Legalisasi-tindakan-aborsi-sebagai-upaya-perlindungan ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Legalisasi-tindakan-aborsi-sebagai-upaya-perlindungan ...
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Implementasi Tindakan Aborsi atas Indikasi Kedaruratan Medis dan
Kehamilan Akibat Perkosaan Sebagai Bagian Dari Kebijakan Hukum
Pidana
a. Tindakan Aborsi atas Indikasi Medis
Sebelum adanya legalisasi tindakan aborsi, pengaturan
mengenai aborsi sepenuhnya diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP). Seperti pada Pasal 349 KUHP yang
menyatakan bahwa jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 346 (aborsi), ataupun
melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam Pasal 347 dan Pasal 348 (aborsi), maka dapat
dipidana ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.Suatu
pembaharuan dalam hukum pidana di Indonesia dengan di
undangkannyaa Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dengan pengaturan mengenai pengecualian terhadap
tindakan aborsi yang semula hanyalah tindakan aborsi atas indikasi
kedaruratan medis yang mengancam jiwa ibu hamil, namun dalam
undang-undang ini pengecualian tersebut ditambah dengan kehamilan
akibat perkosaan. Berdasarkan hal tersebut, penulis melakukan
penelitian secara empiris dengan mengumpulkan data sekunder berupa
wawancara yang pertama dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Moewardi Surakarta (RSUD Dr. Moewardi).
RSUD Dr. Moewardi Surakarta telah menerapkan regulasi
yang diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009, PP No. 61 Tahun 2014,
PERMENKES No. 71 Tahun 2014, dan PERMENKES No. 3 Tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
2016 terkait tindakan aborsi. Berdasakan hasil wawancara dengan
Responden di RSUD Dr. Moewardi, pelaksanaan kebijakan hukum
tersebut telah dilaksanakan oleh RSUD Dr. Moewardi sejak terbitnya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (sebelum
di revisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004). Di dalam pasal 15 Undang-
undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan disebutkan bahwa dalam
keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil
dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Tindakan
medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan :
1) Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya
tindakan tersebut;
2) Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
berdasarkan pertimbangan ahli;
3) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya.61
Menurut responden, RSUD Dr. Moewardi melaksanakan
tindakan aborsi memang dilakukan dengan tujuan sebagai upaya
penyelamatan ibu hamil yang memiliki resiko tertentu sehingga
berdasarkan beberapa perimbangan yang mengharuskan pelaksanaan
tindakan aborsi.62
Hal ini sejalan dengan penjelasan Pasal 15 Undang-
Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (untuk selanjutnya
disingkat UU No. 23 Tahun 1992) yang mengandung arti bahwa
tindakan medis dalam bentuk penggunaan kandungan (aborsi) dengan
alasan apapun dilarang, namun diperbolehkan dalam keadaan darurat
sebagai upaya menyelamatkan nyawa ibu dan atau janin yang
dikandungnya.
61
Wawancara kepada Dr. Hari Wujoso, Sp.F, Kepala Komisi Etika dan Medikolegal Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, tanggal 20 Desember 2018. 62
Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Namun sebelum terbitnya UU No. 23 Tahun 1992, RSUD Dr.
Moewardi juga telah melaksanakan tindakan aborsi yang sesuai
dengan indikasi kedaruratan medis karena dalam segi etis, kehamilan
yang mengancam kesehatan ibu maupun bayi yang dikandungnya
tidaklah dibenarkan untuk dilaksanakan, maka jauh sebelum UU No.
23 Tahun 1992 berlaku, RSUD Dr. Moerwardi telah melaksanakan
tindakan aborsi. Munculnya UU No. 23 Tahun 1992 hanyalah sebagai
bentuk formil atas legalitas tindakan aborsi pada saat itu.63
Alasan kesehatan, yaitu apabila ada indikasi vital yang terjadi
pada masa kehamilan, apabila diteruskan akan mengancam dan
membahayakan jiwa si Ibu dan indikasi medis non vital yang terjadi
pada masa kehamilan dan berdasar perkiraan dokter, apabila diteruskan
akan memperburuk kesehatan fisik dan psikologis ibu. Selain itu juga
didasarkan pada alasan kesehatan janin uyaitu untuk menghindari
kemungkina melahirkan bayi cacat fisik maupun mental, walaupun
alasan ini belum bisa diterima sebagai dasar pertimbangan medis.64
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Penulis berupa
wawancara kepada Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi yang
memberikan pendapatnya terkait dengan pelaksanaan tindakan aborsi
bahwa tindakan aborsi dilaksanakan atas indikasi medis, baik indikasi
medis terhadap ibu maupun indikasi medis terhadap bayi (janin) yang
sedang di kandung oleh ibu hamil. Responden memberikan
pendapatnya dengan memberikan contoh kasus seorang ibu hamil yang
memiliki indikasi medis berupa penyakit jantung grade III, maka
seorang ibu hamil yang memiliki penyakit tersebut, perlu dilakukan
tindakan aborsi dengan alasan untuk menyelamatkan ibu hamil
tersebut.65
Penyakit jantung grade III sebaiknya tidak diperbolehkan
63
Ibid. 64
Dewi Novita, Aborsi menurut Petugas Kesehatan, PPPK-UGM, Yogyakarta, 1997, Hal. 16. 65
Wawancara kepada Dr. Sigit Setiadji, Sp.Og, M.Kes, M.H., Dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi, tanggal 26 Desember 2018. 65
Wawancara kepada Dr. Hari Wujoso, Sp.F, Kepala Komisi Etika dan Medikolegal Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, tanggal 20 Desember 2018.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
untuk hamil, jika pasien tersebut hamil, maka harus dirawat di Rumah
Sakit selama kehamilan, persalinan dan nifas, dibawah pengawasan
ahli penyakit dalam dan ahli kebidanan, atau dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan abortus terapeutikus. Persalinan hendaknya
pervaginam dan dianjurkan untuk sterilisasi.66
Menurut Responden dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi,
abosi bisa terjadi dalam 2 (dua) faktor, yaitu faktor janin dan faktor
ibu.67
Kedua faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Faktor janin
Kelainan pertumbuhan pada janin sebagai hasil konsepsi
merupakan kelainan yang paling umum sebagian penyebab pada
abortus pada trimester pertama. Hal ini disebabkan karena kelainan
kromosom seperti trisomi autosom, triploidi, tetraploidi, atau
monosomi 45X. Kelainan kromosom ini merupakan penyebab
lebih dari 90 % keguguran pada kehamilan kurang dari 8.
Penyebab abortus karena kelainan kromosom pada umumnya tidak
diketahui, tetapi mungkin disebabkan oleh: (1) kelainan genetik
seperti mutasi tunggal, (2) berbagai penyakit dan (3) mungkin
beberapa faktor ayah.68
2) Faktor Ibu
Wanita hamil mempunyai resiko untuk mengalami abortus
sebesar 10% resiko abortus terjadi pada wanita yang berusia
kurang dari 20 tahun, 20% terjadi pada usia 35-39 tahun , dan 50%
pada usia 40-45.69
Usia ayah juga beresiko terhadap kejadian
abortus, Insiden abortus meningkat 12-20% pada ayah yang
berusia lebih dari 40 tahun. Usia ayah yang tua bisa menyebabkan
66
Ibid. 67
Ibid. 68
Cuningham, G.F., Gant,F.N., Leveno, J.K., Gilsstrap III, C.L., Hauth, C.J., Wenstrom. D.K.,
Obstetri William. Edisi 21, EGC, Jakrata, 2005. 69
Heffner, L, “Advanced Maternal Age - How Old Is Too Old?”, Journal The New England
Journal of Medicine, Boston: Nov 4, 2004. Vol. 351, Iss. 19, Hal. 1927.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
translokasi kromosom pada sperma dimana hal tersebut dapat
menyebabkan abortus.70
Selain itu indikasi medis atas janin yaitu terdapat kelainan yang
mempengaruhi kesehatan atau perkembangan janin yang dikandung
oleh ibu hamil, dimana kelainan itu tidak dapat diselamatkan. Misalnya
saja kelainan anencephaly.71
secara legal bahwa tindakan aborsi ini
sangat bermanfaat bagi ibu hamil yang memiliki indikasi kedaruratan
medis.
Anachepaly (Yunani: an, “tanpa” + enkephalos, “otak”) adalah
suatu malformasi kongenital pada sistem saraf pusat, yang ditandai
dengan tidak terbentuknya kedua hemisfer serebri, serebelum, medula
spinalis dan jaras piramidalis. Sisa batang otak biasanya masih ada,
sedangkan sisa otak yang rudimenter terdiri dari jaringan ikat,
pembuluh darah, dan neuroglia. Anachepaly sering disertai dengan
malformasi lain misalnya kelenjar pituitari hipoplastik, akrania (tidak
adanya kalvaria), kelainan dasar tengkorak, serta rakiskisis bila
kegagalan penutupan tabung sarafnya ekstensif. Beberapa malformasi
lain juga biasa ditemukan misalnya spina bifida, hipoplasi adrenal,
polihidramnion, telinga terlipat, sumbing, kelainan jantung kongenital,
dan omfalokel. Karena biasanya masih terdapat sisa batang otak dan
jaringan saraf yang masih berfungsi, maka kelainan ini juga disebut
meroanensefali.
Anachepaly merupakan malformasi yang berat karena dapat
menyebabkan abortus spontan pada usia kehamilan yang bervariasi,
terlahir mati, atau lahir hidup tetapi hanya dapat bertahan beberapa jam
saja.72
Bayi yang lahir dengan Anachepaly biasanya buta, tuli, tidak
sadar, dan tidak dapat merasakan sakit. Bayi dengan Anachepaly
70
Cuningham, G.F., Gant,F.N., Leveno, J.K., Gilsstrap III, C.L., Hauth, C.J., Wenstrom. D.K.,
Op.Cit. 71
Moore KL, Persaud TVN. 2003. The developing human: clinically oriented embryology. 7th ed.
Saunders: Philadelphia. Calzolari F, Gambi B, Garani G, Tamisari L. 2004. Anencephaly: MRI
findings and pathogenetic theories. Pediatr Radiol. Hal: 34. 72
Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
mungkin memiliki batang otak yang rudimenter, tetapi tidak adanya
serebrum menyebabkan hilangnya pengendalian fungsi otonom dan
regulasi system organ, Meskipun demikian gerakan refleks, misalnya
bernafas, dan respons terhadap suara atau sentuhan mungkin masih
ada.73
Di dalam Pasal 75 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi.
Kemudian disebutkan di dalam Pasal 75 ayat (2) bahwa larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan :
1) Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini
kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang
menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun
yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan; atau
2) Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan.
Dari pengecualian di atas, kriteria indikasi kedaruratan medis
dan kehamilan akibat perkosaan merupakan kata kunci untuk dapat
dilaksanakannya tindakan aborsi yang legal di Indonesia. Ruang
lingkup indikasi kedaruratan medis diperinci di dalam Pasal 32 ayat (1)
butir (a) dan (b) PP No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi,
yang menyebutkan bahwa indikasi kedaruratan medis meliputi :
1) Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu
Di dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan mengancam nyawa merupakan penyakit yang
apabila kehamilannya dilanjutkan akan mengakibatkan kematian
ibu. Kemudian yang dimaksud mengancam kesehatan ibu
merupakan suatu keadaan fisik dan/atau mental yang apabila
kehamilan dilanjutkan akan menurunkan kondisi kesehatan ibu,
mengancam nyawa atau mengakibatkan gangguan mental berat.
73
Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
2) Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk
yang menderita penyakit berat dan/atau cacat bawaan, maupun
yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan.
Di dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan kehamilan yang mengancam nyawa dan
kesehatan janin merupakan kehamilan dengan kondisi janin yang
setelah dilahirkan tidak dapat hidup mandiri sesuai dengan usia,
termasuk janin yang menderita penyakit genetik berat dan/atau
cacat bawaan, maupun janin yang tidak dapat diperbaiki
kondisinya.
Penentuan adanya indikasi kedaruratan medis sebagaimana
disebutkan di dalam Pasal 33 ayat (1) PP No. 61 Tahun 2014,
dilakukan oleh tim kelayakan aborsi. Selanjutnya di dalam Pasal 33
ayat (2) disebutkan bahwa tim kelayakan aborsi paling sedikit terdiri
dari 2 (dua) orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang
memiliki kompetensi dan kewenangan. Di dalam menentukan indikasi
kedaruratan medis, tim harus melakukan pemeriksaan sesuai dengan
standar. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, tim membuat surat
keterangan kelayakan aborsi.
Di dalam Pasal 16 ayat (1) PERMENKES No. 3 Tahun 2016
tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi atas Indikasi
Kedaruratan Medis (Abortus Medisinalis), tindakan aborsi ini harus
didasarkan pada pertimbangan minimal 3 (tiga) dokter terutama dokter
Spesialis Obstetri dan Ginekologi serta dokter Spesialis Jiwa untuk
menyelamatkan ibu. Disebutkan bahwa tim kelayakan aborsi dibentuk
di setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang telah ditetapkan untuk
memberikan pelayanan aborsi atas indikasi kedaruratan medis dan
kehamilan akibat perkosaan. Berdasarkan hasil penelitian Penulis di
RSUD Dr. Moewardi, pelaksanaan tindakan aborsi memang di
laksanakan oleh tim yang terdiri dari Dokter Spesialis Obsetri dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Ginekologi, Dokter Spesialis Anak, Ketua Komis Etika dan
Medikolegal dan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP). Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP) ini merupaka dokter yang bertugas
saat menerima pasien tertentu.74
DPJP ini bisa terdiri dari berbagai macam dokter spesialis
tergantung dari kondisi ibu hamil. Misalnya ada pasien ibu hamil yang
sakit dan harus di tangani oleh Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh
Darah, namun pada saat dilakukan pemeriksaan ternyata ditemukan
penyakit lain (misalnya ada kebocoran di jantung) yang mengharuskan
dilakukan tindakan aborsi karena akan membahayakan janin jika tetap
dipertahankan. Maka adanya gabungan antara Dokter Spesialis Obsetri
dan Ginekologi dan Dokter Spesialis Jantung (atau Dokter Spesialis
lainnya) yang bersamaan melakukan perawatan terhadap ibu hamil
sekaligus melakukan tindakan aborsi tersebut.75
b. Kehamilan Akibat Perkosaan
Tindak pidana perkosaan erat sekali hubungannya dengan
fungsi reproduksi perempuan. Perkosaan dapat menimbulkan
kehamilan yang tak diinginkan. Menjalani kehamilan itu sendiri berat,
apalagi kehamilan tersebut tidak dikehendaki. Wanita yang
mengalami kehamilan yang tidak diinginkan pada umumnya akan
melakukan berbagai upaya untuk menggugurkan kandungannya
(aborsi).76
Sebenarnya, kehamilan merupakan proses alamiah karena
terjadinya pembuahan sel telur oleh sperma. Setiap pasangan suami
istri akan selalu menantikan peristiwa yang menggembirakan tersebut,
apalagi jika hal itu memang sudah direncanakan. Kehamilan yang
74
Ibid. 75
Ibid. 76
Riza Yuniar Sari, Riza Yuniar Sari, “Aborsi Korban Perkosaan Perspektif Hukum Islam dan
Hak Asasi Manusia”, Jurnal Al-Hukama The Indonesian Journal of Islamic Family Law,
Volume 03, Sidoarjo, 2013, Hal. 35.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
direncanakan tersebut biasanya telah melalui berbagai pertimbangan,
baik segi kesehatan, ekonomi, sosial, maupun agama. Jadi
mempertimbangkan kesehatan ibu secara keseluruhan merupakan hal
yang penting, karena hal tersebut akan berkait dengan keselamatan
selama masa kehamilan dan saat melahirkan, disamping juga
berpengaruh pada kesehatan janin yang dikandung. Sedangkan
kehamilan yang tidak dikehendaki karena perkosaan akan berakibat
kurang baik, karena si calon ibu tidak siap untuk menerima kenyataan
tersebut.77
Alasan social merupakan alasan utmana atas pelaksanaan
tindakan aborsi atas kehamilan akibat perkosaan. Tidak seluruhnya
kehamilan perempuan merupakan kehamilan yang dikehendaki, artinya
ada kehamilan yang tidak dikehendaki dengan alasan anak sudah
banyak, hamil diluar nikah sebagai akibat pergaulan bebas, hamil
akibat perkosaan atau incest, perselingkuhan dan sebagainya.
Perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki
berusaha agar kehamilannya gugur baik melalui perantara medis
(dokter) maupun abortir gelap meskipun dengan resiko tinggi. Hasil
penelitian tentang kehamilan yang tidak dikehendaki didasarkan pada
alasan-alasan melakukan aborsi dari alasan yang terkuat sampai
terlemah yaitu: ingin terus melanjutkan sekolah atau kuliah, takut pada
kemarahan orang tua, belum siap secara mental dan ekonomi untuk
menikah dan mempunyai anak , malu pada lingkungan sosial bila
ketahuan hamil sebelum menikah, tidak mencintai pacar yang
menghamili, hubungan seks terjadi karena iseng, tidak tahu status anak
nantinya karena kehamilan terjadi akibat perkosaan apalagi apabila
pemerkosa tidak dikenal.78
77
Suryono Ekotama. Harum Pudjiarto RS, G. Widiartana, Abortus Provocatus Bagi Korban
Perkosaan Perspektif Viktimologi, Kriminologi, dan Hukum Pidana, Cetakan Pertama,
Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2001, Hal. 190-191. 78
Dewi Novita, Op.Cit, Hal. 16.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Selain itu, alasan keadaan darurat (memaksa), kehamilan akibat
perkosaan. Kehamilan yang terjadi sebagai akibat pemaksaan
(perkosaan) hubungan kelamin (persetubuhan) seorang laki-laki
terhadap perempuan. Adapun alasan yang terakhir ini, yaitu alasan
keadaan darurat (memaksa) berupa kehamilan akibat perkosaan
sebagai alasan untuk melakukan aborsi adalah merupakan fokus dan
objek dalam penelitian ini, dan akan dianalisa lebih lanjut dalam bab
hasil penelitian dan pembahasan.79
Dalam pengecualian tindakan aborsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004, terkait kehamilan
akibat perkosaan, menurut responden bahwa seorang ibu yang
mengalami kehamilan akibat perkosaan juga dapat dikategorikan
sebagai indikasi kedaruratan medis karena korbannyaa mengalami
kondisi yang membahayakan kesehatan psikis atau mental.80
Karena
manusia terdiri atas fisik, mental dan sosial. Dalam kasus perkosaan,
mental merupakan kemampuan mengekspresikan yang kompleks,
maka gangguan mental akibat perkosaan ini (distress) termasuk dalam
gangguan kejiwaan. Apabila kehamilan yang terjadi akibat perkosaan
ini dapat beresiko menjadi gangguan kewijaan dikemudian hari, namun
dapat dicegah dengan dilakukannya tindakan aborsi ini, maka sangat
diperbolehkan untuk dilakukan. Namun sampai saat ini, responden
hanya menemukan tindakan aborsi yang telah dilakukan di RSUD Dr.
Moewardi hanya aborsi atas indikasi kedaruratan medis non-mental
(perkosaan).81
Hasil penelitian yang didapat oleh Penulis lainnya kepada
dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi sampai saat ini belum pernah
melakukan tindakan aborsi atas kehamilan akibat perkosaan. Jika ada
79
Ibid, Hal. 20. 80
Wawancara kepada Dr. Hari Wujoso, Sp.F, Kepala Komisi Etika dan Medikolegal Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, tanggal 20 Desember 2018. 81
Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
pasien dengan kasus perkosaan dan dalam jangka waktu 48 (empat
puluh delapan) jam melaporkan kejadiannya ke kepolisian dan di
tindaklanjuti oleh tenaga medis, maka dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi akan memberikan kontrasepsi darurat. Kontrasepsi darurat
berguna untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan,
seperti perkosaan. Namun kontrasepsi darurat ini hanya berkhasiat
mencegah terjadinya pembuahan paling lambat 2 X 24 jam (48 jam)
setelah terjadinya perkosaan. Artinya jika terdapat wanita yang
mengalami perkosaan, maka wanita atau keluarganya segera
mengantarkan ke rumah sakit guna mendapatkan penanganan medis
dan kontrasepsi darurat.82
Kontrasepsi darurat merupakan metode kontrasepsi yang
bertujuan untuk mencegah kehamilan setelah terjadinya hubungan
seksual tanpa perlindungan (unprotected intercourse). Diharapkan
dengan kontrasepsi darurat, kehamilan yang tidak diiinginkan dapat
dicegah. Demikian pula tindakan aborsi sebagai upaya penyelesaian
kehamilan yang tidak diinginkan dapat dikurangi. Penggunaan
kontrasepsi darurat ini dapat ditujukan kepada kasus-kasus perkosaan
yang terjadi di masyarakat. Mekanisme kerja kontrasepsi darurat yang
selama ini diketahui adalah menghambat atau menunda ovulasi,
menghambat perjalanan sel telur atau sperma dalam saluran tuba,
mempengaruhi fase luteal, embriotoksik, menginduksi aborsi dan
mencegah implantasi dengan merubah kondisi endometrium. Sesuai
dengan namanya, kontrasepsi ini hanya dipakai untuk keadaan
darurat.83
82
Ibid. 83
Rizani Amran, “Kontrasepsi Darurat : Pilihan Terkini Untuk Mencegah Kehamilan Yang Tidak
Diinginkan”, Disampaikan pada Seminar Sehari “Kontrasepsi Darurat” tanggal 30 November
1999 di RSMH Palembang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
c. Pelatihan, Pelaporan dan Penegakan Hukum atas Pelaksanaan
Tindakan Aborsi Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan
Akibat Perkosaan
Di dalam Pasal 36 ayat (1) PP No. 61 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi disebutkan bahwa dokter yang melakukan
aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat
perkosaan harus mendapatkan pelatihan oleh penyelenggara pelatihan
yang terakreditasi. Kemudian di dalam Pasal 2 ayat (2) PERMENKES
Nomor 71 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi
Administratif bagi Tenaga Kesehatan dan Penyelenggara Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dalam Tindakan Aborsi dan Pelayanan
Kesehatan Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara
Alamiah, disebutkan bahwa bagi dokter yang melakukan tindakan
aborsi harus mendapatkan pelatihan oleh penyelenggara pelatihan yang
terakreditasi.
Dari ketentuan pasal yang tertuang di dalam PP Kesehatan
Reproduksi dan PERMENKES No. 71 Tahun 2014 tersebut di atas,
mensyaratkan bahwa dokter yang akan melakukan tindakan aborsi
harus mendapatkan pelatihan terlebih dulu. Kata „harus‟ disini
merupakan kata kunci sebagai persyaratan yang harus dipenuhi untuk
bisa dilaksanakannya tindakan aborsi. Dengan kata lain jika dokter
tidak mendapatkan pelatihan terlebih dulu, maka dokter tersebut
seharusnya tidak dibenarkan dalam peraturan PP dan PERMENKES
untuk melakukan tindakan aborsi. Menurut Nico Ngani, bahasa hukum
„harus‟ di dalam peraturan perundang-undangan adalah untuk
menyatakan pemenuhan suatu kondisi atau persyaratan tertentu. Jika
keharusan tersebut tidak dipenuhi, maka yang bersangkutan tidak
memperoleh sesuatu yang seharusnya akan didapat.84
84
Nico Ngani, Bahasa Hukum & Perundang-Undangan, Cetakan Pertama (Yogyakarta : Pustaka
Yustisia, 2012), Hal. 109-110.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Menteri Kesehatan dalam menerbitkan PERMENKES tersebut
bukan tanpa tujuan atau mempersulit dokter yang akan melakukan
tindakan aborsi. Sebagaimana yang telah tertuang dalam Pasal 2
PERMENKES No. 3 Tahun 2016 disebutkan bahwa tujuan pelatihan
aborsi atas indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan
adalah meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam
rangka pemberian pelayanan aborsi yang aman, bermutu, dan
bertanggung jawab. Lebih lanjut dalam Pasal 6 PERMENKES No. 3
Tahun 2016, penyelenggara pelatihan dilaksanakan oleh Pemerintah
Pusat dan/atau Pemerintah Daerah bersama dengan organisasi profesi.
Adapun untuk peserta pelatihan hanya dapat diikuti oleh dokter yang
ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 8 PERMENKES No. 3 Tahun 2016.
Dalam Pasal 8 Ayat (2) PERMENKES No. 3 Tahun 2016, peserta
yang telah mengikuti pelatihan secara lengkap berhak mendapatkan
sertifikat pelatihan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Sertifikat
pelatihan yang diperoleh oleh peserta pelatihan merupakan bentuk
pengakuan untuk memberikan pelayanan aborsi yang aman, bermutu,
dan bertanggung jawab sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 9 Ayat (2)
PERMENKES No. 3 Tahun 2016.
Dari beberapa pasal dari PERMENKES yang telah diuraikan di
atas, pelatihan aborsi bagi dokter yang akan melakukan tindakan
aborsi, yang terpenting sebenarnya adalah sertifikasi yang merupakan
bentuk pengakuan dari Pemerintah bahwa dokter yang telah dilatih
tersebut akan dapat memberikan pelayanan aborsi yang aman,
bermutu, dan bertanggung jawab. Hal tersebut mengacu kepada Pasal
12 ayat (1) PERMENKES No. 3 Tahun 2016 tentang Pelatihan dan
Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi atas Indikasi Kedaruratan Medis
dan Kehamilan Perkosaan, yang menyebutkan bahwa pelayanan aborsi
atas indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus
dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab. Kemudian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
dipertegas di dalam Pasal 12 ayat (2) butir (a) bahwa pelayanan aborsi
yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab dilakukan oleh dokter
sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional.
Berdasarkan penelitian Penulis di Dinas Kesehatan Kota
Surakarta, Penulis mendapatkan hasil penelitian bahwa sampai dengan
saat ini tahun 2018, pelatihan bagi dokter terkait pelayanan aborsi atas
indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan belum
pernah diselenggarakan. Menurut responden dari Dinas Kesehatan
Kota Surakarta memberikan keterangan bahwa selama ini tidak ada
petunjuk pelaksanaan tentang pelatihan aborsi untuk dokter dari
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia maupun instruksi dari
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surakarta.85
Bedasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Penulis di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta, tindakan aborsi sudah dilakukan
sebelum ada pengaturan mengenai pelatihan oleh dokter sebagaimana
dimaksud dalam PERMENKES No. 3 tahun 2016. Jika ada pasien
yang memang diharuskan untuk melaksanakan tindakan aborsi, maka
tim dokter yang berwenang akan tetap melakukan tindakan aborsi
dengan berdasarkan pada ilmu pengetahuan dana pengalaman di
bidang Obstetri dan Ginekologi.86
Kemudian menurut Pasal 11 ayat (3) PERMENKES No. 3
tahun 2016, untuk menjamin kepatuhan terhadap penerapan
kompetensi yang dimiliki oleh peserta pelatihan (dokter yang telah
dilatih) di tempat kerjanya, harus dilakukan evaluasi pascapelatihan.
Evaluasi pascapelatihan dilaksanakan paling lama 6 bulan setelah
pelatihan. Evaluasi pasca pelatihan dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
85
Wawancara kepada dr. Tenny Setyoharini, M.Kes, Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar,
tanggal 26 November 2018. 86
Wawancara kepada Dr. Hari Wujoso, Sp.F, Kepala Komisi Etika dan Medikolegal Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, tanggal 20 Desember 2018.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Kabupaten/Kota bersama organisasi profesi sesuai dengan tugas dan
kewenangan masing-masing.
Penetapan dan pelatihan aborsi bagi dokter di tingkat
Kabupaten/Kota belum pernah dilaksanakan, maka secara otomatis
evaluasi pascapelatihan juga belum pernah dilaksanakan. Dengan
demikian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat ketidaksesuaian
antara peraturan yang telah ditetapkan dengan implementasi kenyataan
di lini lapangan. Peraturan yang mensyaratkan pelatihan aborsi bagi
dokter yang akan melakukan tindakan aborsi atas indikasi kedaruratan
medis dan kehamilan akibat perkosaan, yang termuat di dalam PP No.
61 Tahun 2014 dan PERMENKES No. 3 Tahun 2016 serta evaluasi
pasca pelatihan tidak terpenuhi.
Berdasarkan Pasal 13 PERMENKES No. 3 Tahun 2016
tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi atas Indikasi
Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan, pelayanan
tindakan aborsi dapat dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan merupakan tempat pelayanan kesehatan
sekaligus sebagai ujung tombak sumber data kesehatan di suatu
wilayah tertentu. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang dapat
melaksanakan pelayanan tindakan aborsi terdiri atas :
1) Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
Merupakan puskesmas yang mampu memberikan PONED
(Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) yang memiliki
dokter yang telah mengikuti pelatihan.
2) Klinik Pratama
Merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar
yang memiliki dokter yang telah mengikuti pelatihan.
3) Klinik Utama
Merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik
spesialistik obstetri dan ginekologi atau pelayanan medik dasar dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
spesialistik obstetri dan ginekologi, yang memiliki dokter obstetri
dan ginekologi yang telah mengikuti pelatihan.
4) Rumah Sakit
Merupakan rumah sakit yang memiliki dokter spesialis obstetri dan
ginekologi yang telah mengikuti pelatihan.
Hasil penelitian yang dilakukan Penulis di Dinas Kesehatan
Kota Surakarta, belum adanya pelaporan tindakan aborsi yang selama
ini terjadi. Menurut responden bahwa selama ini Dinas Kesehatan
hanya mengawasi segala pelayanan kesehatan di Puskesmas dan
hingga saat ini, puskesmas tidak berwenang untuk menyelenggarakan
praktik aborsi secara legal.87
Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
Penulis berpendapat bahwa terdapat ketidak sesuaian pemahaman
antara Dinas Kesehatan Kota Suraakarta dengan ketentuan dalam Pasal
13 PERMENKES No. 3 Tahun 2016. Dalam PERMENKES tersebut,
diatur bahwa Puskesmas juga merupakan salah satu fasilitas pelayanan
kesehatan yang diberikan wewenang untuk menyediakan pelayanan
kesehatan terkait aborsi dengan kriteria puskesmas tersebut mampu
memberikan PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar)
yang memiliki dokter yang telah mengikuti pelatihan.
Terkait pelaporan yang wajib dilakukan oleh fasilitas pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)
PERMENKES No. 71 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa setiap
penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan dan
mencatat pelaksanaan aborsi dan pemberian pelayanan reproduksi
dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Dinas
Provinsi, menurut responsden dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta
hingga saat ini karena belum adanya tindakan aborsi yang telah
diketahui oleh Dinas Kesehatan Kota Surakarta, maka hingga saat ini
87
Wawancara kepada dr. Tenny Setyoharini, M.Kes, Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar,
tanggal 26 November 2018.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
belum ada laporan terkait tindakan aborsi secara legal yang dilakukan
oleh fasilitas pelayanan kesehatan.88
Berdasarkan hal sersebut, Penulis dapat menyimpulkan bahwa
tidak adanya laporan yang disampaikan oleh fasilitas pelayanan
kesehatan, maka tidak berjalan pula fungsi pengawasan yang dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kota Surakarta karena laporan merupakan hal
utama untuk mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kota Surakarta. Maka, tidak adanya laporan bisa jadi karena
tidak adanya tindakan aborsi secara legal di Kota Surakarta. Padahal
jika merujuk pada Pasal 22 PERMENKES No. 3 tahun 2016
menyebutkan bahwa fasilitas Pelayanan Kesehatan di setiap wilayah
Kabupaten/Kota berkewajiban melaksanakan pencatatan dan
melaporkan pelayanan tindakan aborsi kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Kompilasi laporan di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota kemudian dilaporkan kepada Dinas Kesehatan
Provinsi. Kompilasi laporan di Dinas Kesehatan Provinsi kemudian
dilaporkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang pelayanan kesehatan dengan tembusan
Ketua Organisasi Profesi setempat. Pencatan dan pelaporan
dilaksanakan secara berkala paling sedikit 6 (enam) bulan sekali
artinya laporan ataupun pencatatan yang dilakukan Dinas Kesehatan
Kota Surakarta adalah Nihil.
Di dalam Pasal 23 ayat (1) PERMENKES No. 3 Tahun 2016
disebutkan bahwa Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersama organisasi profesi
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
Peraturan Menteri ini sesuai dengan fungsi, tugas, dan wewenang
masing-masing. Kemudian dipertegas di dalam Pasal 23 ayat (2)
88
Wawancara kepada dr. Tenny Setyoharini, M.Kes, Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar,
tanggal 26 November 2018.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
bahwa pembinaan dan pengawasan diarahkan pada peningkatan mutu
pelatihan pelayanan aborsi.
Penelitian Penulis di Dinas Kesehatan Kota Surakarta,
didapatkan hasil bahwa pembinaan dan pengawasan tentang pelatihan
dan pelaksanaan tindakan aborsi belum pernah dilaksanakan karena :89
1) Belum terdapat sosialisasi, pedoman, atau petunjuk pelaksanaan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
2) Belum pernah diselenggarakan pelatihan aborsi bagi dokter.
3) Belum adanya pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan terkait tindakan aborsi.
Dengan demikian Penulis berkesimpulan bahwa terdapat
ketidaksesuaian antara peraturan yang telah ditetapkan di dalam
PERMENKES dengan implementasi kenyataannya di lini lapangan.
d. Analisis Berdasarkan Teori Bekerjanya Hukum
Pada asasnya undang-undang yang baik adalah undang-undang
yang langsung dapat diimplementasikan dan tidak memerlukan
peraturan pelaksanaan lebih lanjut.90
Dalam teori bekerjanya hukum sebagaimana dicetuskan oleh
Lawrence M. Friedman yang membagi 3 kriteria yaitu Substansi
(Substance), Struktur (Structure) dan Budaya (Culture) maka dapat
dianalisis sebagai berikut:
1) Dilihat dari Komponen Substansi (Substance)
Beberapa regulasi baik undang-undang, peraturan
pemerintah maupun peraturan menteri yang terkait dalam tindakan
legalisasi aborsi telah berlaku di Indonesia, diantaranya UU No.
36 Tahun 2009, PP No. 61 Tahun 2014), PERMENKES No. 71
Tahun 2014, dan PERMENKES No. 3 Tahun 2016
89
Wawancara kepada dr. Tenny Setyoharini, M.Kes, Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar,
tanggal 26 November 2018. 90
F. Fernando M. Manulang, Menggapai Hukum Berkeadilan, Penerbit Buku Kompas, Jakarta
2007, Hal. 12.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Menurut Maria Farida Indrati, Peraturan Pemerintah berisi
peraturan-peraturan untuk menjalankan undang-undang, atau
dengan kata lain peraturan pemerintah merupakan peraturan-
peraturan yang membuat ketentuan dalam suatu undang-undang
bisa berjalan/diberlakukan.91
Fungsi Peraturan Pemerintah adalah
sebagai pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang
yang tegas-tegas menyebutnya. Fungsi ini sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyebutkan bahwa Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah
untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Dalam
hal ini Peraturan Pemerintah harus melaksanakan semua ketentuan
dari suatu undang-undang yang secara tegas meminta untuk diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.92
Dalam UU No. 36 Tahun 2009, pengaturan mengenai
legalisasi aborsi diatur dalam Pasal 75 yang menegaskan adanya
pengecualian terhadap tindakan aborsi diantaranya apabila aborsi
tersebut dilakukan atas kehamilan yang mempunyai indikasi
kedaruratan medis dengan klasifikasi sudah dideteksi sejak usia
dini kehamilan, serta dapat mengancam nyawa ibu dan/atau janin,
yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan,
maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi
tersebut hidup di luar kandungan. Selain itu pengecualian juga
dapat dilakukan apabila kehamilan tersebut adalah hasil dari
perkosaan dengan klasifikasi dapat menyebabkan trauma secara
psikologis bagi perempuan korban perkosaan itu.
Beberapa hal pokok yang penulis cermati dari berbagai
peraturan perundang-undangan terkait substansi hukum antara lain:
a) Terdapat perbedaan penentuan batas waktu pelaksanaan
tindakan aborsi yaitu dalam UU No. 36 Tahun 2009 aborsi
91
Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-undangan 1, Cetakan Ke-22, Kanisius, Sleman, 2007,
Hal. 194. 92
Ibid, Hal. 221.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
hanya dapat dilaksanakan apabila Sebelum kehamilan berumur
6 minggu dengan kata lain 42 hari dihitung dari hari pertama
haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis sedangkan
dalam PP No. 61 Tahun 2014 bahwa tindakan aborsi hanya
dapat dilakukan dalam jangka waktu 40 (empat puluh) hari
dihitung sejak hari pertama haid terakhir;
b) Terdapat penegasan pelaksana tindakan aborsi yaitu dalam UU
No. 36 Tahun 2009 aborsi dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri sedangkan
dalam PP No. 61 Tahun 2014 ditegaskan bahwa aborsi dapat
dilakukan dokter dengan menyertakan suraat keterangan dokter
mengenai usia kehamilan, keterangan penyidik, psikolog,
dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan. Terkait
dengan pelaksanaan aborsi, dalam PP No. 61 Tahun 2014
ditegaskan bahwa pelaksanaan aborsi dapat dilakukan oleh tim
kelayakan aborsi yang beranggotakan tim dokter spesialis
(dalam hal ini spesialis kandungan dan kebidanan) yang telah
memiliki sertifikat pelatihan dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota (Pasal 15 PERMENKES Nomor 3 Tahun
2016).
c) Terdapat penambahan adanya konseling dari konselor. Di
dalam UU No. 36 Tahun 2009 belum dicantumkan persyaratan
tentang persyaratan konseling oleh konselor. Sedangkan di
dalam PP No. 61 Tahun 2014 dipersyaratkan bahwa tindakan
aborsi hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling.
Konseling tersebut meliputi konseling pratindakan dan diakhiri
pascatindakan yang dilakukan oleh konselor. Dalam Pasal 19
dan 20 PERMENKES Nomor 3 Tahun 2016 menjelaskan
kedudukan konselor dalam tindakan aborsi. Namun dalam
PERMENKES Nomor 3 Tahun 2016, tidak disebutkan secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
jelas siapa yang menjadi konselor dalam melaksanakan
konseling dan hanya menyebutkan bahwa tindakan aborsi
hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling pratindakan
dan diakhiri dengan konseling pascatindakan serta dilakukan
oleh konselor yang berkompeten dan berwenang.
Menurut penulis, tindakan konseling yang diatur dalam
PERMENKES Nomor 3 Tahun 2016 akan menjadi
permaslahan apabila kedudukan konselor tidak disebutkan
secara jelas dalam PERMENKES Nomor 3 Tahun 2016 ini.
Terlebih lagi, jangka waktu konseling ini tidak dibatasi.
Padahal tindakan aborsi waktunya sangat terbatas yaitu hanya
40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dilihat
bahwa UU No. 36 Tahun 2009 dan PP No. 61 Tahun 2014 serta
PERMENKES Nomor 3 Tahun 2016, dilihat dari komponen
substansi (substance) masih cukup efektif. Dikatakan cukup efektif
karena antara UU No. 36 Tahun 2009 dan PP No. 61 Tahun 2014
menetapkan aturan-aturan yang saling mendukung satu sama lain.
Namun dalam PERMENKES No. 3 Tahun 2016, terdapat
kerancuan mengenai kedudukan konselor dalam proses tindakan
aborsi secara legal. PERMENKES No. 3 Tahun 2016 tidak
menyebutkan secara eksplisit siapa yang menjadi konselor.
Seharusnya, peentuan konselor harus dijelaskan agar tidak menjadi
permasalahn dikemudian hari. Maka, penentuan konselor ini harus
di interpretasikan kembali.
2) Dilihat dari Komponen Struktur (Structure)
Struktur Hukum adalah keseluruhan institusi penegakan
hukum beserta aparatnya yang mencakup kepolisian dengan para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
polisinya, kejaksaan dengan para jaksanya, kantor pengacara
dengan pengacaranya, dan pengadilan dengan hakimnya..93
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal UU No. 36 Tahun
2009, PP No. 61 Tahun 2014 dan PERMENKES No. 3 Tahun
2016, bahwa yang termasuk dalam struktur hukum pada penelitian
ini adalah Dinas Kesehatan. PERMENKES No. 71 Tahun 2014
menetapkan bahwa Dinas Kesehatan khususnya Kepala Dinas
Kesehatan diberikan wewenang untuk menyelenggarakan pelatihan
aborsi yang terakreditasi, menetapkan fasilitas kesehatan mana saja
yang dapat menyelenggarakan praktik aborsi secara legal,
menetapkan Tim Kelayakan Aborsi, menerima laporan tindakan
aborsi yang telah dilakukan hingga penjatuhan sanksi praktik
aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 36 Tahun
2009, PP No. 61 Tahun 2014), PERMENKES No. 71 Tahun 2014,
dan PERMENKES No. 3 Tahun 2016.
Hasil penelitian sebagaimana disebutkan diatas dapat
dianalisa bahwa peranan Dinas Kesehatan Kota Surakarta sebagai
lembaga struktur masih belum berjalan secara efektif. Hal tersebut
dibuktikan dengan ketidaktahuan Dinas Kesehatan Kota Surakarta
bahwa fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat melaksanakan
tindakan aborsi bukan hanya Rumah Sakit saja. Sesuai dengan
Pasal 13 PERMENKES No. 3 Tahun 2016 tentang Pelatihan dan
Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi atas Indikasi Kedaruratan
Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan, pelayanan tindakan
aborsi dapat dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
terdiri atas : 1) Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas); 2) Klinik
Pratama; 3) Klinik Utama; dan 4) Rumah Sakit. Dinas Kesehatan
Kota Surakarta hanya beranggapan bahwa selama ini kegiatan
aborsi tidak boleh dilaksanakan khususnya di puskesmas. Padahal
93
Ahmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)
Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Volume 1 Pemahaman Awal,
Kencana, Jakarta, 2009, Hal. 204.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
sesuai dengan PERMENKES tersebut, puskesmas diberikan
kewenangan untuk melaksanakan tindakan aborsi apabila
puskesmas dimaksud memiliki pelayanan PONED (Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) yang memiliki dokter yang
telah mengikuti pelatihan.
Bukan hanya terkait dengan penyelenggaraan tindakan
aborsi di fasilitas pelayanan kesehatan saja, namun hal terpenting
dalam pelaksanaan tindakan aborsi ini adalah dengan
menyelenggarakan pelatihan bagi dokter yang telah ditunjuk.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 PERMENKES Nomor 3
Tahun 2016 bahwa Penyelenggaraan pelatihan (aborsi) harus
terakreditasi dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,
meliputi akreditasi : 1) Kurikulum dan modul; 2) Penyelenggaran;
3) Tenaga Pelatih/Fasilitator; 4) Peserta Pelatihan; dan 5) Tempat
penyelenggaraan. Dari keempat unsur tersebut, belum ada satupun
yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Surakarta.
Padahal, untuk menyelenggarakan tindakan aborsi yang aman
haruslah didahului dengan pelatihan untuk dokter sesuai dengan
standart akreditasi yang berlaku. Hal ini juga yang akan digunakan
oleh dokter dalam melaksanakan tindakan aborsi secara aman.
Berdasarkan hal tersebut, Penulis berpendapat bahwa
peranan Dinas Kesehatan Kota Surakarta sebagai lembaga struktur
(structure) kurang berperan dengan baik.
3) Dilihat dari Komponen Budaya (Culture)
Komponen budaya (culture) yaitu terdiri dari nilai-nilai dan
norma yang berlaku dalam masyarakat. Norma-norma diluar
hukum yang sampai saat ini berlaku yaitu norma agama, norma
kesusilaan, norma kesopanan dan norma hukum. Norma agama
menduduki peringkat pertama dalam keberlakuan nilai norma
dalam masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Komponen budaya hukum ini sangat menentukan sekali
dalam upaya penegakan hukum (law enforcement). Ada kalanya
penegakan hukum pada suatu komunitas masyarakat sangat baik,
karena didukung oleh kultur yang baik melalui partisipasi
masyarakat (public participation). Pada masyarakat seperti ini,
meskipun komponen struktur dan substansinya tidak begitu baik
hukumnya akan tetap jalan dengan baik. Begitu pula sebaliknya,
jika tidak ada dukungan dari masyarakat, sebaik apapun struktur
dan substansi aturan tersebut, hasilnya tetap tidak akan baik dalam
penegakan hukum. Ross menyatakan bahwa hukum tidak lebih dan
tidak kurang hanyalah salah satu saja dari sekian banyak sarana
kontrol sosial dengan sifat yang paling terspesialisasi dan
tergarap.94
Di Indonesia, budaya hukum dimaksud adalah seperangkat
nilai normatif bersama yang diperoleh dari keseluruhan budaya
lokal Nusantara yang kini disebut Bangsa Indonesia. Secara
ideologis, budaya hukum Bangsa Indonesia dimaksud oleh
Soekarno disebut Pancasila dan diakui sebagai puncak budaya
bangsa Indonesia. Konsekuensi yuridis-logisnya, keseluruhan
produk hukum yang mengatur dinamika kehidupan bangsa
Indonesia seharusnya merupakan aktualisasi prinsip-prinsip
Pancasila.
Jika demikian pemahamannya, ketika produk hukum,
misalnya undang-undang diberlakukan akan diterima sebagian
besar warga (untuk tidak mengatakan seluruh) warga Nusantara,
dan jika tidak diterima berarti kemungkinan ada garis yang
terpotong (disconnection). Oleh sebab itu, dalam konteks politik
hukum, jika ada seperangkat peraturan perundang-undangan asal
94
Satjipto Rahardjo, “Mengajarkan Keteraturan Menemukan Ketidakteraturan”, Pidato
Mengakhiri Jabatan Sebagai Guru Besar Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro,
Hal. 256.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
negara kolonial atau dari negara lain akan diberlakukan, maka
paling tidak harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip Pancasila.
Demikian pula, aktivitas sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
hukum senantiasa dirujukkan pada prinsip-prinsip Pancasila.
Dalam konteks Indonesia, menurut penulis, Pancasila lah
yang dimaksud oleh Lawrence M. Friedman95
sebagai inti legal
cultural. Berdasarkan teori ini, maka Pancasila merupakan budaya
hukum bangsa Indonesia yang berisikan nilai-nilai ke-Indonesia-an
yang harus dijadikan input pada bekerjanya struktur hukum di
Indonesia sesuai alur yang diterangkan di atas. Lebih-lebih ketika
atribut globalisasi seperti individualistik, kapitalistik, dan
hedonistik semakin menjalar ke tengah masyarakat Indonesia,
maka kita sebagai bagian masyarakat Indonesia semakin menjadi
sadar bahwa betapa pentingnya budaya lokal, sekaligus
menegaskan baik lokal kita maupun budaya mereka.
Di Indonesia, sila kesatu Pancasila adalah Ketuhanan yang
maha esa. Sila kesatu ini mengandung pengertian bahwa tuhan
menduduki peringkat tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat
sehingga segala sesuatu yang berjalan di Negara Republik
Indonesia tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai agama. Dalam
Penulisan ini, hal utama terkait tindakan aborsi yang paling
menonjol adalah tindakan aborsi ini seringkali dianggap
bertentangan dengan nilai agama.
Misalnya dalam agama islam, terminologi aborsi aborsi
sebagaimana yang dikutip dalam kitab Al-Ashri bahwa aborsi
disebut dengan Isqatu Al-Khamli atau Al-Ijhad. Akan tetapi oleh
pakar bahasa, kata Al-Ijhad lebih sering diartikan dengan
keguguran janin yang terjadi sebelum memasuki bulan keempat
95
Lawrence M. Friedman, The Legal System, Russell Sage, New York, 1975. Lihat juga Lawrence
M. Friedman, 1986. “Legal Culture and Welfare State”, dalam Gunther Teubner (Ed), Dilemas
of Law in the Welfare State, Walter de Gruyter, New York,. Hal 13-27.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
(sebelum 120 hari) dari usia kehamilannya. Sedangkan kata yang
digunakan antara empat sampai tujuh bulan (lebih dari 120 hari)
setelah fisik janin terbentuk secara sempurna dan telah ada ruh
(nyawa) akan tetapi tidak dapat melanjutkan hidupnya adalah Al-
Isqat.96
Dalam konteks Islam dinyatakan bahwa kehidupan janin
(anak dalam kandungan) adalah kehidupan yang harus dihormati.97
Merupakan suatu pelanggaran jika melakukan aborsi terhadap janin
yang dikandung tanpa alas an yang sah atau dikuatkan tim medis.
Perbedaan pendapat terkait hukum aborsi dalam Islam didasarkan
dari hadits, pada masa Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam
telah terjadi suatu pertengkaran antara dua wanita dari suku Huzail.
Salah satunya yang tengah hamil dilempar batu dan
mengenai perutnya. Akibatnya janin yang berada dalam
kandungannya itu meninggal. Ketika persoalan tersebut diadukan
kepada Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam, pembuat jarimah
tersebut (yang melempar batu) dikenakan sanksi ghurrah, yaitu
memberikan seorang budak laki-laki atau perempuan. Ketetapan
inilah yang kemudian diadopsi para ahli fiqih untuk menetapkan
sanksi hukum terhadap orang yang melakukan aborsi tanpa alasan
yang sah atau tindak pidana terhadap pengguguran kandungan.
Menurut pendapat ulama, hukum aborsi dalam Islam dibagi
dalam tiga kategori, yaitu boleh, makruh, dan haram.98
Menurut
mayoritas ahli fiqih, melakukan aborsi terhadap janin yang telah
berusia 120 (seratus dua puluh) hari hukumnya adalah haram.
Sedangkan apabila usia janin sebelum 120 hari, maka terjadi
khilafiyah. Ada yang berpendapat boleh, makruh, dan haram.
96
Riza Yuniar Sari, Op. Cit, Hal. 59-60. 97
Yusuf Qaradhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jilid II, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, Hal.
70. 98
Dewani Romli, “Aborsi Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam (Suatu Kajian
Komparatif)”, Jurnal IAIN Ar-Raniri, Banda Aceh., Hal. 4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Alasan yang membolehkan atau yang mengharamkan sebelum 120
hari adalah firman Allah Subhanahu wa Ta‟ala dan hadits Nabi
yang menyatakan tentang penciptaan janin, dari nuthfah ke „alaqah
ke mudghah dan sampai ditiupkannya ruh. Secara sistematis,
sebagaimana yang telah dijelaskan pada ayat dan hadits di atas,
terdapat tahap pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam
rahim, mulai dari tahap al-nuthfah (sperma) atau setetes air mani.
Pertemuan sperma dan sel telur (ovum) ini lalu berdiam dalam
rahim ibu (uterus), yang di dalam Al-Qur‟an diistilahkan dengan
qarar makiin. Menetapnya telur di dalam rahim terjadi karena
timbulnya villis, yaitu perpanjangan telur yang menghisap zat yang
dibutuhkan dari dinding rahim, seperti akar tumbuh-tumbuhan
yang masuk ke dalam tanah. Pertumbuhan semacam ini
mengokohkan telur di dalam rahim.99
Tahapan-tahapan penciptaan
manusia ini membutuhkan proses selama 4 bulan (120 hari).100
Dari tahapan penciptaan diketahui bahwa tahap pemberian
nyawa (nafkh al-ruh) terjadi pada saat janin berusia sekitar 4 bulan
(120 hari), namun dari tahapan proses tersebut para ahli fiqih
berbeda pendapat tentang hukum aborsi yang dijabarkan sebagai
berikut :101
a) Mazhab Hanafiyah, diperbolehkan menggugurkan kandungan
yang belum berusia 4 bulan (120 hari), dengan alasan bahwa
sebelum waktu 4 bulan janin belum ditiupkan ruh. Dengan
demikian kehidupan insaniyah belum dimulai. Sebagian ulama
Hanafiyah berpendapat makruh apabila pengguguran tersebut
tanpa udzur (halangan/dispensasi), dan jika terjadi pengguguran
maka perbuatan tersebut merupakan dosa.
99
Khoirul Bariyyah dan Khairul Muttaqin, “Legalisasi Aborsi Dalam Perspektif Medis dan
Yuridis”, Jurnal Al-Ihkam Volume 11 No. 1, Pamekasan, 2016, Hal. 124. 100
Ibid. 101
Ibid, Hal. 142.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
b) Mazhab Malikiyah, mengharamkan aborsi sejak terjadinya
konsepsi (bertemunya sel telur dengan sperma di rahim ibu).
Pendapat yang sama dengan Malikiyah dikemukakan oleh Al-
Ghazali yang mengharamkan mutlak aborsi sejak terjadinya
konsepsi. Al-Ghazali mengartikan aborsi sebagai penghilangan
jiwa dalam janin. Ia membagi dua fase keadaan janin, yaitu
fase kehidupan yang belum teramati yang ditandai dengan
adanya proses kehidupan secara diam-diam dan fase kehidupan
yang sudah teramati yaitu ketika ibu atau orang lain dapat
mendeteksi tanda-tanda kehidupan bayi di dalam kandungan.
Muhammad Syaltut juga berpendapat sejak bertemunya sel
sperma dengan sel telur (ovum) sudah ada kehidupan pada
kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan
persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yaitu
manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya.
c) Mazhab Syafi‟iyah, dimakruhkan aborsi ketika usia kandungan
belum sampai 40 hari, 42 hari sampai dengan 45 hari.
Disamping itu ulama Syafi‟iyah juga mensyaratkan adanya
kerelaan kedua belah pihak (suami dan istri). Apabila usia
kandungan lebih dari 4 bulan (120 hari) maka hukumnya
haram.
d) Mazhab Hanabilah, sebagaimana pendapat ulama Hanafiyah,
memperbolehkan aborsi ketika usia kandungan belum sampai 4
bulan (120 hari) atau belum ditiupkan ruh. Lebih dari 120 hari
hukumnya haram.
Berdasarkan hal tersebut, Penulis berpendapat bahwa
peranan dalam lembaga budaya (culture) tidak berjalan efektif
dengan paradigma-paradigma masyarakan maupun ajaran-ajaran
agama yang membatasi waktu pelaksanaan aborsi. Padahal banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
kasus-kasus aborsi atas indikasi kedaruratan medis yang
dilaksanakan diluar jangka watu 40 (empat puluh) hari.
B. Faktor-Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Tindakan Aborsi
Atas Kehamilan Akibat Perkosaan Untuk Memberikan Perlindungan
Hukum Bagi Perempuan Korban Perkosaan
Pelaksanaan tindakan aborsi secara legal tidak serta merta
dapat berjalan dengan sempurna. Ada berbagai faktor yang menjadi
penghambat dalam pelaksanaanya. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan penulis, maka penulis akan menjabarkan faktor-faktor yang
menjadi penghambat dalam pelaksanaan tindakan aborsi secara legal,
antara lain :
1. Tindakan Aborsi Merupakan Perbuatan yang Bertentangan
dengan Kode Etik Kedokteran
Dengan terbitnya PP Kesehatan Reproduksi yang
menambahkan aturan legalisasi aborsi kehamilan akibat perkosaan, hal
tersebut menimbulkan kontroversi terutama di kalangan dokter.
Penulis mendapatkan hasil penelitian bahwa dokter hanya akan
melaksanakan tindakan aborsi atas indikasi kedaruratan medis dan
tidak akan melaksanakan tindakan aborsi karena kehamilan akibat
perkosaan. Tindakan aborsi kehamilan akibat perkosaan sudah masuk
ke dalam ranah hukum pidana. Selain itu, tindakan aborsi kehamilan
akibat perkosaan melanggar Sumpah Dokter, sebab janin yang
dikandung wanita hamil akibat perkosaan wajib untuk dihormati dan
diselamatkan. Apabila terdapat wanita korban perkosaan dalam kondisi
sudah positif hamil datang kepada dokter untuk dilayani aborsi, maka
dokter wajib menolak dan menyarankan wanita tersebut untuk
melanjutkan kehamilannya. Setiap dokter harus berpegang teguh pada
sumpahnya yang berbunyi : “Saya akan menghormati setiap hidup
insani mulai dari saat pembuahan”. Jika ada dokter Spesialis Obstetri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
dan Ginekologi sekalipun, jika melakukan tindakan aborsi selain
indikasi kedaruratan medis, maka dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi itu dapat dipastikan melanggar Sumpah Dokter.
Lafal Sumpah Dokter Indonesia bersumber dari Sumpah
Hippocrates. Sumpah Hippocrates yang sudah berusia lebih dari 2000
tahun itu tetap bertahan pada profesi dokter dari generasi ke generasi
hingga sekarang, dan menjadikan sumpah itu sebagai pokok janji
mereka. Karena itu sumpah dokter pada dasarnya seragam di berbagai
negara di dunia. Di Indonesia dengan urutan kalimat yang berbeda dari
Sumpah Hippocrates, Lafal Sumpah Dokter Indonesia telah
dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1960 yang
berbunyi sebagai berikut :102
“Saya bersumpah/berjanji bahwa :
Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
perikemanusiaan;
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan
bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya;
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi
luhur jabatan kedokteran;
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena
pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai Dokter;
Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan;
Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya akan
berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh
oleh pertimbangan Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik
Kepartaian, atau Kedudukan Sosial;
Saya akan memberikan kepada Guru-guru saya penghormatan dan
pernyataan terima kasih yang selayaknya;
Teman sejawat akan saya perlakukan sebagai saudara kandung;
Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat
pembuahan; Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan
pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan
dengan hukum perikemanusiaan;
Saya ikrarkan Sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan
mempertahankan kehormatan diri saya.
102
Paulinus Soge, Hukum Aborsi …Op.Cit., Hal. 133-134
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Bunyi bunyi Lafal Sumpah Dokter di atas disebutkan bahwa
“Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat
pembuahan”, mengandung pengertian bahwa setiap dokter mempunyai
kewajiban moral untuk menghormai tiap hidup insani serta
mengandung tuntutan kepada semua dokter untuk tidak hanya sekedar
hafal terhadap lafalnya, akan tetapi diperlukan motivasi yang tinggi
untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang
terkandung dalam lafal sumpah tersebut, antara lain adalah
menghormati setiap hidup insani mulai dari pembuahan dengan tidak
melakukan aborsi.
Sumpah Hippocrates yang dibuat Pythagoras sangat
mengharamkan aborsi, begitu juga di dalam agama Islam dan Katholik.
Bahkan di dalam sumpah itu, sejak awal terjadinya pembuahan, jiwa
dan nyawa sudah ada dan memiliki hak untuk hidup. Maka mengakhiri
hidup janin dengan paksa sama saja dengan melakukan kejahatan
terhadap nyawa.
Aborsi di dalam Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) Hasil Musyawarah Kerja Nasional Etik
Kedokteran III tanggal 22 April 2001 tentang Kode Etik Kedokteran
Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran
Indonesia(KODEKI) diatur di dalam Pasal 7d yang menyatakan bahwa
“Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi
hidup makhluk insani.”
Pedoman pelaksanaan KODEKI pasal 7d, ketentuan aborsi
dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut :103
Tuhan Yang Maha Esa menciptakan seseorang yang pada suatu
waktu akan menemui ajalnya. Tidak seorang dokter pun, betapa
pintarnya akan dapat mencegahnya. Naluri yang terkuat pada setiap
makhluk bernyawa, termasuk manusia ialah mempertahankan
hidupnya. Untuk itu manusia diberi akal, kemampuan berfikir dan
103
Penjelasan dan Pedoman Pelaksanaan Pasal 7d Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
mengumpulkan pengalamannya, sehingga dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan dan usaha untuk menghindarkan diri dari bahaya maut.
Semua usaha tersebut merupakan tugas seorang dokter. Ia harus
berusaha memelihara dan mempertahakankan hidup makhluk insani.
Ini berarti bahwa baik menurut agama, Undang-Undang Negara,
maupun Etik Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan :
1) Menggugurkan kandungan (abortus provocatus);
2) Mengakhiri hidup seorang pasien yang menurut ilmu dan
pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia).
Menurut responden memberikan pendapatnya terkait tindakan
aborsi dalam segi Kode Etik Kedokteran memang tidak diperbolehkan
karena dalam sumpah dokter dan Kode Etik Kedokteran konsepnya
setiap dokter wajib untuk melindungi setiap insan kehhidupan mulai
saat pembuahan. Ini hanya dalam konsep secara etik. Etik ini dibentuk
dan ditujukan untuk manusia dalam hakekat kemanusiaan. Pada saat
ini di hadapkan dengan peristiwa aborsi terhadap ibu, maka saat
diberikan keadilan, kesempatan, segala situasi yang mendukung kearah
keadilan, kesempatan, tidak menutup kemungkinan aborsi itu ada.
Selama itu memberikan manfaat yang lebih banyak, maka aborsi itu
tetap boleh.104
Pandangan serupa juga disampaikan oleh Responden
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi bahwa tindakan aborsi
memang bertentangan dengan Kode Etik Kedokteran, namun apabila
tindakan aborsi itu sangat diperlukan atau merupakan jalan satu-
satunya yang harus dipilih oleh ibu hamil, maka tindakan aborsi itu
harus dilaksanakan.105
104
Wawancara kepada Dr. dr. Hari Wujoso, Sp.F, Kepala Komisi Etika dan Medikolegal Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, tanggal 20 Desember 2018. 105
Wawancara kepada Dr. Sigit Setiadji, Sp.Og, M.Kes, M.H., Dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi, tanggal 26 Desember 2018.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
2. Jangka Jaktu 40 Hari dalam Melakukan Tindakan Aborsi atas
kehamilan akibat Perkosaan
Pada dasarnya setiap orang dilarang melakukan aborsi. Namun
menurut ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
larangan tersebut dikecualikan berdasarkan indikasi kedaruratan medis
dan kehamilan akibat perkosaan. Ketentuan tersebut diatur lebih lanjut
di dalam Pasal 31 ayat (2) PP No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi, yang menyebutkan bahwa tindakan aborsi karena
kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia
kehamilan paling lama 40 (empat puluh hari) dihitung sejak hari
pertama haid terakhir.
Klausula ini kemudian menjadi problematika apabila jangka
waktu yang ditetapkan dalam PP No. 61 Tahun 2014 tidak dapat
diimplementasikan dengan baik. Untuk menjawab persoalan tersebut,
penulis akan meninjau berdasarkan regulai terkait khusus nya dalam
hukum pidana di Indonesia mengenai aborsi. Hal terpenting adalah
melihat pada dasarnya perkosaan merupakan tindak pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 285 yang menyatakan bahwa
perkosaan adalah kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang
wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.
Untuk menyelesaikan permasalahan pidana, maka tahap
pertama yang harus di lalui adalah melalui mekanisme penyidikan dan
penyelidikan di kepolisian. Pasal 1 butir 2 KUHAP menjelaskan
penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.106
Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 2 KUHAP, unsur-unsur yang
terkandung dalam pengertian penyidikan adalah:
1) Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung
tindakan-tindakan yang antara satu dengan yang lain saling
berhubungan;
2) Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik;
3) Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
4) Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan
menemukan tersangkanya.
Berdasarkan keempat unsur tersebut dapat disimpulkan bahwa
sebelum dilakukan penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana
tetapi tindak pidana itu belum terang dan belum diketahui siapa yang
melakukannya. Adanya tindak pidana yang belum terang itu diketahui
dari penyelidikannya.107
Penyidik menurut Pasal 1 butir ke-1 KUHAP adalah pejabat
polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan. KUHAP lebih jauh lagi mengatur tentang
penyidik dalam pasal 6, yang memberikan batasan pejabat penyidik
dalam proses pidana. Adapun batasan pejabat dalam tahap penyidikan
106
Undang-Undang Nomor Tentang Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981., Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 tahun 1981, Pasal 1
butir 2. 107
Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia
Publishing, Malang, 2005, Hal. 380-381.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
tersebut adalah pejabat penyidik POLRI dan Pejabat penyidik negeri
sipil.108
Sesuai dengan pembahasan dalam penelitian hukum ini, Pasal
34 ayat (2), menyatakan bahwa kehamilan akibat perkosaan harus
dibuktikan dengan surat keterangan penyidik mengenai adanya dugaan
perkosaan.109
Pasal ini telah menentukan secara eksplisit bahwa
penyidik memiliki wewenang untuk menerbitkan suatu surat sebagai
rekomendasi akan dilaksanakannya aborsi atas kehamilan akibat
perkosaan.
Penyidikan ini hanyalah permulaan apabila terjadi suatu dugaan
tindak pidana perkosaan karena dugaan tersebut akan menjadi pasti
apabila telah mendapatkan putusan yang memiliki kekuatan hukum
tetap (inkracht van gewisde) dan menganggap bahwa seseorang
terguda tersebut dianggap tidak bersalah sesuai dengan asas hukum
presumption of innocent. Hal ini mengacu kepada Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa :
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dan atau dihadapkan
di depan Pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya
putusan Pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh
kekuatan hukum yang tetap.110
Selain itu juga tercantum di dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-
Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang
menyebutkan bahwa : Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut, atau dihadapkan di depan Pengadilan wajib dianggap tidak
bersalah sebelum ada putusan Pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Menurut
108
Undang-Undang Nomor Tentang Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981., Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 tahun 1981., Pasal 6
Ayat 1 . 109
PP No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. 110
Penjelasan Umum butir 3c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Munir Fuady, prinsip praduga tidak bersalah (presumption of innocent)
merupakan prinsip yang sangat mendasar dan tidak terbantahkan
dalam setiap sistem hukum, sehingga jika ada negara yang masih tidak
mengakui prinsip ini, maka dapat dikatakan bahwa negara tersebut
masih sangat tertinggal peradabannya.111
Kembali ke permasalahan terkait dengan jangka waktu yang
diberikan untuk melakukan tindakan aborsi atas kehamilan akibat
perkosaan yaitu 40 hari apakah cukup untuk penyidik dalam
memberikan surat keterangannya sebagai rekomendasi untuk
dilaksanakannya tindakan aborsi. Maka dari itu, penulis akan meninjau
dari Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara
Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia
(PERKAPOLRI 12 Tahun 2009).
Pasal 31 ayat (1) PERKAPOLRI 12 Tahun 2009 disebutkan
bahwa batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan
kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan:
1) sangat sulit;
2) sulit;
3) sedang; dan
4) mudah
Selanjutnya dalam Pasal 31 ayat (2) lebih diperinci bahwa batas
waktu penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya Surat
Perintah Penyidikan meliputi :
1) 120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara sangat sulit;
2) 90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;
3) 60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang; atau
4) 30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah.
111
Munir Fuady & Sylvia L. Fuady, Hak Asasi Tersangka Pidana, Cetakan Pertama, Kencana,
Jakarta, 2015, Hal. 207.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Dalam penyidikan kasus perkosaan tergolong mudah yaitu
apabila ada alat bukti, ada tersangka, dan ada saksi yang melihat,
mendengar, atau mengetahui. Sedangkan kasus perkosaan tergolong
sedang yaitu apabila tidak ada saksi. Pada kasus perkosaan, korban
cenderung terlambat untuk melapor, sehingga penyidik terlambat
menindaklanjuti terutama dalam hal mengumpulkan alat bukti. Selain
itu, korban perkosaan umumnya mengalami trauma, takut bertemu
dengan lain, depresi, tidak mau disentuh, dan tidak dapat berbicara
secara sistematis, sehingga penyidik menunggu korban tenang dalam
memberikan keterangan. Padahal menurut penyidik, informasi akan
lebih valid beberapa saat setelah terjadinya perkosaan.112
Berdasarkan PERKAPOLRI No. 12 Tahun 2009, maka
lamanya waktu proses penyidikan adalah sebagai berikut:113
1) Laporan Polisi tentang adanya tindak pidana dibuat 1 (satu) hari.
(Pasal 6 ayat 1);
2) Laporan Polisi yang dibuat di Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK)
wajib diserahkan dan harus diterima oleh Pejabat Reserse yang
berwenang untuk mendistribusikan Laporan Polisi paling lambat 1
(satu) hari setelah Laporan Polisi dibuat. (Pasal 11 ayat 1);
3) Laporan Polisi harus sudah disalurkan kepada penyidik yang
ditunjuk untuk melaksanakan penyidikan perkara paling lambat 3
(tiga) hari sejak Laporan Polisi dibuat. (Pasal 11 ayat 3);
4) Dalam hal Laporan Polisi harus diproses oleh kesatuan lain setelah
dicatat dalam Register B1, Laporan Polisi harus segera
dilimpahkan ke kesatuan yang berwenang menangani perkara
paling lambat 3 (tiga) hari setelah Laporan Polisi dibuat. (Pasal
12);
112
Singgih Sulaksana, S.H., “Implementasi Regulasi Aborsi Atas Indikasi Kedaruratan Medis Dan
Kehamilan Akibat Perkosaan Sebagai Bagian Dari Kebijakan Hukum Pidana”, Tesis, Program
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,
2018, Hal. 192. 113
Ibid, Hal 193-194.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
5) Batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya
Surat Perintah Penyidikan meliputi 120 (seratus dua puluh) hari
untuk perkara sangat sulit, 90 (sembilan puluh) hari untuk perkara
sulit, 60 (enam puluh) hari untuk perkara sedang, dan 30 (tiga
puluh) hari untuk perkara mudah. (Pasal 31 ayat 2);
6) Penentuan tingkat kesulitan penyidikan selambat-lambatnya 3
(tiga) hari setelah diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan. (Pasal
31 ayat 4);
7) Dalam hal batas waktu penyidikan belum dapat diselesaikan oleh
penyidik, maka dapat mengajukan permohonan perpanjangan
waktu penyidikan kepada pejabat yang memberi perintah melalui
Pengawas Penyidik (Pasal 32 ayat 1).
Berdasarkan batas waktu penyidikan di atas, maka dapat
dihitung proses penyidikan untuk perkara tindak pidana perkosaan,
penyidik memerlukan waktu 38 (tiga puluh delapan) hari untuk
penyidikan perkara yang tergolong mudah atau 68 (enam puluh
delapan) hari untuk penyidikan perkara perkosaan yang tergolong
sedang. Batas waktu penyidikan tersebut dapat diperpanjang apabila
proses penyidikan belum selesai.
PP No. 61 Tahun 2014 menjelaskan jangka waktu untuk
melakukan aborsi adalah 40 (empat puluh hari) dihitung sejak hari
pertama haid terakhir. Sedangkan dalam penyidikan waktu yang
diperlukan dalam menyelesaikan perkara perkosaan golongan mudah
adalah 38 hari dan dapat diperpanjang apabila penyidikan belum
selesai. Selain itu, apabila alat bukti belum lengkap maka akan
mendapat perpanjangan waktu selama (empat belas) hari. Apabila alat
bukti kurang lengkap dan telah melewati jangka waktu tambahan
selama 14 hari, maka berkas tindak pidana dikembalikan ke Penyidik
Kepolisian dengan perpanjangan waktu lagi selama 14 hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Perpanjangan tersebut dapat terjadi berkali-kali apabila menurut Jaksa
alat bukti dirasa masih kurang lengkap (P-19).114
Ditinjau dari perhitungan batas waktu penyidikan yang telah
Penulis kemukakan di atas, Penulis berpendapat bahwa regulasi aborsi
kehamilan akibat perkosaan ini akan sulit untuk diimplementasikan.
Apalagi jika korban perkosaan mengalami depresi/trauma dan tidak
segera melaporkan kepada Polisi perihal perkara perkosaan yang
dialaminya. Belum lagi untuk mencari kepastian hukum telah
terjadinya tindak pidana perkosaan melalui proses sidang di
Pengadilan sampai dengan jatuhnya putusan, maka hal ini akan
melebihi atau melewati batas waktu yang telah dipersyaratkan untuk
dapat dilaksanakannya tindakan aborsi, yaitu apabila usia kehamilan
paling lama 40 (empat puluh hari) dihitung sejak hari pertama haid
terakhir.
Kemudian ditinjau dari hukum acara pidana, setiap pelaku yang
diduga melakukan tindak pidana pemerkosaan maka melekat padanya
asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Seseorang
dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang
menyatakan bersalah dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap
(inkracht) van gewisde). Berkaitan dengan pembuktian asas praduga
tak bersalah, hal tersebut merujuk pada beban pembagian pembuktian.
Karena seseorang dianggap tidak bersalah, maka beban pembuktian
tersebut ada pada Penuntut Umum yang mendakwa bahwa seseorang
telah melakukan pidana.115
Seseorang yang diduga melakukan tindak pidana perkosaan
harus dibuktikan terlebih dulu apakah benar telah terjadi tindak pidana
perkosaan. Penuntut umum harus membuktikan bahwa seseorang
tersebut benar-benar melakukan tindak pidana perkosaan. Karena bisa
114
Pasal 110 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 115
Eddy O.S. Hiariej, Teori & Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta, 2012, Hal. 33-34.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
jadi dugaan perkosaan tersebut tidak benar, bisa jadi berupa kehendak
yang sama (suka sama suka) atau fitnah yang ditujukan kepada seorang
laki-laki yang diduga memperkosa seorang perempuan. Hal ini sesuai
dengan konsep Ei Incumbi Probatio Qui Dicit, Non Qui Negat. Suatu
konsep yang berasal dari hukum Romawi yang berarti bahwa siapa
yang menyatakan sesuatu, maka dialah yang harus membuktikan.116
Selain dalam pandangan dan jangka waktu penyidikan
sebagaimana dijelaskan dalam PERKAPOLRI No. 12 Tahun 2009,
penulis melakukan wawancara kepada dokter spesialis Obstetri dan
Ginekologi mengenai jangka waktu tindakan aborsi sebagaimana
dimaksud dalam PP No. 61 Tahun 2014 yaitu 40 hari dihitung sejak
hari pertama haid terakhir, maka dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi memberikan pendapatnya yaitu jangka waktu 40 (empat
puluh) hari tidak cukup sebagai batasan waktu untuk melaksanakan
tindakan aborsi. Jangka waktu 40 (empat puluh) hari hanya ditujukan
atas kehamilan dengan indikasi medis bagi ibu hamil yang memiliki
riwayat penyakit tertentu. Misalnya ibu hamil dengan penyakit jantung
grade III. Jika ditemukan pasien dengan riwayat penyakit tersebut,
maka harus di berikan penjelasan kepada ibu hamil tersebut bahwa
tidak dapat mempertahankan kehamilannya sehingga diberikan pilihan
untuk melakukan aborsi. Tindakan aborsi seperti kasus ibu hamil
dengan penyakit tersebut harus dilakukan sebelum kehamilan
memasuki usia 2 (dua) bulan atau 8 (delapan) minggu.117
Tahapan perkembangan janin dapat dilalui dengan beberapa
tahap. Manusia terbentuk diawali oleh pertemuan sebuah sel telur
(ovum) dengan sebuah sel sperma (spermatozoa). Pertemuan ini
menghasilkan noktah yang disebut zigot. Di dalam perut ibu, zigot
lama-kelamaan akan tumbuh berkembang menjadi janin. Pada
116
Munir Fuady & Sylvia Laura L. Fuady, Hak Asasi …Op.Cit., Hal. 207. 117
Wawancara kepada Dr. Sigit Setiadji, Sp.Og., M.Kes, M.H., Dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi, tanggal 26 Desember 2018.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
manusia, proses pertumbuhan janin di dalam perut ibu dibagi menjadi
tiga tahap, yaitu pertumbuhan janin trimester pertama, trimester kedua,
dan trimester ketiga. Satu trimester itu adalah selama 13 minggu atau
kurang lebih tiga bulan.118
1) Tahapan Perkembangan janin Trimester Pertama.
Trimester pertama merupakan waktu pembentukan dan
perkembangan pesat dari semua sistem dan organ tubuh bayi.
Semua cikal bakal organ penting janin terbentuk di trimester ini.
Yang harus diperhatikan benar, kurun waktu ini amat rawan
terhadap kemungkinan terjadi kecacatan fatal.119
a) Bulan Pertama.
Minggu ke-1 merupakan tahap perkembangan awal
janin. Kurang lebih satu jam setelah proses peleburan sel telur
dan sel sperma, semua aspek pendukung kehidupan, berupa
materi genetic yang disebut gen, saling dipertukarkan. Minggu
ini sebenarnya masih periode menstruasi, bahkan pembuahan
pun belum terjadi. Sebab tanggal perkiraan kelahiran si kecil
dihitung berdasarkan hari pertama haid terakhir. Proses
pembentukan antara sperma dan telur yang memberikan
informasi kepada tubuh bahwa telah ada calon bayi dalam
rahim. Selama masa ini, yang dibutuhkan hanyalah nutrisi
(melalui ibu) dan oksigen. Sel-sel telur yang berada didalam
rahim, berbentuk seperti lingkaran sinar yg mengelilingi
matahari. Sel ini akan bertemu dengan sel-sel sperma dan
memulai proses pembuahan 5 juta sel sperma sekaligus
berenang menuju tujuan akhir mereka, yaitu menuju sel telur
yang bersembunyi pada saluran sel telur. Walaupun pasukan sel
sperma ini sangat banyak, tetapi pada akhirnya hanya 1 sel saja
yang bisa menembus indung telur. Pada saat ini kepala sel
118
JB Reece Campbell dan LG Mitchell, Biologi, terj. Manalu, Erlangga, Jakarta, 2005. Hal: 220. 119
Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
sperma telah hampir masuk. Kita dapat melihat bagian tengah
dan belakang sel sperma yang tidak henti-hentinya berusaha
secara tekun menerobos dinding indung telur.120
Minggu ke-2 pembuahan terjadi pada akhir minggu
kedua. 30 jam setelah dibuahi, sel telur akan membelah
menjadi dua. Sambil terus membelah, sel telur bergerak di
dalam lubang falopi menuju rahim. Setelah membelah menjadi
32, sel telur disebut morula. Sel-sel mulai berkembang dan
terbagi kira-kira dua kali sehari sehingga pada hari yang ke-12
jumlahnya telah bertambah dan membantu blastocyst terpaut
pada endometrium.121
Minggu ke-3 sampai usia kehamilan 3 minggu, Ibu
mungkin belum sadar jika sedang mengandung. Sel telur yang
telah membelah menjadi ratusan akan menempel pada dinding
Rahim disebut blastosit. Ukurannya sangat kecil, berdiameter
0,1-0,2 mm.122
Pada minggu ke-4, Darah mulai mengalir dari plasenta
ke janin. Plasenta adalah organ sistem sirkulasi antara ibu dan
embrio. Melalui plasenta ini, ibu memberi nutriens dan oksigen
ke embrio. Tumbuh jari-jari pada tangan, memiliki kaki, paha,
dan organ dalam mulai tumbuh, seperti: lidah, esofagus, dan
lambung. Selain itu, ginjal, hati, kantung empedu, dan pankreas
berkembang untuk beberapa hari. Paru-paru mulai berkembang,
kelenjar tiroid, dan lainnya terbentuk. Muka, organ indera, dan
organ reproduksi mulai terbentuk, dengan ukuran embrio
sekitar 2 hingga 3,5mm, jantung mulai berdenyut dan sistem
peredaran darah sudah melaksanakan fungsinya meski masih
dalam taraf yang sangat sederhana. Fungsi plasenta bagi janin
sangat banyak. Dari menyediakan hormon-hormon yang
120
Ibid. Hal: 221. 121
Ibid. 122
Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
diperlukan untuk tumbuh kembang dan proses pembedaan
sesuai jenis kelamin janin, sampai mensuplai nutrisi dan
oksigen. Di samping itu, ia juga berfungsi sebagai alat
pernapasan dan pembuangan sisa-sisa metabolism janin.123
Tahap ini merupakan fase gastrula yaitu tahap
pertumbuhan embrio berbentuk mangkuk yang terdiri atas dua
sel atau masa embrio dini setelah masa blastula yaitu struktur
bulat, hasil pembelahan zigot. Tahap kedua, yang disebut tahap
embrio, berlangsung lima setengah minggu. Tahap embrio
mulai ketika zigot telah tertanam dengan baik pada dinding
rahim. Dalam tahap ini, sistem dan organ dasar bayi mulai
terbentuk dari susunan sel. Meskipun bentuk luar masih jauh
berbeda dibandingkan manusia dewasa, beberapa bentuk
seperti mata dan tangan, bahkan telinga dan kaki mulai dapat
dikenali.124
Gambar 3.
b) Bulan Kedua
Pada minggu ke-5, embrio diperkirakan berukuran
antara 5-7 mm. Pembentukan organ-organ tubuh seperti telinga
dan alat pencernaan makin sempurna.125
123
Syahruli, Biologi, Lentera Ilmu, Surabaya, 2006. Hal. 9. 124
Ibid. 125
Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Gambar 4. janin minggu ke-5
Pada minggu ke-6, persentase perkembangan embrio
sudah lebih besar dibanding dari minggu-minggu sebelumnya,
yaitu 5 mm. Bentuknya melengkung seperti udang. Pada
minggu ini kepala dan leher sudah mulai muncul, dan mata
yang letaknya masih berjauhan juga sudah ada. Selain itu
hidung yang masih berbentuk tonjolan sudah mulai terlihat
walaupun masih kecil. Pada minggu ini juga peredaran darah
dan organ2 penting tubuh seperti ginjal, hati sistem pencernaan
sudah mulai terbentuk.126
126
JB Reece Campbell dan LG Mitchell, Op. Cit, 223
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Gambar 5.
Pada minggu ke-7, di minggu ini besarnya embrio
seukuran kuku jari kelingking atau 1 cm, tangan sudah mulai
ada dan berkembang dengan cepat. Tonjolan-tonjolan yang di
minggu sebelumnya masih tampak pada rangka, pada minggu
ini sudah jelas.127
Gambar 6. janin pada minggu ke-7
Pada akhir minggu ke-8, ukuran embrio mencapai
kisaran 2731 mm. Secara keseluruhan embrio makin
menyerupai bayi dengan taksiran berat sekitar 13-15 gram.
127
Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Semua organ tubuh juga mulai bekerja, meski belum
sempurna.128
Gambar 7 janin minggu ke-8
Tubuh yang ringkih ini pun mulai bisa bergerak secara
tak teratur, yang jika dijumlahkan rata-rata sebanyak 60 kali
gerakan dalam satu jam. Janin di usia dua bulan. Tubuh embrio
semakin menyerupai bayi. Cikal bakal mata janin tampak
berupa dua bintik hitam.129
c) Bulan ke tiga
Minggu ke-9, perkembangan janin di minggu ini, si
embrio ganti nama, jadi janin. Panjang si janin ini sekarang
adalah 3 cm dengan berat sekitar 2 gr, dia sudah punya tangan
yang besarnya sekacang kapri dan jari sudah mulai terbentuk.
Kaki sudah membentuk lutut dan jari. Di minggu ini organ
genital sudah mulai terlihat jelas.130
Minggu ke-10, Panjang janin 4,5 cm dengan berat 5 gr.
Rahang atas dan bawah sudah terbentuk dan janin sudah mulai
memproduksi air seni. Bentuk janin sudah hampir menyerupai
manusia. Darah dan sel-sel tulang mulai terbentuk.131
128
Diah Rahmatia, Bagaimana Pertumbuhan & Perkembangan Manusia, Shakti Adiluhung,
Jakarta, 2008, Hal: 2. 129
Ibid. 130
Ibid. 131
Syahruli, Op.Cit, Ha. 10.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Gambar janin minggu ke-9 dan 10
Minggu ke-11, organ tubuh sudah terbentuk dengan
lengkap dan mulai berfungsi. Panjang sekitar 6 cm, dengan
berat 10 gr. Rambut, kuku pada jari tangan dan kaki sudah
tumbuh. Janin sudah mulai bergerak dan bisa meluruskan
tubuhnya, bahkan mengubah posisinya.132
Gambar janin minggu ke-11
Di minggu ke-12, struktur yang telah terbentuk akan
terus bertumbuh dan berkembang kian sempurna. Di usia 3
bulan, sistem saraf dan otot janin mencapai tingkat
132
Diah Rahmatia, Op. Cit., Hal. 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
kematangan. Selain bernapas, kini janin juga mulai mampu
mencerna makanan.133
2) Pertumbuhan Janin Trimester Kedua
Pertumbuhan janin di trimester kedua ditandai dengan
percepatan pertumbuhan dan pematangan fungsi seluruh jaringan
dan organ tubuh.
a) Bulan Keempat
Pada minggu ke-13 panjang janin (dari puncak kepala
sampai bokong) ditaksir sekitar 65-78 mm dengan berat kira-
kira 20 gram. Pada minggu ini, seluruh tubuh janin ditutupi
rambut-rambut halus yang disebut lanugo.134
Pada minggu ke-16, panjang janin mencapai taksiran 12
cm dengan berat kira-kira 100 gram. Refleks gerak bisa
dirasakan ibu, meski masih amat sederhana, biasanya terasa
sebagai kedutan. Di usia ini, janin juga mulai mampu
mengenali dan mendengar suara-suara dari luar kantong
ketuban. Termasuk detak jantung ibu bahkan suarasuara di luar
diri si ibu, seperti suara gaduh atau teriakan maupun sapaan
lembut.135
Pada bulan keempat, janin sudah peka terhadap
suara-suara dari luar perut ibunya.136
b) Bulan Kelima
Pada bulan kelima, berat dan panjang janin semakin
semakin meningkat. Pada minggu ke-18 taksiran panjang janin
adalah 14 cm dengan berat sekitar 150 gram. Pada minggu ke-
21, beratnya sekitar 350 gram dengan panjang kira-kira 18cm.
Pada minggu ke-21 ini, berbagai sistem organ tubuh mengalami
pematangan fungsi dan perkembangan.137
133
Diah Rahmatia, Op. Cit., Hal. 5 134
Ibid. 135
Irianto, Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia, Yrama Widya, Jakarta, 2004, Hal: 123. 136
Ibid. 137
Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Pada bulan kelima, janin mulai aktif mencari tahu
sekelilingnya. Di usia ini janin mulai aktif mencari tahu apa
saja yang terdapat di sekelilingnya, bahkan bagian dari
kehidupannya. Dia sering meraba-raba kantong amnion
(ketuban) dengan kedua tangan mungilnya. Kalau bosan
bermain dengan kantong amnion, janin akan mencoba
menyentuh tubuhnya sendiri.138
3) Pertumbuhan Janin Trimester Ketiga
Pada trimester ketiga, masing-masing fungsi organ tubuh
semakin matang. Gerakan janin makin kuat dengan intensitas yang
makin sering, sementara denyut jantungnya pun kian mudah
didengar.139
a) Bulan Ketujuh
Pada minggu ke-29, berat janin sekitar 1250 gram
dengan panjang ratarata 37 cm. Kelahiran bayi prematur mesti
diwaspadai karena umumnya meningkatkan keterlambatan
perkembangan fisik maupun mentalnya. Pada minggu ke-32,
berat bayi berkisar 1800-2000 gram dengan panjang tubuh 42
cm.140
b) Bulan Kedelapan
Pada minggu ke-33 berat janin lebih dari 2000 gram dan
panjangnya sekitar 43 cm. Pada minggu ke-35, secara fisik bayi
berukuran sekitar 45 cm dengan berat 2450 gram, Namun yang
terpenting, mulai minggu ini bayi umumnya sudah matang
fungsi paru-parunya. Ini sangat penting karena kematangan
paru-paru sangat menentukan kemampuan si bayi untuk
bertahan hidup.141
c) Bulan Kesembilan
138
Mader, Biology, McGraw-Hill, Boston, 2004, Hal: 320. 139
Ibid. 140
Mader, Op. Cit. 141
Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Pada minggu ke-36,berat bayi harusnya mencapai 2500
gram dengan panjang 46 cm. Pada minggu ke-37, dengan
panjang 47 cm dan berat 2950 gram, di usia ini bayi dikatakan
siap lahir karena seluruh fungsi organ-organ tubuhnya bisa
matang untuk bekerja sendiri. Kepala bayi biasanya masuk ke
jalan lahir dengan posisi siap lahir, kendati sebagian kecil di
antaranya dengan posisi sungsang. Pada minggu ke38, berat
bayi sekitar 3100 gram dengan panjang 48 cm. Meski biasanya
akan ditunggu sampai usia kehamilan 40 minggu, bayi rata-rata
akan lahir di usia kehamilan 38 minggu.142
Di usia kehamilan
38 minggu, bayi mencapai berat sekitar 3250 gram dengan
panjang sekitar 49 cm. Pada minggu ke-40, panjang bayi
mencapai kisaran 45-55 cm dan berat sekitar 3300 gram dan
siap dilahirkan.143
Berdasarkan uraian tahapan perkembangan embrio hingga
membentuk janin, jangka waktu 40 (empat puluh) hari dapat
digolongkan dalam tahapan perkembangan trimester pertama hingga
trimester kedua atau bulan pertama hingga bulan ke 2 yaitu masuk di
usia kehamilan 6 (enam) minggu. Pada usia kehamilan tersebut, bakal
pembuahan disebut sebagai embrio, belum dapat dikatakan sebagai
janin. Karena janin terbentuk pada saat usia kehamilan masuk di
minggu ke 9 (Sembilan). Usia kehamilan 6 (enam) minggu ini embrio
hanya sebesar 5 mm. ukuran tersebut relatif sangat kecil dan belum
dapat menentukan apakah bakal pembuahan itu (embrio) akan
menderita kelainan di kemudian hari.
Hal ini sesuai dengan pendapat dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi yang memberikan pendapatnya bahwa dalam jangka waktu
tersebut belum dapat memprediksi apakah janin tersebut akan
142
Diah Rahmatia, Op. Cit, Hal. 3. 143
Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
mengalami kelainan bawaan (kelanian kongenital)144
di kemudian hari.
Karena dalam jangka watu 40 (empat puluh) hari atau 6 (enam)
minggu ini, kehamilan hanya berbentuk kantung terkadang memang
sudah ada bakal janin (vetal pool). Belum berbentuk janin sehingga
tidak dapat mempredisksi janin tersebut.145
Kelainan kongenital terdiri dari beberapa macam diantaranya:
Labioskizis dan palatoskiziz, atresia esofagus, esofagus, Atresia ani,
atresia doudenum, Hirschprung, Omfakokel, Hidrosefalus,
Hipospadia, spina bifida, Ensefalokel, Meningomielokel, mikrosefali,
Sindrom down, himen imperforata, Anensefalus, Laringomalasi,
Polydactyl, anachepaly. Adapun penyebab dari kelainan kongenital
adalah faktor usia, faktor kromosom, faktor mekanik, faktor infeksi,
faktor obat, faktor hormonal, faktor radiasi, faktor fisik pada rahim,
faktor gizi, riwayat kesehatan ibu, paritas, dan jarak kehamilan.
Sedangkan penyebab kelainan kongenital yang termasuk dalam
karakteristik ibu adalah usia, riwayat penyakit, paritas, dan jarak antar
kelahiran146
Terkait jangka waktu pelaksanaan tindakan aborsi dalam Pasal
31 ayat (2) PP No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi,
yang menyebutkan bahwa tindakan aborsi karena kehamilan akibat
perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama
40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir,
berdasarkan hasil penelitian Penulis, responden menyatakan bahwa
jangka watu 40 (empat puluh) tidak cukup untuk melaksanakan
tindakan aborsi. Menurut responden, seharusnya tindakan aborsi tidak
144
Kelainan kongenital adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh
yang ditemukan pada neonatus. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan
struktur bayi yang timbul semenjak kehidupan hasil konsepsi sel telur. (Muslihatun,. Asuhan
Neonatus Bayi dan Balita, Fitramaya, Jogjakarta, 2010, Hal: 118, Rukiyah dan Yulianti,
Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan), TIM, Jakarta, 2010, Hal: 190.) 145
Wawancara kepada Dr. Sigit Setiadji, Sp.Og., M.Kes, M.H., Dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi, tanggal 26 Desember 2018. 146
Ibid. Hal: 126.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
ada batasan waktu karena batasan 40 hari ini terkait dengan batasan
dalam agama (islam) tentang adanya ruh yang ditiupkan dalam janin
setelah 40 hari kehamilan karena ada konotasi setelah usia 40 hari dan
janin telah ditiupkan ruh sama saja dengan membunuh.147
Di dalam ilmu kedokteran sebenarnya tidak diketahui secara
pasti sejak kapan mulainya ditiupkan ruh (nyawa) pada janin. Dokter
Obstetri dan Ginekologi hanya akan mengetahui janin bernyawa
setelah terdeteksinya detak jantung janin melalui alat USG. Masalah
ditiupkan ruh pada janin merupakan misteri hingga saat ini. Oleh sebab
itu dokter tidak akan melakukan melakukan tindakan aborsi, kecuali
tindakan aborsi atas indikasi kedaruratan medis yang mengancam
nyawa ibu atau cacat/kelainan berat pada janin, yang apabila tidak
dilaksanakan aborsi maka dapat mengakibatkan kematian pada ibu,
atau jika bayi lahir maka bayi tersebut kemungkinan besar akan
mengalami kematian setelah dilahirkan, seperti misalnya janin yang
terdeteksi melalui alat ultrasonografi (USG) mempunyai kelainan
anencephaly (tidak mempunyai tempurung kepala). Hingga saat ini
tidak ada pengobatan atau perawatan bagi bayi anencephaly. Pada
umumnya bayi anencephaly yang lahir berakhir dengan kematian.
Apabila lahir dalam keadaan hidup, maka akan meninggal dalam
beberapa jam atau hari.148
Berdasarkan analisis tersebut, Penulis berpendapat bahwa
jangka watur 40 (empat puluh) hari yang dijelaskan dalam regulasi
aborsi kehamilan tidaklah cukup untuk melaksanakan kebijakan terkait
aborsi. Seharusnya tidak ada batasan waktu karena dengan adanya
batasan waktu akan menghambat pelaksanaan tindakan aborsi secara
legal yang akan melemahkan perlindungan hukum bagi pelaksana
147
Wawancara kepada Dr. dr. Hari Wujoso, Sp.F, Kepala Komisi Etika dan Medikolegal Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, tanggal 20 Desember 2018. 148
Wawancara kepada Dr. Sigit Setiadji, Sp.Og., M.Kes, M.H., Dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi, tanggal 26 Desember 2018.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
kebijakan tersebut yang dalam hal ini adalah dokter Spesialis Obstetri
dan Ginekologi.
Selama ini, jika ada pasien dengan kasus perkosaan dan dalam
jangka waktu 48 (empat puluh delapan) jam melaporkan kejadiannya
ke kepolisian dan di tindaklanjuti oleh tenaga medis, maka dokter
Spesialis Obstetri dan Ginekologi akan memberikan kontrasepsi
darurat. Kontrasepsi darurat berguna untuk mencegah terjadinya
kehamilan yang tidak diinginkan, seperti perkosaan. Namun
kontrasepsi darurat ini hanya berkhasiat mencegah terjadinya
pembuahan paling lambat 2 X 24 jam (48 jam) setelah terjadinya
perkosaan. Artinya jika terdapat wanita yang mengalami perkosaan,
maka wanita atau keluarganya segera mengantarkan ke rumah sakit
guna mendapatkan penanganan medis dan kontrasepsi darurat.149
Kontrasepsi darurat merupakan metode kontrasepsi yang
bertujuan untuk mencegah kehamilan setelah terjadinya hubungan
seksual tanpa perlindungan (unprotected intercourse). Diharapkan
dengan kontrasepsi darurat, kehamilan yang tidak diiinginkan dapat
dicegah. Demikian pula tindakan aborsi sebagai upaya penyelesaian
kehamilan yang tidak diinginkan dapat dikurangi. Penggunaan
kontrasepsi darurat ini dapat ditujukan kepada kasus-kasus perkosaan
yang terjadi di masyarakat. Mekanisme kerja kontrasepsi darurat yang
selama ini diketahui adalah menghambat atau menunda ovulasi,
menghambat perjalanan sel telur atau sperma dalam saluran tuba,
mempengaruhi fase luteal, embriotoksik, menginduksi aborsi dan
mencegah implantasi dengan merubah kondisi endometrium. Sesuai
dengan namanya, kontrasepsi ini hanya dipakai untuk keadaan
darurat.150
149
Ibid. 150
Rizani Amran, “Kontrasepsi Darurat : Pilihan Terkini Untuk Mencegah Kehamilan Yang Tidak
Diinginkan”, Disampaikan pada Seminar Sehari “Kontrasepsi Darurat” tanggal 30 November
1999 di RSMH Palembang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user