MASALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

21
MASALAH-MASALAH BELAJAR A. Pendahuluan Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi guru bidang studi tertentu. Sebagai seorang pribadi, ia juga mengembangkan diri menjadi pribadi utuh. Sebagai seorang diri yang mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga menghadapi masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan hidup sebagai manusia. Selain itu, muncul masalah-masalah lain. Siswa yang dibelajarkan guru adalah seorang pribadi yang unik dan aktif. Siswa memiliki keunikannya sendiri yang membedakannya dengan siswa lainnya. Sebagai seorang pribadi, siswa mempunyai kebutuhan dan permasalahan yang tidak sama dengan siswa lain. Masalah-masalah yang dihadapi guru maupun siswa, baik bersifat intern maupun ektern, akan mempengaruhi hasil belajar. Apabila tidak ditemukan langkah yang tepat untuk mengatasinya, tentu akan menggangu proses belajar dan pembelajaran. Masalah-masalah tersebut dapat berupa masalah lingkungan sosial siswa, guru sebagai pengajar dan tenaga profesional, ataupun masalah-masalah yang lain. Masalah- masalah belajar dan pembelajaran tersebut perlu dicari solusi demi terwujudnya tujuan belajar dan pembelajaran. Selain itu juga terkait hasil pembelajaran yang optimal. Guru profesional akan selalu melakukan pengamatan dan evaluasi terhadap siswanya. Guru akan selalu berusaha untuk mendorong siswa agar belajar secara sungguh- sungguh. Guru akan terus mencaritahu bermacam-macam hal

Transcript of MASALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

MASALAH-MASALAH BELAJAR

A. Pendahuluan

Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang

tumbuh menjadi penyandang profesi guru bidang studi

tertentu. Sebagai seorang pribadi, ia juga mengembangkan

diri menjadi pribadi utuh. Sebagai seorang diri yang

mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga menghadapi

masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan hidup

sebagai manusia. Selain itu, muncul masalah-masalah lain.

Siswa yang dibelajarkan guru adalah seorang pribadi yang

unik dan aktif. Siswa memiliki keunikannya sendiri yang

membedakannya dengan siswa lainnya. Sebagai seorang

pribadi, siswa mempunyai kebutuhan dan permasalahan yang

tidak sama dengan siswa lain. Masalah-masalah yang

dihadapi guru maupun siswa, baik bersifat intern maupun

ektern, akan mempengaruhi hasil belajar. Apabila tidak

ditemukan langkah yang tepat untuk mengatasinya, tentu

akan menggangu proses belajar dan pembelajaran.

Masalah-masalah tersebut dapat berupa masalah lingkungan

sosial siswa, guru sebagai pengajar dan tenaga

profesional, ataupun masalah-masalah yang lain. Masalah-

masalah belajar dan pembelajaran tersebut perlu dicari

solusi demi terwujudnya tujuan belajar dan pembelajaran.

Selain itu juga terkait hasil pembelajaran yang optimal.

Guru profesional akan selalu melakukan pengamatan dan

evaluasi terhadap siswanya. Guru akan selalu berusaha

untuk mendorong siswa agar belajar secara sungguh-

sungguh. Guru akan terus mencaritahu bermacam-macam hal

yang menyebabkan siswa belajar maupun tidak belajar. Ada

siswa yang tidak belajar karena memang merasa enggan

untuk belajar. Ada pula siswa yang tidak belajar karena

merasa dirinya sudah pintar dibandingkan dengan siswa

lainnya. Dengan demikian, perlu adanya identifikasi

masalah-masalah belajar dan pembelajaran untuk mencari

solusi terbaiknya demi tercapainya hasil belajar dan

pembelajaran yang unggul.

B. Masalah-Masalah Intern Belajar

Proses belajar merupakan hal yang kompleks. Siswalah yang

menentukan terjadi atau tidak terjadi belajar. Untuk

bertindak belajarsiswa menghadapi masalah-masalah intern.

Jika siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia

tidak belajar dengan baik. Faktor intern yang dialami dan

dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar

sebagai berikut (Dimyati, 2009:239):

1. Sikap terhadap belajar

Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang

sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian.

Adanya penilaia tentang sesuatu, mengakibatkan

terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan.

Siswa memperoleh kesempatan belajar. Meskipun demikian,

siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan

kesempatan belajar tersebut.

2. Motivasi belajar

Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang

mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi belajar

pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi,

atau tidaknya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan

belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi

rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri

siswa perlu diperkuat terus menerus. Agar siswa

memiliki motivasi belajar yang kut, pada tempatnya

diciptakan suasana belajar yang menggembirakan

(Dimyati, 2009:239).

3. Konsentrasi belajar

Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan

perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut

tertuju pada isi bahan belajar maupun proses

memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada

pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam

strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu

belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran

klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian selama

tiga puluh menit telah menurun. Ia menyarankan agar

guru memberikan istirahat selingan selama beberapa

menit. Dengan selingan istirahat tersebut, prestasi

belajar siswa akan meningkat kembali (Dimyati,

2009:239-240).

4. Mengolah bahan belajar

Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk

menerima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga

menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar berupa

pengetahuan, nilai kesusilaan, nilai agama, nilai

kesenian, serta keterampilan mental dan jasmani.

Kemampuan menerima isi dan cara pemerolehan tersebut

dapat dikembangkan dengan belajar berbagai mata

pelajaran. Kemampuan siswa mengolah bahan tersebut

menajdi makin baik, bila siswa berpeluang aktif

belajar. Dari segi guru, pada tempatnya menggunakan

pendekatan-pendekatan keterampilan proses, inkuiri,

ataupun laboratori (Dimyati, 2009:241).

5. Menyimpan perolehan hasil belajar

Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan

menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan

menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek

dan waktu yang lama. Kemampuan menyimpan dalam waktu

pendek berarti hasil belajar cepat dilupakan. Kemampuan

menyimpan dalam waktu lama berarti hasil belajar tetap

dimiliki siswa. Pemilikan itu dalam waktu bertahun-

tahun, bahkan sepanjang hayat. Biggs dan Telfer

(Dimyati, 2009:241) menjelaskan proses belajar di ranah

kognitif tentang hal pengolahan, penyimpanan, dan

penggunaan kembali pesan. Proses belajar terdiri dari

proses pemasukan (input processes), proses pengolahan

kembali dan hasil (output processes), dan poses penggunaan

kembali (activation processes).

Dalam kehidupan sebenarnya tidak berarti bahwa semua

proses tersebut berjalan lancar. Ada siswa yang

mengalami kesukaran dalam proses penerimaan, akibatnya,

proses-proses penguatan, pengolahan, penyimpanan, dan

penggunaan akan terganggu. Ada siswa yang mengalami

kesukaran dalam proses penyimpanan. Akibatnya proses

penggunaan hasil belajar akan terganggu (Dimyati,

2009:241-242).

6. Menggali hasil belajar yang tersimpan

Ada kalanya siswa juga mengalami gangguan dalam

menggali pesan dan kesan lama. Gangguan tersebut bukan

hanya bersumber pada pemanggilan atau pembangkitannya

sendiri. Gangguan tersebut dapat bersumber dari

kesukaran penerimaan, pengolahan, dan penyimpanan. Jika

siswa tidak memperhatikan pada saat penerimaan, maka

siswa tidak memiliki apa-apa. Jika siswa tidak berlatih

sungguh-sungguh, maka siswa tidak berketerampilan

dengan baik.

7. Kemampuan beprestasi atau unjuk hasil belajar

Kemampuan berperstasi atau unjuk hasil belajar

merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini

siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa

menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas

belajar atau mentransfer hasil belajar. Dari pengalaman

sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian

siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan

berprestasi tersebut terpengaruh oleh proses-proses

penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan,

penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan

dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik,

maka siswa dapat berprestasi kurang atau dapat juga

gagal berprestasi (Dimyati, 2009:243).

8. Rasa Percaya Diri Siswa

Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri

bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa

percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari

lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk

prestasi merupakan tahap pembuktian perwujudan diri

yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin

sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin

memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaay

diri semakin kuat, dan begitu pula sebaliknya.

9. Intelegensi dan Keberhasilan Belajar

Menurut Wechler (Dimyati, 2009:245) intelegensi adalah

suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk

dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik,

dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan

tersebut menjadi aktual bila siswa memecahkan masalah

dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.

Menurut Siti Rahayu Haditono (Dimyati, 2009:246), di

Indonesia juga ditemukan banyak siswa memperoleh angka

hasil belajar yang rendah. Hal itu disebabkan oleh

faktor-faktor seperti (i) kurangnya fasilitas belajar

di sekolah dan rumah di berbagai pelosok, (ii) siswa

makin dihadapkan oleh berbagai pilihan dan mereka

merasa ragu dan takut gagal, (iii) kurangnya dorongan

mental dari orang tua karena orang tua tidak memahami

apa yang dipelajari oleh anaknya di sekolah, dan (iv)

keadaan gizi yang rendah, sehingga siswa tidak mampu

belajar yang lebih baik, serta (v) gabungan dari

faktor-faktor tersebut, mempengaruhi berbagai hambatan

belajar.

10. Kebiasaan belajar

Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan

belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tesebut

yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara

lain berupa (i) belajar pada akhir semester, (ii)

belajar tidak teratur, (iii) menyia-nyiakan kesempatan

belajar, (iv) bersekolah hanya untuk bergengsi, (v)

datang terlambat bergaya pemimpin, (vi) bergaya jantan

seperti merokok, sok menggurui teman lain, dan (vii)

bergaya minta “belas kasihan” tanpa belajar (Dimyati,

2009:146).

Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di

sekolah yang ada i kota besar, kota kecil, dan di

pelosok tanah air. Untuk sebagian, kebiasaan belajar

tersebut disebabkan oleh ketidakmengertian siswa pada

arti belajar bagi diri sendiri. Hal ini dapat

diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan

diri.

11. Cita-cita siswa

Dalam rangka tugas perkembangan, pada umumnya setiap

anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita

merupakan motivasi intrinsik. Tetapi adakalanya

“gambaran yang jelas” tentang tokoh teladan bagi siswa

belum ada. Akibatnya, siswa hanya berperilaku ikut-

ikutan. Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu

dididikkan. Didikan memiliki cita-cita harus dimulai

sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan

pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah semakin

terarah. Cita-cita merupakan wujud eksploitasi dan

emansipasi diri siswa. Didikan pemilikan dan pencapaian

cita-cita sebaiknya berpangkal dari kemampuan

berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke yang

semakin sulit (Dimyati, 2009:247).

C. Masalah-Masalah Ekstern Belajar

1. Guru sebagai pembina siswa belajar

Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya

mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya,

tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya.

Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada

kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan

kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut

merupakan wujud emansipasi diri siswa. Sebagai guru

yang pengajar, ia bertugas mengelola kegiatan belajar

siswa di sekolah (Dimyati, 2009:248).

Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang

tumbuh menjadi penyandang profesi guru bidang studi

tertentu. Sebagai seorang pribadi ia juga mengembangkan

diri menjadi pribadi utuh. Sebagai seorang diri yang

mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga menghadapi

masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan hidup

sebagai manusia. Hal-hal yang dipelajari oleh setiap

guru adalah (i) memiliki integritas moral kepribadian,

(ii) memiliki integritas intelektual berorientasi

kebenaran, (iii) memiliki integritas religius dalam

konteks pergaulan dalam masyarakat majemuk, (iv)

mempertinggi mutu keahlian bidang studi sesuai dengan

kemampuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (v)

memahami, menghayati, dan mengamalkan etika profesi

guru, (vi) bergabung dengan asosiasi profesi, serta

(vii) mengakui dan menghormati martabat siswa sebagai

klien guru (Dimyati, 2009:248-249).

Adapun tugas pengelolaan pembelajaran siswa tersebut

meliputi hal-hal berikut: (i) pembangunan hubungan baik

dengan siswa, (ii) menggairahkan minat, perhatian, dan

memperkuat motivasi belajar, (iii) mengorganisasi

belajar, (iv) melaksanakan pendekatan pembelajaran

secara tepat, (v) mengevaluasi hasil belajar secara

jujur dan objektif, serta (vi) melaporkan hasil belajar

siswa kepada orang tua siswa yang berguna bagi

orientasi masa depan siswa (Dimyati, 2009:249).

2. Prasarana dan sarana pembelajaran

Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang

belajar, lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang

kesenian, dan peralatan olah raga. Sarana pembelaajran

meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan

fasilitas laboratorium sekolah, dan berbagai media

pengajaran yang lain. Lengkapnya prasarana dan sarana

pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik.

Hal itu tidak berarti bahwa lengkapnya prasarana dan

sarana menentukan jaminan terselenggaranya proses

belajar yang baik (Dimyati, 2009:249).

Prasarana dan sarana proses belajar adalah barang

mahal. Barang-barang tersebut dibeli dengan uang

pemerintah dan masyarakat. Maksud pembelian tersebut

adalah untuk mempermudah siswa belajar. Dengan

tersedianya prasarana dan sarana belajar berarti

menuntut berikut: (i) Memelihara, mengatur prasarana

untuk menciptakan suasana belajar yang menggembirakan,

(ii) memelihara dan mengatur sarana, (iii)

mengorganisasikan belajar siswa sesuai dengan prasarana

dan sarana secara tepat guna (Dimyati, 2009:250).

3. Kebijakan penilaian

Puncak dari suatu proses belajar adalah hasil belajar

siswa atau unjuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka

dengan unjuk kerja tersebut, proses belajar berhenti

untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Dengan

penilaian yang dimaksud adalah penentuan sampai sesuatu

dipandang berharga, bermutu, atau bernilai (Dimyati,

2009:250). Penilaian ini dapat disebut dengan istilah

ujian semester ataupun ujian tengah semester. Dimana

proses belajar berhenti dan guru menyiapkan berbagai

soal untuk menguji hasil belajar dan pembelajaran yang

terjadi selama ini.

4. Lingkungan sosial siswa di sekolah

Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan

pergaulan yang dikenal sebagai lingkungan sosial siswa.

Dalam lingkungan sosial tersebut ditemukan adanya

kedudukan dan peranan tertentu. Dalam kehidupan

kesiswaan terjadilah hubungan antar siswa. Tiap siswa

dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan,

dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan

tersebut terjadi pergaulan, seperti hubungan sosial

tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan,

seperti hubungan akrab, kerja sama, kerja berkoperasi,

berkompetensi, berkonkurensi, bersaing, konflik, atau

perkelahian (Dimyati, 2009:252).

5. Kurikulum sekolah

Program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada

suatu kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan sekolah

adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh

pemerintah, atau suatu kurikulum yang disahkan oleh

suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah tersebut

berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan

belajar-mengajar, dan evaluasi. Berdasarkan kurikulum

tersebut guru menyusun desain instruksional untuk

membelajarkan siswa. Hal itu berarti bahwa program

pembelajaran di sekolah sesuai dnegan sistem pendidikan

nasional. Akan tetapi, perubahan kurikulum sekolah

menimbulkan masalah. Masalah-masalah itu antara lain,

tujuan yang akan dicapai mungkin berubah, isi

pendidikan berubah, kegiatan belajar-mengajar berubah,

dan evaluasi berubah (Dimyati, 2009:253-254).

D. Cara Menentukan Masalah-Masalah Belajar

1. Pengamatan Perilaku Belajar

Sekolah merupakan pusat pembelajaran. Guru bertindak

menjelaskan, dan siswa bertindak belajar. Tindakan

belajar tersebut dilakukan oleh siswa. Perilaku belajar

merupakan gejala belajar menurut pengamat. Sedangkan

tindak belajar atau proses belajar merupakan gejala

belajar yang dialami dan dihayati oleh siswa. Guru

selaku pembelajar bertindak membelajarkan dengan

mengajar. Guru selaku pengamat, melakukan pengamatan

terhadap perilaku siswa. Dalam pengamatan tersebut guru

juga mewawancarai siswa atau teman belajarnya. Bila

masalah siswa ditemukan, maka sebagai pendidik, guru

berusaha membantu memecahkan masalah belajar (Dimyati,

2009:225).

Peran pengamatan perilaku belajar dilakukan sebagai

berikut (Dimyati, 2009:256):

a. Menyusun rencana pengamatan, seperti tindak belajar

berkelompok atau belajar sendiri, atau yang lain.

b. Memilih siapa yang akan diamati, meliputi beberapa

orang siswa.

c. Menentukan berap lama berlangsungnya pengamatan,

seperti dua, tiga, atau empat bulan.

d. Menentukan hal-hal apa yang akan diamati, seperti

cara siswa membaca, cara menggunakan media belajar,

prosedur, dan cara proses belajar sesuatu.

e. Mencatat hal-hal yang diamati.

f. Menafsirkan hasil pengamatan.

2. Analisis Hasil belajar

Analisis hasil belajar siswa merupakan pekerjaan

khusus. Hal ini pada tempatnya dikuasai dan dikerjakan

oleh guru. Dalam melakukan analisis hasil belajar pada

tempatnya guru melakukan langkah-langkah berikut:

1. Merencanakan analisis sejak awal semester, sejalan

dengan desain instruksional.

2. Merencanakan jenis-jenis pekerjaan siswa yang

dipandang sebagai hasil belajar.

3. Merencanakan jenis-jenis ujian dan alat evaluasi

tersebut

4. Mengumpulkan hasil belajar siswa, baik yang berupa

jawaban ujian tulis, ujian lisan, dan karya tulis

maupun benda.

5. Melakukan analisis secara statistik tentang angka-

angka perolehan ujian dan mengategori karya-karya

yang tidak bisa diangkakan.

6. Mempertimbangkan hasil pengamatan pada kegiatan

belajar, perilaku belajar siswa tersebut

dikategorikan secara ordinal.

7. Mempertimbangkan tingkan kesukaran bahan ajar bagi

kelas, yang dibandingkan dengan program kurikulum

yang berlaku.

8. Memperhatikan kondisi-kondisi ekstern yang

berpengaruh atau diduga ada pengaruhnya dalam

belajar.

9. Guru juga melancarkan suatu angket evaluasi

pembelajaran pada siswa menjelang akhir semester.

3. Tes Hasil Belajar

Jenis tes secara umum adalah tes lisan dan tes tulis.

Tes tulis sendiri dibedakan menjadi dua, yakni tes esai

dan tes objektif. Tes lisan memiliki kelebihan.

Kelebihannya adalah (i) penguji dapat menyelesaikan

bahasa dengan tingkat daya tangkap siswa, (ii) penguji

dapat mengejar tingkat pengusaan siswa tentang pokok

bahasan tertentu, dan (iii) siswa dapat melengkapi

jawaban lebih leluasa. Di samping itu, ada juga

kelemahannya, yakni penguji dapat terjerumus pada kesan

subjektif atas perilaku siswa dan memerlukan waktu yang

lama (Dimyati, 2009:257-258).

Sedangkan kelebihan tes tulis adalah (i) penguji dapat

menguji banyak siswa dalam waktu terbatas, (ii)

objektivitas pengerjaan tes terjamin dan mudah diawasi,

(iii) penguji dapat menyusun soal-soal yang merata pada

tiap pokok bahasan, (iv) penguji dengan mudah dapat

menentukan standar penilaian, dan (v) dalam pengerjaan,

siswa dapat memilih menjawab urutan soal sesuai

kemampuannya. Namun, kelemahannya adalah penguji tidak

sempat memperoleh penjelasan tentang jawaban siswa,

rumusan pertanyaan yang tak jelas menyulitkan siswa,

dan dalam peemriksaan dapat terjadi subjektivitas

penguji (Dimyati, 2009:258).

Tes esai sebagai bagian dari tes tertulis juga memiliki

kelebihan, diantaranya penguji dapat menilai kemampuan

siswa bernalar, bila cara memberi angka ada kriteria

jelas maka dapat menghasilkan data objektif. sedangkan

kelemahannya adalah jumlah soal sangat terbatas dan

kemungkinan siswa berspekulasi dalam belajar. Di

samping itu, objektivitas pengerjaan dan pembinaan

sukar dilakukan.

Terakhir adalah tes objektif. kelebihan dari tes ini

meliputi (i) penguji dapat membuat soal yang banyak dan

meliputi semua pokok bahasan, (ii) pemeriksaan dapat

dilakukan secara objektif dan cepat, (iii) siswa tak

dapat berspekulasi dalam belajar, dan (iv) siswa yang

tak pandai menjelaskan dengan bahawa yang baik tidak

terhambat. Sepeti jenis tes lainnya, tes ini juga

mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah kemampuan

siswa bernalar tidak tertangkap, penyusunan tes memakan

waktu lama, memakan dana besar, siswa yang pandai

menerka jawaban dapat keuntungan dan pengarsipan soal

sukar dan memungkinkan kebocoran (Dimyati, 2009:258).

E. Mengenal dan Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa

Setiap guru adalah sebagai pengajar sekaligus berperan

sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar.

Abdillah (Aunurrahma, 2012:196), mengemukakan bahwa

sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar, seorang

guru diharapkan mampu:

1. Memberikan informasi yang diperlukan dalam proses

belajar.

2. Membantu setiap siswa dalam mengatasi setiap masalah

pribadi yang dihadapinya.

3. Mengevaluasi hasil setiap langka kegiatan yang telah

dilakukannya.

4. Memberikan setiap kesempatan yang memadai agar setiap

murid dapat belajar sesuai dengan karakteristik

pribadinya.

5. Mengenal dan memahami setiap murid baik secara

individual maupun secara kelompok.

Agar bimbingan belajar dapat lebih terarah dalam upaya

membantu siswa dalam mengatasi keulitan belajar, maka

perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Identifikasi

Identifikasi adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk

menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar, yaitu

mencari informasi tentang siswa dengan melakukan

kegiatan berikut:

1. Data dokumen hasil belajar siswa, misalnya rapor

siswa.

2. Menganalisis absensi siswa di dalam kelas.

3. Mengadakan wawancara dengan siswa, seperti

mengajukan beberapa pertanyaan terkait masalah

belajar siswa pada saat jam istirahat.

4. Menyebar angket untuk memperoleh data tentang

permasalahan belajar.

5. Tes untuk memperoleh data tentang kesulitan belajar

atau permasalahan yang sedang dihadapi (Aunurrahman,

2012:197)

b. Diagnosis

Diagnosis adalah keputusan atau penentuan mengenai

hasil dari pengolahan data tentang siswa yang mengalami

kesulitan belajar dan jenis kesulitan yang dialami

siswa. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal berikut:

1. Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar siswa.

2. Keputusan mengenai faktor-faktor yang menjadi sumber

sebab-sebab kesulitan belajar.

3. Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa yang

mengalami kesulitan belajar (Aunurrahman, 2012:197).

Kegiatan diagnosis dapat dilakukan dengan cara:

1. Membandingkan nilai prestasi individu untuk setiap

mata pelajaran dengan rata-rata nilai seluruh

individu.

2. Membandingkan prestasi dengan potensi yang dimiliki

oleh siswa tersebut.

3. Membandingkan nilai yang diperoleh dengan batas

minimal tujuan yang diharapkan(Aunurrahman,

2012:198).

c. Prognosis

Prognosis merujuk pada aktivitas penyusunan rencana

atau program yang diharapkan dapat membantu mengatasi

masalah kesulitan belajar siswa. Prognosis ini dapat

berupa (Ainurrahman, 2012:198):

1. Bentuk treatmen yang harus diberikan.

2. Bahan atau materi yang diperlukan.

3. Metode yang akan digunakan.

4. Alat bantu belajar mengajar yang diperlukan.

5. Waktu kegiatan dilaksanakan.

d. Terapi atau Pemberian Bantuan

Terapi adalah pemberian bentuan kepada anak yang

mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang

telah disusun pada tahap prognosis. Bentuk terapi yang

diberikan antara lain melalui:

1. Bimbingan belajar kelompok

2. Bimbingan belajar individual

3. Pengajaran remedial

4. Pemberian bimbingan pribadi

5. Alih tangan kasus.

e. Tindak Lanjut atau Follow Up

Tindak lanjut atau follow up adalah usaha untuk

mengetahui keberhasilan bantuan yang telah diberikan

kepada siswa dan tindak lanjutnya yang didasari hasil

evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan dalam upaya

pemberian bimbingan.

Rangkuman

Dalam proses belajar dan pembelajaran, pasti akan muncul

permasalahan-permasalahan. Masalah-masalah belajar tersebut

adalah masalah-masalah belajar intern dan masalah-masalah

belajar ekstern. Masalah-masalah intern tersebut meliputi: (1)

Sikap terhadap belajar, (2) motivasi belajar, (3) konsentrasi

belajar, (4) mengolah bahan belajar, (5) menyimpan perolehan

hasil belajar, (6) menggali hasil belajar yang tersimpan, (7)

kemampuan berprestasi atau unjuk kerja hasil belajar, (8) rasa

percaya diri siswa, (9) intelegensi dan keberhasilan belajar,

(10) kebiasaan belajar, dan (11) cita-cita siswa. Sedangkan

masalah-masalah ekstern dalam belajar, diantaranya: guru

sebagai pembina siswa belajar, prasarana dan sarana

pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial siswa di

sekolah, serta kurikulum sekolah.

Untuk memecahkan masalah-masalah belajar tersebut, baik

masalah intern dan ekstern, perlu adanya pengamatan terlebih

dahulu untuk menentukan masalah-masalah belajar. Langkah-

langkah yang perlu dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut:

pengamatan perilaku belajar, analisis hasil belajar, dan tes

hasil belajar.

Setiap guru adalah sebagai pengajar sekaligus berperan sebagai

pembimbing dalam proses belajar mengajar. Abdillah

(Aunurrahma, 2012:196), mengemukakan bahwa sebagai pembimbing

dalam proses belajar mengajar, seorang guru diharapkan mampu:

1. Memberikan informasi yang diperlukan dalam proses

belajar.

2. Membantu setiap siswa dalam mengatasi setiap masalah

pribadi yang dihadapinya.

3. Mengevaluasi hasil setiap langka kegiatan yang telah

dilakukannya.

4. Memberikan setiap kesempatan yang memadai agar setiap

murid dapat belajar sesuai dengan karakteristik

pribadinya.

5. Mengenal dan memahami setiap murid baik secara

individual maupun secara kelompok.

Agar bimbingan belajar dapat lebih terarah dalam upaya

membantu siswa dalam mengatasi keulitan belajar, maka perlu

diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut: identifikasi,

diagnosis, prognosis, terapi atau pemberian bantuan, dan

tindak lanjut atau follow up.

Soal:

1. Dalam pembelajaran, muncul masalah-masalah belajar yang

ada dalam diri siswa. Sebutkan dan jelaskan!

2. Bagaimana sikap guru yang baik, apabila ada siswa yang

sering bolos dan tingkat prestasinya di bawah rata-rata

teman yang lain?

3. Langkah bijak apa yang harus dilakukan seorang guru

terhadap siswa yang belum layak untuk naik kelas, akan

tetapi siswa tersebut telah mempunyai catatan tidak naik

kelas sebelumnya dan telah menunjukkan perubahan perilaku

yang lebih baik?

4. Jelaskan beserta contohnya jenis-jenis tes dalam

mengevaluasi hasil belajar!

5. Jelaskan cita-cita siswa sebagai masalah belajar dalam

proses pembelajaran!

6. Bagaimana cara untuk menumbuhkan sikap jujur dan percaya

diri dalam diri siswa?

7. Intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman

kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir

secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara

efisien. Bagaimana menghadapi siswa yang mempunyai

intelegensi yang mumpuni namun tidak dapat bergaul dengan

baik dengan teman sejawatnya? Sebagai guru yang mengajar,

apa yang seharusnya dilakukan? Jelaskan!

8. Jelaskan peranan pengamatan perilaku belajar!

9. Sebutkan masalah-masalah pembelajaran yang paling sering

dialami seorang guru! Jelaskan!

10. Bagaimana cara menumbuhkan pemikiran nalar siswa?

Sumber:

Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung:

ALFABETA.

Dimyati, dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran.

Jakarta: Rineka Cipta.