Peningkatan hasil belajar siswa melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe examples non examples
MASALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
-
Upload
jualkaligrafi -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of MASALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
MASALAH-MASALAH BELAJAR
A. Pendahuluan
Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang
tumbuh menjadi penyandang profesi guru bidang studi
tertentu. Sebagai seorang pribadi, ia juga mengembangkan
diri menjadi pribadi utuh. Sebagai seorang diri yang
mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga menghadapi
masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan hidup
sebagai manusia. Selain itu, muncul masalah-masalah lain.
Siswa yang dibelajarkan guru adalah seorang pribadi yang
unik dan aktif. Siswa memiliki keunikannya sendiri yang
membedakannya dengan siswa lainnya. Sebagai seorang
pribadi, siswa mempunyai kebutuhan dan permasalahan yang
tidak sama dengan siswa lain. Masalah-masalah yang
dihadapi guru maupun siswa, baik bersifat intern maupun
ektern, akan mempengaruhi hasil belajar. Apabila tidak
ditemukan langkah yang tepat untuk mengatasinya, tentu
akan menggangu proses belajar dan pembelajaran.
Masalah-masalah tersebut dapat berupa masalah lingkungan
sosial siswa, guru sebagai pengajar dan tenaga
profesional, ataupun masalah-masalah yang lain. Masalah-
masalah belajar dan pembelajaran tersebut perlu dicari
solusi demi terwujudnya tujuan belajar dan pembelajaran.
Selain itu juga terkait hasil pembelajaran yang optimal.
Guru profesional akan selalu melakukan pengamatan dan
evaluasi terhadap siswanya. Guru akan selalu berusaha
untuk mendorong siswa agar belajar secara sungguh-
sungguh. Guru akan terus mencaritahu bermacam-macam hal
yang menyebabkan siswa belajar maupun tidak belajar. Ada
siswa yang tidak belajar karena memang merasa enggan
untuk belajar. Ada pula siswa yang tidak belajar karena
merasa dirinya sudah pintar dibandingkan dengan siswa
lainnya. Dengan demikian, perlu adanya identifikasi
masalah-masalah belajar dan pembelajaran untuk mencari
solusi terbaiknya demi tercapainya hasil belajar dan
pembelajaran yang unggul.
B. Masalah-Masalah Intern Belajar
Proses belajar merupakan hal yang kompleks. Siswalah yang
menentukan terjadi atau tidak terjadi belajar. Untuk
bertindak belajarsiswa menghadapi masalah-masalah intern.
Jika siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia
tidak belajar dengan baik. Faktor intern yang dialami dan
dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar
sebagai berikut (Dimyati, 2009:239):
1. Sikap terhadap belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang
sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian.
Adanya penilaia tentang sesuatu, mengakibatkan
terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan.
Siswa memperoleh kesempatan belajar. Meskipun demikian,
siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan
kesempatan belajar tersebut.
2. Motivasi belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang
mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi belajar
pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi,
atau tidaknya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan
belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi
rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri
siswa perlu diperkuat terus menerus. Agar siswa
memiliki motivasi belajar yang kut, pada tempatnya
diciptakan suasana belajar yang menggembirakan
(Dimyati, 2009:239).
3. Konsentrasi belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan
perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut
tertuju pada isi bahan belajar maupun proses
memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada
pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam
strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu
belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran
klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian selama
tiga puluh menit telah menurun. Ia menyarankan agar
guru memberikan istirahat selingan selama beberapa
menit. Dengan selingan istirahat tersebut, prestasi
belajar siswa akan meningkat kembali (Dimyati,
2009:239-240).
4. Mengolah bahan belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk
menerima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga
menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar berupa
pengetahuan, nilai kesusilaan, nilai agama, nilai
kesenian, serta keterampilan mental dan jasmani.
Kemampuan menerima isi dan cara pemerolehan tersebut
dapat dikembangkan dengan belajar berbagai mata
pelajaran. Kemampuan siswa mengolah bahan tersebut
menajdi makin baik, bila siswa berpeluang aktif
belajar. Dari segi guru, pada tempatnya menggunakan
pendekatan-pendekatan keterampilan proses, inkuiri,
ataupun laboratori (Dimyati, 2009:241).
5. Menyimpan perolehan hasil belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan
menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan
menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek
dan waktu yang lama. Kemampuan menyimpan dalam waktu
pendek berarti hasil belajar cepat dilupakan. Kemampuan
menyimpan dalam waktu lama berarti hasil belajar tetap
dimiliki siswa. Pemilikan itu dalam waktu bertahun-
tahun, bahkan sepanjang hayat. Biggs dan Telfer
(Dimyati, 2009:241) menjelaskan proses belajar di ranah
kognitif tentang hal pengolahan, penyimpanan, dan
penggunaan kembali pesan. Proses belajar terdiri dari
proses pemasukan (input processes), proses pengolahan
kembali dan hasil (output processes), dan poses penggunaan
kembali (activation processes).
Dalam kehidupan sebenarnya tidak berarti bahwa semua
proses tersebut berjalan lancar. Ada siswa yang
mengalami kesukaran dalam proses penerimaan, akibatnya,
proses-proses penguatan, pengolahan, penyimpanan, dan
penggunaan akan terganggu. Ada siswa yang mengalami
kesukaran dalam proses penyimpanan. Akibatnya proses
penggunaan hasil belajar akan terganggu (Dimyati,
2009:241-242).
6. Menggali hasil belajar yang tersimpan
Ada kalanya siswa juga mengalami gangguan dalam
menggali pesan dan kesan lama. Gangguan tersebut bukan
hanya bersumber pada pemanggilan atau pembangkitannya
sendiri. Gangguan tersebut dapat bersumber dari
kesukaran penerimaan, pengolahan, dan penyimpanan. Jika
siswa tidak memperhatikan pada saat penerimaan, maka
siswa tidak memiliki apa-apa. Jika siswa tidak berlatih
sungguh-sungguh, maka siswa tidak berketerampilan
dengan baik.
7. Kemampuan beprestasi atau unjuk hasil belajar
Kemampuan berperstasi atau unjuk hasil belajar
merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini
siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa
menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas
belajar atau mentransfer hasil belajar. Dari pengalaman
sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian
siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan
berprestasi tersebut terpengaruh oleh proses-proses
penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan,
penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan
dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik,
maka siswa dapat berprestasi kurang atau dapat juga
gagal berprestasi (Dimyati, 2009:243).
8. Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri
bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa
percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari
lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk
prestasi merupakan tahap pembuktian perwujudan diri
yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin
sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin
memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaay
diri semakin kuat, dan begitu pula sebaliknya.
9. Intelegensi dan Keberhasilan Belajar
Menurut Wechler (Dimyati, 2009:245) intelegensi adalah
suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk
dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik,
dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan
tersebut menjadi aktual bila siswa memecahkan masalah
dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.
Menurut Siti Rahayu Haditono (Dimyati, 2009:246), di
Indonesia juga ditemukan banyak siswa memperoleh angka
hasil belajar yang rendah. Hal itu disebabkan oleh
faktor-faktor seperti (i) kurangnya fasilitas belajar
di sekolah dan rumah di berbagai pelosok, (ii) siswa
makin dihadapkan oleh berbagai pilihan dan mereka
merasa ragu dan takut gagal, (iii) kurangnya dorongan
mental dari orang tua karena orang tua tidak memahami
apa yang dipelajari oleh anaknya di sekolah, dan (iv)
keadaan gizi yang rendah, sehingga siswa tidak mampu
belajar yang lebih baik, serta (v) gabungan dari
faktor-faktor tersebut, mempengaruhi berbagai hambatan
belajar.
10. Kebiasaan belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan
belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tesebut
yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara
lain berupa (i) belajar pada akhir semester, (ii)
belajar tidak teratur, (iii) menyia-nyiakan kesempatan
belajar, (iv) bersekolah hanya untuk bergengsi, (v)
datang terlambat bergaya pemimpin, (vi) bergaya jantan
seperti merokok, sok menggurui teman lain, dan (vii)
bergaya minta “belas kasihan” tanpa belajar (Dimyati,
2009:146).
Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di
sekolah yang ada i kota besar, kota kecil, dan di
pelosok tanah air. Untuk sebagian, kebiasaan belajar
tersebut disebabkan oleh ketidakmengertian siswa pada
arti belajar bagi diri sendiri. Hal ini dapat
diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan
diri.
11. Cita-cita siswa
Dalam rangka tugas perkembangan, pada umumnya setiap
anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita
merupakan motivasi intrinsik. Tetapi adakalanya
“gambaran yang jelas” tentang tokoh teladan bagi siswa
belum ada. Akibatnya, siswa hanya berperilaku ikut-
ikutan. Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu
dididikkan. Didikan memiliki cita-cita harus dimulai
sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan
pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah semakin
terarah. Cita-cita merupakan wujud eksploitasi dan
emansipasi diri siswa. Didikan pemilikan dan pencapaian
cita-cita sebaiknya berpangkal dari kemampuan
berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke yang
semakin sulit (Dimyati, 2009:247).
C. Masalah-Masalah Ekstern Belajar
1. Guru sebagai pembina siswa belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya
mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya,
tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya.
Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada
kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan
kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut
merupakan wujud emansipasi diri siswa. Sebagai guru
yang pengajar, ia bertugas mengelola kegiatan belajar
siswa di sekolah (Dimyati, 2009:248).
Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang
tumbuh menjadi penyandang profesi guru bidang studi
tertentu. Sebagai seorang pribadi ia juga mengembangkan
diri menjadi pribadi utuh. Sebagai seorang diri yang
mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga menghadapi
masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan hidup
sebagai manusia. Hal-hal yang dipelajari oleh setiap
guru adalah (i) memiliki integritas moral kepribadian,
(ii) memiliki integritas intelektual berorientasi
kebenaran, (iii) memiliki integritas religius dalam
konteks pergaulan dalam masyarakat majemuk, (iv)
mempertinggi mutu keahlian bidang studi sesuai dengan
kemampuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (v)
memahami, menghayati, dan mengamalkan etika profesi
guru, (vi) bergabung dengan asosiasi profesi, serta
(vii) mengakui dan menghormati martabat siswa sebagai
klien guru (Dimyati, 2009:248-249).
Adapun tugas pengelolaan pembelajaran siswa tersebut
meliputi hal-hal berikut: (i) pembangunan hubungan baik
dengan siswa, (ii) menggairahkan minat, perhatian, dan
memperkuat motivasi belajar, (iii) mengorganisasi
belajar, (iv) melaksanakan pendekatan pembelajaran
secara tepat, (v) mengevaluasi hasil belajar secara
jujur dan objektif, serta (vi) melaporkan hasil belajar
siswa kepada orang tua siswa yang berguna bagi
orientasi masa depan siswa (Dimyati, 2009:249).
2. Prasarana dan sarana pembelajaran
Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang
belajar, lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang
kesenian, dan peralatan olah raga. Sarana pembelaajran
meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan
fasilitas laboratorium sekolah, dan berbagai media
pengajaran yang lain. Lengkapnya prasarana dan sarana
pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik.
Hal itu tidak berarti bahwa lengkapnya prasarana dan
sarana menentukan jaminan terselenggaranya proses
belajar yang baik (Dimyati, 2009:249).
Prasarana dan sarana proses belajar adalah barang
mahal. Barang-barang tersebut dibeli dengan uang
pemerintah dan masyarakat. Maksud pembelian tersebut
adalah untuk mempermudah siswa belajar. Dengan
tersedianya prasarana dan sarana belajar berarti
menuntut berikut: (i) Memelihara, mengatur prasarana
untuk menciptakan suasana belajar yang menggembirakan,
(ii) memelihara dan mengatur sarana, (iii)
mengorganisasikan belajar siswa sesuai dengan prasarana
dan sarana secara tepat guna (Dimyati, 2009:250).
3. Kebijakan penilaian
Puncak dari suatu proses belajar adalah hasil belajar
siswa atau unjuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka
dengan unjuk kerja tersebut, proses belajar berhenti
untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Dengan
penilaian yang dimaksud adalah penentuan sampai sesuatu
dipandang berharga, bermutu, atau bernilai (Dimyati,
2009:250). Penilaian ini dapat disebut dengan istilah
ujian semester ataupun ujian tengah semester. Dimana
proses belajar berhenti dan guru menyiapkan berbagai
soal untuk menguji hasil belajar dan pembelajaran yang
terjadi selama ini.
4. Lingkungan sosial siswa di sekolah
Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan
pergaulan yang dikenal sebagai lingkungan sosial siswa.
Dalam lingkungan sosial tersebut ditemukan adanya
kedudukan dan peranan tertentu. Dalam kehidupan
kesiswaan terjadilah hubungan antar siswa. Tiap siswa
dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan,
dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan
tersebut terjadi pergaulan, seperti hubungan sosial
tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan,
seperti hubungan akrab, kerja sama, kerja berkoperasi,
berkompetensi, berkonkurensi, bersaing, konflik, atau
perkelahian (Dimyati, 2009:252).
5. Kurikulum sekolah
Program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada
suatu kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan sekolah
adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh
pemerintah, atau suatu kurikulum yang disahkan oleh
suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah tersebut
berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Berdasarkan kurikulum
tersebut guru menyusun desain instruksional untuk
membelajarkan siswa. Hal itu berarti bahwa program
pembelajaran di sekolah sesuai dnegan sistem pendidikan
nasional. Akan tetapi, perubahan kurikulum sekolah
menimbulkan masalah. Masalah-masalah itu antara lain,
tujuan yang akan dicapai mungkin berubah, isi
pendidikan berubah, kegiatan belajar-mengajar berubah,
dan evaluasi berubah (Dimyati, 2009:253-254).
D. Cara Menentukan Masalah-Masalah Belajar
1. Pengamatan Perilaku Belajar
Sekolah merupakan pusat pembelajaran. Guru bertindak
menjelaskan, dan siswa bertindak belajar. Tindakan
belajar tersebut dilakukan oleh siswa. Perilaku belajar
merupakan gejala belajar menurut pengamat. Sedangkan
tindak belajar atau proses belajar merupakan gejala
belajar yang dialami dan dihayati oleh siswa. Guru
selaku pembelajar bertindak membelajarkan dengan
mengajar. Guru selaku pengamat, melakukan pengamatan
terhadap perilaku siswa. Dalam pengamatan tersebut guru
juga mewawancarai siswa atau teman belajarnya. Bila
masalah siswa ditemukan, maka sebagai pendidik, guru
berusaha membantu memecahkan masalah belajar (Dimyati,
2009:225).
Peran pengamatan perilaku belajar dilakukan sebagai
berikut (Dimyati, 2009:256):
a. Menyusun rencana pengamatan, seperti tindak belajar
berkelompok atau belajar sendiri, atau yang lain.
b. Memilih siapa yang akan diamati, meliputi beberapa
orang siswa.
c. Menentukan berap lama berlangsungnya pengamatan,
seperti dua, tiga, atau empat bulan.
d. Menentukan hal-hal apa yang akan diamati, seperti
cara siswa membaca, cara menggunakan media belajar,
prosedur, dan cara proses belajar sesuatu.
e. Mencatat hal-hal yang diamati.
f. Menafsirkan hasil pengamatan.
2. Analisis Hasil belajar
Analisis hasil belajar siswa merupakan pekerjaan
khusus. Hal ini pada tempatnya dikuasai dan dikerjakan
oleh guru. Dalam melakukan analisis hasil belajar pada
tempatnya guru melakukan langkah-langkah berikut:
1. Merencanakan analisis sejak awal semester, sejalan
dengan desain instruksional.
2. Merencanakan jenis-jenis pekerjaan siswa yang
dipandang sebagai hasil belajar.
3. Merencanakan jenis-jenis ujian dan alat evaluasi
tersebut
4. Mengumpulkan hasil belajar siswa, baik yang berupa
jawaban ujian tulis, ujian lisan, dan karya tulis
maupun benda.
5. Melakukan analisis secara statistik tentang angka-
angka perolehan ujian dan mengategori karya-karya
yang tidak bisa diangkakan.
6. Mempertimbangkan hasil pengamatan pada kegiatan
belajar, perilaku belajar siswa tersebut
dikategorikan secara ordinal.
7. Mempertimbangkan tingkan kesukaran bahan ajar bagi
kelas, yang dibandingkan dengan program kurikulum
yang berlaku.
8. Memperhatikan kondisi-kondisi ekstern yang
berpengaruh atau diduga ada pengaruhnya dalam
belajar.
9. Guru juga melancarkan suatu angket evaluasi
pembelajaran pada siswa menjelang akhir semester.
3. Tes Hasil Belajar
Jenis tes secara umum adalah tes lisan dan tes tulis.
Tes tulis sendiri dibedakan menjadi dua, yakni tes esai
dan tes objektif. Tes lisan memiliki kelebihan.
Kelebihannya adalah (i) penguji dapat menyelesaikan
bahasa dengan tingkat daya tangkap siswa, (ii) penguji
dapat mengejar tingkat pengusaan siswa tentang pokok
bahasan tertentu, dan (iii) siswa dapat melengkapi
jawaban lebih leluasa. Di samping itu, ada juga
kelemahannya, yakni penguji dapat terjerumus pada kesan
subjektif atas perilaku siswa dan memerlukan waktu yang
lama (Dimyati, 2009:257-258).
Sedangkan kelebihan tes tulis adalah (i) penguji dapat
menguji banyak siswa dalam waktu terbatas, (ii)
objektivitas pengerjaan tes terjamin dan mudah diawasi,
(iii) penguji dapat menyusun soal-soal yang merata pada
tiap pokok bahasan, (iv) penguji dengan mudah dapat
menentukan standar penilaian, dan (v) dalam pengerjaan,
siswa dapat memilih menjawab urutan soal sesuai
kemampuannya. Namun, kelemahannya adalah penguji tidak
sempat memperoleh penjelasan tentang jawaban siswa,
rumusan pertanyaan yang tak jelas menyulitkan siswa,
dan dalam peemriksaan dapat terjadi subjektivitas
penguji (Dimyati, 2009:258).
Tes esai sebagai bagian dari tes tertulis juga memiliki
kelebihan, diantaranya penguji dapat menilai kemampuan
siswa bernalar, bila cara memberi angka ada kriteria
jelas maka dapat menghasilkan data objektif. sedangkan
kelemahannya adalah jumlah soal sangat terbatas dan
kemungkinan siswa berspekulasi dalam belajar. Di
samping itu, objektivitas pengerjaan dan pembinaan
sukar dilakukan.
Terakhir adalah tes objektif. kelebihan dari tes ini
meliputi (i) penguji dapat membuat soal yang banyak dan
meliputi semua pokok bahasan, (ii) pemeriksaan dapat
dilakukan secara objektif dan cepat, (iii) siswa tak
dapat berspekulasi dalam belajar, dan (iv) siswa yang
tak pandai menjelaskan dengan bahawa yang baik tidak
terhambat. Sepeti jenis tes lainnya, tes ini juga
mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah kemampuan
siswa bernalar tidak tertangkap, penyusunan tes memakan
waktu lama, memakan dana besar, siswa yang pandai
menerka jawaban dapat keuntungan dan pengarsipan soal
sukar dan memungkinkan kebocoran (Dimyati, 2009:258).
E. Mengenal dan Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa
Setiap guru adalah sebagai pengajar sekaligus berperan
sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar.
Abdillah (Aunurrahma, 2012:196), mengemukakan bahwa
sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar, seorang
guru diharapkan mampu:
1. Memberikan informasi yang diperlukan dalam proses
belajar.
2. Membantu setiap siswa dalam mengatasi setiap masalah
pribadi yang dihadapinya.
3. Mengevaluasi hasil setiap langka kegiatan yang telah
dilakukannya.
4. Memberikan setiap kesempatan yang memadai agar setiap
murid dapat belajar sesuai dengan karakteristik
pribadinya.
5. Mengenal dan memahami setiap murid baik secara
individual maupun secara kelompok.
Agar bimbingan belajar dapat lebih terarah dalam upaya
membantu siswa dalam mengatasi keulitan belajar, maka
perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Identifikasi
Identifikasi adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk
menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar, yaitu
mencari informasi tentang siswa dengan melakukan
kegiatan berikut:
1. Data dokumen hasil belajar siswa, misalnya rapor
siswa.
2. Menganalisis absensi siswa di dalam kelas.
3. Mengadakan wawancara dengan siswa, seperti
mengajukan beberapa pertanyaan terkait masalah
belajar siswa pada saat jam istirahat.
4. Menyebar angket untuk memperoleh data tentang
permasalahan belajar.
5. Tes untuk memperoleh data tentang kesulitan belajar
atau permasalahan yang sedang dihadapi (Aunurrahman,
2012:197)
b. Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan atau penentuan mengenai
hasil dari pengolahan data tentang siswa yang mengalami
kesulitan belajar dan jenis kesulitan yang dialami
siswa. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal berikut:
1. Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar siswa.
2. Keputusan mengenai faktor-faktor yang menjadi sumber
sebab-sebab kesulitan belajar.
3. Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa yang
mengalami kesulitan belajar (Aunurrahman, 2012:197).
Kegiatan diagnosis dapat dilakukan dengan cara:
1. Membandingkan nilai prestasi individu untuk setiap
mata pelajaran dengan rata-rata nilai seluruh
individu.
2. Membandingkan prestasi dengan potensi yang dimiliki
oleh siswa tersebut.
3. Membandingkan nilai yang diperoleh dengan batas
minimal tujuan yang diharapkan(Aunurrahman,
2012:198).
c. Prognosis
Prognosis merujuk pada aktivitas penyusunan rencana
atau program yang diharapkan dapat membantu mengatasi
masalah kesulitan belajar siswa. Prognosis ini dapat
berupa (Ainurrahman, 2012:198):
1. Bentuk treatmen yang harus diberikan.
2. Bahan atau materi yang diperlukan.
3. Metode yang akan digunakan.
4. Alat bantu belajar mengajar yang diperlukan.
5. Waktu kegiatan dilaksanakan.
d. Terapi atau Pemberian Bantuan
Terapi adalah pemberian bentuan kepada anak yang
mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang
telah disusun pada tahap prognosis. Bentuk terapi yang
diberikan antara lain melalui:
1. Bimbingan belajar kelompok
2. Bimbingan belajar individual
3. Pengajaran remedial
4. Pemberian bimbingan pribadi
5. Alih tangan kasus.
e. Tindak Lanjut atau Follow Up
Tindak lanjut atau follow up adalah usaha untuk
mengetahui keberhasilan bantuan yang telah diberikan
kepada siswa dan tindak lanjutnya yang didasari hasil
evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan dalam upaya
pemberian bimbingan.
Rangkuman
Dalam proses belajar dan pembelajaran, pasti akan muncul
permasalahan-permasalahan. Masalah-masalah belajar tersebut
adalah masalah-masalah belajar intern dan masalah-masalah
belajar ekstern. Masalah-masalah intern tersebut meliputi: (1)
Sikap terhadap belajar, (2) motivasi belajar, (3) konsentrasi
belajar, (4) mengolah bahan belajar, (5) menyimpan perolehan
hasil belajar, (6) menggali hasil belajar yang tersimpan, (7)
kemampuan berprestasi atau unjuk kerja hasil belajar, (8) rasa
percaya diri siswa, (9) intelegensi dan keberhasilan belajar,
(10) kebiasaan belajar, dan (11) cita-cita siswa. Sedangkan
masalah-masalah ekstern dalam belajar, diantaranya: guru
sebagai pembina siswa belajar, prasarana dan sarana
pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial siswa di
sekolah, serta kurikulum sekolah.
Untuk memecahkan masalah-masalah belajar tersebut, baik
masalah intern dan ekstern, perlu adanya pengamatan terlebih
dahulu untuk menentukan masalah-masalah belajar. Langkah-
langkah yang perlu dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut:
pengamatan perilaku belajar, analisis hasil belajar, dan tes
hasil belajar.
Setiap guru adalah sebagai pengajar sekaligus berperan sebagai
pembimbing dalam proses belajar mengajar. Abdillah
(Aunurrahma, 2012:196), mengemukakan bahwa sebagai pembimbing
dalam proses belajar mengajar, seorang guru diharapkan mampu:
1. Memberikan informasi yang diperlukan dalam proses
belajar.
2. Membantu setiap siswa dalam mengatasi setiap masalah
pribadi yang dihadapinya.
3. Mengevaluasi hasil setiap langka kegiatan yang telah
dilakukannya.
4. Memberikan setiap kesempatan yang memadai agar setiap
murid dapat belajar sesuai dengan karakteristik
pribadinya.
5. Mengenal dan memahami setiap murid baik secara
individual maupun secara kelompok.
Agar bimbingan belajar dapat lebih terarah dalam upaya
membantu siswa dalam mengatasi keulitan belajar, maka perlu
diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut: identifikasi,
diagnosis, prognosis, terapi atau pemberian bantuan, dan
tindak lanjut atau follow up.
Soal:
1. Dalam pembelajaran, muncul masalah-masalah belajar yang
ada dalam diri siswa. Sebutkan dan jelaskan!
2. Bagaimana sikap guru yang baik, apabila ada siswa yang
sering bolos dan tingkat prestasinya di bawah rata-rata
teman yang lain?
3. Langkah bijak apa yang harus dilakukan seorang guru
terhadap siswa yang belum layak untuk naik kelas, akan
tetapi siswa tersebut telah mempunyai catatan tidak naik
kelas sebelumnya dan telah menunjukkan perubahan perilaku
yang lebih baik?
4. Jelaskan beserta contohnya jenis-jenis tes dalam
mengevaluasi hasil belajar!
5. Jelaskan cita-cita siswa sebagai masalah belajar dalam
proses pembelajaran!
6. Bagaimana cara untuk menumbuhkan sikap jujur dan percaya
diri dalam diri siswa?
7. Intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman
kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir
secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara
efisien. Bagaimana menghadapi siswa yang mempunyai
intelegensi yang mumpuni namun tidak dapat bergaul dengan
baik dengan teman sejawatnya? Sebagai guru yang mengajar,
apa yang seharusnya dilakukan? Jelaskan!
8. Jelaskan peranan pengamatan perilaku belajar!
9. Sebutkan masalah-masalah pembelajaran yang paling sering
dialami seorang guru! Jelaskan!
10. Bagaimana cara menumbuhkan pemikiran nalar siswa?
Sumber:
Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung:
ALFABETA.
Dimyati, dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: Rineka Cipta.