MAKALAH KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERGAULAN BEBAS DENGAN MASALAH HIV/AIDS PRODI S1 KEPERAWATAN STIKES...
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of MAKALAH KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERGAULAN BEBAS DENGAN MASALAH HIV/AIDS PRODI S1 KEPERAWATAN STIKES...
MAKALAH KESEHATAN REPRODUKSI
DAN PERGAULAN BEBAS DENGAN MASALAH HIV/AIDS
Disusun oleh:
KELAS 3A
1. Retno Dasih 05201211013
2. Sri Wahyuni L.S 05201211024
3. Desti Ayu N.A 05201211029
4. Gendewa Goa Wijaya 05201211037
5. Roby Yanuar J 05201211047
PRODI S1 KEPERAWATANi
STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
2014-2015
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas berkah dan ridha-Nya sehingga Makalah “HIV/AIDS”
ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Bahan Makalah ini
terlahir sebagai wacana berpikir dalam menyikapi proses
pembelajaran mahasiswa keperawatan.
Bahan Makalah ini merupakan Media untuk membantu
mahasiswa untuk nantinya memahami “HIV/AIDS” yang kelak mereka
bukan hanya terampil dalam memberikan Asuhan tetapi juga
tanggap dalam mengamati fenomena/perkembangan klien Asuhannya.
Sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan,penyusun
menyadari sepenuhnya bahwa Makalah ini masih sedarhana dan
jauh dari wujud kesempurnaan, maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu ,penyusun
mengucapkan terima kasih. Semoga bahan Makalah kami ini dapat
bermanfaat. Amin
Wabillahi Taufik Walhidayah.
ii
Mojokerto, 04 Desember 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................... ii
DAFTAR ISI.............................................. iii
BAB I PENDAHULUAN....................................... 1
Latar Belakang.......................................... 1
Rumusan Masalah......................................... 1
Tujuan.................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN....................................... 3
Definisi HIV/AIDS....................................... 3
iii
Epidemiologi HIV/AIDS di Mojokerto...................... 4
Etiologi HIV/AIDS....................................... 5
Perjalanan Infeksi HIV/AIDS............................. 6
Penularan HIV/AIDS...................................... 8
Orang yang berisiko terserang HIV/AIDS.................. 10
Tanda dan Gejala HIV/AIDS............................... 10
Pemeriksaan Diagnostik.................................. 12
Penetalaksanaan Medis................................... 13
Pencegahan.............................................. 15
DAFTAR PUSTAKA.......................................... 18
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
HIV merupakan Human Immunodeficiency Virus adalah
virus penyebab AIDS. Virus ini menyerang dan
menghancurkan sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh
tidak mampu melindungi diri dari penyakit lain. Sedangkan
AIDS adalah Acquired Immune Deficiency Syndrome merupakan
kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh HIV.
Perkembangan penyakit HIV-AIDS terus menunjukkan
peningkatan, meskipun berbagai upaya pencegahan dan
penanggulangan terus dilakukan.
HIV AIDS merupakan penyakit yang termasuk dalam
kategori “New Emerging Disease”. Perkembangan penyakit
HIV/ AIDS sampai saat ini terus menunjukkan peningkatan
yang signifikan. Sehingga HIV dan AIDS menjadi masalah
darurat global. Hal ini antara lain disebabkan makin
tingginya mobilitas penduduk antar wilayah, menyebarnya
sentra pembangunan ekonomi, meningkatnya perilaku seksual
yang tidak aman, serta meningkatnya penyalahgunaan NAPZA
melalui jarum suntik tidak steril di sub-populasi
pengguna napza suntik (penasun), sementara penularan
melalui hubungan seksual berisiko tetap berlangsung.
Perkembangan penyakit HIV/AIDS di wilayah Kota Mojokerto
berjalan seiring dengan peningkatan mobilitas penduduk
dan ditunjang dengan wilayah Kota Mojokerto sebagai kota
1
”Hinterland” atau penyangga ibukota Propinsi Jawa Timur,
yaitu Kota Surabaya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi HIV/AIDS ?
2. Bagaimana epidemiologi HIV/AIDS di Mojokerto ?
3. Apa penyebab HIV/AIDS ?
4. Bagaimana perjalanan Infeksi HIV/AIDS ?
5. Bagaimana penularan HIV/AIDS ?
6. Orang yang berisiko terserang HIV/AIDS ?
7. Apa Tanda dan Gejala HIV/AIDS ?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik HIV/AIDS ?
9. Bagaimana penetalaksanaan medis HIV/AIDS ?
10. Bagaimana pencegahan HIV/AIDS ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi HIV/AIDS
2. Mengetahui epidemiologi HIV/AIDS di Mojokerto
3. Mengetahui penyebab HIV/AIDS
4. Mengetahui perjalanan Infeksi HIV/AIDS
5. Mengetahui penularan HIV/AIDS
6. Mengetahui Orang yang berisiko terserang HIV/AIDS
7. Mengetahui Tanda dan Gejala HIV/AIDS
8. Mengetahui pemeriksaan diagnostik HIV/AIDS
9. Mengetahui penetalaksanaan medis HIV/AIDS
10. Mengetahui pencegahan HIV/AIDS
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi HIV/AIDS
Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus
yang termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki
kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA penjamu untuk
membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi
yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi
dalam proses yang panjang (klinik laten), dan utamanya
penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan
3
beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal
ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit
untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus
tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua
grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa
menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang paling banyak
ditemukan di seluruh dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan di
Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam
golongan lentivirus atau retroviridae. Genom virus ini
adalah RNA, yang mereplikasi dengan menggunakan enzim
reverse transcriptase untuk menginfeksi sel mamalia (Finch,
Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ).
AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) gambaran
berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan
menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi
virus HIV (Brooks, 2009). Virus HIV ini akan menyerang
sel-sel sistem imun manusia, yaitu sel T dan sel CD4 yang
berperan dalam melawan infeksi dan penyakit dalam tubuh
manusia. Virus HIV akan menginvasi sel-sel ini, dan
menggunakan mereka untuk mereplikasi lalu
menghancurkannya. Sehingga pada suatu tahap, tubuh
manusia tidak dapat lagi mengatasi infeksi akibat
berkurangnya sel CD4 dan rentan terhadap berbagai jenis
penyakit lain. Seseorang didiagnosa mengalami AIDS
apabila sistem pertahanan tubuh terlalu lemah untuk
4
melawan infeksi, di mana infeksi HIV pada tahap lanjut
(AVERT, 2011).
Jadi AIDS (Acquired Immunodeficiency Svndrome atau Acquired
Immune Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan
tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Sedangkan HIV
(Human Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang menurunkan
kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus
ini akan menjadi rentang terhadap sembarang infeksi
ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang
telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus.
namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan
melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam
(membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh
yang mengandung HIV, seperti darah air mani, cairan
vagina, cairan preseininal, dan air susu ibu. Penularan
dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal,
ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama keharnilan,
bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya
dengan cairan-cairan tersebut.
2.2 Epidemiologi HIV/AIDS di Mojokerto
Jumlah penderita HIV(+) di Kota Mojokerto dari tahun
2003 hingga tahun 2010 berturut-turut sebanyak 6 Orang
(2003); 7 orang (2004); 15 orang (2005); 2 orang (2006);
43 orang (2007); 56 orang (2008); 55 orang (2009) dan
5
sampai dengan tahun 2010 sebanyak 43 orang. Adapun jumlah
kumulatif penderita sampai dengan tahun 2010 berjumlah
227 orang.
Jumlah Kumulatif Penderita HIV/AIDS di Kota Mojokerto
Tahun 2003 – 2010
Sumber: Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, 2010
Sedangkan Kasus penderita HIV-AIDS yang ada di
Kabupaten Mojokerto tahun 2009 – 2013, dapat dilihat dari
diagram dibawah ini :
Penderita HIV/AIDS di Kabupaten Mojokerto Tahun 2009
– 2013
6
Jumlah kasus HIV/AIDS tahun 2013 sudah dapat dilihat
secara terpisah, yaitu kasus HIV sebanyak 88 jiwa dan
AIDS sebanyak 39 jiwa. Dimana kasus HIV laki-laki
sebanyak 45 jiwa dan perempuan sebanyak 43 jiwa. Kasus
AIDS laki-laki sebanyak 24 jiwa dan perempuan sebanyak 15
jiwa. Jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 15 jiwa pada
tahun 2013.
Terjadi peningkatan kasus dari tahun 2012 ke tahun
2013, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar kasus HIV-
AIDS, selain itu pesatnya jumlah kasus juga didasarkan
dengan adanya mobil layanan keliling untuk tes darah
secara sukarela, sehingga penemuan penderita HIV cepat
terdeteksi. Untuk penanganan kasus HIV/AIDS bekerjasama
dengan klinik VCT RSUD Prof. Dr. Soekandar Mojosari dan
UPIPI RS Dr. Soetomo Surabaya.
Hasil skrining yang dilakukan di unit transfusi
darah PMI Kabupaten Mojokerto selama tahun 2013
menunjukkan jumlah pendonor sebesar 15.878 diantaranya
9.853 laki-laki dan 6.025 perempuan, dan sampel darah
yang diperiksa 100%.
Kasus kematian pada pasien HIV terus meningkat,
namun diharapkan dengan pemberian anti retrovirus,
kematian pasien HIV dapat ditekan dan diharapkan usia
hidup serta kualitas hidup akan meningkat.
2.3 Etiologi HIV/AIDS
7
AIDS disebabkan oleh virus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) yang berupa agen viral yang
dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan
punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.
Diketahui terdapat dua jenis virus HIV-1 dan HIV-2.
Sering ditemukan di Amerika Serikat. Sedankan HIV-2
ditemukan terutama di Afrika Barat. HIV-1 pertama kali di
identifikasi pada awal 1980-an. Virus ini adalah suatu
retrovirus yang berarti bahwa ia terdiri dari untai
tunggal RNA virus yang masuk dalam anti sel pejamu dan
ditranskripsikan ke dalam DNA pejamu. Transipsi virus
kedalam DNA pejamu mulai langsung berkerja suatu enzim
spesifik yang disebut reserve transciptase yang dibawa
oleh virus kedalam sel setelah menjadi bagian dari DNA
pejamu, virus beraplikasi dan bermutasi selama beberapa
lahun dan, secara perlahan tetapi tetap menghasilkan
sistem imun.
2.4 Perjalanan Infeksi HIV
Seseorang yang terjangkit HIV dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimtomatik) selama bertahun-
tahun. Selama ini jumlah sel T4 dapat berkurang dari
sekitar 1000 sel per ml darah sebelum infeksi menjadi
sekitar 200 sampai 300 per darah 2-10 tahun setelah
infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar gejala infeksi
misalnya infeksi jamur oportunistik atau timbulnya herpes
zoster (cacar ular), muncul jumlah T4 kemudian menurun
8
karena timbulnya penyakit baru akan nrenyebabkan virus
berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah.
Seseorang didiognosis mengidap AIDS apabila dihitung sel
T4 jatuh dibawah 200 sel per ml, atau apabila terjadi
infeksi oportunistik, kanker atau demensis AIDS.
Inefksi virus 2-3 minggu sindrom retroviral akut 2-3 minggu
gejala menghilang + seroconversi infeksi kronis HIV –
asintomatik rata-rata 8 tahun (dinegara berkembang lebih pendek) Infeksi HIV /
AIDS sintomatik rata-rata 1,3 tahun kematian.
Pejalanan penyakit infeksi HIV tanpa terapi antri retrovikal
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV
disebut sindrom retroviral atau acute retroviral
syndrome. Syndrome retroviral akut diikuti oleh penurunan
CD4 (dalam gambar tampak seabagao garis yang ditandai
dengan
kotak
hitam)
dan
9
peningkatan kadar RNA-HIV dalam plasma (viral load =
dalam gambar tampak sebagai garis yang ditandai dengan
segitiga hitam). Hitung CD4 secara perlahan akan menurun
dalam waktu beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang
lebih cepat pada 1,5 – 2,5 tahun sebelum pasien jatuh
dalam keadaan AIDS. Viral load akan meningkat dengan
cepat pada awal infeksi dan kemudian turun sampai suatu
titik tertentu. Dengan berlajutnya infeksi, viral load
secara perlahan meningkat. Pada fase akhir penyakit akan
ditemukan hitung sel CD4 < 200 / mm3 , diikuti timbulnya
infeksi opportunistic, munculnya kanker tertentu, berat
badan menurun secara drastic dan munculnya komplikasi
neurologist.Pada pasien tanpa pengobatan ARF rata-rata
kemampuan bertahan setelah CD4 turun < 200 /mm3 adalah 3,7
tahun
Secara klinis gambaran yang terliaht terbagi dalam 4
tahap urutan, dan ini sejalan dengan perubahan fungsi
imunitas dan aktivitas virus di dalam tubuh orang yang
terinfeksi. Keempat urutan tahap yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
1. Tahap infeksi primer (primeri infection)
Terjadi setelah beberapa minggu dari saat infeksi,
dan ditandai dengan gejala demam, rasa sakit pada
tenggorokan, sakit kepala, fotofobia, rasa lemas dan
lesu, pembesaran kelenjar limfe, dan bercak makulopapular
pada kulit. Berlangsung sekitar 1-2 minggu, dan terlihat
10
pada sekitar 70% pengidap. Anti bodi tes negative,
periode ini disebut dengan periode window periode.
2. Tahap infeksi dini (early infection)
Tahap ini merupakan masa laten dari virus dan
lamanya berlangsung beberapa tahun sampai 5/10 tahun.
Pada tahap ini pengidap pada umumnya tanpa gejala,
kecuali bebrapa dengan pembesaran kelenjar limfe secara
umum. Pada tahap ini julah sel limfosit –T relative masih
stabil dan antigen-HIV tidak dapat dikesan dalam serum
darah pengidap. Keadaan ini menggambarkan bahwa derajat
aktivitas virus HIV rendah. Pada periode ini ada yang
menyebut dengan tahap seroconvertion.
3. Tahap simtomatik
Tahap ini ditandai dengan munculnya kembali antigen-
HIV dan turunya limfosit-T. Dengan turunya jumlah sel
limfosit T4, maka derajat kompetensi imunitas tubuh
menjadi turun dan pengidap menjadi sangat rentan terhadap
berbagai serangan infeksi yang ringan sekalipun. Infeksi
yang terjadi biasanya multiple dan rekulen (berulang-
ulang) serta resisten (rentan) terhadap obat yang biasa
digunakan. Gangguan muko-kutan (selaput lendir kulit)
seperti kandidiasis di mulut, folikulitis, dan dermatitis
seboroik.
4. Tahap AIDS
11
Tahap ini ditandai dengan timbulnya infeksi
oportunistik dan neoplasma, dan penderita dalam sakit
berat dengan angka kematianya yang tinggi. Tahap inilah
yang disebut sakit AIDS, yang berdasarkan pemeriksaan
imunologis/laboratories terlihat jelas turunya jumlah sel
limfosit T4 yang bermakna.
2.5 Penularan HIV
HIV ditularkan dari orang ke orang melalui
pertukaran cairan tubuh, termasuk darah, semen cairan,
vagina dan air susu. Urin dan isi saluran cerna tidak
dianggap sebagai sumber penularan kecuali apabila jelas
tampak mengandung darah. Air mata, air Iiur, dan
keringat mungkin mengandung virus tetapi jumlahnya
diperkirakan terlalu rendah untuk menimbulkan infeksi.
Beberapa kegiatan yang dapat menularkan HIV yaitu :
1. Hubungan seksual yang tidak aman (tidak menggunakan
kondom ) dengan orang yang telah terinfeksi HIV
2. Penggunaan jarum suntik, tindik, tato yang dapat
menimbulkan luka dan tidak disterilkan, dipergunakan
secara bersama-sama dan sebelumnya telah digunakan
oleh orang yang terinfeksi HIV
3. Melalui transfusi darah yang terinfeksi HIV
4. Ibu hamil yang terinfeksi HIV pada anak yang
dikandungnya pada saat :
a. Antenatal yaitu saat bayi masih berada dalam
rahim, melalui plasenta
12
b. Intranatal yaitu saat prosses persalinan, bayi
terpapar darah ibu atau cairan vagina.
c. Post-natal yaitu setelah proses persalinan
melalui air susu ibu
Kenyataanya 25-35% dari semua bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang sudah terinfeksi dinegara berkembang
tertular HIV, dan 90% bayi dan anak yang tertular HIV
tertular dari ibunya.
Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana
HIV tidak dapat ditularkan antara lain:
5. Kontak fisik
Orang yang berada dalam satu rumah dengan
penderita HIV/AIDS (ODHA yaitu pengidap HIV atau
AIDS. OHIDA (Orang hidup dengan HIV atau AIDS) yakni
keluarga (anak, istri, suami, ayah, ibu) atau teman-
teman pengidap HIV atau AIDS), bernapas dengan udara
yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan
dengan pasien tidak akan tertular. Bersalaman,
berpelukan maupun mencium pipi, tangan dan kening
penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang
tertular.
Dari keringat, ludah, air mata, pakaian,
telepon, kursi toilet atau melalui hal-hal sehari-
hari seperti berbagi makanan, tidak akan menyebabkan
seseorang tertular.
6. Memakai milik penderita
13
Menggunakan tempat duduk toilet, handuk,
peralatan makan maupun peralatan kerja penderita
HIV/AIDS tidak akan menular.
7. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
8. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat
tertular HIV.
Lebih dari 80% infeksi HlV diderita oleh kelompok
usia produktif terutama laki-laki, tetapi, proporsi
penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada
bayi dan anak, 90 % terjadi dari ibu pengidap HIV. Hingga
beberapa tahun, seorang pengidap HIV tidak menunjukkan
gejala-gejala HIV, namun demikian orang tersebut dapat
menularkan kepada orang lain. Setelah itu berkembang dan
menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala.
Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya
tahan tubuh masing-masing orang, rata-rata 5-10 tahun.
Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala,
walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin
menururn. Semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak
sistem kekebalan tubuh.
Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam
keadaan parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan
mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.
2.6 Orang Yang Beresiko Terjangkit HIV
HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada
kelompok rawan mempunyai risiko besar tertular HIV
penyebab AIDS, yaitu :
14
1. Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti
pasangan tanpa menggunakan kondom
2. Pengguna narkoba suntik yang menggunakan jarum
suntik secara bersama-sama
3. Pasangan seksual pengguna narkoba suntik
4. Bayi yang ibunya positif HIV
Orang-orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV
adalah mereka yang bertukar darah dengan orang
terinfeksi. Hal ini berarti setiap orang yang terpajan
darah yang tercemar melalui transfuse atau jarum suntik
yang terkontaminasi. Pajanan ke jarum suntik yang
tercemar dapat terjadi secara tidak sengaja di
difasilitas pelayanan kesehatan atau melalui tukar
menukar jarum selama pemakaian obat intravenal (IV).
Resiko terinfeksi setelah tertusuk jarum terinfeksi
secara tidak sengaja adalah sangat rendah (<1%). Walaupun
resiko terinfeksi dari transfusi darah tercemar sangat
tinggi (hampir 100%).
HIV dapat dicegah dengan memutus rantai penularan,
yaitu ; menggunakan kondom pada setiap hubungan seks
berisiko, tidak menggunakan jarum suntik secara bersam-
sama, dan sedapat mungkin tidak mernberi ASI pada anak
bila ibu positif HIV. Sampai saat ini belum ada obat yang
dapat mengobati AIDS, tetapi yang ada adalah obat untuk
menekan perkembangan virus HIV sehingga kualitas hidup
ODHA tersebut meningkat. Obat ini harus diminum sepanjang
hidup.
15
2.7 Tanda dan Gejala HIV/AIDS
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala
klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum
terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
1. Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes
zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h. Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research
(MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas
beberapa fase.
1) Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan
gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-kadang
16
ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit
kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan
kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai
gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan
virus kepada orang lain.
2) Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi
selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi seiring
dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun
tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan
gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah
bening (sering merupakan gejala yang khas), diare,
berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan
pendek.
3) Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi
sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi
tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut
AIDS dan bisa terjadi gejala minor. Berikut gejala –
gejala yang timbul pada fase AIDS :
1. Terjadi infeksi saluran nafas, oleh organisme
oportunistik pneumoctis carinii. Dapat timbul
tubercolosa yang resisten bermacam-macam obat
karena pasien AIDS tidak mampu melakukan
respon imun yang efektif untuk melawan
bakteri, walupun dibantu melakukan anti
biotik.
17
2. Gejala susunan saraf pusat adalah
defekmototri kejang perubahan kepribadian dan
demensia pasien akan menjadi buta dan
akhirnya menjadi buta. Banyak dari gejala
tersebut karena, infeksi bakteri dan firus
opertunistik pada SSP yang menyebabkan
peradangan otak, HIV juga dapat secara
langsung merusak sel-sel otak.
3. Diare dan berkurangnya lemak tubuh sering
terjadi pada apasien AIDS. Diare terjadi
akibat infeksi virus dan protozoa. Infeksi
jamur dan hipotagus menyebabkan nyeri hebat
sewaktu menelan dan mengunyah dan ikut
berperan menyebabkan berkurangnya lemak dan
gangguan pertumbuhan.
4. Berbagai kanker muncul pada pasien AIDS
akibat tidak adanya respon imun seslular
terhadap ses-sel neuplstik yang terjadi pada
pasien AIDS kanker yang sebenarnya Jarang
dijumpai. Sakroma Kaposi. Sakroma Kaposi
adalah kanker sisten vaskuler yang ditandai
oleh resi-resi berwarna merah.
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu
lebih baik. Pasien dapat tetap sehat lebih lama dengan
pengobatan awal dan dapat melindungi orang lain dengan
mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan
18
virus dan protein yang menghasilkan sistem kekebalan
tubuh untuk melawan virus. Protein ini yang dikenal
sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi sampai
sekitar 3-6 minggu setelah infeksi awal. Maka jika
melakukan tes 3 hingga 6 minggu selepas paparan akan
memberi hasil tes yang negatif (Swierzewski, 2010).
Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA
(enzyme-linked immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang
paling umum dilakukan untuk menentukan apakah seseorang
terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi HIV kronis,
tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah
infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama beberapa
minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada
waktu jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi
dalam menularkan infeksi. Jika hasil tes positif, akan
dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi. Tes Western blot
adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di mana
protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis,
dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi
dengan serum pasien. Jika terdapat antibodi, maka ia akan
berikatan dengan protein virus terutama dengan protein
gp41 dan p24. Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel
secara enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi warna
mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum pasien yang
telah terinfeksi (Shaw dan Mahoney, 2003) Tes OraQuick
adalah tes lain yang menggunakan sampel darah untuk
mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh
19
dalam masa 20 menit. Hasil tes positif harus dikonfirmasi
dengan tes Western blot (MacCann, 2008).
Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi
terhadap virus, manakala polymerase chain reaction (PCR)
mendeteksi virus HIV. Tes ini dapat mendeteksi HIV bahkan
pada orang yang saat ini tidak memproduksi antibodi
terhadap virus. Secara khusus, PCR mendeteksi “proviral
DNA”. HIV terdiri dari bahan genetik yang dikenal RNA.
Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR
digunakan untuk konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan
Western blot negatif; dalam beberapa minggu pertama setelah
infeksi, sebelum antibodi dapat dideteksi; jika hasil
Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana
antibodi ibunya merumitkan tes lain (Swierzewski, 2010).
2.9 Penatalaksanaan Medis
Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu
pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang
hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang
kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV
biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel
CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau
lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi
dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini
adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif
(HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat
mengunakan :
20
1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors
(NRTI'), mentargetkan pencegahan protein reverse
transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari
viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC
& 3TC).
2. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors
(NNRTI's) memperlambat reproduksi dari HIV dengan
bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim
viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial
untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam
sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine,
delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein
protease HIV dan menahannya sehingga suatu virus
baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan
dilepaskan.
Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT):
seorang wanita yang mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV
kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa
menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi
pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita
yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%.
Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi
penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut
adalah :
1.Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu
rangkaian panjang dari 14–28 minggu selama masa
kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini 21
menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu
rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat
sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu
rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan
sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki
pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi
dengan Lamivudine (3TC)
2.Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu
dalam masa persalinan dan satu dosis tunggal kepada
bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis
tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%.
Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa
satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba,
sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis
dalam 3 hari.
Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah
program dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsi
beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari,
untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV
sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun
terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan
pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus
dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan.
Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk
memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan,
keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan
hubungan seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV.
Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT
22
dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah
memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai
bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan
pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV,
pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam,
sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih
awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun
akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan
proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana
hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan
efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual
yang tidak aman.
Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu
yang tidak terinfeksi untuk mencegah baik infeksi maupun
penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan pemberian
vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi
HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun
anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi
virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin
sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada
semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara
sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer
(Brooks, 2005).
Pengendalian Infeksi Opurtunistik yang bertujuan
menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi
bakteri dan komplikasi penyebab sepsis. 23
2.10 Pencegahan
Menurut The National Women’s Health Information
Center (2009), tiga cara untuk pencegahan HIV/AIDS secara
seksual adalah abstinence (A), artinya tidak melakukan
hubungan seks, be faithful (B), artinya dalam hubungan
seksual setia pada satu pasang yang juga setia padanya,
penggunaan kondom (C) pada setiap melakukan hubungan
seks. Ketiga cara tersebut sering disingkat dengan ABC.
Terdapat cara-cara yang efektif untuk motivasikan
masyarakat dalam mengamalkan hubungan seks aman termasuk
pemasaran sosial, pendidikan dan konseling kelompok
kecil. Pendidikan seks untuk remaja dapat mengajarkan
mereka tentang hubungan seksual yang aman, dan seks aman.
Pemakaian kondom yang konsisten dan betul dapat mencegah
transmisi HIV (UNAIDS, 2000).
Bagi pengguna narkoba harus mengambil langkah-
langkah tertentu untuk mengurangi risiko tertular HIV,
yaitu beralih dari NAPZA yang harus disuntikkan ke yang
dapat diminum secara oral, jangan gunakan atau secara
bergantian menggunakan semprit, air atau alat untuk
menyiapkan NAPZA, selalu gunakan jarum suntik atau
semprit baru yang sekali pakai atau jarum yang secara
tepat disterilkan sebelum digunakan kembali, ketika
mempersiapkan NAPZA, gunakan air yang steril atau air
bersih dan gunakan kapas pembersih beralkohol untuk
bersihkan tempat suntik sebelum disuntik (Watters dan
Guydish, 1994).
24
Bagi seorang ibu yang terinfeksi HIV bisa menularkan
virus tersebut kepada bayinya ketika masih dalam
kandungan, melahirkan atau menyusui. Seorang ibu dapat
mengambil pengobatan antiviral ketika trimester III yang
dapat menghambat transmisi virus dari ibu ke bayi.
Seterusnya ketika melahirkan, obat antiviral diberi
kepada ibu dan anak untuk mengurangkan risiko transmisi
HIV yang bisa berlaku ketika proses partus. Selain itu,
seorang ibu dengan HIV akan direkomendasikan untuk
memberi susu formula karena virus ini dapat ditransmisi
melalui ASI ( The Nemours Foundation, 1995).
Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti
Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) yang
meliputi, cara penanganan dan pembuangan barang-barang
tajam , mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah dilakukannya semua prosedur, menggunakan alat
pelindung seperti sarung tangan, celemek, jubah, masker
dan kacamata pelindung (goggles) saat harus bersentuhan
langsung dengan darah dan cairan tubuh lainnya, melakukan
desinfeksi instrumen kerja dan peralatan yang
terkontaminasi dan penanganan seprei kotor/bernoda secara
tepat.Selain itu, darah dan cairan tubuh lain dari semua
orang harus dianggap telah terinfeksi dengan HIV, tanpa
memandang apakah status orang tersebut baru diduga atau
sudah diketahui status HIV-nya (Komisi Penanggulangan
AIDS, 2010-2011).
25
DAFTAR PUSTAKA
Davey, Patrick.2006.At Glance Medicine.Jakarta:ERLANGGA
Mansjoer, Arif dkk, 2000: Kapita Selekta Kedokteran edisiketiga jilid 1,
Jakarta: Media Aesculapius
Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS
http://dinkes.mojokertokab.go.id
http://mojokertokota.go.id/picture/data dinkes 2010 HIV.pdf
http://netsains.com/2008/02/lebih-jauh-dengan-hivaids-danpenanggulangannya/
http://indocropcircles.wordpress.com/2013/12/01/angka-
penderita-aids-di-indonesia-terus-naik/
27