Lymph Nodes

20
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Payudara Payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit yang terletak pada iga dua sampai iga enam, dari pinggir lateral sternum sampai linea aksilaris media. Kelenjar ini dimiliki oleh pria dan wanita. Namun, pada masa pubertas, payudara wanita lambat laun akan membesar hingga membentuk setengah lingkaran, sedangkan pada pria tidak. Pembesaran ini terutama terjadi akibat penimbunan lemak dan dipengaruhi oleh hormon-hormon ovarium (Snell, 2006). Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan, yaitu jaringan glandular (kelenjar) dan jaringan stromal (penopang). Jaringan kelenjar meliputi kelenjar susu (lobus) dan salurannya (ductus). Sedangkan jaringan penopang meliputi jaringan lemak dan jaringan ikat. Selain itu, payudara juga memiliki aliran limfe. Aliran limfe payudara sering dikaitkan dengan timbulnya kanker maupun penyebaran (metastase) kanker payudara (Haryono dkk, 2011). Menurut Saymor (2000) setiap payudara terdiri atas 15-20 lobus yang tersusun radier dan berpusat pada papilla mamma. Saluran utama tiap lobus memiliki ampulla yang membesar tepat sebelum ujungnya yang bermuara ke papilla. Tiap papilla dikelilingi oleh daerah kulit yang berwarna lebih gelap yang disebut areola mamma. Pada areola mamma, terdapat tonjolan-tonjolan halus yang merupakan tonjolan dari kelenjar areola di bawahnya. Jika dilakukan perabaan pada payudara, akan terasa perbedaan di tempat yang berlainan. Pada bagian lateral atas (dekat aksila), cenderung terasa bergumpal-gumpal besar. Pada bagian bawah, akan terasa seperti pasir atau kerikil. Sedangkan bagian di bawah puting susu, akan terasa seperti kumpulan biji yang besar. Namun, perabaan ini dapat berbeda pada orang yang berbeda. (Mangunkusumo, 2006). Universitas Sumatera Utara

Transcript of Lymph Nodes

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Payudara

Payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit yang terletak pada iga dua

sampai iga enam, dari pinggir lateral sternum sampai linea aksilaris media.

Kelenjar ini dimiliki oleh pria dan wanita. Namun, pada masa pubertas, payudara

wanita lambat laun akan membesar hingga membentuk setengah lingkaran,

sedangkan pada pria tidak. Pembesaran ini terutama terjadi akibat penimbunan

lemak dan dipengaruhi oleh hormon-hormon ovarium (Snell, 2006).

Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan, yaitu jaringan

glandular (kelenjar) dan jaringan stromal (penopang). Jaringan kelenjar meliputi

kelenjar susu (lobus) dan salurannya (ductus). Sedangkan jaringan penopang

meliputi jaringan lemak dan jaringan ikat. Selain itu, payudara juga memiliki

aliran limfe. Aliran limfe payudara sering dikaitkan dengan timbulnya kanker

maupun penyebaran (metastase) kanker payudara (Haryono dkk, 2011).

Menurut Saymor (2000) setiap payudara terdiri atas 15-20 lobus yang

tersusun radier dan berpusat pada papilla mamma. Saluran utama tiap lobus

memiliki ampulla yang membesar tepat sebelum ujungnya yang bermuara ke

papilla. Tiap papilla dikelilingi oleh daerah kulit yang berwarna lebih gelap yang

disebut areola mamma. Pada areola mamma, terdapat tonjolan-tonjolan halus

yang merupakan tonjolan dari kelenjar areola di bawahnya.

Jika dilakukan perabaan pada payudara, akan terasa perbedaan di tempat

yang berlainan. Pada bagian lateral atas (dekat aksila), cenderung terasa

bergumpal-gumpal besar. Pada bagian bawah, akan terasa seperti pasir atau

kerikil. Sedangkan bagian di bawah puting susu, akan terasa seperti kumpulan biji

yang besar. Namun, perabaan ini dapat berbeda pada orang yang berbeda.

(Mangunkusumo, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Hoskins et, al (2005) Untuk mempermudah menyatakan letak

suatu kelainan, payudara dibagi menjadi lima regio, yaitu :

1. Kuadran atas bagian medial (inner upper quadrant)

2. Kuadran atas bagian lateral (outer upper quadrant)

3. Kuadran bawah bagian medial (inner lower quadrant)

4. Kuadran bawah bagian lateral (outer lower quadrant)

5. Regio puting susu (nipple)

Gambar 2.1 Anatomi Payudara

Sumber: Rosai, 2002.

2.2. Tumor Payudara

2.2.1. Definisi Tumor Payudara

Tumor payudara adalah benjolan tidak normal akibat pertumbuhan sel yang

terjadi secara terus menerus (Kumar dkk, 2007). Dalam klinik, istilah tumor

sering digunakan untuk semua tonjolan dan diartikan sebagai pembengkakan,

yang dapat disebabkan baik oleh neoplasma maupun oleh radang, atau

perdarahan. Neoplasma membentuk tonjolan, tetapi tidak semua tonjolan

disebabkan oleh neoplasma (Sukardja, 2000).

areola

payudara

Kelenjar

mamma

Otot

pectoralis

mayor

Lymph

Nodes

klavikula

Costa

kedua

Ampulla

nipple

lobulus

ductus

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Etiologi dan Faktor Resiko

Menurut Rosjidi (2000) Sampai saat ini, penyebab pasti tumor payudara

belum diketahui. Namun, ada beberapa faktor resiko yang telah teridentifikasi,

yaitu :

a. Jenis kelamin

Wanita lebih beresiko menderita tumor payudara dibandingkan dengan pria.

Prevalensi tumor payudara pada pria hanya 1% dari seluruh tumor payudara.

b. Riwayat keluarga

Wanita yang memiliki keluarga tingkat satu penderita tumor payudara

beresiko tiga kali lebih besar untuk menderita tumor payudara.

c. Faktor genetik

Mutasi gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13 dapat

meningkatkan resiko tumor payudara sampai 85%. Selain itu, gen p53,

BARD1, BRCA3, dan noey2 juga diduga meningkatkan resiko terjadinya

kanker payudara.

d. Faktor usia

Resiko tumor payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia.

e. Faktor hormonal

Kadar hormon yang tinggi selama masa reproduktif, terutama jika tidak

diselingi oleh perubahan hormon akibat kehamilan, dapat meningkatkan

resiko terjadinya tumor payudara.

f. Usia saat kehamilan pertama

Hamil pertama pada usia 30 tahun beresiko dua kali lipat dibandingkan

dengan hamil pada usia kurang dari 20 tahun.

g. Terpapar radiasi

h. Intake alkohol

i. Pemakaian kontrasepsi oral

Pemakaian kontrasepsi oral dapat meningkatkan resiko tumor payudara.

Penggunaan pada usia kurang dari 20 tahun beresiko lebih tinggi

dibandingkan dengan penggunaan pada usia lebih tua.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Klasifikasi Tumor Payudara.

Berdasarkan „The World Health Organization‟ (WHO) tahun 2003,

Klasifikasi histologik Tumor Payudara Sebagai Berikut :

Tabel 1. Klasifikasi histologik Tumor Payudara (http://www.Atlas of breast. Com)

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Diagnosis

Diagnosis tumor payudara dapat ditegakkan dengan berdasarkan anamnesis

yang baik, pemeriksaan fisik dasar dan pemeriksaan penunjang. Sedangkan

diagnosis pasti adalah pemeriksaan histopatologi anatomi (Siregar, 2003).

1. Anamnesa meliputi: riwayat timbulnya tumor, adanya faktor resiko untuk

terjadinya tumor payudara dan adanya tanda-tanda penyebaran tumor.

2. Pemeriksaan fisik dari tumor payudara

Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)

Menurut Djamaloeddin (2005), deteksi dini tumor payudara adalah suatu

usaha untuk menemukan adanya tumor yang belum lama tumbuh, masih

kecil, masih lokal, dan belum menimbulkan kerusakan yang berarti

sehingga masih dapat disembuhkan. Deteksi dini biasanya dilakukan pada

orang-orang yang “kelihatannya sehat”, asimptomatik, atau pada orang

yang beresiko tinggi menderita tumor. Wanita usia 20 tahun ke atas

sebaiknya melakukan SADARI sebulan sekali, yaitu 7-10 hari setelah

menstruasi. Pada saat itu, pengaruh hormon ovarium telah hilang sehingga

konsistensi payudara tidak lagi keras seperti menjelang menstruasi. Untuk

wanita yang telah menopause, SADARI sebaiknya dilakukan setiap

tanggal 1 setiap bulan agar lebih mudah diingat.

Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dilakukan dalam tiga tahap,

yaitu :

a.Melihat payudara

b.Memijat payudara

c.Meraba payudara

Jika ditemukan benjolan maka yang akan dilakukan:

1) Lokasi tumor

2) Diskripsi tumor

Universitas Sumatera Utara

Menurut Soeprianto (2003) klinis jinak dan ganas memberikan gambaran

sebagai berikut:

klinis jinak memberikan gambaran

a. Bentuk bulat, teratur atau lonjong.

b. Permukaan rata

c. Konsistensi kenyal, lunak

d. Mudah digerakkan terhadap sekitar

e. Tidak nyeri tekan.

Klinis ganas memberikan gambaran

a. Permukaan tidak rata dan berbenjol-benjol

b. Tepi tidak rata

c. Bentuk tidak teratur

d. Konsistensi keras, padat

e. Batas tidak tegas

f. Sulit digerakkan terhadap jaringan sekitar

g. Kadang nyerti tekan

3. Pemeriksaan penunjang

a. Mammography

b. Ultrasound (USG)

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

d. Biopsi

Terbuka : dilakukan dengan operasi seperti biasa dapat berupa

pengangkatan seluruh benjolannya (eksisi) atau sebagian saja (insisi).

Tertutup : biopsi aspirasi jarum halus (Djamaloeddin, 2005).

2.3. Biopsi aspirasi jarum halus

Biopsi aspirasi jarum halus merupakan alat diagnostik jaringan dengan

cara memeriksa sejumlah sel dari ekstra tumor atau nodul yang diambil dengan

mempergunkan jarum dan tabung suntik (Tambunan 1992).

Universitas Sumatera Utara

2.3.1. Keuntungan Bajah

Penggunaan biopsi aspirasi dalam diagnosis tumor mempunyai dampak

yang menguntungkan baik ditinjau dari segi manejemen tumor, pelayanan

onkologik rumah sakit maupun bagi pasien (Tambunan 1992).

1. Dampak dalam menejemen tumor

Ditinjau dari segi manejemen tumor, biopsi aspirasi memberi dampak

menguntungkan :

a. Menejemen tumor lebih sederhana.

b. Penggunaan alat canggih lebih selektif.

c. Tindakan biopsi yang tidak menguntungkan dapat dihindari.

d. Alternatif pengobatan dapat dilakukan segera.

2. Dampak terhadap pelayanan rumah sakit

Teknik dan peralatan biopsi aspirasi yang sederhana, murah dan cepat

memberi dampak yang menguntungkan bagi pengelolaan rumah sakit,

terutama rumah sakit pemerintah :

a. Pelayanan onkologik dapat ditingkatkan

b. Biaya operasional rumah sakit menurun

3. Dampak terhadap pasien

Teknik sederhana, murah, cepat dan tidak menimbulkan efek samping

yang berarti, memberi dampak yang menguntungkan sebagai berikut :

a. Biaya pemeriksaan lebih murah

b. Hasil pemeriksaan cepat, rasa cemas dan stres dipersingkat

c. Keinginan pasien konsultasi pada dokter meningkat dan

kesempatan menemukan kanker sedini mungkin lebih luas

d. Pasien mendapat pengobatan segera.

2.3.2. Keterbatasan Bajah

Harus disadari bahwa jangkauan sitologi biopsi aspirasi terbatas.

a. Luasnya invasi tumor tidak dapat ditentukan.

b. Subtipe kanker tidak selalu dapat diidentifikasi.

c. Dapat terjadi negatif palsu.

d. Harus ada kerja sama klinisi dengan patologis.

Universitas Sumatera Utara

2.3.3. Indikasi Bajah

Hampir semua tumor dapat dilakukan biopsi aspirasi, baik yang letaknya

superfisial palpable ataupun tumor yang terletak di dalam rongga tubuh

unpalpable dengan indikasi:

a. Membedakan tumor kistik, solid dan peradangan.

b. Diagnosis prabedah kanker sebagai pengganti diagnosis potong beku intra

operatif

c. Diagnosis pertama pada wanita muda (kurang dari 30 tahun) dan wanita

lanjut usia

d. Payudara yang telah dilakukan beberapa kali biopsi diagnostik

e. Penderita yang menolak operasi/anestesi

f. Nodul-nodul lokal atau regional setelah operasi mastektomi.

g. Kasus kanker payudara stadium lanjut yang sudah inoperabel.

h. Mengambil spesimen untuk kultur dan penelitian.

2.3.4. Tehnik Biopsi

Teknik biopsi aspirasi mencakup kegiatan mulai dari pendekatan pasien,

mempersiapkan peralatan, mengambil aspirat tumor dan membuat sediaan

(Tambunan, 1992).

a. Persiapan alat

Alat yang dipergunakan terdiri dari tabung suntik plastik ukuran 10 ml,

jarum halus, gagang pemegang tabung suntik, kaca objek dan desinfektan

alkohol atau betadin.

b. Pendekatan pasien

c. Dengan ramah pasien dianamnesis singkat. Wawancara singkat ini dibuat

sedemikian rupa, sehingga pasien tidak takut atau stres dan bersedia

menjalani biopsi aspirasi. Biopsi dilakukan dengan kelembutan hati dan

rasa tanggung jawab terhadap sesama manusia.

d. Pengambilan aspirat tumor

1. Tumor dipegang lembut

2. Jarum diinsersi segera ke dalam tumor.

Universitas Sumatera Utara

3. Piston di dalam tabung suntik ditarik ke arah proksimal; tekanan di

dalam tabung menjadi negatif; jarum manuver mundur-maju. Dengan

cara demikian sejumlah sel massa tumor masuk ke dalam lumen jarum

suntik.

4. Piston dalam tabung dikembalikan pada posisi semula dengan cara

melepaskan pegangan.

5. Aspirat dikeluarkan dan dibuat sediaan hapus, dikeringkan di udara

dan dikirimkan ke laboratorium pusat pemeriksaan kanker.

Gambar 2.2.Teknik biopsi aspirasi jarum halus (BAJH) Tumor Payudara

Sumber: Lestadi,1999.

2.3.5. DIAGNOSIS SITOLOGIK BIOPSI ASPIRASI DAN NILAI KLINIK

Ketepatan diagnostik sitologi biopsi jarum halus (BAJH), apabila

dilakukan oleh ahli sitopatologi akan mendapatkan nilai lebih tinggi,

dibandingkan apabila dilakukan klinisi karena itu disarankan sedapat mungkin

penderita sebaiknya dirujuk ke laboratorium sitologi patologi anatomi untuk

pengambilan sampel bahan pemeriksaan atau paling sedikit sampel diambil oleh

dokter yang sudah biasa melakukan biopsi aspirasi (Lestadi. 1999).

Pada umumnya sensitivitas sitologi aspirasi jarum halus (positif dan

curiga) berkisar antara 77% sampai 98% untuk adanya kanker payudara dan nilai

spesifisitas berkisar antara 97,6% sampai 100% untuk absennya kanker payudara.

Ini memberikan bukti tingginya nilai diagnostik dari sitologi BAJH sebagai cara

diagnosis prabedah tumor payudara (Etta et al, 2002).

Universitas Sumatera Utara

1. Posisif maligna disebut Positif

2. Kelainan jinak disebut Negatif

3. Mencurigakan maligna disebut Suspek

4. Tidak dapat diinterpretasi disebut Inkonklusif

a. Sitologi positif merupakan "mandat" untuk melakukan tindakan

lebih lanjut antara lain survei metastasis, menentukan stadium,

memilih alat diagnostik lain bila diperlukan dan mendiskusikan

pola pengobatan.

b. Sitologi negatif atau kelainan jinak, belum dapat menyingkirkan

adanya kanker; perlu dipikirkan kemungkinan negatif palsu.

Negatif palsu dapat terjadi karena kesalahan teknis, sehingga

sejumlah sel tumor tidak terdapat pada sediaan. Bila terdapat

diskrepensi sitologi dan data klinik, alternatif tindakan terbaik

adalah biopsi bedah; akan tetapi, pada kasus sitologi negatif

dengan spesifikasi kelainan dan cocok dengan gambaran klinik,

maka pola pengobatan dapat ditentukan.

c. Sitologi suspek, mungkin memerlukan pemeriksaan lain sebelum

pengobatan antara lain pemeriksaan potongan beku ataupun

d. sitologi imprint atau kerokan durante operasional (Tambunan &

Lukito, 1992).

2.3.6 Penilaian sediaan sitologi biopsi aspirasi jarum halus pada tumor

payudara

2.3.6.1. Sitologi Radang dan Lesi Menyerupai Tumor Payudara.

1. Peradangan

Peradangan biasanya menimbulkan nyeri spontan dan nyeri tekan di

bagian yang terkena. Contoh peradangan payudara adalah mastitis dan nekrosis

lemak traumatik. Peradangan tersebut dapat terjadi akibat proses infeksi maupun

bukan infeksi. Masitis merupakan kondisi radang akut yang nyeri, biasanya terjadi

pada minggu-minggu pertama setelah persalinan (menyusui) dengan

staphylococcus aureus sebagai penyebab terbanyak. Tempat masuk kuman

biasanya lewat luka pada papila, menyebabkan peradangan supuratif menyebar

Universitas Sumatera Utara

dari duktus kejaringan fibroadiposa di sekitarnya dan cenderung terbatas pada satu

segmen payudara menimbulkan pembengkakan setempat dan eritema (Grace,

2006). Sedangkan nekrosis lemak merupakan kelainan yang ditemukan sebagai

lesi yang berbatas jelas, akibat jaringan parut yang terbentuk maka terdapat daerah

yang konsistensinya padat (Mangunkusumo, 2006).

Gambaran sitologi sel radang umumnya terdiri atas sel lekosit PMN,

banyak sel histiosit bercampur fibrin dan debris seluler. Khususnya fagositosis

sel limfosit dan sel plasma sering ditemukan di dalam sediaan hapus, reaksi

fibroblas ditemukan dalam bentuk lembaran dengan infiltrasi sel radang dan sel

epitel duktus menunjukkan aktivitas dengan memperlihatkan inti-inti yang

membesar dan hiperkromatik, ukuran bervariasi dan mengandung nukleoli nyata

(Sander, 2004).

Gambar 2.3. Sitologi ulkus disebabkan oleh mastitis kronik Kistik Payudara

Sumber: Lestadi, 1999.

2.3.6.2. Sitologi Displasia Kistik Payudara

1. Perubahan Fibrokistik (mammary displasia)

Fibrokistik adalah kelainan akibat dari peningkatan dan distorsi

perubahan siklik payudara yang terjadi secara normal selama daur haid.

Penyakit fibrokistik pada umumnya terjadi pada wanita berusia 25-50 tahun

(>50%) (Kumar, 2007). Perubahan fibrokistik dibagi menjadi perubahan

nonproliferatif dan perubahan proliferatif, bermanifestasi dalam beberapa

bentuk yang biasanya melibatkan kombinasi dari 3 respon jaringan dasar,

proliferasi epitel (proliferatif), fibrosis dan pertumbuhan kista (nonproliferatif).

Proliferasi sel-sel epitel menyebabkan adenosis. Pada kasus-kasus lain fibrosis

lebih dominan dan kelainan proliferasi epitel kurang tampak (Berek, 2005).

Universitas Sumatera Utara

2. galaktokele

galaktokele adalah dilatasi kistik suatu duktus yang tersumbat yang

terbentuk selama masa laktasi. Galaktokel merupakan lesi benigna yang luar

biasa pada payudara dan merupakan timbunan air susu yang dilapisi oleh epitel

(Kumar et, al, 2007).

3. ginekomasti

Ginekomasti adalah analog laki-laki untuk perubahan fibrokistik pada

perempuan. Penyebabnya ialah pengaruh estrogen yang berlebihan, biasanya

dari kelenjar adrenal (Kumar dkk, 2007).

Gambaran sitologi proliferasi epitel/hiperplasia epitel mempunyai inti biasanya

berbentuk bulat atau oval, membesar dengan ukuran bervariasi dan

hiperkromatik ringan sampai sedang, beberapa kelompok sel menunjukkan inti

pleomorfik berbentuk spindel, berbentuk seperti serabut atau memanjang

(Lestadi,1999).

Gambar 2.4. Sitologi Displasia Kistik Payudar

Sumber: Lestadi, 1999.

2.3.6.3. Sitologi Tumor Jinak Payudara.

1. Fibroadenoma mammae (FAM).

Adalah tumor jinak tersering pada payudara dan umumnya menyerang

para remaja dan wanita dengan usia 30an tahun. Berbatas tegas, konsistensi

padat kenyal, muncul sebagai nodus diskret, biasanya tunggal, mudah

digerakkan, dan diameter 1-10 cm. Fibroadenoma terdiri dari sel epitel dan

stroma (Britto, 2005). Gambaran sitologi sebagai berikut: sediaan apus

biasanya penuh sel (hiperseluler), sebagian besar sediaan apus mengandung

Universitas Sumatera Utara

sejumlah besar sel-sel epitel yang berbentuk lempengan bahkan menutupi

seluruh lapangan sediaan dibawah mikroskop. Lempengan sel menunjukkan

satu lapisan sel dengan ukuran sel yang bervariasi, tetapi kebanyakan epitel

berlapis dengan susunan kohesi sel yang kompak, menonjol seperti jari tangan

atau bangunan teratur. Inti telanjang, tidak diketahui pasti asalnya mungkin

berasal dari stroma atau sel duktus lapisan luar atau sel mioepitel apabila inti-

inti telanjang tersebut ukurannya kecil, bewarna hitam dan berbentuk spindel

dengan atau tanpa bipolar ( Lestadi, 1999).

Gambar 2.5. Sitologi Fibroadenoma Payudara

Sumber: Lestadi, 1999.

2. Tumor Philloides

Tumor Philloides disebut tumor mirip dengan fibroadenoma dengan

stroma seluler yang bertumbuh dengan cepat. Diperkirakan berasal dari stroma

intralobulus, jarang dari fibroadenoma yang sudah ada (Grace, 2006). Tumor

ini mungkin kecil (diameter 3 hingga 4 cm), stroma tumor ini sangat selular

dan padat, serta memperlihatkan aktivitas mitotik yang tinggi, tetapi sebagian

besar tumbuh hingga berukuran besar/masif sehingga payudara membesar

(Kumar dkk, 2007). Gambaran sitologi sel epitelial yang sama dengan

fibroadenoma, tetapi mengandung sel-sel spindel atipik yang menyerupai

fibrosarkoma. Sel-sel stroma membentuk susunan sel yang terlepas atau

longgar dengan sitoplasma yang banyak. Inti sel stroma adalah besar dan

pleiomorfik dengan nukleoli nyata (Miller, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6. Sitologi Tumor philloides jinak dan ganas

Sumber: Lestadi, 1999.

3. Papiloma Intraduktus

Adalah tumor jinak yang timbul pada wanita usia subur dengan usia

yang sedikit lebih tua daripada yang menderita fibroadenoma dan lebih muda

dari pada yang menderita karsinoma (Kumar, 2007). Gejala klinis berupa

keluarnya sekret serosa atau berdarah dari puting payudara, adanya tumor

subareola kecil, dan retraksi puting payudara (jarang terjadi), tumor ini

biasannya tunggal dengan garis tengah kurang dari 1 cm (Schrock, 2004).

Gambaran sitologi kelompok-kelompok besar sel dengan kohesi yang baik,

sering tersusun dalam pola papiler dengan bentuk memanjang, bulat, linear atau

tidak beraturan. Seringkali sel-sel yang terletak di perifer menunjukkan inti-

inti yang terdesak ke tepi dengan atau tanpa vakuolisasi. Sel-sel yang terletak

di tengah menunjukkan vakuolisasi dalam berbagai ukuran. Pada umumnya

inti-inti berbentuk bulat atau oval dengan kromatin granuler dan uniform

(Lestadi, 1999).

Gambar 2.7. Sitologi papiloma intraduktus

Sumber: Lestadi, 1999

Universitas Sumatera Utara

2.3.6.4. Sitologi Karsinoma

Karsinoma payudara dibagi menjadi karsinoma yang belum menembus

membran basal (noninvasif) dan kanker yang sudah (invasif). Bentuk utama

karsinoma payudara diklasifikasikan sebagai berikut:

A. Noninvasif

1. Karsinoma duktus in situ

2. Karsinoma lobulus in situ

B. Invasif

1. karsinoma duktus invasif

2. karsinoma lobular invasif

3. karsinoma medularis

4. karsinoma koloid

5. karsinoma tubulus.

Dalam menilai keganasan karsinoma dibedakan dua macam kriteria yaitu

kriteria keganasan utama dan kriteria keganasan sekunder. Kriteria keganasan

utama adalah parameter morfologik yang menjadi dasar diagnosis keganasan

definitif sedangkan kriteria keganasan sekunder adalah parameter morfologik

yang apabila ditemukan dapat memberi bantuan yang penting dalam diagnosis dan

bukan dibutuhkan untuk membuktikan keganasan. Adapula tanda-tanda atau pola

gambaran sel yang lain disebut kriteria indirek, dimana ia dapat bermanfaat dalam

membedakan lesi jinak dari lesi ganas (lestadi, 1999).

Menurut Lestadi (1999) Gambaran sitologi karsinoma sebagai berikut :

A. Gambaran keganasan pada sel tunggal

Kriteria utama :

1. Gambaran inti

a. Tipe kromatin

Inti sebagian besar terdiri atas kromatin yang menggumpal kasar atau

granuler kasar atau granuler halus, tersebar didalam inti dengan

nukleoli kecil yang tidak nyata.

Universitas Sumatera Utara

b. Tipe nukleolar

Inti mengandung nukleoli yang nyata mencolok dengan kromatin

granuler yang tersebar longgar.

c. Tipe ground glass

Homogen dengan gambaran ground glass ( kaca susu).

2. Gambaran kromatin

Berupa granuler kasar, menggumpal, granuler atau granuler halus, tetapi

granuler halus jarang dijumpai. Kromatin menggumpal dapat bekembang

menjadi bulat atau bentuk anguler. Distribusi kromatin mungkin rata atau

tidak (Hoskin & Robert, 2005).

Gambar 2.8. Sitologi karsinoma lobuler invasive payudara

Sumber: Lestadi, 1999.

1. Hiperkromasi

Sebagian inti sel yang terpulas lebih gelap secara optimal yang dilihat

dibawah mikroskop cahaya, mengindikasikan meningkatnya kuantitas

DNA, terutama peningkatan substansi basofilik.

2. Batas inti reguler

Ketebalan batas inti atau dinding inti ireguler menunjukkan pengerutan

yang banyak dan penting dalam mendiagnosis keganasan.

3. Bentuk inti dengan pleomorfik

Pleomorfik ditandai khas batas inti yang ireguler yaitu anguler, lobuler,

pipih (rata) dan mengerut seperti daun

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.9. Sitologi karsinoma papiler payudara

Sumber: Lestadi, 1999.

4. Lokasi inti marginal

Inti-inti sel ganas sering terletak eksentrik atau marginal. Khususnya untuk

adenokarsinoma itu merupakan kriteria diagnostik.

5. Multinukleoli ireguler (nukleoli abnormal)

Nukleoli pada umumnya merupakan gambaran yang tidak konsisten dan

tidak dapat dipercaya untuk diagnosis karsinoma. Inti besar mungkin

ditemukan pada sel karsinoma, demikian pula pada setiap sel aktif dan sel

berproliferasi (kehamilan, menyusui).

6. Mitosis reguler

Mitosis adalah parameter yang inkonklusif untuk mendiagnosis keganasan.

Mitosis dapat ditemukan pada penyakit proliferatif jinak dan pada tumor

jinak (fibroadenoma, papiloma), tetapi gambaran mitosis ireguler menjadi

lebih sering pada keganasan dan jarang ditemukan pada tumor jinak.

7. Vakuol sitoplasma bentuk tertentu

Vakuolisasi dalam sitoplasma pada sel karsinoma adalah hal yang biasa.

Khususnya 2 tipe vakuolisasi sitoplasma dinyatakan sebagai tanda

diagnostik untuk karsinoma

Kriteria sekunder

1. Ukuran inti

Sebagai Patokan inti sel karsinoma adalah lebih besar dari pada inti sel

Universitas Sumatera Utara

2. Inti banyak

Multinukleasi jarang ditemukan pada sel-sel karsinoma payudara, kecuali

pada tumor-tumor tipe sel besar atau tipe datia (giant cell), biasanya dapat

dilihat pada karsinoma duktal berdiferensiasi buruk.

3. Struktur sitoplasma dan konfigurasi

a. Jumlah sitoplasma

Pada karsinoma payudara jumlah sitoplasma dapat berbeda banyak

sekali. Ia tidak menunjukkan diagnosis yang bermakna untuk

keganasan, tetapi sitoplasmanya sedikit atau sitoplasma yang hampir

tidak ada.

b. Struktur sitoplasma

Sitoplasma sel ganas sering kali menunjukkan struktur padat, kadang-

kadang dalam kombinasi dengan granulasi eosinofilik longgar dan

berwarna basofilik (Lale et al, 2011).

c. Bentuk sitoplasma

Sitoplasma dari sel-sel yang tersendiri seringkali berbentuk tringuler

dan dapat merupakan gambaran khas dari keganasan.

Gambar 2.10. Sitologi karsinoma sel skuamosa pada payudara

Sumber: Lestadi,1999.

d. Batas sel

Batas sitoplasma yang tajam, tegas, tebal, dan reguler biasanya

ditemukan pada keduanya yaitu pada karsinoma dan sel duktus jinak

Universitas Sumatera Utara

B. Gambaran keganasan pada kelompok sel

Kriteria utama :

1. Kelompok sel tiga dimensi yang kompak, dengan batas sel yang licin.

2. Kumpulan kelompok sel dengan ukuran dan bentuk inti bervariasi.

3. Sel di dalam sel dengan inti hiperkromatik. Satu sel berada di dalam

vakuola sitoplasma dari sel epitelial lain.

4. Susunan sel khusus

a. Susunan sel menyerupai rantai

b. Formasi asiner

c. Formasi roset

Kriteria sekunder

1. Jumlah sel banyak

Biopsi aspirasi jarum halus menghasilkan sediaan apus yang penuh

mengandung sel, lebih jelas pada keganasan dari pada lesi jinak, hal ini

disebabkan oleh hilangnya daya kohesi antar sel pada tumor ganas.

2. Disosiasi sel

Disosiasi sel dan banyak sel epitel dengan sitoplasma triangular sangat

mencurigakan neoplasia ganas, walaupun dalam sediaan apus papiloma,

banyak sel yang tersendiri dengan sitoplasma silindrik dapat ditemukan.

3. Kelompok sel berlapis banyak dengan inti penuh dan saling bertumpuk.

Kelompok sel memperlihatkan gambaran seperti dapat bermanfaat dalam

membantu diagnosis keganasan, apabila tidak ditemukan sel-sel mioepitel

didalam kelompokkan sel-sel tersebut.

4. Lokasi inti ireguler

Sel-sel ganas dapat tersusun secara tidak teratur, menunjukkan inti seperti

papan, saling bertumpuk pada satu sisi atau berlokasi di perifer.

Universitas Sumatera Utara

Kriteria indirek

1. Nekrosis

Jaringan nekrotik biasanya polimorf dan kasar berwarna sianofilik atau

eosinofilik.

2. Mukus ekstraseluler dalam jumlah besar

Jumlah mukus ekstraseluler yang berlebihan seharusnya diperiksa dengan

seksama untuk mencari elemen epitelial yang mencurigakan adanya

karsinoma musinus

3. Tidak ditemukannya sel apokrin metaplastik

4. Tidak ditemukan sel mioepitel

5. Tidak dijumpai sel busah.

Universitas Sumatera Utara