MANAJEMEN REPRODUKSI BABI

43
TUGAS MANAJEMEN DAN PENYAKIT BABI MANAJEMEN REPRODUKSI BABI Oleh: Agatha Serena L. Tobing NIM: 1209005066 RA. C. Noorputri NIM: 1209005067 Saruedi Simamora NIM: 1209005068 Bianca Violanda Junus NIM: 1209005069 I Made Wira Diana Putra NIM: 1209005085

Transcript of MANAJEMEN REPRODUKSI BABI

TUGAS MANAJEMEN DAN PENYAKIT BABI

MANAJEMEN REPRODUKSI BABI

Oleh:

Agatha Serena L. Tobing NIM: 1209005066

RA. C. Noorputri NIM: 1209005067

Saruedi Simamora NIM: 1209005068

Bianca Violanda Junus NIM: 1209005069

I Made Wira Diana Putra NIM: 1209005085

FAKULTAS KEDOKTRAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan berkat-Nya yang diberikan kepada penulis,

sehingga penulis dapat menyelesaian makalah ini dengan

baik dan tepat pada waktunya.

Adapun judul makalah ini berjudul Manajemen

Reproduksi Babi. Penulis membahas tentang manajemen

reproduksi babi yang meliputi pubertas, estrus,

perkawinan, kebuntingan,kelahiran, laktasi dan

efisiensi reproduksi.

Penulis menyadari bahwa paper ini belum sempurna,

namun penulis merasa gembira dan bangga apabila tulisan

ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca dan dengan

kerendahan hati penulis mengharapkan segala kritik dan

saran yang membangun demi penyempurnaan paper ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Denpasar, April

2014

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................ii

DAFTAR ISI...............................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................1

1.1 Latar Belakang......................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................1

1.3 Tujuan..............................................2

1.4 Manfaat........................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................3

2.1. Pubertas............................................3

2.2. Siklus Birahi (Estrus)..............................5

2.3. Perkawinan..........................................9

2.4. Kebuntingan dan Kelahiran..........................11

2.5. Laktasi............................................22

BAB III PENUTUP...........................................24

3.1. Kesimpulan.........................................24

DAFTAR PUSTAKA............................................25

iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peternakan Babi di Indonesia sejak zaman

kemerdekaan sampai saat ini sudah semakin berkembang

dan telah mencapai kemajuan yang cukup pesat.

Perkembangan peternakan khususnya ternak babi ke arah

peternakan komersial sudah ditata sejak puluhan tahun

yang lalu, bahkan pada saat ini peternakan Babi di

Indonesia sudah banyak yang bersekala industri.

Perkembangan ini tentu saja harus diimbangi dengan

pengelolaan yang profesional dan disertai dengan tata

laksana yang baik.

Tanpa pengelolaan dan tata laksana yang baik,

produksi ternak yang akan dihasilkan tidak akan sesuai

dengan harapan, bahkan peternak bisa mengalami

kerugian. Sehingga di harapkan Peternak atau segenap

pelaku usaha di bidang peternakan haruslah mengelola

dengan baik Sapta peternakan khususnya, karena Sapta

peternakan merupakan landasan kita untuk mengembangkan

dunia peternakan. Sapta peternakan itu meliputi :

bibit, pakan, kandang, pencegahan penyakit, reproduksi,

pemasaran dan pasca panen. Manajemen Reproduksi babi

merupakan suatu pola pemeliharaan yang harus dilakukan

oleh peternak, meliputi pubertas, siklus

1

birahi(estrus), perkawinan, kebuntingan, kelahiran, dan

masa laktasi serta efisiensi reproduksi.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana manejemen reproduksi babi pada saat

pubertas?

2) Bagaimana manejemen reproduksi babi pada saat

estrus?

3) Bagaimana manejemen reproduksi babi pada saat

perkawinan?

4) Bagaimana manejemen reproduksi babi pada saat

kebuntingan?

5) Bagaimana manejemen reproduksi babi pada saat

kelahiran?

6) Bagaimana manejemen reproduksi babi pada saat

laktasi?

7) Bagaimana manejemen reproduksi babi pada saat

efisiensi reproduksi?

2

1.3 Tujuan

1) Untuk mengetahui manajemen pubertas

2) Untuk mengetahui manajemen estrus

3) Untuk mengetahui manajemen perkawinan

4) Untuk mengetahui manajemen kebuntingan

5) Untuk mengetahui manajemen kelahiran

6) Untuk mengetahui manajemen laktasi

7) Untuk mengetahui manajemen efisiensi reproduksi

1.4 Manfaat

Makalah ini bermanfaat untuk menambah referensi

bacaan bagi mahasiswa Kedokteran Hewan dan khalayak

umum yang menempuh bidang peternakan.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pubertas

Pubertas adalah periode saat organ-organ

reproduksi babi pertama kali berfungsi dan

menghasilkan telur atau sperma dewasa. Umur saat

pubertas dicapai berlainan antara bangsa-bangsa

ternak dan juga antara anak babi yang kelahirannya

sama. Faktor-faktor hormonal yang berperan untuk

merangsang pubertas pada babi jantan dan babi betina

belum banyak diketahui. Organ utama yang mengontrol

munculnya pubertas adalah kelenjar pituitary yang

letaknya di dasar otak. Kelenjar ini menghasilkan

dua hormone, yaitu FSH dan LH yang merangsang testis

dan ovarium. FSH, LH dan Testosteron yang

dihasilkan dalam testis adalah yang bertanggung

jawab untuk meningkatkan perkembangan dan pemasakan

sel-sel sperma pada jantan. Seekor babi jantan akan

mencapai pubertas pada umur 5- 6 bulan meskipun

tidak digunakan sampai mencapai umur 7- 8 bulan dan

hanya sebagai pejantan serap.

Hormon FSH mengakibatkan pertumbuhan dan

pemasakan sel-sel telur yang banyak terpendam dalam

ovarium. Hormon LH merangsang pelepasan telur-telur

dari folikel. Pubertas/birahi pada babi dara muncul

pada umur 5-6 bulan dengan rata-rata bobot badan

4

70-110 kg akan tetapi tidak dikawinkan sebelum umur

8 bulan atau pada periode estrus/birahi  yang ketiga

hal ini berguna untuk produksi anak yang lebih

banyak dan lama hidup induk lebih panjang. Agar

diperoleh anak yang lebih banyak maka induk

dikawinkan pada 12 – 24 jam setelah tanda

estrus/birahi. Estrus atau birahi pada induk babi

adalah karena aktifitas dari hormon estrogen yang

dihasilkan oleh ovarium, kejadian ini terjadi selama

3 – 4 hari dengan perubahan tingkah laku seperti

suka mengganggu pejantan, kegelisahan meningkat,

menaiki betina lainnya dan nafsu makan menurun serta

mengeluarkan suara yang khas, kalau ditekan atau

diduduki punggungnya diam saja, vulva yang

membengkak dan memerah serta lendir keruh dan

mengental muncul, bila tanda tanda ini terlihat

berarti babi betina tersebut siap kawin. Dalam

praktek dengan dua kali perkawinan yaitu 12 dan 24

jam setelah tanda estrus dimulai supaya ovum banyak

dibuahi dan jumlah anak (litter size tinggi).

Berbagai faktor berpengaruh terhadap munculnya

pubertas pada babi betina.

1. Faktor Genetis

Babi betina Landrace mencapai pubertas lebih

dini daripada babi betina Hampshire, Yorkshire dan

Duroc, yang diamati dari banyaknya yang birahi pada

umur 6 bulan. Babi betina hasil persilangan juga

5

mencapai pubertas yang lebih dini daripada babi

betina murni.

2. Faktor Makanan

Makanan yang baik pada saat pertumbuhan akan

mempercepat terjadinya pubertas dan sebaliknya

makanan yang kurang saat pertumbuhan akan

memperlambat pubertas.

3. Faktor Musim

Di Negara-negara subtropics babi betina lebih

lama mencapai pubertas dibandingkan daerah musim

panas dan mungkin hal ini disebabkan oleh kondisi

klimat yang panas dan lembab.

4. Faktor Cahaya

Babi betina yang dipelihara terkurung dengan

kegelapan yang komplet memperpanjang umur pencapaian

pubertas. Babi betina yang dipilih untuk bibit

seharusnya memperoleh cahaya 18 jam per hari, karena

cahaya yang lebih banyak akan mempercepat terjadinya

pubertas

5. Faktor Perkandangan

Babi betina yang dipelihara terkurung lebih

lambat mencapai pubertas dari pada yang dipelihara

bebas. Babi betina yang dikandangkan atau ditambat

individual juga menunda pubertas dan menekan tanda-

tanda birahi. Kebersihan dan kepadatan kandang juga

menetukan terhadap kejadian pubertas.

6. Pengaruh Pejantan

6

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa

introduksi pejantan ke sekelompok babi betina yang

sebelumnya tidak berkontak dengan pejantan,

merangsang dan menyebabkan sebagian babi betina

tersebut berahi pada umur 4 bulan

2.2. Siklus Birahi (Estrus)

Estrus yang dikenal dengan istilah birahi yaitu

suatu periode secara psikologis maupun fisiologis

pada hewan betina yang bersedia menerima pejantan

untuk kopulasi. Siklus estrus dibagi menjadi

beberapa fase yang dapat dibedakan dengan jelas yang

disebut proestrus, estrus, metestrus dan diestrus

(Frandson, 1996).

Estrus merupakan periode seksual yang sangat

jelas yang disebabkan oleh tingginya level

estradiol, folikel de Graaf membesar dan menjadi

matang, uterus berkontraksi dan ovum mengalami

perubahan kearah pematangan. Metestrus adalah

periode dimana korpus luteum bertambah cepat dari

sel-sel graulose folikel yang telah pecah dibawah

pengaruh Luteinizing hormone (LH)

dari adenohyphophysa. Diestrus adalah periode terlama

dalam siklus estrus dimana korpus luteum menjadi

matang dan pengaruh progesterone terhadap saluran

reproduksi menjadi nyata. Diestrus adalah periode

dimana folikel de Graaf bertumbuh dibawah

7

pengaruh follicle stimulating hormone (FSH) dan

menghasilkan sejumlah estradiol bertambah.

Siklus birahi pada setiap hewan berbeda antara

satu sama lain tergantung dari bangsa, umur, dan

spesies (Partodiharjo, 1992). Interval antara

timbulnya satu periode berahi ke permulaan periode

berikutnya disebut sebagai suatu siklus berahi.

Siklus berahi pada dasarnya dibagi menjadi 4 fase

atau periode yaitu ; proestrus, estrus, metestrus,

dan diestrus (Marawali, dkk., 2001; Sonjaya, 2005).

Berikut ini adalah keadaan korpus luteum dan folikel

pada ovarium sapi selama siklus estrus.

Proestrus

Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu

periode pada saat folikel de graaf tumbuh di bawah

pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol

yang semakin bertambah (Marawali, dkk, 2001).

Estradiol meningkatkan jumlah suplai darah ke

saluran alat kelamin dan meningkatkan perkembangan

estrus, vagina, tuba fallopi, folikel ovarium

(Toelihere, 1985).

Fase yang pertama kali dari siklus estrus ini

dianggap sebagai fase penumpukan atau pemantapan

dimana folikel ovarium yang berisi ovum membesar

terutama karena meningkatnya cairan folikel yang

berisi cairan estrogenik. Estrogen yang diserap dari

8

folikel ke dalam aliran darah merangsang peningkatam

vaskularisasi dan pertumbuhan sel genital dalam

persiapan untuk birahi dan kebuntingan yang terjadi

(Frandson, 1992).

Pada fase ini akan terlihat perubahan pada alat

kelamin luar dan terjadi perubahan-perubahan tingkah

laku dimana hewan betina gelisah dan sering

mengeluarkan suara-suara yang tidak biasa terdengar

(Partodiharjo, 1980).

Estrus

Estrus adalah periode yang ditandai dengan

penerimaan pejantan oleh hewan betina untuk

berkopulasi. Pada umumnya memperlihatkan tanda-tanda

gelisah, nafsu makan turun atau hilang sama sekali,

menghampiri pejantan dan tidak lari bila pejantan

menungganginya. Menurut Frandson (1992), fase estrus

ditandai dengan sapi yang berusaha dinaiki oleh sapi

pejantan, keluarnya cairan bening dari vulva dan

peningkatan sirkulasi sehingga tampak merah. Pada

saat itu, keseimbangan hormon hipofisa bergeser dari

FSH ke LH yang mengakibatkan peningkatan LH, hormon

ini akan membantu terjadinya ovulasi dan pembentukan

korpus luteum yang terlihat pada masa sesudah

estrus. Proses ovulasi akan diulang kembali secara

teratur setiap jangka waktu yang tetap yaitu satu

siklus birahi. Pengamatan birahi pada ternak

9

sebaiknya dilakukan dua kali, yaitu pagi dan sore

sehingga adanya birahi dapat teramati dan tidak

terlewatkan (Salisbury dan Vandenmark, 1978).

Metestrus

Metestrus ditandai dengan berhentinya puncak

estrus dan bekas folikel setelah ovulasi mengecil

dan berhentinya pengeluaran lendir (Salisbury dan

Vandenmark, 1978). Selama metestrus, rongga yang

ditinggalkan oleh pemecahan folikel mulai terisi

dengan darah. Darah membentuk struktur yang disebut

korpus hemoragikum. Setelah sekitar 5 hari, korpus

hemoragikum mulai berubah menjadi jaringan luteal,

menghasilkan korpus luteum atau Cl. Fase

ini sebagian besar berada dibawah pengaruh

progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum

(Frandson, 1992). Progesteron menghambat sekeresi

FSH oleh pituitari anterior sehingga menghambat

pertumbuhan folikel ovarium dan mencegah terjadinya

estrus. Pada masa ini terjadi ovulasi, kurang lebih

10-12 jam sesudah estrus, kira-kira 24 sampai 48 jam

sesudah birahi.

Diestrus

Diestrus adalah periode terakhir dan terlama

pada siklus berahi, korpus luteum menjadi matang dan

pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi

menjadi nyata (Marawali, dkk, 2001).

10

Ovulasi

Proses ovulasi dapat didefinisikan terlemparnya

cairan folikel serta ovum ke rongga peritoneal

disekitar inpendibullum oviduk atau tuba uterin.

Kebanyakan hewan mamalia, ovulasi sangat berkaitan

dengan birahi (estrus) karena absorbsi sejumlah

besar estrogen ke dalam aliran darah terjadi sesaat

sebelum ovulasi (Frandson, 1996).

Menurut Toelihere (1993) ovulasi didefinisikan

sebagai pelepasan ovum dari folikel de Graaf dan

secara umum dikenal bahwa ovulasi disimulir oleh LH,

tetapi mekanisme yang sebenarnya tidak diketahui,

mungkin LH menyebabkan pengendoran dinding folikel

sehingga lapisan-lapisan pecah dan melepaskan ovum

dan cairan folikel.

Apabila tidak terjadi fertilisasi, korpus

luteum berregresi yang disebut korpus albican.

Korpus albican ini dimulai regresi 14-15 hari

sesudah estrus. Namun jika terjadi fertilisasi lalu

kebuntingan korpus luteum akan terus bertahan selama

kebuntingan sebagai korpus luteum kebuntingan yanga

menghasilkan hormon progesteron untuk mempertahankan

kebuntingan (Toelihere, 1993).

11

Fisiologi Reproduksi Pada Babi Betina

Babi adalah ternak mamalia yang menghasilkan

anak dalam jumlah besar sekaligus dengan interval

generasi yang lebih singkat dari pada domba, sapi,

kerbau atau kuda. Sifat-sifat tersebut membuat babi

sebagai jenis ternak dengan potensi reproduksi yang

tinggi untuk produksi ternak komersial (Toelihere,

1993).

Pubertas adalah periode saat organ-organ

reproduksi babi pertama kali berfungsi dan

menghasilkan telur atau sperma dewasa. Umur saat

pubertas dicapai berlainan antara bangsa-bangsa

ternak dan juga antara anak babi sekelahiran

(Sihombing, 1997). Pubertas terjadi sebagai akibat

pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut dari

folikel-folikel dan pembentukan hormon-hormon

ovarial oleh folikel yang matang.

Seekor babi betina mencapai pubertas pada umur

5-8 bulan dan umur rata-rata yang dianjurkan untuk

perkawinan pertama adalah 8-10 bulan (Toelihere,

1993). Babi betina yang berahi memperlihatkan suatu

respon diam atau sikap kawin yang jelas apabila

ditekan punggungnya oleh pejantan. Respon ini sangat

bermanfaat dalam deteksi bukan saja permulaan birahi

tetapi juga tingkatan birahi karena suatu sikap yang

lebih tenang dan kaku diperlihatkan selama

pertengahan periode berahi (Toelihere, 1993).

12

Siklus etrus berlangsung kira-kira 21 hari dan

estrus sendiri berlangsung selama 3-5 hari (Smith

dan Mangkoewidjojo, 1988). Ada empat fase yang jelas

dalam siklus berahi babi yaitu:

1. Proestrus : terjadi sebelum estrus dan terjadi

selama 3-4 hari

2. Estrus : berlangsung selama 2-3 hari dan pada

periode tersebut betina memiliki seksual reseptif

terhadap pejantan. Periode ini biasanya lebih

pendek pada babi dara dibandingkan babi induk.

Pada saat estrus akan terjadi ovulasi.

3. Metestrus: terjadi setelah ovulasi, corpus luteum

terbentuk dalam setiap folikel yang pecah dalam

waktu 6-8 hari.

4. Diestrus: adalah waktu inaktivitas yang pendek

yang ditandai oleh penghancuran corpus luteum

setelah 14 hari dari puncak berahi. Dalam 3-4

hari serombongan folikel baru mulai berkembang

dan siklus tadi akan terulang sendiri.

5. Siklus estrus pada babi

6. Birahi pada babi berlangsung 2 sampai 3 hari

dengan variasi antara 1 sampai 4 hari. suatu

batasan yang nyata antara permulaan dan akhir

estrus sulit ditentukan karena estrus adalah

suatu fenomena yang berlangsung gradual.

7. Babi betina yang birahi memperlihatkan suatu

respon diam atau sikap kawin yang jelas apabila

13

ditekan punggungnya baik oleh pejantan, oleh

betina lain atau penunggu ternak. Respon ini

sangat bermanfaat dalam deteksi bukan saja

permulaan birahi tetapi juga tingkatan birahi

karena suatu sikap yang lebih tenang dan kaku

diperlihatkan selama pertengahan periode birahi.

8. Ovulasi terjadi selama estrus pada babi betina

dan sebagian besar ova dilepaskan 38 sampai 42

jam sesudah permulaan estrus. Lama proses ovulasi

adalah 3,8 jam. Ovulasi terjadi kira-kira 4 jam

lebih cepat pada betina yang sudah dikawinkan

dibandingkan dengan pada betina yang belum kawin.

9. Siklus birahi pada babi mencapai 19 sampai 23

hari, rata-rata 21 hari, dan relatif konstan.

Estrus terjadi sepanjang tahun. Corpora lutea

bertumbuh sempurna dalam waktu 6-8 hari dan,

kalau hewan tidak bunting, beregresi kembali pada

hari ke 14 sampai ke-16 siklus birahi.

2.3. Perkawinan

Hanya pada saat-saat birahi saja, babi mau

menerima pejantan atau dapat dikawinkan. Tanpa

timbul birahi, babi tidak dapat dipaksakan kawin.

Oleh karena itu peternak secara cepat mengetahui

masa birahinya. Rata-rata interval tiap sesi proses

yang mempengaruhi fertilisasi babi adalah sebagai

berikut:

14

a) Umur saat pubertas : 4-7 (bulan) rata-rata 6

(bulan)

b) Lama birahi : 1-5 (hari) rata-rata 2-3

(hari)

c) Panjang siklus birahi : 18-24 (hari) rata-rata

21 (hari)

Untuk mengetahui saat birahi seekor babi secara

tepat, kita perlu mengetahui tanda-tanda birahi.

Tanda-tanda birahi yang dapat ditemukan pada seekor

babi adalah sebagai berikut :

a) Babi nampak gelisah dan berteriak-teriak

b) Kemaluan bengkak, pada vulva nampak merah, bagi

babi induk yang sudah sering beranak biasanya tak

begitu nampak merah

c) Selalu mencoba menaiki temannya, atau ingin

keluar dari kandang

d) Bila punggung diberi beban atau diduduki diam

saja.

e) Dari kemaluan sering keluar lendir.

Menurut penelitian, ovulasi dimulai dengan

terlepasnya sel telur dari indung telur 30-35 jam

atau hari kedua setelah gejalah birahi terlihat.

Sedang sel jantan (sperma) yang ada didalam vagina

cervix akan saling bertemu pada saluran telur

(oviduc) bagian atas dekat ovarium.

Didalam alat reproduksi betina, sperma dapat

hidup 24-48 jam. Dan untuk mencapai oviduc

15

memerlukan waktu 4-6 jam. Akan tetapi perlu

diketahui bahwa ada sperma yang hidupnya lebih

pendek, kurang dari 24 jam setelah terjadi ovulasi

dan tidak semua sel telur bisa dibuahi. Jumlah sel

telur bisa 12-16, yang masak bersama-sama dan bisa

dibuahi. Akan tetapi sering juga sampai 20 buah:

sebaliknya, juga tidak jarang hanya 3 atau 4 buah.

Kita mengawinkan babi harus betul-betul tepat pada

waktunya, yakni babi dikawinkan pada hari kedua

setelah nampak birahi. Terkecuali babi dara (gilt)

bisa dikawinkan pada hari pertama dari masa birahi.

Karena birahnya babi dara lebih pendek dibanding

babi-babi yang pernah beranak. Apabila babi yang

sedang birahi itu tidak dikawinkan, birahi akan

terulang kembali pada 18 – 24 hari, atau rata-rata 3

minggu (21 hari)

Khususnya untuk babi dara diperlukan perlakuan

khusus. Babi mulai baliq pada umur 5-6 bulan, sudah

birahi tapi sebaiknya jangan dikawinkan dulu, karena

kedewasaan tubuh baru tercapai pada umur 8-10 bulan

dengan berat badan + 100-120 kg.Untuk mencapai

konsepsi (pembuahan) yang tinggi hendaknya, babi itu

dikawinkan 2 kali selama masa birahi. Babi yang baru

dikawinkan hendaknya ditempatkan tepisah dari babi-

babi lain, selama 2 hari, diberikan makanan yang

baik dan ditempatkan dilingkungan tenang.

16

Untuk induk yang pernah beranak yang akan

dikawinkan kembali, sebelumnya dilakukan penyapian

terlebih dahulu. Induk yang habis menyapih pada

umumnya akan birahi lagi 3-10 hari. Biasanya babi

yang baru menyapi akan kurus, maka sebaiknya

perkawinan ditunda dulu sampai babi gemuk dan sehat

kembali.

Untuk mengawinkan babi bisa dilakukan dua

sistem yakni:

1. Perkawinan Alam

Pada umumnya perkawinan bisa berlangsung selama

10 – 15 menit. Babi betina yang birahi dimasukkan

dalam kandang pejantan, bisa dikawinkan sampai dua

kali untuk mendapatkan hasil yang optimal. Betina

yang kecil dan jantan yang besar bisa dibantu dengan

membuat kandang secara khusus. Perbandingan jantan

dan betina : jantan usia 1 tahun adalah 1jantan :

15-20 betina; umur jantan setahun keatas adalah 1

jantan : 30 betina.

2. Perkawinan buatan = Artificial Insimination (AI)

= Insiminasi buatan (IB)

Perkawinan ini adalah memasukkan serma kedalam

kelamin betina dengan tindakan manusia.

Keuntungan AI atau IB antara lain dapat

memanfaatkan seekor pejantan bisa diperbesar.

Perkawinan bisa dilakukan diantara hewan yang

tempatnya berjauhan, misalnya babi Indenesia dengan

17

Autralia atu Belanda. Dengan IB, tidaklah setiap

peternak memelihara pejantan sendiri sehingga bisa

hemat biaya. Pemacek yang karena sesuatu hal,

misalnya pejantan terlalu besar, pincang, dst sulit

dilakukan, dengan IB dapat dikerjakan.

Sedangkan kelemahan IB yaitu tidak semua

inseminator mempunyai pengalaman yang cukup,

sehingga hasil kurang terjamin. Kemungkinan akan

terbawanya bagian penyakit senantiasa ada, karena

pelaksanaannya yang ceroboh. Menyebarkan keturunan

yang jelek. Misalnya karena sperma diambil tanpa

memilih pejantan yang bagus. Terlalu banya babi yang

memiliki keturunan yang sama (inbreed)

2.4. Kebuntingan dan Kelahiran

1. Pemeliharaan Induk Bunting Awal

Segera setelah babi dara (calon induk) atau

induk dikawinkan secara tepat, perlu dilakukan

pengecekan setiap 20-21 hari selama dua kali

berturut-turut untuk memastikan kebuntingan sudah

terjadi, yaitu tidak memperlihatkan tanda-tanda

estrus. Hari kebuntingan dihitung saat babi

dikawinkan, dan hari partus 115 hari kemudian. Bila

setelah dikawinkan masih ada tanda estrus, berarti

kebuntingan belum terjadi dan induk harus dikawinkan

ulang. Sampai tanda estrus tidak nampak setelah

kawin ulang, maka tanggal kawin ulang tersebut

18

ditetapkan sebagai hari awal kebuntingan dan partus

ditetapkan 115 hari berikutnya.

Jika keadaan memungkinkan, setelah babi dara

atau induk positif bunting, maka pemeliharaannya

harus terpisah dari induk kering/babi dara lainnya

yaitu pada kandang khusus induk bunting. Hal ini

dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak

diinginkan, seperti perkelahian dan sebagainya.

Sampai 2,5 bulan pertama tidak ada hal-hal istimewa

yang perlu dilakukan dalam menangani induk bunting

awal ini. Makanan diberi dalam jumlah biasa, yaitu

2,5 kg/ekor/hari.

2. Pemeliharaan pada akhir kebuntingan

Sebulan sebelum tanggal penetapan kelahiran

disebut sebagai masa kebuntingan akhir. Jika

memungkinkan, persiapkan kandang khusus untuk

partus. Pada akhir kebuntingan ini, induk tidak

dicampur dengan induk kering atau status lainnya.

Kandang harus cukup ruangan untuk induk berjalan-

jalan (exercise) guna memperlancar peredaran darah

saat proses kelahiran. Induk dan kandang harus

selalu bersih. Seminggu sebelum partus, induk

diperkenalkan dengan kandang beranak. Hal ini perlu

untuk induk beradaptasi dengan lingkungan kandang

yang baru. Sebelum dimasuki induk untuk beranak,

19

kandang didesinfeksi; dan induk dimandikan,yakni

dibersihkan dengan sabun dan air hangat.

Tujuan memelihara induk yaitu menghasilkan dan

membesarkan anak-anaknya sampai saat penyapihan.

Semakin efisien tugas induk semakin besar profit

suatu usaha peternakan babi. Profit di dalam usaha

peternakan babi secara sederhana diukur dengan

rumus: profit = output – input cost (hasil penjualan

dikurangi biaya produksi). Bila lama laktasi 6

minggu, maka hitungan siklus melahirkan induk adalah

365 : 163 = 2,23 kali/tahun.

3. Pemberian makan induk bunting

Keinginan memberikan makan induk babi sebanyak

mungkin agar menghasilkan air susu sebanyak mungkin,

mempertahankan kondisi tubuh jumlah besar anak-anak

tetap berat. Agar supaya induk babi dapat

menghasilkan panas sekitarnya dan mencegah untuk

bergerak maka tempatkan induk babi tersebut dalam

luasan kandang terbatas sehingga akan memudahkan

juga penggunakan kandang sapihan. Penggunaan panas

kandang dengan lampu rumah yang sulit bagi sebagian

masyarakat akan memberikan pengaruh pada induk babi.

Pembuktian cara alternatif yang ekonomis dan lebih

efisien dan jauh lebih maju harus terus dilakukan.

Jumlah konsumsi induk babi tergantung pada suhu

lingkungan. Suhu kandang yang ideal untuk induk babi

20

bunting adalah antara 64-68° F, tetapi yang ideal

untuk anak babi pada 102°F. Perbedaan ini merupakan

kesulitan utama. Untuk setiap peningkatan 2° F suhu

lingkungan di atas 68° F, induk babi akan mengurangi

jumlah konsumsi 0,5 kg pakan per hari. Setelah

periode penyapihan, penting memberikan pakan induk

hingga terus meningkat pada hari ke-10 masa laktasi.

Tetapi pemberian makanan berlebihan bagi induk

bunting, akan membuat nafsu makannya menurun.

Peningkatan gizi harus mencerminkan peningkatan

volume produksi air susu induk.

Proses kelahiran (partus) merupakan salah satu

faktor paling kritis dalam keseluruhan proses

produksi ternak babi, dalam hubungan dengan

kesejahteraan induk babi dan anak-anaknya. Berbagai

hal dapat terjadi yang dapat menyebabkan kematian

atau setidaknya menurunkan efisiensi pemeliharaan

induk dan anak-anaknya. Oleh sebab itu penting

sekali untuk menghasilkan suatu kelahiran normal,

dan mengetahui secara dini bila ada kelainan supaya

dapat diambil tindakan secepatnya.

4. Proses beranak (farrowing process)

Pernahkah terpikir bahwa saat anak babi lahir,

maka sistem produksi induk akan terpengaruh? Proses

kelahiran anak babi merupakan perubahan drastis suhu

yang konstan 103° F menjadi 36° F. Dari suhu hangat

21

tubuh induk anak babi akan keluar berpindah melalui

leher rahim menuju ke suatu tempat dengan kondisi

dalam keadaan basah serta dingin berangin. Anak babi

keluar dan terjatuh ke tempat di tengah-tengah alas

kering yang sebagian merupakan tumpukan kotoran

babi.

Hal seperti ini sering terjadi tetapi sebagian

besar anak-anak babi mampu bertahan. Tetapi, apabila

terjadi stress dalam proses kelahiran atau tidak

berjalan baik, maka akan berpengaruh negatif pada

potensi produktivitas babi. Jika hal itu terjadi

pada proses beranak (partus), dapat mengakibatkan

anak babi tidak bertumbuh dengan baik sehinga tidak

mencapai berat ideal saat pemotongan.

Karena laju pertumbuhan berkurang, rendah pula

konversi pakan menjadi daging selama proses

pertumbuhan anak babi. Dari sudut ekonomi, masih

lebih baik anak babi mati pada saat masih kecil,

dianggap sebagai risiko kerugian pada tahap awal.

Sementara itu induk dapat menyusui mereka yang

selamat untuk mendapatkan pengganti energi

cadangannya yang rendah. Induk akan mendapatkan

sumber panas tubuh dari putingnya sehingga dapat

melanjutkan produktivitasnya.

Pada proses partus, ada persyaratan unik yang

harus diperhatikan bagi anak babi. Setiap individu

harus dirawat tersendiri agar dapat mengurangi

22

stress yang dialaminya. Idealnya anak-anak babi

harus dikeringkan pada saat lahir, dan dimasukkan ke

dalam iklim mikro pada 102 °F, dan disusui segera

setelah induknya siap. Pada umumnya proses partus

terjadi pada malam hari tanpa pengawasan, kecuali

kalau ada perlakuan prostaglandin untuk mengatur

waktu partus.

Tubuh anak babi memiliki luas permukaan yang

relatif sangat besar dibandingkan dengan berat

badannya sehingga dengan cepat akan kehilangan panas

dan cadangan energi, maka kebutuhan panas dalam

keadaan kering sangat penting. Setelah selesai

proses partus, persyaratan lingkungan anak babi

dapat disiapkan dengan menyediakan tempat beriklim

mikro yang sesuai. Tempat itu harus dekat dengan

induknya, tapi masih melindungi anak dari tindihan

induk babi (crushing), dan meminimalisasi pengaruh

panas induk babi. Tempat tersebut disebut kandang

sapihan (brooder) yang harus mudah dikontrol.

5. Proses partus induk babi

Tanda-tanda induk akan memasuki periode partus

adalah setelah gangguan bergerak teratasi, induk

mulai terlihat duduk dan mencoba membuat sarang

untuk persiapan partus meskipun tidak tersedia

material baginya. Selanjutnya peternak akan

mengarahkan induk babi ke kandang tempat beranak,

23

suhu tubuhnya meningkat, dan mulai terlihat tanda

kesakitan. Kontraksi datang cepat, dan terlihat

mulai ganas karena rasa sakitnya. Setelah mengalami

kelelahan beberapa jam, induk tua dapat mengatur

kondisi otot yang baik sebelum proses partus. Jika

beranak dengan jumlah ’litter size’ 13 dalam selang

waktu 20 menit per kelahiran, maka akan memakan

waktu rata-rata 260 menit atau 4 jam lebih.

Apabila kondisinya lemah, induk akan cepat

menjadi lelah sehingga proses pengeluaran foetus

lebih lama, yang akan mengakibatkan anak babi mati

lemas, dan hasilnya lahir mati. Anak babi yang lain

akan kekurangan oksigen (anoxia) dan akan cacat

permanen walaupun dapat bertahan hidup. Karena

aktivitas otot dan sumber panas punggungnya, induk

babi pun menjadi rentan terhadap panas yang

disebabkan kelelahan, sehingga akan melahirkan anak-

anak babi yang sudah mati.

6. Pemberian makanan pada induk menyusui

Setelah beranak atau proses partus sampai

beberapa hari, nafsu makan induk babi pun menurun.

Karena itu perlu pemberian air minum yang banyak.

Setelah 3 hari, ransum makanan induk diberikan agar

produktivitas air susu induk sesuai dengan jumlah

anak.

24

7. Pemeliharaan anak-anak babi yang baru lahir

Tiga hari pertama setelah beranak merupakan masa

kritis, sebab anak babi sangat peka terhadap berbagai

bahaya. Tanpa bulu-bulu yang cukup untuk melindungi

tubuhnya, anak-anak babi sangat peka terhadap udara

dingin. Kemungkinan terinjak atau terhimpit oleh

induk, atau kelaparan bila produksi susu induk jelek

sehingga anak kekurangan gizi dan lemah.

Perhatikan baik-baik anak-anak babi ini bila

menjerit lapar. Perhatikan dan periksa puting susu

atau ambing induknya: bila terasa sangat panas atau

sangat dingin, segera panggil dokter hewan untuk

dibedah. Setelah 3 hari pertama masa kritis berlalu,

anak-anak babi akan menjadi lebih baik. Pada masa

setelah kelahiran (post farrowing), adalah penting

mengarahkan anak-anak babi sampai ke ambing supaya

mendapatkan konsumsi kolostrum.

Ternak muda memiliki kemampuan untuk menyerap

antibodi secara langsung ke dalam aliran darah untuk

beberapa jam pertama setelah lahir. Kemampuan

tersebut kemudian akan berkurang karena penambahan

usia, dan terutama setelah cairan pertama tertelan.

Oleh karena itu penting bahwa semua anak-anak babi

harus dapat menyusui kolostrum yang kaya antibodi.

Dalam kandang besar, praktik perlakuan yang baik

adalah mengumpulkan anak babi yang pertama lahir, dan

membatasi mereka di daerah ‘creep feeder’ supaya akses

25

Gambar Kandang sapihan (brooder) tradisional

ke ambing anak-anak babi yang lahir kemudian tidak

terhalang.

8. Pemeliharaan Anak Babi

a. Pemotongan Taring dan Ekor

Anak babi yang baru lahir mempunyai gigi yang

tajam yang dapat menimbulkan rasa sakit pada

puting induk saat menyusu. Ujung gigi ‘canin’ dan

‘pre molar’ ini harus dihilangkan dengan

menggunakan gunting yang tajam (pinset gigi).

Dalam proses perkembangan selanjutnya, juga

sering dilakukan pemotongan terhadap ekor anak

babi. Ekor anak babi akan cukup merugikan dalam

proses perkembangan dan pertumbuhannya. Beberapa

hal merugikan apabila ekor ternak babi dibiarkan,

yaitu mudah terjadi perkelahian atau gigitan

antarternak pada ekor; hal lainnya ekor juga akan

menyebabkan ternak babi turut mengibaskan kotoran

26

ke tempat makan atau ke sesama ternak dalam

kandang.

Pemotongan taring dan ekor dilakukan pada

saat masih anak babi agar mudah dilaksanakan dan

mengurangi resiko terlalu banyak pendarahan,

tetapi harus dilakukan secara steril dan higienis

untuk menghindari serta mengurangi terjadinya

infeksi penyakit yang sangat mudah menyerang anak

babi. Operator pemotongan taring dan ekor

sebaiknya sangat memperhatikan kemungkinan adanya

anak babi yang sakit agar tidak ditempatkan

bersama-sama dengan ternak yang sehat.

b. Penyuntikan Ferrum

Zat besi di dalam tubuh anak babi sangat

terbatas, padahal zat itu sangat esensial untuk

pembentukan hemoglobin, yaitu pigmen dalam sel

darah merah yang bertanggung jawab membawa oksigen

ke seluruh tubuh. Defisiensi zat besi ini

menyebabkan anemia, yaitu suatu penyakit yang

lazim terjadi pada anak-anak babi yang dipelihara

dalam kandang. Kadar zat besi di dalam air susu

induk sangat sedikit, karena itu sangat perlu

menambahkan zat besi pada anak babi yang baru

lahir. Penambahan ini dapat diberikan melalui oral

atau dengan injeksi.

c. Penimbangan pada umur 3 minggu

Sangat dianjurkan menimbang anak babi sebab

27

hal ini menjadi indikator tentang kemampuan induk

mensuplai air susu, karena berat anak babi (litter)

pada umur 3 minggu semata-mata tergantung pada

penampilan induk babi akan kemampuannya

menghasilkan dan memberi makan anak-anaknya.

Gambar Timbangan Ternak Modern

9. Pemeliharaan Masa Penyapihan

a. Penyapihan

Penyapihan ternak atau hewan adalah suatu

periode transisi dari hewan mamalia muda, dari

ketergantungan gizi dan sosial secara menyeluruh

terhadap induknya, menjadi bebas dari

ketergantungan pada induknya. Proses penyapihan

pada umumnya sulit dan lambat. Dalam periode

tersebut hewan/ternak muda mulai menunjukkan

28

perilaku dewasa dalam memenuhi kebutuhan berbeda

seturut umurnya.

Umur anak babi bebas/tidak tergantung pada

induknya dapat tercapai dalam kondisi alamiah,

tergantung pada interaksi yang rumit antara

kepentingan sepihak sang induk dan anak babi muda

(off spring).

Optimalisasi untuk menyelesaikan proses

penyapihan, dari sudut pandang induk, akan berbeda

ketika induk telah berinvestasi cukup pada babi

muda dalam memaksimalkan peluang berkembang biak

mereka sesuai dengan peningkatan usia hidup,

diiringi dengan konsistensinya untuk

mempertahankan tingkat energi yang cukup tinggi

agar mereka berhasil dalam berkembang biak. Ternak

muda biasanya memiliki ketergantungan yang lebih

pada induknya untuk bertahan lebih lama memenuhi

kebutuhan mereka yang tinggi dari induk supaya

mendapatkan pertumbuhan yang optimal.

Untuk menentukan akhir proses penyapihan

perlu memperhatikan keseimbangan antara berbagai

faktor, seperti kondisi gizi induk, kemungkinan

berkembang biak lagi, kondisi gizi ternak muda,

dan jumlah perawatan yang masih disediakan oleh

induk secara alami setelah penyapihan.

Untuk dapat melahirkan dua kali setahun, maka

induk babi harus menjaga anaknya paling lambat

29

pada umur 2 bulan (8 minggu). Tetapi dengan

kemajuan teknologi dalam kandang dan manajemen,

maka tak perlu menunggu sampai 8 minggu. Banyak

peternak melakukan penyapihan pada umur 5 minggu

(berat badan <13 kg).

Di negara maju seperti USA, bahan-bahan pakan

yang tinggi protein, seperti dadih (whey kering),

yaitu bahan hasil sisa pembuatan keju, dan susu

skim kering tidak diijinkan sebagai ransum babi

starter (anak babi). Karena itu, penyapihan

dilaksanakan tidak lebih awal dari umur 28 hari.

Karena baru setelah umur tersebut, sistem

pencernaan anak babi sudah mampu mencerna secara

efektif makanan yang berbasis butiran, seperti

sereal gandum, dan tidak berefek buruk bagi

kesehatan dan penampilan produksi ternak babi,

maka para ahli menyarankan agar penyapihan

dilakukakan pada usia >35 hari.

Dalam proses penyapihan, cara yang baik

dilakukan adalah induk dipisahkan dari anak (induk

keluar dari kandang beranak) dan bukan sebaliknya.

Hal ini berarti bahwa anak-anak babi tetap dalam

lingkungan kelompok yang sama sehingga mengurangi

stress pada anak babi. Pemeliharaan anak babi yang

disapih bertujuan untuk keuntungan potensial masa

depan. Penyapihan dan pemeliharaan yang tepat akan

menjamin kerja dan eksistensi masa depan usaha

30

peternakan. Memelihara dengan baik akan menjadi

permulaan yang baik dan sangat penting bagi masa

depan kinerja dan profitabilitas usaha.

b. Proses penyapihan

Penyapihan adalah masa pemeliharaan yang

sangat traumatis bagi anak babi. Peternak akan

mengganti atau memindahkan sumber utama makanan

dan air dari kandang dan mengelompokkan anak-anak

babi keluar dari induknya. Di banyak peternakan,

kelompok anak babi akan digabungkan dengan

sejumlah besar ternak babi lain; dipindahkan

dengan memasukkan mereka ke dalam gerobak atau

trailer, atau lebih buruk lagi dengan angkutan

tanpa pelindung, dan dibawa dan dipindahkan ke

kandang yang baru. Ada yang tetap dalam kandang

mereka, tetapi yang lain dipindahkan dan

dicampuradukkan dengan ternak babi lain yang lebih

besar dan berbeda jenis, yang mana per kandang

(pen) dapat bervariasi jumlah anak babinya, dari

sepuluh hingga ratusan.

31

c. Tujuan utama penyapihan

Tujuan utama penyapihan adalah mendapatkan

anak-anak babi yang baik dan mengkonsumsi pakan

secepat mungkin. Anak-anak babi diberi makan

secara ‘ad libitum’ dengan makanan hangat, steril,

dan bergizi tinggi untuk pengganti air susu induk

babi. Makanan dan minuman yang memadai tersebut

harus tersedia bagi semua anak babi supaya mereka

makan dan minum bersama.

Air bersih harus tersedia secara bebas di

tempat minum yang terbuka di kandang. Jika anak

babi tidak minum maka ia akan berhenti makan dan

mengalami dehidrasi sangat cepat. Dehidrasi adalah

risiko terbesar pasca penyapihan. Harus selalu

diperhatikan dengan sangat bahwa sistem pengairan

bekerja dengan benar, dan tempat air pada jaringan

pipa tangki harus bersih untuk ketersediaan air

bersih dan segar. Apakah tidak tersedia sistem air

minum dalam bentuk putting, maka sistem

pemeliharaan air harus baik. Sistem ketersediaan

32

Gambar Kandang sapihan (brooder) modern

air minum berada di sekitar kandang agar

memudahkan anak babi sapihan mengakses air.

Dalam beberapa hari pertama, air segar dan

makanan harus diberikan sesering mungkin dalam

kandang (pen) anak babi sapihan. Sedikit tetapi

sering adalah yang terbaik. Butiran (creep feed)

tidak boleh disimpan dalam tempat tertutup atau

kantung tertutup dalam gudang penyimpanan karena

pakan tersebut akan menyerap bau dan menjadi cepat

basi.

Jika terlalu banyak tersedia pakan segar bagi

anak babi sapihan, maka akan banyak pakan yang

terbuang–jika sudah mencapai lebih dari 10% maka

itu–merupakan biaya pemborosan yang besar untuk

usaha ternak babi.

Induk babi sering menyusui pada malam hari

dan setelah itu anak babi akan mencari makanan.

Karena itu disarankan kandang sapihan (brooder)

perlu diberikan penerangan lampu supaya anak babi

bisa bergerak di malam hari, dan untuk

mempertahankan suhu tetap hangat di lingkungan

kandang. Ternak babi memiliki penglihatan kurang

pada malam hari. Pemberian makanan anak babi

sapihan harus pada malam hari, diberi makan dan

minum malam dan pagi hari esoknya.

Tempat makan harus selalu dalam keadaan

bersih dari sisa makanan lama setiap pemberian

33

makan. Tetapi sisa makanan ini dapat diberikan

kepada babi lebih tua. Hal rutin yang berguna

adalah menempatkan alas kayu solid atau nampan di

lantai kandang untuk beberapa hari pertama sebagai

tempat pakan butiran.

2.5. Laktasi

Proses pelepasan susu dipengaruhi oleh hormone

dan mekanismenya adalah melalui stimulasi dari

hipotalamus, oksitosin dari kelenjar hipofisis

posterior yang disekresikan ke dalam darah, akan

menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel disekeliling

alveoli dan saluran susu. Namun pelepasan oksitosin

ini bisa dihambat oleh pelepasan adrenalin dan

epineprin akibat terjadi ketakutan maupun kegelisahan

dari hewan. Adrenalin menyebabkan vasokontriksi

sehingga suplai darah dan oksitosin akan berkurang

didalam mamae (Toelihere, 1985).

Pada saat laktasi, produksi susu induk yang

maksimal dicapai pada minggu ketiga dari masa laktasi,

setelah itu akan menurun secara teratur. Untuk

mempertahankan laju pertumbuhan anak babi perlu

diberikan pakan tambahan. Pakan tambahan ini disebut

Krip.

Manfaat krip ini adalah untuk :

1.      Manambah bobot badan anak babi saat disapih.

34

2.      Mempertahankan kondisi induk babi saat

anaknya disapih.

3.      Memperkecil hambatan pertumbuhan anak babi

lepas sapih.

Makanan krip awal yang diberikan berupa susu skim

ataupun lemak tambahan, dengan sedikit bahan produk

bukan susu seperti pati, sukrosa dan tambahan protein

bukan susu berkualitas baik.

Mekanisme dan Hormon yang berpengaruh pada laktasi

Pertumbuhan dari kelenjar mamae dapat dipengaruhi

oleh  beberapa hormone diantaranya adalah:

a. Estrogen, hormone pertumbuhan dan kortisol,

menyebabkan awal pertumbuhan dari sistem saluran.

b. Progesteron : Menyebabkan pertumbuhan lebih lanjut

dari sistem saluran atau duktus serta perkembangan

alveolar.

c. Prolaktin : Perkembangn alveoli, mulai sekresi

susu dan mempertahankan laktasi (Toelihere, 1985).

Dalam merangsang laktasi prolaktin harus

bekerjasama dengan hormone lain seperti Cortisol,

GH, hormone tyroid, dan Insulin.

Laktasi terdiri dari dua fase yaitu sekresi susu

dan pelepasan susu,

1. Sekresi susu terdiri dari:

a. Sintesa penyusun susu dalam sel alveoli

35

b. Pengangkutan secara intramuscular dari unsur-unsur

pembentukan susu

c. Pengeluaran penyusun susu dari sel ke dalam lumen

alveoli.

2. Pelepasan susu terdiri dari:

a. Pelepasan pasif susu dari penampung susu dan

duktus besar

b. Pancaran susu secara reflex dari alveoli

(Tomaszewska, 1991).

2.6.

36

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Manajemen Reproduksi babi merupakan suatu pola

pemeliharaan yang harus dilakukan oleh peternak.

Adapun manajemen reproduksi tersebut meliputi pubertas

sampai proses laktasi. Pubertas adalah periode saat

organ-organ reproduksi babi pertama kali berfungsi dan

menghasilkan telur atau sperma dewasa. Faktor yang

mempengaruhi pubertas adalah genetik, makanan, musim,

cahaya, kandang, dan lingkungan. Setelah masa pubertas,

babi betina mengalami 5 siklus estrus yang berlangsung

selama 21 hari. Babi betina hanya menerima pejantan

pada masa birahi saja. Pada saat inilah terjadi

perkawinan. Lama perkawinan pada babi sekitar 10-20

menit. Pada masa kebuntingan terjadi selama 114 hari,

dan proses kelahiran pada babi 1-12 jam. Setelah proses

kelahiran perlu diperhatikan apakah induk menyusui, hal

ini harus diperhatikan karena pemberian air susu induk

24 jam pertama mengandung kolostrum yang bermanfaat

bagi anak babi.

37

DAFTAR PUSTAKA

Frandson,R.D.1992.Anatomi dan Fisiology Ternak,edisi ke-4

diterjemahkan oleh Srigandono,B dan Praseno,K.Gadjah Mada

University Press.Yogyakarta

Frandson, R.D., 1996, Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi ke-

7, diterjemahkan oleh Srigandono, B dan Praseno,

K, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.http://beternakcara.blogspot.com/2013/

11/pubertas-pada-ternak-babi.html

Najibulloh, Muhamad. 2012. Pola dan Sistem Produksi pada

Ternak. http://najibdhevie.blogspot.com/2012/12/pola-dan-

sistem-produksi-pada-ternak.html. Diakses pada tanggal 3

Juni 2014.

Marawali, A., M.T. Hine, Burhanuddin, H.L.L.

Belli. 2001. Dasar-dasar ilmu reproduksi ternak.

Departemen pendidikan nasional direktorat

pendidikan tinggi badan kerjasama perguruan

tinggi negeri Indonesia timur. Jakarta.

Partodiaharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. PT. Mutiara

Sumber Widya. Jakarta Lopez, H., L. D. Satter,

and M. C. Wiltbank.2004. Relationship between

level of milk production and estrous behavior of

lactating dairy cows. Anim. Reprod. Sci. 89:209–

223.

38

Sihombing D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

39