995)

ACM  

IAB  

  40  

Gambar  8.  Hasil  plot  batuan  volkanik  di  daerah  Lampung  yang  menunjukkan  bahwa  bagian  barat  Pulau  Sumatera  menunjukkan  karakter  busur  kepulauan,   sedangkan   bagian   timurnya   lebih   bersifat   kontinen  (Zulkarnain,  2011).  WPVZ=Within  Plate  Volcanic  Zone  

Gambar   9.   Hasil   plot   batuan   volkanik   daerah   Bengkulu   yang  menunjukkan  bahwa  bagian  barat  Pulau  Sumatera  dicirikan  oleh  karakter  busur  kepulauan,   sedangkan   bagian   timur   bersifat   kontinen  (Zulkarnain,  2012).  

  41  

!

!"

!#"

!##"

!###"

La Ce Pr Nd Sm Eu Gd Tb Dy Ho Er Tm Yb Lu

Ro

ck

/Ch

on

drit

e

$%&"'"

()*!+"

,-./*-0."1-234"

,-./*-0."1-234"

Gambar   10.   Hasil   plot   unsur   REE   batuan   volkanik   dari   daerah  Madina   (Muara   Sipongi   dan   Kota   Nopan)   yang  menunjukkan   karakter   yang   sama   dengan   batuan  volkanik  yang  terbentuk  di  lingkungan  cekungan  busur  belakang   atau   back-­‐arc   basin   (Zulkarnain,   2009).  KNP=Kotanopan;   MS=Muara   Sipongi.   (Data   back-­‐arc  basin  diambil  dari  Wilson,  1995)

  42  

1"

10"

100"

La Ce Pr Nd Sm Eu Gd Tb Dy Ho Er Tm Yb Lu

Rock

/Cho

ndrit

e

PS&19F"PS&30"SD&06A"BJ&01C"

 Gambar   12.   Pola   unsur-­‐unsur   REE   pada   batuan   basal   dan   dasit   yang   tidak  

membawa  mineralisasi  (barren  type),   tidak  menunjukkan  adanya  pola   deplesi   pada   unsur-­‐unsur   HREE   (Zulkarnain,   2009).  MS=Muara  Sipongi,  PYB=  Panyabungan.  

Gambar  11.  Pola  deplesi  unsur-­‐unsur  HREE  pada  batuan  andesit  dan  dasit  sebagai   penciri   pada   batuan   volkanik   yang   membawa  mineralisasi   (Zulkarnain,   2003).   BJ=Bonjol,   SD=   Simpang  Dingin,  PS=Pasaman

  43  

DAFTAR  KARYA  TULIS  ILMIAH  

JURNAL 1. Zulkarnain, Iskandar, 1991, Lingkungan fisika-kimia

zona alterasi endapan tembaga porfiri pada endapan tembaga di Daerah Saar-Nahe, Jerman; Sebuah studi kasus, Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, 1 (2) : 22-31.

2. Wakita, K., Munasri, Sopaheluwakan, J. and Zulkarnain, I., 1994, Early Cretaceous tectonic events implied in the time-lag between the age of the radiolarian chert and its metamorphic basement in the Bantimala area, South Sulawesi, Indonesia, The Island Arc, 3: 90-102.

3. Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Miyazaki, K., Wakita, K., 1995, Elements transfer during basalt metamorphism; the case of Bantimala Eclogite, Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, (1) : 42-55

4. Miyazaki, K., Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Wakita, K., 1996, Pressure-temperature conditions and retrograde paths of eclogites, garnet-glaucophane rocks and schists from South Sulawesi, Indonesia, Journal Metamohic of Geology, 14: 549-563

5. Wakita, K., Sopaheluwakan, J., Miyazaki, K., Zulkarnain, I., Munasri, 1996, Tectonic evolution of the Bantimala Complex, South Sulawesi, Indonesia, in Tectonic Evolution of Southeast Asia. Geological Society Special Publication No.106: 353-364

6. Miyazaki, K., Sopaheluwakan, J., Zulkarnain, I., Wakita, K, 1998, A jadeite-quartz-glaucophane rock from Karangsambung, Central Java, Indonesia, The Island Arc, 7: 223-230

7. Wakita, K., Miyazaki, K., Zulkarnain, I.,

  44  

Sopaheluwakan, J., Sanyoto, P., 1998, Tectonic implications of new age data for Meratus Complex of South Kalimantan, Indonesia, The Island Arc, 7: 202-222

8. Zulkarnain, Iskandar, 1999, Cretaceous Tectonic Events of the Bantimala Area, South Sulawesi, Indonesia; Evidence from Rock Chemistry, Jurnal Teknologi Mineral, 6 (2) :

9. Zulkarnain, Iskandar, 2001, Rock Chemistry of Quaternary Volcanics around Manado and Siau Island, North Sulawesi, Jurnal Teknologi Mineral, 8 (1) : 37-52

10. Elburg, M.A., van Bergen, M., Hogeweff, J., Foden, J., Vroon, P., Zulkarnain, I., Nasution, A., 2002. Geochemical trends across an arc-continent collision zone: magma sources and slab-wedge transfer processes below the Pantar Strait volcanoes, Indonesia, Geochimica et Cosmochimica Acta, 66 (15): 2771-2789

11. Zulkarnain, Iskandar, 2002, Geochemical Signatures of Volcanic Rock from Sangihe Island, North Sulawesi, Indonesia, Buletin Geologi, 34 (1) : 21-33

12. Zulkarnain, Iskandar, 2003, Petrographic Evidence for Magma Mixing Beneath the Krakatau Volcano and Its Implication for Eruption Magnitude and Its Mechanism, Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan, 14 (1) : 1-11

13. Zulkarnain, Iskandar, 2003, Quartz Chloritoid Rock from Bobaris Range, South Kalimantan, Indonesia, Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, 13 (1) :

14. Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono and Setiawan, I., 2005, Geochemical Signatures of Vaolcanic Rocks related to Gold Mineralization: A Case of Volcanic Rocks in Pasaman Area, West Sumatera, Indonesia,

  45  

Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, 16 (1) : 15. Setiawan, I., Zulkarnain, I., Indarto, S., and

Sudarsono, 2005, Alterasi dan Mineralisasi di sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan: Kasus Daerah Kota Agung dan Sekitarnya Kabupaten Tanggamus – Provinsi Lampung, Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, 16 (1) :

16. Zulkarnain, Iskandar, 2007, Variasi Geokimia Batuan Volkanik Daerah Bengkulu di Sabuk Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera dan Implikasi Tektoniknya, Jurnal Teknologi Mineral (ITB), 14 (2) : 89-102

17. Zulkarnain, Iskandar, 2007, Geochemical Character of Hulusimpang Formation Volcanic around Kota Agung Area and Their Genetic Implication, Jurnal Teknologi Mineral (ITB) international edition, 14 (3) : 156-167

18. Zulkarnain, Iskandar, 2008, Petrogenesis batuan volkanik daerah tambang emas Lebong Tandai, Provinsi Bengkulu, berdasarkan karakter geokimianya, Jurnal Geologi Indonesia, 3 (2) : 57-73

19. Zulkarnain, Iskandar, 2009, Geochemical Signature of Mesozoic Volcanic and Granitic Rocks in Madina Regency Area, North Sumatera, Indonesia, and its Tectonic Implication, Jurnal Geologi Indonesia, 4 (2) : 117-131

20. Zulkarnain, Iskandar, 2011, Geochemical Evidence of Island-Arc Origin for Sumatera Island; A New Perspective based on Volcanic Rocks in Lampung Province, Indonesia, Jurnal Geologi Indonesia, 6 (4) :213-225

21. Zulkarnain, Iskandar, 2012, New Geochemical Data of Island-Arc Origin for Sumatera; The Bengkulu Case, Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.22,

  46  

No.1:11-23

BUKU (Penulis dan Editor) 22. Zulkarnain, I., Pudjiastuti, T.N., dan Karomah, U.,

2003, Potensi Konflik di Kawasan Pertambangan: Kasus Pertambangan Emas di Pongkor dan Cikotok, Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 171 hal.

23. Zulkarnain, I., Pudjiastuti, T.N., A. Saidi and Y. Mulyaningsih, 2004, Konflik di Kawasan Pertambangan Batubara di Kalimantan Selatan: Menuju Penyusunan Solusi Awal, Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 301 hal.

24. Zulkarnain, I., Erman, E., and Pudjiastuti, T.N., 2005, Potensi Konflik Konflik di Kawasan Pertambangan Timah Bangka Belitung: Persoalan dan Alternatif Solusi, Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 193 hal.

25. Zulkarnain, I., and Pudjiastuti, T.N., 2006, Panduan Pemberdayaan Masyarakat di Kawasan Pertambangan, Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 89 hal.

26. Zulkarnain, I., Pudjiastuti, T.N., Sumarnadi E.T., and Rosita Sari, B., 2007, Dinamika dan Peran Pertambangan Rakyat di Indonesia, Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 323 hal.

27. Zulkarnain, I., Pudjiastuti, T.N., Sumarnadi E.T., and Rosita Sari, B., 2008, Konsep Pertambangan Rakyat dalam Kerangka Pengelolaan Sumber Daya Tambang yang Berkelanjutan, Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

28. Zulkarnain, Iskandar (ed), 2010, Strategi Pengembangan Wilayah Pertambangan Rakyat di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Jakarta,

  47  

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 269 hal. 29. Zulkarnain, Iskandar, 2010, Kegiatan Masyarakat

yang Menambang di Bombana; Persoalan dan pemikiran ke depan dalam pertambangan rakyat, dalam ZULKARNAIN, Iskandar (ed), 2010, Strategi Pengembangan Wilayah Pertambangan Rakyat di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, hal.1-46.

30. Zulkarnain, Iskandar, 2010, Kegiatan Masyarakat yang Menambang di Bombana; Persoalan dan pemikiran ke depan dalam pertambangan rakyat, dalam ZULKARNAIN, Iskandar (ed), 2010, Strategi Pengembangan Wilayah Pertambangan Rakyat di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, hal.1-46.

31. Zulkarnain, Iskandar, 2011, INDONESIA, in State-of-the-Art Report on Sustainable Rainwater Harvesting and Ground Water Recharge in Developing Countries, HRD and Technology Transfer, Daya Publishing House, New Delhi, 2011, hal. 148-160, ISBN: 978-81-7035-770-4.

PROSIDING 32. Zulkarnain, Iskandar, 1992, K-metasomatism dan

Perhitungan Normatif untuk Komposisi Awal Intrusi Donnersberg di Daerah Saar-Nahe, Jerman Barat Daya, Proceed. IAGI 21th conv., vol. 2, p. 627-637.

33. Zulkarnain, Iskandar, 1992, Mineralisasi tembaga Donnersberg di Daerah Saar-Nahe, Jerman Barat Daya, Proceed, IAGI 21th conv., vol. 1, p. 241-250.

34. Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Miyazaki, K. and Wakita, K., 1993, The origin of Bantimala eclogite; A preliminay view, Proceed. IAGI 22th conv., p. 147-158. (the best paper winner of the convention).

  48  

35. Zulkarnain, Iskandar, 1994, Lingkungan tektonik Kompek Bantimala; Implikasinya terhadap kualitas mineral garnet sebagai batumulia, Prosiding Geoteknologi.

36. Zulkarnain, Iskandar, 1994, Eksplorasi endapan emas epitermal di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, Prosiding Geoteknologi.

37. Zulkarnain, I., Susilowati, Y., Khrisna, A.W., 1994, Is Mineral Identification Using Digital Image Processing Possible?: A Preliminary Concept In Petrographical Analysis, Proceed. IAGI 23th. Conv.

38. Zulkarnain, I., Susilowati, Y., Khrisna, A.W., 1994, Digital Image Processing And Image Data Base For Rock Forming Minerals Applications, Proceed. IAGI 23th. Conv.

39. Zulkarnain, I., J.Sopaheluwakan and S. Indarto, 1995, Geologi Komplek Akresi Meratus-Bobaris, Kalimantan Selatan; Sebuah tinjauan awal berdasarkan lintasan Pegunungan Bobaris, Prosiding Seminar Sehari Geoteknologi dalam Industrialisasi, LIPI, 7-24.

40. Zulkarnain, I., Sumarnadi, E.T., and Handoyo, R., 1995, Karakterisasi Batuan Serpentinit Karangsambung, Jawa Tengah, sebagai Bahan Baku Refraktori, Prosiding Seminar Sehari Geoteknologi dalam Industrialisasi, LIPI, hal. 218-228.

41. Zulkarnain, I., Indarto, S., Sopaheluwakan, J., 1995, Geologi Komplek Akresi Kapur Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan; Sebuah Tinjauan Awal Berdasarkan Lintasan Pegunungan Bobaris, Prosiding Seminar Sehari Geoteknologi dalam Industrialisasi

42. Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Miyazaki, K., Wakita, K., 1996, Chemistry and Radiometric Age Data of Metamorphic Rocks From Meratus Accretionary Complex, South Kalimantan and Its Tectonic

  49  

Implication, Prosiding Seminar Sehari Geoteknologi III

43. Susilowati, Y., Zulkarnain, I., T.R. Mengko and A.S. Subandrio M, 1996, Mineral Identification based on rock slide digital images, Prosiding Nasional Geoteknologi III, LIPI, hal. 32-37.

44. Zulkarnain, I., and E. Trisumarnadi, 1996, Temperature Control in the System MgO-SiO2-H2O; X-Ray diffraction evidences, Prosiding Nasional Geoteknologi III, LIPI, hal.123-135.

45. Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Miyazaki, K. and Wakita, K., 1996, Chemistry and Radiometric Data of Metamorphic Rocks from Meratus Accretionary Complex, South Kalimantan and Its Tectonic Implication, Prosiding Nasional Geoteknologi III, LIPI, hal. 687-700.

46. Zulkarnain, Iskandar, 1997, Revealing the origin of the South Kalimantan Diamond; A Radar Image interpretation, Prosiding PIT VII Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia MAPIN, 217-222.

47. Zulkarnain, I., Sumarnadi, E.T., Riyanto, A., 1998, Pembuatan Bata Tahan Api Forsterit : Forsterisasi Serpentinit Pomala Dan Magnesit Pulau Padamarang, Prosiding Geoteknologi

48. Sumarnadi, E.T., Sudaryanto, Zulkarnain, I., 2002, Aggregat Unggul Berbahan Baku Lempung untuk Konstruksi Ringan, Prosiding Seminar Iptek Nuklir dan Pengelolaan Sumberdaya Tambang, BATAN, 171-183.

49. Estiaty, L.M., Prijatama, H., Goto, Y., Szuciya, Zulkarnain, I., Kurnia, D., Nurlela, I., 2002, Zeolite from Cikancra Tasikmalaya, West Java: A review of its Properties, Prosiding Seminar Iptek Nuklir dan Pengelolaan Sumberdaya Tambang, BATAN, 186-

  50  

191. 50. Indarto, S., Zulkarnain, I., Permana, H., dan

Sudarsono, 2003, Studi Awal dalam Eksplorasi Sumber Intan Primer di Kalimantan Selatan, Proceeding of The 32nd IAGI and The 28th HAGI Annual Convention and Exhibition.

51. Permana, H, Binns, R.A. and Zulkarnain, I, 2004, Recent investigations of submarine hydrothermal activity in Indonesia, PACRIM, ISBN: 978-1-920806-18-7.

52. Priadi B., Zulkarnain I., and Permana H., 2004, Volcanism and submarine hydrothermal activities around Krakatau island in Sunda Strait, Indonesia Proceedings 5th International Conference on Asian Marine Geology, Bangkok.

53. Indarto, S., Zulkarnain, I., dan Sudarsono, 2004, Preliminary Study of Petrography for the Roks in Pasaman and Surroundings Area, West Sumatra, Proceeding of The 33th Annual Convention & Exhibition 2004.

54. Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., 2006, Pengembangan Konsep Eksplorasi Mineralisasi Emas dan Logam Dasar Berdasarkan Karakter Geokimia Batuan Volkanik dan Plutonik di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera, Prosiding Geoteknologi

55. Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., Fikih, F., Ismayanto, A.F., 2007, Alterasi dan Mineralisasi Hidrotermal pada Batuan Volkanik Formasi Hulusimpang Daerah Bengkulu dan Lampung di Kawasan Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera, Prosiding Seminar Geoteknologi.

56. Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., Ismayanto, A.F., Fikih, F., Listyowati, L.N., Yuniati,

  51  

M.D., 2007, Monografi Batuan Volkanik Segmen Selatan Sumatera Daerah Bengkulu di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan, Prosiding Seminar Geoteknologi.

57. Zulkarnain, I., Yuniati, M.D., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., Ismayanto, A.F., Listyowati, L.N., 2008, Monografi Batuan Volkanik di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera dan Aplikasinya Dalam Ilmu Kebumian, Prosiding Geoteknologi

58. Zulkarnain, I., Ismayanto, F., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., 2010, Genesa Endapan Emas di Daerah Bombana: Sebuah Analisis Awal Berdasarkan Pengamatan Lapangan dan Analisis Petrografi, Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Geoteknologi

MAKALAH YANG DIPRESENTASIKAN 59. Zulkarnain, I., Anshori, Ch., Ryanto, A.M. and

Khairin, I., Studi Petrografi dan Geokimia Komplek Batuan malihan Wahlua, Pulau Buru, Indonesia Bagian Timur, dipresentasikan pada Seminar Hasil-hasil Penelitian Puslit Geoteknologi-LIPI, Desember 1993.

60. Zulkarnain, I., Ardiwilaga, S., Sumarnadi, E.T. and Suriadarma, A., Potensi Sumber Daya Emas dan Sistem Pengolahan yang Ramah Lingkungan di Daerah Ketahun, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, dipresentasikan pada Seminar Pengembangan Potensi Provinsi Bengkulu di Cisarua, Bogor, Juli 1993.

61. Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J. and Sumarnadi, E.T., Komplek Batuan Malihan Bontoria, Daerah Mangilu, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan, dipresentasikan pada Seminar Hasil-hasil Penelitian Puslit Geoteknologi-LIPI, Desember 1993.

  52  

62. Zulkarnain, I., and B. Priadi, Mechanism of Krakatau Explosive Eruption on August 1883; Based on petrographical dan geochemical approaches, presented in IUGG 2003 meeting in Sapporo, Japan, July 2003.

63. Zulkarnain, I., and B. Priadi, Geochemical character of volcanic rocks from Krakatau and surrounding volcanic islands, presented in Asia Oceania Geosciences Society (AOGS) annual meeting in Singapore, July 2004.

64. Priadi B., Zulkarnain I., Binns R., Permana H., Prasetyo I., Ahmad and Prabawa F., 2004, Oceanic-Island Alkaline Volcanism among Submarine Volcanoes along the Sangihe Arc, Eastern Indonesia, presented in Asia Oceania Geoscience Seminar, July 5-9, 2004 Singapore.

65. Zulkarnain, Iskandar, Model Pengelolaan Konflik di Kawasan Pertambangan, dipresentasikan pada Simposium Mencari Model Pengelolaan Konflik di Kawasan Pertambangan di LIPI, Jakarta, 10 Agustus 2006.

66. Zulkarnain, Iskandar, Land Use and Sustainability in Mining, presented in Mining Update Seminar in Sangri-La Hotel, Jakarta, 14-15 April 2008

67. Zulkarnain, Iskandar, Manejemen Konflik, dipresentasikan pada Seminar Pemuda dan Olah Raga di Cibubur, 19 Mei 2008.

68. Zulkarnain, Iskandar, Konflik Sumber Daya Tambang dan Sumber Daya Lainnya: Bengkalai yang tak kunjung selesai.., dipresentasikan pada Seminar Pertambangan di Kampus UI Depok, 6 November 2008.

69. Zulkarnain, Iskandar, Geochemical constraints of volcanic rocks petrogenesis in Lampung Province,

  53  

Indonesia, presented in Asia Oceania Geosciences Society (AOGS) annual meeting in Busan, South Korea, July 2008.

70. Zulkarnain, Iskandar, Dilemma on Natural Resources Management in Indonesia, presented in The 34th Southeast Asia Seminar on “New concept building for sustainable humanosphere and society from the equatorial zone of South East Asia”, LIPI Office Jakarta, September 21, 2010.

71. Zulkarnain, Iskandar, Policy of Hazard Mitigation and Disaster Management in Indonesia, presented in ASIAHORCs Symposium in Kuala Lumpur, November 2, 2010.

72. Zulkarnain, Iskandar, Geochemical Evidence of Island-arc Origin for Sumatera Island; A New Perspective based on Volcanic Rocks in Lampung Province, Indonesia, presented in Asia Oceania Geosciences Society (AOGS) annual meeting in Taipei, Taiwan, July 2011.

73. Zulkarnain, Iskandar, PETI: Permasalahannya dan Pemikiran Ke Depan, dipresentasikan pada Workshop PETI yang diadakan oleh Indonesian Mining Association (IMA) di Jakarta, 27 Maret 2012.

LAPORAN PENELITIAN 74. Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Suparka, 1984,

Geologi dan Mineralisasi Khromit Di Daerah Pasaman dan Sekitarnya, Sumatra Barat, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

75. Zulkarnain, I., Permana, H., Suwiyanto, 1984, Geologi Daerah Matano dan Sekitarnya Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

  54  

76. Zulkarnain, I., Riyanto, A., 1994, Eksplorasi Emas Di Daerah Muara Aman Provinsi Bengkulu; Studi Untuk Mendapatkan Lokasi Penambangan Rakyat di luar Hutan Lindung, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

77. Zulkarnain, I., Susilowati, Y., Sopaheluwakan, J., 1994, Pengolahan Citra Digital Untuk Identifikasi Mineral Berdasarkan Analisa Warna, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

78. Zulkarnain, Iskandar, 1994, Pengembangan Teknologi Proses Untuk Peningkatan Nilai Tambah Komoditi Mineral Kawasan Tropis, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

79. Zulkarnain, Iskandar, 1994, Eksplorasi Sumberdaya Mineral dalam 30 Tahun Perjalanan Puslitbang Geoteknologi-LIPI, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

80. Zulkarnain, I., Sumarnadi, E.T., Supriyanto, D., Sudaryanto, Christina, W., 1995, Data Sebaran Bahan Galian Logam Di Jawa Barat Untuk Sistem Informasi Geografi Nasional, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

81. Zulkarnain, I., Gaffar, E., Sudrajat, Y., Tatang, A., 1996, Tektonik Komplek Akresi Meratus: Bukti Baru Dari Kimiawi Batuan Malihan Tekanan Tinggi, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

82. Zulkarnain, I., Gaffar, E., Riyanto, A.M., Trisuksmono, D., 1997, Geologi Komplek Melange Pulau Laut Kalimantan Selatan, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

83. Zulkarnain, I., Gaffar, E., Riyanto, A., Harsolumakso, A.H., 1998, Monografi Melange di Indonesia, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

  55  

84. Zulkarnain, I., Indarto, S., Riyanto, A., 1999, Karakter Batuan Magmatik Kuarter Dari Zona Penunjaman Ganda Busur Sangihe-Talaud, Sulawesi Utara, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

85. Zulkarnain, I., Permana, H., Yulianto, E., Kuswandi, Ashari, P., 2000, Volkanisme, Evolusi Cekungan dan Tektonika; Implikasinya Terhadap Endapan Logam dan Hidrokarbon di Daerah Sulawesi Bagian Utara, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

86. Zulkarnain, I., Indarto, S., Permana, H., Kuswandi, Trisuksmono, J., 2001, Potensi Intan Kalimantan Selatan, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

87. Zulkarnain, I., Lumbangaol, K., Wibawa, S., Indarto, S., Utomo, E.P., Permana, H., Hananto, N., Munasri, 2001, Penelitian Potensi Endapan Logam Primer Lepas Pantai Daerah Sulawesi Utara, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

88. Zulkarnain, I., Lumbangaol, K., Sudarsono, Permana, H., Hananto, N., 2002, Penelitian Potensi Mineral Bawah Laut di Daerah Selat Sunda; Cruise BJ VIII Selat Sunda 29 Agustus-12 September 2002, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

89. Zulkarnain, I., Permana, H., Hananto, N., 2003, Penelitian Potensi Mineral Bawah Laut di Perairan Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

90. Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Kuswandi, Trisuksmono, J., 2003, Genesa dan Potensi Emas dan Logam Dasar di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera Barat, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

  56  

91. Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., Kuswandi, 2004, Genesa dan Potensi Mineralisasi Emas dan Logam Dasar di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan; Kasus Daerah Kabupaten Rejang, Lebong dan Sekitarnya, Provinsi Bengkulu, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

92. Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., Kuswandi, 2004, Genesa Dan Potensi Mineralisasi Emas Di Sepanjang Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan; Kasus Daerah Kota Agung Dan Sekitarnya, Lampung Selatan, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

93. Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., Kuswandi, 2005, Genesa dan Potensi Mineralisasi Emas dan Logam Dasar di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan; Kasus Daerah Kabupaten Mandailing Natal dan Sekitarnya, Propinsi Sumatera Utara, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

94. Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., 2006, Pengembangan Konsep Eksplorasi Mineralisasi Emas dan Logam Dasar Berdasarkan Karakter Geokimia Batuan Volkanik dan Plutonik di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

95. Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., Kuswandi, 2006, Karakter Geokimia Batuan Volkanik Pembawa Mineralisasi Di Sayap Barat Pegunungan Bukit Barisan Sumatera, Kasus: Daerah Lebong Tandai, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

96. Zulkarnain, I., Indarto, S., Sudarsono, Setiawan, I., Kuswandi, 2006, Karakter Geokimia Batuan Volkanik Pembawa Mineralisasi Di Sayap Barat Pegunungan

  57  

Bukit Barisan Sumatera, Kasus : Daerah Painan Dan Sekitarnya, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

97. Zulkarnain, Iskandar, 2006, Inventarisasi Sumberdaya Alam (Ringkasan Hasil Penelitian), Laporan Penelitian, Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung.

  58  

DAFTAR  RIWAYAT  HIDUP  

 Nama : ISKANDAR ZULKARNAIN Jenis kelamin : Laki-laki Tempat/tanggal lahir : 14 April 1959 Agama : Islam Status : Menikah Isteri : Eliza Mery

Nama Anak : 1) Brian Zagala Zulkarnain 2) Sarah Fitria Zulkarnain 3) Bram Agusta Zulkarnain Pangkat/Golongan : IV/d (sejak 15 April 2011) Jabatan Fungsional : Peneliti Utama IVe (sejak 1

November 2012) Unit Kerja : Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan

Kebumian LIPI Alamat Kantor : Sasana Widya Sarwono Lt. 3 Jalan Jendral Gatot Subroto No.10 Jakarta 12710 Telp. 021-5251850 Fax. 021-5260804 e-mail : [email protected] [email protected] [email protected] Alamat Rumah : Jalan Widya Graha No.1 Jakarta 12710

  59  

RIWAYAT PENDIDIKAN

PENDIDIKAN FORMAL 1972 : Lulus SD di SD Yos Sudarso di Padang 1975 : Lulus SMP di SMP Yos Sudarso di Padang 1979 : Lulus SMA di SMA Don Bosko di Padang 1985 : Gelar Insinyur (Ir) bidang Geologi dari Institut

Teknologi Bandung 1991 : Gelar Doktor reralium naturalium (Dr. rer.nat.) dari

Johannes Gutenberg Universitaet, Jerman

PENDIDIKAN NON-FORMAL 1997 : Pendidikan dan Latihan Bela Negara di Bandung 2001 : Training in Research and Policy Development

Management in Seoul, South Korea hosted by Science and Technology Policy Institute (STEPI)

2002 : Diklatpim Tingkat III 2009 : Diklatpim Tingkat II 2011 : Diklatpim Tingkat I RIWAYAT KEPANGKATAN 1985 : CPNS 1986 : Penata Muda III/a 1990 : Penata Muda Tk.I III/b 1994 : Penata III/c 1996 : Penata Tk.I III/d 1998 : Pembina IV/a 2000 : Pembina Tk.I IV/b 2007 : Pembina Utama Muda IV/c 2009 : Pembina Utama Madya IV/d

  60  

RIWAYAT PEKERJAAN JABATAN STRUKTURAL

1993 : Kepala Laboratorium Fisika Mineral Puslitbang Geoteknologi LIPI

1997 : Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Geodinamika, Puslitbang Geoteknologi LIPI

2001 : Kepala Bidang Sumber Daya Bumi dan Rekayasa Mineral, Puslit Geoteknologi LIPI

2006 : Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI 2011 : Deputi Kepala LIPI Bidang Ilmu Pengetahuan

Kebumian JABATAN FUNGSIONAL

18 Maret 1993 : Ajun Peneliti Muda 31 Oktober 1995 : Peneliti Muda 1 Maret 1999 : Peneliti Madya 1 Mei 2005 : Ahli Peneliti Muda 1 November 2008 : Peneliti Utama IV-d 1 November 2012 : Peneliti Utama IV-e PENGALAMAN BIDANG PENELITIAN 2012 : Koordinator Kajian Cepat Persepsi Masyarakat

terhadap Kegiatan Pertambangan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara

2011 : Koordinator Kajian Kerusakan Lingkungan Pantai di Pulau Bangka

2010 : Koordinator Penelitian Penyusunan Strategi Pengembangan Wilayah Pertambangan Rakyat di Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara

2010 : Peneliti Kepala Penelitian untuk mengungkap

  61  

sumber pemasok air untuk lumpur panas Sidoarjo, Jawa Timur

2009 : Koordinator Penelitian social base line untuk kegiatan penambangan di Kabupaten Dompu, NTB

2001-09 : Koordinator Penelitian karakter geokimia batuan volkanik (gunung api) di Pulau Sumatera (mulai Provinsi Lampung hingga Sumatera Utara) untuk pengembangan konsep eksplorasi mineral logam dan lingkungan tektonik

2003-08 : Koordinator Penelitian konflik di kawasan pertambangan di Indonesia

2001-02 : Penelitian potensi mineralisasi bawah laut di Laut Sulawesi dan Selat Sunda

1998-00 : Koordinator Penelitian evolusi magmatik di zona subduksi, kerjasama dengan Kyoto University

1997 : Koordinator Penelitian eksplorasi sumber intan primer di Kalimantan Selatan

1996 : Koordinator Penelitian untuk eksplorasi emas epithermal di Daerah Cilegon, Jawa Barat

1994 : Peneliti Utama Studi petrogenesa komplek batuan ultrabasa Meratus/ Bobaris, Kalimantan Selatan dan implikasi tektoniknya

1993 : Koordinator Penelitian untuk eksplorasi emas di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu untuk menemukan daerah prospek di luar Taman Nasional Kerinci Seblat

1993 : Peneliti Utama Studi kualitas mineral garnet sebagai batu mulia di dalam batuan malihan tekanan tinggi di Daerah Bantimala, Sulawesi Selatan

1992 : Peneliti Utama Studi sistem mineralisasi epithermal dan pola penyebarannya di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu

1992 : Koordinator Penelitian karakter geokimia batuan malihan tekanan tinggi dari Daerah Bantimala, Sulawesi Selatan

1992 : Peneliti Utama Studi batu malihan Komplek Wahlua

  62  

di Pulau Buru, Indonesia bagian timur.

KEIKUTSERTAAN DALAM SEMINAR INTERNASIONAL 2003 : IUGG Meeting 2003 di Sapporo, Jepang, sebagai

pembicara dengan judul presentasi Mechanism of Krakatau Explosive Eruption on August 1883; Based on petrographical dan geochemical approaches

2004 : Asia Oceania Geoscience Society Conference di Singapura, sebagai pembicara dengan judul presentasi Geochemical character of volcanic rocks from Krakatau and surrounding volcanic islands

2008 : Asia Oceania Geoscience Society Conference di Busan, Korea, sebagai pembicara dengan judul presentasi Geochemical constraints of volcanic rocks petrogenesis in Lampung Province, Indonesia

2010 : Map Asia Conference 2010 di Kuala Lumpur, Malaysia, sebagai peserta

2011 : Asia Oceania Geoscience Society Conference di Taipei, Taiwan, sebagai pembicara dengan judul presentasi Geochemical Evidence of Island-arc Origin for Sumatera Island; A New Perspective based on Volcanic Rocks in Lampung Province, Indonesia

KERJASAMA PENELITIAN INTERNASIONAL 1992-1994 : Kerjasama penelitian dengan Geological Survey of

Japan tentang batuan malihan tekanan tinggi di Indonesia

1997-1999 : Kerjasama penelitian dengan Kyoto University tentang karakter magma di zona subduksi di Laut Sulawesi

2001-2002 : Kerjasama penelitian dengan CSIRO Australia tentang hidrothermal bawah laut di Laut Sulawesi dan Selat Sunda

2012 : Kerjasama penelitian dengan China Academic of

  63  

Science tentang tektonik regional Asia Selatan

PEMBINAAN KADER ILMIAH Tim Penguji S3 : 5 kandidat Membimbing S2 : 3 kandidat Membimbing S1 : 2 kandidat

REDAKSI MAJALAH ILMIAH 1993-1994 : Dewan Redaksi Berita IAGI 1994-1998 : Ketua Dewan Redaksi Majalah RISET Geologi

dan Pertambangan Puslit Geoteknologi LIPI

ORGANISASI PROFESI 2006-2010 : Pengurus Ikatan Ahli Geologi Indonesia

(IAGI) cabang Jawa Barat 1991-sekarang : Anggota IAGI 1996-sekarang : Anggota Himpunan Ahli Geofisika Indonesia

(HAGI) TANDA PENGHARGAAN 1993 : Best Paper pada Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT)

Ikatan Ahli Geologi Indonesia di Bandung 1995 : Satya Lencana Karya Satya 10 Tahun 2005 : Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun 2007 : Best Paper dalam tiga tahun penerbitan Forum Jurnal

Kebumian Nasional di Bandung 2009 : Peserta Terbaik I Diklatpim Tingkat II Angkatan XXV,

Kelas B 2011 : Peserta Terbaik I Diklatpim Tingkat I Angkatan XXII

  64  

KARYA TULIS ILMIAH Penulis pertama : 82 Penulis pendamping : 15 Dalam Bahasa Inggeris : 37 Dalam Bahasa Indonesia : 60